• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEFINISI DAN KONSEP Masyakat Madani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DEFINISI DAN KONSEP Masyakat Madani"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DEFINISI DAN KONSEP Masyakat Madani

Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berbudaya, maju dan modern. Di dalamnya, setiap warganya menyadari dan mengetahui hak-hak dan kewajibannya terhadap negara, bangsa dan agama serta terhadap sesama, dan tentunya juga menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.

Masyarakat madani selalu menjadi tipe masyarakat yang didambakan oleh banyak orang, bahkan oleh masyarakat di dunia. Tipe masyarakat ini adalah gambaran masyarakat yang diidealkan oleh Islam dan pernah menjadi bagian dari sejarah Rasulullah saw ketika beliau memimpin negara Islam pertama di Madinah.

Adanya istilah masyarakat madani pada prinsipnya bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).

Selang dua tahun pasca hijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup beragam, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah melakukan perjanjian-perjanjian terkait solidaritas untuk

membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.

Konsep-konsep solidaritas yang dibangun saat itu cukup berhasil membangun suatu masyarakat yang pluralistik, memiliki sikap toleran terhadap perbedaan yang ada, serta dapat memberikan iklim

kebebasan yang kondusif, untuk mengemukakan pendapat dan mengekspresikan sikap dan pemikirannya serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern. Pada masa-masa sekarang ini, makna masyarakat lebih mengarah kepada masyarakat sipil atau terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

(2)

dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi islami. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas

pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan hasil dari proses modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaissance (gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan). Ini membuat konsep civil society sempat diindikasi mempunyai aspek moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam suatu proses agama. Dari alasan ini, masyarakat madani kemudian diidentifikasi sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egaliter, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang sangat majemuk, memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market (suatu aktivitas sosial yang terbentuk secara sukarela tanpa adanya intervensi pemerintah/pasar)” Merujuk pada Bahmueller (1997).

Di Indonesia, konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di Indonesia yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian

memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih

jelasnya, rasanya perlu ada analisa lebih jauh dan secara historis terkait kemunculan masyarakat madani dan kemunculan istilah masyarakat sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama dalam membangun masyarakat bangsa Indonesia.

Dalam kutipan yang lain, masyarakat sipil diterjemahan dari istilah Inggris civil society yang mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society), yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani. Gagasan masyarakat sipil merupakan tujuan utama dalam membongkar masyarakat Marxis (sekuler). Masyarakat sipil menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri individual dan pemenuhan maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakan bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik (dalam konteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara. Masyarakat sipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral) dan bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih. Gellner:1996).

(3)

tidak mempertimbangkan peranan agama ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua partisipan tersebut (masyarakat komersial dan masyarakat perang/militer saat itu), padahal dia memasukan kebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian yang lebih sempit ialah bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik dalam konteks tatanan sosial di mana pemisahan seperti ini telah terjadi dan mungkin.

Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal, dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan spesialisme

mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan negara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.

Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah secara langsung mengacu kepada konsep masyarakat menurut Ibnu Khaldun. Deskripsi beliau justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya.

Pada kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas, seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din

(diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yatsrib berubah menjadi Medinah bermakna disanalah agama berlaku (lih. Alatas, 2001:7).

Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum.

(4)

MASYARAKAT MADANI DALAM SEJARAH

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakt madani, yaitu :

a. Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Nama Saba’ yang terdapat dalam Al Qur’an itu bahkan dijadikan nama salah satu surat Al Qur’an, yaitu surat ke-34. Keadaan masyarakat Saba’ yang dikisahkan dalam Al Qur’an itu mendiami negeri yang baik, yang subur dan nyaman. Di tempat itu terdapat kebun dengan tanamannya yang subur, yang menyediakan rizki, memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Negeri yang indah itu merupakan wujud dari kasih sayang Allah yang disediakan bagi masyarakat Saba’. Allah juga Maha Pengampun apabila terjadi kealpaan pada masyarakat tersebut. Karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Kisah keadaan masyarakat Saba’ ini sangat populer dengan ungkapan Al Qur’an Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafuur.

b. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Rasulullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di Negara Arab Saudi , tempat yanag didiami Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliau sesudah hijrah. Kota itu sangat populer, karena menjadi pusat lahir dan berkembangnya agama Islam setelah Mekkah. Di kota itu pertama kali Rasulullah SAW membangun masjid yang dikenal dengan nama masjid Nabawi.

Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ke tiga unsure masyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan kepada penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Masyarakat Madinah

Yahdian Abu Zaki

(5)

Perubahan nama tersebut dilakukan Rasulullah saw segera setelah beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib. Hijrah itu sendiri merupakan langkah awal proses terbentuknya Daulah Islamiyah pertama di muka bumi pada saat itu. Hijrah itu merupakan pernyataan berdirinya Negara Islam Madinah di bawah pimpinan Rasulullah Muhammad saw. Sistem yang dibangun Rasulullah saw di Madinah memenuhi syarat-syarat nominal untuk disebut sebagai sebuah negara.

Tulisan ini bermaksud memotret bagaimana kondisi masyarakat Madinah pasca hijrah Rasulullah saw; yang dimaksud dengan masyarakat Madinah dalam tulisan ini adalah masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah saw dalam satu ikatan Tauhid dengan sistem pemerintahan Islam. Secara umum masyarakat Madinah pasca hijrah dapat dibagi menjadi empat periode, yaitu:

1) Periode pertama dari mulai hijrahnya Rasulullah saw sampai masa Qital membela diri. 2) Periode kedua dari mulai masa qital membela diri sampai dengan teratifikasinya Perjanjian Hudaibiyah.

3) Periode ketiga dari mulai diratifikasinya naskah Perjanjian Hudaibiyah sampai dengan terjadinya pembukaan kota Makkah (futuh Makkah).

4) Periode keempat keadaan masyarakat Madinah pasca futuh.

Sesuai dengan judul tulisan ini, maka yang akan dibahas adalah keadaan masyarakat Madinah dalam dua periode pertama.

Periode Pertama

Periode pertama ini berlangsung selama kurang lebih dua tahun, dimulai dari bulan Rabi'ul awal tahun 1H sampai dengan bulan Rajab tahun 2H. Selama rentang waktu ini Rasulullah saw menerapkan asas-asas penting dari Negara Islam Madinah.

Asas yang pertama adalah pembangunan masjid.

Pembangunan masjid merupakan langkah pertama Rasulullah saw untuk menegakkan masyarakat Islam yang kokoh dan terpadu yang terdiri dari kaum Anshar dan Muhajirin. Hal ini dikarenakan masyarakat Muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapih kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah, dan tatanan Islam. Tujuan ini dapat tercapai dengan menumbuhkan 'semangat masjid'.

(6)

kaum Muslimin hanya akan terwujud dengan disatukannya mereka dalam tali Allah swt yang terbentuk dengan kebersamaan mereka dalam berdiri, ruku, dan sujud di rumah Allah swt, dengan mempelajari dan menerapkan syari'at-Nya secara sempurna.

Asas kedua adalah ukhuwah sesama kaum Muslimin.

Negara manapun tidak akan berdiri tegak tanpa adanya kesatuan dan dukungan ummatnya, sedangkan kesatuan tidak akan lahir tanpa adanya persaudaraan dan saling mencintai. Suatu jama'ah yang tidak disatukan dengan persaudaraan dan saling mencintai tidak akan mungkin dapat bersatu dalam suatu prinsip. Persaudaraan semacam ini harus didahului oleh aqidah yang menjadi ideologi dan faktor pemersatu. Persaudaraan antara dua orang yang berbeda aqidah dan ideologi adalah mimpi yang semu, dan karena itulah Rasulullah saw menjadikan aqidah sebagai asas persaudaraan yang menghimpun hati para sahabatnya dan menempatkannya dalam satu barisan ubudiyah hanya kepada Allah swt tanpa perbedaan apapun kecuali iman dan amal shaleh. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa asas ukhuwah ialah ikatan Islam.

Asas ketiga adalah perjanjian antara kaum Muslimin dengan orang di luar Islam.

