• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survey lalu lintas kelompok (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Survey lalu lintas kelompok (1)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lalu lintas merupakan masalah penting karena lalu lintas adalah sarana untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila lalu lintas terganggu atau terjadi kemacetan, maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. Gangguan ini dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu dan dapat mengakibatkan polusi udara. Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sangat penting, karena masalah ini adalah masalah sulit yang harus dipecahkan bersama. Apabila masalah lalu lintas tidak terpecahkan, maka masyarakat sendiri yang akan menanggung kerugiannya, dan apabila masalah ini dapat terpecahkan dengan baik, maka masyarakat sendiri yang akan mengambil manfaatnya.

Masalah ini juga merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat agar masalah ini cepat terselesaikan. Setiap individu berhak memikirkan masalah ini, karena sekecil apapun peran yang diberikan oleh individu tersebut tentu akan memberikan pengaruh yang besar bagi dunia lalu lintas agar menjadi lebih aman dan nyaman.

(2)

maupun di pedesaan, terlebih dalam pemenuhan perekonomian masyarakat itu sendiri yang nantinya diharapkan dapat menciptakan keselarasan dan kesejahteraan masyarakat sehingga negara kita dapat maju dan dapat tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri.

Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat transportasi yang dapat digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering digunakan oleh pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada arus lalu lintas saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya fasilitas-fasilitas transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai dengan apa yang diingini. Menajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari teknik transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian dari system transportasi secara keseluruhan.

Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan sangatlah dituntut kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan meningkatkan prasarana jalan yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk menjaga dan memelihara jalan tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal diatas perlu juga fasilitas penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dsb.Pemisah arah (Median) merupakan salah satu fasilitas yang juga berpengaruh pada karakteristik arus lalu lintas. Penempatan median bertujuan untuk memisahkan arus dalam lalu lintas yang berlawanan.

Jalan merupakan suatu sarana transportasi yang sangat penting karena dengan jalanlah maka daerah yang satu dapat berhubungan dengan daerah yang lainnya. Untuk menjamin agar jalan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan maka selalu diusahakan peningkatan-penigkatan jalan itu. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah arus lalu lintas dengan kemampuan jalan yang terbatas.

(3)

jalan yang ada sehingga dapat dievaluasi dan dianalisa untuk mengantisipasi perkembangan jumlah kendaraan dan perkembangan penduduk.

Jalan yang cukup vital dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah, dimana ada sebagian jalan yang menggunakan pemisah jalan permanen dan ada pula yang tidak menggunakan pemisah jalan. Dengan kondisi jalan yang termasuk kawasan pemukiman, pertokoan, sekolahan, rumah sakit, tempat ibadah, dan sebagainya menyebabkan lalu lintas jalan tersebut mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan sekitar jalan tersebut.

(4)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Berapa volume lalu lintas per jam tertinggi pada waktu pagi – siang – sore?

2. Berapa kapasitas setiap pendekat pada simpang bersinyal Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl. Teuku Umar Barat ?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 1.3.1 Maksud

Maksud dari penyusunan laporan ini untuk mendapatkan nilai jam puncak berdasarkan hasi survey lalu lintas pada simpang bersinyal Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl. Teuku Umar Barat .

1.3.2 Tujuan

(5)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KARAKTERISTIK SINYAL LALU LINTAS

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing- masing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok dari pejalan-kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua, lihat Gbr 2.1 di bawah.

Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 2.1. Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena

(6)

pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu-lintas.

Gambar 2.1 juga memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistim dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau (lihat juga Bagian 1.3).

Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk:

1. Memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir. 2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama.

Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase.

Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.

Gambar 2.2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal denggan dua-fase.

(7)

Jika pertimbangan keselamatan lalu-lintas atau pembatasan-pembatasan kapasitas memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka banyaknya fase harusditambah. Gambar 2.3 menunjukan contoh-contoh rencana fase yang berlainan untuk keperluan tersebut. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase (kecuali untuk tipe tertentu dari Sinyal aktuasi kendaraan yang terkendali). Meskipun hal ini memberi suatu keuntungan dari sisi keselamatan lalu-lintas, pada umumnya berarti bahwa kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.

Berangkatnya arus lalu-lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana fase yang memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang ditinjau dan/atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut (seperti Kasus 1 dalam Gambar 2.3), maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan. Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat tersebut, atau jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu-lintas lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah (seperti dalam kasus 5 dan 6 pada Gambar 2.3), arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlindung. Pada kasus 2 dan 3 arus berangkat dari pendekat Utara adalah terlawan sebagian dan terlindung sebagian. Pada kasus 4 arus berangkat dari pendekat Utara dan Selatan adalah terlindung, sedangkan dari pendekat Timur dan Barat adalah terlawan.

