• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Kelompok Muslim Dan Kelompok Katho

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya Kelompok Muslim Dan Kelompok Katho"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Upaya Kelompok Muslim Dan Kelompok Katholik Dalam Menghalau Gerakan Radikal Melalui Penguatan Ekonomi Masyarakat

(Studi Kasus Di Desa Banjaroya, Kalibawang Kulonprogo Yogyakarta)

Oleh:

A. Sihabul Millah, MA Email: sihab1234@yahoo.com

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Desa Banjaroya merupakan desa yang cukup unik. Kelompok Islam dan Katholik di sini memiliki cara tersendiri dalam memelihara hubungan antar agama untuk meredam gerakan radikal yang bernuansa kekerasan. Kalau selama ini kebanyakan umat beragama untuk meredam gerakan radikal melalui dialog antar agama dan penguatan pemahaman kegamaan, kelompok agama di desa ini justru melalui penguatan ekonomi masyarakat.

Hal itu amat realistis, sebab agama masyarakat di desa ini cukup beragam, dari Islam, Katholik, Protestan, dan Hindu. Untungnya belum ada kekerasan satu pun yang melanda desa ini yang bermotifkan agama.Namuan indikasi gerakan radikal mulai terlihat di Desa Bajaroya. Indikasi adanya gerakan radikal ditandai dalam dua hal. Pertama, teror bom di Greja Promasan Banjaroya pada tahun 2008. Kedua, gerakan pemurnian keagamaan dari kelompok Islam, yakni Majelis Tafsir al-Qur’an (MTA) dan kelompok ini oleh Zainudin Fananai disebut kelompok radikal (Zainudin Fanani, 2002:5).

Meski indikasi gerakan radikal mulai tumbuh di Desa Banjaroya, namun tidak pernah berujung pada aksi kekerasan. Kondisi ini tidak terlepas dari peran kelompok elite Muslim dan Katholik dalam melakukan kegiatan pengautan ekonomi secara bersama-sama berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini paling tidak tercermin dalam “forum antar iman”, yakni kelompok Muslim dan Katholik, misalnya, yang tergabung dalam forum Pengembangan Ekonomi lokal (PEL) Banjaroya.1 Kelompok Muslim dan Katholik saling

bahu-membahu menggerakkan kegaiatan ekonomi masyarakat dengan nuasa saling menghormati satu sama lain.

Kegiatan mereka di antaranya adalah pengembangan desa pariwisata, pelatihan budidaya ternak, pelatihan maknan olahan, pelatihan budidaya tanaman perkebunan, pelatihan kerajinan kayu dan alainnya.2 Aksi pemberdayaan ekonomi ini berbasikan pada

potensi lokal baik bahan baku atau kemampuan sumberdaya manusianya.

Kegiatan penguatan ekonomi laiannya adalah pemanfataatan bulan-bulan suci bagi umat Muslim dan Katholik. Pada bulan ramadhan dimanfaatkan oleh umat Katholik untuk berdagang dengan berjualan makanan kecil atau ta’jil di tempat-tempat umum. Ini artinya, secara ekonomi umat Katholik dapat mengambil keuntungan pada bulan ramadhan yang merupakan bulan istimewa bagi umat Islam.

Begitu pula dengan umat Islam ketika bulan Mei, banyak umat Katholik yang berasal dari luar desa Banjaroya datang untuk berziarah ke tempat ziarah Sendangsono di Desa Banjaroya, sehingga banyak juga umat Islam yang diuntungkan dengan banyaknya wisatawan yang datang ke desa tersebut, karena mereka bisa berjualan. Sehingga terdapat momen-momen tertentu, baik dari umat Islam maupun umat Katholik, yang diuntungkan dengan

(2)

momen-momen istimewa dari dua agama. Dari alasan tersebut, maka penilitian ini layak dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan yang bisa diajukan adalah: 1. Bagaimana bentuk penguatan ekonomi masyarakat yang dikembangkan kelompok

Muslim dan Katholik dalam upaya menghalau gerakan radikal di desa Banjaroya Kalibawang, Kulonprogo Yogyakarta?

2. Faktor-faktor apa yang mendorong kelompok Muslim dan Katholik melakukan penguatan ekonomi masyarakat tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan segala bentuk penguatan ekonomi masyarakat (dari poses assesment/penilaian, lokakarya hasil penilai, perencanaan, dan aksi penguatan ekonomi) dalam menghalau gerakan radikal yang dilakukan oleh kelompok Muslim dan Katholik di desa Banjaroya Kalibawang, Kulonprogo Yogyakarta

2. Mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor yang melatari kelompok Muslim dan Katholik melakukan penguatan ekomi masyarakat dalam rangka mengahalu gerakan radikal

1.4. Landasan Teori

Dalam konteks kehidupan keagamaan, menurut Djaka Sutapa, radikalisme agama merupakan gerakan yang berupaya untuk merombak secara total suatu tatanan sosial /tatanan politis yang ada dengan menggemakan kekerasan (Djaka Sutapa, 2004). Makna gerakan gerakan radikal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerakan radikal, sebagaimana konsep Djaka Sutapa, yang mengarah pada tindakan kekerasan dan anarkisme dengan mengatasnamakan agama tertentu.

