• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Penelitian Revisi Jadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Proposal Penelitian Revisi Jadi"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Diseluruh dunia penduduk Lansia (usia 60 +) tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada tahun 2020 (1).

(2)

Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi tersebut akan menyebabkan kelainan atau penyakit sehingga konsumsi makanan baik kuantitas maupun kualitas sangat penting diperhatikan karena secara langsung akan menentukan status gizi (2).

Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) (2,3)

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan pada lansia di wilayah kecamatan Cilandak”?

I.3 HIPOTESIS

 Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada lansia  Adanya hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan pada

lansia

 Adanya hubungan antara penyakit kronis (hipertensi) dengan asupan makan pada lansia

(3)

 Adanya hubungan antara ekonomi (sumber pendapatan, jumlah pendapatan), sosial (status pernikahan dan kedudukan sosial) dan budaya (suku) dengan asupan makan lansia

I.4 TUJUAN

Tujuan Umum:

Untuk menyelesaikan tugas akhir. Tujuan Khusus:

1. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada lansia secara kuantitatif.

2. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan makan pada lansia

3. Mengetahui hubungan antara perubahan fisiologis dengan asupan makan pada lansia

4. Mengetahui hubungan antara penyakit kronis dengan penyakit kronis (hipertensi)

5. Mengetahui hubungan antara indeks masa tubuh dengan asupan makan pada lansia

6. Mengetahui hubungan antara ekonomi (sumber pendapatan, jumlah pendapatan), sosial (status pernikahan dan kedudukan sosial) dan budaya (suku) dengan asupan makan lansia

I.5 MANFAAT

 Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, staf pengajar, dan institusi pendidikan terkait lainnya, khususnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan pada lansia.  Masyarakat

Dengan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asupan makan lansia maka dapat memberikan edukasi kepada manula mengenai faktor-faktor tersebut dan pengendaliannya.

 Bagi instansi terkait

(4)

tentang bagaimana pola asupan makanan pada lansia dan apa saja hal yang berhubungan dengan pola makan tersebut.

I.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini mencari informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan makan lansia dilihat dari faktor aktivitas fisik, penurunan fungsi organ, penyakit kronis (hipertensi), indeks masa tubuh dan ekososbud. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilandak dan dilakukan mulai dari pertengahan bulan Desember 2011 – pertengahan bulan Januari 2012.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 LANJUT USIA

2.1.1 PENGERTIAN LANJUT USIA

(5)

aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (4).

Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (1).

(6)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia (3,5).

Telah diketahui bahwa penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan penyakit dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal: (i) penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit; (ii) penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian; (iii) usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat dengan kondisi daya tahan yang menurun; (iv) kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi, dan (v) pada usia lanjut seringkali didapat penyakit iatrogenik (akibat banyak obat-obatan yang dikonsumsi) (6).

2.1.2 KARAKTERISTIK LANSIA

Beberapa karakteristik lansia perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah (3,7) :

1. Jenis Kelamin

Jumlah lansia lebih di dominasi oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan.

(7)

Status masih berpasangan lengkap atau sudah hidup sendiri (duda/janda) sangat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun psikologi lansia. 3. Living arrangement

Keadaan pasangan ; tanggungan keluarga, misal masih harus menanggung anak atau keluarga; tempat tinggal, rumah sendiri, tinggal bersama anak atau tinggal sendiri. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun, akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.

4. Kondisi Kesehatan

a. Kondisi umum : kemampuan umum untuk tidak bergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air kecil dan besar. b. Frekuensi sakit : frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak

produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain, bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan perawatan khusus. 5. Keadaan Ekonomi

a. Sumber pendapatan resmi b. Sumber pendapatan keluarga c. Kemampuan pendapatan

2.1.2 PROSES MENUA DAN IMPLIKASI KLINIS

(8)

selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Berbagai faktor seperti faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan, mungkin lebih besar mengakibatkan gangguan fungsi daripada penambahan usia itu sendiri. Di sisi lain, hubungan antara usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak penyakit meningkat seiring dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh menurunnya kemampuan orang usia lanjut berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres psikologik. Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat selular maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak berespon secara efektif terhadap berbagai rangsangan, internal atau eksternal, seperti yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda. Menurunnya kapasitas untuk berespons terhadap lingkungan internal yang berubah cenderung membuat orang usia lanjut sulit untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh, atau memelihara homeostasis tubuh. Gangguan terhadap homeostasis tersebut dapat memudahkan terjadinya disfungsi berbagai sistem organ dan turunnya toleransi terhadap obat-obatan (8).

2.1.3 PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA

(9)

dekat (presbiopia); berkurangnya sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan target dari noise. Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung (pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer (9,10).

Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual. Adanya ‘ventilation-perfusion mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia : 100 – (0,32 x umur). Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati, terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium (11).

(10)

hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium. Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal, berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal (hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik (berkurang 4%/dekade setelah usia 50). Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi (12).

2.1.4 KONSEP MENUA SEHAT

Konsep menua sehat pada hakikatnya sesuai dengan slogan Tahun Usia Lanjut WHO tahun 1982 adalah : “Do not put years into life, but life into years”, yang berarti usia panjang tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia serta mandiri sejauh mungkin, dengan mempunyai kualitas hidup yang baik. “Long life without continous usefulness, productivity and good quality of life is not a blessing”(13). Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetap sehat (healthy ageing).

