• Tidak ada hasil yang ditemukan

Final Draft Pedoman Kapasitas Jalan Indo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Final Draft Pedoman Kapasitas Jalan Indo"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Prakata ...iv

Pendahuluan ... v

1 Ruang lingkup ... 1

2 Acuan normatif ... 1

3 Istilah dan definisi ... 1

4 Ketentuan ... 6

4.1 Ketentuan umum ... 6

4.1.1 Prinsip ... 6

4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Jalan Perkotaan ... 8

4.2 Ketentuan teknis ... 11

4.2.1 Data masukan lalu lintas ... 11

4.2.2 Kriteria kelas hambatan samping ... 12

4.2.3 Ekivalen kendaraan ringan (ekr) ... 13

4.2.4 Kecepatan arus bebas (VB) ... 13

4.2.5 Penetapan Kapasitas (C) ... 13

4.2.6 Derajat kejenuhan (DJ)... 14

4.2.7 Kecepatan tempuh (VT) ... 14

4.2.8 Waktu tempuh (WT) ... 15

4.2.9 Kinerja lalu lintas jalan ... 15

5 Prosedur perhitungan ... 19

5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan ... 22

5.1.1 Langkah A-1: Data umum ... 22

5.1.2 Langkah A-2: Data kondisi geometrik ... 22

5.1.3 Langkah A3: Data arus dan komposisi lalu lintas ... 23

5.1.4 Langkah A-4: Menetapkan kelas hambatan samping ... 24

5.2 Langkah B: Analisis kecepatan arus bebas ... 25

5.3 Langkah C: Analisis kapasitas ... 25

5.4 Langkah D: Kinerja lalu lintas ... 25

Lampiran A (normatif): Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis ... 27

Lampiran B (informatif): Contoh-contoh perhitungan kapasitas ... 33

Lampiran C (informatif): Formulir perhitungan kapasitas Jalan Perkotaan ... 51

Lampiran D (informatif): Contoh tipikal penetapan Hambatan Samping pada Jalan Perkotaan ... 54

Lampiran E (informatif): Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan ... 58

(3)

ii

Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR) ... 10

Gambar 2. Bagan alir analisis kapasitas jalan ... 21

Gambar 3. Elemen potongan melintang jalan yang digunakan dalam analisis ... 23

Gambar A. 1. Hubungan VT dengan DJ, pada tipe jalan 2/2TT ... 27

Gambar A. 2. Hubungan VT dengan DJ, pada jalan 4/2T, 6/2T ... 27

Gambar D. 1. ruas Jalan RE. Martadinata Tasikmalaya (Tipe 2/2TT) ... 54

Gambar D. 2. ruas Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo, Cirebon (Tipe 4/2T) ... 55

Gambar D. 3. ruas Jalan ??? (Tipe 3/1) ... 56

Gambar D. 4. ruas Jalan ??? (Tipe 2/2TT) ... 56

Gambar D. 5. Ruas Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung (Tipe 4/2T) ... 57

Tabel 1. Kelas ukuran kota ... 8

Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan, ukuran kota 1-3juta ... 9

Tabel 3. Pengaruh desain geometrik terhadap tingkat kecelakaan ... 10

Tabel 4. Padanan klasifikasi jenis kendaraan ... 12

Tabel 5. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas dasar ... 16

Tabel 6. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari ukuran kota, tipe jalan, dan LHRT ... 17

Tabel A. 1. Pembobotan hambatan samping ... 28

Tabel A. 2. Kriteria kelas hambatan samping ... 28

Tabel A. 3. Ekivalen kendaraan ringan untuk tipe jalan 2/2TT ... 28

Tabel A. 4. Ekivalen kendaraan ringan untuk jalan terbagi dan satu arah ... 28

Tabel A. 5. Kecepatan arus bebas dasar, VBD ... 29

Tabel A. 6. Nilai penyesuaian kecepatan arus bebas dasar akibat lebar jalur lalu lintas efektif, VBL ... 29

Tabel A. 7. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping, FVBHS, untuk jalan berbahu dengan lebar efektif LBE ... 29

Tabel A. 8. Faktor penyesuaian arus bebas akibat hambatan samping untuk jalan berkereb dengan jarak kereb ke penghalang terdekat LK-p ... 30

Tabel A. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan, FVUK ... 30

Tabel A. 10. Kapasitas dasar, C0 ... 30

Tabel A. 11. Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas, FCLJ ... 31

Tabel A. 12. Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas, FCPA ... 31

(4)

iii

(5)

iv

Prakata

Pedoman kapasitas Jalan perkotaan ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Jalan perkotaan.

Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.

(6)

v

Pendahuluan

Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:

1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi

perlalulintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;

2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;

3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya;

4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya.

Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:

1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini semakin meningkat,

2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas.

Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Jalan Perkotaan yang selanjutnya disebut Pedoman Kapasitas Jalan perkotaan sebagai bagian dari Pedoman

Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi: 1) Pendahuluan

2) Kapasitas Jalan Antar Kota

3) Kapasitas Jalan perkotaan

4) Kapasitas Jalan Bebas Hambatan 5) Kapasitas Simpang APILL

6) Kapasitas Simpang

7) Kapasitas Jalinan dan Bundaran 8) Perangkat lunak kapasitas jalan

yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.

Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang juga mempengaruhi nilai C0.

(7)

vi

Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.

(8)

1 dari 63

Kapasitas Jalan perkotaan

1 Ruang lingkup

Pedoman ini menetapkan ketentuan mengenai perhitungan kapasitas untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan perkotaan, meliputi kapasitas jalan (C) dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), kecepatan tempuh (VT), dan waktu tempuh (TT). Pedoman ini dapat digunakan pada ruas-ruas umum yang berada di lingkungan perkotaan dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.

2 Acuan normatif

Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004, Jalan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006, Jalan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan

3 Istilah dan definisi

Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:

3.1

arus lalu lintas (Q)

Jumlah kendaraan bermotor yang melalui suatu titik pada suatu penggal jalan per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan kend/jam (Qkend), atau skr/jam (Qskr), atau skr/hari (LHRT).

3.2

arus lalu lintas jam desain (QJP)

arus lalu lintas dalam satuan kend/jam,yang digunakan untuk desain

3.3

derajat kejenuhan (DJ)

rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas

3.4

ekivalen kendaraan ringan (ekr)

(9)

2 dari 63 3.5

faktor k (k)

faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak

3.6

faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)

angka untuk mengoreksi nilai kapasitas dasar sebagai akibat dari kegiatan samping jalan yang menghambat kelancaran arus lalu lintas

3.7

faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FCPA)

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari pemisahan arus per arah yang tidak sama dan hanya berlaku untuk jalan dua arah tak terbagi

3.8

faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar jalur lalu lintas (FCL)

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari perbedaan lebar jalur lalu lintas dari lebar jalur lalu lintas ideal

3.9

faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCUK)

angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat perbedaan ukuran kota dari ukuran kota yang ideal

3.10

faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FVHS)

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari adanya hambatan samping

3.11

faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu lintas (FVL)

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari perbedaaan lebar jalur jalan yang tidak ideal

3.12

faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota (FVUK)

angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari ukuran kota yang tidak ideal

3.13

faktor skr (Fskr)

angka untuk mengubah besaran arus lalu lintas dalam kendaraan campuran dari satuan kendaraan menjadi skr

3.14

hambatan samping

kegiatan di samping segmen jalan yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas

3.15

jalur lalu lintas

bagian jalan yang didesain khusus untuk kendaraan bermotor bergerak

3.16

jarak kereb ke penghalang (LKP)

(10)

3 dari 63 3.17

jumlah lajur

jumlah lajur di lapangan ditentukan dari tanda marka lajur atau diperoleh dari pembagian lebar jalur lalu lintas oleh lebar lajur jalan.

