• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah agrariaPENGADAAN TANAH BAGI PELA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah agrariaPENGADAAN TANAH BAGI PELA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

UNTUK KEPENTINGAN UMUM

“Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria”

DISUSUN OLEH:

Dibuat oleh :

Puspa Dwi Labarina 1111141053

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG-BANTEN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia pada saat ini sedang giat melaksanakan

pembangunan, dengan tujuan untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia.Dalam melaksanakan pembangunan tersebut, kebutuhan terhadap tanah semakin meningkat.Kegiatan pembangunan mental spiritual, banyak memerlukan tanah sebagai tempat menanpung semua kegiatan tersebut.1

Dan karena kehidupan ekonomi masyarakatpun telah membuat tanah menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia. Peningkatan jumlah penduduk di setiap Negara yang sangat pesat telah meningkatkan permintaan akan tanah guna keperluan tempat tinggal dan tempat usaha. Namun peningkatan permintaan tanah ini tidak dikuti oleh penyediaan tanah.Hal ini dapat dmengerti karena tanah bukan sumber daya yang dapat diperbarui dengan mudah.Persediaan tanah sangat terbatas bahkan bisa habis karena adanya erosi dan abrasi.Selain itu, dapat terjadi perubahan penggunaan tanah non pertanian (perumahan dan industri).Hal ini membuat tanah sesuai dengan hukum ekonomi semakin meningkat nilainya dari waktu ke waktu.2

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan

pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

1 Suparman Usman, Hukum Agraria Di Indonesia Bagian Hukum Tanah, Serang, IAIN Suhada Press, 2009, hlm.1

(3)

yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah; dan lain-lain.3

Selain tanah, bangunan juga merupakan benda yang penting bagi manusia. Bangunan yang berbentuk rumah tinggal memberikan manfaat bagi pemiliknya dengan melindungi dari panas dan hujan, serta tempat

beraktivitas; bangunan kantor, pabrik, mal, dan sebagainya, sangat penting bagi usaha dan aktivitas kerja; bangunan rumah sakit penting untuk merawat pasien; bangunan sekolah penting untuk tempat belajar dan pengembangan ilmu; dan sebagainya. Peranan tanah begitu penting untuk pembangunan tersebut.4

Terkait dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.5Maka dari itu tanah pun harus digunakan dengan bijak untuk kelangsungan hidup bersama.

Sehubungan dengan masalah yang telah diuraikan, maka penulis dalam makalah ini akan membahas tema yang berjudul “Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”.

B. Rumasan Masalah

3 Muchsin, Hukum Agraria Indonesia Dalam Persektif Sejarah, Bandung, PT. Refika Aditama, 2014, hlm.50

(4)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis bisa menyimpulkan permasalahan terjadi, dan akan dibahas diantaranya yaitu:

1. Apa yang menjadi dasar hukum pengaaan tanah, yang mejadi pokok dalam pengadaan tanah?

2. Bagaimanatahap yang dilakukan Pemerintah dalam penyelengaraan pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum?

3. Bagaimana perbandingan Perpres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 terkait pengaturan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan umum?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis dalam membuat makalah ini untuk memberikan wawasan bagi penulis dan pembaca, diantaranya yaitu:

1. Untuk mengetahui dasar hukum pengaaan tanah, asas dan tujuan dari pengadaan tanah;

2. Untuk mengetahui tahapan yang dilakukan Pemerintah dalam penyelenggaraan tanah, untuk pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum;

3. Untuk mengetahui perbandingan Perpres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 terkait pengaturan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan umum.

BAB II

PEMBAHASAN

(5)

Sehubungan dengan kemungkinan penggunaan tanah yang sudah ada pemegang haknya bagi keperluan pembangunan, maka diaturlah cara untuk mendapatkan tanah tersebut dalam perundang-undangan yaitu : 1. Peraturan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum sebagaimana diatur oleh perundang-undangan terakhir dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 jo. No. 65 tahun 2006.

