• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERILAKU CARING 2.1.1 Teori Caring - Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Kankar Payudara di RSUP H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERILAKU CARING 2.1.1 Teori Caring - Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Kankar Payudara di RSUP H.Adam Malik Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERILAKU CARING 2.1.1 Teori Caring

Caring ialah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa dan mempunyai hubungan dengan sesama. Dalam

keperawatan, caring merupakan bentuk dasar praktik keperawatan yang membantu klien pulih dari sakitnya, memberikan penjelasan tentang

penyakitnya dan mengelola atau membangun kembali hubungan. Caring

memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat

mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya (Potter

& Perry 2009).

Caring menurut Watson (1985 dalam Kozier, 2010) merupakan inti dari keperawatan yang digambarkan dalam sebuah kesatuan nilai-nilai kemanusian

yang universal (kebaikan, kepedulian dan cinta terhadap diri sendiri dan orang

lain). Watson et al (2005 dalam Alligood & Tomey, 2006) mendefinisikan

caring sebagai moral ideal keperawatan yang dimiliki perawat dalam membina hubungan interpersonal dan nilai-nilai kemanusian. Miller (1995

dalam Kozier, 2010) mendefinisikan caring sebagai tindakan yang disengaja yang membawa rasa aman baik fisik maupun emosi serta keterkaitan yang

tulus dengan orang lain maupun sekelompok orang. Swanson (1991 dalam

(2)

tanggung jawab kepada pasien sehingga bermanfaat untuk meningkatkan

kesehatan dan kesejahteraan klien. Campbel (1984 dalam Morrison &

Burnard, 2008) mempersepsikan caring sebagai bentuk “cinta”, yang secara professional terikat oleh konvesi dan undang-undang. Griffin (1980, 1983

dalam Morrison & Burnard, 2008) membagi konsep caring dalam dua domain utama, yang pertama yaitu sikap dan emosi perawat dan selanjutnya

caring merupakan aktivitas perawat dalam melaksanakan fungsi keperawatannya.

Watson (1999 dalam Alligood & Tomey, 2006) menyatakan bahwa

caring merupakan hubungan antara dua individu yang unik yaitu perawat dan pasien. Tujuan caring ialah meningkatkan kualitas hubungan antara perawat dan pasien untuk mendukung proses penyembuhan. Tujuan dari dibentuknya

hubungan tersebut ialah melindungi, memelihara dan peningkatan martabat

pasien, serta terciptanya kondisi yang harmonis bagi perawat dan pasien. Bagi

pasien, pelaksanaan caring oleh perawat dapat meningkatkan pengetahuan, kontrol diri, perawatan diri sendiri dan mempercepat proses penyembuhan.

Tindakan caring meliputi komunikasi, tanggapan yang positif atau intervensi fisik oleh perawat (Kozier, 2010). Mayeroff (dalam Barbara 1981)

menyatakan bahwa tindakan caring terdiri dari pengetahuan, kemampuan memandang masalah dari sudut pandang yang berbeda, kesabaran, kejujuran,

kerendahan hati, harapan dan keberanian.

Menurut (Leininger 1984 dalam Kozier, 2010) caring bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi manusia yang menekankan pada

(3)

orang yang didasarkan pada metode bantuan yang telah ditentukan, didapat

dan disetujui oleh budaya dan kepercayaan. Perilaku caring meliputi kenyamanan, kasih sayang kepedulian, perilaku koping, empati, memudahkan,

memfasilitasi, tindakan konsultasi, tindakan pemeliharaan kesehatan, perilaku

menolong, cinta, perilaku protektif, berbagi, penurunan stress, bantuan,

sentuhan dan kepercayaan (Leininger 1984 dalam Kozier 2010).