Radikalisme merupakan fenomena yang ada di setiap agama, bukan hanya di agama Islam, teatapi juga pada agama Kristen, Hindu, Yahudi, Hindu, dan Budha. Pendapat senada juga dikemukan Ahmad Asroni (2008: 18) dan Afif Muhammad (2004: 25) yang menyebutkan bahwa penyebab gerakan radikalisme berbasis agama adalah sebagai berikut;

Pertama, pemahaman yang sempit dan literalis terhadap teks-teks keagamaan. Kedua, ketidakadilan dalam bidang sosial-politik akibat arus modernisasi. Ketiga,kesenjangan ekonomi akibat ulah kapitalisme. Diakui atau tidak krisisi eknomi diberbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara Islam telah menyulut bangkitnya gerakan radikalisme Islam (Mansur Fakih, 2002: xv)

(3)

ekonomi, perencanaan penguatan ekonomi, dan aksi kongkrit untuk memperbaiki kondisi sumber penghidupan (Dadi Nurhaidi, dkk, 2010: 10).

1.5. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif-analitik. Sasaran penelitian ini adalah kelompok umat Islam (Nadlatul Ulama, Muhamadiyah) dan Katholik (kelompok Paroki) yang terlibat dalam kegiatan penguatan ekonomi lokal masyarakat untuk menghalau gerakan radikal yang bersifat kekerasan. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang Kabupaten kulonprogo Yogyakarta.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan dipilih dengan cara purposive dan snow-ball. Jumlah informan sebanyak 15 Orang, 4 orang dari kelompok Katholik, 4 orang kelompok Islam, 1 Perangkata Desa, dan 2 orang Fasilitator. Semua informan yang diwawancarai mewakili tokoh agama dari Islam dan Katholik yang terlibat dalam kegiatan penguatan ekonomi masyarakat , tokoh masyarakat baik dari Islam atau Katholik, Kepala Desa, kepala dusun, pengurus forum Pengembangan Ekonomi Lokal, masyarakat dari kalangan muslim dan katholik, dan individu-individu yang memiliki informasi sesuai dengan tema yang diteliti.

II. TEMUAN LAPANGAN II.1 Deskripsi Wilayah

Desa Banjaroya merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Batas wilayah: sebelah utara Sungai Progo, Sebelah timur Sungai Progo, Sebelah Selatan Desa Banjarharjo Kecamatan Kalibawang dan sebelah Barat Desa Sidoharo Kecamatan Muntilan Magelang. Sebagian besar wilayah desa ini merupakan perbukitan tinggi dengan kemeringin tanah cukup tinggi. Penduduk Desa Banjaroya berjumlah 9576 jiwa (2639 KK) yang menyebar di sembilan belas dusun (Dusun Pantog Wetan, Pantog Kulon, Banjaran, Slanden, Pranan, Potronalan, Klangon, Beji, Kempong, Dlingseng, Plengan, Durensawit, Tanjung, Kajoran, Semagung, Promasan, Semawung, Tonogoro, dan Puguh . Berikut merupakan jumlah penduduk secara terperinci di setiap dusun di Desa Banjaroya.

Fasilitas pendidikan di Desa Banjaroya cukup memadai, kalua tidak boleh dibilang lengkap. Lembaga pendidikan tersedia dari jenjang PAUD, TK, SD/MI, SMP, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Masyarakat desa Banjaroya mempunyai modal sosial dan kelompok sosial yang cukup banyak. Kelompok sosiallah, salah satu, yang merekatkan hubungan sosial yang ada di desa. Contohnya adalah kelompok pembangunan rumah, kelompok pekerja perkebunan/ladang, dan sebagainya (Tim PSAP UGM, 2010: 23). Model ikatan sosial seperti ini sebenarnya merupakan strategi untuk meningkatkan hubungan kekeluargaan dalam berbagai hal. Masyarakat di Desa Banjaroya memiliki tingkat solidaritas sosial yang tinggi. Di antaranya, terwujud dalam bentuk tradisi masyarakat, seperti sambatan, gotong-royong, dan lain sebagainya.

Mata pencarihan hidup masyarakat tergolong berfariatif. Ada yang bekerja di sektor pertanian, peternakan, perikanan, sektor industri kecil, dan sektor jasa. Kebanyakan masyarkat bekerja di sektor pertanian dan perkebunan . Di sektor perikanan, sebagian masyarakat memelihara dan membudidayakan ikan lele, nila, dan lain-lain. Ada juga mereka yang bekerja di sektor industri rumah tangga seperti konveksi, makan olahan, gula Nira, Selondok dan lainnya.

