LAPORAN PENDAHULUAN HIV-AIDS
A. Defenisi HIV-AIDS
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong familia retrovirus, sel sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun ( Daili, F.S. , 2009)
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker-kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis). (Doenges, 2000).
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2007).
B. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.Infeksi yang terjadi sebagianbesar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasisejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus limfadenopati(LAV), adalah suatu retrovirusmanusia sitopatikdari famili lentivirus. Retrovirusmengubah asamribonukleatnya(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat(DNA) setelahmasuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia(Sylvia& Wilson, 2005).
C. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS (Zuya Urahman, 2009).
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C.
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
b. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
3. Kategori Klinis C
a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus b. Kanker serviks inpasif
c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis
f.Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe ) g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
i.Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis intestinal yang kronis l.Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner ) p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner q. Pneumonia Pneumocystic Cranii
r.Pneumonia Rekuren
s. Leukoenselophaty multifokal progresiva t.Septikemia salmonella yang rekuren u. Toksoplamosis otak
v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
D. Patofisiologi
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
E. Manifestasi Klinik
Menurut KPA (2007), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).
1. Gejala mayor:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Demensia/ HIV ensefalopati 2. Gejala Minor
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
Dermatitis generalisata
Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
Kandidias orofaringeal
Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Menurut Sylvia& Wilson (2005) AIDS memiliki beragam manifestasi klinis meliputi:
1. Keganasan
Sarkoma Kaposi (SK) adalah jenis keganasan yang tersering di jumpai pada laki -laki homoseks atau biseks yang terinfeksi oleh HIV(20%),tetapi jarang pada orang dewasa lain (kurang dari 2%) dansangat jarang pada anak. Tanda lesi berupa bercak-bercak merahkekuningandi kulit,tetapi warna juga mungkin bervariasi dari ungutua, merah muda, sampai merah coklat.Gejala demam, penurunan berat badan, dan keringat malam.
2. Sistem Syaraf Pusat (SSP)
Gejala tanda awal limfoma sistem syaraf pusat (SSP) primer mencakup nyeri kepala, berkurangnya ingatan jangka pendek, kelumpuhan syaraf kranialis, hemiparesis, dan perubahan kepribadian.
3. Respiratorius
Pneumonia pneumocystis carini gejala: demam, batuk kering nonproduktif, rasa lemah, dan sesak nafas.Gastro Intestinal Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis.
4. Neurologik
Manifestasi dini nerologik penyakit AIDS ensefalopati HIV mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
5. Integumen
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti exzema atau psoriasis.
F. Stadium HIV-AIDS
Perjalanan penyakit HIV/AIDS dibagi dalam tahap -tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4(Cluster of Differentiaton). Menurut WHO (2006) tahapan infeksi HIV/AIDS terbagi menjadi 4 stadium klinis:
1. Stadium klinis (1)
Sejak virus masuk sampai terbentuk anti body (berlangsung 15 hari – 3 bulan).
Keluhan yang sering muncul seperti sakit flu biasa dan bila diberi obat akan berkurang atau sembuh, kadang terdapat limfadenopati generalisata. Hasil tes negatif, namun orang yang sudah terinfeksi ini sudah dapat
menularkan pada orang lain. CD4 nya 500-1000.
2. Stadium klinis II
Waktunya antara 3 bulan s/d 5-10 tahun.
Hasil tes positif.
Tidak ada keluhan.
CD4 nya 500-750. 3. Stadium klinis III (pra AIDS)
Sudah tampak gejala tetapi masih umum seperti penyakit lainnya.
Keluhan yang sering muncul : sariawan, kandidiasis mulut persisten, selera makan hilang, demam berkepanjangan > 1 bulan, diare kronis > 1 bulan, kehilangan BB > 10%, timbul bercak-bercak merah di bawah kulit, TB paru, anemia yang tidak diketahui sebabnya, trombositopenia, limfisitopenia, pneumobakterial.
CD4 nya 100-500
4. Stadium klinis IV
Daya tahan tubuh menurun.
Munculnya beberapa penyakit yang sangat fatal seperti pneumonia bacterial berulang, herpes simpleks kronis, toksoplasmosis otak, cito megalo virus, mikobakteriosis, tuberkolosis luar paru, ensefalopati HIV, timbul tumor atau kanker (limfoma dan sarkoma kaposi).
G. WOC (Terlampir)
H. Cara Penularan
Empat prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPAD, 2010) adalah : 1. Exit yakni terdapat virus yang keluar tubuh
2. Survival yakni virus bertahan hidup 3. Suffient yakni jumlah virus yang cukup
4. Enter yakni terdapat pintu masuk bagi virus ke dalam tubuh
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%) disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penularan. Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+)
kepada janin yang dikandungnya dengan resiko penularan ±30% dan berkontribusi terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.
