• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Pendidikan 133

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Skripsi Pendidikan 133"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENDIDIKAN ANAK DARI KELUARGA MISKIN

(Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja -Kendal)

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh,

Nama : Haniatul Masruroh NIM : 1214000012

Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh

akan mengerjakan tiga hari kemudian. (Abdullah Ibnu Mubarak)

Jangan pernah menganggap diri besar karena sejatinya kita kecil, dan

jangan menganggap diri kita kecil karena kita sejatinya besar.

Semangat !!!!!

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Diriku sendiri.

Pak Aji dan Bu Ella.

Ayahanda Supriyadi dan Almh. Mamaku Siti Zumaroh serta Ibunda Rohmah Fatimah.

Kakak-kakakku: Mbak Ufat, Mbak Anik dan Mas Umar.

Adik-adikku: Johan, Arip, Bagus, Ari dan Taufik. Orang yang kucintai dan terkasih.

Rinda, Desti, Rima, Uswah, Indri, Nova dan seluruh teman-teman yang ada di Wisma Putri Sederhana I. Uda, Kamal dan seluruh kawan-kawan PLS Angkatan 2000.

(3)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji serta syukur yang terlimpah hanyalah untuk Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga akhirnya skripsi yang penulis buat ini dapat terselesaikan. Tiada kemudahan yang datang selain karena izin-Nya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Qudwah sepanjang zaman, Rosulullah S.A.W beserta para keluarga dan sahabatnya serta para pengikutnya yang setia pada setiap masa untuk menyebarkan segala ajarannya.

Skripsi yang berjudul “Pola Pendidikan Anak dari Keluarga Miskin” ini berisi tentang penelitian mengenai pola dari orang tua yang berlatar belakang ekonomi miskin dalam memberikan pendidikan anak dalam keluarga.

Penulis menyadari bahwa selama proses pembuatan skripsi ini, banyak sekali pihak-pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu, tidak lupa dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk berbagai pihak, yaitu :

1. Dr. H. A. T. Soegito, SH, M.M, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Siswanto M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Achmad Rifai,M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Semarang.

(4)

5. Dra. Emmy Budiartati, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah begitu sabar dan telaten selama membimbing pembuatan skripsi ini.

6. HM. Siswoyo ,SH ,M.KN selaku Kepala Desa Meteseh yang telah mengizinkan peneliti untuk meneliti di daerah Meteseh.

7. Keluarga informan atas waktu kebersamaannya dan pembelajaran tentang realita hidup.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulisan skripsi.

Semoga apa yang telah kalian berikan digantikan oleh Allah dengan ganti yang lebih baik dan lebih berlipat ganda. Yang pada gilirannya nanti penulis yakin akan dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan mengkaji skripsi ini.

Semarang, …..2005

(5)

SARI

Masruroh, Haniatul.2005. Pola Pendidikan Anak Dari Keluarga Miskin (Studi Kasus Keluarga Miskin Pada Keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal). Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Fakultas Negeri Semarang. Pembimbing: I.Drs.Fakhrudin, M.Pd, II. Dra. Emmy Budiartati, M.Pd.

Kata Kunci: Pola Pendidikan Anak, Keluarga Miskin

Pendidikan adalah sebagai sebuah usaha sadar dari pendidik kepada peserta didik yang melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah terciptanya pribadi yang dewasa –susila merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan pembangunan sumber daya manusia.

Perlunya sumber daya manusia yang handal tentunya memerlukan sarana pembentukan yang baik dan lingkungan pendidikan yang pertama kali diterima setiap individu adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini, proses pendidikan keluarga adalah sangat penting karena dari keluarga dibekali pengetahuan, sikap, mental dan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga yang sejahtera dan bahagia.

Pola pendidikan anak dalam keluarga ditandai dengan interaksi secara terus menerus antara orang tua dengan anak-anaknya. Interaksi ini ditujukan agar anaknya dapat diasuh hingga tumbuh kembang secara sempurna. Dengan pola pendidikan ini akan terlihat cara orang tua dalam merawat anak, mendidik anak sampai dewasa, baik untuk tujuan pengembangan jasmani atau rohani.

Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian ini merupaka salah satu upaya untuk mengidentifikasi sebuah keluarga dengan latar belakang miskin yaitu pada keluarga Pak UI dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu a) Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan keluarga Pak UI, b) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keluarga Pak UI menerapkan pola pendidikan terhadap anak-anakya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pola pendidikan keluarga miskin pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan mempertimbangkan gejala yang diteliti bersifat apa adanya , buka holistik. Tipe atau jenis penelitian ialah studi diskriptif dan menggunakan metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara mendalam, intensif, mendetail dan komprehensif.

(6)
(7)

DAFTAR ISI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN A.Kondisi Demografis Desa Meteseh ... 57

1. Kondisi Geografis ... 57

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 58

3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 58

4 Fasilitas Pendidikan ... 60

5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 60

6. Fasilitas Sarana Peribadatan ... 61

7. Fasilitas Kesehatan ... 62

(8)

2. Pendidikan yang Diterapkan Oleh Keluarga Informan... 71

C.Analisis Hasil Penelitian ... 81

1. Pola Pendidikan Anak yang Diterapkan Oleh Keluarga Pak UI . 82 2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Pendidikan Anak ... 83

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 88

B. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA... 92

(9)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang sampai saat ini masih terus berupaya melanjutkan usaha pembangunan di segala bidang. Sebagai salah satu negara yang baru-baru ini mengalami guncangan hebat akibat krisis ekonomi yang berakhir pada krisis multi dimensional, Indonesia masih harus banyak mengkonsentrasikan dirinya pada permasalahan pembangunan di berbagai bidang secara terencana dan bersungguh-sungguh.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari dari suatu masyarakat dengan memenuhi berbagai kebutuhan anggota masyarakat, baik kebutuhan material maupun spiritual yang kemudian akan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Daoed Joesoef dalam sebuah artikel yang berjudul Dua Pendekatan dalam Mempolakan Pendidikan menuliskan bahwa suatu pembangunan nasional tidak hanya tergantung pada sumber-sumber dan kekayaan alam yang terkandung oleh bangsa yang bersangkutan,antara daratan dan lautan suatu negara dengan pendapatan perkapita yang dimiliki rakyatnya, terdapat suatu variabel penting yang menghubungkan keduanya, variabel tersebut adalah pendidikan ( Daoed Joesof dalam bukunya Sindhunata 2001:15 ).

(10)

pendidikannya, organisasinya serta disiplinnya ( E. F. Schumacher, Kecil Itu Indah, 1979 : 3 ). Manusialah yang pada akhirnya menentukan karakter dan langkah ekonomi dan sosialnya, bukan modal dan bukan pula sumber-sumber materialnya. Jelaslah bahwa faktor sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan suatu negara.

Dalam hubungannya dengan pernyataan diatas tidaklah mengherankan jika pembangunan sumber daya manusia kemudian menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh lapisan bangsa, karena bagaimanapun juga pendidikan merupakan sarana penting dalam pembangunan sumber daya manusia. Adapun maksud dari pembangunan sumber daya manusia itu ada 2 hal, yang pertama adalah meningkatkan ketrampilan dan kemampuan manusia dalam melakukan kegiatan di masyarakat dan yang kedua adalah untuk peningkatan taraf hidup. ( Priyono Tjiptoherijanto, 1982 : 73 ).

Pendidikan yang dimengerti secara luas dan umum sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah terciptanya pribadi yang dewasa-susila merupakan sesuatu yang berhubungan langsung dengan pembangunan sumber daya manusia suatu negara.

(11)

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan Nonformal adalah adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik berlangsung sepanjang hayat.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan anak dalam keluarga mempunyai peran menentukan bagi pencapaian mutu sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan melalui pendidikan keluarga individu pertama kali mempelajari dan mengenal sistem nilai budaya yang berwujud aturan-aturan khusus, norma, kebiasaan dan teladan dari masyarakat lain.

Setiap anak berada dalam suatu proses perkembangan. Perkembangan anak tersebut berjalan secar kontinu (terus menerus), unik (komplek dan sifat khas) serta dinamis (berubah menyempurnakan diri). Perkembangan seorang anak juga membutuhkan keserasian dengan perkembangan anak lain serta lingkungan. Namun adakalanya perkembangan seorang anak berjalan secara lamban bahkan mengalami hambatan sehingga anak tidak akan berkembang secara optimal untuk membantu mengatasi kelambanan dan hambatan. Hambatan yang dihadapi anak serta agar anak mencapai pembangunan yang optimal maka dibutuhkan pola pendidikan yang tepat.