(4)

Dari catatan monografai 2011 desa Banjaroya menunjukkan bahwa 6.421 orang bergama Islam, 2061 orang beragama Katholik, 22 orang beragama Kristen, dan 4 orang beragama Hindu.3 Jumlah masyarakat muslim di desa ini cukup banyak jika dibandingkan

dengan dengan penganut agama lain. Kelompok Islam di Desa Banjaroya secara garis besar bisa dipetakan menjadi dua kelompok oraganisasi keAgamaan, yakni yang berafiliasi dengan Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama’. Selain itu, juga mulai ada kelompok kegamaan dari Majelis Tafisr al-Qur’an (MTA).

Kelompok agama lain adalah umat Katholik. Jumlah umat Katholik di Desa Banjaroya sebanyak 2061 orang. Semua ini tergabung dengan kelompok Paroki Promasan. Keberadaan paroki ini disertai dengan keberadaan Gereja St. Maria Lourder Promasan desa Banjaroya. Greja ini merupakan salah satu cagar budaya yang dimiliki Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.4 Kegiatan umat Katholik meliputi bidang pertanian,

kegamaaan, pendidikan, ekonomi, budaya, dan bidang sosial kemasyaraktan.

II.3. Gerakan Radikal

Gerakan radikal mengatasnamakan agama tertentu belakangan semakin marak di Indonesia. Potensi ini tidak hanya dalam kelompok Islam saja, tetapi juga pada kelompok agama lain, seperti Kristen, Hindu, Yahudi, dan lainnya. Dalam konteks kehidupan keagamaan, menurut Djaka Sutapa, radikalisme agama merupakan gerakan yang berupaya untuk merombak secara total suatu tatanan sosial /tatanan politis yang ada dengan menggemakan kekerasan(Djaka Sutapa, 2004). Terma “radikalisme” memang dapat saja beragam, tetapi secara essensial adanya pertentangan yang tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok agama tertentu di satu pihak dengan tatanan nilai yang berlaku saat itu. Pertentangan yang tajam ini menyebabkan konsep radikalisme selalu dikaitkan dengan sikap dan tindakan yang radikal, yang kemudian dikonotasikan dengan kekerasan secara fisik.

Di desa Banjaroya, gerakan radikalisme atas nama agama tertentu yang bernada kekerasan dan konflik memang belum pernah ada. Namun indikasi yang mengarah pada gerakan radikalisme yang mengatasnamkan pemurnian agama dan mengancam agama tertentu pernah terjadi. Indikasi munculnya gerakan radikal di desa Banjaroya bisa dilihat dalam dua hal.

Pertama, teror bom di Greja Promasan Banjaroya pada tahun 2008. Teror bom ini dilokalisir oleh para jamaah paroki sehingga tidak sampai kepada masyarakat akar rumput. Mereka menghadapinya dengan aktifitas doa bersama.5 Pada tahun 2009, isu teror bom juga

terjadi di tempat ziarah umat Katholik di Sendangsono Banjaroya. Aksi teror ini terjadi pada saat umat Katholik mengadakan kegiatan keagamaan (salawatan)6, sehingga kegiatan ini

diberhentikan untuk mengantisipasi jatuhnya korban. Respon umat katholik terhadap aksi teror ini cukup arif, tidak terpancing emosi semata. Bahkan sudah menjadi kebiasan bagi umat

3 Data Monogarafi desa Desa Banjaroya 2010.

4http://www.jogjatrip.com/id/692/gereja-santa-maria-lourdes-promasan, didowload tanggal 25 Juli 2011

(5)

Katholik di desa Banjaroya, yang memegang prinsip bahwa aksi kekerasan tidak akan bisa selesai dengen kekerasan serupa. Mereka meyakini, “jika kekerasan dibalas kekerasan maka tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justru akan menambah masalah menjadi semakin rumit”.7

Kedua, gerakan pemurnian keagamaan dari kelompok Islam, yakni Majelis Tafsir al-Qur’an (MTA). Di desa Banjaroya anggota kelompok MTA masih sedikit, jumlahnya hanya sekitar 8 orang. Doktrin yang menjadi landasan pendirian MTA bahwa, pengkajian Al-Qur’an harus ditekankan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat.8 Mereka semua berprinsip bahwa amar ma’ruf nahi mungkar harus

dilakukan ketika mengetahui adanya kemaksiatan baik dengan cara damai maupun kekerasan (Anas Aijudin, 2008: 3). MTA yang ada di Desa Bajaroya merupakan cabang MTA di Propinsi DIY yang juga merupkan cabang MTA pusat yang ada di Surakarta.