3.18

kapasitas (C)

arus lalu lintas maksimum dalam satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu, yaitu yang melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas

3.19

kapasitas dasar (C0)

kemampuan suatu segmen jalan menyalurkan kendaraan yang dinyatakan dalam satuan skr/jam untuk suatu kondisi jalan tertentu mencakup geometrik, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan

3.20

kecepatan arus bebas (VB)

Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain, yaitu kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas lain (km/jam)

3.21

kecepatan arus bebas dasar (VBD)

kecepatan arus bebas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan tertentu (km/jam)

3.22

kecepatan tempuh (V)

kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) kendaraan sepanjang segmen jalan

3.23

kendaraan (kend.)

unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda

3.24

kendaraan berat (KB)

kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan 12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3 sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan (lihat foto tipikal jenis KB dalam Lampiran E)

3.25

kendaraan ringan (KR)

kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari 5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis KR dalam Lampiran E)

3.26

(11)

4 dari 63

kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan, termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran E)

3.27 kereb

batas yang ditinggikan berupa bahan kaku dan keras, biasanya terbuat dari beton atau batu yang terletak diantara tepi luar badan jalan dan trotoar.

3.28

lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)

volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus lalu lintas yang dihitung selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut

3.29

lajur lalu lintas

bagian dari jalur lalu lintas yang digunakan oleh kendaraan untuk bergerak dalam satu iringan yang searah.

3.30

lebar bahu (LB)

bagian di samping jalur jalan yang didesain sebagai ruang untuk kendaraan yang berhenti sementara dan dapat digunakan oleh kendaraan lambat, namun bukan untuk pejalan kaki, m

3.31

lebar bahu efektif (LBE)

lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai setelah dikurangi penghalang seperti pohon atau kios samping jalan, m

3.32

lebar jalur (LJ)

lebar jalur jalan yang dilewati arus lalu lintas, tidak termasuk bahu, m

3.33

lebar jalur efektif (LJE)

lebar jalur jalan yang tersedia, untuk gerakan lalu lintas setelah dikurangi akibat parkir atau penghalang sementara lain, yang menutupi jalur lalu lintas (bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif), m

3.34 median

bangunan yang terletak dalam ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang berlawanan

3.35

panjang jalan (L)

panjang segmen jalan atau ruas jalan, Km

3.36

pemisahan arah (PA)

Pembagian arah arus pada jalan dua arah yang dinyatakan sebagai persentase dari arus total pada masing-masing arah, sebagai contoh 60:40

(12)

5 dari 63

perbandingan antara sub-populasi terhadap populasi total, misalnya RSM menyatakan sebagai rasio antara jumlah sepeda motor terhadap seluruh jumlah kendaraan dalam arus lalu lintas

3.38 ruas jalan

sepenggal jalan dengan panjang jalan tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan sebagai penggalan jalan yang harus dikelola oleh manajer jalan.

3.39

segmen jalan

bagian ruas jalan, yang mempunyai karakteristik lalu lintas dan geometrik yang tidak berbeda secara signifikan (homogen)

3.40

segmen jalan antar kota

segmen jalan tanpa perkembangan yang menerus pada kedua sisinya, meskipun ada perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap sebagai perkembangan yang permanen)

3.41

segmen jalan perkotaan

segmen jalan yang mempunyai perkembangan permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh segmen jalan, minimal pada satu sisinya, berupa pengembangan koridor, berada dalam atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk lebih dari 100.000 jiwa, atau dalam daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa tetapi mempunyai perkembangan di sisi jalannya yang permanen dan menerus

3.42

sepeda motor (SM)

kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran E)

3.43

tingkat pelayanan (QP)

besarnya arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen tertentu dengan mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu

3.44 tipe jalan

konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, misal tipe jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)

3.45 trotoar

bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki, yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb

3.46

ukuran kota (UK)

ukuran kota ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di dalam kota yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam juta jiwa

3.47

(13)

6 dari 63

benda, baik kendaraan bermotor maupun tidak bermotor, atau pejalan kaki sebagai bagian dari arus lalu lintas

3.48

waktu tempuh (TT)

Waktu total yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu segmen jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti (jam, menit, atau detik)

4 Ketentuan

4.1 Ketentuan umum

4.1.1 Prinsip

1) Segmen jalan perkotaan melingkupi empat tipe jalan, yaitu: - Jalan sedang tipe 2/2TT;

- Jalan raya tipe 4/2T; - Jalan raya tipe 6/2T;

- Jalan satu-arah tipe 1/1, 2/1, dan 3/1.

Analisis kapasitas tipe jalan tak terbagi (2/2TT) dilakukan untuk kedua arah lalu lintas, untuk tipe jalan terbagi (4/2T dan 6/2T) analisis kapasitasnya dilakukan per lajur, masing-masing arah lalu lintas, dan untuk tipe jalan dengan tipe jalan satu arah pergerakan lalu lintas, analisis kapasitasnya sama dengan pendekatan pada tipe jalan terbagi, yaitu per lajur untuk satu arah lalu lintas. Untuk tipe jalan yang jumlah lajurnya lebih dari enam dapat dianalisis menggunakan ketentuan-ketentuan untuk tipe jalan 4/2T.

2) Suatu segmen jalan perkotaan ditentukan sebagai bagian jalan antara dua Simpang APILL dan/atau Simpang utama dengan kondisi arus lalu lintas yang relatif sama di sepanjang segmen dan tidak dipengaruhi oleh kinerja simpang-simpang tersebut (adanya macet atau antrian), memiliki aktivitas samping jalan yang relatif sama di sepanjang segmen, serta mempunyai karakteristik geometrik yang hampir sama sepanjang segmen jalan.

Jika karakteristik jalan pada suatu titik praktis berubah, maka titik tersebut menjadi batas segmen walaupun tidak ada simpang di dekatnya. Perubahan kecil geometrik jalan atau hanya sebagian kecil saja tidak merubah batas segmen, misalnya jika perbedaan lebar jalur lalu lintas yang kurang dari 0,5m.

Jalan penghubung dari jalan Bebas Hambatan di wilayah perkotaan dapat dianalisis menggunakan pedoman ini.

3) Apabila suatu segmen jalan kinerja lalu lintasnya disebabkan oleh Simpang, Simpang APILL, dan/atau bagian jalinan (termasuk bundaran), maka pengukuran kinerja lalu lintasnya berdasarkan kapasitas jaringan jalan, bukan ruas jalan.

(14)

7 dari 63

dapat dilakukan perhitungan waktu tempuh segmen jalan atau rute jalan keseluruhan. Prosedur perhitungan waktu tempuh rute di pusat kota adalah:

a) Hitung waktu tempuh tak terganggu, yaitu waktu tempuh pada segmen jalan dengan menganggap tidak ada gangguan dari persimpangan atau daerah jalinan. Analisis seolah-olah dilakukan tidak ada persimpangan dan/atau tidak ada bagian jalinan;

b) Hitung tundaan untuk setiap simpang atau bagian jalinan pada jaringan jalan; c) Tambahkan tundaan simpang dan/atau jalinan kepada waktu tempuh tak

terganggu, untuk memperoleh waktu tempuh keseluruhan.