(12)

pendidikan utama karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Proses dan hasil pendidikan keluarga akan sangat bermakna bagi pencapaian mutu pendidikan pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dalam penyelenggaraan pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai pengelola yang bertanggung jawab dalam meletakkan landasan dan arah serta pola-pola kehidupan anak, sehingga keluarga khususnya orang tua harus memiliki wawasan, sikap dan kemampuan analisis pasif yang memadai dalam menyelenggarakan pendidikan prasekolah di keluarga. Sebagai salah satu komponen pendidikan yang mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan keluarga yaitu orang tua harus dapat menciptakan suasana yang mendukung anak melakukan aktivitas belajar. Tujuan diselenggarakan pendidikan keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap, mental dan ketrampilan produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan menjadi keluarga yang sejahtera dan bahagia.

(13)

ditakuti dan bersifat magis. Ini mungkin menimbulkan sifat tunduk pada kekuasaan atau justru sikap menentang kekuasaan.

Pemahaman terhadap sistem nilai budaya ini selanjutnya tidak akan dijadikan sebagai acuan atau rujukan oleh individu untuk berfikir dan bertindak dalam rangka mencapai tujuan kehidupannya, termasuk di dalam menjalani atau menempuh pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, proses dan hasil pendidikan keluarga tidak sekedar berperan sebagai pelaksana yang bersifat rutin dan alamiah, melainkan berperan sebagai pengelola yang bertanggung jawab dalam meletakkan landasan, memberikan bobot dan arah serta pola-pola kehidupan anak. Implikasinya, keluarga (orang tua) mesti memiliki wawasan, sikap dan kemampuan yang memadai dalam menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah di keluarga.

(14)

sesama orang miskin utnuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dan ; (3) secara tidak langsung tampak dalam kehidupan moral, etika, dan estetika, yang digunakan oleh mereka yang hidup dalam kondisi miskin sebagai pedoman hidup, harapan dan harga diri yang mereka mempunyai sebagaimana tercermin dalam sikap-sikap dan tindakan-tindakan mereka (Tjetjep Rohendi Rohidi 2000: 25 )

Dalam kategori hubungan dengan masyarakat yang lebih luas, tampak bahwa pada umumnya orang miskin tidak atau kurang mempunyai konsep-konsep atau tradisi-tradisi yang menunjukkan bahwa mereka merupakan bagian integral dari pranata-pranata sosial yang lebih luas. Pada tingkat keluarga tampak bahwa keluarga orang miskin terwujud sebagai suatu struktur parsial, yang di dalamnya terdapat kecenderungan anak-anak cepat menjadi dewasa karena beban ekonomi, kerapuhan keluarga, serta ciri-ciri rumah tangganya yang menunjukkan kepadatan yang tinggi dan tiadanya ruang pribadi. Dan pada tingkat individu tampak adanya perasaan tidak berdaya, rasa rendah diri, orientasi pada kekinian, serta ketergantungan sesuatu dari luar

termasuk bantuan gaib dan jimat-jimat. Pada kehidupan keluarga yang masih kekurangan biarpun bekerja

(15)

dilakukan oleh orang dewasa. Seiring dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan upaya sistemik dan menyeluruh terhadap pengelolaan pendidikan dalam keluarga, khususnya bagi keluarga yang berada pada komunitas kurang mampu di pedesaan. Tujuan diselenggarakan pendidikan keluarga adalah membekali pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan produktif bagi penanggung jawab keluarga dalam menanamkan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan agar dapat mengembangkan dirinya sendiri dan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Berdasarkan pengamatan dilapangan dijumpai masih kurangnya warga masyarakat dalam perhatian pendidikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (a) masih rendahnya keadaan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat umumnya, (b) faktor pendidikan warga masyarakat yang rendah, (c) faktor lingkungan yang kurang mendukung.

(16)

B. Rumusan Masalah

Pola pendidikan dalam keluarga pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai masalah, yang akan ditimbulkan keluarga terutama yang bertanggung jawab orang tua. Sikap dari orang tua yang cenderung mendukung, orang tua akan memperhatikan pendidikan anak-anaknya, bahkan sampai pada perkembangan selanjutnya baik dalam bidang akademis dan bidang sosial. Bagi orang tua yang bersikap cenderung kurang mendukung, orang tua bersikap tidak tahu menahu tentang bagaimana keadaan anaknya dalam pendidikan, semua hanya terserah saja.

Kemiskinan atau kondisi miskin dari susut pandang biologis merupakan keluarga yang keseluruhan pendapatannya tidak cukup untuk memperoleh keperluan-keperluan minimum untuk mempertahankan efisiensi fisik angota-anggota keluarganya secara layak. Keadaan tersebut menciptakan keluarga miskin memiliki pola-pola tertentu dalam kehidupannya salah satunya yaitu dalam hal pendidikan keluarga oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Kondisi semacam ini mendorong penulis untuk meneliti sebuah keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti dapat mengidentifikasi permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pola pendidikan anak yang diterapkan oleh keluarga miskin pada keluarga Pak UI di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal ?

