i
KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA
Oleh,
Helga Theressia Uspessy
NIM: 712013024
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
PROGRAM STUDI TEOLOGI
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
ii
LEMBAR PENGESAHAN
KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA
Oleh,
HELGA THERESSIA USPESSY 712013024
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Pdt. Dr. Jacob Daan Engel Pdt. Cindy Quartyamina Koan, MA
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kepala Program Studi, Dekan,
Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu Dr. David Samiyono
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
vi
Motto
“Janganlah seorangpun menganggap engkau
rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi
orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.”
(-1 Timotius 4:12-)
Try not to become a man of success, but rather
try to become a man of value
(-Albert Einstein-)
Untuk papi dan mami,
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
atas kasih, berkat dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan judul “KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW
TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB PUTIH SALATIGA”. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Sains Teologi (S.si-Teol ) di
Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana.
Selama menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini penulis telah banyak
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
turut membantu, khususnya :
1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel selaku pembimbing I sekaligus dosen Wali Studi
selama kurang lebih 2 tahun ini sejak pengalihan Wali Studi. Terimkasih telah
meluangkan waktu, tenaga dan kasih sayang untuk membimbing,
memberikan semangat dan kritik kepada penulis dalam mengerjakan Tugas
Akhir.
2. Pdt. Cindy Quartyamina Koan, MA, selaku dosen pembimbing II yang telah
bersedia memberi semangat, motivasi, kasih sayang dan masukan sehingga
memampukan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini dengan, tetapi juga
sebagai ibu yang mampu memberikan nasihat kepada penulis salam
menyelesaikan semua proses ini.
3. Pdt. Mariska Lauterboom, MATS, selaku Wali Studi pertama selama kurang
lebih 2 tahun diawal perkuliahan yang telah memberikan masukan, kasih
sayang dan berbagai pengalaman untuk masa depan penulis. Tuhan Yesus
memberkati Kak Ika dalam menyelesaikan Studi S3 yang sementara dijalani.
4. Seluruh dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang tidak
viii
hidup yang berharga selama kurang lebih 4 tahun penulis berproses untuk
menyelesaikan studi ini. Penulis juga bersyukur karena memiliki kesempatan
untuk belajar dan mengenal seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW yang
nantinya berguna bagi masa depan penulis. Terimakasih juga kepada seluruh
Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW karena telah membantu
melancarkan segala jenis keperluan administrasi yang penulis butuhkan.
5. Untuk kedua orang tua terhebat. Papi Andi Uspessy dan mami Nike Uspessy.
Terimaksih kalian berdua masih tetap disamping penulis dan memberikan
dorongan baik dari segi Materi, perhatian, kasih sayang, doa dan waktu untuk
mendengar keluh kesah hati penulis selama berproses di Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana. Doa penulis, Semoga Tuhan Yesus tetap
memberkati kalian berdua. Terimaksih juga kepada adik tersayang Ricksal L
Uspessy yang telah melengkapi seluruh usaha dan kerja keras penulis. Doa
penulis, semoga engkau tetap tumbuh dalam Kasih Tuhan.
6. Keluarga besar Uspessy-Syatauw untuk setiap dukungan, semangat
persaudaraan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis selama ini.
7. Keluarga besar Fakultas Teologi angkatan 2013 yang telah memberikan
inspirasi dan sejuta pengalaman berharga tentang arti sebuah persaudaraan
selama kurang lebih 4 tahun kita bersama dan menjalani semua proses di
Fakultas ini. Penulis percaya bahwa bukan tanpa alasan Tuhan
mempertemukan kita di angkatan 2013. Karena kita semua adalah generasi
muda bangsa yang selalu membutuhkan. Ingatlah selalu Motto Kita “Aku Butuh Kamu, Kamu Butuh Aku”.
8. Saudara-saudara terhebat: Ay, Elyn, Tya, Rezy dan semua saudara yang tidak
dapat disebutkan satu demi satu yang telah mendoakan, memberi dukungan,
menghapus kejenuhan, memberikan inspirasi, meredakan emosi selama
masa-masa perkuliahan dan proses penyelesaian tugas akhir ini. Termaksih yang
sama kepada Sahabat terbaik Erli Njudang yang selalu memberikan bantuan
ix
untuk persahabatan selama kurang lebih 4 tahun bersama berproses di
Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
9. Keluarga besar Jemaat GKJ Sidomukti Salatiga dan Jemaat GPM
Sarihalawane Klasis Kairatu Ambon yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis menyelesaikan seluruh rangkaian Praktek Pendidikan lapangan (PPL)
yang dibuat oleh Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.
10. Panti Wredha Salib Putih Salatiga (pengurus panti dan lanjut usia) yang telah
bersedia memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis dalam
penyelesaian tugas akhir ini tetapi juga pengalaman hidup yang berharga.
11. Keluarga besar Cemara II no 8: Kak ella, Kak Dyan, Kak Nona, Kak Mici,
Novi, Marce dan Mega. Terimakasih karena telah menemani, berbagi
keceriaan, dan memberikan motivasi bagi penulis selama belajar dan juga
menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih untuk kebersamaannya.
akhi
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
penulis sendiri, gereja, Panti Wredha, keluarga, masyarakat dan institusi yang terlibat
dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Salatiga, 19 Januari 2018
x
DAFTAR ISI
Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Lembar Pernyataan Tidak Plagiat ... iii
Lembar Pernyataan Persetujuan Akses... iv
Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir Untuk Kepentingan Akademis ... v
Motto ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... x
Abstrak ... xii
1. Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Metode Penelitian... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 7
2. Hiererki Kebutuhan Abraham Harold Maslow ... 7
2.1 Pendahuluan ... 7
2.2 Biografi Abraham Harold Maslow... .8
2.3 Kebutuhan manusia berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham Harold Maslow.. ... 10
2.3.1 Tingkat pertama, Kebutuhan fisik (Physiological Needs) ... 11
2.3.2 Tingkat kedua, Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need ... 13
2.3.3 Tingkat ketiga, Kebutuhan akan kepemilikan dan cinta (The Belongingness Love) ... 14
xi
2.3.5 Tingkat kelima, Aktualisasi diri ... 16
3. Hasil Penelitian, Pembahasan dan Analisa ... 17
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 17
3.2 Deskripsi dan analisis masalah kebutuhan lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih dari teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow ... 19
3.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Fisik ... 19
3.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman ... 21
3.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Kepemilikan dan Cinta ... 24
3.2.4 Pemenuhan Kebutuhan Untuk dihargai ... 27
3.2.5 Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri ... 29
4. Penutup ... 32
4.1Kesimpulan ... 32
4.2Saran ... 33
4.3Rangkuman ... 35
xii
KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA
Abstrak
Penelitian dan penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk mengkaji upaya
pemenuhan kebutuhan lanjut usia Kristen di Panti Wredha Salib Putih ditinjau dari
teori hierarki kebutuhan Abraham Harold Maslow. Penelitian ini didukung oleh fakta
permasalahan yang terjadi di Panti Wredha Salib Putih terkait dengan pemenuhan
kebutuhan lanjut usia. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Melalui penelitian ini dimaksudkan mengkaji
upaya pelaksanaan pemenuhan kebutuhan terhadap lanjut usia Kristen yang berada di
lingkungan Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Hasil dari penelitian ini adalah Panti
sebagai sebuah lembaga sosial yang menampung lanjut usia telah melakukan tugas
dan tanggungjawabnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan lanjut usia –tingkat
pertama sampai tingkat kelima menurut teori Abraham Harold Maslow- namun hal
ini tidak berjalan dengan maksimal karena berbagai faktor. Faktor-faktor yang
dimaksud yaitu kendala operasional, keterbatasan ekonomi, keterbatasan tenaga,
keterbatasan cara pandang pihak pengelola panti. Begitu juga kurang optimalnya
partisipasi dari para lansia sendiri dalam upaya pemenuhan kebutuhan keseharian
mereka yang beragam. Penelitian ini direkomendasikan kepada pengelola/pengurus
Panti Wredha Salib Putih, para lansia dan keluarga bahkan siapa saja untuk semakin
memberikan perhatian yang lebih optimal terkait dengan pemenuhan kebutuhan lanjut
usia.