2. Perundang-undangan tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang diatasnya, sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 20 tahun 1961 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. 3. Undang-undang RI nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk kepentingan umum.

4. Peraturan presiden nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 5. Perpres No. 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Perpres No. 71

Tahun 2012.

6. Peraturan kepala BPN RI nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.6

Dengan lahirnya Undang-undang No. 2 tahun 2012, maka Peraturan-Peraturan Presiden No. 36 jo. Peraturan-Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

(6)

mengatur pemberian ha katas tanah tersebut kepada pihak-pihak yang

memerlukannya.Pada waktu itu memunculah istilah pembebasan tanah dalam perundang-undangan.

Pelaksaan Pembebasan Tanah merupakan kelanjutan dari ketentuan hapusnya hak atas tanah melalui pelepasan atau penyerahan oleh haknya.7 Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.15 tahun 1975, disebukan bahwa: “Yang dimaksud pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi”.

Pada perkembangan kemudian, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum melalui pembebasan tanah sebagaimana diatur oleh Perundang-undangan diatas, dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan

tuntutan dan kebutuhan pembangunan.Oleh karena itulah kemudian Pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang mengatur pengadaan tanah tersebut.

Peraturan baru yang mengatur pengadaan tanah tersebut yaitu Peraturan Presiden No.36 tahun 2005 yang diubah atau disempurnakan oleh Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum, mulai berlaku tanggal 30 Mei 2005. Peraturan Presiden ini mencabut Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993.

Landasan pengadaan tanah sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 di atas pada pokoknya didasarkan kepada pengaturan pelepasan atau penyerahan atau pencabutan hak, sebagaimana yang diatur oleh undang-undang sebelumnya.

(7)

Selanjutnya keluar Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) No.3 tahun 2007 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No.36 tahun 2005 sebagimana yang telah diubah oleh Peraturan Presiden No.65 tahun 2006 tersebut. Jadi sejak tahun 1975 telah keluar berbagai perundang-undangan yang mengatur pembebasan tanah atau pengadaan tanah bagi pelaksaan pembangunan bagi kepentingan umum sebagai berikut:

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.8

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan

Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Oleh Pihak Swasta.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Proyek proyek pembangunan di wilayah Kecamatan.

3. Keputusan Presiden No. 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksaan pembangunan untuk kepentingan umum yang mencabut peraturan-peraturan No. 1,2,3 diatas.

4. Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang mencabut keputusan Presiden No. 55 tahun 1993.

5. Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang

mengubah/menyempurnakan peraturan Presiden No. 36 tahun 2005. 6. Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 tahun 2007

(8)

7. Undang-undang RI No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum.

8. Peraturan Presiden No.71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum yang mencabut Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 jo. Peraturan Presiden No.36 tahun 2005.

9. Perpres No.40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Prepres No.71 tahun 2012

10. Peraturan Kepala BPN No. 5 tahun 2012 tentang RI. Petunjuk Teknik Pelaksaan Pengadaan Tanah.9

Adapun asasyang mendasari Hukum Tanah Nasional dewasa ini yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UUPA yaitu :

a. Asas kemanusiaan, yang dimaksud dengan asas ini adalah Pengadaan Tanah harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

b. Asas keadilan, yaitu memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.

c. Asas kemanfaatan, adalah hasil Pengadaan Tanah mampu memberikan manfaat secara luar bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.

d. Asas kepastian, yaitu memberikan kepastian hukum tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan

(9)

memberika jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.

e. Asas keterbukaan, ialah bahwa Pengadaan Tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Pengadaan Tanah.10 f. Asas kesepakatan adalah proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan

musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

g. Asas keikut sertaan yaitu dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara

langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.

h. Asas kesejahteraan adalah Pengadaan Tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas.

i. Asas keberlanjutan adalah kegiatan pembangunan yang dapat berlangsung secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

j. Asas keselarasan adalah kegiatan pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan Negara.

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, Negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak.

1.2. Pokok-Pokok Pengadaan Tanah

(10)

pemberian ganti kerugian atas berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakn oleh pemerintah.

1. pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan :

a. Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah;11 b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; c. Rencana Strategis;dan

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah

2. dalam hal pengadaan dilakukan untuk infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi, pengadaannya diselenggarakan berdasarkan Rencan Strategis dan Rencana Kerja Instansi yang memerlukan tanah sebagai sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d.

3. pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselelenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan. (Pasal 7)

4. pihak yang berhak dan pihak menguasai objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum wajib mematuhi ketentuan dalam undang-undang ini. (Pasal 8)

penyelenggaraan pengadaan tanah memerhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.(Pasal 9)

2. Tahap-TahapPenyelenggaraan Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Untuk Pelaksanaan Pembagunan Untuk Kepentingan Umum

Yang dimaksud dalam kepentingan umum disini tedapat dalam Pasal 10. Dan tanah untuk kepentinga umum sebagaimana dimaksud terdapat dalam pasal4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang menyebutkan tanah untuk kepentingan umum yang digunakan untuk pembangunan meliputi :

(11)

a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

c. waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum, saluran

pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara dan terminal;

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah; h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

i. rumah sakit Pemerintah/ Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. cagar alam dan cagar budaya;12

n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/ desa;

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

p. prarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olah raga Pemerintah/ Pemerintah Daerah; dan

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

Adapun penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 wajib diselenggarakan oleh

pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki pemerintah atau pemerintah daerah.Dalam hal pembangunan pertanahan dan keamanan nasional sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 huruf a, pembangunannya diselenggarakan sesuai dangan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan: 1. perencanaan;

(12)

4. penyerahan hasil. 1. Perencanaan Pengadaan Tanah

a. Dasar Perencanaan Tanah

instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioroitas pembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah,13 rencana strategis, rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan.

b. Adapun nanti disusun dalam bentuk dokumen perencanaa Pengadaan Tanah, yang paling sedikit memuat:

1) Maksud dan tujuan rencana pembangunan;

2) Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan nasional dan daerah;

3) Letak tanah;

4) Luas tanah yang dibutuhkan; 5) Gambaran umum status tanah;

6) Perkiraan waktu pelaksanan pengadaan tanah; 7) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan; 8) Perkiraan nilai tanah;

9) Rencana penganggaran;

c. dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disususn berdasarkan studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah

e. Dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada pemerintah provinsi. (Pasal 15)

2. Persiapan Pengadaan Tanah

instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 melaksanakan:

(13)

a. pemberitahuan rencana pembangunan;

b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; c. konsultasi public rencana pembangunan. (Pasal 16)

Dalam pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung maupun tidak langsung.

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 16 huruf b meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan Objek Pengadaan Tanah.14Pendataan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu paling lama 30(tigapuluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan.

Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik Rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c. (Pasal 18)

Konsultasi publik rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak.Konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat yang disepakati.

(14)

Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dalam waktu paling lama 14(empatbelas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah. (Pasal 19)

Konsultasi public rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari (enam puluh) hari kerja.

Apabila sampai dengan jangka waktu enam puluh hari krja

pelaksanaan konsultasi public rencana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi

pembangunan, dilaksanakan Konsultasi Publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30(tiga puluh) hari kerja. (Pasal 20)

Apabila dalam Konsultasi Publik ulang sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat.15Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Tim sebagaimana dmaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. sekretaris daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota;

b. kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional sebagai sekretaris merangkap anggota;

(15)

c. instansi ynag menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota;

d. kepala kantor wilayah kementrian hukum dan hak asasi manusia sebagai anggota;

e. bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan f. akademisi sebagai anggota.

Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas:

a. menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan; b. melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang

keberatan;

c. membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.

Hasil kajian tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa

rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya permohonan oleh gubernur.

Gubernur berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan. (Pasal 21)

Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (6), gubernur memberitahukan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain. (Pasal 22)

(16)

tata usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi.16

Pengadilan tata usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan tata usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada mahkamah agung republik Indonesia.

