• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENGARUH PERUBAHAN TIMING PENGAPIAN TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA KENDARAAN 1500 CC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENGARUH PERUBAHAN TIMING PENGAPIAN TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA KENDARAAN 1500 CC"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERUBAHAN TIMING PENGAPIAN TERHADAP EMISI GAS

BUANG PADA KENDARAAN 1500 CC

1

DADANG JATNIKA 2

ROHMAN NAJIB

Program Studi Teknik Mesin, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Bandung JL. Soekarno-Hatta No. 597, Bandung 40284

Telp. (022) 7301738, 70791003 Fax. (022) 7304854

Abstract

The perfect combustion process is indispensable for gasoline engine combustion systems to produce optimum power, but in fact there are often incomplete combustion processes that result in several problems including detonation of the engine and the content of exhaust emissions that are harmful to the environment such as carbon monoxide and hydrocarbons. The purpose of this study was to measure the content of exhaust emissions in 1500 cc passenger vehicles, at several ignition angle positions -4-2 2 2 4 and 850 rpm, 2000 rpm and 3000 rpm engine speed. While the purpose of this study is to get the optimal position of the ignition timing angle on the best exhaust emission content. From the results of the research, at 850 rpm engine speed produces carbon monoxide with the smallest pollution value at correction of 0 degree ignition timing that is 0.89% and 3000 rpm rotation produces carbon monoxide with the greatest value on the ignition timing correction -4 degrees with a value of 1, 30%, the increasingly advanced and reverse ignition angle increases the content of exhaust emissions in carbon monoxide While hydrocarbons with the smallest pollution value at 3000 rpm rotation with the ignition timing correction of -4 degrees is 210 ppm (part per million) and the largest value at 850 rpm engine speed at correction of 0 degree ignition timing with a value of 275 ppm.

Keywords:ignition timing, engine speed, exhaust gas

Abstrak

Proses pembakaran yang sempurna sangat diperlukan oleh sistem pembakaran mesin bensin untuk menghasilkan tenaga optimal namun pada kenyatannya sering terjadi proses pembakaran yang kurang sempurna sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa masalah diantaranya detonasi pada mesin dan kandungan emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan seperti karbon monoksida dan hidrokarbon. Maksud penelitian ini adalah melakukan pengukuran kandungan emisi gas buang pada kendaraan penumpang 1500 cc, pada beberapa posisi sudut pengapian -4 -2 0 2 4 dan putaran mesin 850 rpm, 2000 rpm dan 3000 rpm. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan posisi sudut timing pengapian yang optimal pada kandungan emisi gas buang yang paling baik. Dari hasil penelitian, pada putaran mesin 850 rpm menghasilkan karbon monoksida dengan nilai pencemaran paling kecil pada koreksi timing pengapian 0 derajat yaitu 0,89% dan pada putaran 3000 rpm menghasilkan karbon monoksida dengan nilai terbesar pada koreksi timing pengapian -4 derajat dengan nilai 1,30%, sudut pengapian yang semakin maju maupun mundur meningkatkan kandungan emisi gas buang pada karbon monoksida Sedangkan hidrokarbon dengan nilai pencemaran paling kecil pada putaran 3000 rpm dengan koreksi timing pengapian -4 derajat yaitu 210 ppm (part per million) dan nilai terbesar pada putaran mesin 850 rpm pada koreksi timing pengapian 0 derajat dengan nilai 275 ppm.

Katakunci

: timing pengapian, putaran mesin, gas buang

1. Pendahuluan Sejalan dengan pesatnya

(2)

menambah jumlah kendaraan bermotor yang dihasilkan. Dengan semakin meningkatnya kendaraan bermotor yang beroperasi maka akan menyebabkan peningkatan pada konsentrasi pencemaran udara. sehingga dikhawatirkan membahayakan kesehatan manusia dan mempengaruhi kualitas udara apabila melebihi ambang batas yang ditentukan. Pencemaran yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor dihasilkan dari proses pembakaran yang kurang sempurna. Pada kenyataannya pada proses pembakaran tidak semua bahan bakar akan terbakar secara sempurna sehingga masih menimbulkan sisa-sisa bahan bakar yang berbahaya bagi lingkungan.