Kata Kunci: Pengelola Panti Wredha, upaya pemenuhan kebutuhan lansia lima
1
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia sedang dan akan terus mengalami perkembangan.
Perkembangan fisik menunjukan suatu proses tertentu, yaitu proses yang menuju ke
arah yang lebih maju dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia
akan terjadi perubahan sedikit demi sedikit yang bersifat tetap. Tahap perkembangan
dimulai dari masa kanak-kanak sampai pada masa lanjut usia. Pertumbuhan dan
perkembangan berlangsung dalam sebuah lingkungan sosial yang meliputi semua
manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.1 Dengan demikian setiap manusia
dalam kehidupannya akan secara bertahap menuju pada proses akhir yang dapat kita
sebut sebagai lanjut usia (lansia).
Manusia, temasuk lanjut usia diharapkan untuk dapat berinteraksi dengan
lingkungan sosial dimana ia hidup. Hubungan ini dapat dibangun dengan keluarga,
sahabat dan teman kerja. Mengawali pembahasan tentang kehidupan dan kebutuhan
lanjut usia, penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan lanjut usia (lansia).
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses perkembangan manusia. Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki
usia dari 60 tahun ke atas. Batasan usia bagi lanjut usia dari waktu ke waktu berbeda.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) batasan usia itu meliputi usia pertengahan
(middle age) yang terdiri dari kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) terdiri
dari usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) terdiri dari usia 75-90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) terdiri dari usia di atas 60 tahun.2 Dengan demikian lanjut
usia merupakan sebuah kondisi ketika seseorang seharusnya memperoleh hasil dari
apa yang ia kerjakan.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan mengalami kemunduran
secara perlahan baik fisik, mental, maupun sosial sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari. Dengan kata lain, lanjut usia adalah proses degenerasi yang
1
IKIP Semarang Press, Psikologi Perkembangan (Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran
IKIP, 1989), 118.
2
Ferry Efendi & Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas (Jakarta: Salemba Medika,
2
dialami manusia. Lanjut usia bukan penyakit namun merupakan tahap lanjutan dari
proses kehidupan seseorang yang ditandai oleh penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan.3 Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hukum kodrat manusia yang umumnya dikenal dengan istilah “menua”. Perubahan tersebut dapat memengaruhi struktur tubuh dari aspek fisik, psikis, dan motorik.4 Perubahan
fisik yang sangat nampak pada lanjut usia ialah kulit menjadi keriput dan kering,
rambut beruban dan rontok, penglihatan mulai menjadi kabur, pendengaran mulai
tidak jelas, tulang menjadi keropos karena mengalami osteoporosis, gigi hilang dan
gusi menyusut, tulang belakang membungkuk, kekuatan dan ketangkasan tubuh
melemah, sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga kaum lanjut usia rentan
terhadap berbagai penyakit seperti kanker dan radang paru-paru. Perubahan psikis
kaum lanjut usia dapat dilihat ketika terjadi perubahan dalam sistem belajar, berpikir,
kreatifitas, dan rasa humor. Sedangkan aspek motorik dilihat ketika adanya
perubahan terhadap kecepatan, kekuatan, belajar ketrampilan baru dan kekakuan.5
Dengan demikian Kemunduran dan ketidakberfungsian ketiga aspek ini menjadikan
kaum lanjut usia tidak dapat membangun relasi yang baik dengan orang lain sehingga
kebutuhan fisik, dan psikis mereka tidak terpenuhi secara baik.
Menurut Elizabeth B. Hurlock terdapat dua kenyataan lain yang harus dihadapi
oleh kaum lanjut usia yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan
sosial terjadi ketika peran kaum lanjut usia menjadi berkurang dan ditinggalkan oleh
orang-orang yang dicintainya. Sedangkan perubahan ekonomi terjadi ketika kaum
lanjut usia hanya bergantung secara finansial pada uang pensiun atau keluarga.6
Dengan demikian, perubahan yang dialami oleh kaum lanjut usia dapat menimbulkan
perasaan tersisih dan tidak dibutuhkan lagi karena mereka dianggap sebagai mahkluk
yang tidak berdaya sehingga mereka membutuhkan kepedulian dari pihak lain. Selain
3
Efendi & Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas…..,243.
4
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), 380.
5
Ani Marni & Rudi Yuniawati, “Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri pada
Lansia di Pati Wredha Budhi Dharma Yogyakarta.” Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad
Dahlan 1 (Juli 2015): 1-2
6Enda Puspita Sari & Sartini Nuryoto, “Penerimaan D
iri Pada Lanjut Usia Ditinjau dari
3
itu ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung
sembuh bisa jadi membuat mereka merasa putus asa. Selain itu juga ekonomi, mereka
tidak lagi memiliki pengahasilan sendiri untuk membiayai hidup mereka sehingga
hanya bergatung pada uang pension.
Maslow dalam bukunya menuliskan pengalaman cinta terutama terdiri dari
kelemahlembutan dan kasih sayang dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan,
kepuasaan, kebanggaan bahkan perasaan yang meluap-luap. Ada kecenderungan
untuk berdekatan, mengadakan kontak yang lebih mesra untuk mengelus-elus dan
merangkul orang yang dicintai.7 Dengan demikian setiap manusia tanpa terkecuali
harus mampu untuk memenuhi kebutuhan ini. Setiap manusia ditakdirkan untuk
mampu membangun relasi, dicintai dan mencintai dengan orang-orang
disekelilingnya termasuk lanjut usia namun hal ini tidak dirasakan oleh lanjut Usia
yang hidup dalam lembaga-lembaga kesejahteraan sosial seperti Panti Wredha.
Mereka ini adalah bentuk ketidakpedulian cinta dari orang-orang yang dicintainya.
Secara umum, lanjut usia juga bagian dari masyarakat dan mahkluk sosial yang
selalu ingin bertemu, berinteraksi, dan saling membutuhkan terutama dalam keluarga.
Namun seiring berjalannya waktu hubungan itu akan berkurang dan menjadi sebuah
tantangan baru bagi kaum lanjut usia.8 Kondisi ini dikarenakan oleh berkurangnya
kedekatan bahkan terpisah secara fisik dengan orang-orang yang dicintainya seperti
anak-anak ataupun pasangan hidup yang selalu menemani mereka.
Sebagai manusia, menjadi tua itu menghadirkan ketakutan dikarenakan dua
alasan: pertama, ketakutan menghadapi kesendirian atau kesunyian. Kedua, ketakutan
mengahadapi kematian dan atau ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintai. Situasi
ini berakibat pada semakin menurunnya kondisi fisik dan psikis para lanjut usia,
sehingga mereka hanya bisa pasrah dengan keadaan atau malah mengalami depresi.9
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia kadang sulit beradaptasi
7
Abraham Maslow, Motivasi dan Kepribadian: Teori Motivasi dengan Ancangan Hierarki
Kebutuhan Manusia, cetakan pertama (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1970), 208.
8Ratriana Y. E. Kusumiati, “Tinggal Sendiri dimasa Lanjut Usia.”Jurnal Universitas Kristen
Satya Wacana 1 (Januari 2009): pp 24-25
9
4
(bukan berarti tidak bisa) dengan lingkungan maupun suasana yang baru di panti
yakni kurangnya kepedulian dari orang-orang terdekat, kurang kasih sayang dari
keluarga, kekosongan, rasa tidak dibutuhkan lagi dan merasa kesepian.
Rasa kesepian dan kehilangan karena keterpisahan dengan anak-anak dan
orang-orang yang dicintainya, terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu mengurus
mereka dapat memungkinkan mereka memilih tempat untuk mengobati rasa kesepian.
Intinya, kaum lanjut usia membutuhkan sebuah komunitas yang dapat mendukung
keberadaan mereka. Inilah sebabnya beberapa orang dari kaum lanjut usia memilih
tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia atau yang sering dikenal
sebagai Panti Wredha.
Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia merupakan salah satu lembaga yang
menangani kehidupan para lanjut usia. Sasaran utama dari lembaga ini ialah lanjut
usia. Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia ini didirikan dengan tujuan agar
kaum lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan aman, tentram dan sejahtera;
terpenuhinya kebutuhan lanjut usia, baik jasmani maupun rohani dan terwujudnya
kualitas pelayanan. Ada beberapa Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia di kota
Salatiga yang menampung kaum lanjut usia, baik itu yang didirikan sendiri maupun
panti sosial yang mendapat dana dari pemerintah. Salah satunya ialah Panti Wredha
Salib Putih yang bernaung di bawah Yayasan Sosial Kristen Salib Putih.
Panti ini dimiliki oleh Yayasan Sosial Kristen Salib Putih yang bernaung di
bawah GKJ (Gereja Kristen Jawa), oleh karena itu pemenuhan kebutuhan akan dapat
membantu kehidupan lanjut usia dari sisi rohani dan jasmani karena upaya
pemenuhan kebutuhan lanjut usia bertujuan untuk menunjukkan sikap peduli,
mengasihi, mencintai dan memperhatikan sesama dalam lingkungan gereja, keluarga
maupun masyarakat. Dengan demikian kepedulian dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dan pendampingan dipandang penting sebagai perwujudan dari hakekat
keberadaan dan peradaban manusia secara universal atas dasar kerahiman Allah
sebagai gambar imago Dei.10 Ini berarti bahwa Yayasan Sosial Panti Wredha Salib
10
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral.(Yogyakarta: Diandara Pustaka
5
Putih hadir untuk semua orang dalam segala bentuk pelayanan, salah satunya adalah
pemenuhan kebutuhan bagi kaum lanjut usia karena mereka juga adalah gambar dan
rupa Allah.
Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa upaya pemenuhan
kebutuhan lanjut usia yang efektif dan profesional sangatlah dibutuhkan karena
ternyata berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung upaya
pemenuhan kebutuhan baik dari sisi rohani maupun jasmani tidak berjalan dengan
maksimal. Dengan demikian, inilah alasan bagi penulis memilih judul tugas akhir
“KAJIAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW TERHADAP
PEMENUHAN KEBUTUHAN LANJUT USIA DI PANTI WREDHA SALIB
PUTIH SALATIGA”. Dengan judul ini penulis bermaksud melakukan kajian atas kebutuhan kaum lanjut usia berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow
serta bagaimana gereja dan teologi memberi tanggapan terhadap dinamika kebutuhan
kaum lanjut usia.
Penulis berkepentingan untuk mengambil judul ini karena tiga alasan yaitu
pertama, kajian atas kebutuhan lanjut usia masih sangat jarang ditemui. Kedua, kaum
lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih Salatiga adalah kelompok yang memiliki
kompleksitas kebutuhan oleh karenanya membutuhkan kepedulian dari pihak lain.
Ketiga, gereja hadir ditengah-tengah dunia untuk melayani semua orang tak
terkecuali kaum lanjut usia.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana kebutuhan lanjut usia
di Panti Wredha Salib Putih Salatiga terpenuhi, dikaji dari teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kebutuhan lanjut usia di Panti
6
1.4Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi para pembaca
baik secara teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya dan memperlengkapi
kajian ilmiah terhadap upaya pemenuhan kebutuhan lanjut usia Kristen di Panti
Wredha Salib Putih. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
Pengembangan pelayanan Gereja dan Yayasan Sosial Salib Putih yang aplikatif dan
relevan bagi kaum lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih.
1.5Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode desktiptif dengan pendekatan
kualitatif. Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.11 Metode kualitatif yang didasarkan pada deskripsi yang jelas dan
detail, maka penyajian atas temuan akan sangat kompleks, rinci dan komprehensif
sesuai dengan fenomena yang terjadi.12 Penelitian kualitatif sangat cocok digunakan
untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial dan perasaan orang lain
yang paling utama ialah untuk memastikan suatu kebenaran data sosial.13 Dengan
demikian dalam proses pengambilan data, teknik yang digunakan berupa observasi
dan wawancara yang mendalam. Subjek penelitian yang akan diwawancarai ialah
para lansia di panti Wredha Salib Putih Salatiga yang memiliki kriteria sebagai
berikut: Pertama, lanjut usia yang memiliki umur sekitar 65-90 Tahun. Kedua, kaum
lanjut usia yang telah menetap di Panti Wredha Salib Putih ± dua tahun ke atas.
Ketiga, kaum lanjut usia yang masih mampu untuk berkomunikasi dalam hal ini
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rem7u6yaja Rosdakaria, 1998),
3.
12
Noman K. Denzin dan Yyonna S. Lincoln, The Sage Handbook of Qualitative Research I
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), xviii.
13
Eko Sugiato, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis (Yogyakarta: Suaka
7
berbicara dan mendengar dengan baik. Keempat, Pengurus Panti yang menjabat
sebagai pempinan panti sebagai partisipan tambahan.
1.6Sistematika Penulisan
Penulis membagi tulisan ini kedalam lima bagian. Bagian pertama, tentang
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bagian kedua, tentang teori
Abraham Maslow yang meliputi lima kebutuhan manusia. Bagian ketiga, tentang
temuan hasil penelitian yang meliputi deskripsi masalah kebutuhan lanjut usia di
Panti Wredha Salib Putih Salatiga dan analisa tentang upaya pemenuhan kebutuhan
lanjut usia di Panti Wredha Salib Putih berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham
Harold Maslow. Bagian keempat, tentang penutup yang meliputi kesimpulan berupa
temuan, saran, kontribusi, dan rekomendasi untuk penelitian yang mendatang.
2. Hierarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow
2.1 Pendahuluan
Pada umumnya untuk dapat mempertahankan hidup, manusia harus berusaha
semaksimal mungkin untuk memenuhi semua aspek kebutuhan mereka dimulai dari
bayi sampai pada masa lanjut usia (lansia). Bagi beberapa orang kehadiran lanjut usia
dalam masyarakat, jemaat dan keluarga seringkali menjadi masalah dan tantangan,
sehingga lanjut usia terkadang dipandang rendah dan dikucilkan karena tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari atau bahkan susah untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sendiri.
Lanjut usia merupakan priode penutup dalam rentang hidup seseorang, artinya
bahwa seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat.14 Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pada masa ini seseorang sudah tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri baik dari segi fisik (makan, dan minum), kebutuhan akan
rasa aman (bebas dari rasa takut dan bahaya), kebutuhan pemilikan dan cinta,
14
8
kebutuhan untuk dihargai, dan yang terakhir aktualisasi diri yang baik. Perlu disadari
bahwa meskipun ini merupakan masa terakhir dari seluruh kehidupan manusia, lanjut
usia juga harus memenuhi kebutuhannya untuk tetap mempertahankan hidupnya
sehingga mereka membutuhkan orang lain (keluarga/orang-orang disekeliling) untuk
dapat memenuhi kebutuhan mereka mulai dari tingkat dasar sampai pada kebutuhan
yang tertinggi.
2.2 Biografi Abraham Harold Maslow
Sebelum melihat teori hierarki kebutuhan yang digagas oleh Abraham Maslow
terlebih dahulu penulis akan memaparkan secara singkat biografi dari Abraham
Harold Maslow.
Abraham Harold Maslow lahir pada tanggal 1 April 1908 di Broklyn, New
York. Ia adalah anak tertua dari tujuh anak seorang imigran Yahudi dan Rusia yang
miskin dan tak terdidik. Berhubung Maslow adalah satu-satunya anak Yahudi
dilingkungan tetangganya, Maslow merasa kesepian dan tidak bahagia. Masa
kecilnya ia habiskan bersama buku-buku. Maslow merasa bahwa ia terisolasi dan
tidak bahagia sehingga ia tumbuh di dalam perpustakaan tanpa teman sebaya selain
kata dan kalimat.15 Namun rupanya tidak seluruh tahun-tahun pertama kehidupannya
dihabiskan untuk menyendiri dan belajar karena Maslow juga memiliki pengalaman
di dunia praktis yaitu ia mulai bekerja sebagai pengantar korban. Selain itu juga
hampir seluruh liburan musim panas ia habiskan untuk bekerja pada perusahan milik
keluarga yang masih dikelola oleh saudara-saudaranya. Usaha itu kini berupa
perusahaan pembuat drum yang besar dan sukses yang dikenal dengan nama
Universal Containers, Inc.16
Masalah hidup yang dialami oleh Maslow tidak semuanya berasal dari luar
rumah karena pada saat itu ia diperhadapkan dengan sang ayah yang suka
mabuk-mabukan, pencinta wanita dan perkelahian. Maslow sendiri dianggap sebagai anak
15
Matthew H. Olson dan B.R. Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 827.
16
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta:
9
bungsu yang jelek oleh ayahnya sendiri. Selain itu yang menjadi alasan bagi
kepahitan Maslow yaitu ibunya yang amburadul dalam mengurus rumah tangga.
Maslow sendiri menggambarkan ibunya sebagai sosok wanita yang kejam, tidak
peduli dan tidak memiliki kasih sayang terhadap keluarga.17 Setelah melihat kisah
Abraham Harold Maslow, maka dapat dikatakan bahwa masa kanak-kanannya sangat
tidak bahagia.
Melewati masa kanak-kanak yang menyedihkan tidak membuat prestasi
sekolahnya menurun. Maslow menjadi salah seorang sisiwa yang memiliki prestasi
mengagumkan disekolahnya sewaktu ia bersekolah di Broklyn. Pilihannya didasarkan
pada dua hal yaitu masalah kemanusiaan dan ketidaksabarannya mewujudkan sesuatu
yang nyata. Maslow selalu menjadi mahasiswa yang berhasil selama ia berkuliah.18
Masalah yang dialami oleh Maslow baik dari dalam maupun luar keluarganya
membentuk sikap dan tindakan Maslow, paling khusus berpengaruh pada
pemikirannya sendiri.
Setelah menikah kehidupannya berubah menjadi bahagia sampai kematiannya.
Dalam kehidupannya Maslow tetarik dengan psikologi behaviorisme yang
dikemukakan oleh J. B Waston.19 Banyak hal yang mempengaruhi pemikiran Maslow
termasuk juga pengalamannya dengan suku Indian Northern Blackfoot di Alberta
Canada. Di sana terjadi permusuhan dan perkelahian antar warga suku. Selain itu juga
ia mengamati bahwa anak-anak jarang dihukum secara fisik. Orang-orang Indian
sangat memandang rendah orang-orang kulit putih karena mereka sering bertindak
kasar (kejam) terhadap anak mereka sendiri.20
Biografi di atas sangat berpengaruh terhadap teori-teori yang dikemukakan oleh
Maslow salah satunya ialah teori hierarki kebutuhan yang sampai saat ini masih
digunakan untuk menganalisa setiap kebutuhan manusia. Jadi jelas bahwa hierarki
kebutuhan tidak selamanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar bahwa jika
17
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan…..,827.
18
Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow
(Yogyakarta: Kanisus, 2014), 24.
19
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan…..,831.
20
10
kebutuhan ditingkat terendah sudah terpenuhi maka seseorang mampu mencapai
kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Dengan kata lain hierarki yang dimaskud
Maslow menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan tergantung dari seberapa besar
potensi dan motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut bukan bergantung pada
tahapan-tahapan kebutuhan. Hal ini dibuktikan oleh Maslow melalui biografi diatas.
2.3 Kebutuhan Manusia berdasarkan Hierarki Kebutuhan Abraham Harold
Maslow
Bagi Abraham Maslow manusia adalah suatu keutuhan yang menyeluruh dan
mempunyai kebutuhan berjenjang lima, mulai dari kebutuhan fisiologis tubuh,
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kebersamaan, kebutuhan akan
penghargaan dan yang terakhir adalah kebutuhan akan aktualisasi diri.21
Kebutuhan-kebutuhan di atas merupakan inti dari kodrat manusia, hanya saja
mereka lemah, mudah diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, atau tradisi
yang keliru.22 Dengan demikian, Hal ini juga yang dialami oleh kaum lanjut usia di
Panti Wredha Salib Putih. Lanjut usia sangat sulit untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka karena mereka sendiripun adalah orang-orang yang lemah dan
mudah diselewengkan. Selain itu juga tradisi dari pemikiran manusia yang keliru
menganggap lanjut usia adalah masalah dan tantangan sehingga dapat kita temui
dalam lembaga sosial kesejahteraan lanjut usia orang-orang tua yang dengan sengaja
dititipkan atau diserahkan.
Teori ini dapat diterapkan pada seluruh aspek kehidupan pribadi manusia serta
kehidupan sosial. Pada dasarnya suatu tindakan atau suatu keinginan yang sadar
memiliki berbagai motivasi, artinya bahwa seluruh pribadi yang digerakan oleh
motivasi untuk mencapai keinginan bukan hanya sebagian dari orangnya namun
seluruh dari orang itu sendiri. Untuk itulah diperlukan pemenuhan kebutuhan yang
baik bagi setiap manusia termasuk juga lanjut usia. Tidak dapat dipungkiri bahwa
21
Abraham Maslow, Psikologi Sains: Tinjauan Kritis Terhadap Psikologi Ilmuan dan Ilmu
pengetahuan Modern (Jakarta Selatan: Teraju, 2004), vii.
22
11
dalam pemenuhan kebutuhan itu manusia memiliki cara-cara tersendiri untuk
mencapai tujuan hidupnya termasuk juga lanjut usia.
Menurut Maslow, manusia memiliki sejumlah kebutuhan yang sifatnya
instingtoid, atinya bawaan sejak lahir. Maslow mengasumsikan bahwa kebutuhan
kita tersusun dalam sebuah hierarki berdasarkan potensi pemenuhannya. Kebutuhan
di hierarki lebih rendah lebih kuat dari pada yang di atasnya dan sebaliknya
kebutuhan di hierarki lebih tinggi lebih lemah.23 Dengan demikian dapat dikatakan
sebagai mahkluk berkebutuhan manusia sudah seharusnya berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya baik itu usaha dari dalam diri bahkan juga dorongan dari orang
lain.
Secara umum Maslow menguraikan kelima tingkatan kebutuhan ini sebagai
berikut:
2.3.1 Tingkat pertama, Kebutuhan fisik (Physiological Needs).
Maslow dalam bukunya menuliskan bahwa kebutuhan pada tingkat pertama ini
merupakan titik tolak teori motivasi karena berhubungan dengan dorongan
fisiologis.24 Artinya bahwa Kebutuhan ini adalah kebutuhan pokok setiap individu,
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisik manusia. Bagian pertama ini
berbicara tentang kebutuhan mendasar dalam seluruh kehidupan manusia yang
berhubungan dengan aspek biologis seperti kebutuhan akan oksigen, makanan dan
air. Penelitian terakhir menunjukan ada dua faktor yang mempengaruhi kebutuhan
tingkat pertama ini yaitu pertama, perkembangan Homesitas yang menunjuk pada
usaha otomatis dalam tubuh untuk mempertahankan aliran darah yang konstan dan
normal. Kedua adalah selera yang merupakan pilihan makanan yang disukai. Apabila
seorang kekurangan zat kimia maka ia akan mengembangkan suatu selera khusus
bagi kebutuhan yang kurang itu.25 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap
manusia memiliki dua faktor yang mampu mendorongnya untuk memenuhi
23
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan….., 839.
24
Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan
Kebutuhan Manusia Cetakan Keempat (Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo, 1993), 43.
25
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
12
kebutuhan pada tingkat pertama ini terkhususnya kebutuhan akan makanan dan
minuman.
Wirakusuma dalam bukunya menuliskan salah satu fenomena yang lazim
dikeluhkan oleh lanjut usia berkaitan dengan proses penuaan yaitu hilangnya selera
makan atau menyukai makanan yang rasanya tajam, hal disebabkan oleh terjadinya
penurunan sensitivitas indera perasa atau pembau.26 Dengan kata lain, kebutuhan
unsur gizi tertentu pada lansia mengalami peningkatan sehingga lansia membutuhkan
asupan gizi yang tepat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisiknya ini. Adapun asupan
gizi yang harus dipenuhi lansia dalam kehidupannya antara lain: Energi, Protein,
Vitamin A, Vitamin B1 (Thianim), Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3 (Niasin),
Vitamin B12, Asam folat, Vitamin , Kalsium, Fosfor, Besi, Seng dan Lodium
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi gizi kebutuhan lanjut
usia yaitu pertama, Asupan gizi disesuaikan dengan tingkat aktivitas dan kondisi
kesehatan. Kedua, tekstur makanan disesuaikan dengan kemampuan pencernaan
lansia. Ketiga, penyajian makanan (cara, waktu dan jenis) disesuaikan dengan kondisi
fisiologis dan psikologi lansia.27 Dengan demikian untuk menciptakan kesehatan
lansia secara optimal dan pemuasan kebutuhan pada tingkat pertama ini para lansia
dan para perencana harus mengatur pola hidup sehat melalui asupan gizi yang teratur
untuk lansia.
Dari teori gizi diatas sudah selayaknya setiap manusia termasuk lansia harus
memperhatikan kesehatan tubuh mereka melalui kebutuhan tingkat pertama ini.
Beberapa hal ini kalau tidak dipenuhi dengan baik maka manusia tidak dapat hidup.28
Menurut Maslow jika kebutuhan-kebutuhan pada tingkat pertama ini telah dipuaskan
maka akan muncul kebutuhan yang baru lagi. Inilah yang disebut dengan kebutuhan
dasar manusia yang diatur dengan hierarki kekuatan yang bersifat relatif.29 Dengan
26
Ema S Wirakusumah, Menu Sehat Untuk Lanjut Usia, (Jakarta: Puspa Swara Anggota IKAPI,
2001), 2.
27
Wirakusumah, Menu Sehat Untuk Lanjut Usia…..,15.
28
Hendro Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow
(Yogyakarta: Kanisus, 2014), 40.
29
13
demikian, kedua faktor diatas harus dipenuhi untuk kebutuhan pada jenjang pertama
ini sehingga manusia mampu mempertahankan hidupnya.
2.3.2 Tingkat kedua, Kebutuhan akan rasa aman (Safety Needs).
Kebutuhan yang dapat dikategorikan sebagai kebutuhan akan rasa aman yaitu
keamanan, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, dan
kekacauan, kebutuhan akan struktur, keteraturan, hukum, batasan, kuat dalam
perlindungan dan sebagainya. Menurut Maslow manusia sangat membutuhkan rasa
aman dalam hidupnya terkhususnya rasa aman dari bahaya dan ancaman. Ketika
seseorang berada dalam zona yang tidak aman maka ia mencari pelindung yang
dianggap dapat memberikan rasa aman. Biasanya hal ini dijumpai dikalangan
anak-anak.30 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan pada tingkat kedua ini
merupakan hak manusia untuk terhindar dari bahaya dan ancaman dalam
kehidupannya. Selain itu juga kebutuhan ini ialah keinginan akan rutinitas dan
aktivitas yang tidak terganggu.
Kebutuhan pada tingkat kedua ini dapat kita lihat pada orang-orang neurotis,
orang-orang yang secara ekonomis dan sosiologis merasa tertekan, menghadapi
keadaan sosial yang kacau, revolusi dan kehancuran wewenang.31 Dengan demikian,
orang-orang yang mengalami masalah seperti pada contoh diatas membuktikan
bahwa tidak semua orang beruntung memiliki rasa aman dalam kehidupannya
sehingga banyak juga yang mengalami masalah pada tingkat kedua ini.
Kebutuhan akan rasa aman juga sangat dibutuhkan oleh kaum lanjut usia karena
mereka adalah orang-orang yang perlu untuk dilindungi apalagi ketika mereka telah
hidup terpisah dari kehidupan keluarganya dan memilih untuk melanjutkan hidup
mereka di lembaga-lembaga sosial lanjut usia. Lanjut usia yang tinggal pada
lembaga-lembaga sosial adalah mereka yang secara ekonomis dan sosiologis merasa
tertekan, menghadapi keadaan sosial yang kacau. Keadaan sosial yang kacau dalam
30
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow…..,40.
31
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
14
pengertian kebutuhan lanjut usia berarti hubungan antar keluarga yang tidak
harmonis. Melihat seluruh keberadaan lanjut usia maka sudah selayaknya mereka
mencari pelindung terdekat mereka yang dianggap kuat untuk mengatasi rasa
ketakutan dan kegelisahan mereka. Pemenuhan kebutuhan rasa aman memastikan
individu bahwa mereka tinggal dilingkungan yang bebas dari bahaya, rasa takut dan
kekacauan.32 Dengan demikian, dalam situasi seperti ini maka, sudah selayaknya
lanjut usia mencari pelindung terdekat mereka yang dianggap kuat untuk mengatasi
rasa ketakutan dan kegelisahan mereka di Panti Wredha yang merupakan tempat baru
bagi mereka.
2.3.3 Tingkat ketiga, Kebutuhan akan kepemilikan dan cinta (The
Belongingness Love).
Jika kedua tingkatan di atas telah terpenuhi maka kebutuhan akan kepemilikan
dan cinta juga harus dimiliki oleh setiap manusia. Cinta yang dimaksudkan bukan
semata-mata hubungan seks karena seks dianggap sebagai kebutuhan fisik namun
cinta yang dimaksukan lebih dari pada itu. 33 Kebutuhan akan cinta meliputi
kehidupan yang saling memberi dan menerima perhatian orang lain. Menurut Maslow
manusia adalah mahkluk sosial yang hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan
ketiga ini dapat ditemukan pada orang-orang yang haus akan hubungan yang penuh
kasih dengan teman, kekasih, suami/istri dan anaknya. Masalah-masalah yang sering
ditemui dalam kebutuhan ini adalah anak yang terlalu sering berpindah tempat karena
mobilitas dan industrialisasi, keadaan yang tidak menentu, adanya rasa benci terhadap
seseorang.34 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan pada tingkat ketiga
ini ada masalah hubungan dan relasi dengan orang lain.
Salah seorang guru kepemimpinan dunia John Maxwel menekankan bahwa
relasi yang baik merupakan fondasi dari semua pencapaian hidup.35 Relasi AKU-
32
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan…..,841.
33
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow….., 41.
34
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,52.
35
15
ENGKAU (“I-Thou”) menurut Bubber dalam bukunya I And Thou merupakan relasi antara persona (manusia sebagai mahkluk yang bermartabat). Relasi dimana AKU
menyapa ENGKAU sebagai pribadi dan ENGKAU menyapa AKU sebagai pribadi
juga. AKU tidak memperalat ENGKAU tapi AKU menjumpai ENGKAU apa
adanya.36 Oleh karena itu kebutuhan itu mengharuskan setiap manusia agar dapat
bersosialisasi dengan orang lain. Aspek dalam kebutuhan ini adalah pertemanan,
persahabatan, dukungan keluarga, pengidentifikasian diri dengan kelompok dan
hubungan intim.37 Dengan demikian, ini merupakan sebuah relasi atau hubungan
yang tepat untuk mempererat persahabatan dan kekeluargaan. Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi maka individu akan merasa kesepian dan hampa.
Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra
antara kedua orang, termasuk sikap saling percaya. Satu hal yang ditekankan oleh
Maslow dalam bukunya ialah cinta bukan sinonim dari seks.38 Seingkali cinta
menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahannya terungkap. Karl
Menninger menjelaskan bahwa cinta menjadi rusak bukan saja dari perasaan yang
tidak dihargai tetapi juga oleh rasa takut.39 Lanjut usia sangat membutuhkan orang
lain untuk mampu mewujudkan kebutuhan yang satu ini. Namun seringkali apa yang
dialami oleh mereka tidak semuanya sama. Mereka merasa sendiri tidak ada orang
yang mencintai mereka sehingga mereka terpaksa diungsikan ke lembaga sosial.
Pemenuhan kebutuhan cinta sampai saat ini merupakan sesuatu yang sulit untuk
dicapai terutama bagi lanjut usia.
2.3.4 Tingkat keempat, Kebutuhan untuk dihargai (The Esteerm Needs).
Maslow menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan
penghargaan yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi
kebutuhan akan penghargaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi,
36
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow…..,130.
37
Olson dan Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian:Edisi Kedelapan….., 841.
38
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,55.
39
16
ketidaktergantungan dan kebebasan. Sedangkan penghargaan dari orang lain meliputi
prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta
penghargaan.40 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan pada tingkat
keempat ini berhubungan dengan dua hal yaitu diri sendiri dan orang lain untuk dapat
mencapai tujuan akan penghargaan diri.
Pemenuhan kebutuhan akan harga diri membawa perasaan percaya pada diri
sendiri, nilai, kekuatan, kapabilitas dan perasaan dibutuhkan serta bermanfaat bagi
dunia namun sekaligus menimbulkan perasaan lemah dan tidak berdaya ketika
seseorang tidak mendapat respon dan motivasi yang diharapkan dari orang lain.
Harga diri yang paling baik dilandaskan pada penghargaan yang dari orang lain dan
bukan dari ketenaran atau kemasyuran.41 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
meskipun harga diri dapat diperoleh dari dua kemungkinan namun yang baik adalah
dieroleh dari pengakuan orang lain.
Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut bahwa pemenuhan kebutuhan akan
penghargaan diri manghasilkan dampak psikologis berupa rasa percaya diri, bernilai
kuat, mampu memadai. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak tercapai maka akan
menghasilkan perasaan minder, lemah, putus asa, atau bahkan rasa takut.42 Oleh
karena itu meskipun lanjut usia adalah masa akhir dari hidup manusia namun mereka
juga membutuhkan sebuah pengakuan dan penghargaan oleh orang-orang disekeliling
terutama keluarga.
2.3.5 Tingkat kelima, Aktualisasi diri (Self Actualization).
Meskipun semua kebutuhan telah terpenuhi namun masih saja ada perasaan
ketidakpuasaan dan kegelisahan yang akan berkembang. Dalam kebutuhan ini
dijelaskan bahwa setiap orang harus dapat mengaktualisasikan dirinya berupa
karya-karya yang dibuatnya. Aktivitas ini yang nantinya akan membuat seseorang menjadi
40
Setiawan, Manusia Utuh: Sebuah Kajian Atas Pemikiran Abraham Maslow..…, 76.
41
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,56
42
17
tentram. Kebutuhan ini dapat disebut sebagai perwujudan diri.43 Dengan demikian
setiap orang harus memiki aktivitas pribadi untuk dapat menemukan perwujudan
dirinya.
Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan seseorang untuk
melakukan apa yang menjadi tujuan kelahiran atau penciptaannya. Pencapaian
aktualisasi diri mampu membawa manusia sampai pada sifat tertingginya.44 Lanjut
usia membutuhkan akan aktualisasi diri yang baik. Dengan demikian muncullah
kebutuhan terakhir ini berdasarkan suatu pemenuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan akan cinta dan harga diri yang telah ada sebelumnya.
Dengan demikian inilah teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow yang
penulis gunakan untuk melihat permasalahan yang dialami oleh kaum lanjut usia di
Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Dari kelima tahapan ini penulis akan mencari tahu
seberapa besar ragam kebutuhan lanjut usia yang telah terpenuhi. Kemudian apa saja
tantangan yang dialami oleh kaum lanjut usia dalam rangka memenuhi ragam
kebutuhan hidup mereka.
3. Hasil Penelitian, Pembahasan Dan Analisa
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ialah Yayasan Sosial Kristen Salib Putih bertempat di Lembaga
Kesejahteraan Sosial lanjut Usia atau yang biasa disebut Panti Wredha Salib Putih
yang berlokasi di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah (Jl. Salatiga – Kopeng Km 4).
Yayasan Sosial Kristen Salib Putih merupakan sebuah lembaga sosial
kemasyarakatan yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk menolong dan
memberdayakan orang-orang yang membutuhkan topangan sehingga dapat kembali
mengangkat martabatnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Yayasan Sosial Kristen Salib Putih yang berdiri dibawah naungan sinode GKJ
memiliki empat bentuk pelayanan yang terdiri dari: Panti Asuhan Salib Putih, Panti
Karya Salib Putih, Balai Pengobatan Salib Putih dan Panti Wredha Salib Putih. Panti
43
Maslow, Motivasi dan Kepribadian 1: Teori Motivasi dengan Pendekatan Kebutuhan Manusia
Cetakan Keempat…..,56-57.
44
18
Wredha Salib Putih memiliki dua macam pelayanan yaitu PW sosial, berlokasi di
Salib Putih yang diperuntukan bagi lanjut usia terlantar baik secara fisik, rohani,
psikologi, dan sosial titipan keluarga tidak mampu, pamong RT/RW, gereja, dinas
sosial, kepolisian. PW mandiri berlokasi dijalan Merbabu Salatiga untuk usia lanjut
titipan keluarga mampu dengan memberikan kontribusi tiap bulannya.45
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Yayasan Sosial Kristen Salib Putih
yang merupakan lembaga kemasyarakatan memiliki Visi dan Misi. Adapun Visi dan Misi dari Yayasan ini adalah VISI: “Mewujudkan kasih Allah kepada manusia demi keselamatan manusia secarah utuh” dan MISI: “Memberikan pelayanan kepada orang-orang terlantar dengan cara memberikan perawatan, pendidikan,
pendampingan agar menjadi manusia bermartabat yang hidup secara utuh, layak dan penuh pengharapan”.46
Perlu juga kita ketahui tentang filosofi Salib Putih yang
merupakan dasar dan latar belakang dari pelayanan Yayasan ini. Adapun Filosofi
Salib Putih antara lain: Salib merupakan lambang penderitaan, keselamatan, dan
kasih yang diwujudkan dalam pengorbanan, Salib merupakan tanda hubungan dan
tanggungjawab kita kepada sesame (garis horizontal) dan kepada Tuhan (garis
vertikal) dan Putih merupakan lambang kesucian dan ketulusan. Dengan demikian
Salib Putih adalah wujud nyata tanggungjawab kasih, pelayanan dan pengorbanan
kita kepada Tuhan dan sesama dengan memberikan pertolongan kepada sesama yang
menderita agar mendapatkan keselamatan secara utuh dan mendasarinya dengan
kesucian serta ketulusan hati.
45
Brosur Yayasan Sosial Kristen Salib Putih Jl. Hasanudin Km 4 Salib Putih Salatiga 50734 PO.Box 135 Telp. 0298-323339 Fax. 0298-326489 Email:
Yayasan.salibputih@gmail.comKatemenan Iku Ajine Ngungkuli Kapinteran. 46
19
3.2 Deskripsi dan Analisis Masalah Kebutuhan Lanjut Usia Di Panti Wredha
Salib Putih Dari Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow.
3.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Fisik
Berdasarkan obeservasi dengan 10 orang responden yang merupakan lansia di
Panti Wredha salib putih. Penulis menemukan hasil penelitian bahwa biasanya
pemenuhan kebutuhan fisik lansia di panti ini berupa makan dan minum. Dari segi
waktu, 10 responden menjawab bahwa waktu pemenuhan kebutuhan fisik berupa
makan dan minum lansia di panti Wredha Salib Putih sudah terpenuhi dengan baik
yaitu pagi, siang dan sore (tiga kali sehari). Dari segi pemenuhan kebutuhan
berdasarkan selera, 1 orang responden sebut saja Opa SU menjawab bahwa meskipun
waktu makan telah diperhatikan dengan baik namun terkadang tidak memperhatikan
seleranya.47 Dari segi pemenuhan kebutuhan berdasarkan gizi dan kesehatan 2 orang
responden sebut saya Opa SU dan oma S.48 menjawab bahwa sejauh ini makanan
yang disajikan belum menjawab kebutuhannya karena tidak sesuai dengan kondisi
dan kesehatannya dan selain itu makanan yang disajikan tidak bergizi.