Pola perkembangan setiap pengikut MTA yang telah selesai belajar si MTA Surakarta harus mengembangkan organisasi dengan membuka kelompok-kelompok pengajian di daerah mereka. Hal ini sebagaimana dilakukan Mujianto, warga desa Bajaroya yang menjadi pengikut kelompok MTA. Menurut dia, anggota jamaah di desa ini mengadakan program pengajian al-Qur’an dan tafsirnya tiga hari sekali.9 Mereka mengajarkan tauhid

semurn-murninya, tidak menginginkan adanya pemalsuan akidah dengan yang dibalut dengan tindakan-tindakan syirik kepada masyarakat. Bagi Mujianto, dakwah yang dilakukan MTA tidak seperti strategi yang dilakukan oleh kelompok Katholik:

“ Misionaris Katholik biasanya mengajak ke katholik lewat dua strategi, yakni wanita dan harta. Kalau mengajak masyarakat dengan harta langsung, kan jelas-jelas ditolak dan tidak mau masuk katholik. Tapi dengan wanita yang kemudian dikawin dan kemudian dikasi kerjaan, biasanya mereka mau masuk katholik. Contohnya pak Ihsan dan Mamik setelah menikah dengan perempuan katholi kemudian diberi pekerjaan, habis itu mereka masuk Katholik. Warga muslim yang masuk katholik biasanya diberi posisi strateregis di dewan parokhi, seperti pak ihsan.10

Dari statemen di atas jelas terlihat bahwa MTA beranggapan cara mengajak dalam beragama model MTA berbeda dengan kelompok Katholik. Model pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh umat Katholik, oleh sebagian kelompok MTA dianggap sebagai cara mengajak masyarakat untuk memeluk Katholik.

II.4. Penguatan Ekonomi sebagai media Pencegahan Gerakan radikal

Gerakan radikal dan kerusuhan berbahu agama banyak bermunculan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah demensi ekonomi. Menurut Arief Budiman menyebutkan bahwa konflik pemeluk agama di Indonsia, terutama antara Islam-Kristen, seusunguhnya sangat dipengaruhi oleh dimensi ekonomi (Abdurrahman Wahid, 2004: 205). Dari kenyataan ini, penting kiranya komunitas antar iman, pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakat (LSM) melakukan gerakan bersama dalam upaya penguatan ekonomi masyarakat di tengah-tengah pluralitas umat beragama. Penguatan atau pembedayaan ekonmi masyarakat

7 Wawancara dengan Yuniwarti Benecdita, dewan paroki di dusun Promasan, 24 Agustus 2011 8 Lihat http://mta-online.com/v2/sekilas-profil/, didownload pada tanggal 20 Agustus 2011 9 Wawancara dengan Mujianto pada tanggal 25 Agustus 2011

(6)

didefinisikan sebagai upaya mengaktualiasasikan potensi sumber penghidupan ekonomi yang sudah dimilki masyarakat (Dadi Nurhaidi,dkk, 2010: 10). Individu atau masyarakat tidak lagi menjadi obyek, tetapi sebagi subyek/aktor menentukan hidup mereka sendiri. Penguatan ekonomi masyarakat meliputi proses penilaian (assesment) segala potensi alam dan sumber daya manusia, lokakarya atau penyajian hasil penilain potensi ekonomi, perencanaan penguatan ekonomi, dan aksi kongkrit untuk memperbaiki kondisi sumber penghidupan (Dadi Nurhaidi,dkk, 2010: 10).

Proses penguatan ekonomi yang dilakukan kelompok antar iman (Islam-Katholik) di Desa Banjaroya dilakukan melalui beberapa cara, yakni pengenalan dan identifikasi potensi ekonomi desa, perencanaan dan implementasi bersama dalam mengembangkan ekonomi desa, pembentukan lembaga keuangan desa, dan pembentukan forum pengembangan ekonomi desa.11

a. Pengenalan Potensi Sumberdaya ekonomi

Desa Banjaroya merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Dengan kearifan lokal dan taradisi yang turun temurun, masyarakat baik kelompok Islam atau Katholik sudah terbiasa mengindentifikasi sumber daya lokal yang telah tersedia. Potensi-potensi ini kemudian menjadi sumber penghidupan masyarakat. Potensi sumber daya alam yang sudah mereka manfaatkan, seperti tanaman ubi kayu telah banyak diolah menjadi makanan khas slondok, kelapa menjadi produk unggulan dari sub sektor perkebunan yang diolah menjadi gula nira, tanaman kayu dimanaafatkan untuk kerajinan, tanaman bambu dan pandan diolah menjadi kerajinan tikar, topi, tas dan lainya.