(11)

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap healthy aging (14)

(12)

Gambar 2. The determinants of active ageing (13)

Sebenarnya menua sehat, ada dalam konsep menua aktif. Menjaga kelangsungan otonomi dan kemandirian saat seseorang menjadi tua adalah tujuan utama setiap orang. Istilah menua-aktif (active ageing) diambil dari WHO tahun 1990, yang lebih rinci dari menua-sehat, untuk mengenali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana proses penuaan seseorang atau sebuah populasi. Beberapa contoh dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua sehat dan aktif disajikan pada Gambar 2.(13)

Faktor pelayanan kesehatan dan sosial:

• Prevalensi yang masih tinggi dari infeksi/ penyakit menular • Masalah malnutrisi

• Makin banyak penyakit-penyakit degeneratif • Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih kurang Faktor ekonomi:

• Menurunnya pendapatan

• Mungkin tidak memiliki asuransi atau pensiun

(13)

Masalah-masalah lain menyangkut pendidikan seseorang, kepribadian yang sehat dan berbahagia serta lingkungan yang ramah, mempunyai dampak yang besar untuk menjadi tua sehat dan aktif.

Menurut WHO : biarpun gen mungkin berperan untuk terjadinya penyakit, tetapi untuk sebagian besar penyakit, faktor external dan lingkungan mempunyai peran yang lebih besar dibanding genetik dan internal. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan mencapai proses menua sehat dan aktif ini adalah juga upaya pencegahan untuk penyakitpenyakit kronik degeneratif yang biasanya diderita populasi lanjut usia (13). Hubungan faktor-faktor risiko dan penyakit-penyakit degeneratif ini dalam bentuk gambaran laba-laba seperti di bawah ini (Gambar 3)

Gambar 3. Spider model: the relationship between risk factors and degenerative

diseases (15)

II.2 ASUPAN MAKAN PADA LANSIA

(14)

protein , lemak , karbohidrat , vitamin , mineral , dan air . Karbohidrat dimetabolisme untuk menyediakan energi. Protein menyediakan asam amino , yang dibutuhkan untuk pembangunan sel, terutama untuk pembangunan sel otot. Esensial asam lemak yang diperlukan untuk otak dan konstruksi membran sel. Vitamin dan mineral membantu untuk menjaga keseimbangan elektrolit yang baik dan digunakan untuk proses metabolisme. Serat makanan juga mempengaruhi kesehatan seseorang, meskipun tidak dicerna ke dalam tubuh. The National Academy of Sciences dan Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan pedoman untuk asupan makanan dari semua nutrisi penting yang dikenal (16).

Asupan makanan menurun sesuai dengan bertambahnya usia, dan asupan makan yang rendah menyebabkan hilangnya berat badan dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan risiko penyakit terkait gizi. Ingat bahwa tujuan utama dari program gizi untuk orang tua adalah untuk meningkatkan kualitas hidup bukan hanya memperpanjang. Oleh karena itu penting tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi yang memadai dan asupan gizi, tetapi juga makanan yang disukai. Ada beberapa kemungkinan penyebab asupan makanan rendah, salah satunya adalah nafsu makan yang menurun karena faktor psikologis seperti kehilangan dan depresi, atau faktor fisiologis seperti gangguan sensorik. Rasa dan bau merupakan penentu kunci dari palatabilitas makanan, dan karena itu penurunan fungsi penciuman atau pengecapan seiring dengan penambahan usia akan mengurangi kenikmatan makanan, dan dengan demikian nafsu makan dapat menurun (16).

(15)

dimulut dan tekstur makanannya. Tes-tes ini akan digunakan untuk menentukan derajat dan perubahan yang terjadi pada proses penuaan. Tujuan kedua dari proyek ini adalah untuk penelitian non-sensorik faktor yang dapat mempengaruhi pilihan makanan, seperti harga, kemudahan kemasan, dari persiapan, porsi ukuran, pengadaan makanan dan konteks sosial. Orang tua untuk makan sehat dan makanan lainnya yang terkait dengan isu juga akan diselidiki di enam negara Eropa (Denmark, Perancis, Irlandia, Spanyol, Swedia dan UK) dalam rangka untuk menentukan bagaimana informasi gizi dapat menjadi yang terbaik dikomunikasikan untuk populasi ini, dan bagaimana hambatan dapat diatasi (16,17).

 Tekstur dan Kesulitan Makan

Peran utama dalam program ini terletak pada persepsi menyelidiki tekstur dan mengunyah kesulitan yang dihadapi oleh orang tua. Dibandingkan dengan substansial jumlah pekerjaan yang diterbitkan pada bukti penurunan kepekaan terhadap selera dan bau dengan penuaan, sedikit yang telah diterbitkan tentang sensitivitas tekstur dan orang tua. Namun, kemampuan untuk melihat karakteristik tekstur untuk memanipulasi berbagai makanan yang pantas cara untuk efisiensi mengunyah maksimum merupakan faktor penting untuk mempertimbangkan untuk pengalaman makan yang menyenangkan dan kualitas hidup yang baik di usia tua. Tujuan dari studi tahun pertama adalah untuk mengembangkan tes yang sah untuk mengukur kemampuan masyarakat dalam hal persepsi tekstur dan mengunyah efisiensi, dan untuk menggunakan tes ini untuk mengidentifikasi setiap perubahan di berbagai kelompok umur. Seratus lima puluh satu hidup bebas relawan, berusia antara 20 dan 94, direkrut dan tunduk pada serangkaian tes dalam wawancara individu 1 jam. Dua dari tes yang paling menjanjikan untuk mengunyah efisiensi dan stereognosis lisan, yang rinci di bawah ini (17,18).