Mahkamah agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. (Pasal 23)

Penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum

sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat (6) atau pasal 22 ayat (1) diberikan dalam waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 24)

Dalam hal jangka waktu penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 tidak terpenuhi, penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan proses ulang terhadap sisa tanah yang belum selesai pengadaannya. (Pasal 25)

Gubernur bersama instansi yang memerlukan tanah mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk pemberitahuan

(17)

kepada masyarakat bahwa dilokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan untuk Kepentingan Umum. (Pasal 26)

3. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada lembaga pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

b. penilaian ganti kerugian;

c. musyawarah penetapan ganti kerugian;17 d. pemberian ganti kerugian; dan

e. pelepasan tanah instansi.

Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1), pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan.

Beralihnya hak sebagaiman dimaksud pada ayat 3dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi. (Pasal 27)

Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat 2 huruf a meliputi kegiatan:

a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan

(18)

4. Penyerahan Hasil

Penyerahan hasil disini lanjutan dari tindakan pelaksanaan. Jadi dari Hasil Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja.

Hasil Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 wajib diumumkan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan.Pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi hak, luas, letak, dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah.

Dalam hal tidak menerima hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada lembaga pertanahan dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi.

Jika terdapat keberatan atas hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4, dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu18 paling lama 14(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan keberatan atas hasil inventarisasi.Inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (Pasal 29)

Hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 29 ditetapkan oleh lembaga pertanahan dan selanjutnya menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti

kerugian.19 (Pasal 30)

(19)

3. Perbandingan Perpres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 Dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Terkait Pengaturan

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Umum

Kalau kita lihat perbandingan pengaturan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan umum yang diatur oleh Perpres No. 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 dan peraturan pelaksanaanya, ada perbedaan dalam hal apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, dalam hubungannya dengan pencabutan hak atas tanah.20

Sebelumnya Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksaan Pembangunan Untuk kepentingan Umum, yang merupakan penggantian Keputusan Presiden mengatur hal sama. Dengan meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah, KEPPRES tersebut dianggap tidak sesuai lagi sebagai sarana pengadaan tanah, yang perlu dilakukan secara cepat dan tarnsparan.21

3.1. Menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006. Pemegang hak atas tanah yang tidak dapat menerima keputusan panitia pengadaan tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut. (Pasal 17 ayat 1)

Bupati/Walikota atau Gubernur atau Meteri Dalam Negeri sesuai

kewenangan mengupayakan penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi tesebut dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau kuasanya. (Pasal 17 ayat 2)

Setelah mendengar dan mempelajari pendapat dan keinginan pemegang ha katas tanah serta pertimbangan panitia pangadaan tanah, Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan

20 Ibid, hlm.300

(20)

Undang-mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang akan diberikan. (Pasal 17 ayat 3)

Apabila upaya penyelesaian yang ditempuhkan Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemegang hak atas22 tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak diterima oleh pemegang ha katas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan menunjukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya (Pasal 18 ayat (1). Usul penyelesaian sebagaimana dimaksud pada (1) diajukan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan kepada Kepala Pertahanan Nasional dengan tembusan kepada menteri dari intansi yang memerlukan tanah dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. (Pasal 18 ayat 2)

Setelah menerima usul penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Kepala Badan Pertahanan Nasional berkonsultasi dengan menteri dari instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 18 ayat 4) .

Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada diatasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana

ditetapkan dalam Keputusan Presiden, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada

Pengadilan Tinggi agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 39

(21)

Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di atasnya. (Pasal 18 ayat 4)

3.2. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pelaksanaanya.

Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang memuat dalam berita acara kesepakatan. (Pasal 37)23

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.