(8)

2.2 METODOLOGI 2.2.1 Prinsip Umum

Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini, didasarkan pada prinsip- prinsip utama sebagai berikut:

a. Geometri

(9)

hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.

Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We) ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok.

Gambar 2.4 Denah simpang

b. Arus lalu-lintas

(10)

Contoh : Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC

c. Model dasar

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut

C = S × g/c ………(1)

di mana : C = Kapasitas (smp/jam)

S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau =smp per-jam hijau). g = Waktu hijau (det).

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.

Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.5 di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

(11)

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.6. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:

Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir …. (2)

Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)

(12)

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0)

yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya

S = S

0

× F

1

× F

2

× F

3

× F

4

×….× Fn

……….(3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lehar efektif pendekat (We):

S

0

= 600 × We

………(4)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini :

 Ukuran kota CS ; jutaan penduduk

 Hambatan samping SF ; kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan

kendaraan tak bermotor

 Kelandaian G; % naik(+) atau turun (-)

 Parkir P ; jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.

 Gerakan membelok RT, % belok-kanan ;LT, % belok-kiri

Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa sopir- sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan" dari sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap - acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam manual ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan model Barat yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan diatas.

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor- faktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat dalam rumus 2 di atas.

d. Penentuan waktu sinyal.

(13)

simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu hijau ( gi) pada masing-masing fase ( i ).

WAKTU SIKLUS

c = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ΣFR

crit

)

………(5)

di mana: c = Waktu siklus sinyal (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.

Σ(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

WAKTU HIJAU

gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit)…………..(6)

di mana: gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

e. Kapasitas dan derajat kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masingmasing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.

Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:

DS = Q/C = (Q×c) / (S×g) ……….. (7)

f. Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)

(14)

PANJANG ANTRIAN

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).

NQ = NQ

1

+NQ

2

……….(8)

Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki. Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.

QL=N QMAXx 20

WMASUK

………..(9)

ANGKA HENTI

Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai

NS=0,9x NQ

Qxc x3600 ……….(10)

(15)

RASIO KENDARAAN TERHENTI

Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat

sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:

P

SV

= min (NS,1)

dimana : NS a= angka henti dan suatu pendekat.

TUNDAAN

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:

1. TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.

2. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.

Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:

D

j

=DT

j

+DG

j

……….. (12)

dimana:

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus ber ikut (didasarkan pada Akcelik 1988):

dimana:

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1 diatas).

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.

Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut

DG

j

= (1-p

sv

) × P

T

× 6 +(p

sv

×4)

………..(14)

dimana:

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

(16)

Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2; kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.

2.2.2 Nilai Normal

Pada tingkat operasional (c di atas) masukan semua data yang diperlukan pada umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk ke pada simpang bersinyal yang telah ada. Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan sejumlah anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur-prosedur perhitungan yang diuraikan pada Bagian 3. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai normal untuk digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan dibawah:

a. Arus lalu-lintas

(17)

Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15% belok-kanan dan 15% belok-kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang):

Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila tidak ada taksiran yang lebih baik:

b. Penentuan fase dan waktu sinyal

Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua-fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok melebihi 200 smp/jam.

Waktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi yang diuraikan pada langkah B-2. Untuk keperluan perancangan dan simpang simetris nilai normal berikut dapat digunakan (lihat juga langkah C dibawah):

c. Lebar pendekat

(18)

analisa operasional 'simpang yang sudah ada' pemilihan terutama didasarkan pada perilaku lalu- lintas (bagian 2.3.3c), biasanya dengan tujuan untuk memastikan agar derajat kejenuhan pada jam puncak tidak lebih besar dari 0,75.

2.3 PANDUAN REKAYASA LALU LINTAS

2.3.1 Definisi Tipe (Jenis) Simpang Standar Dan Pola-Pola Fase Sinyal

Buku Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk perencanaan simpang sebidang. Informasi lain yang berhubungan terutama tentang marka jalan terdapat pada huku "Produk Standar untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat Jenderal Bina Marga, Februari 1987).

Dokumen ini mencantumkan parameter-parameter perencanaan untuk simpang-simpang berbagai kelas jalan, tetapi tidak menentukan jenis simpang tertentu. Sejumlah jenis jenis simpang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.3.2:1 dibawah untuk penggunaan khusus pada Bagian panduan ini.

Semua jenis simpang dianggap mempunyai kereb dan trotoar yang cukup, dan ditempatkan pada daerah perkotaan dengan hambatan samping yang sedang.

Semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan dan beberapa gerakan membelok adalah gerakan yang terus menerus (Belok kiri langsung = LTOR) jika ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3.2:1. Metode perhitungan rinci dalam manual ini juga memungkinkan analisa jalan satu arah.