Tindakan caring yang diberikan perawat didasarkan pada kebutuhan, masalah dan nilai-nilai pasien. Walaupun caring bersifat universal, namun penerapannya pada setiap klien sangat personal berdasarkan kebiasaan kultur

pasien, sehingga penting untuk perawat memahami kebiasan dan nilai-nilai

dari setiap pasien karena pengungkapan caring pada setiap pasien akan berbeda (Leinenger, 1988 dalam Potter & Perry, 2009). Pelaksanaan caring

bisa terkendala atau bahkan tidak terlihat jika hubungan antara perawat dan

klien didasari penghargaan, perhatian dan dukungan (Potter & Perry 2009).

Watson, (Tomey, 1994) mengungkapkan tujuh asumsi utama tentang

caring dalam keperawatan yaitu :

a. Caring hanya akan efektif jika diperlihatkan dan dilaksanakan melalui hubungan interpersonal

b. Caring terdiri dari sepuluh carative factor sebagai hasil dari kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan manusia

c. Caring yang efektif dapat meningkatkan perkembangan kesehatan individu ataupun keluarga

(4)

e. Lingkungan yang caring sangat potensial untuk mendukung individu memilih tindakan yang baik untuk dirinya

f. Caring lebih kompleks daripada curing. Praktik caring

mengintegrasikan pengetahuan bio-fisik dan pengetahuan tentang

perilaku individu untuk meningkatkan derajat kesehatan dan

memberikan pertolongan bagi orang yang sakit

g. Praktik caring merupakan inti dari keperawatan.

2.2.2 Perilaku Caring

Watson (1985 dalam Tomey, 1994) mengidentifikasi sepuluh carative faktor sebagai pondasi dan kerangka kerja dalam praktik keperawatan. Dalam setiap komponen menjelaskan hubungan yang dilakukan antara perawat

dengan pasien. Sepuluh carative factor tersebut adalah: a. Membentuk nilai Humanistik-Altruistik

Pembentukan sistem nilai humainistik-altruistik dibangun dari pengalaman hidup, belajar dan juga dapat ditingkatkan selama masa

pendidikan perawat. Humanistik-Altruistik dapat didefinisikan sebagai kepuasan dalam memberi yang berasal dari dalam diri

sendiri (Marriner & Tomey, 1994). Sikap perawat yang

mencerminkan nilai Humanistik-Altruistik ialah perawat memberikan kebaikan dan kasih sayang serta membuka diri untuk melakukan

tindakan terapi dengan klien (Potter & Perry, 2009).

b. Menciptakan kepercayaan dan harapan

Menggambarkan peran perawat dalam meningkatkan hubungan

(5)

kesehatan dan menolong pasien beradaptasi dengan keadaan sehat

sakit. Faktor ini merupakan gabungan dari nilai humanistic-altruistik

dalam memfasilitasi promosi kesehatan melalui pemberian asuhan

keperawatan secara holistik (Tomey, 1994). Perawat harus mampu

menjalin hubungan yang baik dengan pasien, memperoleh informasi

pasien yang dibutuhkan selama merawat pasien, dan perawat harus

mampu mendorong pasien untuk menemukan harapan (Alligood &

Tomey, 2006)

c. Meningkatkan rasa sensitif pada diri sendiri dan orang lain

Perawat belajar meningkatkan kepekaan sehingga perawat bisa

menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain. Adanya rasa

sensitif dalam diri perawat, membuat perawat lebih ikhlas, lebih

peka terhadap orang lain, dan tampil apa adanya (Tomey, 1994).

Perawat harus paham tentang kebutuhan psikologis dan spiritual

klien, meningkatkan rasa kepekaan sehingga mampu menemukan

cara untuk menunjukkan caring pada klien (Alligood & Tomey, 2006).

d. Membangun hubungan saling percaya dan membantu

Membangun hubungan saling percaya dan membantu antara perawat

dan pasien sangat penting dalam pelaksanaan caring. Hubungan saling percaya dapat meningkatkan penerimaan terhadap ekspresi

negatif dan positif (Tomey, 1994). Untuk membangun hubungan

(6)

sikap empati, bersikap hangat, dan dapat melaksanakan komunikasi

terapuetik dengan baik (Potter & Perry, 2009).

e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif

Perawat harus mempersiapkan diri untuk menerima ekspresi

perasaan negatif ataupun positif dari pasien. Dalam berhubungan

dengan pasien, perawat harus mampu menunjukkan kesiapan

mengambil resiko saat berbagi dengan pasien (Potter & Perry 2009).

Hal yang dapat perawat lakukan misalnya memahami setiap ekspresi

kekhawatiran klien, cara klien menunjukkan rasa sakitnya, nilai atau

budaya yang dimiliki klien berhubungan dengan penyakitnya

(Alligood & Tomey, 2006).

f. Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam

mengambil keputusan

Perawat menerapkan proses keperawatan secara sistematis, membuat

keputusan pemecahan masalah secara ilmiah dalam

menyelanggarakan pelayanan yang berfokus pada klien (Potter &

Perry 2009). Perawat harus memahami bahwa setiap individu adalah

unik dan situasi dalam menghadapi penyakit berbeda-beda, sehingga

dalam menerapkan metode pemecahan masalah perawat harus

mampu menyesuaikan teori keperawatan dengan setiap orang dan

situasi yang dihadapi (Alligood & Tomey, 2006).

g. Peningkatan pembelajaran interpersonal

Hal ini merupakan konsep penting yang membedakan antara caring

(7)

proses belajar-mengajar yang diciptakan agar klien dapat

meningkatkan kemandiriannya, memenuhi kenutuhan secara mandiri

dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien

(Tomey, 1994).

h. Menyediakan dukungan, perlindungan dan/atau perbaikan suasana

mental, fisik, sosial dan spiritual

Perawat harus menyadari lingkungan internal dan eksternal

berpengaruh terhadap kondisi sehat-sakit klien. Lingkungan internal

meliputi keadaan mental dan spiritual, keadaan sosiokultural, dan

kepercayaan individu. Sedangkan lingkungan eksternal ialah

kenyamanan, privasi, keamanan, kebersihan, lingkungan yang

astetik. Sehingga perawat harus mampu membuat pemulihan suasana

fisik dan non fisik serta menciptakan kebersamaan, keindahan,

kenyamanan (Tomey, 1994).

i. Memberi bantuan dalam memenuhi kebutuhan manusia

Perawat membantu memenuhi kebutuhan dasar klien meliputi

kebutuhan biofisik, psikofisik, psikososial, dan kebutuhan

intrapersonal klien dengan sepenuh hati. Pemenuhan kebutuhan yang

paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang

selanjutnya (Tomey, 1994).

j. Mengijinkan terjadinya kekuatan-kekuatan fenomenologis-

eksistensial

Fenomenologis diuraiakan sebagai suatu keadaan langsung yang

(8)

Watson mempertimbangkan bahwa faktor ini memang sulit untuk

dimengerti. Namun hal ini akan membawa perawat untuk memahami

dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga perawat dapat membantu

seseorang untuk memahami kehidupan dan kematian dengan

melibatkan kekuatan spiritual (Tomey, 1994).

Tujuan dari pelaksanaan cartive factor oleh perawat ialah memfasilitasi klien untuk meningkatkan kesehatan dengan upaya pencegahan penyakit

dengan cara mengajarkan klien meningkatkan kesehatannya, menyediakan

dukungan lingkungan, mengajarkan metode penyelesaian masalah, dan

membantu melakukan koping dan adaptasi terhadap kehilangan (Tomey,

1994).

2.2 KANKER PAYUDARA

2.2.1 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara.

Jaringan payudara terdiri dari kelnjar susu (pembuat air susu), saluran kelenjar

(saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara

menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah menjadi abnormal dan

bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2005).

2.2.2 Penyebab kanker Payudara

Penyebab spesifik kanker payudara sampai saat ini belum diketahui,

namun faktor genetik dan hormonal diketahui dapat menunjang terjadinya

kanker payudara. Faktor resiko penyebab kanker payudara meliputi: Riwayat

pribadi tentang kanker payudara, wanita yang memiliki keluarga dengan

(9)

dini sebelum usia 12 tahun, nulipara atau usia maternal saat kelahiran anak

pertama lebih dari 30 tahun diketahui mempunyai resiko dua kali lipat

mengalami kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai

anak pertama sebelum usia 20 tahun, Manopause setelah usia 50 tahun, wanita

yang mempunyai riwayat penyakit payudara jinak, Pemajanan terhadap radiasi

setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun dan wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.3 Gambaran Klinis Kanker Payudara

Selama ini penderita kanker payudara mengetahui bahwa dirinya terserang

kanker payudara setelah timbul rasa nyeri atau sakit pada payudara. Penderita

yang mengalami kondisi seperti demikian sebenarnya sudah terserang kanker

payudara stadium lanjut. Penderita kanker payudara pada stadium awal tidak

merasakan adanya nyeri atau sakit pada bagian payudara (Mardiana, 2005)

Gambaran klinis pada kanker payudara meliputi gejala awal, gejala

pernyebaran lokal atau regional dan gejala yang menunjukkan bukti

metastasis. Gejala awal yang terjadi ialah adanya teraba masa (terutama jika

keras, irregular, tidak nyeri tekan) atau penebalan pada payudara, rabas puting

payudara unilateral yang persisten yang mempunyai karakter serosanguinosa

dan mengandung darah, retraksi atau inverse puting susu, perubahan ukuran serta tekstur payudara dan bentuk payudara menjadi tidak simetris, pengerutan

atau pelekukan kulit disekitarnya, dan kulit yang bersisik disekeliling putting

susu. Gejala penyebaran lokal meliputi kemerahan dan ulserasi edema atau

(10)

metastasis maka terlihat pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan

servikal, hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura,

peningkatan alkali fosfatase dan kalsium, pindai tulang positif dan/ atau nyeri

tulang berkaitan dengan penyebaran ke tulang dan tes fungsi hati abnormal

(Otto & Shirley, 2003)

2.2.4 Tipe Kanker Payudara

Kanker payudara dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :

a. Karsinoma duktus menginfiltrasi

Tipe histology yang paling umum dan merupakan 75% dari semua jenis

kanker payudara. Saat diraba payudara terasa keras dan kanker ini bisa

bermetastasis ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk dari tipe kanker

yang lain.

b. Karsinoma lobular menginfiltrasi

Kasusnya jarang terjadi, sekitar 5-10% dari kasus kanker payudara. Pada

tipe ini terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara.

Tipe ini lebih umum metasentris, dengan demikian dapat terjadi penebalan

pada beberapa area pada salah satu atau kedua payudara

c. Karsinoma medular

Tipe tumor ini dapat menjadi besar namun meluas secara lambat, sehingga

prognosisnya lebih baik.

d. Kanker Musinus

Terjadi sekitar 3% pada kanker payudara. Penghasil lendir dan tumbuh

dengan lambat, sehingga prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan

(11)

e. Karsinoma duktal tubular

Karsinoma duktal tubular terjadi sekitar 2% dari kanker payudara.

Metastasis aksilaris secara histology tidak lazim, maka prognosisnya

sangat baik

f. Karsinoma Inflamatori

Gejala yang muncul berupa nyeri tekan dan sangat nyeri. Payudara secara

abnormal keras dan membesar, kulit diatas tumor merah dan agak hitam.

Sering terjadi edema dan retraksi putting susu. Penyakit dapat menyebar

dengan cepat pada bagian tubuh yang lainnya.

g. Penyakit Piaget Payudara

Penyakit Piaget merupakan tipe kanker payudara yang jarang terjadi. Gejala yang sering muncul ialah rasa terbakar dan gatal pada payudara.

Massa tumor sering tidak dapat diraba di bagian putting susu yang

merupakan tempat penyakit ini muncul. Mammografi merupakan

satu-satunya peemeriksaan diagnostic yang dapat mendeteksi tumor

h. Karsinoma Payudara In Situ

Karsinoma Payudara In Situ dapat dideteksi dengan mammografi. Penyakit ini ditandai dengan poliferasi sel-sel malignan didalam duktus dan lobulus

tanpa invasi ke dalam jaringan sekitar

(Smeltzer & Bare, 2002)

2.2.5 Pentahapan Kanker Payudara

Faktor prognostik terpenting untuk kanker payudara adalah ukuran tumor

primer, metastasis ke kelenjar getah bening, dan adanya lesi ditempat jauh. Faktor

(12)

gambaran peradangan. Sistem penentuan stadium yang sering digunakan telah

dirancang oleh American Join Committee on Cancer Staging dan International Union Againts Cancer. Penentuan stadium terbagi menjadi :

Stadium 0 : Ductal Carsinoma In Situ atau karsinoma tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules)

susu pada payudara.

Stadium I : Karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau kurang serta

kelenjar getah bening negatif

Stadium IIA : Karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai

dengan metastasis ke kelenjar getah bening, atau karsinoma

invaasif lebih dari 2cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar

getah bening negatif

Stadium IIB : Karsinoma invasive dengan diameter lebih dari 2 cm, tetapi

kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau

karsinoma invasive berukuran kurang dari 5cm tanpa keterlibatan

kelenjar getah bening

Stadium IIIA : Karsinoma invasive berukuran berapa pun dengan kelenjar getah

bening terfiksasi atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari

5cm dengan kelenjar getah bening nonfiksasi

Stadium IIIB : Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada,

kulit, nodus kulit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke

kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral

(13)

2.2.6 Pengobatan kanker Payudara

Pengobatan untuk penyakit kanker payudara terdiri dari pengobatan lokal

dan pengobatan sistemik (Smeltzer & Bare, 2001). Pengobatan lokal bertujuan

untuk menyingkirkan adanya kanker lokal yang meliputi tindakan pembedahan

dan terapi radiasi. Pengobatan sistemik meliputi penggunaan kemoterapi dan

terapi hormonal yang dilakukan pada pasien dengan penyebaran kelenjar getah

bening aksila, prognosis buruk pada penyakit tanpa kelenjar yang terkena,

penyakit lokal-regional yang telah berkembang jauh, metastasis yang sudah jauh

(Otto & Shirley, 2003).

Pada pengobatan lokal, tindakan pembedahan dipilih berdasarkan tahapan

penyakit, temuan pada mamografi (pembuktian adanya sel kanker pada daerah

lain pada payudara yang terpisah dari tumor primer), lokasi tumor, ukuran dan

bentuk payudara dan pilihan pasien. Jenis-jenis pembedahan yang dapat dilakukan

pada kanker payudara ialah : Lupektomi (Tumorektomi) yaitu Pengangkatan

hanya pada tumor saja, Eksisi luar (reseksi terbatas, matektomi parsial) yaitu

pengangkatan tumor dengan batas jaringan payudara normal yang jelas,

kuadranektomi yaitu pembedahan untuk melakukan pengangkatan seluruh

kuadaran payudara yang mengandung tumor bersama kulit dan tepi otot pektoralis

mayor, Masektomi totalis yang merupakan pengangkatan seluruh jaringan

payudara, kelenjar getah bening diaksila dan dinding toraks tidak diangkat, dan

Masektomi radikal modifikasi yang merupakan pengangkatan seluruh payudara

bersama kelenjar getah bening aksila dan tepi otot pektoralis mayor (Otto &

Shirley, 2003). Setelah tindakan pembedahan, dilakukan terapi radiasi yang

(14)

residual. Efek samping dari radiasi berupa reaksi kulit ringan sampai sedang dan

keletihan yang bersifat sementara. Keletihan yang terjadi akibat radiasi biasanya

dimulai sekitar 2 minggu setelah pengobatan dan berlangsung beberapa minggu

setelah pengobatan (Smeltzer & Bare, 2002).

Pengobatan sistemik dengan penggunaan kemoterapi secara umum

dilakukan setelah masektomi. Penatalaksanaan kemoterapi bertujuan untuk

meningkatkan penghancuran sel tumor dan untuk meminimalkan resistensi

terhadap medikasi. Kemoterapi dilakukan dengan menggabungkan preparat

kemoterapeutik yaitu cytoxan (C), methotrexate (M), fluorouracil (F), dan

adriamycin (A). Efek samping dari kemoterapi ialah mual, muntah, perubahan

rasa kecap, rambut rontok, dermatitis, keletihan, mukositis dan depresi sumsum

tulang belakang. Selain kemoterapi, terdapat terapi hormonal yang didasarkan

pada indeks reseptor estrogen dan progesterone yang diturunkan dari pemeriksaan

uji jaringan tumor. Jaringan payudara normal memiliki reseptor untuk estrogen.

Namun, hanya sepertiga dari kanker payudara yang tergantung pada estrogen, atau

ER (+). Uji ER (+) menunjukkan bahwa pertumbuhan tumor bergantung pada

suplai estrogen. Sehingga penggunaan preparat pada terapi hormonal bertujuan

untuk mengurangi pembentukan hormone estrogen untuk membatasi kemajuan

penyakit (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3 KONSEP KECEMASAN 2.3.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang dan

merupakan perasaan yang tidak pasti, dimana objek yang menimbulkan

(15)

dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart & Sundeen, 1998). Kecemasan

merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi

dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan menentu

dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon emosi tanpa objek yang

spesifik yang secara subjektif dan dialami oleh makhluk hidup tanpa dapat

diobservasi secara langsung (Suliswati dkk, 2005). Kecemasan merupakan

suatu kondisi yang meliputi kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan dan

perasaan putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman antisipasi

yang tidak dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri atau hubungan yang

bermakna (Kozier, 2010)

2.3.2 Etiologi Kecemasan

Menurut Stuart & Sundeen (1998) mengembangkan beberapa teori yang

menjelaskan penyebab terjadinya kecemasan yaitu (a) Teori psikoanalisis

yang menjelaskan kecemasan terjadi akibat konflik dari elemen kepribadian

yaitu id yang mewakili dorongan insting dan impuls primitif dengan super ego yang mencerminkan hati nurani yang dikendalikan oleh budaya. (b)Teori

interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul akibat dari

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. (c) Teori Perilaku yang

menyatakan bahwa kecemasan adalah hasil dari segala sesuatu yang

mengganggu individu untuk mencapai tujuan. (d) Kajian Keluarga

menunjukkan bahwa kecemasan biasabya terjadi dalam keluarga. (e) Kajian

(16)

benzodiazepine yang berperan penting secara biologis dalam terjadinya

kecemasan.

Kecemasan dapat juga terjadi akibat adanaya faktor pencetus yang berasal

dari dalam diri sendiri (faktor internal), dan dari luar diri (faktor eksternal).

Secara umum faktor pencetus dikelompokkan menjadi dua yaitu ancaman

terhadap integritas fisik yang mencakup disabilitas fisiologis atau penurunan kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan Ancaman terhadap

sistem diri yang dapat membahayakan indentitas diri, harga diri dan fungsi

sosial yang terintegrasi pada individu (Stuart & Sundeen, 1998)

2.3.3 Tingkat Kecemasan

Peplau (1963 dalam Stuart & Sundeen, 1998) mengidentifikasikan

kecemasan menjadi empat tingkatan berdasarkan respon individu dalam

menghadapi kondisi yang ada dalam diri dan lingkungannya menjadi cemas

ringan, cemas sedang, cemas berat dan panik.

Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari yang dapat menyebabkan seseorang menjadi waspada dan lahan

persepsinya menjadi meningkat (Stuart & Sundeen, 1998). Cemas ringan

dapat meningkatkan motrivasi dan kreativitas selain itu membuat seseorang

menjadi lebih waspada. Respon dari cemas ringan ialah bernafas pendek, nadi

dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir

bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang dan tremor halus pada tangan

(17)

Cemas sedang membuat seseorang fokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan hal yang lain. Seseorang mengalami perhatian yang

selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah (Stuart &

Sundeen, 1998). Respon cemas sedang ialah sering nafas pendek, nadi dan

tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapangan pandang menyempit, banyak bicara dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak

(Tarwoto 2004)

Cemas berat membuat lahan persepsi seseorang menjadi lebih sempit, dan

seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang lebih terinci dan

spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Seseorang dengan

cemas berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada

suatu daerah lain (Stuart & Sundeen, 1998). Respon kecemasan berat ialah

nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,

penglihatan kabur, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu

menyelesaikan masalah, blocking, dan perasaan terhadap ancaman meningkat (Tarwoto 2004)

Panik,tingkatan ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.

Pada tahap ini lahan persepsi sudah sangat terganggu sehingga individu tidak

dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apapun walaupun

dengan bimbingan dan pengarahan oleh orang lain. Pada saat panik terjadi

peningkatan aktivitas motorik dan penurunan kemampuan berhubungan

dengan orang lain serta kehilangan pemikiran yang rasional (Stuart &

Sundeen, 1998). Respon panik ialah nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,

(18)

Rentang Respon Ansietas

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali dan persepsi kacau (Stuart & Sudeen, 1998)

Skema 2.3.3 Rentang Respon Kecemasan menurut Stuart & Sudden (1998)

2.3.4 Kecemasan Pada Penderita Kanker Payudara

Payudara adalah salah satu ciri seks sekunder yang mempunyai arti

penting bagi wanita, bukan hanya sebagai identitas namun juga mempunyai

nilai tersendiri dari segi biologik, psikologik, psikososial dan psikoseksual

(Hawari, 2004). Saat wanita mengetahui bahwa dirinya terkena kanker

payudara, munculnya gangguan kejiwaan seperti depresi dan kecemasan

adalah umum. Jika gangguan kecemasan tidak ditangani dapat menyebabkan

perilaku kepatuhan pengobatan yang buruk, bertambahnya waktu rawat inap

dirumah sakit dan menurunnya kualitas hidup pasien. Kecemasan yang

berkepanjangan pada penderita kanker payudara juga menyebabkan dampak

yang buruk bagi kesehatan pasien. Kecemasan menyebabkan terjadinya

gangguan fisiologis dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun dan

sangat terlihat pada penderita kanker payudara yang sudah tua. Konsekuensi

patologis yang dapat dilihat akibat kecemasan ialah sakit kepala sebelah

(19)

berkepanjangan mempengaruhi perilaku kesehatan pasien menjadi lebih buruk

diantaranya adalah konsumsi makanan yang tinggi lemak, dan peningkatan

konsumsi alkohol (Pederson et al, 2010).

2.3.5.1 Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada pasien kanker payudara

Kecemasan pada pasien kanker payudara berlangsung sepanjang penyakit

tersebut diderita. Ekspresi kecemasan yang ditunjukkan oleh pasien kanker

payudara berhubungan dengan perawatan yang tidak tuntas, kesulitan untuk

mengerti informasi dan kesalahan dalam perencanaan pengobatan (Pedersen et

al, 2010).

Kecemasan pada pasien kanker payudara adalah respon umum yang terjadi

dan dapat dihubungkan dengan usia yang lebih muda, tidak ada riwayat

penanganan psikologis dan kurangnya dukungan sosial. Kualitas dukungan

sosial yang baik diprediksi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker

payudara sehingga status kesehatannya menjadi lebih baik (Burgess et al,

2005). Dukungan sosial terutama dukungan emosional dari keluarga dan

anak-anak yang diberikan pada pasien kanker dapat membantu menurunkan

kecemasan yang dialami. Kurangnya dukungan keluarga pada pasien yang

sudah bercerai ataupun janda menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki dukungan dari keluarga

(Bulotiene et al, 2008)

Selain itu, kecemasan juga umum terjadi pada pengobatan kanker

payudara. Tindakan pengobatan yang berbeda, maka intensitas dan

(20)

pengobatan dengan operasi pengangkatan payudara (masektomi) biasanya

kecemasan dikarenakan pasien akan kehilangan organ payudara nya yang

berfungsi bukan hanya sebagai organ penyusu bagi bayinya namun juga

sebagai daya tarik (attractiveness). Pengangkatan payudara mengakibatkan perasaan kecewa, rasa malu bagi wanita, terjadinya gangguan fungsi seksual,

dan terganggunya fungsi sosial (Hawari, 2005). Penelitian yang dilakukan

oleh Lim (2011) tentang kecemasan pada penderita kanker yang mengalami

pengobatan ditemukan hasil bahwa pengobatan dengan kemoterapi

menunjukkan banyak gejala kecemasan diantara pengobatan dengan

radioterapi dan pembedahan, dan kecemasan tertinggi terjadi sebelum infuse

pertama kemoterapi. Hal ini terjadi akibat efek samping yang dirasakan pada

pengobatan kemoterapi. Ketakutan terhadap jarum infuse juga merupakan

penyebab kecemasan pada pasien kanker payudara yang dikemoterapi.

Sedangkan untuk pengobatan kanker payudara dengan radioterapi tidak

menyebabkan kecemasan yang berarti. Dalam menjalani pengobatan, masalah

finansial juga merupakan hal yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada

pasien kanker payudara (Hawari, 2005).

Pada penderita kanker stadium lanjut, ancaman kematian merupakan

masalah yang cukup serius. Saat penderita kanker payudara mengetahui

bahwa kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium lanjut, terdapat tiga

fase reaksi emosional. Fase pertama penderita akan merasakan syok mental,

reaksi kedua penderita diliputi rasa takut dan depresi namun cepat berlalu dan

(21)

pendekatan psikoterapeutik seperti keramahan, penuh pengertian, simpatik,

menyediakan waktu untuk berbagi lebih dirasakan sebagai pengobatan

Referensi

Dokumen terkait

Definisi operasional pada penelitian mengenai keefektifan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan menulis teks eksposisi dan kemampuan

Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan sedang (r = -0.427; p = 0.002) dan terdapat pengaruh negatif antara self efficacy dan tingkat stres tugas akhir mahasiswa D IV Bidan

S : Jika Anda SERING melakukan hal seperti yang ada pada pernyataan.. J : Jika Anda JARANG melakukan hal seperti yang ada

Skripsi yang berjudul: Analisis Penegakan Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang; (Studi Kasus Putusan Nomor: 1273lPid.Sus/2015/PN.Jkt. Tim.)ini

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Art Shop Borobudur Silver memiliki jaminan bahwa karyawan mereka bersikap sopan terhadap konsumen, Hal ini sesuai dengan

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode pengumpulan data, yaitu: (1) metode observasi dilakukan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah

Stadia sungai dan stadia daerah pada satuan geomorfologi ini adalah stadia dewasa hingga tua (Nugroho, 2004) yang dicirikan dengan tidak adanya

internet maupun pendapat-pendapat terkait dengan materi yang akan diteliti. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang. perolehan