• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Istilah negara kepulauan (archipelagic state) sering dilekatkan pada nama

Indonesia. Luas wilayah lautnya 3,25 juta km2, dengan panjang garis pantai

81.000 km. Ditengah laut tersebut ditaburi 17.504 pulau besar dan kecil.

Kenyataan ini menunjukan bahwa 2/3 dari wilayah Indonesia adalah laut.

Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang kedaulatan

negara atas wilayah laut merupakan salah satu ketentuan penting Konvensi PBB

tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982)

atau yang kita kenal dengan UNCLOS 1982.1 Konsepsi penguasaan lautan oleh

negara atau pulau yang didekatnya (dikelilingi) seperti yang termasuk di dalam

ordinasi tersebut pada hakikatnya berasal dari adanya kecenderungan pengaruh

oleh salah satu diantara dua konsepsi dasar tentang lautan yang berkembang sejak

abad XVII.

Adapun dua konsepsi yang dimaksud adalah :

1. Res Nullius : yang menyatakan bahwa lautan itu tidak ada yang memiliki,

karena itu negara atau bangsa yang berdekatan boleh memilikinya.

2. Res Comunis : yang menyatakan bahwa lautan itu adalah milik bersama,

karena itu tidak boleh dimiliki oleh negara atau bangsa manapun. Dalam

1

(2)

2 hal ini rezim hukum laut yang dimaksudkan ternyata cenderung

terpengaruh oleh konsepsi dasar Res Nulius meskipun terbatas (3 mil laut).

Konsepsi negara kepulauan yang ada di dalam UNCLOS I dan UNCLOS

II tidak memperoleh dukungan berarti dari negara-negara kepulauan, keduanya

berubah ke dalam dekade-dekade berikutnya. Dengan diterimanya konsepsi

negara kepulauan di dalam konvensi hukum laut 1982, Kanada menyatakan

bahwa (setelah konvensi baru ini diterima bulan April) konsepsi negara kepulauan

ini merupakan kemajuan yang penting yang telah dicapai oleh UNCLOS III. Fiji

menyatakan bahwa mereka telah membakukan konsepsi ini di dalam

perundang-undangan mereka. Filipina menyatakan bahwa fakta, Konvensi mengakui

kedaulatan dari negara kepulauan atas perairan kepulauannya dan udara diatas

landasan tanah di bawah, merupakan pertimbangan yang sangat menentukan

untuk Konvensi ini. Indonesia telah meratifikasi Konvensi hukum laut 1982 di

dalam UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On

the Law of The Sea yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1985.

Penjelasan UU No. 17 Tahun 1985 antara lain memuat sebagai berikut:2

- Bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia, Konvensi ini mempunyai

arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan

yang selama dua puluh lima tahun secara terus menerus diperjuangkan

oleh Indonesia, telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat

internasional. Pengakuan resmi asas Negara Kepulauan ini merupakan hal

yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai

2

(3)

3 dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara

sebagaimana termaktub dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, yang menjadi dasar perwujudan

bagi kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial,

budaya dan pertahanan keamanan.

Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan semangat persatuan dan

kesatuan wilayah nusantara serta memberikan kesejahteraan bangsa, maka

pemerintah Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980, mengumumkan Deklarasi

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE I). Yang dimaksud Zona Ekonomi Eksklusif

adalah jalur laut di luar laut wilayah Indonesia sejauh 200 mil laut dari garis

pangkal atau garis dasar. Pengumuman deklarasi ZEE I berdasarkan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 1960 tentang perairan

Indonesia.

Konsepsi ZEE Indonesia didasarkan oleh faktor-faktor :

1. Semakin terbatasnya persediaan ikan

Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan ikan

untuk bahan makanan. Sedangkan hasil perikanan dunia akan berada di bawah

tingkat permintaan. Sehingga melalui ZEE ini, Indonesia dapat melindungi

sumber-sumber daya hayati yang ada di laut.