Perjanjian atau dalam istilah modern disebut 'dustur' yang dibuat Rasulullah saw berdasarkan kepada wahyu Allah yang dijadikan sebagai Qanun Azasi yang disepakati menunjukkan bahwa masyarakat Islam sejak awal masa pertumbuhannya tegak berdasarkan perundang-undangan yang sempurna. Hal ini merupakan satu bukti bahwa Negara Islam sejak awal berdirinya telah ditopang oleh perangkat perundang-undangan dan manajemen yang diperlukan oleh setiap negara.

Perangkat ini merupakan asas yang diperlukan bagi setiap pelaksanaan hukum-hukum syari'at Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, hukum-hukum syari'at tersebut secara umum didasarkan kepada pemikiran kesatuan ummat Islam dan masalah-masalah struktural lainnya yang berkaitan dengannya. Negara tidak akan terwujud manakala sistem perundang-undangan tersebut tidak ada. Negara Islam Madinah yang dibangun oleh Rasulullah saw dari semenjak berdirinya sudah dihadapkan pada situasi konfrontatif dengan kekuasaan kafir Quraisy di Makkah. Para pendukung Darun Nadwah tidak rela melihat Daulah Islam yang dibangun Rasulullah saw tampil menjadi satu kekuatan yang bisa mengancam eksistensi mereka. Mereka kemudian mengeluarkan keputusan bersama untuk menggalang dan mengerahkan seluruh kekuatan bersenjata untuk menghancurkan Madinah, sebagaimana yang kemudian diinformasikan Allah melalui surat al-Anfal (8):30 kepada Nabi-Nya saw.

(7)

itu telah turun wahyu kepada beliau saw yang isinya izin dari Allah untuk mengangkat senjata bagi orang yang diperangi (al-Hajj (22):39).

Allah swt berfirman dalam ayat tersebut, "Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa

menolong mereka."

Kenyataan ini semakin dipertegas dengan diturunkannya surat al-Baqarah (2):216, "Diwajibkan atas kamu berperang...". Dengan turunnya ayat tersebut Rasulullah saw dan para sahabatnya di kalangan Muhajir dan Anshar memiliki landasan wahyu untuk melakukan upaya perlawanan dalam rangka

membela diri dan mempertahankan eksistensi Negara Islam Madinah dari setiap agresi militer pihak kafir Quraisy. Ayat tersebut juga mengakhiri periode pertama masyarakat Madinah. Masa yang penuh dengan langkah persiapan Rasulullah saw dalam membina masyarakat Madinah, meletakkan asas-asas

masyarakat Muslim, membina kesiapan dan ketangguhan mereka untuk mempertahankan eksistensi Madinah sebagai wujud dari zhohirnya Mulkiyah Allah swt.

Periode Kedua

Periode kedua masyarakat Madinah dihiasi dengan berbagai perisitwa heroik ummat Islam dalam mempertahankan Daulah Islam dari setiap agresi militer pihak kuffar. Masing-masing peperangan ini merupakan tindak balasan atau counter attack terhadap persekongkolan atau permusuhan yang

dilancarkan pihak kuffar dan musyrik. Pembahasan periode kedua masyarakat Madinah dalam tulisan ini akan ditekankan kepada beberapa peristiwa penting saja. Bahasan tersebut untuk menunjukkan

bagaimana gigihnya usaha Rasulullah saw dan para sahabatnya dalam mempertahankan eksistensi Madinah dan sebagian besar pasukan pemanah yang turun membantu kawan-kawannya ke kancah pertempuran dengan meninggalkan posnya.

Kejadian ini dimanfaatkan Khalid bin Walid dan Ikrimah untuk mengadakan serangan balik terhadap kaum Muslimin yang mengakibatkan terdesaknya pasukan kaum Muslimin. Rasulullah saw sendiri sampai terperosok ke dalam lubang dan menderita luka di bagian wajahnya oleh hantaman batu dan lemparan tombak musuh. Para sahabat seperti Abu Dujanah, Ziyad bin Sakkan dan Ali bin Abi Thalib menjadikan tubuhnya sebagai perisai hidup untuk melindungi Rasulullah saw. Abu Dujanah syahid, Ziyad bin Sakan syahid bahkan menghembuskan nafas terakhirnya di kaki Rasulullah saw. Hamzah syahid dengan perut terbelah dan hidung serta telinga putus.