Hasil wawancara dengan pengurus panti yaitu ibu SSM.49 Beliau mengatakan
bahwa tidak ada pertimbangan gizi khusus dan konsultasi ke dokter tentang makanan
dan minuman yang seharusnya di konsumsi lansia karena faktor ekonomi yang
kurang memadai. Dalam kenyataannya untuk makan sehari-hari, biaya lauk setiap
lansia sebesar Rp 1.000,00/sekali makan. Jadwal makan lansia telah diatur dengan
baik sehingga dalam satu hari waktu makan lansia adalah 3x. Selain itu per harinya
Panti Wredha salib Putih mengeluarkan 3 ons beras untuk jatah makan setiap lansia
selama satu hari penuh.
Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran Wirakusuma yang menyatakan bahwa
usia lanjut membutuhkan asupan gizi yang tepat untuk dapat memenuhi kebutuhan
fisiknya. Adapun asupan gizi yang harus dipenuhi lansia berupa energi, protein Vit.A,
Vit. B1, B2, B3 dan sebagainya. Menurut analisa penulis kebutuhan asupan gizi
47
Wawancara dengan Opa SU, 14 Juli 2017, pukul 06.57 WIB.
48
Wawancara dengan Oma S, 01 Juli 2017, pukul 09.52 WIB.
49
20
untuk lansia di Panti ini belum dijalankan dengan maksimal karena, bagaimana
pengurus Panti mengetahui asupan gizi lansia jika tidak ada pertimbangan asupan gizi
ke dokter, selain itu ada keluhan dari lansia terkait dengan makanan yang disajikan
bagi mereka.
Selanjutnya dari hasil penelitian diketahui bahwa masalah tentang selera makan
lansia dijumpai dalam lingkungan Panti ini. Masalah tentang selera makan merupakan
faktor menurunnya kondisi kesehatan lansia di Panti Wedha Salib Putih. Seorang
lansia mengeluh tentang makanan yang diberikan karena terkadang tidak memenuhi
kebutuhan dan seleranya. Sebut saja opa SU.50 Menurutnya, makanan yang selalu
diberikan tidak sesuai selera sehingga membuatnya kehilangan nafsu makan.
Hasil penelitian ini didukung oleh pemikiran Wirakusumah yang menyatakan
bahwa salah satu masalah yang sering dikeluhkan oleh lanjut usia adalah hilangnya
selera makan sehingga lansia membutuhkan gizi yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan fisiknya. Oleh karena itu peranan penting dari Panti sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan selera makan lansia dengan cara memperhatihan asupan gizi
yang tepat karena asupan gizi yang tepat menjadi faktor utama untuk meningkatkan
selera makan lansia. Analisa penulis dari masalah ini adalah Panti belum seutuhnya
menjadi unit yang membantu pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) lansia
terutama dari segi selera.
Selanjutnya, menurut Wirakusumah ada tiga faktor penting yang harus
diperhatikan dalam pemenuhan gizi lansia yaitu asupan gizi harus disesuaikan dengan
aktifitas dan kondisi kesehatan, tekstur makanan harus disesuaikan dengan
pencernaan dan penyajian makanan harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan dan
psikologi lansia. Kenyataanya ada lansia yang masih mengeluh bahwa makanan yang
disajikan tidak memperhatikan kondisi kesehatan mereka. Selain itu juga, tidak
pertimbangan gizi khusus bagi lansia yang dikonsultasikan ke dokter dalam kaitannya
dengan makan dan minum lansia di Panti ini karena faktor ekonomi.
Dari hasil penelitian dengan responden maka dapat disimpulkan bahwa
memang proses pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) belum sepenuhnya
50
21
terpenuhi. Jika dilihat dari tiga segi pemenuhan kebutuhan diatas maka dapat
dikatakan yang mencapai tujuan pemenuhan adalah segi waktu. Selanjutnya segi
pemenuhan selera dan gizi sejauh ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan lansia
karena masih ada diantara lansia yang merasa bahwa kebutuhan fisik (makan dan
minum) tidak sesuai dengan selera bahkan juga gizi dan kondisi kesehatan. Jadi,
jelaslah bahwa pemenuhan kebutuhan fisik (makan dan minum) yang telah di
jadwalkan oleh panti tidak sepenuhnya menyentuh kebutuhan lansia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Panti Wredha Salib Putih ketika
dibandingkan dengan teori Abraham H. Maslow, kebutuhan pada tingkat pertama
terpenuhi apabila kedua faktor diatas terpenuhi yaitu pemenuhan selera dan usaha
untuk tetap mempertahankan aliran darah dengan mengonsumsi gizi yang tepat.
Kenyataan penelitian memberikan informasi bahwa panti belum menggali secara
penuh kebutuhan fisik lansia. Selain itu juga panti belum sepenuhnya memperhatikan
secara penuh kualitas makan (asupan gizi) yang tepat bagi lansia. Dalam pemenuhan
kebutuhan fisik hal yang perlu diperhatikan oleh Panti adalah gizi yang tepat dan
pemuasan terhadap selera adalah faktor penting dalam pertimbangan kesehatan
lansia.
Berdasarkan hasil analisa penulis menemukan sekurangnya ada dua faktor yang
menjadi masalah besar sehingga mempengaruhi Panti Wredha Salib Putih tidak
memberikan pelayanan yang tepat bagi lansia. Pertama, karena faktor ekonomi. Hal
ini dikarenakan Panti ini dikhusukan bagi golongan menengah kebawah sehingga
tidak memiliki biaya lebih untuk mengkonsultasikan gizi makan lansia ke dokter.
Kedua, Panti tidak menggali secara penuh apa keluhan lansia tentang kebutuhan
makan dan minum yang seharusnya mereka dapatkan.
3.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis didapatkan
penemuan-penemuan penting tentang penyebab lansia kurang mendapat pemenuhan kebutuhan
rasa aman. Berdasarkan informasi yang penulis terima, rata-rata lansia di Panti ini
22
lansia tidak mendapat pemenuhan kebutuhan rasa aman dengan baik yaitu faktor
keluarga dan lingkungan Panti. Beberapa orang responden adalah orang-orang yang
tidak memiliki keluarga sejak kecil sehingga memilih tinggal di Panti ini. Sedangkan
yang lannya adalah orang-orang yang memiliki keluarga namun mereka sendiri yang
memutuskan untuk tinggal dan menetap di Panti ini karena anggota keluarga mereka
memiliki kesibukan masing-masing sehingga tidak ada yang mengurusi. Opa AL51
adalah seseorang yang tidak diinginkan dalam keluarga sehingga ia di masukan ke
Panti ini oleh istrinya. Sampai saat itu belum ada alasan yang jelas dari sang istri
kenapa opa AL dimasukan di Panti ini. Sedangkan 1 orang responden sebut saja oma
KL52 menjawab bahwa rumah pribadinya runtuh sehingga ia ditempatkan di Panti ini,
namun ia bersama dengan anak dan cucunya.
Bagi lansia, teman-teman dan pengurus panti adalah keluarga yang
sesungguhnya ketika mereka ditinggalkan oleh orang-orang yang mereka cintai.
Disini mereka menemukan saudara dan sahabat sehingga ada yang melindungi
mereka dari bahaya dan ancaman terutama saat mereka mengalami kesedihan. Namun
1 responden sebut saja oma S.53mengatakan bahwa ia menemukan adanya rasa
ketidaknyamanan terhadap sikap pemimpin Panti dan lansia yang lain yang selalu
memikirkan hal buruk tentangnya sehingga menarik diri dari lingkungan. Menurutnya
ia hanya bersahabat dengan salah satu lansia yang dianggap selalu sejalan dengan
pemikirannya. Namun tidak ada fasilitas Panti yang mampu menjada keamanan
mereka. Hal ini juga di sampaikan oleh ibu SSM selaku pengurus panti, bahwa sejauh
ini tidak ada fasilitas panti yang digunakan demi memberikan perlindungan bagi
lansia.