 Efisiensi Mengunyah

(16)

berkaitan dengan sejumlah besar hilangnya gigi atau memakai gigi palsu yang dilepas. Efisiensi mengunyah juga dapat dipengaruhi oleh penurunan dalam menggigit dan mengunyah pada proses penuaan dan penurunan ini telah dikaitkan dengan usia terkait juga terhadap perubahan kekuatan otot. Mengunyah melibatkan dua proses dasar yang berkontribusi terhadap penciptaan permukaan baru, yaitu pengurangan ukuran partikel dan pencampuran. Memerlukan subyek untuk mengunyah makanan rapuh seperti kacang-kacangan atau biskuit dan kemudian untuk meludah itu dalam rangka untuk mendapatkan partikel untuk pengukuran. Sejumlah besar puing-puing dapat dibiarkan di dalam mulut setelah menelan yang akan mempengaruhi hasil. Tes lain telah dikembangkan baru-baru pertama oleh Liedberg & Owall dan kemudian dimodifikasi oleh Prinz yang mengukur pencampuran makanan menggunakan dua warna mengunyah permen karet untuk sejumlah tertentu. Mengunyah permen karet merupakan bahan yang ideal untuk mempelajari proses pencampuran, karena tidak ada pecahan, tetapi hanya menguleni dan lipat. Selain itu, permen karet dapat dengan mudah pulih dan tersedia dalam berbagai warna. Sebuah modifikasi lebih lanjut tes ini digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi efisiensi mengunyah. Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang sangat nyata dalam pencampuran dari dua warna mengunyah permen karet dari muda sampai dewasa tua. Subjek memakai seluruh atau sebagian gigi palsu dilepas menunjukkan efisiensi mengunyah lebih kurang daripada usia cocok kelompok control (17,18).

 Penilaian Sensorik Oral

Proses pengunyahan juga sangat tergantung pada penilaian sensorik dari rongga mulut. Reseptor dalam rongga mulut menanggapi tekanan, getaran, posisi, orientasi spasial, nyeri dan suhu,serta rasa. Umpan balik taktil memungkinkan penentuan makanan, posisi di mulut, gaya yang tepat dibutuhkan untuk pengunyahan, dan dari pembentukan ukuran yang benar dan konsistensi untuk menelan bolus.

(17)

pembentukan bolus dan gerakan yang buruk, perangkap makanan, pengusiran makanan yang tidak direncanakan. Banyak tes telah dirancang untuk mengukur ketajaman sensasi oral. Tes bentuk pengakuan lisan (stereognosis lisan) telah dipraktekan sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat sensorik lisan integritas. Tes ini melibatkan identifikasi bentuk-bentuk di dalam mulut tanpa bantuan manipulasi tangan. Sebuah skor tinggi dalam stereognosis lisan tes harus menunjukkan bahwa subjek adalah menerima informasi akurat dari umpan balik sensoris tentang apa yang terjadi di dalam mulut. Hal itu juga melaporkan bahwa kemampuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk di mulut membaik dari kecil hingga dewasa, tetap stabil pada dewasa muda dan kemudian memburuk dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin berhubungan dengan penurunan pada epitel disebabkan oleh penurunan jumlah ujung saraf yang terkait dengan usia. Sebuah tes stereognosis oral dirancang untuk penelitian ini, menggunakan gula icing huruf yang tersedia secara komersial. Lima huruf yang dipilih untuk identifikasi dibuat lebih mudah dengan menghadirkan kartu dengan setiap huruf menampilkan satu set sepuluh surat untuk memilih (17,18).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi penderita faktor tersebut antara lain:

1) Keadaan Sosial Ekonomi. Keadaan sosial ekonomi berkaitan dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan dayabeli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpergaruhterhadap status gizi.

2) Faktor Psikologi Penderita. Orang yang sakit harus mengatur kehidupan yang berbeda denganapa yang dialami setiap harinya. Terutama jumlah makanan dan variasimenu untuk menimbulkan nafsu makan.

(18)

keras. kategori intensitas ini dapat didefinisikan sebagai dengan pengertian absolut dan relatif. Pengelompokan absolut yang sering dipakai untuk intensitas aktifitas fisik adalah klasifikasi MET (metabolic energy turnover). Satu MET sama dengan pengeluaran energipada saat istiraha, yaitu sekitar 3,5 ml O2/kg per menit. Klasifikasi MET merupakan alat yang berguna pada Saat kita menghitung pengeluaran energi dari instrumenpengkajian subyektif seperti buku harian dan kuesioner tentang aktifitas.

4) Riwayat terapi. Terapi diit memegang peran penting dalam proses penyembuhan penyakit, jenis diit, penampilan dan rasa makanan yang disajikan akan berdampak pada asupan makan. Variasi makanan yang disajikan merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan rasa bosan. Orang sakitakan merasa bosan apabila menu yang dihidangkan tidak menarik sehingga mengurangi nafsu makan. Akibatnya makanan yang dikonsumsi sedikit atau asupan zat gizi berkurang (16,19).

II.2.1 KELOMPOK MAKANAN JENIS MAKANAN (19)

 Karbohidrat : nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie, roti, singkong, talas, ubi-ubian, pisang, nangka, makaroni

 Protein hewani : daging sapi, daging ayam, hati (ayam atau sapi), telur unggas, ikan, baso daging

 Protein nabati : kacang-kacangan, tahu, tempe, oncom

 Buah-buahan : pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji, jeruk, mangga, nangka, pisang, awo, sirsak, semangka

 Sayuran : bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada

(19)

 Susu : susu kambing, susu kedelai, skim

II.2.2 PEMBAGIAN ZAT GIZI

Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1. Kelompok zat energi, termasuk ke dalam kelompok ini adalah :

a. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum, ubi, roti, singkong dll, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup, madu dll.

b. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak, santan, mentega, margarine, susu dan hasil olahannya.

2. Kelompok zat pembangun

Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu, telur, kacangkacangan dan olahannya.