Identifikasi secara ilmiah berkenaan potensi sumber daya alam yang berbasis lokalitas dan bersifat partisipatoris juga diperkenalkan oleh para pekerja sosial dari Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM dalam prorgam pengurangan Risiko Bencana berbasis sumber penghidupan berkelanjutan. Dari kegiatan tersebut, masyarakat mengetahuai dan menyadari sejumlah sumberdaya alam baik yang sudah dimanfaatkan atau belum. Selain itu, masyarakat juga mulai mengenal masalah yang mereka hadapi terkait dengan sumber penghidupan ekonomi. Hal ini sebagaimana yang dikemuakan oleh Suroto12

“Masalah yang dihadapi sumber penghidupan masyarakat desa meliputi pengelolaan usaha yang masih bersifat konvensional, terkendala cuaca, pemasaran yang tidak lancar, belum adanyana kelompok usaha, pertanian dan perkebunan sering kekuarangan air, kurangnya modal usaha, dan yang paling sering adalah berkurangnya sumber daya manusia yang mau bekerja di desa, sebab mereka banyak yang meratau untuk mencari penghidupan yang lebih layak”

b. Kebersamaan Komunitas antar Iman dalam Mengembangkan Perkonomiman Masyarakat

Pengembangan ekonomi desa bukan didasarkan atas agama tertentu melainkan atas kebutuhan warga desa yang mayoritas adalah petani dengan sistem tadah hujan. Sejumlah kelompok tani sistem keanggotaannya sifatnya plural, yakni percampuran antara Islam dan katholik dengan tujuan untuk mengembangkan ekonomi pertanian di desa Banjaroya.

11 Disarikan dari hasil Wawancara dengan Bamabang, Fasilitator Desa Banjaroya untuk program penguatan Ekonomi desa .

(7)

Pada bulan ramadhan, dimana umat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa, ada fenomena yang unik. Momen bulan ramadhan ini juga ditangkap oleh umat Katholik untuk berdagang dengan berjualan makanan kecil atau ta’jil di tempat-tempat umum. Ini artinya, secara ekonomi umat Katholik dapat mengambil keuntungan pada bulan ramadhan yang merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Begitu pula dengan umat Islam ketika bulan Mei, banyak umat Katholik yang berasal dari luar desa Banjaroya datang untuk berziarah ke tempat ziarah Sendangsono, sehingga banyak juga umat Islam yang diuntungkan dengan banyaknya wisatawan yang datang ke desa tersebut untuk berjualan.13

Selain itu, di dusun Promasan terdapat koperasi yang diprakarsai oleh kelompok aktifis gereja dengan omzet mencapai milyaran rupiah. Keanggotaan dari koperasi ini tidak hanya dari kalangan Kristiani, tetapi juga dari kalangan Muslim.14 Keberadaan koperasi ini sangat

membantu pengembangan ekonomi rakyat. Kebersamaan antar iman (Muslim-Katholik) juga terlihat dalam pengembangan ekonomi desa berbasis pengurangan risiko bencana. Proses pemelihan ketua pelaksana program tersebut atau yang disebuat Tim Rencana Aksi Komunitas (RAK) dilakukan dengan sistem demokratis, tanpa membedakan latar belakang agama.

Tim tersebut bersama masyarakat merencanakan sejumlah kegiatan yang didasarkan dari kebutuhan dan aspirasi warga secara partisipatif. Perencanaan partisipatif adalah suatu proses untuk menghasilkan rencana yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu bidang dan pihak-pihak merencanakan secara bersama-sama (partisipatif) dan terbuka (Mufid A. Busyari dan Mufid Aziz, 1991: 5-7).

Dari proses perencanaan tersebut, kemudian disepakati beberapa program penguatan ekonomi. Beberapa program itu adalah sebagai berikut pelatihan budidaya belut, pelatihan pengolahan makanan lokal, pelatihan kerajinan kayu, pelatihan konservasi tanaman, pelatihan motivasi berwirausaha, dan pelatihan pembuatan pupuk organik. Pelatihan-pelatihan ini juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, seperti Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), P4TK Kesenian Yogyakarta, Dinas Pertanian dan Kehutanan, dan Jurusan Konservasi hutan UGM , dan Dinas Lingkungan Hidup.

c. Lembaga Keuangan dan Semangat Membantu Sesama Umat Beragama

Dalam menggerakkan roda usaha masyarakat, aspek yang tak kalah penting adalah finansial. Tanpa adanya dukungan finansial yang mencukupi, usaha masyarakat bisa berjalan lambat atau bahkan berhenti. Berangkat dari kenyataan in, pemerintah desa dengan melibatkan kelompok Katholik dan Muslim, mendirikan sejumlah lembaga keuangan. Lembaga-lembaga kuangan amat membantu pengembangan ekonomi desa. Lembaga keuangan itu adalah Lembaga Keuangan Mikro, Koprasi Simpan Pinjam, dan Usaha Ekonomi Desa.

Lembaga-lembaga di atas, mendukung usaha pertanian, perkebunan, dan wirausaha penduduk, khususnya dalam hal permodalan. Lembaga yang punya peran signifikan di Desa Banjaroya adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Binangun.