(19)

Gambar 2.7 Jenis-jenis simpang empat lengan

(20)

Gambar 2.9 Jenis – jenis rencana Ease sinyal

2.4 RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN

(21)
(22)

FORM NO. : 1 UNIVERSITAS UDAYANAFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Kampus Bukit Jimbaran Telp./Fax : (0361) 703385 http://www.sipil.unud.ac.id

FORMULIR SURVEI

VOLUME LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN

LOKASI: JL. Imam Bonjol Utara

HARI/TANGGAL : Senin, 18 April 2016 WAKTU : 07.00 – 16.15

Yang dimaksud dengan input adalah dapat berupa data primer yang didapatkan dari survei pada lokasi penelitian dan data sekunder yang didapatkan dari instansi pemerintah. Penginputan data ini terdiri atas dara kondisi geometrik, data survey dan data kondisi lingkungan. Data masukan diperlukan dalam proses analisis data dan analisis kinerja simpang bersinyal Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar Barat.

Data yang diperoleh dari hasil survei lalu lintas pada hari Senin, 18 April 2016 dengan menggunakan metode survei secara manual menggunakan handy cam. Survei dilakukan dari pukul 07.00-16.30.

(23)

Periode

Arah : Timur (LT) Arah : Barat (RT) Arah : Selatan (ST)

Jenis Kendraan

Total Jenis Kendraan Total Jenis Kendraan Total

(24)

12.30-12.45 104 24 18 0 146 136 32 28 0 196 416 56 28 0 500

12.45-13.00 106 20 19 0 145 188 28 41 3 260 400 120 40 0 560

13.00-13.15 101 19 13 0 133 192 29 32 0 253 320 88 34 0 442

13.15-13.30 97 28 18 0 143 180 28 36 0 244 336 64 26 0 426

13.30-13.45 98 27 12 0 137 104 32 32 0 168 344 96 32 0 472

13.45-14.00 92 16 21 0 129 128 48 29 1 206 312 80 24 0 416

14.00-14.15 93 28 10 0 131 102 40 38 0 180 328 88 38 0 454

14.15-14.30 105 19 9 0 133 104 56 34 0 194 304 64 26 0 394

14.30-14.45 110 24 8 0 142 72 48 29 0 149 320 80 29 0 429

14.45-15.00 104 15 11 0 130 80 32 35 0 147 296 128 28 0 452

15.00-15.15 101 23 7 0 131 88 40 29 0 157 224 72 16 0 312

15.15-15.30 97 21 6 0 124 152 48 31 0 231 232 96 24 0 352

15.30-15.45 98 24 19 0 141 172 56 38 0 266 249 72 27 0 348

15.45-16.00 92 20 18 0 130 89 40 31 0 160 348

10

4 26 0 478

16.00-16.15 93 19 22 0 134 106 28 26 0 160 346 88 25 0 459

(25)

FORM NO. : 2 UNIVERSITAS UDAYANAFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Kampus Bukit Jimbaran Telp./Fax : (0361) 703385 http://www.sipil.unud.ac.id

FORMULIR SURVEI

VOLUME LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN

LOKASI: JL. Teuku Umar

HARI/TANGGAL : Senin, 18 April 2016 WAKTU : 07.00 – 16.15

Total Jenis Kendraan Total Jenis Kendraan Total

MC LV H

(26)
(27)

FORM NO. : 3 UNIVERSITAS UDAYANAFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Kampus Bukit Jimbaran Telp./Fax : (0361) 703385 http://www.sipil.unud.ac.id

FORMULIR SURVEI

VOLUME LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN

LOKASI: JL. Imam Bonjol Selatan HARI/TANGGAL : Senin, 18 April 2016 WAKTU : 07.00 – 16.15

Total Jenis Kendraan Total Jenis Kendraan Total

(28)

8 4

07.15-07.30 264 72 4 2 342 126 26 8 0 160 128 7 4 0 139

07.30-07.45 328 68 8 0 404 142 24 10 0 176 108 10 6 0 124

07.45-08.00 208 88 7 0 303 15

08.45-09.00 329 79 12 0 420 16

(29)

FORM NO. : 4 UNIVERSITAS UDAYANAFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Kampus Bukit Jimbaran Telp./Fax : (0361) 703385 http://www.sipil.unud.ac.id

FORMULIR SURVEI

VOLUME LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN

LOKASI: JL. Teuku Umar Barat

HARI/TANGGAL : Senin, 18 April 2016 WAKTU : 07.00 – 16.15

PENDEKAT: MINOR D PERGERAKAN : CUACA: Cerah SURVEYOR:

(30)

Periode

Arah : Selatan (RT) Arah : Utara (LT) Arah : Timur (ST)

Jenis Kendraan

Total Jenis Kendraan Total Jenis Kendraan Total

(31)
(32)
(33)

3.1.1 Data Lingkungan

Dilihat dari kondisi lalu lintasnya Jl. Imam Bonjol(Jalan Mayor A dan C) Sedangkan Jl. Teuku Umar (Jalan Minor B dan D) dimana keduanya merupakan daerah komersil (COM) karena di sepanjang jalan tersebut banyak pertokoan dan restoran.