4) Tipe alinemen jalan yang dapat dianalisis menggunakan pedoman ini meliputi alinemen dengan kondisi sebagai berikut:

a. Tipe alinemen datar atau hampir datar

b. Alinemen horisontal yang lurus atau hampir lurus

c. Pada segmen jalan yang tidak dipengaruhi oleh antrian akibat adanya persimpangan atau arus iringan kendaraan yang tinggi dari simpang bersinyal 5) Karakteristik utama segmen jalan yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan

ada lima, yaitu: 1) geometrik jalan, 2) komposisi arus lalu lintas dan pemisah arah, 3) pengaturan lalu lintas, 4) aktivitas samping jalan, dan 5) perilaku pengemudi. Uraian untuk masing-masing karakteristik diuraikan sebagai berikut.

a) Geometrik

Geometrik jalan yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan kinerja jalan, yaitu tipe jalan yang menentukan perbedaan pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu lintas yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan arus bebas dan kapasitas, kereb dan bahu jalan yang berdampak pada hambatan samping di sisi jalan, median yang mempengaruhi pada arah pergerakan lalu lintas, dan nilai alinemen jalan tertentu yang dapat menurunkan kecepatan arus bebas, kendati begitu, alinemen jalan yang terdapat di Jalan Perkotaan dianggap bertopografi datar, maka pengaruh alinemen jalan ini dapat diabaikan.

b) Pemisahan arah dan komposisi lalu lintas

Kapasitas paling besar terjadi pada saat arus kedua arah pada tipe jalan 2/2TT sama besar (50%-50%), oleh karenanya pemisahan arah ini perlu ditentukan dalam penentuan nilai kapasitas yang ingin dicapai. Sedangkan komposisi lalu lintas berpengaruh pada saat pengkonversian kendaraan menjadi KR, yang menjadi satuan yang dipakai dalam analisis kapasitas dan kinerja lalu lintas (skr/jam).

c) Pengaturan lalu lintas

Pengaturan lalu lintas yang banyak berpengaruh terhadap kapasitas adalah batas kecepatan yang diberikan melalui rambu, pembatasan aktivitas parkir, pembatasan berhenti, pembatasan akses dari Simpang, pembatasan akses dari dari lahan samping jalan, dan akses untuk jenis kendaraan tertentu, misalnya angkutan kota (angkot). Di jalan perkotaan, rambu batas kecepatan jarang diberlakukan langsung dengan rambu. Adapun ketentuan umum kecepatan maksimum di perkotaan adalah 40km/jam. Batas kecepatan hanya berpengaruh sedikit pada kecepatan arus bebas, sehingga pengaruh rambu-rambu tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan kapasitas.

(15)

8 dari 63

Aktivitas di samping jalan sering menimbulkan konflik yang mempengaruhi arus lalu lintas. Aktivitas tersebut, dalam sudut pandang analisis kapasitas jalan disebut dengan hambatan samping. Hambatan samping yang dipandang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan ada empat, yaitu:

a) Pejalan kaki;

b) Angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti; c) Kendaraan lambat;

d) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.

Sementara itu, perbedaan tingkat perkembangan perkotaan, keanekaragaman kendaraan, populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) menunjukkan keberagaman perilaku pengemudi. Karakteristik ini diperhitungkan dalam analisis secara tidak langsung melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendararan yang kurang responsif sehingga menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu. Ketentuan penetapan ukuran kota dalam pedoman ini ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kelas ukuran kota

Ukuran kota

(Juta Jiwa) Kelas ukuran kota

< 0,1

4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Jalan Perkotaan

Analisis kapasitas Jalan Perkotaan eksisting atau yang akan ditingkatkan harus selalu mempertahankan DJ≤0,85. Disamping itu, desain harus mempertimbangkan standar jalan yang berlaku di Indonesia, nilai ekonomi, serta pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu lintas dan emisi kendaraan. Pemilihan tipe dan penampang melintang jalan harus:

1) Memenuhi standar jalan Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Pekerjaan Umum nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan. Untuk jalan baru, ketentuannya tergantung dari fungsi jalan (Arteri, Kolektor, lokal), dan kelas jalan (I, II, III, dan kelas khusus). Untuk setiap kelas jalan, lebar jalur lalu lintas, lebar bahu, dan parameter alinemen jalan ditetapkan dengan rentang tertentu, namun tidak secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan dengan fungsi dan kelas jalan.

2) Paling ekonomis. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk desain yang paling ekonomis dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisis BSH diberikan pada Tabel 2. sebagai fungsi dari KHS untuk dua kondisi yang berbeda:

 untuk konstruksi baru, anggapan umur desain 20 tahun;

(16)

9 dari 63

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk lebar jalur lalu lintas tertentu dan BSH terendah ditunjukkan pada Tabel 2, untuk ukuran kota 1juta sampai dengan 3juta jiwa. Nilai ambang sedikit lebih rendah untuk kota yang lebih kecil, dan sedikit lebih tinggi untuk kota yang lebih besar.

Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan, ukuran kota 1-3juta

Konstruksi jalan baru

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam

Tipe Jalan 2/2TT 4/2T 6/2T

Lebar Jalur Lalu lintas, m 7,00 2 x 7,00 2 x 10,50

KHS Rendah 200-300 650-1500 > 2000

KHS Tinggi 200-300 550-1350 > 1600

Peningkatan jalan (Pelebaran)

Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam

Tipe Jalan 2/2TT 4/2T 6/2T

Lebar Jalur Lalu lintas, m 7,00 2 x 7,00 2 x 10,50

KHS Rendah 900 1800 4000

KHS Tinggi 800 1500 3550

(17)

10 dari 63

Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR)

4) Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Tabel 3. dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan.

Tabel 3. Pengaruh rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan

No. Tipe/Jenis desain Keterangan

1 Pelebaran lajur Menurunkan tingkat kecelakaan 2-15%

per meter pelebaran 2 Pelebaran dan perbaikan kondisi

permukaan bahu

Menaikkan tingkat keselamatan lalu lintas, walaupun dengan derajat yang lebih kecil dibandingkan pelebaran jalan

3 median Menurunkan hingga 30%

4 Median penghalang Mengurangi kecelakaan fatal, tapi

menaikkan kecelakaan rugi-material

5 Batas kecepatan Menurunkan sesuai dengan faktor

(18)

11 dari 63

5) Mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu lintas yang konstan, emisi ini berkurang selaras dengan pengurangan kecepatan selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas (DJ>0,85) atau kepadatan arus sudah melampaui kepadatan kapasitas, maka kondisi arus menjadi tidak stabil, arus sangat sensitif terhadap berhenti dan berjalan, sering macet, dan akan menaikan emisi gas buang serta kebisingan jika dibandingkan dengan kondisi lalu lintas yang stabil.

6) Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel 4. dalam melaksanakan desain teknis rinci.

Tabel 4. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci

No Detail teknis

1 Standar jalan harus dipertahankan tetap sepanjang segmen jalan

2 Bahu jalan harus diperkeras dengan perkerasan berpenutup dan rata sama tinggi dengan jalur lalu lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan yang berhenti sementara

3 Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih baik jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan

7) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat dipertanggungjawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7hari atau 40jam, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi yang memadai.

8) Berdasarkan nilai qjp yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.

4.2 Ketentuan teknis

4.2.1 Data masukan lalu lintas

Data masukan lalu lintas yang diperlukan terdiri dari dua, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (qJP) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.