Keadaan tersebut diperkeruh dengan desas-desus yang muncul dari kaum Munafiq yang mengatakan Rasulullah saw wafat dan mereka menghasut sahabat lain untuk lari dari peperangan. Mereka

(8)

sehingga menemukan kesyahidan. Peristiwa ini semakin menunjukkan karakteristik dan figur-figur Munafiq di kalangan penduduk Madinah di sekitar Rasulullah saw. Sepulangnya dari Uhud kaum Munafiq semakin gencar menghina dan mengejek kaum Muslimin dengan ungkapan yang menghinakan.

Celotehan mereka dikomentari al-Qur'an dengan ungkapan, "Dan orang-orang yang tidak turut dalam berperang itu berkata: 'Sekiranya mereka mengikuti kita tentulah mereka tidak terbunuh'. Katakanlah: 'Tolaklah kematian itu darimu jika kamu orang-orang yang benar'." (Qs.Ali-'Imran (3):168)

Sikap bermusuhan orang Munafiq semakin kentara dengan terjadinya fitnah terhadap Siti Aisyah ra, yang dalam sejarah dikenal dengan peristiwa Haditsul Ifki. Dalam peristiwa ini Siti Aisyah ra difitnah terlibat perselingkuhan dengan Shafwan bin Mu'athal seorang sahabat Rasulullah saw setelah

peperangan Bani Musthaliq. Berita bohong tersebut disebarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul seorang gembong Munafiq di zaman Nabi. Peristiwa tersebut ditegaskan dalam surat an-Nur (24):11-21.

Puncak permusuhan kalangan kufar Quraisy dan Musyrikin Makkah dengan kalangan Munafiq Madinah serta Yahudi terjadi dalam peristiwa peperangan Ahzab atau Khandaq. Menurut Ibnu Ishaq dan Jumhur Ulama sirah peperangan ini berlangsung pada bulan Syawal tahun 5H, ada juga yang mengatakan tahun 4H. Peristiwa Ahzab sendiri diawali dengan pengkhianatan Yahudi Bani Nadhir yang berangkat ke Makkah dan mendorong Quraisy untuk melancarkan perang terhadap Rasulullah saw. Dalam peristiwa ini

pasukan Ahzab yang terdiri dari kufar Quraisy dan Musyrikin Makkah mengepung Madinah selama lima hari, karena mereka tidak bisa berlanjut menyerbu Madinah akibat terhalang parit yang digali kaum Muslimin di sekeliling Madinah. Pengepungan pasukan Ahzab sendiri akhirnya bubar setelah terjadi perpecahan intern yang disebabkan muslihat 'adu domba' Rasulullah saw. Muslihat tersebut dilakukan oleh Nu'aim bin Mas'ud, seorang Muslim yang tidak diketahui keislamannya, untuk memecah belah persatuan pasukan Ahzab. Pertolongan Allah berupa topan memporak-porandakan pasukan tersebut, kemah-kemah mereka runtuh, sarana dan prasarana mereka porak-poranda dilanda topan yang besar. Kesemuanya memaksa mereka untuk angkat kaki dari Madinah.

Dari peristiwa tersebut nampak beberapa ibrah, antara lain bahwa:

1) Kaum Muslimin tidak boleh mengabaikan akalnya yang merdeka dan pikiran yang cermat untuk mengatasi hambatan. Mereka harus fathonah sepanjang cara tersebut tidak melanggar syar'i. Hal ini ditunjukkan dengan syiasah perang yang dilakukan dengan penggalian parit yang merupakan usulan Salman al-Farisi. Satu bentuk taktik perang yang saat itu belum dikenal oleh bangsa Arab. Sehingga Abu Sufyan mengatakan "Demi Allah, ini bukan cara berperang bangsa Arab" ketika pasukannya menemui hambatan berupa parit.

(9)

indikasi kesiapan mereka untuk bertempur habis-habisan yang menjadikan dasar objektif kesiapan mereka. Karena seorang pimpinan tidak boleh membawa pengikutnya ke dalam kancah pertempuran yang sengit tanpa pemahaman yang jelas dari pengikutnya akan resiko tindakan tersebut.