3. Kelompok zat pengatur

Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran(19)

2.2.3 KECUKUPAN GIZI (19)

Kebutuhan setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini:

 Umur

 Jenis kelamin

 Aktivitas/kegiatan fisik dan mental

 Postur tubuh

 Pekerjaan

 Iklim/suhu udara

 Kondisi fisik tertentu

(20)

2.2.4 PENILAIAN NUTRISI (16,17,19) 1) Asupan diet

Asupan makanan diukur dengan metode “Recall Diet on 24 hours” Metode recall makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik secaraklinis maupun penelitian. Metode ini mengharuskan pelaku mengingat semua makanan dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab berlangsun. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari. Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahanmakanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan yangdikonsumsinya beberapa hari yang lalu. Agar wawancara berlangsung sistematika yang baik,maka terlebih dahulu perlu disiapkan kuesioner (daftar pertanyaan). Kuesioner tersebutmengarahkan wawancara menurut urutan waktu makan dan pengelompokkan bahan makanan. Kuantitas pangan direcall meliputi semua makanan dan minuman yangdikonsumsi termasuk suplemen vitamin dan mineral.

 Langkah-langkah metode Recall Nutrition

Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan Recall Nutrition:

(21)

lain-lainnya, sehingga informasi dan pencatatan harus dilengkapi dengan besar dan kecil ukuran bahan makanan atau makanan tersebut.

Untuk memudahkan dalam mengingat kembali jumlah makanan yangdikonsumsi setiap orang maka diperlukan bantuan contoh bahan makanan (food models) yang telah dibakukan beratnya.

2) Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar KomposisiBahan Makanan (DKBM). DKBM adalah daftar yang memuat susunan kandungan zat-zatgizi berbagai jenis bahan makanan atau makanan. Zat gizi tersebut meliputi energi, protein,lemak, karbohidrat, beberapa mineral penting (kalsium, besi), dan vitamin, (Vitamin A,Vitamin B, Niasin dan Vitamin C).

3) Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia. Untuk menilai tingkat konsumsi makanan diperoleh suatu standar kecukupan yangdianjurkan atau Recomended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan saat ini secara nasional adalahWidya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998.

Dasar penyajianAngka Kecukupan Gizi (AKG): a. Kelompok umur

b. Jenis kelamin c. Tinggi badan d. Berat badan e. Aktifitas Fisik f. Kondisi fisik

(22)

klasifikasi tingkat konsumsi makanan di bagimenjadi empat dengan cut of

 Kelebihan dan Kekurangan Recall Nutrition

A. Kelebihan dari metode Recall Nutrition adalah :

- Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden

- Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara

- Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden - Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

- Dapat memberikan gmbaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehinggadapat dihitung intake zat gizi sehari

B. Kekurangan dari metode Recall Nutrition adalah:

- Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu respondenharus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orangyang hilanh ingatan atau orang yang pelupa

- The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate)

- dan bagi responden yanggemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate). - Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakanalat-alat bantu URT dan ketetapan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarkat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat menanyakan apa-apayang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara umum

- Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Untuk pada saat panen, hari pasar, hari akhir pecan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

 Kesalahan Pengukuran Dalam Penilaian Diet

(23)

berubah dengan penggunaan metode dan populasi serta studi gizi. Tipe dari kesalahan pengukuran dapat diminimalkanoleh mutu menggabungkan prosedur control pada waktu proses pengukuran.

2) Kartu Menuju Sehat untuk Lansia 3) Pengukuran komposisi tubuh

Indeks massa tubuh (BMI), sebuah indikator lemak tubuh, dihitung menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

SURVEY ASUPAN GIZI LANSIA DI JAKARTA SELATAN

Puskesmas :

Hari/Tanggal :

Nama Responden :

Jenis kelamin : L / P Umur :

Kode subyek :

Alamat :

RT/RW :

Kelurahan :

Kecamatan :

No. Telp :

Pewawancara

(Ttd)

:

Repeat 24HR : ( ) Ya, hari/tanggal:………..

( ) Tidak

FORMULIR 24 HOUR RECALL

(24)

Tempat Waktu Nama makanan atau

minuman Bahan/merek

Jumlah

Pertanyaan tambahan

Apakah konsumsi tersebut lain dari biasanya? Ya (…….) Tidak (…….)

(25)

Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali per hari/minggu Suplemen:_____________________________konsumsi:________kali per hari/minggu Apakah Bapak/Ibu mengkonsumsi obat-obatan secara rutin dalam 1 bulan terakhir (Y/T)?

II.3 AKTIVITAS FISIK

(26)

dokter, dan ukuran aktivitas yang digunakan dalam Faktor Risiko Perilaku Surveillance System (BRFSS) untuk tingkat populasi pemantauan aktivitas fisik antara orang dewasa terhadap kriteria mengukur Program Kegiatan Komunitas Sehat Model untuk Lanjut Usia (Champs). Merupakan ukuran aktivitas saat ini digunakan untuk konseling klinis dengan menggunakan PACE, dan penggunaan BRFSS saat ini digunakan untuk pengawasan (20).

Alat untuk Penilaian Cepat terhadap Aktivitas Fisik (Rapa) yang dikembangkan berdasarkan Centers for Disease Control dan (CDC) Pencegahan pedoman dari 30 menit atau lebih dari aktivitas fisik moderat pada setiap atau hari yang paling dalam seminggu dan termasuk pertanyaan tambahan ditambahkan ke menilai kekuatan dan fleksibilitas karena asosiasi kegiatan ini dengan mencegah jatuh. Instrumen ini dirancang sesuai dengan kriteria yang dijelaskan oleh Dillman dengan penekanan pada beban kognitif dari pertanyaan, respon tata letak, format respon, jumlah ruang putih, ukuran font, urutan pertanyaan, pengulangan instruksi, dan jenis contoh yang diberikan. Setelah draft awal dari instrumen selesai, panel pakar berkumpul kembali untuk mendiskusikan item. Kelompok fokus Lima kelompok fokus, dengan tiga sampai dua belas peserta di masing-masing, dilakukan untuk menilai dimengerti instrument, konten, kemudahan penyelesaian, dan budaya relevansi. Perekrutan melalui praktek gerontologia lokal di Kesehatan Kelompok Koperasi, pusat senior, dan gereja-gereja di wilayah Seattle. Peserta kelompok fokus adalah 24% Latino, Vietnam 20%, 26% Cina-Amerika, 26% putih, dan 4% Afrika Amerika. Tiga kelompok fokus adalah dilakukan dalam bahasa Inggris, salah satunya dilakukan di Spanyol, dan dua dilakukan di Vietnam. Beberapa versi dari instrumen baru dikembangkan dipresentasikan untuk memfokuskan kelompok untuk penyelesaian dan diskusi. Semua peserta disukai versi dari kuesioner yang mencakup tertulis deskripsi dan representasi bergambar dari tingkat aktivitas fisik (ringan, sedang, dan kuat), dan disukai mayoritas format respon dikotomis. Wawancara kognitif Kognitif pembekalan adalah metode dimana individu-individu menilai relevansi, pentingnya, dan kemudahan pemahaman langkah-langkah (21).