Diantaranya adalah proses pembakaran yang terus menerus dengan temperatur yang tinggi akan menghasilkan karbon monoksida dan hidrokarbon. Gas karbon monoksida dapat menimbulkan pemanasan global. Selanjutnya efek dari proses pembakaran yang kurang sempurna dapat menimbulkan terjadinya detonasi. Detonasi dapat terjadi karena adanya sisa-sisa karbon yang menempel pada dinding ruang bakar. Akibatnya tekanan kompresi dalam ruang bakar meningkat sehingga dapat menimbulkan pengapian yang tidak tepat (awal waktu). Maka akan menimbulkan suara ketukan pada mesin yang disebut dengan detonasi. Dan yang terakhir efek dari proses pembakaran yang kurang sempurna dapat menimbulkan gas buang diantaranya adalah gas yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia antara lain karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC) dan nitrogen oksida (NOx). Gas karbon monoksida yang terhirup oleh paru-paru dapat menyebabkan sulit terikatnya oksigen dalam darah yang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan mati lemas. Kemudian gas hirokarbon yang terhirup oleh manusia dapat menimbulkan sesak nafas dan sakit tenggorokan.

Dari beberapa masalah di atas praktek yang ditemukan dilapangan untuk mengurangi masalah tersebut dilakukan pengaturan timing pengapian. Namun dari pengaturan timing pengapian yang berubah belum diketahui secara pasti apakah berimbas pada kandungan emisi gas buang.

Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perubahan timing pengapian terhadap kandungan emisi gas buang.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Sistem Pembakaran

Gambar 2.1 Sistem Pembakaran

(3)

seperti pukulan yang disebut detonasi. Penyebab dari terbakarnya sendiri dapat bermacam-macam. Penyebab sebenarnya selalu adalah suhu terlalu tinggi dari gas yang dimanfaatkan atau ruang bakar yang tidak memenuhi syarat. Penyebabnya yang terbanyak adalah :

 Angka oktan bensin terlalu rendah  Penyetelan pengapian terlalu awal  Busi terlalu panas

 Pendinginan terlalu miskin  Bagian arang terbakar lanjut

 Perbandingan pemampatannya diperbesar

 Bentuk ruang bakar tidak menguntungkan

Pada proses pembakaran terdapat siklus aktual dari mesin Otto, yaitu siklus thermodinamika yang terdapat dalam proses pembakaran dari langkah isap sampai gas dikeluarkan pada proses langkah buang. Berikut siklus dari mesin otto.

Gambar 2.2 Diagram PV Otto

Adapun urutan prosesnya adalah sebagai berikut:

Proses 0-1 : langkah isap. (Isobarik / pemasukan bahan bakar tekanan konstan) Proses 1’-2 :langkah

kompresi.(isentropik/tidak ada penambahan dan pengeluaran entropi)

Proses 2-3 : Proses Pembakaran. (Isothermal / pemasukan panas volume konstan)

Proses 3-4 : langkah ekspansi atau langkah kerja. (Adiabatik ekspansi / tidak ada penambahan dan pengeluaran energi)

Proses 4-0’: langkah buang. (Isothermal / pembuangan panas)

2.2TimingPengapian

Untuk pengapian harus dipilihkan saat sedemikian rupa, sehingga motor memberikan daya terbesar dan

pembakarannya berlangsung tanpa pukulan (detonasi). Bila pengapian terjadi terlalu awal maka gas sisa yang belum terbakar, terpengaruh oleh pembakaran yang masih berlaku dan pemampatan yang masih berjalan, akan terbakar sendiri. Ini berarti kerugian daya. Bila pengapian terjadi terlalu lambat beberapa pukulan (detonasi) berkurang, tetapi juga menurunkan daya. Tetapi dapat dibayangkan bahwa pengapian lambat dapat mengakibatkan terbakar sendiri, walaupun dalam praktek bahwa hal ini hampir tidak pernah terjadi. Bila pengapian terlambat, jadi ruang diatas piston pada akhir pembakaran sudah membesar bahwa sebagian kecil dari kalor berubah menjadi tekanan. Akibatnya adalah bahwa sisa kalor dalam jumlah besar tertinggal dalam motor. Bukan hanya disebabkan oleh pembebanan termis dari beberapa bagian, seperti katupnya menjadi terlalu panas, tetapi disebabkan oleh suhu yang tinggi akan terlampaui batas terbakar sendiri. Saat pengapian untuk mencapai pembakaran tanpa pukulan dan daya motor sebesar mungkin, merupakan hal yang sangat mutlak bukan hanya untuk pengapian dasarnya tetapi juga jumlah derajat yang lebih awal pada frekuensi putar yang tinggi.

(4)

2.3 Neraca Panas

Pada motor bakar tidak mungkin mengubah semua energi bahan bakar menjadi daya berguna. Energi yang lainnya dipakai untuk menggerakan asesoris atau peralatan bantu, kerugian gesekan dan sebagian terbuang ke lingkungan sebagai panas gas buang dan melalui air pendingin. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4 Neraca Panas

Suhu yang terjadi dalam silinder pada motor akibat pembakaran bahan bakar adalah jauh lebih tinggi dari pada suhu pesawat uap. Pada pesawat-pesawat yang terakhir ini suhu uapnya tidak pernah lebih tinggi dari pada 300° C, sedangkan pada motor bakar kita menjumpai suhu setinggi 1200° sampai 1600° C. Akibat suhu yang tinggi ini, maka dengan penyaluran atau penyinaran dinding silinder menjadi demikian panasnya, hingga jika tidak di dinginkan tidak hanya pelumasannya saja yang akan terbakar tetapi bahan dari bagian-bagian yang langsung terkena panas tentu akan kehilangan kekuatannya. Pada motor yang kecil, perbandingan antara luas dinding silinder dan isi silinder sangat besar maka cukuplah Udara yang dipakai sebagai pendinginnya. Sedangkan untuk perlengkapan motor-motor yang lebih besar dipakailah sistem pendinginan cairan. Banyaknya panas yang diserahkan kepada air pendingin adalah suatu kerugian yang tidak dapat dihindari dari tiap-tiap motor bakar. Untuk mengetahui pembagian panas pada suatu motor bakar dibuatlah apa yang disebut “neraca panas” (warmtebalans).Pada neraca ini dapat dilihat persentase panas yang terubah menjadi kerja mekanik yang berguna, dan yang hilang

terbawa air pendingin, gas-gas buang dan lain-lain.

2.4 Emisi Gas Buang

Pada proses pembakaran bahan bakar selalu dibutuhkan sejumlah udara tertentu agar bahan bakar dapat terbakar secara sempurna, jika pembakaran berlangsung dalam kondisi kurang oksigen maka sifat campuran udara dan bahan bakar disebut dengan campuran kaya, apabila dalam campuran bahan bakar kelebihan oksigen maka dapat dikatakan dengan campuran miskin. Campuran kaya ataupun miskin dapat mengakibatkan pembakaran tidak sempurna. Menurut Ellyanie (2011 : 438) emisi gas buang di definisikan sebagai berikut : Gas buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dan udara terdiri dari banyak komponen gas yang sebagian besar merupakan polusi bagi lingkungan hidup. Gas yang menjadi polusi tersebut kebanyakan merupakan hasil dari reaksi sampingan yang tidak dapat dihindarkan. Sebagaimana diketahui bahwa udara disekitar kita mengandung kurang lebih 21% Oksigen dan 79% terdiri dari sebagian besar Nitrogen dan sisanya gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil, sedangkan bahan bakar pada umumnya berbentuk ikatan karbon (CxHy) yang juga mengandung unsur lain yang terikat kedalamnya. Polutan yang terdapat pada gas buang yaitu karbon monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Karbondioksida (CO2) serta partikel – pertikel lainnya.

Gambar 2.5 Proses Pembakaran

3. Metode Penelitian

(5)

pengaruh yang lebih dalam dari dua atau lebih fakta-fakta serta sifat-sifat objek yang diteliti. Penelitian kausal komperatif ini merupakan tindak lanjut dari studi korelasional. Jika studi korelasional menggambarkan derajat hubungan antara dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang diteliti, maka studi kausal komperatif menggambarkan sedemikian rupa hubungan sebab akibat. Penelitian kausal komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu variabel (objek penelitian), antara subjek yang berbeda atau waktu yang berbeda dan menemukan hubungan sebab-akibatnya. Sementara itu, penelitian kausal komparatif (causal comparative research) yang disebut juga penelitian ex post facto adalah penyelidikan empiris yang sistematis di mana peneliti tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena keberadaan dari variabel tersebut telah terjadi atau karena variabel tersebut pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi.