Selain itu, lembaga keuangan lainnya yang juga kerapkali dimanfaatkan kelompok baik Muslim atau Katholik adalah koprasi Kridit Mulia. Koprasi ini berdiri bersebelahan dengan Greja Promasan. Koprasi ini pada mulanya adalah lembaga keuangan tidak resmi yang dimiliki oleh dewan Paroki Promasan Banjaroya. Pada saat itu banyak warga yang

13 Menurut sejumlah informan, pada tahun 1980an wisatawan yang datang ke Sendangsono cukup banyak, namun sejak tahun 1995, peziarah di sendangsono mulai surut dan sampai sekarang juga cukup sepi.

(8)

meminjam ke dewan paroki. Bagi Greja tidak sepatutnya mengurusi simpan pinjam, makanya diserahkan pada masyarakat.15

d.Pembentukan Forum Pengembangan Ekonomi Lokal

Kebersamaan kelompok Muslim dan Katholik dalam penguatan ekonomi juga tampak pada pembentukan forum Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Desa Banjaroya.16

Pembentukan forum ini betujuan untuk mewujudkan ekonomi masyarakat yang sehat dan tangguh berbasis agribisnis, industri, pariwisata serta berwawasan kelestarian lingkungan hidup.

Pembentukan forum sengaja dibentuk karena selama belum ada lembaga desa yang berkosentrasi langsung pada pengembangan ekonomi desa. Salama ini kelompok-kelompok sosial, seperti kelompok tani, Kube, kelompok duren, gapoktan, kelompok dan lainnya berjalan sendiri-sendiri.17 Dengan pembentukan PEL, semua kegiatan yang terkait dengan

pengembangan ekonomi desa bisa terorganisir dengan rapi dan menjadi satu wadah. Sehingga program-program pembangunan ekonomi desa bisa saling saling mendukung dan terarah.

Keganggotan PEL melibatkan unsur-unsur pemerintah desa banjaroya, dunia usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi /LSM orang yang memiliki kepentingan untuk bekerja secara kolektif dalam upaya membangkitkan dan membangun kondisi ekonomi lokal, menciptakan kesempatan kerja, dan meningkatkan mutu kehidupan segenap warga setempat. Keanggotannya melibatkan perwakilan kelompok Muslim dan Katholik. Ketua forum PEL desa Banjaroya berasal dari kelompok Islam, Sekretaris dari agama Katholik dan Bendahara dari kelompok Islam.18

e. Faktor Pendorong kelompok Antar Iman dalam penguatan ekonomi

Ada dua hal yang mendorong dua kelompok agama di Banjaroya melakukan kegiatan ekonomi secara bersama, yakni faktor budaya-agama dan persamaan hubungan darah (keturunan).

Pertama, penyelarasan nilai budaya dan agama. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di desa Banjaroya mempunyai tingkat toleransi beragama yang cukup tinggi. Mereka menghormati kepercayaan masing-masing dan saling menjaga antara satu dengan yang lain. Di samping itu, berdoa lintas agama sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat desa Banjaroya.19 Seperti mendoakan orang yang sudah meninggal dan menghadiri upacara

selamatan (kenduri). Lebih dari itu, upacara nyadran yang dirayakan oleh umat Islam tradisional juga dihadiri oleh umat katholik. Umat katholik juga sangat menghormati peringatan-peringatan hari besar Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu paroki di dusun Promasan.

”...ketika ada nyadran dewan paroki datang dan kemudian mereka makan bersama dengan kalangan muslim dalam upacara nyadran tersebut. Bahkan pada hari raya

15 Wawancara dengan Ihsan (anggota dewan Paroki) Promasan tanggal 24 Agustus 2011

16 Lihat “Rencana Strategi Pengembangan Ekonomi Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang

Kabupaten Kulonprogo Periode 2010 – 2014”

17 Wawancara dengan Imam Zamroni, fasilitator desa pada tanggal 20 Agustus 2011. 18 Wawancara dengan Muhmalisin, ketua Forum PEL

(9)

idul fitri, dewan paroki juga mengadakan kegiatan untuk berkunjung ke tokoh-tokoh muslim. Seperti pada tanggal 1 september 2011 akan diadakan kunjungan kepada sejumlah tokoh muslim...”20

Budaya saling mendatangi tokoh agama-tokoh agama menjadi poin penting dalam merawat kerukunan antar umat beragama di Desa Banjaroya. Komunikasi tidak lagi tersumbat, sebab tokoh-tokoh agama sudah terbiasa saling silaturahami dan berkomunikasi untuk memperbincangkan banyak hal, termasuk dalam hal ekonomi masyarakat. Budaya lain yang juga tetap dirawat oleh dua kelompok agama adalah budaya nyadran. Di dusun Tanjung, yang merupakan basis umat katholik, upacara nyadran dilakukan antara umat Islam dan umat Katholik. Ini adalah salah satu wujud harmoni sosial antar pemeluk agama yang ada di dusun Tanjung. Meskipun umat islam merupakan kelompok dominan di desa ini.21