...1)

(19)

12 dari 63

LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, dinyatakan dalam skr/hari.

k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai dengan 12%.

LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992). Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi dilingkungan DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management System (IRMS) (Tabel 1). Untuk tujuan praktis, tabel 4 dapat digunakan untuk mengkonversikan data lalu dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas

dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan.

Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.

Tabel 5. Padanan klasifikasi jenis kendaraan

IRMS

1. Sepeda motor, Skuter, Kendaraan roda tiga

1. Sepeda motor, Skuter, Sepeda kumbang, dan Sepeda roda tiga

1. SM: Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan panjang tidak lebih dari 2,5m tidak lebih dari atau sama dengan 5,5m

3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus

3. Opelet, Pickup-opelet, Suburban, Kombi, dan Minibus

4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran

4. Pikup, Mikro-truk, dan Mobil hantaran

5a. Bus Kecil 5. Bus 3. KS: Bus dan Truk 2

sumbu, dengan panjang tidak lebih dari atau sama dengan 12,0m panjang lebih dari 12,0m. 7b. Truk Gandengan

7c. Truk Tempelan (Semi trailer)

4.2.2 Kriteria kelas hambatan samping

(20)

13 dari 63 4.2.3 Ekivalen kendaraan ringan (ekr)

Ekr untuk kendaraan ringan adalah satu dan ekr untuk kendaraan berat dan sepeda motor ditetapkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Tabel A.3. dan Tabel A.4. dalam Lampiran B.

4.2.4 Kecepatan arus bebas (VB)

Nilai VB jenis KR ditetapkan sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan, nilai VB untuk KB dan SM ditetapkan hanya sebagai referensi. VB untuk KR biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan lainnya. VB dihitung menggunakan persamaan 2:

(

)

……….2)

Keterangan:

VB adalah kecepatan arus bebas untuk KR pada kondisi lapangan (km/jam) VBD adalah kecepatan arus bebas dasar untuk KR (lihat Tabel A.5. Lampiran B) VBL adalah nilai penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam, lihat Tabel A.6.) FVBHS adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan samping pada jalan

yang memiliki bahu atau jalan yang dilengkapi kereb/trotoar dengan jarak kereb ke penghalang terdekat (lihat Tabel A.7, dan Tabel A.8.).

FVBUK adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas untuk ukuran kota (lihat Tabel A.9.) Jika kondisi eksisting sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan VB menjadi sama dengan VBD.

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FVHS untuk jalan 4/2T yang disesuaikan menggunakan persamaan 3.

{ (

)}

………...3)

Keterangan:

FV6HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 6/2T; FV4HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 4/2T.

4.2.5 Penetapan Kapasitas (C)

Untuk tipe jalan 2/2TT, C ditentukan untuk total arus dua arah. Untuk jalan dengan tipe 4/2T, 6/2T, dan 8/2T, arus ditentukan secara terpisah per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas segmen dapat dihitung menggunakan persamaan 4.

………..4)

Keterangan:

C adalah kapasitas, skr/jam C0 adalah kapasitas dasar, skr/jam

FCLJ adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas

FCPA adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi

(21)

14 dari 63 4.2.5.1 Kapasitas dasar (C0)

C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu Jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan lebar lajur rata-rata 2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3Juta jiwa, dan Hambatan Samping sedang. C0 Jalan Perkotaan ditunjukkan dalam Tabel A.10.

4.2.5.2 Faktor penyesuaian (FC)

Nilai C0 disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FCLJ), pemisahan arah (FCPA), Kelas hambatan samping pada jalan berbahu (FCHS), dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC ditunjukkan dalam Tabel A.11 hingga Tabel A.15.

Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika kondisinya sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar. FCHS untuk jalan 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FCHS untuk jalan 4/2T yang dihitung menggunakan persamaan 5.

{ (

)}

………...5)

keterangan:

FC6HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam-lajur FC4HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat-lajur

4.2.6 Derajat kejenuhan (DJ)

DJ adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DJ menunjukkan kualitas kinerja arus lalu lintas dan bervariasi antara nol sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol menunjukkan arus yang tidak jenuh yaitu kondisi arus yang lengang dimana kehadiran kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas, kepadatan arus sedang dengan kecepatan arus tertentu yang dapat dipertahankan selama paling tidak satu jam. DJ dihitung menggunakan persamaan 6).

………..6)

keterangan:

DJ adalah derajat kejenuhan Q adalah arus lalu lintas, skr/jam C adalah kapasitas,skr/jam

4.2.7 Kecepatan tempuh (VT)

(22)

15 dari 63 4.2.8 Waktu tempuh (WT)

Waktu tempuh (WT) dapat diketahui berdasarkan nilai VT dalam menempuh segmen ruas jalan yang dianalisis sepanjang L, persamaan 7) menggambarkan hubungan antara WT, L dan VT.

...7) keterangan:

WT adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan, jam L adalah panjang segmen, km

VT adalah kecepatan tempuh kendaraan ringan atau kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (space mean speed, sms), km/jam

4.2.9 Kinerja lalu lintas jalan

Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai DJ atau VT pada suatu kondisi jalan tertentu terkait dengan geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan jalan baik untuk kondisi eksisting maupun untuk kondisi desain. Semakin besar nilai DJ atau semakin tinggi VT menunjukkan semakin baik kinerja lalu lintas.

Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan beberapa alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik. Persyaratan teknis jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika DJ sudah mencapai 0,85, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah lajur jalan. Untuk jalan lokal, jika DJ sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.

Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat DJ eksisting yang dibandingkan dengan DJ desain sesuai umur pelayanan yang diinginkan. Jika DJ desain terlampaui oleh DJ eksisting, maka perlu untuk merubah dimensi penampang melintang jalan untuk meningkatkan kapasitasnya.

Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja harus dikerjakan setelah mengevaluasi setiap arah, kemudian barulah dievaluasi secara keseluruhan.

(23)

16 dari 63

Tabel 6. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas dasar

No Uraian

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan Jalan Sedang

tipe 2/2TT

Jalan Raya tipe 4/2T

Jalan Raya tipe 6/2T

Jalan Satu-arah tipe 1/1, 2/1, 3/1

1 Lebar Jalur lalu

lintas, m 7,0 4x3,5 6x3,5 2x3,5

2 Lebar Bahu efektif di

kedua sisi, m 1,5

Tanpa bahu, tetapi dilengkapi

kereb di kedua sisinya 2,0 3 Jarak terdekat kereb

ke penghalang, m - 2,0 2,0 2,0

4 Median Tidak ada Ada, tanpa

bukaan

Ada, tanpa bukaan

-

5 Pemisahan arah, % 50-50 50-50 50-50 -

6 Kelas Hambatan

Samping Rendah Rendah Rendah Rendah

7 Ukuran kota, Juta

jiwa 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0

8 Tipe alinemen jalan Datar Datar Datar Datar

9 Komposisi KR:KB:SM

60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32%

(24)

17 dari 63

Tabel 7. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari ukuran kota, tipe jalan, dan LHRT

Tabel 6 dapat digunakan untuk:

LHRT 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 120.000 140.000 160.000 QR 450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 5400 6300 7200 8100 9000 10800 12600 14400

DJ 0,11 0,22 0,33 0,44 0,56 0,67 0,78 0,89

QR adalah Arus Lalu lintas Rencana dalam satuan Kend./Jam

QR/C adalah rasio Arus Lalu lintas Rencana terhadap kapasitas tanpa satuan VKR adalah kecepatan arus kendaraan ringan dalam satuan Km/Jam

6/2-T,

(25)

18 dari 63

1) Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan LHRT atau qJP tertentu. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus yang terletak di antara dua nilai.