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

4. Data Penelitian

4.1. Standar DISHUB Bandung

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor menyatakan, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi ambang batas emisi kendaraan. Juga Perda Kota Bandung No. 11 Tahun 2005 tentang K3 yang diantaranya mengatur penertiban pencemaran udara dari sumber pencemar bergerak, meliputi pengawasan penataan baku mutu emisi gas buang dan pemeriksaan emisi gas buang kendaraan di jalan.

Berikut standar uji emisi yang ditetapkan di Kota Bandung :

Tabel 4.1 Standar Uji Emisi DISHUB Bandung

Parameter Tahun Pembuatan <2007 >2007 Ambang Batas CO (Karbon

4,5 1,5 monoksida) %

HC (Hidrokarbon)

1200 200 ppm

4.2 Timing Pengapian

Kendaraan yang digunakan dalam penelitian, kendaraan MPV (Multi purpose Vehicle) dengan 1500 cc dan spesifikasi timing pengapian standar (koreksi 0 derajat) pada buku panduan spesifikasi kendaraan adalah 7 derajat sebelum TMA (Titik Mati Atas). Dalam penelitian ini, digunakan koreksi timing pengapian pada scanner penelitian -4 -2 0 2 4, pada koreksi -4 derajat pada timing pengapian kendaraan 3(7-4) derajat dan pada koreksi 4 derajat timing pengapian pada kendaraan 11 (7+4) derajat.

4.3 Hasil Uji Emisi

(6)

Tabel 4.2 Hasil Uji Emisi Pertalite (RON 90)

Grafik 4.1 Data Pertalite Pada 850 rpm

Lamda adalah perbandingan antara AFR(Air Fuel Ratio)yang sebenarnya dan AFR stoikiometri. Dengan AFR dapat diketahui bahwa campuran udara dan bahan bakar dari proses pembakaran kaya atau miskin. Apabila nilai AFR lebih dari 1 maka campuran udara dan bahan bakar dinyatakan miskin tetapi apabila campuran udara dan bahan bakar kurang dari 1 disebut campuran kaya. Sehingga dari hasil uji emisi tersebut dapat dilakukan pembuktian nilai lamda dengan rumus sebagai berikut :

Dari hasil data uji emisi lamda dapat dilihat nilainya kurang dari satu ini menandakan campuran tersebut kaya, semakin kaya campuran udara dan bahan bakar akan mempengaruhi karbon monoksida sehingga dapat dilihat campuran paling kaya terdapat pada koreksi timing pengapian -4 derajat dengan nilai karbon monoksida paling besar dan pada koreksi

(7)

>2007 adalah 200 ppm se melebihi ambang batas Dishub

Grafik 4.2 Data Pertalite Pada Pada putaran mesin 2 dilihat dari data diatas nila monoksida semakin me dibandingkan pada putaran m ini dikarenakan pada putar mesin lebih membutuhkan ten besar sehingga campuran ba udara menjadi semakin besa yang paling tinggi untuk karb terdapat pada pertalite pada pengapian -4 derajat denga yang paling rendah pada timin derajat yaitu 0,98% dengan 1,5% Dishub Bandung berar ambang batas emisi gas buan Dengan demikian timing mempengaruhi nilai karbon m pada timing 0 derajat paling k besar pada koreksi timing derajat. Data ini dapat diban dengan nilai karbon d perbandingan terbalik denga monoksida sehingga nilai k yang paling besar terdapat pa derajat dan yang paling keci timing pengapian -4 derajat. dari AFR (Air Fuel Ratio) men terbesar pada timing 0 der paling kecil pada -4 ini sama dioksida. Hal ini dikarenakan pembakaran semakin besar n nilai campuran udara dan semakin miskin akan meningk karbondioksida dan menurunk monoksida. Hidrokarbon pada 2000 rpm lebih rendah bila dengan putaran 850 rpm ini di AFR semakin kecil perbandingan campuran dengan udara semakin

sehingga telah shub Bandung.

da 2000 rpm 2000 rpm dapat nilai dari karbon meningkat bila da koreksi timing ngan 1,23% dan ming pengapian 0 n ambang batas rarti masih dalam

ang kendaraan. ecil pada koreksi at. Apabila dilihat enunjukkan yang erajat dan yang a seperti karbon an dalam proses r nilai AFR berarti an bahan bakar melebihi ambang b dengan nilai paling