Hal ini didukung oleh pemikiran Maslow yang menyatakan bahwa manusia
sangat membutuhkan rasa aman dalam hidupnya terkhususnya rasa aman dari bahaya
dan ancaman. Ketika seseorang berada dalam zona yang tidak aman maka ia mencari
pelindung yang dianggap dapat memberikan rasa aman. Anlisa penulis bahwa dalam
kehidupan keluarga para lansia ini tidak merasakan kenyamanan dan keamanan baik
51
Wawancara dengan Opa AL, 22 juli 2017, pukul 09.26 WIB.
52
Wawancara dengan Oma KL, 17 Juli 2017, pukul 12.57 WIB.
53
23
secara fisik tetapi juga sosial mereka sehingga lansia mencari perlindungan di tempat
yang dianggap aman yaitu lembaga sosial yang mampu menampung mereka. Namun
terkadang lingkungan Panti juga belum maksimal memberikan keamanan bagi
mereka baik dari fasilitas keamanan dan juga sikap teman-teman panti yang lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ketika dibandikan dengan teori Abraham
H. Maslow maka secara sederhana penulis ingin mengatakan bahwa lansia pada
umunya belum mendapat pemenuhan kebutuhan akan rasa aman secara maksimal
baik dari lingkungan keluarga bahkan Panti sendiri. Jika lansia adalah orang-orang
yang tidak memiliki keluarga atau bahkan ditinggalkan maka darimanakah mereka
mendapat pelindungan dari bahaya dan rasa aman? Sehingga Panti merupakan jalan
satu-satunya bagi lansia untuk menemukan keberadaan mereka dengan orang lain
sehingga mereka terhindar dari rasa takut. Namun jika lingkungan panti juga tidak
memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi lansia bagaimanakah lansia
mampu memenuhi kebutuhan ini?
Berdasarkan analisa penulis ada tiga faktor yang merupakan masalah
terbesar yang sering dialami oleh lansia dalam hubungannya dengan pemenuhan
kebutuhan akan rasa aman. Pertama, lansia adalah orang-orang yang terpisah secara
fisik bahkan sosial dari lingkungan keluarga karena beberapa alasan yaitu pilihan
mereka sendiri untuk menetap di Panti tetapi juga mereka merupakan orang-orang
yang sejak kecilnya tidak memiliki keluarga. Kedua, diduga lansia adalah
orang-orang yang tidak diinginkan dalam lingkungan keluarga (istri/suami dan anak-anak)
sehingga mereka dititipkan di Panti ini. Ketiga, lingkungan panti (fasilitas keamanan,
pengurus dan teman-teman) yang tidak memberikan kenyamanan bagi lansia
sehingga membuat lansia menarik diri dari lingkungan Panti.
Keluarga adalah unit terkecil yang mampu memberikan tempat perlindungan
yang aman bagi lansia belum melakukan tanggungjawabnya secara maksimal.
Meskipun hanya 1 responden yang memiliki permasalahan ini, tapi menurut analisa
penulis, pandangan lama yang meyakini bahwa lansia adalah usia yang tidak
menyenangkan bahkan memberikan masalah bagi orang lain merupakan faktor utama
24
panti belum mampu menyediakan fasilitas penunjang keamanan bagi lansia bahkan
ada lansia yang menarik diri dari lingkungan panti karena tidak mendapat
kenyamanan.
3.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Kepemilikan dan Cinta
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan tentang pemenuhan kebutuhan
kepemilikan dan cinta adalah 9 dari 10 responden merupakan lanjut usia yang masih
memiliki keluarga namun diantara kesembilan orang ini, terdapat 1 responden yang
hanya memiliki keluarga angkat yaitu anak yang ia asuh dan dibesarkan dari kecil.
Sedangkan 1 orang responden lainnya menjawab bahwa ia sudah tidak memiliki
keluarga dari kecil sebut saja Oma YM.54 1 responden lainnya sebut saja oma
KL.55merupakan lansia yang memiliki keluarga yaitu anak dan cucunya yang tinggal
bersama di Panti ini. Diantara ke-9 responden ini terdapat 1 lansia yang tidak pernah
dikunjungi sama sekali oleh keluarga sebut saja Opa SP.56 Dan lansia yang lain
pernah dikunjungi namun tidak secara rutin kerena berbagai alasan.
Dari data yang diperoleh penulis menumukan ada dua alasan yang
melatarbelakangi pihak keluarga tidak melakukan perkunjungan secara rutin kepada
lansia. Pertama, karena alasan pekerjaan. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang
sering dikeluhkan oleh lansia kepada keluarga. Akibat adanya pekerjaan yang
merupakan tanggungjawab keluarga (anak) maka beberapa lansia di Panti ini tidak
memiliki waktu yang efektif untuk bertemu dan berbagi kasih sayang dengan
keluarga mereka, namun disatu sisi lansia juga sadar bahwa pekerjaan yang dilakukan
oleh keluarga (anak) merupakan wujud tanggungjawab yang harus dilaksanakan guna
memenuhi kehidupan mereka. Kedua, karena faktor keluarga. 4 dari 10 responden
mengatakan bahwa selama ini mereka tidak pernah dikunjungi secara teratur karena
anak-anak mereka telah berkeluarga sehingga sibuk mengurusi rumah tangga mereka
dan lupa untuk mengunjungi mereka sebagai orang tua yang telah dititipkan. Namun
54
Wawancara dengan Oma YM, 03 Juli 2017, pukul 09.34 WIB.
55
Wawancara dengan Oma KL, 17 Juli 2017, pukul 12.57 WIB.
56
25
lansia juga sadar bahwa anak-anak yang mereka miliki, mempunya kebebasan untuk
memilih jalan kehidupan mereka masing-masing termasuk untuk berkeluarga. Kedua
hal diatas merupakan faktor yang sering kita jumpai dalam kehidupan lansia di Panti
ini dan menjadi permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan akan kepemilikan dan
cinta. Dari kedua hal diatas mengakibatkan lansia tidak bisa berhubungan dengan
baik dengan anggota keluarga mereka. 1 responden sebut saja oma SU mengatakan
bahwa natal merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu karena dari situlah ia
bisa bertemu dengan keluarganya. Ini berarti bahwa setiap hari yang ia lewati di Panti
ini tidak ada seorangpun yang datang mengunjunginya. Perasaan yang dialami oleh
oma SU menggambarkan bahwa ia sangat membutuhkan kasih sayang dan kunjungan
dari keluarganya. Namun ia juga sadar bahwa jarak yang terlalu jauh membuat
mereka jarang untuk bertemu.
Selain dua hal di atas penulis menemukan alasan lain yaitu lansia sulit diterima
oleh keluarga karena dianggap membawa masalah. Hal ini dialami oleh Opa AL,
menurut beliau keluarga (istri) tidak menginginkan kehadirannya sehingga ia
dititipkan di Panti ini. Sampai saat ini Opa AL belum mengetahui secara pasti apa
yang menyebabkan ia ditempatkan di Panti ini karena sang istri tidak pernah memberi
tahunya bahkan ketika Opa AL meminta untuk membawanya pulang istrinya
menolak.
Hal ini didukung oleh pemikiran Elizabeth Hurlock yang menyatakan bahwa di
Amerika Serikat terdapat banyak sekali sterotipe yang cenderung melukiskan lanjut
usia sebagai usia yang tidak menyenangkan dan menggambarkan mereka sebagai
orang yang rewel dan jahat, maka ini adalah bukti bahwa di Indonesia juga sterotipe
ini masih menguasai kehidupan manusia sehingga kebanyakan kita jumpai lansia
pada lembaga-lembaga sosial. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan merupakan inti
dari kodrat manusia yang harus dipenuhi, hanya saja mereka lemah, mudah
diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, atau tradisi yang keliru. Dengan
demikian ini adalah realita yang terjadi dalam msyarakat Indonesia saat ini.