(27)

telah direvisi berdasarkan masukan dari kelompok fokus. Peserta diminta untuk berpikir keras saat mereka menjawab kuesioner. Setelah menyelesaikan instrumen, mereka ditanya apakah mereka berpikir pertanyaan yang mudah untuk mengerti, apakah pertanyaan tersebut bisa worded lebih jelas, apakah pilihan-pilihan respons yang tepat dan mudah dimengerti, atau jika mereka punya saran lain untuk membuat instrumen lebih mudah untuk memahami dan lengkap. Proses penjelasan kognitif dihentikan setelah 12 tua orang dewasa diwawancarai karena tidak ada informasi baru yang menimbulkan. Perbaikan untuk instrumen dibuat berdasarkan komentar dari peserta dan para ahli aktivitas fisik dan ilmu mengenai usia. Versi terakhir dari RAPA adalah sembilan-item kuesioner dengan pilihan respon ya atau tidak untuk pertanyaan yang mencakup berbagai tingkat fisik kegiatan dari menetap untuk reguler fisik yang kuat kegiatan serta pelatihan kekuatan dan fleksibilitas. Para instruksi untuk menyelesaikan kuesioner memberikan deskripsi singkat dari tiga tingkat aktivitas fisik (Ringan, moderat, dan berat) dengan penggambaran grafis dan teks dari jenis kegiatan yang termasuk dalam kategori masing-masing. Para total skor tujuh item pertama adalah dari 1 sampai 7 poin, dengan skor responden dikategorikan ke dalam salah satu dari lima tingkat aktivitas fisik: 1 = menetap, 2 = kurang aktif, 3 = biasa kurang aktif (aktivitas ringan), 4 kurang aktif = biasa, dan 5 = rutin aktif. Responses to kekuatan pelatihan dan fleksibilitas item dinilai secara terpisah, dengan latihan kekuatan = 1, fleksibilitas = 2, atau keduanya = 3. Dokter dianjurkan untuk menggunakan informasi ini untuk melakukan percakapan singkat dengan mereka tentang tingkat mereka saat ini aktivitas fisik.

(28)
(29)

masuk, hilang nilai-nilai, dan sesuai antara distribusi mereka dan asumsi analisis univariat. tidak univariat outlier ditemukan.

Kegiatan Fisik menurut Rapid Assesment of Physical Activity(22,24)

Kegiatan fisik adalah kegiatan di mana seseorang bergerak dan denyut jantung meningkat melebihi pada saat istirahat. Kegiatan dapat bertujuan untuk kesenangan, pekerjaan, atau perjalanan. Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan pertanyaan tentang jumlah dan intensitas aktivitas fisik yang biasanya dilakukan oleh seseorang. Intensitas kegiatan ini terkait dengan jumlah energi yang digunakan. untuk melakukan kegiatan ini Contoh tingkat intensitas aktivitas fisik:

Kegiatan ringan :

 Jantung berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya

 Kegiatan dapat dilakukan sambil berbicara dan bernyanyi

 Berjalan santai, peregangan, membersihkan debu di rumah, atau melakukan pekerjaan ringan di kebun

Kegiatan sedang :

 Jantung berdetak lebih cepat dari biasanya

 Kegiatan dapat dilakukan dengan berbicara tetapi tidak bernyanyi

 Berjalan cepat, kelas aerobik, pelatihan kekuatan, berenang

Kegiatan berat

 Detak jantung meningkat banyak

 Tidak dapat berbicara atau sulit berbicara karena butuh bernapas dalam

 Berlari atau berjalan cepat, tenis atau bulutangkis

(30)

(beri jawaban yang akurat yang menggambarkan aktifitas fisik Anda)

1. Saya jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan fisik. Ya Tidak

2. Saya melakukan beberapa kegiatan fisik ringan atau sedang, tetapi tidak setiap minggu. Ya Tidak

3. Saya melakukan beberapa aktivitas fisik ringan setiap minggu. Ya Tidak

4. Saya melakukan aktivitas fisik sedang setiap minggu, tapi kurang dari 30 menit sehari atau 5 hari seminggu. Ya Tidak

5. Saya melakukan kegiatan fisik berat setiap minggu, tapi kurang dari 20 menit sehari atau 3 hari seminggu. Ya Tidak

6. Saya melakukan 30 menit atau lebih sehari aktivitas fisik sedang, 5 atau lebih hari seminggu. Ya Tidak

7. Saya melakukan 20 menit atau lebih sehari kegiatan fisik berat, 3 atau lebih hari seminggu. Ya Tidak

Skor Instruksi

Untuk skor, memilih pertanyaan dengan skor tertinggi dengan respon afirmatif.. Setiap nomor kurang dari 6 adalah suboptimal.