4) Pertolongan Allah akan senantiasa diberikan manakala ummat penegak risalah-Nya tetap konsisten, sabar, ikhlas, dan tawakkal dalam menghadapi berbagai kendala dan hambatan dalam menegakkan munculnya karakteristik Munafiq di Madinah serta pengkhianatan Yahudi terhadap naskah perjanjian yang telah disetujui.

Dari peristiwa dalam Perang Badar dapat diambil satu ibrah penting, yaitu: Perang Badar merupakan tarbiyah illallah bagi kaum Muslimin yang dengan jelas tergambar dalam firman Allah dalam surat al-Anfal (8):7, "Dan ingatlah ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar (membuktikan kebenaran) dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang Kafir."

Pada awalnya kaum Muslimin keluar dari Madinah untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang datang dari Syam. Tetapi Allah menghendaki ghanimah dan kemenangan yang lebih besar lagi bagi hamba-Nya, di samping merupakan tindakan yang jauh lebih mulia dan lebih sejalan dengan tujuan yang harus dicapai kaum Muslimin. Allah meloloskan kafilah dagang Abu Sufyan dan justru menghadapkan kaum Muslimin dengan peperangan yang tidak pernah mereka duga. Peristiwa ini menunjukkan bahwa harta kuffar adalah halal untuk dirampas oleh kaum Muslimin manakala mereka mampu untuk

mengambilnya. Hukum ini telah disepakati para fuqaha. Akan tetapi kendatipun hal ini diperbolehkan, Allah menghendaki langkah yang lebih mulia dengan cara berjihad dan berkorban harta bahkan jiwa di jalan-Nya. Al-Maut ayyatu hubbi shadiq (Mati adalah bukti cinta yang paling tinggi).

Para sahabat yang terguncang hatinya dengan kondisi tiba-tiba yang dihadapinya ditenangkan Allah dengan ungkapan Rasulullah saw yang menegaskan bahwa kemenangan telah diperoleh kaum Muslimin. Bahkan Rasulullah saw menunjukkan tempat-tempat di mana dan siapa saja yang akan roboh terbunuh dalam peperangan tersebut. Sekalipun demikian Rasulullah saw sepanjang malam menjelang

pertempuran tersebut berlangsung tetap berdiri dalam kemahnya untuk bermunajat kepada Allah memohon kemenangan diberikan kepada kaum Muslimin. Satu sikap ubudiyah yang menghantarkan manusia kepada kedekatan dengan Allah swt, sikap merendahkan diri di hadapan Allah yang

mengundang datangnya pertolongan Allah kepada hamba-Nya. Segala musibah yang diterima hanyalah mengharuskan manusia berlari kepada Allah untuk menyerahkan diri dan mengakui kelemahan dirinya di hadapan Khaliq yang Maha Perkasa. Itulah sikap ubudiyah Nabi yang merupakan harga yang harus dibayar untuk sebuah pertolongan Allah, "Ingatlah ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu. Sesungguhnya akan Aku datangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang secara gelombang." (Qs.8:9)

(10)

Muslimah. Akibat tindakan tersebut orang Yahudi tersebut dibunuh oleh seorang Muslim yang

mengetahui dan menyaksikan bagaimana aurat bagian belakang wanita Muslimah tersebut tersingkap akibat perbuatan seorang tukang sepuh Yahudi yang mengkaitkan pakaian Muslimah tersebut. Laki-laki kaum Muslimin tersebut kemudian dikeroyok oleh orang-orang Yahudi di pasar tersebut sehingga syahid. Ketika Rasulullah saw akan menghukum kaum Yahudi tersebut Abdullah bin Ubay datang menghalangi Rasul menjatuhkan hukuman sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Rasulullah kemudian mengusir Yahudi Banu Qainuqa dari Madinah. Peristiwa ini dijelaskan dalam al-Qur'an surat al-Maidah (5):51-52 tentang larangan mengambil orang Yahudi sebagai pemimpin.