3.2 DATA KONDISI LALU LINTAS 3.2.1 Data Survei Volume Lalu Lintas

Data dari volume lalu lintas didapatkan dari hasil survei volume lalu lintas yang dilakukan pada lokasi simpang Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar Barat.

Yang dibagi menjadi 4 segmen ruas jalan. Kendaraan digolongkan sesuai dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, yaitu terdiri dari: kendaraan ringan/light vehicle (LV), kendaraan berat/Heavy vehicle (HV), Sepeda motor/Motorcycle (MC), kendaraan tidak bermotor/Unmotorized (UM).

(34)

0.0

Gambar 3.2.1.a. Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Mayor A

0.0

(35)

0.0

Gambar 3.2.1.c Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Mayor C

0.0

Gambar 3.2.1.d Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Minor D

Dari Gambar Grafik diatas dapat dilihat fluktuasi dari volume lalu lintas simpang Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar Barat, selama 9,5 jam serta jam puncak (peak hour) dari masing-masing pendekat. Berikut adalah penjelasannya :

(36)

Pada pendekat memiliki puncak pada pagi hari, tepatnya pada pukul 12.15-13.15 dapat dilihat dari grafik (Gambar 3.2.1 a).

b. Pendekat Minor B (Jl. Teuku Umar)

Pada pendekat ini puncak volume lalu lintas terjadi pada pagi hari pada pukul 10.00-11.00 berdasarkan grafik (Gambar 3.2.1 b).

c. Pendekat Mayor C (Jl.Imam Bonjol)

Pada pendekat ini dapat dilihat di grafik (Gambar 3.2.1.c) puncak volume lalu lintas terjadi pada pagi hari yang interval waktunya 15.15-16.15.

d. Pendekat Minor D (Jl. Teuku UmarBarat)

Pendekat ini memiliki puncak pada pukul 11.45-12.45 pada pagi hari berdasarkan grafik (Gambar 3.2.1 d).

Volume Puncak SMP / jam

PENDEKAT WAKTU (jam) Volume (SMP/jam)

Mayor A 12.15-13.15 1656

Minor B 10.00-11.00 1680

Mayor C 15.15-16.15 2210

Minor D 11.45-12.45 2101

Tabel 3,2,1 Volume Puncak (SMP/Jam)

(37)

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Volume Puncak per jam setiap pendekat adalah:

Mayor A : 1656 SMP/jam (12.15 – 13.15) Minor B : 1680 SMP/jam (10.00 – 11.00) Mayor C : 2210 SMP/jam (15.15 – 16.15) Minor D : 2101 SMP/jam (11.45 – 12.45)

Kapasitas jalan setiap pendekat adalah: CA = 1154

CB = 1966

CC = 1085

CD = 1887

4.2 SARAN

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Gambar 2.2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal denggan dua-fase.
Gambar 2.4 Denah simpang
Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik
Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sinyal kondisi motor belok kiri Dapat dilihat panjang gelombang memiliki waktu 20 milidetik dan untuk tinggi gelombang yang terlihat yaitu 10 V, dengan tampilan pada LCD “Kondisi

Oleh karena itu, penelitian sintesis AgNP menggunakan ekstrak kulit buah manggis serta modifikasi material AgNP dengan asam p -kumarat telah dilakukan dan digunakan

Peneliti menyampaikan pertanyaan kepada informan terkait asal mula proses produksi sasirangan, proses keberlanjutan IKM sasirangan dari aspek ekonomi (sumber

Berdasarkan hasil presentase respon siswa terhadap media Kantong Saku Baca Tulis yang telah diujicoba di dua kelas dapat disimpulkan bahwa media Kantong Saku Baca

Berdasarkan Gambar 13, kinerja temu kembali citra daun tumbuhan dengan menggunakan satu fitur yang terbaik adalah menggunakan fitur tekstur, terlihat dari grafik 11 titik

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS

FeG Immanuel Berlin bukanlah suatu kelompok yang terdiri dari orang- orang Kristen dan orang-orang yang bersimpati terhadap ajaran Kristen, yang mempunyai tujuan dan minat yang

Untuk menghitung kadar dalam cuplikan digunakan metode komparatif, untuk itu diperlukan cuplikan standar yang mengandung unsur yang akan ditentukan, yang jumlah dan komposisi