Untuk mencetak atau meringkas kategoris:

Skor Sedentary:

1. Jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan fisik.

Skor Under-Active:

(31)

Skor Under-Active Regular - Light Activities:

3. Melakukan beberapa aktivitas fisik ringan setiap minggu.

Skor Under-Active Regular:

4. Melakukan aktivitas fisik sedang setiap minggu, tapi kurang dari 30 menit sehari atau 5 hari seminggu.

5. Melakukan kegiatan fisik yang kuat setiap minggu, tapi kurang dari 20 menit sehari atau 3 hari seminggu.

Skor Active

6. Melakukan 30 menit atau lebih sehari aktivitas fisik moderat, 5 atau lebih hari seminggu.

7. Melakukan 20 menit atau lebih sehari kegiatan fisik yang kuat, 3 atau lebih hari seminggu.

Community Healthy Activities Model Program for Seniors (CHAMPS) bertujuan untuk mengevaluasi secara efektif intervensi peningkatkan aktivitas fisik pada orang tua. Pengukuran yang andal dan valid mengenai aktivitas fisik diperlukan juga untuk mendeteksi jenis aktivitas fisik yang diharapkan berubah pada suatu populasi.

Metode yang digunakan pada kuesioner ini menilai frekuensi mingguan dan durasi berbagai kegiatan fisik yang biasanya dilakukan oleh orang yang lebih tua.

1. Kegiatan minimal intensitas sedang (nilai ≥ 3.0 MET). 2. Semua kegiatan fisik tertentu, termasuk intensitas sedang.

II.4 PENYAKIT KRONIS PADA LANJUT USIA HIPERTENSI (25,26)

(32)

yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.

Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre Hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Hipertensi Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Hipertensi Stadium 2 ≥ 160 mmHg (atau) ≥ 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

(33)

Pengaturan tekanan darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

 Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya

 Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:

 Aktivitas memompa jantung berkurang  Arteri mengalami pelebaran

 Banyak cairan keluar dari sirkulasi

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

(34)

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

 Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

 Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.

 Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf otonom

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan:

 meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar)

 meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)

 mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh

(35)

Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 sakit kepala  kelelahan

 mual

 muntah

 sesak napas

 gelisah

 pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

Penyebab hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

(36)

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1. Penyakit Ginjal

o Stenosis arteri renalis

o Pielonefritis

o Glomerulonefritis

o Tumor-tumor ginjal

o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

(37)

o Hiperaldosteronisme

o Sindroma Cushing

o Feokromositoma

3. Obat-obatan

o Pil KB

o Kortikosteroid

o Siklosporin

o Eritropoietin

o Kokain

o Penyalahgunaan alkohol

o Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

4. Penyebab Lainnya

o Koartasio aorta

o Preeklamsi pada kehamilan

o Porfiria intermiten akut

o Keracunan timbal akut

II.5 INDEKS MASSA TUBUH (27)

Istilah “normal”, “overweight” dan “obese” dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran / klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan.

(38)

membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:

 Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan  Wanita hamil

 Orang yang sangat berotot, contohnya atlet

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indikator status gizi sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus KEK (Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada usila cukup sulit karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di tempat tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila sejalan dengan peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu, pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut (knee height). Tinggi lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi TB usila dan orang cacat. Proses penuaan tidak mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki, dan tinggi tulang vertebral. Selanjutnya prediksi TB usila dianggap sebagai indikator cukup valid dalam mengembangkan indeks antropometri dan melakukan interpretasi pengukuran komposisi tubuh.

(39)

ditemukan adanya prediksi nilai yang terlalu tinggi (overestimate). Myers, dkk pada tahun 1985 membuktikan bahwa persamaan Chumlea menimbulkan kesalahan sistematik (systematic error) saat diterapkan pada penduduk usila Jepang-Amerika4. Studi-studi itu banyak dilakukan pada populasi Amerika Utara dan Eropa. Sementara informasi tentang perumusan persamaan TB penduduk usila di Indonesia berdasarkan etnis/suku bangsa dibandingkan dengan persamaan Chumlea belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan studi tentang pengukuran TB usila melalui beberapa variasi pengukuran yaitu tinggi lutut (knee height), panjang depa (arm span), dan TB (stature) pada etnis-etnis Jawa, Sumatera, dan Cina. Alasan pemilihan 3 macam variasi pengukuran TB usila itu adalah untuk membandingkan hasil pengukuran tinggi lutut dan panjang depa setelah dirumuskan dalam persamaan multiple regression. Selanjutnya data TB tersebut dibandingkan dengan tinggi tubuh usila sebenarnya yang diperoleh melalui melalui pengukuran TB subyek dalam posisi tubuh berdiri tegak menggunakan alat microtoise sehingga pemilihan subyek penelitian harus dalam kondisi sehat, dan dapat berdiri tegak.

Klasifikasi BMI Menurut WHO (1998)

Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas

Underweight < 18.5 kg/m2

Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 24.9 kg/m2 Rata-rata Overweight: > 25

Pre-obese 25.0 – 29.9 kg/m2 Meningkat

Obese I 30.0 - 34.9kg/m2 Sedang

Obese II 35.0 - 39.9 kg/m2 Berbahaya

(40)

Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22 menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat, dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28.

Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan BMI pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)

Kategori BMI (kg/m2) Risk of Co-morbidities

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

(41)

At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2 Meningkat Obese I 25.0 - 29.9kg/m2 Sedang Obese II > 30.0 kg/m2 Berbahaya

Rumus Mengukur Tinggi Lutut (TL) (28)

Jika pasien tidak memungkinkan diukur dalam keadaan berdiri (normal) maka tinggi badan dapat diperkirakan dengan CARA MENGUKUR TINGGI LUTUT

Tinggi Lutut (TL) dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan rumus Chumlea :

TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dlm cm)

(42)

II.6 KERANGKA TEORI

 Jantung berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya

 Kegiatan dapat dilakukan sambil berbicara dan bernyanyi

 Berjalan santai, peregangan, membersihkan debu di rumah, atau melakukan pekerjaan ringan di kebun