(22)

Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi yang mengajukan keberatan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1), karena hukum Pihak yang Berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1). (Pasal 39)

Jadi kalau membandingkan Perpres No. 36 tahun 2005 jo. Perpres No. 65 tahun 2006 dengan Undang-Undang No.2 tahun 2012 dan peraturan pelaksaannya berkaitan dengan penabutan hak, kita dapat memahami antara lain:

a. Menurut Perpres No.36 tahun 2005 jo. Perpres No. 65 tahun 2006, kalau tidak terjadi kesepakatan artinya pihak pemegang hak atas tanah tetap tidak menerima bentuk dan/atau besar ganti kerugian dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat

dipindahkan, maka tanah tersebut selanjutnya diproses melalui usualan penabutan hak atas tanah.

b. Pengaturan sebagaimana diuraikan diatas, yaitu proses pencabutan hak atas tanah, apabila mereka tidak menerima ganti kerugian, tidak diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 dan peraturan pelaksanaannya.24

BAB III

PENUTUP

(23)

A. Kesimpulan

1. Dasar Hukum Pengadaan Tanah dan Pokok-Pokok Pengandaan Tanah a. Peraturan tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum sebagaimana diatur oleh perundang-undangan terakhir dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 jo. No. 65 tahun 2006.

b. Perundang-undangan tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang diatasnya, sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 20 tahun 1961 dan peraturan-peraturan

pelaksanaannya.

c. Undang-undang RI nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan umum.

d. Peraturan presiden nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. e. Perpres No. 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Perpres No. 71

Tahun 2012.

f. Peraturan kepala BPN RI nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

Pokok-Pokok Pengadaan Tanah

pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan :

a. Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah; b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; c. Rencana Strategis;dan

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah 2. penyelenggaraan tanah dan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk

(24)

diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui beberapa tahap, yaitu :

a. perencanaan; b. persiapan; c. pelaksanaan; d. penyerahan hasil.

3. Perbandingan Perpres No. 36 tahun 2005 jo. Perpres No. 65 tahun 2006 dengan Undang-Undang No.2 tahun 2012 dan peraturan pelaksaannya berkaitan dengan penabutan hak, antara lain:

a. Menurut Perpres No.36 tahun 2005 jo. Perpres No. 65 tahun 2006, kalau tidak terjadi kesepakatan artinya pihak pemegang hak atas tanah tetap tidak menerima bentuk dan/atau besar ganti kerugian dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka tanah tersebut selanjutnya diproses melalui usualan penabutan hak atas tanah.

b. Pengaturan sebagaimana diuraikan diatas, yaitu proses pencabutan hak atas tanah, apabila mereka tidak menerima ganti kerugian, tidak diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 dan peraturan

pelaksanaannya. B. Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Harsono,Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan Muchsin.2014. Hukum Agraria Indonesia Dalam Persektif Sejarah. Bandung: PT. Refika Aditama

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945

Siahaan. P, Marihot.2002. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Bandar Lampung: Raja Grafindo Persada

Supriyadi. 2010. Aspek Hukum Tanah Aset Daerah Menekankan Keadilan Kemanfaatan Dan Eksistensi Tanah. Jakarta: Prestasi Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa keunggulan sistem ini adalah berbasis web dan terintegrasi dengan basisdata yang sesuai dengan arsitektur basis data terintegrasi IPB, melengkapi kebutuhan

publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat, untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercerrnin dari : I Transparan Pelayanan yang bersifat

Nurul Ilmi Semarang adalah pelatihan bagaimana menerapkan pembelajaran English for Math untuk anak usia dini dan dengan materi Mathematics: Vfthat your.. Child Wil be

Pendidikan adalah sebagai sebuah usaha sadar dari pendidik kepada peserta didik yang melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu peserta didik

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh paparan Intensitas Medan Magnet ELF dalam rentang 700 - 900 µT selama 2 x 30 menit dan 2 x 45 menit terhadap nilai pH

Kami memfokuskan kepada ciri-ciri lembaga pengarah dan bukan dimensi tadbir urus yang lain kerana struktur dan fungsi manusia yang membentuk satu mekanisme

(1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c sebagai penunjang kegiatan operasional pengelolaan sampah mandiri disediakan