2. Pembangunan nasional Indonesia

Dalam usaha pembangunan nasional Indonesia, sumber daya alam yang

terdapat di laut sampai ke batas 200 mil dari garis-garis pangkal, dapat

(4)

4 daya alam ini merupakan modal dasar pembangunan guna mencapai kesejahteraan

seluruh rakyat Indonesia di semua bidang kehidupan sesuai dengan UUD 1945.

3. Zona Ekonomi Eksklusif sebagai Rezim Hukum Internasional

Di sini berarti bahwa ZEE I telah menjadi bagian dari hukum internasional

kebiasaan. Setelah Indonesia merdeka tetapi sebelum terjadinya pembaharuan

hukum atas laut wilayah negara RI masih mendasarkan diri kepada TZMKO 1939

(Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonantie), yang menetapkan bahwa

perairan daerah jajahan Hindia-Belanda wilayah lautnya meliputi sejauh 3 mil laut

yang diukur dari garis dasar, dan ditentukan pada waktu air surut dari

masing-masing pulau, selain itu didasarkan pada aturan peralihan Pasal 2 UUD 1945,

Pasal 192 Konstitusi RIS dan Pasal 142 UUDS.

Tetapi kemudian aturan menurut TZMKO 1939 dirubah oleh UU No. 4

Prp Tahun 1960 dengan menetapkan batas wilayah laut adalah sejauh 12 mil yang

ditentukan dari pulau yang paling luar ke pulau yang terluar lainnya, maka UU

tersebut berarti mengimplementasikan beberapa ketentuan UUD, yaitu :3

a. Alinea ke 4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:

“...membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia... .”

b. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik.

3

(5)

5 Dengan demikian maka negara kepulauan Indonesia merupakan negara

kesatuan baik dilihat dari segi yuridis (hukum) maupun dari segi realitas

(kenyataan) dengan laut (perairan) berfungsi sebagai sarana penghubung untuk

pulau yang satu dengan pulau yang lainnya (bukan sebagai sarana pemisah).

Pengakuan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS 1982) kepada

Indonesia sebagai Negara Kepulauan membawa konsekuensi yuridis, yaitu bahwa

perairan Indonesia akan menjadi suatu wilayah yang utuh, di mana batas lautnya

diukur dari titik pulau-pulau terluarnya. Pasal 47 ayat (1) UNCLOS 1982

menyebutkan bahwa:4

An archipelagic State may draw straight archipelagic baselines

joining the outermost points of the outermost islands and drying

reefs of the archipelago provided that within such baselines are

included the main islands and an area in which the ratio of the

area of the water to the area of the land, including atolls, is

between 1 to 1 and 9 to 1.

Sehingga, bagi Indonesia sebagai negara yang berbentuk kepulauan,

keberadaan pulau-pulau kecil terluar tersebut memiliki nilai strategis yang sangat

penting karena berdasarkan UNCLOS 1982 pulau-pulau kecil terluar tersebut

digunakan sebagai titik dasar dari garis pangkal kepulauan Indonesia dalam

pengukuran dan penetapan batas wilayah negara Indonesia dengan negara

tetangga terutama dalam pengukuran dan penentuan batas wilayah perairannya.

4

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, h. Article 47:1. “Suatu Negara

Kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa didalam garis pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara

(6)

6 Strategi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar Indonesia oleh pemerintah

sebagai wujud implementasi normatif dari UNCLOS 1982, pemerintah Indonesia

menuangkan pengaturan mengenai pengelolaan dan pengamanan pulau terluar

Indonesia ini dalam Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2005 yaitu tentang

Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Sebagai wujud dari implementasi Perpres

tersebut telah dibentuk Tim Koordinasi yang bertugas mengkoordinasikan dan

merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau

kecil terluar serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan

pulau-pulau kecil terluar. Sebagai wujud implementasi dari Perpres tersebut juga

telah diadakan beberapa rapat koordinasi tim yang membahas mengenai

pengelolaan dan pengamanan pulau terluar.5

Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan nyatanya

masih banyak pulau-pulau kecil terluar Indonesia yang masih terlantar, dari 111

pulau yang berada titik terluar wilayah Indonesia, 67 diantaranya berbatasan

langsung dengan negara tetangga, dari 67 pulau tersebut hanya 28 pulau yang

berpenduduk sementara 39 lagi masih kosong. Contohnya: pulau Alor yang

berbatasan dengan Timor Leste, pulau Miangas yang berbatasan dengan Filiphina,

dan masih banyak lagi. Negara kita telah berumur 72 tahun sudah banyak

perjanjian batas maritim yang disepakati oleh negara tetangga, tetapi tidak sedikit

juga permasalahan yang masih harus sesegera mungkin diselesaikan. Jangan

sampai permasalahan batas wilayah maritim menjadi “bom waktu” bagi generasi

berikutnya. Permasalahan yang belum terselesaikan yakni: Laut Teritorial

(Malaysia, Singapura dan Timor Leste). Landas Kontinen/Dasar Laut (Malaysia,

5

(7)

7

Vietnam, Australia, Timor Leste, Palau, Thailand dan India).6 Oleh karena itu

kelautan harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena masih banyak

permasalahan batas maritim yang belum terselesaikan. Negara kepulauan

Indonesia yang memiliki posisi strategis menuntut adanya kekuatan kelautan yang

dapat menjamin terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi seluruh

kegiatan kelautan.

Sementara itu, akses terhadap informasi, terutama menyangkut posisi dan

lokasi pulau-pulau kecil terluar tersebut kurang memadai. Pembangunan dan

pengusahaan tentu saja sulit dilakukan jika ternyata tidak terjadi pemahaman yang

benar tentang posisi dan kondisi pulau-pulau kecil terluar yang dimaksud.

Kurangnya pemahaman ini memicu berbagai kesalahan dalam mengelola dan

memperlakukan wilayah Indonesia. Sengketa batas maritim dan isu kehilangan

pulau yang sering terjadi merupakan salah satu indikasi hal ini. Fenomena ini

memotivasi perlunya meningkatkan pemahaman atas wilayah Indonesia terutama

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (terluar).

Keberadaan pulau-pulau terluar yang rata-rata hanya merupakan pulau

kecil dan tidak berpenghuni, kurang memberikan konstribusi yang berarti bagi

kepentingan kesejahteraan masyarakat di sekitar pulau tersebut. Namun karena

pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil terluar dan memiliki wilayah

yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka pulau-pulau tersebut

memiliki nilai yang sangat strategis, sekaligus rawan terhadap sengketa

kepemilikan di masa mendatang. Keberadaan pulau-pulau kecil terluar tersebut

6

Rizald M. Rompas, Aryo Hanggono, dan Gabriel A. Wagey, Tingkap Langit Taburi Laut Nusantara

“Suatu Kekuatan Ekonomi dan Ketahanan Bangsa”, Badan Penelitian dan Pengembangan

(8)

8 memiliki spektrum yang luas, bukan hanya sebatas aspek ekonomis, tetapi juga

terkait aspek politis dan aspek pertahanan dalam rangka menjadi integritas

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pengelolaan pulau-pulau terluar terutama pulau-pulau yang berbatasan

langsung dengan negara tetangga dilakukan setidaknya membawa tiga misi, yaitu:

1. Menjaga keutuhan NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara, dan

menciptakan stabilitas kawasan;

2. Pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka pembangunan

berkelanjutan;

3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya.

Mengingat pentingnya inventarisasi mengenai pulau-pulau kecil terluar

dan khususnya pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga,

sudah seharusnya hal tersebut menjadi perhatian lebih oleh pemerintah pusat

melihat konflik umum yang sering terjadi. Contoh lain dari pulau-pulau kecil

terluar yang berbatasan dengan Negara tetangga adalah Pulau Miangas berbatasan

dengan Filiphina, kurang nya intervensi (jangkauan) dari Pemerintah terhadap

pulau ini membuat banyak masyarakat di pulau tersebut lebih memilih bergabung

dengan negara Filiphina karena mereka merasa hidupnya lebih diperhatikan oleh

pemerintah Filiphina di banding dengan Indonesia. Pemberian nama pulau yang

kemudian disertai dengan legalitas hak kepemilikan oleh Negara Kesatuan

Republik Indonesia seharusnya dapat terealisasi lebih cepat dan mudah,

mengingat teknologi GIS (Geography Information System) yang terus

(9)