2) Memperkirakan arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam batas derajat kejenuhan dan kecepatan yang diijinkan.

Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak sesuai dengan kondisi yang diamati, maka Tabel 6 masih dapat digunakan dengan menghitung qJP yang disesuaikan. Langkah perhitungan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Hitung qJP berdasarkan persamaan 1)

2. Hitung Faktor skr untuk mengubah kend/jam menjadi skr/jam dengan menggunakan komposisi lalu lintas dan ekr sebagai berikut:

Kondisi eksisting:

………..7)

Anggapan kondisi standar:

………8)

keterangan:

Pek , Pas adalah prosentase komposisi kendaraan eksisting dan anggapan, KRek, KBek, SMek adalah prosentase arus KR eksisting, KB eksisting, dan SM

eksisting, %

KRas, KBas, SMas adalah prosentase arus KR anggapan, KB anggapan, dan SM anggapan, %

3. Hitung arus lalu lintas jam desain yang disesuaikan (qJP -disesuaikan) dalam kend/jam:

(kend/jam) ……….9)

4. Gunakan nilai qJP -disesuaikan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dan gunakan Tabel 6. Jika kondisi aktual sangat berbeda dari kondisi anggapan dasar, maka nilai dasar yang diperlukan untuk dapat menggunakan Tabel 6 adalah mengubah LHRT menjadi qJP. Tipikal perbedaan dalam analisis operasional adalah:

1. jika arus lalu lintas yang diperkirakan sangat berbeda dengan anggapan ideal, misalnya karena nilai faktor k yang berbeda, komposisi arus lalu lintas yang berlainan, atau pemisahan arah yang berlainan.

2. jika lebar jalur lalu lintas untuk segmen yang dianalisis sangat berbeda dengan anggapan kondisi dasar.

(26)

19 dari 63

5 Prosedur perhitungan

Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas Jalan Perkotaan ditunjukkan dalam bagan alir analisis Jalan Perkotaan pada Gambar 2. Terdapat empat langkah utama, yaitu Langkah A: Data Masukan, Langkah B: Kecepatan arus bebas, Langkah C: Kapasitas, dan Langkah D: Kinerja lalu lintas. Untuk desain Jalan, baik desain Jalan baru maupun desain peningkatan Jalan lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus dipenuhi, VT dengan nilai tertentu untuk mencapai TT tertentu pula) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, diperlukan data geometrik dan lalu lintas eksisting.

Sasaran utama dalam mendesain Jalan baru adalah menentukan lebar jalan yang diperlukan untuk mempertahankan perilaku lalu lintas sesuai dengan LHRT atau qJP, seperti lebar jalur lalu lintas, maupun jumlah lajur dengan kriteria desain tertentu. Data masukan pada Langkah A dipergunakan untuk mengetahui rentang ambang batas arus lalu lintas tahun ke-1 sebagai ketentuan pemilihan tipe jalan sesuai dengan Tabel 2, baik untuk konstruksi jalan baru, maupun untuk peningkatan jalan. yang dapat dipertimbangkan pada awal perencanaan sebagai penentuan tipe jalan. Tipe jalan yang didapat berdasarkan Tabel 2. tersebut maka nilai kecepatan arus bebas dasar (dalam Langkah B) dan kapasitas dasar (dalam Langkah C) dapat ditetapkan. Pemilihan tipe jalan awal, harus disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya DJ pada akhir tahun pelayanan harus ≤0,85. Langkah berikutnya yaitu menghitung nilai kecepatan arus bebas (Langkah B) dan kapasitas (Langkah C) dan menganalisis awal kinerja lalu lintas Tipe Jalan awal ini (Langkah D). ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2 hingga 5.4.

Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah luarannya (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang diperlukan evaluasi kinerja jalan maka lakukan Langkah D dan hasilnya adalah luaran Langkah D (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah Langkah D maka lanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya.

(27)

20 dari 63

sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Jalan tercapai.

Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan yang telah dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, VT, dan TT yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas Jalan. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan eksisting. Lakukan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D sesuai prosedur yang diuraikan dalam 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan DJ, VT, dan TT yang diperoleh.

Disediakan tiga Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis yang dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:

1) Formulir JK-I untuk penyiapan data geometrik, dan pengaturan lalu lintas.

2) Formulir JK-II untuk penyiapan data arus lalu lintas, dan penentuan kelas hambatan samping.

(28)

21 dari 63

(29)

22 dari 63 5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan

Data masukan terdiri dari data umum (A-1), data kondisi geometrik (A-2), data arus dan komposisi lalu lintas (A-3), serta data kondisi hambatan samping jalan (A-4).

5.1.1 Langkah A-1: Data umum

Gunakan Formulir JK-I, lengkapi data dengan tanggal, bulan, tahun, nama provinsi, nama dan ukuran kota (diukur dari jumlah penduduk), nomor ruas/nama jalan, segmen antara (misal, antara simpang tertentu, antara km X sampai km Y), kode dan panjang segmen, periode waktu, tipe daerah (Komersial, Permukiman, Sekolah, Perkantoran), tipe jalan, serta nama personil yang menangani dan memeriksa kasus ini.

5.1.2 Langkah A-2: Data kondisi geometrik

Masih dalam Formulir JK-I, buat sketsa segmen jalan yang diamati, pada kotak kosong di bawah kolom isian data umum, beri arah utara dengan gambar anak panah, beri patok kilometer atau objek lain sebagai referensi, alinemen horisontal sepanjang segmen jalan, anak panah untuk identitas arah lalu lintas 1 dan arah lalu lintas 2, nama tempat yang dilalui atau dihubungkan oleh segmen jalan yang bersangkutan, bangunan utama dan tata guna lahan di samping jalan, persimpangan dan tempat keluar-masuk lahan samping jalan, marka jalan (marka garis tengah, marka batas lajur, marka garis tepi, dan marka lainnya yang dianggap perlu), dan rambu lalu lintas eksisting.

Buat sketsa tipikal penampang melintang segmen jalan, beri ukuran pada sketsa tersebut meliputi lebar jalur lalu lintas (LJ), lebar median (LM), kereb dengan atau tanpa trotoar (jika ada), lebar bahu luar (LBL), lebar bahu dalam (LBD, jika ada median), jarak dari kereb ke penghalang samping jalan (LKP, misal pohon, selokan, tiang rambu, dll.), dan pada sisi kiri dan kanan, tentukan garis referensi penampang melintang (misal dinding bangunan, warung, pagar, dsb.).

Kemudian, isikan pada tabel di bawahnya data lebar jalur lalu lintas kedua sisi jalan (penentuan LJ untuk kondisi jalan dengan kereb berbeda dengan bahu), keterangan kondisi menggunakan kereb atau bahu, jarak rata-rata dari kereb ke penghalang pada trotoar, lebar bahu efektif (LBE) dengan ketentuan pada persamaan 10 hingga 13 yang berdasarkan Gambar 3. Catat pula kesinambungan median, apabila jalan mempunyai median dengan ketentuan tanpa bukaan, sedikit bukaan (ada bukaan, paling banyak satu per 500m), dan banyak bukaan (satu atau lebih bukaan per 500m).