2. Sedang

 Jantung berdetak lebih cepat dari biasanya

 Kegiatan dapat dilakukan dengan berbicara tetapi tidak bernyanyi

 Berjalan cepat, kelas aerobik, pelatihan kekuatan, berenang

Asupan

 Kekuatan gigi geligi (gigi tanggal)

 Perubahan kekuatan otot untuk mengunyah

 Gangg. Sensorik : P↓ reseptor bau, rasa makanan, tekstur

(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1 KERANGKA KONSEP

III.1.2 Kerangka konsep

AKTIVITAS FISIK

PERUBAHAN FISIOLOGIS

- Gigi geligi tanggal - Indera pengecapan

ASUPAN MAKAN PADA

LANSIA

BMI

- Tinggi badan - Berat badan PENYAKIT KRONIS

- Hipertensi

EKOSOSBUD

(44)
(45)

pencapaian

Menilai fungsi pengecapan terhadap rasa asin

Menilai fungsi pengecapan terhadap rasa manis

Menilai fungsi pengecapan terhadap rasa pahit

(46)

dilakukan pemeriksaan saat menggunakan timbangan injak “Camry“. Obyek berdiri tegak

Tinggi badan Mengukur tinggi lutut pasien lansia dengan menggunakan penggaris “ “. Responden duduk dengan lipat lutut diujung kursi, kemudian diukur mulai dari tumit sampai bagian atas lutut.

Penggaris

Kuesioner Wawancara 1. Pendapatan sendiri

(47)

duda

cerai/meninggal dunia, atau tidak menikah

3. Tidak menikah

Suku Asal atau suku responden

Kuesioner Wawancara 1. Jawa 2. Sunda 3. Betawi 4. Minang 5. lain-lain

Nominal

BAB IV

METODE PENELITIAN

(48)

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian cross-sectional yang bersifat deskriptif.

IV.2 TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilandak pada pertengahan Desember 2011 sampai dengan pertengahan Januari 2012.

IV.3 POPULASI TERJANGKAU DAN SAMPEL

Sebagian lansia yang berobat ke Puskesmas Kecamatan Cilandak mulai Desember 2011 sampai dengan Januari 2012.

Berdasarkan hasil pencatatan data selama bulan November 2011, terdapat 266 orang lansia yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Cilandak yang beralamat di kelurahan Cilandak Barat.. Sedangkan Jumlah lansia di Kelurahan Cilandak Barat sebanyak 3536 orang.

1V.4 JUMLAH SAMPEL

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang termasuk ke dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria inklusi penelitian. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling.

Berdasarkan penelitian, lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 11,24%. Besar sampel untuk lansia pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus populasi finit, dimana sebelumnya harus didapatkan hasil populasi infinit, yaitu: p = 11,24%  0,11

q = 1 – p

= 1 – 0,11 = 0,89 n0 = Z2 x p x q / d2

= (1,96)2 x 0,15 x 0,85 / (0,05)2 = 150

Dengan menggunakan rumus populasi finit, maka besar sampel lansia yang diperlukan untuk penelitian sebesar:

n = n0 / (1 + n0/N) = 150 / (1 + 150 / 266) = 96

(49)

n : besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit n0 : besar sampel dari populasi yang infinit

N : besar sampel populasi finit

Z : pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96

p : prevalensi/proporsi kelompok yang menderita penyakit/peristiwa yang diteliti

q : prevalensi/proporsi kelompok yang tidak menderita penyakit/peristiwa yang diteliti

d : akurasi dari ketepatan pengukuran

IV.5 KRITERIA PEMILIHAN - Kriteria Inklusi:

 Pasien berusia >60 tahun.

 Terdaftar sebagai pasien Puskesmas Kecamatan Cilandak.  Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

- Kriteria Eksklusi:

 Subyek tidak dapat berkomunikasi dengan baik.  Subyek tidak dapat menulis.

 Subyek menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

IV.6 INSTRUMEN PENELITIAN

Untuk menunjang pelaksanaan penelitian ini diperlukan instrumen yang diambil dengan menggunakan sfignomanometer dan stetoskop untuk mengukur tekanan darah. Selain itu menggunakan timbangan injak berat badan dan penggaris yang digunakan untuk mendapatkan data antropometri. Recall diet on 24 hours dan RAPA juga digunakan untuk dalam sebuah kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup dan terbuka tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan langsung kepada responden untuk diisi, dan melalui proses wawancara dan observasi.

IV.7 PENGUMPULAN DATA

Data primer, yaitu data yang didapat dengan cara langsung yaitu data-data yang diperoleh dari pengukuran berat badan, tinggi badan, tinggi lutut, wawancara dan kuesioner pada lansia di Kecamatan Cilandak.

(50)

Data tersier, yaitu data yang diperoleh dari buku, jurnal, hasil penelitian sebelumnya dan internet, termasuk data statistik kependudukan.

IV.8 RENCANA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing data: Memeriksa kelengkapan data yang diperoleh melalui hasil penimbangan berat badan dan jawaban kuesioner.

2. Pengelompokan data: Seluruh jawaban yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan variabel.

3. Koding: Memberi kode pada masing-masing jawaban untuk memperoleh pengolahan data.

4. Entri data: Proses pemindahan data ke dalam komputer agar diperoleh data masukan yang siap diolah.

5. Tabulasi: Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

IV.9 PENYAJIAN DATA

 Tekstural : hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat  Tabulasi : hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel

 Grafik : hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan diagram batang.

IV. 10. ANALISIS DATA

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan program SPSS 17.0 :

- Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil ini berupa distribusi dan prosentase pada variabel.

- Analisis Bivariat

(51)

menggunakan uji statistik Chi Square karena sesuai dengan data yang digunakan. Taraf kepercayaan 95% dengan nilai kemaknaan 5%.