9 Aplikasi tersebut tentunya sangat dapat membantu dalam kegiatan legalitas pulau,

khususnya pemberian nama pulau, koordinat geografi, pemetaan ruang dan

sebagainya.7

B.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan pulau-pulau kecil terluar Indonesia menurut

norma-norma hukum laut internasional?

2. Bagaimana prinsip pengelolaan oleh pemerintah terhadap pulau-pulau

kecil terluar Indonesia?

C.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui akibat hukum dari kedudukan pulau-pulau kecil terluar

terhadap Negara Kepulauan di tinjau dari Hukum Laut Internasional

(United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

2. Untuk mengetahui bentuk dari pengelolaan oleh pemerintah terhadap

pulau-pulau kecil terluar Indonesia.

D.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

 Bagi penulis sendiri, merupakan untuk meningkatkan keahlian dan

kemampuan penulis untuk melakukan suatu penelitian ilmiah.

 Bagi masyarakat dan akademisi, sebagai sarana dan bahan masukan

untuk mengetahui permasalahan dalam penelitian ini.

7

(10)

10

2. Manfaat praktis

 Bagi orang-orang yang bergerak di bidang kelautan (maritim), Hukum

Laut Internasional sebagai bahan masukan dan renungan dalam rangka

menyelesaikan permasalahan yang ada.

E.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan Penulis dalam penulisan ini adalah :

1. Jenis Penelitian Hukum Normatif.

Metode penelitian hukum jenis ini juga biasa disebut sebagai penelitian

hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum

doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan

tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada kepustakaan karena

akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan.

Dalam penelitian hukum normatif, hukum yang tertulis dikaji dari berbagai

aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi,

penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan

mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa

hukum. Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif

mempunyai cakupan yang luas.

Jenis penelitian hukum ini menggunakan pendekatan hukum normatif sebagai

berikut :

a. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)

Penelitian yang dilakukan oleh Penulis lebih ditujukan kepada

(11)

11 dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut

paut dengan isu hukum yang sedang dihadapi.

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan Konseptual dilakukan ketika Penulis tidak beranjak

dari aturan hukum yang ada karena memang belum atau tidak ada

aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Sehingga Penulis perlu

merujuk prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan dalam

pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum.

2. Bahan Hukum

a. Primer

- UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen

Indonesia.

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia.

- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United

Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan

Bangsa-bangsa Tentang Hukum Laut).

- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

(12)

12

- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil.

- Undang-Undang 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban

Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan

Indonesia.

- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban

Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur

Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat

Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

- Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan

Pulau-Pulau Kecil Terluar.

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

- Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau

Kecil Terluar.

b. Sekunder

Referensi

Dokumen terkait

Disuatu sisi, kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Karena di dalam pendidikan terjadi proses perubahan pola pikir yang nanti akan

Dengan memanjatkan puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh

Selain itu pada massa pemerintahan Tony Abbott melakukan hal yang serupa dengan cara merekam pembicaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pejabat-pejabat penting negara

Perjanjian luhur rakyat Indonesia adalah suatu perjanjian yang disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia dan harus diamalkan serta dilestarikan.Pada saat

Adapun tujuan penelitian tindakan sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penggunaan computer dalam pembelajaran, selain itu guru juga diharapkan pada

Pemilihan khalifah tersebut dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yang mewakili dua golongan yaitu Anshar dan Muhajiriin, Mereka ini uang kemudian oleh ulama fiqh diklaim sebagai

Perusahaan dengan pertumbuhan laba rendah akan semakin memperkuat hubungan antara debt to equity yang berpengaruh negatif dengan profitabilitas, karena

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Perusahaan yang digunakan sebagai sampel adalah perusahaan perbankan