Kedua, hubungan kekerabatan. Jika ditelusuri ke balakang, masyarakat di desa Banjaroya ternyata masih satu trah (keturunan). Sehingga sistem kekerabatan terbangun dengan kuat antara satu keluarga dengan keluarga yang lain masih mempunyai ikatan darah dan solidaritas sosial. Bahkan pada zaman dahulu semua penduduk di desa Banjaroya beragama Islam Abangan dan masih ada hubungan darah. Lantas pada tahun 1928 agama katholik menyebar di desa ini.22 Pada tahun 1965-an pemerintah Indonesia mewajibkan bagi

penduduknya untuk memeluk agama yang sudah disahkan. Tidak sedikit warga desa Banjaroya yang masuk katholik, karena telah mendapatkan bimbingan dari salah satu misionaris bernama Barnabas Meskipun pada zaman dulu umat Islam mencapai 100 persen, akan tetapi 90 persen mereka merupakan kelompok abangan dan hanya 10 persen yang santri. Sehingga kelompok abangan relative mudah untuk berpindah ke agama katholik.

Meski berbeda agama, hubungan kekerabatan telah merekatkan hubungan antar masyarakat baik di lingkup pengautan ekonomi atau hubungan sosial lainnya. Walhasil, segala seseuatu yang terkait dengan hubungan sosial kemasyarakatan di desa Banjaroya juga selalu mempertimbangkan aspek kekarabatan. Rasa kekerabatan semakin rekat tatkalah dibalut dengan budaya jawa, separti rasa pekiwuh (rasa tidak enak),keguyupan (kompak), dan saling membantu antar sesama.

e. Implikasi terhadap Hubungan Antar Umat Bergama

Masyarakat desa Banjaroya yang memiliki karakteristik plural dalam hal agama dan budaya. Harmoni sosial antar pemeluk agama menjadi tugas masing-masing individu, sehingga di dalam masyarakat tidak pernah terjadi konflik antar agama. Selain itu, kebijakan di tingkat desa untuk pengembangan ekonomi juga tidak memandang dari sisi agama, semua warga yang ada di desa mempunyai kedudukan dan peluang yang sama. Aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Islam dan katholik tidak menimbulkan konflik horizontal. Bahkan justru sebaliknya, hubungan antar agama terbangun semakin harmonis. Seperti koperasi yang didirikan oleh dewan paroki dan anggotanya terdiri dari Islam dan katholik juga menjadikan hubungan antar agama semakin terbangun dengan baik. Meskipun koperasi didirikan oleh kaum Katholik, tetapi mereka tidak membedakan anggotanya berdasarkan latar belakang agama yang diyakininya. Semua memperoleh perlakukan yang sama.23

III. PENUTUP

20 Wawancara dengan ihsan, aktifis paroki di dusun promasan, 24 agustus 2011.

21 Dari total 7447 umat Islam yang ada di desa Banjaroya, 90% adalah abangan dan dan islam-kejawen, sedangkan 10% adalah santri. (wawancara dengan Mujianto, 38 tahun, 24 agustus 2011).

22 Disarikan dari hasil wawancara dengan Jazim (63 th) pada tanggal 20 Agustus 20011

(10)

Dari hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, maka bisa diambil beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

III.1. Kesimpulan

A. Upaya yang dilakukan kelompok Muslim dan Katholik di Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta dalam penguatan ekonomi sabagai jalan mencegah indikasi gerakan radiakal sebagai berikut. Pertama, pengenalan dan identifiaksi potensi sumber daya alam, seperti indentifikasi tanaman ubi kayu, kelapa, tanaman kayu dimanaafatkan untuk kerajinan, tanaman bambu dan pandan diolah menjadi kerajian tikar, topi, tas dan lainya. Kedua tindakan kongkrit dalam mengembangkan ekonomi masyarakat desa, seperti penguatan usaha makanan olahan, penguatan usaha kerajinan kayu, penguatan usaha gula nira, pembuatan pupuk organik, dan lainnya. Ketiga, pembentukan lembaga keuangan desa, seperti pembentukan Lembaga Keuagan Mikro (LKM) Hargobinangun dan pembentukan Koprasi koprasi Kridit Mulia. Keempat, pembentukan forum pengembangan ekonomi lokal (PEL) Desa Banjaroya. Forum ini memeliki fungsi menysusun rencana strategsi pengembangan semua ekonomi desa, serta mensinergikan semua kegiatan yang terkaiat dengan sumber mata pencarihan masyarakat.