(30)

23 dari 63

Gambar 3. Elemen potongan melintang jalan yang digunakan dalam analisis

Pada tabel paling bawah pada Formulir JK-I isikan data-data pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen jalan yang diamati (jika ada) berupa batas kecepatan, pembatasan jenis kendaraan yang boleh melintas jalan, kelas jalan yang disertai dengan rambu, pembatasan parkir (termasuk waktu parkir yang diperbolehkan), larangan berhenti (termasuk waktu-waktu tertentu yang dilarang), dan alat-alat pengaturan lalu lintas lainnya.

5.1.3 Langkah A3: Data arus dan komposisi lalu lintas

Formulir kerja untuk mencatat data lalu lintas ini pada Formulir JK-II. Data arus lalu lintas untuk tahun yang dianalisis berupa qJP dalam satuan skr/jam. Ada dua alternatif penentuan, tergantung pada data yang tersedia, yaitu:

1) jika data yang tersedia hanya LHRT, pemisahan arah, dengan atau tanpa komposisi lalu lintas, maka:

a) Gunakan Formulir JK-II, masukan LHRT (kend/hari) untuk tahun yang diamati, tetapkan Faktor-k (nilai normal k = 0,09), dan masukan proporsi pemisahan arah dalam %.

b) Hitung arus lalu lintas jam desain per arah menggunakan persamaan 14.

...14)

Hitung juga qJP total dua arah.

c) Perhitungan qJP pada di atas, agar dilakukan per jenis kendaraan. Jika tidak ada, maka dapat digunakan nilai normal komposisi jenis kendaraan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel A.16, Lampiran B.

Tipikal Jalan Raya yang berbahu (dilengkapi median)

bahu luar

LBL-A LJ-A

Median

jalur lalu lintas jalur lalu lintas

bahu luar

Tipikal Jalan Sedang (atau jalan Kecil) dengan kereb dan trotoar

(31)

24 dari 63

2) Jika data yang tersedia adalah arus lalu lintas per jam eksisting atau desain per jenis per arah, maka hitung qJP dalam satuan skr/jam. Jika menggunakan Formulir JK-II, maka masukkan nilai qJP dalam satuan kend/jam untuk masing-masing jenis kendaraan dan arah ke dalam Kolom 2 sampai dengan 7. Jika arus yang diberikan adalah dua arah (1+2) masukkan nilai arus pada Baris 5, dan masukkan pemisahan arah yang diberikan (%) pada Kolom 8, baris 3 dan 4. Kemudian hitung arus masing-masing tipe kendaraan pada masing-masing arah dengan mengalikan nilai arus pada baris 5 dengan pemisahan arah pada Kolom 8, dan masukkan hasilnya pada baris 3 dan 4. Dalam perhitungan qJP, untuk penyeragaman satuan bagi jenis kendaraan selain KR, digunakan ekr. Nilai ekr untuk masing-masing tipe kendaraan diambil dari Tabel A.3. dan B.4. dalam Lampiran B. Jika digunakan Formulir JK-II, masukan nilai ekr kedalam baris 1.1 dan 1.2 (untuk jalan tak-terbagi, ekr selalu sama untuk kedua arah, untuk jalan terbagi yang arusnya tidak sama, ekr mungkin berbeda).

Menghitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis, yaitu arus jam desain (qJP), Proporsi pemisahan arah arus (PA), dan faktor satuan kendaraan ringan (Fskr).

a) Hitung qJP dalam satuan skr/jam dengan mengalikan arus dalam satuan kend/jam dengan ekr yang sesuai. Hitung arus total dalam ekr/jam.

b) Hitung PA, dengan membagi arus total (kend/jam) arah 1 dibagi dengan arus total dua arah 1+2 dalam satuan kend./jam.

c) Hitung Fskr

5.1.4 Langkah A-4: Menetapkan kelas hambatan samping

Tetapkan KHS sesuai kondisi lingkungan jalan. Gunakan Tabel A.2. Jika data rinci hambatan samping tersedia, maka:

1) Masukkan frekuensi hambatan samping per jam per 200m dari kedua sisi segmen yang diamati (atau perkiraan jika analisis untuk tahun yang akan datang):

a) Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan. b) Jumlah kendaraan berhenti dan parkir.

c) Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan. d) Arus kendaraan yang bergerak lambat, yaitu arus total (kend./jam) dari sepeda,

becak, delman, pedati, traktor, dan sejenisnya.

2) Kalikan frekuensi kejadian dengan bobot relatif dari tipe kejadian (gunakan Tabel A.1.). 3) Hitung jumlah kejadian berbobot untuk semua tipe kejadian.

4) Tentukan kelas hambatan samping menggunakan Tabel A.2.

Jika data rinci hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat ditentukan sebagai berikut:

(32)

25 dari 63

2) Amati potret pada Gambar D.1. sampai dengan E.6. yang menunjukkan kesan visual rata-rata yang khusus dari masing-masing KHS, dan pilih salah satu yang paling sesuai dengan kondisi rata-rata sesungguhnya pada lokasi untuk periode yang diamati.

3) Pilih kelas hambatan samping berdasarkan pertimbangan dari gabungan langkah 1) dan 2) di atas.

5.2 Langkah B: Analisis kecepatan arus bebas

Dalam analisis nilai kecepatan arus bebas kendaraan ringan (VBKR) digunakan sebagai ukuran utama kinerja, sedangkan Kecepatan arus bebas dasar (VBD) untuk tipe kendaraan yang lain, ditunjukkan pada Tabel A. 5.. Analisis penentuan VB, menggunakan Formulir JK-III, dengan data masukan dari Langkah A (Formulir JK-I dan JK-II). Ikuti prosedur perhitungan VB seperti diuraikan berikut:

1) Tetapkan Kecepatan Arus Bebas Dasar, VBD, masukkan hasilnya pada Kolom 2 Formulir JK-III.

2) Tetapkan Penyesuaian VB akibat perbedaan lebar jalur lalu lintas (VBL), masukan hasilnya pada kolom 3 Formulir JK-III.

3) Tetapkan faktor Penyesuaian VB akibat hambatan samping (FVBHS), masukan hasilnya pada kolom 4 Formulir JK-III.

4) Tetapkan faktor penyesuaian VB untuk ukuran kota (FVBUK).

5) Hitung VB untuk KR dengan mengalikan faktor menggunakan persamaan 2) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 6 Formulir JK-III.

5.3 Langkah C: Analisis kapasitas (C)

Gunakan data masukan dari Formulir JK-III dan JK-II untuk menentukan kapasitas, dengan menggunakan Formulir JK-III. Perhitungan kapasitas secara keseluruhan mengikuti ketentuan teknis seperti diuraikan dalam bab 4.2.5. Tahapan analisis adalah sebagai berikut: 1) Tentukan Kapasitas Dasar, C0. Masukan hasilnya pada kolom 8 dari Formulir JK-III. 2) Tetapkan Faktor Penyesuaian Cakibat lebar jalur lalu lintas (FCL), masukkan hasilnya

ke dalam Formulir JK-III, Kolom 9.

3) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat pemisahan arah (FCPA). Untuk jalan terbagi dan jalan satu-arah, faktor penyesuaian C0 untuk pemisahan arah adalah 1,0. Masukkan hasilnya ke dalam Formulir JK-III, Kolom 10.

4) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat Hambatan Samping (FCHS), masukkan hasilnya ke dalam Formulir JK-III, Kolom 11.

5) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat Ukuran Kota (FCUK), masukkan hasilnya ke dalam Formulir JK-III, Kolom 12.

6) Tentukan Kapasitas menggunakan persamaan 4) dan masukkan hasilnya ke dalam kolom 13.

5.4 Langkah D: Kinerja lalu lintas

Gunakan data masukan yang dicatat dalam Formulir JK-I, JK-II dan nilai VB serta C0 yang dicatat dalam Formulir JK-III untuk menentukan derajat kejenuhan (DJ), kecepatan (VT) dan waktu tempuh (TT). Penetapan kinerja jalan mengikuti prosedur sebagai berikut (Gunakan Formulir JK-III):

(33)

26 dari 63

2) Tetapkan VT berdasarkan Gambar A.1. untuk tipe jalan 2/2TT dan Gambar A.2. untuk tipe jalan 4/2T, sebagai fungsi dari DJ.

3) Hitung TT berdasarkan nilai-nilai VT dan L.

(34)

27 dari 63

Lampiran A (normatif):

Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis

Gambar A. 1. Hubungan VT dengan DJ, pada tipe jalan 2/2TT

(35)

28 dari 63

Tabel A. 1. Pembobotan hambatan samping

No. Jenis hambatan samping utama Bobot

1 Pejalan kaki di badan jalan dan yang menyeberang 0,5 2 Kendaraan umum dan kendaraan lainnya yang berhenti 1,0 3 Kendaraan keluar/masuk sisi atau lahan samping jalan 0,7 4 Arus kendaraan lambat (kendaraan tak bermotor) 0,4

Tabel A. 2. Kriteria kelas hambatan samping

Kelas Hambatan

Sangat rendah, SR <100 Daerah Permukiman, tersedia jalan lingkungan (frontage road)

Rendah, R 100 – 299 Daerah Permukiman, ada beberapa

angkutan umum (angkot).

Sedang, S 300 – 499 Daerah Industri, ada beberapa toko di sepanjang sisi jalan.

Tinggi, T 500 – 899 Daerah Komersial, ada aktivitas sisi jalan yang tinggi.

Sangat tinggi, ST >900 Daerah Komersial, ada aktivitas pasar sisi jalan.

Tabel A. 3. Ekivalen kendaraan ringan untuk tipe jalan 2/2TT

Tipe jalan:

Lebar jalur lalu-lintas, LJalur

< 6 m > 6 m

Tabel A. 4. Ekivalen kendaraan ringan untuk jalan terbagi dan satu arah

Tipe jalan: Arus lalu-lintas per

(36)

29 dari 63

Tabel A. 5. Kecepatan arus bebas dasar, VBD

Tipe jalan

Tabel A. 6. Nilai penyesuaian kecepatan arus bebas dasar akibat lebar jalur lalu lintas efektif, VBL

Tipe jalan Lebar jalur efektif,Le

(m)

Tabel A. 7. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping, FVBHS, untuk

jalan berbahu dengan lebar efektif LBE

Tipe jalan KHS

FVBHS LBe (m)

< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2 m

(37)

30 dari 63

Tabel A. 8. Faktor penyesuaian arus bebas akibat hambatan samping untuk jalan berkereb dengan jarak kereb ke penghalang terdekat LK-p

Tipe jalan KHS

FVB,HS Lk-p (m)

< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2 m

4/2T Sangat rendah

Rendah

Tabel A. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan, FVUK

Ukuran kota (Juta penduduk)

Faktor penyesuaian untuk ukuran kota, FVUK

Tabel A. 10. Kapasitas dasar, C0

Tipe jalan C0

(skr/jam)

Catatan

4/2Tatau

Jalan satu-arah 1650 Per lajur (satu arah)

(38)

31 dari 63

Tabel A. 11. Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas, FCLJ

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (WC) (m)

FCLJ

4/2T atau Jalan satu-arah

Lebar per lajur; 3,00 0,92

Tabel A. 12. Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas, FCPA

Pemisahan arah PA %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

FCPA 2/2TT 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Tabel A. 13. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berbahu, FCHS

(39)

32 dari 63

Tabel A. 14. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berkereb dengan jarak dari kereb ke hambatan samping terdekat sejauh LKP, FCHS

Tipe jalan KHS

FCHS

Jarak: kereb ke penghalang terdekat LKP, m

< 0,5 1,0 1,5 > 2,0

Tabel A. 15. Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota, FCUK

Ukuran kota

Tabel A. 16. Nilai normal komposisi jenis kendaraan dalam arus lalu lintas

% komposisi lalu-lintas per jenis

Ukuran kota KR KB SM

< 0,1 Juta penduduk 0,1-0,5 Juta penduduk 0,5-1,0 Juta penduduk 1,0-3,0 Juta penduduk > 3,0 Juta penduduk

(40)

33 dari 63

Lampiran B (informatif):

Contoh-contoh perhitungan kapasitas

Contoh 1: Kapasitas Jalan Tipe 2/2TT

Geometrik : Lebar jalur lalu lintas efektif 6,0m

Lebar bahu efektif pada kedua sisi 1,0m (rata dengan jalan)

Lalu lintas : Pemisahan arah 70-30

Lingkungan : Ukuran kota 700.000 penduduk Banyak angkutan kota

Banyak pejalan kaki

Beberapa kendaraan menggunakan akses sisi jalan

Pertanyaan : 1. Berapa kapasitas segmen jalan (skr/jam)?

2. Berapa arus maksimum lalu lintas (skr/jam) yang dapat dilalui pada kecepatan 30km/jam?

Penyelesaian : Dengan menggunakan Formulir JK-1, JK-2, & JK-3 dilakukan analisis. Jawabannya adalah:

1. Kapasitas segmen adalah 1.795skr/jam

2. Arus maksimum pada kecepatan 30km/jam adalah 553skr/jam

Jawaban secara manual tanpa formulir:

1. Kapasitas segmen jalan dihitung sebagai berikut:

Tabel A.10 C0 = 2900skr/jam

Tabel A.11 FCL = 0,87

Tabel A.12 FCPA = 0,88 Tabel A.13 & A.14 FCHS = 0,86 Tabel A.15 FCUK = 0,94

C = 2900 x 0,87 x 0,88 x 0,86 x 0,94 = 1795skr/jam

2. Dari Gambar A.1, untuk VT = 30 km/jam, maka DJ sudah mendekati nilai kapasitasnya, DJ = 0,98 + 0,01 = 0,99

Maka, arus maksimum yang dapat dialirkan Q = 0,99 x 1795 = 1777skr/jam.

(41)

34 dari 63

Lain-lain tidak ada

Pembatasan akses untuk tipe kendaraan tertentu tidak ada

Pembatasan parkir (periode waktu) tidak ada

Pembatasan berhenti (periode waktu) tidak ada

1,0 2,0 1,0

Kondisi pengaturan lalu-lintas

Batas kecepatan (km/jam) tidak ada rambu batas kecepatan, secara normatif

batas kecepatan di wilayah perkotaan 40 km/jam

Jumlah bukaan pada median tanpa median

Parameter Sisi A Sisi B Total Rata-rata Lebar jalur lalu-lintas rata-rata 3,0 3,0 6,0 3,0

Kereb (K) atau Bahu (B) B B

Jarak kereb ke penghalang terdekat

Lebar efektif bahu (dalam + luar) (m) 1,0

Bahu Bahu

Denah atau gambar situasi segmen jalan

Sisi A 1,0 6,0 1,0 Sisi B

Jalur Lalin pada jalan sedang 2/2-TT berbahu Potongan melintang jalan

- DATA GEOMETRIK JALAN Panjang segmen T ipe jalan: 2/2-TT

Waktu Nomor Kasus: CONTOH Soal 1 & 2

No. Ruas/Nama Jalan ……….