Grafik 4.3 Data Perta Pada putaran dilihat pada data ni semakin naik dari pu 3000 rpm, nilai yang pada putaran mesin koreksi timing penga 1,3% dan nilai kar paling rendah terdap pengapian 0 derajat Dan dengan putaran jumlah campuran ud atau AFR akan dikarenakan putaran pada ruang bakar disebabkan kecepata Dengan ambang ba karbon monoksida 1 pembuatan tahun monoksida pada put masuk dalam amba buang kendaraan. semakin menurun pa apabila dibandingkan lebih rendah, ini kecepatan putaran proses pembakara sehingga campuran u dalam proses pemba sempurna. Hal ini d AFR (Air Fuel Ratio) kecil pada putaran Hidrokarbon pada pu rendah apabila dib

ya pendinginan dari bahan alam ruang bakar menjadi i data nilai hidrokarbon batas emisi gas buang ng kecil 228 ppm pada gapian -4 derajat dan yang ppm pada koreksi timing jat dengan ambang batas 200 ppm maka sudah atas dan untuk kendaraan.

rtalite Pada 3000 rpm an mesin 3000 rpm dapat

nilai karbon monoksida putaran 850 rpm sampai ng paling tinggi terdapat sin 3000 rpm yaitu pada ngapian -4 derajat yaitu arbon monoksida yang apat pada koreksi timing jat dengan nilai 1,01%. ran semakin tinggi maka udara dan bahan bakar n semakin meningkat an tinggi nilai kevakuman r semakin tinggi yang . Nilai karbondioksida pada putaran 3000 rpm an dengan putaran yang i dikarenakan dengan n yang semakin tinggi karan semakin cepat n udara dan bahan bakar bakaran semakin kurang dapat dilihat pada data io) nilainya akan semakin n yang semakin tinggi. putaran 3000 rpm lebih

(8)

putaran 2000 rpm. Pada data di atas dengan koreksi timing pengapian 0 derajat nilainya yaitu 244 ppm dan paling rendah pada koreksi timing pengapian -4 derajat pada 210 ppm. Dengan ambang batas emisi gas buang hidrokarbon 200 ppm maka telah melebihi ambang batas emisi gas buang.

Grafik 4.4 HC Pada Bahan Bakar Pertalite Pada data diatas yaitu grafik hidrokarbon pada putaran mesin 850 rpm, 2000 rpm dan 3000 rpm dapat dilihat pada timing pengapian 0 derajat terdapat nilai yang paling tinggi mencapai 275 ppm. Pada hidrokarbon semakin tinggi putaran mesin maka semakin rendah nilai dari hidrokarbon, karena semakin tinggi putaran mesin mempengaruhi dari temperatur dan kecepatan pembakaran dalam ruang bakar. Pada koreksi timing pengapian 0 derajat ke -2 derajat terdapat penurunan 1-2% dan apabila dimajukan menjadi 2 derajat maka nilai penurunan kandungan gas emisi menjadi 2% pada data 850 rpm.

Grafik 4.5 CO Pada Bahan Bakar Pertalite Pada grafik karbon monoksida untuk putaran mesin 850 rpm nilainya yang paling rendah 0,89% dan semakin tinggi putaran mesin maka semakin tinggi mencapai 0,50%Yang mempengaruhi besarnya nilai karbon monoksida adalah jumlah campuran udara dan bahan bakar, semakin besar

campuran bahan bakar dibanding udara maka akan semakin tinggi karbon monoksida dan semakin rendah karbon dioksida begitu juga semakin rendah hidrokarbonnya. Untuk kenaikan perubahan timing pengapian pada 3000 rpm didapat 14% timing pengapian 0 derajat ke 2 derajat, pada saat dimundurkan dari 0 derajat menjadi -2 derajat didapat kenaikan 23% .

Grafik 4.6 CO2 Pada Bahan Bakar Pertalite

Karbon dioksida tidak termasuk dalam gas buang yang sangat berbahaya karena akan diproses oleh tumbuhan hijau untuk proses fotosintesis. Dalam proses pembakaran harus menghasilkan karbon dioksida yang besar agar nilai dari karbon monoksida semakin kecil. Karena sisa dari hasil pembakaran semakin terbakar sempurana maka nilai karbon dioksida semakin besar sehingga tidak banyak menghasilkan gas buang yang berbahaya bagi lingkungan. Karbon dioksida semakin kecil pada putaran mesin yang semakin tinggi dikarenakan semakin tinggi putaran mesin maka mesin membutuhkan tenaga yang besar sehingga campuran bahan bakar akan dibuat semakin kaya untuk mendapatkan tenaga yang besar sehingga menghasilkan lebih besar karbon monoksida dari pada karbon dioksida.

5. Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

(9)

3000 rpm dengan nilai 1,30% pada koreksi timing pengapian -4 derajat.

2) Pada hidrokarbon koreksi timing pengapian yang paling baik pada -4 derajat pada 3000 rpm dengan nilai pencemaran paling kecil 210 ppm dan yang tertinggi pada putaran 850 rpm dengan nilai 275 ppm (ambang batas 200 ppm) pada koreksi timing pengapian 0 derajat.

5.2Saran

1) Karena timing pengapian yang tidak tepat (koreksi tidak 0) akan menghasilkan gas buang yang lebih banyak polutannya maka setiap kendaraan sebaiknya menggunakan timing pengapian standar dan pemeriksaan kandungan emisi gas buang secara berkala.

2) Untuk penelitian selanjutnya bisa ditambahkan dengan membandingkan pengujian daya kendaraan.

DAFTAR PUSTAKA

1. H.N. Gupta. 2013. Fundamental of Internal Combustion Engines. Delhi : PHI Learning Private Limited.

2. Richard Stone. 2012.

Introducion Internal Combustion Engines.NewYork : Palgrave Macmillan.

3. Jerald A Caton. 2011. An Introduction to Thermodynamic Cycle Simulations for Internal Combustion Engines. Texas USA : Wiley.

4. Daryanto. 2011.Teknik Konversi Energi. Bandung : Satu Nusa.

5. Drs. Bahrul Amin, ST. M.Pd. dan Drs Faisal Ismet M.Pd. 2016. Teknologi Motor Bensin. Jakarta : Kencana. 6. Drs. Imam Muda N. ST.MT.2013.

Kelistrikan Otomotif. Malang : Gunung Samudera.

7. Drs. Ir. Mustaman M.Pd. 2013. Peralatan dan Pengukuran Otomotif. Malang : Gunung Samudera.

8. Nissan Motor Indonesia. 2014 . N-Step 2 Engine-Fuel Injection System. Jakarta

9. Nissan Motor Indonesia. 2015 . N-Step 3 Engine-Diagnose Emission Control System. Jakarta.

10. Wahyudi. 2015. Pengaruh Perawatan Injektor Menggunakan Cairan Pembersih Terhadap Kadar Emisi Gas Buang, Isu Teknologi (Vol. 10 No. 2), Halaman 65 - 68.

11. Automobile Association Development Ltd. 2017 . euro-emissions-standarts . www.theaa.com/driving-advice/fuel-environment.

Gambar

Gambar 2.2 Diagram PV Otto
Tabel 4.1 Standar Uji Emisi
Tabel 4.2 Hasil Uji Emisi
Grafik 4.2 Data Pertalite PadaPada putaran mesin 2dilihat dari data diatas nilamonoksidasemakin medibandingkan pada putaran mini dikarenakan pada putarmesin lebih membutuhkan tenbesar sehingga campuran baudara menjadi semakin besayang paling tinggi untuk k
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Universitas Tarumanagara Page 11 subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya

[r]

Penelitian pengembangan ini menghasilkan perangkat pembelajaran berupa RPP, bahan ajar, LKPD, media, dan penilaian hasil tes dengan menggunakan model kooperatif

Setelah melihat kondisi awal tentang kemampuan membaca anak di Taman Kanak- kanak Padang, peneliti melakukan tindakan untuk memperbaiki pembelajaran membaca melalui

Tanah merupakan dasar dari suatu struktur perkerasan jalan. Tanah yang terbaik untuk mendirikan suatu konstruksi jalan adalah tanah yang memiliki nilai kepadatan

dan perilaku-perilaku menyimpang yang tidak sengaja dilakukan karena rasa ingin tau nya yang tinggi. Namun hal ini yang membuat orangtua salah paham sehingga langsung

menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum

Diberi kepada semua pegawai lantikan tetap/ kontrak/ Diberi kepada semua pegawai lantikan tetap/ kontrak/ sementara yang *masih berkhidmat pada atau selepas sementara yang