B. Ada dua foktor yang mendorong kelompok Muslim dan Katholik melakukan penguatan ekonomi masyarakat. Pertama, penyelasaran nilai-nilai budaya dan agama dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok lintas Iman masih gigih mempertahankan dan merawat budaya lokal. Seperti doa lintas agama yang sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat desa Banjaroya. Hal ini juga terlihat pada saat mendoakan orang yang sudah meninggal dan menghadiri upacara selamatan (kenduri). Lebih dari itu, upacara nyadran yang dirayakan oleh umat Islam tradisional juga dihadiri oleh umat katholik. Kedua, adanya persamaan hubungan darah (keturunan) di kalangan umat beragama di Desa Banjaroya. Kenyataan itu pula yang menyababkan kebersmaan dalam setiap kehidupan, termasuk aktifitas pengutan ekonomi juga juga terikat karena adanya pertalian hubungan kekerabatan.

III.2. Rekomendasi

Dari kesimpulan di atas ada beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan.

1. Kelompok agama mainstream, seprti Nadltaul Ulama, Muhamadiyah, dan kelompok Katholik yang tergabung dalam Paroki Promasan harus mewaspadai munculnya gerakan-gerakan radikal atas nama agama tertentu yang berbau kekerasan, sebab potensi munculnya gerakan itu bisa saja terjadi, karena benih-benihnya sudah ada.

2. Pemerintah dari tingkat kabupaten sampai desa,harus tetap mendukung penuh kebersamaan yang telah terjalin erat di kalangan umat beragama. Program-program pembangunan yang ada tidak boleh sampai menganaktirikan salah satu agama tertentu.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ahmad “Radikalisme Islam di Indonesia: Tawaran solusi untuk mengatasinya”, Jurnal Religi, vol 7 Januarai 2008,

Busyari, Mufid A. dan Aziz, Mufid Panduan Praktis Perencanaan Partisipatoris yang Berorientasi pada Tujuan, Jakarta, P3M, 1991

(11)

Fakih. Mansur, dalam "Kata Pengantar”, buku Eko Prasojo, Islam Kiri Melawan Kapitalimse Modal: dari Wacana Menuju Gerakan,Yogyakarta: pustaka pelajar, 2002

Jatmiko, Bambang. dkk, “Kajian Awal Program Pengintegrasian Dan Pengurangan Risiko Bencana Dalam Penghidupan Berkelanjutan Di Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo”, Yogyakarta, PSAP UGM, (Proses diterbitkan)

Muhammad, Afif . Radikalisme Agama Abad 21. Bandung: Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Gunung Djati, 2004)

Nurhaidi, Dadi dkk, Pemberdayaan Ekonomi Berkelanjutan bagi Kelompok Marginal, Yogyakarta: Prodi Sosiologi Fishum UIN Sunan Kalijaga, 2010

Nur Syam , “Radikalisme Dan Masadepan Hubungan Agama-Agama: Rekonstruksi Tafsir Sosial Agama” dalam Makalah seminar pada tanggal 10 Oktober 2005 di Surabaya Rohde, David Indonesia Unravelling" Forigen Affair, 8 November 2001.

Sutapa, Pendeta Djaka. ‘Radikalisme dan Masa Depan Bangsa’. Makalah Seminar Nasional Masa Depan Bangsa dan Radikalisme Agama. Diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, tanggal 17 Juni 2004

Wahid, Abdurahman ,dkk, Dialog: Kritik Identitas Agama, Yogyakarta: Interfedia, 2004

Dokumen

Monografi Desa Banjaroya Semeseter II tahun 2010.

Laporan tim PSAP UGM, “Dokumen Rencana Aksi Komunitas: Program Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Penghidupan Berkelanjutan Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo,

Dokumen “Susunan Pengurus Dewan Paroki Promasan Peride 2010-2012

Dokumen “Rencana Strategi Pengembangan Ekonomi Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulonprogo Periode 2010 – 2014”

Referensi

Dokumen terkait

Wedung SMK ISLAMIC BOARD... Wedung SMK

Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya (Yiend et al., 2014). Selain kecemasan,

Penelitian ini dilakukan pada pembelajaran bordir kelas XI Jurusan Desain Kriya Tekstil di SMK Negeri 4 Pariaman bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kreativitas

Kemampuan numerik pada indikator tolak ukur pengukuran menunjukkan bahwa kemampuan numerik kategori tinggi pada siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII SMP Negeri 10

Untuk memperoleh areal tanam yang optimal dari debit yang tersedia di atasi dengan cara golongan yaitu pembagian luas areal tanam pada suatu daerah irigasi dengan

Kemampuan mahasiswa mengolah informasi baru ten- tang fungsi tumbuhan dengan membentuk hubungan (skema-skema kognitif) dengan pengetahuan struktur tumbuhan menunjukkan

 !ertentangan tentang tentang hal hal itu. ECT sa itu. ECT #uga "ikenal se!agai terapi ke#ut listrik' "igunakan gangguan ental. ECT #uga "ikenal se!agai terapi

Pola pervasif deficit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh ketidak senangan akut dengan, dan penurunan kapasitas untuk, hubungan erat dan