IV.11 RENCANA KEGIATAN

No. Rencana Kerja Minggu ke :

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Orientasi menentukan masalah untuk bahan penelitian

X

2. Mengajukan usul judul penelitian

X

3. Membuat proposal, dan daftar pertanyaan

X X

(52)

5. Presentasi proposal X 6. Pengumpulan data dan

pencarian data

penelitian

X X

7. Pengolahan data X X

8. Analisa

data/pembahasan

X

9. Penyusunan hasil

laporan dan POA

X X

10 Presentasi hasil

penelitian

X

IV.12 ORGANISASI PENELITIAN

1. Pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti : dr. Novia Indriani Sudharma

2. Pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu : dr. Fitri Agustine 3. Pelaksana dan penyusun penelitian:

 Farida Arriyani 030.06.089

 Rizqa Fadla 030.06.226

(53)

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Setia B & Hardy W. Panduan Gerantologi Tinjauan dari berbagai Aspek, Jakarta: PT Gramedia Utama; 1999

2. Status Gizi dan Pola Penyakit pada Lansia.[online]. Diakses tanggal 8 Desember 2011. Diunduh dari: http://www. Litbang Gizi Depkes. go. Id

3. Geriatri. Posyandu Lansia. [online]. Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM. Terakhir diperbarui 15 Juni 2010. Diakses tanggal 8 Desember 2011. Diunduh dari:

http://geriatri-nasional.blogspot.com/2010/06/posyandu-lansia.html

4. Darmojo R & Martono. Geriatrie(Ilmu Keshatan Lanjut Usia) edisi dua. Jakarta; Yudistira 2000

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta.2000

6. Penerapan geriatrik kedokteran menuju usia lanjut yang sehat .[online]. Diakses tanggal 15 Desember 2011. Diunduh dari

http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf.

(54)

8. Comfort A. The process of ageing. New York: Signet; 1964. Cited by : Jeste DV. Psychiatry of old age is coming of age. Am J Psychiatry 1997; 154: 1356-8

9. Sussman MA, Anversa P. Myocardial aging and senescence. Ann Rev Physiol 2004; 66: 29-48.

10. Edelberg JM, Reed MJ. Aging and angiogenesis. Frontiers Bioscience 2003; 8: 1199-209.

11. Taliaferro PM, Price CA. Aging increases risk for medication problems. Senior Series 2001; 127: 1-3.

12. Samson MM, Meeuwsen IBA, Crowe A, Dessens JAG, Duursma SA, Verhaar HJJ. Relatonship between physical performance measures, age, height and body weight in healthy adults. Age Aging 2000; 29: 235-42.

13. World Health Organization. Active ageing, a policy framework. Geneva: World Health Organization; 2002.

14. Darmojo RB. Martono HH. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.

15. Darmojo RB. Determinants of active vital ageing and prevention of disease in the elderly, Kongres Nasional Gerontologi, Jakarta, Oktober, 2003

16. Pedoman tata laksana gizi usia lanjut untuk tenaga kesehatan.. Direktorat gizi masyarakat DJBKM. Depkes RI Buku ajar ilmu gizi.2003

17. Supariasa- I, Bakri B & Fajar I. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002

18. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta.2000

19. Depkes RI. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi Orang Indonesia.2004

(55)

21. Centers for Disease Control and Prevention. Strength training among adults aged >65 years – United States, 2001. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2004;53(2):25-8.

22. Jenkins CR, Dillman DA. Towards a theory of selfadministered questionnaire design. In: Lyberg LE, Biemer P, Collins M, DeLeeuw E, Dippo C, Schwarz N, et al. Survey measurement and process quality. New York (NY): John Wiley and Sons; 1997. p. 165-96.

23. Stewart AL, Verboncoeur CJ, McLellan BY, Gillis DE, Rush S, Mills KM, et al. Physical activity outcomes of CHAMPS II: a physical activity promotion program for older adults. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001;56(8):M465-70

24. Stewart AL, Mills KM, King AC, Haskell WL, Gillis D, Ritter PL. CHAMPS physical activity questionnaire for older adults: outcomes for interventions. Med Sci Sports Exerc 2001;33(7):1126-41.

25. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289(19): 2560-72.

26. Baruch L. Hypertension and the eldery: more than just blood pressure control. J Clin Hypertens 2004;6;249-55.

27. Body Mass Index [online]. Diakses tanggal 16 Desember 2011. Diunduh dari:

www.obesitas.web.id/bmi(i).html.

28. Rumus Mengukur Tinggi Lutut [online]. Diakses tanggal 16 Desember 2011. Diunduh dari:

Gambar

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap healthy aging (14)
Gambar 2. The determinants of active ageing (13)
Gambar 3. Spider model: the relationship between risk factors and degenerative

Referensi

Dokumen terkait

permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana persepsi masyarakat Kota Gorontalo terhadap budaya Huyula kaitannya dengan upaya pembangunan karakter bangsa?;

Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa jenis yang memiliki kelimpahan tertinggi ialah dari spesies Uca rosea yang menunjukkan dominansinya pada kawasan mangrove

Dari hasil penelitian kualitatif pelaksanaan program pembelajaran taman kanak-kanak program full day terhadap perbedaan motorik kasar dan bahasa lebih bermanfaat jika

Tabel 5.5 Uji Analisa Data Korelasi Spearmean Hubungan antara Pengetahuan Karyawan Terhadap Perilaku Pencegahan Gangguan Kesehatan Computer Vision Syndrome

Pondok Pesantren dan atau yang semisal (dayah, Surau, madrasah) adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara yang telah berperan aktif sebagai salah satu pusat

Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat tersebut dan demi terjaminnya kelancaran produksi, maka perusahaan harus berusaha agar produkti- vitas kerja

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel independen pemberdayaan keluarga dan peer group support, serta variabel dependen berupa tingkat kemandirian keluarga

Kegiatan wisata dapat menimbulkan masalah ekologis padahal keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama, oleh karena itu perencanaan dan penataan kawasan