Peristiwa ini hanyalah menunjukkan bagaimana kedengkian di kalangan orang Yahudi sudah berurat berakar dalam hati mereka, sehingga ketika ummat Islam memperoleh kemenangan dalam peperangan Badar kebencian tersebut mencuat ke luar. Kedengkian mereka terlihat dengan sikap pongah Yahudi yang meremehkan kemenangan ummat Islam dan tindakan jahat mereka dalam peristiwa di atas. Peristiwa tersebut di atas juga menunjukkan bagaimana sikap Munafiq yang menyimpan kedengkian dan kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin. Tetapi kendati demikian peristiwa tersebut juga mengajarkan bagaimana seharusnya sikap seorang Muslim terhadap seorang Munafiq. Islam memiliki dua aspek hukum, yaitu hukum syar'i yang diterapkan di dunia di bawah kendali seorang khalifah dan hukum Allah kelak di Yaumul Akhir di hadapan mahkamah pengadilan Allah yang Maha Adil. Seorang Munafiq seperti Abdullah bin Ubay tetap diperlakukan sebagai seorang Muslim, bahkan permintaannya untuk membebaskan Yahudi Qainuqa yang melanggar perjanjian dengan Rasul diluluskan. Aspek hukum pertama harus didasarkan kepada bukti empirik dan fakta nyata, sedangkan aspek ruhaniah Allah-lah yang akan menghukumnya kelak di pengadilan Illahi di negeri Akhirat.

Peperangan Uhud adalah kejahatan pahit yang diderita oleh kaum Muslimin, akan tetapi peperangan ini juga menunjukkan bagaimana kecintaan para sahabat terhadap pemimpinnya Nabiyullah Muhammad saw. Ketika kemenangan kaum Muslimin berubah menjadi bencana akibat ketelodoran risalah-Nya. Sikap tersebut di atas hanyalah akan wujud dengan adanya bekal aqidah yang benar dalam dada setiap Muslim.

Periode kedua ini berakhir dengan ditanda-tanganinya naskah Perjanjian Hudaibiyah pada bulan

Dzulqaidah di penghujung tahun 6H. Peristiwa ini sesungguhnya merupakan tadbir Illahi yang merupakan rahasia Illahi. Oleh karena itu alangkah wajarnya jika kaum Muslimin yang hadir di peristiwa tersebut sama terkejut dan terperanjat melihat peristiwa tersebut, dikarenakan mereka lebih banyak

mengandalkan pemikiran dan pertimbangan sendiri. Perdamaian ini hakekatnya adalah muqadimah menuju kepada futuh Makkah. Segera setelah perdamaian tersebut ditanda-tangani dan diumumkan, maka terjadilah gelombang da'wah yang luar biasa di kalangan penduduk Madinah dan sekitarnya. Ummat Islam memiliki keleluasaan untuk menjelaskan tentang Islam dan melancarkan da'wah yang universal. Sehingga ummat yang masuk ke dalam barisan Rasulullah saw bahkan lebih banyak dari sebelum peristiwa itu terjadi. Oleh sebab itulah al-Qur'an menamai peristiwa ini sebagai fathan mubina (Qs.48:1).

(11)
(12)

Referensi

Dokumen terkait

Style guides and coding conventions might sound like something creativity- encoraching — like painting inside the lines — but as a solo developer, and especially when working in

Sikap, sifat, dan etika kepribadian yang harus dimiliki oleh hakim seperti telah diuraikan di atas selanjutnya diimplementasikan di persidangan pada saat hakim menjalankan

Sebagai sebuah lembaga keuamgan pada bank syariah adalah lembamaga keuangan yang menjalankan peranannya untuk menjadi lembaga keuangan intermediasi antara pemilik modal

Fakta lingual ini menunjukkan bahwa anak-anak usia 4 – 6 tahun telah memiliki kompetensi linguistik yang memadai untuk memahami fitur-fitur semantik prototipe substantiva

(5) Menyediakan cara zonasi daerah perairan laut dengan batas menurut pilihan pengelompokan pulau kecil atau karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah

Tujuan dari penggunaan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena dengan perangkap

Dalam kenyataan kita melihat orang cenderung ber-spesialisasi; ada yang menjadi pengusaha sepatu, menjadi petani, menjadi pialang, penjual roti, dosen, dokter gigi, ahli

Penyajian hasil penelitian ini secara univariat, berdasarkan karakteristik pasien atau responden yaitu menurut usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjan, pendapatan,