BKKN (2007) menegaskan bahwa HIV/AIDS tidak dapat menular melalui aktifitas seperti :
Berjabat tangan
Makan bersama
Menggunakan telepon bergantian
Bergantian pakaian
Tinggal serumah dengan ODHA
Mandi bersama di kolam renang
Gigitan nyamuk
Batuk/bersin
Ciuman
Duduk bersama
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum, 2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan. 6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh
secara benar dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah: (a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi lain.
2). Efektivitas obat ARV kombinasi:
(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat saja.
(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
c) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
d) Aktivitas dan istirahat
Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut , olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan
(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh (1) Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet dan jantung.
(2) Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.
(3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob
2. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh internal dan eksterna
3. Sosial
dukungan social meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.
B. Farmakologis :
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.
a. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
K. Komplikasi a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda – tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe.
b. Neurologik
Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.
Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda – tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan menarik endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi.
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. 2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS
1. Identitas Klien Nama
No RM
Usia
Jenis Kelamin
Diagnosa
Hari rawat
Tanggal masuk rumah sakit
2. Pengkajian Keluhan masuk
Penyebab pasien dibawa ke rumah sakit apakah pasien mengalmai penurunan kesadaran, sesak nafas, muntah darah, batuk dengan dahak berdarah, demam atau nyeri pada kepala atau bagian tubuh lain
Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual.
Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi im
Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum/ kesadaran
Tanda- tanda Vital (TTV)
Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : simteris atau tidak, normochepal
b. Mata :konjungtiva anemis (+), sclera Ikterik (+) c. Hidung : sekret(+)
d. Telinga : nyeri tekan, kesimetrisan e. Mulut : mukosa mulut kering(-), f. Kulit : turgor kulit jelek(-) g. Paru-paru :I simetris atau tidak
A bronkovesikuler, ronkhi, whezzing h. Jantung :I Iktus terlihat atau tidak
P Iktus teraba atau tidak P Batas jantung
A Irama jantung
i. Abdomen :I Membuncit atau tidak P H/L teraba atau tidak
P tympani
A bunyi bising usus norma/tidak j. Ekstremitas : edema, nyeri tekan
Pemeriksaan
a. Aktivitas dan istirahat
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan pernafasan.
b. Sirkulasi
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
c. Integritas ego
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
d. Eliminasi
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
e. Makanan/cairan
f. Higiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri. g. Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.Ide paranoid, ansietas berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia. Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis, hemiparase, kejangHemoragi retina dan eksudat (renitis CMV). h. Nyeri/kenyamanan
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit. i. Pernapasan
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah) produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum).
j. Keamanan
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rektum luka, luka-luka perianal atau abses. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha) Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
k. Seksualitas
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia l. Interaksi social
4. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual) a) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan intravena.
c) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB px d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
e) Pola istirahat
Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.
f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit, px mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur.
h) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien. i) Pola reproduksi dan sexual
Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px murni masalah medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d: penurunan energi, kelelahan, infeksi respirasi, sekresi trakheobronkhial, keganasan paru, pneumothoraks
b. Kekurangan volume cairan b/d diarhe, disphagia, muntah, penurunan intakecairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan intake nutrisi , mual/ muntah, kurang kemampuan menelan/mengunyah, gangguan intestinal
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d immunodefisiensi,malnutrisi, pertahanan primer tak efektif (kulit rusak, traumatik)
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan kebutuhan pengobatan b/ d kesalahan interpestasi, keterbatasan kognitif
f. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia, infeksi SSP
N
a.Status pernapasan :Jalan napas paten
Airway management (Pengaturan jalan napas) Defenisi : fasilitasi patensi dari saluran udara Aktivitas :
Buka jalan napas; dengan teknik chin lift atau jaw
trust
posisikan pasien pada posisi ventilasi yang
maksimal
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan aktual / penyisipan potensi jalan nafas
tunjukkan terapi fisik dada yang cepat
keluarkan secret dengan mendorong batuk atau
suctioning
dorongan pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan batuk
instruksikan bagaimana batuk yang efektif
dengarkan suara pernapasan
atur posisi untuk mengurangi sesak napas
pantau status pernapasan dan oksigenasi dengan tepat
Airway Suctioning
Defenisi : penghapusan sekresi saluran napas dengan memasukkan kateter isap ke nafas mulut pasien dan / atau trakea
Aktivitas :
DAFTAR PUSTAKA
Morhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby
Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya;Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
NANDA International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC