• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan komposit magnet oksida besi-karbon aktif sebagai adsorben Cs dan Sr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan komposit magnet oksida besi-karbon aktif sebagai adsorben Cs dan Sr"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANIS ARIYANI. Pembuatan Komposit Magnet Oksida Besi-Karbon Aktif sebagai

Adsorben Cs dan Sr. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan ADEL FISLI.

Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif telah dibuat

menggunakan metode kopresipitasi pada suhu 70

o

C. Nisbah oksida besi-karbon aktif

yang digunakan 1:1, 1:2, dan 1:3. Komposit magnet dibuat untuk mendapatkan bahan

penjerap yang dapat merespons medan magnet sehingga dapat dipisahkan dari medium

berair melalui teknik pemisahan magnet sederhana. Hasil karakterisasi menggunakan

difraksi sinar-X menunjukkan kesamaan puncak difraksi oksida besi dan komposit

magnet dengan puncak khas basis data program PCDFWIN nomor arsip 11-0614 yang

merupakan oksida besi dari fase magnetit (Fe

3

O

4

). Nilai magnetisasi hasil pengukuran

magnetometri getar cuplikan pada sampel oksida besi dan komposit magnet yang dibuat

berturut-turut sebesar 76.59, 25.6, 18.9, serta 11 emu/g. Penurunan nilai magnetisasi

disebabkan oleh jumlah fraksi oksida besi yang semakin berkurang. Pencirian

menggunakan mikroskop elektron payaran memperlihatkan bentuk partikel kecil dari

oksida besi. Mikrostruktur karbon aktif berupa pori-pori besar, sedangkan pada komposit

magnet terlihat partikel kecil oksida besi yang menutupi dan mengelilingi pori-pori

karbon aktif. Pengukuran luas permukaan menggunakan alat Brunauer, Emmett, dan

Teller menunjukkan penurunan luas permukaan pada karbon aktif yang telah terkomposit

oksida besi. Uji adsorpsi memperlihatkan kapasitas penjerapan Cs dan Sr terbesar terjadi

pada jumlah adsorben 0.0125 g dan konsentrasi awal 200 ppm. Keadaan pH optimum

penjerapan Cs terjadi pada pH 7, sedangkan penjerapan Sr lebih rendah, yaitu pada pH 6.

ABSTRACT

ANIS ARIYANI. Preparation of Iron Oxide-Activated Carbon Magnetic Composite as

Adsorbent for Cs and Sr. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and ADEL

FISLI.

(2)

PENDAHULUAN

Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan pada bidang penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan lain-lain. Pemanfaatan teknologi nuklir dapat meningkatan kesejahteraan dan kemakmuran manusia, tetapi terdapat pula potensi bahaya radiasi terhadap lingkungan hidup. Bahaya radiasi tersebut berasal dari limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan industri nuklir (Suryantoro 2006). Sesium dan strontium merupakanradionuklida hasil fisi bahan bakar yang dominan dalam limbah nuklir dan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan Cs dan Sr yang bersifat radioaktif memiliki waktu paruh relatif panjang, yaitu 30 tahun (137Cs) dan 29.1

tahun (90Sr) (Khan et al. 1995). Radionuklida

tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan melalui media udara, air, dan tanah (Tjahaja dan Sukmabuana 2008).

Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mencegah kontaminasi lingkungan oleh kedua radionuklida tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan material penjerap atau adsorben karbon aktif. Penelitian dengan karbon aktif untuk menjerap Cs dan Sr telah dilakukan oleh Alarifi dan Hanafi (2010), serta oleh Chegrouche et al. (2009), yang

menjerap Sr di dalam medium berair. Kedua penelitian di atas menyimpulkan bahwa Cs dan Sr dapat terjerap dengan baik pada karbon aktif karena adanya gugus karbonil pada sisi aktif karbon aktif. Namun, penjerapan pada kedua penelitian di atas menggunakan metode tumpak sehingga diperlukan penyaringan untuk memisahkan karbon aktif dengan larutan adsorbat. Penyaringan tersebut membutuhkan waktu lama dan diperlukan penyaring yang dapat menahan seluruh ukuran karbon aktif, sehingga diperlukan modifikasi terhadap karbon aktif, yaitu dengan mengompositkan partikel magnet oksida besi. Magnetit atau Fe3O4 merupakan salah satu

fase oksida besi yang memiliki sifat magnet terbesar di antara fase-fase lainnya (Sulungbudi et al. 2006) sehingga karbon

aktif yang telah terkomposit magnetit dapat merespons medan magnet dan akan memudahkan proses pemisahannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oliveira et al. (2002), membuat komposit magnet oksida

besi-karbon aktif sebagai adsorben berbagai kontaminan, danCastro et al. (2009) membuat

komposit karbon aktif-oksida besi sebagai

adsorben atrazin di dalam medium berair. Secara umum, terjadi penurunan luas permukaan yang mengakibatkan penurunan kapasitas penjerapan pada komposit karbon aktif-oksida besi. Namun, hal ini diimbangi dengan kemudahan pada proses pemisahan, yaitu dengan memanfaatkan sifat magnet dari komposit karbon aktif-oksida besi.

Penelitian ini bertujuan membuat komposit magnet oksida besi-karbon aktif sehingga didapat komposit yang memiliki dua sifat dari material penyusunnya, yaitu kemampuan menjerap yang baik dari karbon aktif dan kemampuan merespons medan magnet dari oksida besi sehingga akan memudahkan proses pemisahan karbon aktif di dalam medium berair. Selanjutnya, pencirian komposit dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, yaitu difraksi sinar-X (XRD) untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk, nilai magnetisasi dengan magnetometri getar cuplikan (VSM), alat Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan, serta mikroskop elektron payaran (SEM) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan komposit.

Uji penjerapan dilakukan untuk melihat pengaruh penjerapan komposit magnet oksida besi-karbon aktif terhadap Csdan Srdengan menggunakan metode tumpak. Parameter yang digunakan dalam uji adsorpsi ini adalah ragam jumlah adsorben, ragam pH larutan, dan ragam konsentrasi awal kation Cs serta Sr. Konsentrasi Cs dan Sr yang tersisa di dalam larutan setelah penjerapan berlangsung ditentukan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS).

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon Aktif

Arang atau karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang dengan aktivasi secara fisik menggunakan CO2 atau uap air, atau secara

kimia mengggunakan bahan kimia untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300 dan 3500 m2/g. Oleh karena itu, karbon

(3)

PENDAHULUAN

Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan pada bidang penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan lain-lain. Pemanfaatan teknologi nuklir dapat meningkatan kesejahteraan dan kemakmuran manusia, tetapi terdapat pula potensi bahaya radiasi terhadap lingkungan hidup. Bahaya radiasi tersebut berasal dari limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan industri nuklir (Suryantoro 2006). Sesium dan strontium merupakanradionuklida hasil fisi bahan bakar yang dominan dalam limbah nuklir dan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan Cs dan Sr yang bersifat radioaktif memiliki waktu paruh relatif panjang, yaitu 30 tahun (137Cs) dan 29.1

tahun (90Sr) (Khan et al. 1995). Radionuklida

tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan melalui media udara, air, dan tanah (Tjahaja dan Sukmabuana 2008).

Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mencegah kontaminasi lingkungan oleh kedua radionuklida tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan material penjerap atau adsorben karbon aktif. Penelitian dengan karbon aktif untuk menjerap Cs dan Sr telah dilakukan oleh Alarifi dan Hanafi (2010), serta oleh Chegrouche et al. (2009), yang

menjerap Sr di dalam medium berair. Kedua penelitian di atas menyimpulkan bahwa Cs dan Sr dapat terjerap dengan baik pada karbon aktif karena adanya gugus karbonil pada sisi aktif karbon aktif. Namun, penjerapan pada kedua penelitian di atas menggunakan metode tumpak sehingga diperlukan penyaringan untuk memisahkan karbon aktif dengan larutan adsorbat. Penyaringan tersebut membutuhkan waktu lama dan diperlukan penyaring yang dapat menahan seluruh ukuran karbon aktif, sehingga diperlukan modifikasi terhadap karbon aktif, yaitu dengan mengompositkan partikel magnet oksida besi. Magnetit atau Fe3O4 merupakan salah satu

fase oksida besi yang memiliki sifat magnet terbesar di antara fase-fase lainnya (Sulungbudi et al. 2006) sehingga karbon

aktif yang telah terkomposit magnetit dapat merespons medan magnet dan akan memudahkan proses pemisahannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oliveira et al. (2002), membuat komposit magnet oksida

besi-karbon aktif sebagai adsorben berbagai kontaminan, danCastro et al. (2009) membuat

komposit karbon aktif-oksida besi sebagai

adsorben atrazin di dalam medium berair. Secara umum, terjadi penurunan luas permukaan yang mengakibatkan penurunan kapasitas penjerapan pada komposit karbon aktif-oksida besi. Namun, hal ini diimbangi dengan kemudahan pada proses pemisahan, yaitu dengan memanfaatkan sifat magnet dari komposit karbon aktif-oksida besi.

Penelitian ini bertujuan membuat komposit magnet oksida besi-karbon aktif sehingga didapat komposit yang memiliki dua sifat dari material penyusunnya, yaitu kemampuan menjerap yang baik dari karbon aktif dan kemampuan merespons medan magnet dari oksida besi sehingga akan memudahkan proses pemisahan karbon aktif di dalam medium berair. Selanjutnya, pencirian komposit dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, yaitu difraksi sinar-X (XRD) untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk, nilai magnetisasi dengan magnetometri getar cuplikan (VSM), alat Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan, serta mikroskop elektron payaran (SEM) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan komposit.

Uji penjerapan dilakukan untuk melihat pengaruh penjerapan komposit magnet oksida besi-karbon aktif terhadap Csdan Srdengan menggunakan metode tumpak. Parameter yang digunakan dalam uji adsorpsi ini adalah ragam jumlah adsorben, ragam pH larutan, dan ragam konsentrasi awal kation Cs serta Sr. Konsentrasi Cs dan Sr yang tersisa di dalam larutan setelah penjerapan berlangsung ditentukan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS).

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon Aktif

Arang atau karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang dengan aktivasi secara fisik menggunakan CO2 atau uap air, atau secara

kimia mengggunakan bahan kimia untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300 dan 3500 m2/g. Oleh karena itu, karbon

(4)

2

Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menjerap apa saja yang kontak dengannya, terutama logam berat. Logam yang dijerap akan melekat pada permukaan karbon aktif secara fisik (ikatan van der Waals) maupun secara kimia (ikatan kovalen atau ikatan ionik). Selain itu, karbon aktif memiliki jaringan berpori yang sangat luas dan dapat berubah-ubah bentuk sehingga dapat menerima molekul pengotor berukuran besar maupun kecil (Arifin 2008).

Karbon aktif dibedakan menjadi dua macam, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai penjerap uap. Karbon aktif sebagai pemucat berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai

1000 Ǻ, digunakan dalam fase cair, berfungsi

sebagai pemindah zat-zat pengganggu yang dapat menyebabkan warna dan bau, serta dapat diperoleh dari bahan baku serbuk gergaji dan ampas pembuatan kertas. Sementara, karbon aktif sebagai penjerap uap berbentuk granul, sangat keras, berdiameter 10–200 Ǻ, berpori halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, sebagai katalis, untuk memisahkan dan memurnikan gas, serta dapat diperoleh dari bahan baku tempurung kelapa, tulang, batu bata, dan bahan-bahan yang memiliki struktur keras.

Oksida Besi

Oksida besi termasuk salah satu mineral dalam tanah. Mineral-mineral oksida besi bersifat amfoter dan memiliki daya serap yang tinggi (Notodarmojo 2005). Oksida besi memiliki empat fase yaitu magnetit (Fe3O4),

magemit ( -Fe2O3), hematit (α-Fe2O3), dan

geotit (FeO(OH)). Hanya magnetit dan magemit yang bersifat magnet (Gong et al.

2009).

Hematit merupakan mineral berwarna merah yang terdapat dalam jumlah banyak pada batuan dan tanah (Teja dan Koh 2009). Mineral ini dapat bersifat antiferomagnetik pada suhu di bawah -10 oC (Hadi 2009). Tipe

oksida besi yang lain, yaitu geotit, memiliki ciri fisik berwarna kuning kecokelatan dan juga bersifat antiferomagnetik.

Secara fisik, magnetit berwarna hitam. Struktur magnetit dapat dilihat pada Gambar 1. Sementara itu, magemit berwarna cokelat kemerah-merahan. Fase magnetit dan magemit memiliki sifat magnet yang baik, maka sering digunakan dalam berbagai aplikasi, misalnya dalam aplikasi biomedis sebagai ’contrast agent’ untuk pencitraan resonans magnet (MRI) dan dapat digunakan

sebagai penjerap logam berat dalam pengolahan air, terutama fase magnetit (Fe3O4) yang memiliki sifat megnet terbesar

atau ferimagnetik.

Gambar 1 Struktur magnetit.

Sifat Kemagnetan Bahan (Geo 2007)

Sifat kemagnetan bahan dikelompokkan menjadi lima golongan, yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik, ferimagnetik, dan antiferomagnetik. Bahan diamagnetik memiliki elektron-elektron yang berpasangan sehingga tidak menghasilkan momen magnet. Contoh bahan diamagnetik ialah tembaga, perak, emas, kalsit (CaCO3), dan air.

Bahan paramagnetik memiliki elektron-elektron yang tidak berpasangan dengan rangkaian spin yang tidak beraturan sehingga memiliki sifat kemagnetan yang kecil, contohnya antara lain magnesium, molibdenum, litium, dan tantalum. Di sisi lain, sifat feromagnetik dimiliki oleh bahan yang elektron-elektronnya tidak berpasangan dengan spin yang tersusun secara paralel. Karena itu, sifat kemagnetannya sangat besar, contohnya adalah besi, nikel, dan kobalt.

Bahan ferimagnetik juga memiliki elektron-elektron yang tidak berpasangan. Namun, spin elektron tersusun secara antiparalel dengan besar momen spin yang berbeda. Total momen magnet yang positif membuat sifat kemagnetannya besar, contohnya adalah magnetit, magemit, MnFe2O4, Fe7S8, Fe3S4, dan -FeOOH. Sifat

antiferomagnetik dimiliki oleh bahan yang memiliki elektron-elektron tidak berpasangan dengan spin yang tersusun antiparalel dan momen setiap spin saling meniadakan sehingga momen magnet totalnya nol. Contoh bahan antiferomagnetik adalah hematit, FeS, FeTiO2, dan α-FeOOH.

Komposit

(5)

3

kimia dan fisika, sehingga diperoleh bahan baru dengan mutu yang lebih baik (Fisli et al.

2007).

Strontium

Strontium (Sr) merupakan salah satu unsur dalam tabel periodik yang banyak ditemukan pada batuan, tanah, minyak, dan batu bara. Selain itu, Sr juga ditemukan di dalam mineralnya seperti kalestit (SrSO4), dan

strontianit (SrCO3). Sr digunakan sebagai

bahan dasar pembuatan berbagai macam produk keramik dan gelas, pewarna cat, lampu flouresens, dan obat-obatan. Strontium memiliki empat bentuk isotop yang stabil di alam, yaitu 84Sr, 86Sr, 87Sr, dan 88Sr. Bentuk

stabil Sr tidak berbahaya pada dosis kurang dari 4000 μg/L di dalam air minum, tetapi berbahaya bagi pertumbuhan tulang pada anak-anak (Gerberding 2004).

Sr memiliki bentuk yang aktif atau bersifat radioaktif yaitu 90Sr. Bentuk aktif ini berasal dari limbah hasil pembelahan bahan bakar nuklir dan letusan senjata-senjata nuklir. 90Sr

sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena dapat memancarkan partikel- dan memiliki

waktu paruh yang panjang, yaitu 29 tahun. Radionuklida ini dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui tanah, udara, dan air (Tjahaja dan Sukmabuana 2008). Jika berada di atas ambang batas radiasi (8 pikocurie/L air minum), 90Sr dapat menyebabkan gangguan

kesehatan bagi makhluk hidup termasuk manusia. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa penyakit anemia, kerusakan pada tulang, penggumpalan darah, bahkan penyakit berbahaya seperti kanker tulang, kanker kulit, dan leukemia.

Sesium

Sesium merupakan logam yang banyak terdapat pada mineral polusit. Sebanyak 13% sesium oksida terkandung di dalam mineral tersebut. 133Cs merupakan logam stabil yang

menyerupai merkuri, karena pada suhu kamar (± 28 oC) berwujud cair. Selain itu, Cs juga

mudah bereaksi jika kontak dengan air dingin. Cs dalam bentuk stabil digunakan sebagai bahan pembuatan keramik dan gelas serta sebagai alat optik, sedangkan Cs yang bersifat radioaktif dapat digunakan sebagai bahan sterilisasi pada produk makanan (Butterman

et. al. 2005).

Unsur ini memiliki sebelas bentuk isotop yang bersifat radioaktif. Namun, hanya tiga bentuk isotop yang memiliki waktu paruh panjang, yaitu 134Cs, 135Cs, dan 137Cs.

Isotop-isotop ini memancarkan radiasi sinar- dengan

waktu paruh masing-masing 2.1, 2.3 х 106,

dan 30 tahun, sedangkan isotop lainnya hanya memiliki waktu paruh dua minggu. Radionuklida ini dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup karena mudah terserap oleh daun tumbuhan yang tanahnya terkontaminasi. Selain itu, Cs juga dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui makanan, minuman, dan udara. Ancaman kesehatan bagi manusia jika terkontaminasi Cs adalah penyakit kanker.

Adsorpsi

Adsorpsi atau penjerapan merupakan

proses perpindahan massa dari fase gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben (penjerap). Proses ini terjadi akibat adanya gaya tarik-menarik antara molekul adsorbat (zat yang akan dijerap) dan tapak-tapak aktif di permukaan adsorben. Ada tiga tahapan dasar dalam penjerapan, yaitu terjerapnya adsorbat pada bagian luar adsorben, bergeraknya adsorbat menuju pori-pori adsorben, dan terjerapnya adsorbat pada dinding bagian dalam adsorben.

Penjerapan terjadi melalui dua cara, yaitu fisisorpsi dan kimisorpsi. Molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan fase padat oleh gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben). Hal ini mengatasi energi kinetik antarmolekul kontaminan dalam fluidanya. Fisisorpsi terjadi karena adanya antaraksi van der Waalsantara adsorbat dan substrat. Menurut Wonorahardjo (2006), proses ini dapat terjadi secara bolak-balik akibat adanya sistem kesetimbangan di permukaan dan tidak mengakibatkan perubahan struktur dalam partikel-partikel yang berinteraksi. Sementara itu, kimisorpsi terjadi jika partikel yang melekat pada permukaan membentuk ikatan kimia (ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan adsorben. Molekul yang mengalami proses kimisorpsi dapat terpisah karena adanya tuntutan valensi atom permukaan yang tidak terpenuhi (Atkins 1999). Ciri lain kimisorpsi ialah adanya perubahan energi yang cukup signifikan yang mengakibatkan perubahan reaksi kimia secara permanen dan bersifat tidak dapat balik.

(6)

4

Jika kapasitas penjerapan masih cukup besar, maka akan ada yang terjerap dan terikat di permukaan. Namun, jika permukaan sudah dalam keadaan jenuh atau mendekati jenuh maka akan terjadi dua hal, yaitu terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas lapisan pertama adsorbat (adsorpsi multilapisan) atau tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya; adsorbat yang belum terjerap kembali berdifusi ke dalam fluida pembawa adsorbat (Wijayanti 2009).

Faktor-faktor yang memengaruhi penjerapan adalah sifat fisika dan kimia adsorben (luas permukaan, pori-pori, dan komposisi kimia), sifat fisika dan kimia adsorbat (ukuran partikel, polaritas molekul, dan komposisi kimia), jumlah adsorben, konsentrasi adsorbat dalam fluida, sifat fluida, dan suhu, serta lamanya proses penjerapan. Adsorben yang baik memiliki kapasitas penjerapan yang tinggi. Kapasitas penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Q

=

x V

Keterangan:

Q = kapasitas penjerapan per bobot

molekul (mg/g)

V = volume larutan (ml)

C1 = konsentrasi awal larutan (mg/L)

C2 =` konsentrasi akhir larutan (mg/L)

m = bobot adsorben (g)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah karbon aktif komersial, FeCl3.6H2O (p.a

Merck), FeSO4.7H2O (p.a Merck), NaOH (p.a

Merck), HCl, CsNO3 (p.a Merck), Sr(NO3)2

(p.a Merck), dan air demineralisasi.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, shaker, hot plate dan pengaduk magnet,

pH meter, XRD Shimadzu XD-610, VSM Oxford tipe 1.2T, alat BET, SEM Philip, dan AAS Analys 400.

Metode

Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan, yaitu pembuatan oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif (OB:KA), pencirian oksida besi serta komposit magnet OB:KA, dan uji adsorpsi komposit magnet OB:KA terhadap Cs+ dan Sr2+ (Lampiran 1).

Pembuatan Oksida Besi (Lee et al. 2004)

Sebanyak 600 ml larutan garam besi yang terdiri atas 7.6 g FeCl3.6H2O dan 3.9 g

FeSO4.7H2O diaduk serta dipanaskan hingga

mencapai suhu 70 oC. Setelah itu, 100 ml

larutan NaOH 5 M ditambahkan tetes demi tetes sehingga terbentuk endapan berwarna hitam. Endapan yang terbentuk dicuci dengan air demineralisasi lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama 3 jam.

Pembuatan Komposit Magnet (Oliviera et al. 2002)

Suspensi karbon aktif dibuat dengan mencampurkan 6.5 g karbon aktif dengan 300 ml air demineralisasi lalu dipanaskan hingga mencapai suhu 70 oC. Sebanyak 300 ml

larutan garam besi yang terdiri atas 7.6 g FeCl3.6H2O dan 3.9 g FeSO4.7H2O

ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Campuran lalu diaduk selama 30 menit sebelum ditambahkan 100 ml NaOH 5 M tetes demi tetes sehingga diperoleh komposit OB:KA dengan nisbah bobot 1:2 (Lampiran 2). Komposit yang terbentuk dicuci dengan air demineralisasi lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama 3 jam. Selain itu,

dibuat juga komposit magnet dengan nisbah bobot oksida besi dan karbon aktif 1:1 dan 1:3. Kode sampel yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kode sampel komposit magnet Kode sampel Nisbah bobot OB:KA

Sampel A Karbon aktif Sampel B Oksida Besi Sampel C OB:KA (1:1) Sampel D OB:KA (1:2) Sampel E OB:KA (1:3)

Pencirian

Sampel dicirikan menggunakan XRD untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk. Sifat magnet dan nilai magnetisasi ditentukan dengan menggunakan VSM, alat BET untuk menentukan luas permukaan, dan SEM untuk melihat mikrostruktur permukaan sampel.

Uji Penjerapan

Uji adsorpsi dengan parameter jumlah adsorben diawali dengan menimbang sebesar 0.0125, 0.025, 0.05, 0.075, dan 0.1 g masing-masing sampel A, C, D, dan E dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berbeda. Lalu ditambahkan 50 ml larutan Cs+

dan Sr2+ 50 ppm (Lampiran 3) kemudian

(7)

4

Jika kapasitas penjerapan masih cukup besar, maka akan ada yang terjerap dan terikat di permukaan. Namun, jika permukaan sudah dalam keadaan jenuh atau mendekati jenuh maka akan terjadi dua hal, yaitu terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas lapisan pertama adsorbat (adsorpsi multilapisan) atau tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya; adsorbat yang belum terjerap kembali berdifusi ke dalam fluida pembawa adsorbat (Wijayanti 2009).

Faktor-faktor yang memengaruhi penjerapan adalah sifat fisika dan kimia adsorben (luas permukaan, pori-pori, dan komposisi kimia), sifat fisika dan kimia adsorbat (ukuran partikel, polaritas molekul, dan komposisi kimia), jumlah adsorben, konsentrasi adsorbat dalam fluida, sifat fluida, dan suhu, serta lamanya proses penjerapan. Adsorben yang baik memiliki kapasitas penjerapan yang tinggi. Kapasitas penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Q

=

x V

Keterangan:

Q = kapasitas penjerapan per bobot

molekul (mg/g)

V = volume larutan (ml)

C1 = konsentrasi awal larutan (mg/L)

C2 =` konsentrasi akhir larutan (mg/L)

m = bobot adsorben (g)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah karbon aktif komersial, FeCl3.6H2O (p.a

Merck), FeSO4.7H2O (p.a Merck), NaOH (p.a

Merck), HCl, CsNO3 (p.a Merck), Sr(NO3)2

(p.a Merck), dan air demineralisasi.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, shaker, hot plate dan pengaduk magnet,

pH meter, XRD Shimadzu XD-610, VSM Oxford tipe 1.2T, alat BET, SEM Philip, dan AAS Analys 400.

Metode

Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan, yaitu pembuatan oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif (OB:KA), pencirian oksida besi serta komposit magnet OB:KA, dan uji adsorpsi komposit magnet OB:KA terhadap Cs+ dan Sr2+ (Lampiran 1).

Pembuatan Oksida Besi (Lee et al. 2004)

Sebanyak 600 ml larutan garam besi yang terdiri atas 7.6 g FeCl3.6H2O dan 3.9 g

FeSO4.7H2O diaduk serta dipanaskan hingga

mencapai suhu 70 oC. Setelah itu, 100 ml

larutan NaOH 5 M ditambahkan tetes demi tetes sehingga terbentuk endapan berwarna hitam. Endapan yang terbentuk dicuci dengan air demineralisasi lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama 3 jam.

Pembuatan Komposit Magnet (Oliviera et al. 2002)

Suspensi karbon aktif dibuat dengan mencampurkan 6.5 g karbon aktif dengan 300 ml air demineralisasi lalu dipanaskan hingga mencapai suhu 70 oC. Sebanyak 300 ml

larutan garam besi yang terdiri atas 7.6 g FeCl3.6H2O dan 3.9 g FeSO4.7H2O

ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Campuran lalu diaduk selama 30 menit sebelum ditambahkan 100 ml NaOH 5 M tetes demi tetes sehingga diperoleh komposit OB:KA dengan nisbah bobot 1:2 (Lampiran 2). Komposit yang terbentuk dicuci dengan air demineralisasi lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama 3 jam. Selain itu,

dibuat juga komposit magnet dengan nisbah bobot oksida besi dan karbon aktif 1:1 dan 1:3. Kode sampel yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kode sampel komposit magnet Kode sampel Nisbah bobot OB:KA

Sampel A Karbon aktif Sampel B Oksida Besi Sampel C OB:KA (1:1) Sampel D OB:KA (1:2) Sampel E OB:KA (1:3)

Pencirian

Sampel dicirikan menggunakan XRD untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk. Sifat magnet dan nilai magnetisasi ditentukan dengan menggunakan VSM, alat BET untuk menentukan luas permukaan, dan SEM untuk melihat mikrostruktur permukaan sampel.

Uji Penjerapan

Uji adsorpsi dengan parameter jumlah adsorben diawali dengan menimbang sebesar 0.0125, 0.025, 0.05, 0.075, dan 0.1 g masing-masing sampel A, C, D, dan E dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berbeda. Lalu ditambahkan 50 ml larutan Cs+

dan Sr2+ 50 ppm (Lampiran 3) kemudian

(8)

5

selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

Ragam pH larutan dilakukan dengan cara menimbang sampel A, C, D, dan E masing-masing sebesar 0.05 g lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Sebanyak 50 ml larutan Cs+ dan Sr2+ 50 ppm ditambahkan lalu diatur

pH 2-10. Setelah itu, penjerapan dilakukan dengan waktu kontak selama 24 jam lalu filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

Ragam konsentrasi awal Cs+ dan Sr2+

dilakukan dengan menimbang masing-masing 0.05 g sampel A, C, D, dan E. Sebanyak 50 ml larutan Cs+ dan Sr2+ dengan variasi konsentrasi 10, 25, 50, 100, dan 200 ppm dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan penjerapan dilakukan dengan waktu kontak selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Oksida Besi dan Komposit Magnet

Oksida besi dibuat menggunakan metode kopresipitasi pada suhu 70 oC, yaitu melalui

pencampuran Fe3+ dan Fe2+ dengan

penambahan larutan basa (NaOH) sehingga terbentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3. Pemanasan

pada suhu 70 oC menyebabkan proses pelepasan air atau hidrasi pada hidroksida besi sehingga terbentuk oksida besinya. Jumlah Fe3+ dan Fe2+ yang dicampurkan didasarkan

pada nisbah mol 2:1. Nisbah mol Fe3+ dan

Fe2+ (2:1) merupakan stoikiometri yang

dibutuhkan untuk membentuk oksida besi dari fase magnetit atau Fe3O4.

Pembuatan komposit oksida besi pada karbon aktif diawali dengan penjerapan ion-ion Fe2+dan Fe3+ oleh karbon aktif. Ion-ion

tersebut membentuk endapan hidroksida besi atau Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 lalu membentuk

oksida besi karena proses hidrasi pada pemanasan di suhu 70 oC sehingga terbentuk

oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

Fe2++ 2Fe3++ 8OH- Fe(OH)

2 + 2Fe(OH)3

FeO.Fe2O3 atau Fe3O4 + 4H2O

Pencirian

Pencirian dengan XRD bertujuan menentukan fase oksida besi yang terbentuk pada sampel. Gambar 2 memperlihatkan pola difraksi sampel A, B, C, D, dan E. Pola XRD tersebut dapat dijelaskan dengan melihat puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel. Kemudian, puncak-puncak tersebut dibandingkan dengan puncak khas basis data program PCDFWIN versi 1.30 International Centre for Diffraction Data tahun 1997.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

0

20

40

60

80

100

β θ

In te n s it a s

Gambar 2 Pola XRD pada sampel A, B, C,

`D, dan E.

Sampel A (karbon aktif) memiliki kesamaan puncak dengan basis data nomor arsip 02-0456 (Tabel 2). Nomor arsip tersebut merupakan puncak khas untuk pola

A

B

C

D

(9)

5

selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

Ragam pH larutan dilakukan dengan cara menimbang sampel A, C, D, dan E masing-masing sebesar 0.05 g lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Sebanyak 50 ml larutan Cs+ dan Sr2+ 50 ppm ditambahkan lalu diatur

pH 2-10. Setelah itu, penjerapan dilakukan dengan waktu kontak selama 24 jam lalu filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

Ragam konsentrasi awal Cs+ dan Sr2+

dilakukan dengan menimbang masing-masing 0.05 g sampel A, C, D, dan E. Sebanyak 50 ml larutan Cs+ dan Sr2+ dengan variasi konsentrasi 10, 25, 50, 100, dan 200 ppm dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan penjerapan dilakukan dengan waktu kontak selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom (AAS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Oksida Besi dan Komposit Magnet

Oksida besi dibuat menggunakan metode kopresipitasi pada suhu 70 oC, yaitu melalui

pencampuran Fe3+ dan Fe2+ dengan

penambahan larutan basa (NaOH) sehingga terbentuk Fe(OH)2 dan Fe(OH)3. Pemanasan

pada suhu 70 oC menyebabkan proses pelepasan air atau hidrasi pada hidroksida besi sehingga terbentuk oksida besinya. Jumlah Fe3+ dan Fe2+ yang dicampurkan didasarkan

pada nisbah mol 2:1. Nisbah mol Fe3+ dan

Fe2+ (2:1) merupakan stoikiometri yang

dibutuhkan untuk membentuk oksida besi dari fase magnetit atau Fe3O4.

Pembuatan komposit oksida besi pada karbon aktif diawali dengan penjerapan ion-ion Fe2+dan Fe3+ oleh karbon aktif. Ion-ion

tersebut membentuk endapan hidroksida besi atau Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 lalu membentuk

oksida besi karena proses hidrasi pada pemanasan di suhu 70 oC sehingga terbentuk

oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

Fe2++ 2Fe3++ 8OH- Fe(OH)

2 + 2Fe(OH)3

FeO.Fe2O3 atau Fe3O4 + 4H2O

Pencirian

Pencirian dengan XRD bertujuan menentukan fase oksida besi yang terbentuk pada sampel. Gambar 2 memperlihatkan pola difraksi sampel A, B, C, D, dan E. Pola XRD tersebut dapat dijelaskan dengan melihat puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel. Kemudian, puncak-puncak tersebut dibandingkan dengan puncak khas basis data program PCDFWIN versi 1.30 International Centre for Diffraction Data tahun 1997.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

0

20

40

60

80

100

β θ

In te n s it a s

Gambar 2 Pola XRD pada sampel A, B, C,

`D, dan E.

Sampel A (karbon aktif) memiliki kesamaan puncak dengan basis data nomor arsip 02-0456 (Tabel 2). Nomor arsip tersebut merupakan puncak khas untuk pola

A

B

C

D

(10)

6

difraksi karbon (grafit) pada program PCDFWIN versi 1.30 (Lampiran 4).

Tabel 2 Puncak XRD karbon aktif Sampel Puncak (βθ)

Karbon (graphite) 26.506

PCPDFWIN Nomor 02-0456

43.472 44.599 26.678 Sampel A 43.20

44.502

Oksida besi hasil sintesis pada penelitian ini (sampel B) memiliki kesamaan puncak dengan basis data nomor arsip 11-0614 (Lampiran 5) yang merupakan oksida besi dari fase magnetit atau Fe3O4 (Tabel 3).

Tabel 3 Puncak XRD oksida besi Sampel Puncak (βθ)

18.277 30.105 Magnetit (Fe3O4) 35.451

PCPDFWIN 43.123 Nomor 11-0614 53.478 57.012 62.585 74.603 18.468 30.278

Sampel B 35.541 43.24 53.62 57.26 62.839 74.480

Kesamaan puncak ini menunjukkan bahwa sampel B merupakan magnetit. Selain itu, berdasarkan Oliviera et al. (2002), jarak

bidang pendifraksi atau d = 2.50, 2.91, dan

1.60 Å menunjukkan keberadaan magnetit. Hal ini sesuai dengan jarak bidang pendifraksi yang didapat pada sampel B yaitu d = 2.52,

2.94, dan 1.60 Å.

Gambar 2 juga menunjukkan kesamaan pola XRD sampel C, D, dan E dengan pola XRD sampel B. Hal ini menunjukkan terdapat magnetit pada sampel C, D, dan E. Kesamaan pola difraksi ketiga sampel tersebut dengan sampel B dapat diperjelas dengan melihat puncak-puncak khas yang dihasilkan dari setiap sampel (Lampiran 6). Keberadaan magnetit pada sampel C, D, dan E dibuktikan pula dengan melihat kesamaan puncak sampel-sampel tersebut dengan basis data nomor arsip 11-0614. Dengan demikian, dapat

dikatakan di dalam struktur karbon aktif telah terkomposit partikel magnetit.

Namun, terjadi pelemahan pola difraksi sampel C, D, dan E seiring dengan berkurangnya fraksi oksida besi pada sampel (Gambar 2). Hal ini dikarenakan oksida besi yang terbentuk ditutupi keberadaannya oleh karbon aktif yang jumlahnya semakin meningkat. Selain itu, melemahnya pola XRD sampel C, D, dan E juga dapat disebabkan oleh terbentuknya fase oksida besi selain magnetit, yaitu hematit. Sampel C, D, dan E memiliki kesamaan puncak dengan basis data nomor arsip 13-0534 (Lampiran 7) yang menunjukkan fase oksida besi hematit atau α -Fe2O3 (Tabel 4). Menurut Oliveira et al.

(2002), jarak bidang pendifraksi d = 2.70 Å

menunjukkan keberadaan hematit. Hal ini sesuai dengan bidang pendifraksi yang dimiliki oleh sampel C, D, dan E masing-masing d = 2.66, 2.68, dan 2.69 Å.

Tabel 4 Puncak XRD pada sampel C, D, E, dan hematit

Sampel Puncak

(βθ)

Hematit

(α-Fe2O3)

PCPDFWIN

Nomor 13-0534 33.279 Sampel C 33.616 Sampel D 33.40 Sampel E 33.238

Melemahnya pola difraksi sampel C, D, dan E juga dibuktikan dengan hasil pencirian menggunakan VSM. VSM digunakan untuk mengukur nilai magnetisasi dan sifat magnet sampel. Sampel yang akan diukur diberikan medan magnet sebesar 1 Tesla dengan kecepatan tertentu. Jika sampel bersifat magnet, maka sampel akan mengalami magnetisasi sehingga menghasilkan momen magnet. Momen magnet yang dihasilkan akan menentukan sifat magnet dan nilai magnetisasi sampel.

Hasil pencirian sampel B, C, D, dan E menggunakan VSM dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai magnetisasi paling besar dimiliki oleh sampel B yaitu 76.59 emu/g. Nilai magnetisasi yang besar pada sampel B sesuai dengan hasil pencirian dengan XRD sampel tersebut tersusun atas magnetit, fase oksida besi yang memiliki sifat magnet tertinggi (Sulungbudi et al. 2006). Magnetit

(11)

7

-100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

-1 -0.5 0 0.5 1

Medan magnet (Tesla)

M o m e n M a g n e t (e m u /g )

Gambar 3 Hasil pencirian sampel B, C, D,

```````````````dan E menggunakan VSM.

Sampel C, D, dan E berturut-turut memiliki nilai magnetisasi sebesar 26.5, 18.9, dan 11 emu/g. Nilai ini lebih kecil dari perhitungan yang didasarkan pada nilai magnetisasi sampel B per jumlah oksida besi pada setiap komposisi sampel C, D, dan E atau nilai yang seharusnya (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh terbentuknya fase oksida besi yang lain, yaitu hematit. Hematit merupakan fase oksida besi yang tidak memiliki sifat magnet sehingga jumlah Fe2+ atau Fe3+ yang

merupakan prekusor pembentukan magnetit berkurang. Menurut Kahani et al. (2007), nilai

magnetisasi sangat dipengaruhi oleh jumlah magnetit di dalam suatu sampel sehingga berkurangnya magnetit yang terbentuk akan berpengaruh pula pada nilai magnetisasinya.

Tabel 5 Nilai magnetisasi sampel A, C, D,

`````````````dan E

Sampel Hasil VSM (emu/g)

Hasil seharusnya

(emu/g)

A 76.59 -

C 26.5 38.30 D 18.9 25.53

E 11 19.15

Selain itu, lebih kecilnya nilai magnetisasi hasil VSM dari nilai yang seharusnya juga dikarenakan oleh adanya ion Fe2+ dan Fe3+ di

dalam struktur karbon aktif yang masih berbentuk ion. Hal ini disebabkan oleh terhalangnya ion Fe2+ dan Fe3+ oleh oksida besi yang lebih dahulu terbentuk di dalam struktur pori berlapis karbon aktif.

Pencirian menggunakan SEM bertujuan mengetahui perbedaan mikrostruktur permukaan oksida besi (sampel B), karbon aktif (sampel A), dan karbon aktif yang telah terkomposit oksida besi (sampel D). Keadaan struktur permukaan ketiga sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 4–6. Gambar 4 menunjukkan keadaan permukaan sampel B yang memperlihatkan bahwa sampel B terdiri dari partikel-partikel kecil oksida besi.

Gambar 4 Foto SEM sampel B.

Gambar 5 Foto SEM sampel A.

Gambar 6 Foto SEM sampel D. B

(12)

8

Gambar 5 dan 6 juga menunjukkan secara jelas perbedaan struktur permukaan sampel A dengan D. Pori-pori sampel A terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan sampel D. Selain itu, permukaan sampel D tampak lebih padat dibandingkan dengan sampel A. Hal ini dikarenakan sebagian permukaan karbon aktif pada sampel D dikelilingi dan ditutupi oleh partikel-partikel kecil oksida besi.

Luas permukaan sampel A, B, C, D, dan E yang diukur menggunakan alat BET dapat dilihat pada Gambar 7.

1057.00 74.04 219.59 638.40 712.57 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00

A B C D E

Sampel L ua s pe rm uk aa n (m ²/ g) `````

Gambar 7 Luas permukaan sampel A, B, C,

`dan D

Luas permukaan sampel A lebih besar daripada sampel C, D, dan E. Hal ini menunjukkan bahwa pengompositan partikel oksida besi ke dalam struktur karbon aktif akan menutupi permukaan karbon aktif dan karena itu, menurunkan luas permukaan (Tabel 6). Sampel E memiliki luas permukaan yang lebih besar daripada sampel C dan D. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah oksida besi yang terkomposit, maka luas permukaan sampel akan semakin besar.

Tabel 6 Penurunan luas permukaan sampel A,

```````````C, D, dan E

Sampel

Luas permukaan

(m2/g)

Penurunan luas permukaan

(%)

A 1057.00 -

C 219.59 79.23 D 638.40 39.60 E 712.57 32.59

Hasil pencirian dengan menggunakan XRD, VSM, dan SEM menunjukkan bahwa proses pengompositan partikel oksida besi (magnetit) pada karbon aktif menghasilkan suatu material baru yang dapat berperan sebagai penjerap dan juga bersifat magnet, yaitu komposit oksida besi-karbon aktif atau OB-KA. Sifat magnet yang dimiliki sampel ini akan memudahkan proses pemisahan karbon aktif dari medium berair. Hal ini dikarenakan komposit OB:KA dapat dikendalikan pergerakannya melalui tarikan oleh batang magnet permanen (Fisli et al.

2007) (Gambar 8).

Gambar 8 Sampel A, B, C, D, dan E yang

`didekatkan dengan magnet

`permanen.

Uji Penjerapan

Ragam Jumlah Adsorben

Gambar 9 menunjukkan pengaruh jumlah adsorben terhadap penjerapan Cs+. Kapasitas penjerapan terbesar terjadi pada jumlah sampel A, C, D, dan E sebesar 0.0125 g, yaitu berturut-turut 42.19, 18.35, 18.31, dan 15.23 mg/g (Lampiran 8). Pengaruh jumlah adsorben terhadap kapasitas penjerapan Sr2+

(13)

9

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0

0 0.025 0.05 0.075 0.1 0.125 Jumlah adsorben (g)

K ap as it as p en je ra p an ( m g /g ) ``

Sampel A Sampel C Sampel D Sampel E

Gambar 9 Pengaruh jumlah adsorben

````````````````````terhadap kapasitas

````````````````````penjerapan `Cs+.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0

0.000 0.025 0.050 0.075 0.100 0.125

Jumlah adsorben (g)

K ap as it as p en je ra p an ( m g /g )

Sampel A Sampel C Sampel D Sampel E

Gambar 10 Pengaruh jumlah adsorben

````````````````terhadap kapasitas

``````````````````` `penjerapan Sr2+.

Hasil uji penjerapan dengan ragam jumlah adsorben terhadap Cs+ dan Sr2+

menggambarkan bahwa kapasitas penjerapan menurun ketika jumlah adsorben ditingkatkan. Pada jumlah adsorben tertentu, adsorbat dan adsorben mengalami keadaan jenuh: tidak ada lagi adsorbat yang dapat terjerap pada adsorben. Dalam kondisi ini, peningkatan jumlah adsorben tidak akan berdampak pada peningkatan jumlah adsorbat yang terjerap (peningkatan kapasitas penjerapan). Sebaliknya, kapasitas penjerapan akan

menurun karena jumlah adsorben yang semakin banyak.

Ragam Kondisi pH Larutan

Komposit magnet oksida besi-karbon aktif yang digunakan pada uji penjerapan ragam pH larutan adalah OB:KA 1:2 (sampel D) dengan karbon aktif (sampel A) sebagai pembanding. Penggunaan sampel D dikarenakan sampel ini memiliki luas permukaan dan nilai magnetisasi yang besar bila dibandingkan dengan dua sampel lainnya. Pengaruh pH terhadap kapasitas penjerapan sampel A dan D dengan Cs+ sebagai adsorbat

dapat dilihat pada Gambar 11. Kapasitas penjerapan sampel A dan D terhadap Cs+

semakin meningkat seiring peningkatan pH (Lampiran 10). Kapasitas penjerapan paling besar terjadi pada saat pH=5 dengan kapasitas penjerapan sebesar 6.55 mg/g. Namun, kapasitas penjerapan sampel A menurun pada pH=6. Penjerapan kembali meningkat pada pH 7-10, karena pada pH tersebut terbentuk endapan CsOH sehingga kapasitas penjerapan meningkat.

Sementara itu, kapasitas penjerapan sampel D paling besar saat pH=7, yaitu sebesar 5.40 mg/g. Terjadi penurunan kapasitas penjerapan saat pH=8, namun meningkat kembali pada pH 9-10. Hal ini dikarenakan pada pH 9-10 terbentuk endapan CsOH sehingga kapasitas penjerapan meningkat. 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 pH K ap as it as p en je ra p an ( m g /g )

Sampel A Sampel D

Gambar 11 Pengaruh pH terhadap kapasitas `penjerapan Cs+.

(14)

10

dan D juga mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pH (Lampiran 11). Sampel A dan D memiliki kapasitas penjerapan paling besar pada pH=6, yaitu berturut-turut sebesar 11.28 dan 8.90 mg/g. Namun, kapasitas penjerapan sampel A menurun pada pH 7-8 dan meningkat kembali pada pH 9-10. Sedangkan, sampel D mengalami penurunan kapasitas penjerapan pada pH=7 dan meningkat kembali pada pH 8-10. Peningkatan kapasitas penjerapan sampel A dan D pada pH basa dikarenakan telah terbentuknya endapan Sr(OH)2.

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 pH K ap as it as p en je ra p an ( m g /g )

Sampel A Sampel D

Gambar 12 Pengaruh pH terhadap kapasitas

```````` penjerapan Sr2+.

Kapasitas penjerapan sampel A dan D terhadap Cs+ dan Sr2+ meningkat seiring

dengan peningkatan pH. Hal ini dikarenakan pada pH asam terjadi kompetisi antara H+

dengan Cs+ dan Sr2+ untuk terjerap pada

sampel (Qaiser et al. 2007) sehingga jumlah

Cs+ dan Sr2+ yang terjerap sedikit. Seiring

dengan peningkatan pH, jumlah H+ akan

semakin sedikit sehingga kapasitas penjerapan akan meningkat.

Ragam Konsentrasi Awal Cs+ dan Sr2+

Pengaruh ragam konsentrasi awal Cs+ dan

Sr2+ terhadap besarnya kapasitas penjerapan

dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Gambar tersebut memperlihatkan peningkatan kapasitas penjerapan seiring dengan meningkatnya konsentrasi awal Cs+ dan Sr2+.

Kapasitas penjerapan sampel A, C, D, dan E terbesar terjadi pada konsentrasi awal Cs+ dan

Sr2+ sebesar 200 ppm, yaitu berturut-turut 23.95, 9.34, 12.06, dan 7.84 mg/g (untuk Cs+)

serta 22.51, 23.94, 23.34, dan 16.26 mg/g

(untuk Sr2+) (Lampiran 12 dan 13). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Qaiser et al. 2007

bahwa kapasitas penjerapan akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi awal ion logam. Kondisi ini terjadi karena semakin besar konsentrasi awal Cs+ dan Sr2+ yang diberikan, akan semakin banyak pula Cs+ dan

Sr2+ yang terjerap pada sampel. Hal ini terjadi

bila keberadaan tapak aktif sampel masih memungkinkan untuk menjerap Cs+ dan Sr2+

yang konsentrasi atau jumlahnya semakin meningkat. 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

0 50 100 150 200 250

Konsentrasi awal (ppm)

K ap as it as p en je ra p an ( m g /g )

Sampel A Sampel C Sampel D Sampel E

Gambar 13 Pengaruh konsentrasi awal Cs+

`````````````````terhadap kapasitas penjerapan

`````````````````Cs+.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

0 50 100 150 200 250

Konsentrasi awal (ppm)

K ap as it as p en je ra p an ( m g /g )

Sampel A Sampel C Sampel D Sampel E

Gambar 14 Pengaruh konsentrasi awal Sr2+

````````````terhadap kapasitas penjerapan

(15)

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif dibuat dengan metode kopresipitasi pada suhu 70 oC. Nisbah oksida

besi-karbon aktif yang dibuat, yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3. Pencirian terhadap oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif dilakukan untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk dan mengetahui pengaruh pengompositan oksida besi ke dalam karbon aktif. Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif memiliki kesamaan puncak pola XRD dengan puncak no arsip 11-0614 yang merupakan magnetit (Fe3O4).

Pengukuran mengggunakan VSM menunjukkan bahwa oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif bersifat magnet. Namun, nilai magnetisasi pada komposit magnet oksida besi-karbon aktif menurun seiring dengan berkurangnya jumlah oksida besi yang terkomposit pada karbon aktif. Hasil foto SEM memperlihatkan pori permukaan karbon aktif ditutupi dan dikelilingi oleh partikel kecil oksida besi. Terkompositnya oksida besi pada karbon aktif berpengaruh terhadap menurunnya luas permukaan pada sampel. Uji penjerapan memperlihatkan kapasitas penjerapan Cs dan Sr terbesar terjadi pada jumlah adsorben 0.0125 g dan konsentrasi awal 200 ppm. Keadaan pH optimum penjerapan Cs terjadi pada pH 7, sedangkan penjerapan Sr lebih rendah, yaitu pada pH 6.

Saran

Perlu dilakukan uji adsorpsi dengan parameter ragam waktu kontak. Selain itu, perlu pula dilakukan penentuan kondisi optimum penjerapan menggunakan metode rancangan acak lengkap faktorial dan penentuan isoterm adsorpsi.

DAFTAR PUSTAKA

Alarifi A dan Hanafi HA. 2010. Adsorption of cesium, thalium, strontium, and cobalt radionuclides using activated carbon. J At Mol Sci 10:1-9.

Arifin. 2008. Potensi karbon aktif sebagai media adsorpsi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) [skripsi]. Tangerang:

Fakultas Teknik Kimia, Universitas Islam Syekh Yusuf.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Edisi ke-4.

Kartohadiprodjo II, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry 4th Edition.

Butterman WC, Brooks WE, Reese RG. 2005. Mineral commodity profiles: Cesium. [terhubung berkala] http://pubs.usgs.gov/of/2004/1432/2004-1432.pdf. [21 Okt 2010].

Castro CS, Guerreiro MC, Goncalves M, Oliveira LCA, Anastacia AS. 2009. Activated carbon/iron oxide composites for the removal of atrazine from aqueous medium. J Hazardous Mat 164:609–614.

Chegrouche S, Mellah A, dan Barkat M. 2009. Removal of strontium from aqueous solutions by adsorption onto activated carbon: kinetic and

thermodynamic studies. J Desalination 235:306–318.

Fisli A, Hamsah D, Wardiyati S, Ridwan. 2007. Pengaruh suhu pembuatan nanokomposit oksida besi bentonit. J Sains MatIndones 2:145-149.

Gerberding JL. 2004. Toxcicological profile for strontium. Atlanta: Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

Gong J, Wang B, Zeng G, Yang C, Niu C, Niu Q, Zhou W, dan Liang Y. 2009. Removal of cationic dyes from aqueous solution using magnetic multi-wall carbon nanotube nanocomposite as adsorbent. J Hazardous Mat

164:1517-1522.

Geo. 2007. Classes of Magnetic Materials.

[terhubung berkala]http//www.geo.umn.e du.html. [27 Jul 2010].

Hadi AP. 2009. Kajian transformasi antar fasa pada komposit Fe3O4/Fe2O3 [Skripsi].

Surabaya: Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November.

(16)

PEMBUATAN KOMPOSIT MAGNET OKSIDA

BESI-KARBON AKTIF SEBAGAI ADSORBEN Cs DAN Sr

ANIS ARIYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif dibuat dengan metode kopresipitasi pada suhu 70 oC. Nisbah oksida

besi-karbon aktif yang dibuat, yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3. Pencirian terhadap oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif dilakukan untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk dan mengetahui pengaruh pengompositan oksida besi ke dalam karbon aktif. Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif memiliki kesamaan puncak pola XRD dengan puncak no arsip 11-0614 yang merupakan magnetit (Fe3O4).

Pengukuran mengggunakan VSM menunjukkan bahwa oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif bersifat magnet. Namun, nilai magnetisasi pada komposit magnet oksida besi-karbon aktif menurun seiring dengan berkurangnya jumlah oksida besi yang terkomposit pada karbon aktif. Hasil foto SEM memperlihatkan pori permukaan karbon aktif ditutupi dan dikelilingi oleh partikel kecil oksida besi. Terkompositnya oksida besi pada karbon aktif berpengaruh terhadap menurunnya luas permukaan pada sampel. Uji penjerapan memperlihatkan kapasitas penjerapan Cs dan Sr terbesar terjadi pada jumlah adsorben 0.0125 g dan konsentrasi awal 200 ppm. Keadaan pH optimum penjerapan Cs terjadi pada pH 7, sedangkan penjerapan Sr lebih rendah, yaitu pada pH 6.

Saran

Perlu dilakukan uji adsorpsi dengan parameter ragam waktu kontak. Selain itu, perlu pula dilakukan penentuan kondisi optimum penjerapan menggunakan metode rancangan acak lengkap faktorial dan penentuan isoterm adsorpsi.

DAFTAR PUSTAKA

Alarifi A dan Hanafi HA. 2010. Adsorption of cesium, thalium, strontium, and cobalt radionuclides using activated carbon. J At Mol Sci 10:1-9.

Arifin. 2008. Potensi karbon aktif sebagai media adsorpsi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) [skripsi]. Tangerang:

Fakultas Teknik Kimia, Universitas Islam Syekh Yusuf.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Edisi ke-4.

Kartohadiprodjo II, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry 4th Edition.

Butterman WC, Brooks WE, Reese RG. 2005. Mineral commodity profiles: Cesium. [terhubung berkala] http://pubs.usgs.gov/of/2004/1432/2004-1432.pdf. [21 Okt 2010].

Castro CS, Guerreiro MC, Goncalves M, Oliveira LCA, Anastacia AS. 2009. Activated carbon/iron oxide composites for the removal of atrazine from aqueous medium. J Hazardous Mat 164:609–614.

Chegrouche S, Mellah A, dan Barkat M. 2009. Removal of strontium from aqueous solutions by adsorption onto activated carbon: kinetic and

thermodynamic studies. J Desalination 235:306–318.

Fisli A, Hamsah D, Wardiyati S, Ridwan. 2007. Pengaruh suhu pembuatan nanokomposit oksida besi bentonit. J Sains MatIndones 2:145-149.

Gerberding JL. 2004. Toxcicological profile for strontium. Atlanta: Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

Gong J, Wang B, Zeng G, Yang C, Niu C, Niu Q, Zhou W, dan Liang Y. 2009. Removal of cationic dyes from aqueous solution using magnetic multi-wall carbon nanotube nanocomposite as adsorbent. J Hazardous Mat

164:1517-1522.

Geo. 2007. Classes of Magnetic Materials.

[terhubung berkala]http//www.geo.umn.e du.html. [27 Jul 2010].

Hadi AP. 2009. Kajian transformasi antar fasa pada komposit Fe3O4/Fe2O3 [Skripsi].

Surabaya: Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November.

(18)

12

Carbons. Nanotechnology and Its Applications 7:183-188.

Khan SA, Rehman R, Khan MA. 1996. Sorption of strontium on bentonite. Waste Management 15:641-650.

Lee S, Jeong J, Shin S, Kim JC, dan Kim JD. 2004. Synthesis and characterization of superparamagnetic maghemite nanoparticles prepared by coprecipitation technique. J Magnetism Magnet Mat

282:147-150.

Notodarmojo S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB Pr.

Oliveira LCA, Rios RVRA, Fabris JD, Garg V, Sapag K, Lago RM. 2002. Activated carbon/iron oxide magnetic composites for the absorption of contaminants in water. Carbon 40:2177-2183.

Qaiser S, Saleemi AR, Ahmad MM. 2007. Heavy Metal Uptake by Agro Based Waste Materials. J Biotechnol

10:409-416.

Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Arang aktif (Pengenalan dan proses pembuatannya). USU Media Library. [terhubungberkala] http://www.google.co.id/library.usu.ac.idi ndustri-melita.pdf [7 Agu 2009].

Sulungbudi G.Tj, Mujamilah, Ridwan. 2006. Variasi komposisi Fe(II)/Fe(III) pada proses sintesis Spion dengan metode

presipitasi. J Sains Mat Indones 8:31-34.

Suryantoro. 2006. Persyaratan Pengangkutan Limbah Radioaktif. Tangerang: Pusat

Teknologi Limbah Radioaktif BATAN.

Teja AS, Koh P. 2009. Synthesis, properties, and applications of magnetic iron oxide nanoparticles. Prog Crystal Growth and Characterization of Mat 55:22-45.

Tjahaja PI dan Sukmabuana P. 2008. Penjerapan 134Cs dari tanah oleh tanaman

bunga matahari (Helianthus anuus Less). J Sains Teknol Nuklir Indones 9:25-36.

Wijayanti R. 2009. Arang aktif dari ampas tebu sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Wonorahardjo S. 2006. Dinamika di permukaan adsorben dan beberapa konsep untuk memahami adsorptivitas partikel kecil. [terhubung berkala]

http://www.google.co.id/web.pdf. [7 Agu 2009].

.

(19)

PEMBUATAN KOMPOSIT MAGNET OKSIDA

BESI-KARBON AKTIF SEBAGAI ADSORBEN Cs DAN Sr

ANIS ARIYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(20)

ABSTRAK

ANIS ARIYANI. Pembuatan Komposit Magnet Oksida Besi-Karbon Aktif sebagai

Adsorben Cs dan Sr. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan ADEL FISLI.

Oksida besi dan komposit magnet oksida besi-karbon aktif telah dibuat

menggunakan metode kopresipitasi pada suhu 70

o

C. Nisbah oksida besi-karbon aktif

yang digunakan 1:1, 1:2, dan 1:3. Komposit magnet dibuat untuk mendapatkan bahan

penjerap yang dapat merespons medan magnet sehingga dapat dipisahkan dari medium

berair melalui teknik pemisahan magnet sederhana. Hasil karakterisasi menggunakan

difraksi sinar-X menunjukkan kesamaan puncak difraksi oksida besi dan komposit

magnet dengan puncak khas basis data program PCDFWIN nomor arsip 11-0614 yang

merupakan oksida besi dari fase magnetit (Fe

3

O

4

). Nilai magnetisasi hasil pengukuran

magnetometri getar cuplikan pada sampel oksida besi dan komposit magnet yang dibuat

berturut-turut sebesar 76.59, 25.6, 18.9, serta 11 emu/g. Penurunan nilai magnetisasi

disebabkan oleh jumlah fraksi oksida besi yang semakin berkurang. Pencirian

menggunakan mikroskop elektron payaran memperlihatkan bentuk partikel kecil dari

oksida besi. Mikrostruktur karbon aktif berupa pori-pori besar, sedangkan pada komposit

magnet terlihat partikel kecil oksida besi yang menutupi dan mengelilingi pori-pori

karbon aktif. Pengukuran luas permukaan menggunakan alat Brunauer, Emmett, dan

Teller menunjukkan penurunan luas permukaan pada karbon aktif yang telah terkomposit

oksida besi. Uji adsorpsi memperlihatkan kapasitas penjerapan Cs dan Sr terbesar terjadi

pada jumlah adsorben 0.0125 g dan konsentrasi awal 200 ppm. Keadaan pH optimum

penjerapan Cs terjadi pada pH 7, sedangkan penjerapan Sr lebih rendah, yaitu pada pH 6.

ABSTRACT

ANIS ARIYANI. Preparation of Iron Oxide-Activated Carbon Magnetic Composite as

Adsorbent for Cs and Sr. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and ADEL

FISLI.

(21)

2

Judul :

`

Pembuatan Komposit Magnet Oksida Besi-Karbon Aktif sebagai

```

Adsorben Cs dan Sr

Nama : Anis Ariyani

NRP : G44060915

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Betty Marita Soebrata, S.Si, M.Si. Drs. Adel Fisli, M.Si.

NIP 19630621 198703 2013 NIP 19651205 199201 1001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.

NIP 19501227 197603 2 002

(22)

ii

PEMBUATAN KOMPOSIT MAGNET OKSIDA

BESI-KARBON AKTIF SEBAGAI ADSORBEN Cs DAN Sr

ANIS ARIYANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(23)

iii

PRAKATA

Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat,

hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta

salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta

pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis melaksanakan penelitian sejak bulan April 2010

dengan tema penelitian Pembuatan Komposit Magnet Oksida Besi-Karbon Aktif sebagai

Adsorben Cs dan Sr.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si,

M.Si. dan Bapak Drs. Adel Fisli, M.Si. sebagai pembimbing yang selalu memberikan

saran dan meluangkan waktu selama berkonsultasi. Terima kasih kepada seluruh staf

Departemen Kimia dan Bidang Karakterisasi Analisis Nuklir (BKAN) PTBIN-BATAN,

serta seluruh staf Lab. Fisik dan Lingkungan Departemen Kimia.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak, dan

Adikku atas segala bantuan, doa, moril, materil, cinta dan kasih sayangnya. Kepada

teman-teman kimia angkatan 43 atas suka dan dukanya selama tiga tahun kebersamaan

(Tifah, Muthea, inna, Nova, Nisa, Anggi, dan Wahyu), teman-teman laboratorium kimia

fisik dan lingkungan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh penghuni

pondok asad atas semangat dan doanya, serta MIB 43.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun

pembaca.

Bogor, Februari 2011

(24)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Juni 1988 dari Bapak Dirto dan Ibu

Rusi. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus SMA Negeri 2 Tangerang Selatan dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa

Kimia (Imasika) dan Himpunan Pelajar Mahasiswa Bogor (HPMB). Penulis pernah

menjadi asisten praktikum Kimia Fisik S1 mayor Kimia, asisten praktikum Kimia Fisik

S1 layanan Ilmu Teknologi Pangan (ITP), asisten Kimia Fisik S1 layanan Biokimia, dan

asisten Kimia Fisik Ekstensi S1 Kimia pada tahun 2010. Pada tahun 2009 penulis

melaksanakan Praktik Lapangan di Bidang Karakterisasi Analisis Nuklir,

PTBIN-BATAN

dengan judul laporan “Uji Adsorpsi Komposit Magnet Oksida Besi

-Karbon

(25)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ...vii

DAFTAR GAMBAR ... ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ..viii

PENDAHULUAN ... ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon Aktif ... 1

Oksida Besi ... 2

Sifat Kemagnetan Bahan ... 2

Komposit ... 2

Stronsium ... 3

Cesium ... 3

Adsorpsi ... 3

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan... 4

Metode Percobaan... 4

Pembuatan oksida besi ... 4

Pembuatan komposit magnet ... 4

Karakterisasi ... 4

Uji adsorpsi ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Oksida Besi dan Komposit Magnet ... 5

Karakterisasi ... 5

Uji Adsorpsi ... 8

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 11

Saran ... 11

(26)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kode sampel komposit magnet ...4

2 Puncak difraksi sinar-X pada karbon aktif ...6

3 Puncak difraksi sinar-X pada oksida besi ...6

4 Puncak difraksi sinar-X pada sampel C, D, E, dan hematit ...6

5 Nilai magnetisasi komposit A, C, D, dan E ...7

6 Penurunan luas permukaan sampel A, C, D, dan E ...8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur magnetit ...2

2 Pola difraksi sinar-X pada sampel A, B, C, D, dan E.…...5

3 Hasil karakterisasi sampel B, C, D, dan E menggunakan VSM...7

4 Foto SEM sampel B .

……….

7

5 Foto SEM sampel A .

……….7

(27)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(28)

PENDAHULUAN

Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan pada bidang penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan lain-lain. Pemanfaatan teknologi nuklir dapat meningkatan kesejahteraan dan kemakmuran manusia, tetapi terdapat pula potensi bahaya radiasi terhadap lingkungan hidup. Bahaya radiasi tersebut berasal dari limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan industri nuklir (Suryantoro 2006). Sesium dan strontium merupakanradionuklida hasil fisi bahan bakar yang dominan dalam limbah nuklir dan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan Cs dan Sr yang bersifat radioaktif memiliki waktu paruh relatif panjang, yaitu 30 tahun (137Cs) dan 29.1

tahun (90Sr) (Khan et al. 1995). Radionuklida

tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan melalui media udara, air, dan tanah (Tjahaja dan Sukmabuana 2008).

Oleh karena itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mencegah kontaminasi lingkungan oleh kedua radionuklida tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan material penjerap atau adsorben karbon aktif. Penelitian dengan karbon aktif untuk menjerap Cs dan Sr telah dilakukan oleh Alarifi dan Hanafi (2010), serta oleh Chegrouche et al. (2009), yang

menjerap Sr di dalam medium berair. Kedua penelitian di atas menyimpulkan bahwa Cs dan Sr dapat terjerap dengan baik pada karbon aktif karena adanya gugus karbonil pada sisi aktif karbon aktif. Namun, penjerapan pada kedua penelitian di atas menggunakan metode tumpak sehingga diperlukan penyaringan untuk memisahkan karbon aktif dengan larutan adsorbat. Penyaringan tersebut membutuhkan waktu lama dan diperlukan penyaring yang dapat menahan seluruh ukuran karbon aktif, sehingga diperlukan modifikasi terhadap karbon aktif, yaitu dengan mengompositkan partikel magnet oksida besi. Magnetit atau Fe3O4 merupakan salah satu

fase oksida besi yang memiliki sifat magnet terbesar di antara fase-fase lainnya (Sulungbudi et al. 2006) sehingga karbon

aktif yang telah terkomposit magnetit dapat merespons medan magnet dan akan memudahkan proses pemisahannya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oliveira et al. (2002), membuat komposit magnet oksida

besi-karbon aktif sebagai adsorben berbagai kontaminan, danCastro et al. (2009) membuat

komposit karbon aktif-oksida besi sebagai

adsorben atrazin di dalam medium berair. Secara umum, terjadi penurunan luas permukaan yang mengakibatkan penurunan kapasitas penjerapan pada komposit karbon aktif-oksida besi. Namun, hal ini diimbangi dengan kemudahan pada proses pemisahan, yaitu dengan memanfaatkan sifat magnet dari komposit karbon aktif-oksida besi.

Penelitian ini bertujuan membuat komposit magnet oksida besi-karbon aktif sehingga didapat komposit yang memiliki dua sifat dari material penyusunnya, yaitu kemampuan menjerap yang baik dari karbon aktif dan kemampuan merespons medan magnet dari oksida besi sehingga akan memudahkan proses pemisahan karbon aktif di dalam medium berair. Selanjutnya, pencirian komposit dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, yaitu difraksi sinar-X (XRD) untuk menentukan fase oksida besi yang terbentuk, nilai magnetisasi dengan magnetometri getar cuplikan (VSM), alat Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan, serta mikroskop elektron payaran (SEM) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan komposit.

Uji penjerapan dilakukan untuk melihat pengaruh penjerapan komposit magnet oksida besi-karbon aktif terhadap Csdan Srdengan menggunakan metode tumpak. Parameter yang digunakan dalam uji adsorpsi ini adalah ragam jumlah adsorben, ragam pH larutan, dan ragam konsentrasi awal kation Cs serta Sr. Konsentrasi Cs dan Sr yang tersisa di dalam larutan setelah penjerapan berlangsung ditentukan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS).

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon Aktif

Arang atau karbon aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang dengan a

Gambar

Tabel 4 Puncak XRD pada sampel C, D, E, dan hematit
Gambar 6  Foto SEM sampel D.
Gambar  7  Luas permukaan  sampel  A, B, C, `dan D
Gambar 11  Pengaruh pH terhadap kapasitas  +
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan karbon aktif dari biji alpukat sebagai adsorben logam berat dan mengetahui pengaruh konsentrasi karbon aktif terhadap

Dengan serbuk barium ferit berukuran lolos saringan 400 mesh sifat mekanik yang paling baik dimiliki oleh magnet komposit dengan komposisi barium ferit 70%, yaitu: kekutan tarik

komposit adalah karakteristik fraksi volume dan fraksi berat dari berbagai bahan penyusunnya. Untuk mengetahui fraksi volume dari material penyusun pada sebuah komposit, yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh konsentrasi aktivator terhadap kualitas karbon aktif yang mengacu pada SNI 06-3730-95 dan kapasitas adsorpsi karbon aktif

Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan karbon aktif dari biji alpukat sebagai adsorben logam berat dan mengetahui pengaruh konsentrasi karbon aktif terhadap

Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan karbon aktif dari biji alpukat sebagai adsorben logam berat dan mengetahui pengaruh konsentrasi karbon aktif terhadap

Karbon aktif merupakan karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan-?. bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan

Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan material baru dan