- DATA UMUM Segmen antara: ………. dan ………..

Kode T ipe daerah:

Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI

DATA MASUKAN: Kota Ukuran kota: 0,7 Juta

9/19/2012

JALAN PERKOTAAN T anggal/Bulan/T ahun 2012 Ditangani oleh: HI

Formulir JK - 1

A

(42)

35 dari 63

JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani

- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus

Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan

Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama

- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa

Formulir JK - 2

(lihat Tabel 5 atau 6)

Arah % skr/jam

2 skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam

(3) (4) (5) (6) (7) (8) (10)

70,0%

Pemisahan arah, PA=Q1/(Q1+Q2)

Faktor-skr, FSKR =

Kelas Hambatan Samping (KHS)

Bila data rinci tersedia, gunakan tabel pertama untuk menentukan frekwensi berbobot kejadian, dan selanjutnya gunakan tabel kedua. Bila tidak, gunakan hanya tabel kedua.

1. Penentuan frekwensi kejadian:

Tipe kejadian HS Simbol Bobot Frekwensi

……. /jam, 200m

Kendaraan masuk + keluar EEV 0,7

……. /jam, 200m

Kendaraan lambat SMV 0,4

…………... /jam Parkir, kendaraan berhenti PSV 1,0

……. /jam, 200m

Total:

Rendah R

300 - 499 Daerah industri dengan toko-toko di sisi jalan Sedang SR (18) (19) < 100 Permukiman, hampir tidak ada kegiatan Sangat rendah SR

Tabel 3

500 - 899 Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan yang tinggi Tinggi T

> 900 Daerah niaga dan aktivitas pasar sisi jalan yang sangat tinggi Sangat tinggi ST 2. Penentuan kelas hambatan samping:

Frekwensi berbobot kejadian Kondisi khusus Kelas hambatan sampinq

(16) (17)

Perhitungan frekwensi ber-bobot kejadian per jam per per 200m dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.

(43)

36 dari 63

Formulir JK-2 Tabel 18 atau Gambar 6 dan 7

Skr/Jam (8) (9) (10) (12) (13)=(8)x(9)x(10)x(11)x(12)

2900 0,87 0,88 0,94 1795

Ukuran kota

Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 17

Skr/Jam

ANALISIS Kode segmen: Diperiksa oleh:

Formulir JK - 3

JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani oleh:

(44)

37 dari 63 Contoh 2: Operasional lalu lintas Jalan Tipe 2/2TT

Geometrik : Lebar jalur lalu lintas efektif 6,0m

Lebar bahu efektif pada kedua sisi 1,0m (rata dengan muka perkerasan jalan)

Lalu lintas : Pemisahan arah 70-30

Arus jam puncak diperkirakan: QKR = 610

QKB = 80 QSM = 1200

Lingkungan : Ukuran kota 700.000 penduduk Banyak angkutan kota

Banyak pejalan kaki

Beberapa kendaraan menggunakan akses sisi jalan

Pertanyaan : 1. Berapa kendaraan jam puncak jalan tersebut akan beroperasi? 2. Berapa derajat kejenuhan?

Penyelesaian : Dengan menggunakan Formulir JK-1, JK-2, & JK-3, jawabannya adalah: 1. Kecepatan jam puncak 26,4km/jam

2. Derajat kejenuhan 0,63

Jawaban secara manual tanpa formulir:

1. Q = 610 + 80 + 1200 = 1890kend./jam

Q = 610 + 1,2 x 80 + 0,35 x 1200 = 1126skr/jam PA = 70 / (70 + 30) = 70%

Fskr = 1126 / 1890 = 0,60

2. Kapasitas segmen jalan dihitung sebagai berikut: Tabel 12 C0 = 2900skr/jam

Tabel 13 FCL = 0,87 Tabel 14 FCPA = 0,88 Tabel 15 & 16 FCHS = 0,86 Tabel 17 FCUK = 0,94

C = 2900 x 0,87 x 0,88 x 0,86 x 0,94 = 1795skr/jam 3. DJ = 1126 / 1795 = 0,63

Dari Tabel 18, untuk DJ = 0,63 diperoleh VT = 36 – 0,60 / 0,14 x 2 = 35,1km/jam

(45)

38 dari 63

Lain-lain tidak ada

Pembatasan akses untuk tipe kendaraan tertentu tidak ada

Pembatasan parkir (periode waktu) tidak ada

Pembatasan berhenti (periode waktu) tidak ada

1,0 2,0 1,0

Kondisi pengaturan lalu-lintas

Batas kecepatan (km/jam) tidak ada rambu batas kecepatan, secara normatif

batas kecepatan di wilayah perkotaan 40 km/jam

Jumlah bukaan pada median tanpa median

Parameter Sisi A Sisi B Total Rata-rata Lebar jalur lalu-lintas rata-rata 3,0 3,0 6,0 3,0

Kereb (K) atau Bahu (B) B B

Jarak kereb ke penghalang terdekat

Lebar efektif bahu (dalam + luar) (m) 1,0

Bahu Bahu

Denah atau gambar situasi segmen jalan

Sisi A 1,0 6,0 1,0 Sisi B

Jalur Lalin pada jalan sedang 2/2-TT berbahu

Potongan melintang jalan

- DATA GEOMETRIK JALAN Panjang segmen T ipe jalan: 2/2-TT

Waktu Nomor Kasus: CONTOH Soal 1 & 2

No. Ruas/Nama Jalan ……….

- DATA UMUM Segmen antara: ………. dan ………..

Kode T ipe daerah:

Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI

DATA MASUKAN: Kota Ukuran kota: 0,7 Juta

9/19/2012

JALAN PERKOTAAN T anggal/Bulan/T ahun 2012 Ditangani oleh: HI

Formulir JK - 1

A

Gambar

Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan, ukuran kota 1-3juta
Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR)
Tabel 5. Padanan klasifikasi jenis kendaraan
Tabel 6. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas Jalan Diponegoro Yogyakarta mengalami penurunan akibat adanya kegiatan parkir, untuk lajur arah ke barat dengan posisi parkir sejajar dengan ruas jalan, kapasitasnya

Hasil perencanaan yang dilakukan terhadap ruas jalan ini adalah peningkatan jalan dari 2 lajur 2 arah tak terpisah (lebar lajur 3 meter) menjadi, 4 lajur 2 arah (lebar lajur

a. Tipe jalan: mempengaruhi kinerja pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi, jalan tak terbagi dan jalan satu arah. Lebar jalur lalu lintas: kecepatan

a) Tipe lalan: Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-lintas tertentu; misalnya jalan terbagi dan tak-terbagi; jalan satu-arah. b)

Gambar 2.5 Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan bebas hambatan dua lajur dua arah tak terbagi

Pada jalan Nasional perkotaan/semi perkotaan, tipe 2 lajur 2 arah di Propinsi Bali selama masa rekonstruksi jalan, prediksi kinerja lalu lintas jalan yang terkait biaya

a) Tipe jalan: berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, atau jalan satu arah. b)

Analisa Kapasitas Yang dihitung adalah kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan Untuk jalan tak terbagi, analisas dilakukan pada kedua arah lalu lintas Untuk jalan terbagi, analisa