(17)

C. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan dan menghindari salah pengertian dalam memberikan interpretasi tentang hal-hal yang ada dalam skripsi, peneliti memberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut :

1. Pola Pendidikan Anak

Pola pendidikan anak yaitu suatu wujud, tipe, sifat yang dikenakan kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.

2. Keluarga Miskin

Bahwa rumah tangga yang tergolong tidak cukup dalam hal penghasilan diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual- beli) beras buka rupiah tanpa perlu membuat perhitungan pengaruh inflansi dan perbedaan harga pangan di beragam daerah. Hal ini terlihat dari hasil laporan kasus desa Sriharjo (Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta) bahwa ukuran tingkat penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg ekuivalen beras per orang sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga sebesar 5 orang, jika harga beras Rp 100,00 per kg). (Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo, 1989:217)

D.Tujuan Penelitian

(18)

2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pola pendidikan anak yang diterapkan di keluarga miskin di Desa Meteseh Kecamatan Boja-Kendal.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Secara toritis diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk mengembangkan Fakultas Ilmu Pendidikan terutama jurusan Pendidikan Luar Sekolah khususnya di bidang pendidikan anak dalam keluarga. 2. Secara praktis diharapkan memberikan informasi bagi pakar-pakar

(19)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan

Pendidikan dipahami sebagai suatu sosialisasi karena didalamnya ada tujuan untuk meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda, melalui interaksi sosoial.

Menurut Emile Durkheim pendidikan adalah suatu pelatihan terlatih dari orang dewasa kepada generasi yang belum siap untuk kehidupan sosial yang tujuannya adalah meningkatkan dan mengembangkan pada diri sang anak sejumlah keadaan fisik, intelektual dan moral yang diperlukan baik oleh keseluruhan komunitasnya atau sebagian saja (Vivin Alvian, 2002: 26)

(20)

masyarakat, menghayati dan mengamalkan bersama-sama anggota lainnya suatu kebudayaan di dalamnya termasuk ketrampilan, pengetahuan, sikap-sikap dan nilai-nilai serta pola-pola perilaku tertentu. Pendidikan juga dinyatakan sebagai “the transmision of culture” (Lukas and Cookriel, 1988: 352).

Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup, yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur esensial sepanjang umur seseorang. Pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses kehidupan masa kini dan sekaligus adalah proses untuk persiapan bagi kehidupan yang akan datang.

Lingkungan pendidikan adalah lingkungan atau keadaan, kondisi tempat yang ada disekitar peserta didik yang mempengaruhi berlangsungnya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan secara umum dibagi menjadi tiga macam yaitu lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan pendidikan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan itu mempunyai peranan yang besar dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju terbentuknya kepribadian anak.

1. Lingkungan pendidikan keluarga

(21)

lingkungan ini. Pendidik yang bertanggung jawab pada lingkungan keluarga adalah orangtua. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang berhubungan dengan perasaan dapat dibentuk di dalam keluarga. Misalnya menanamkan rasa disiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, bersahaja, bersemangat, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, cermat, gigih, hemat, jujur, kreatif, mandiri, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengendalian diri, rajin, ramah tamah, kasih sayang, percaya diri, rendah hati, sabar, setia, adil, rasa hormat, tertib, sopan santun, sportif, susila, tegas, teguh, tekun, tepat janji, terbuka dan ulet (Edi Setyawan, dalam bukunya Soelaiman Joesoef, 1992: 75).

Semua sifat dan sikap diatas dapat ditanamkan dihati anak, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kematangan, kecerdasan, umur anak, dan tingkat perkembangan anak sehingga tidak ada unsur paksaan. Mengingat adanya ketentuan ini orang tua perlu mengetahui keadaan anak pada setiap memberikan pengaruh.

Sebagai pendidik dalam pendidikan keluarga, maka orang tua harus meninjau apa yang menjadi sifat umum, fungsi dan sifat khusus dari pendidikan keluarga.

a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga

(22)

Ditinjau dari sejarah perkembangan pendidikan maka pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling tua terutama pendidikan lahir (sejak adanya manusia), orang tua yaitu ayah serta ibu sebagai pendidiknya dan anak sebagi terdidiknya.

b) Lembaga pendidikan informal

Yaitu lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi, tidak mengenal perjenjangan kronologis atas dasar usia merupakan pengetahuan/ keterampilan atau dengan kata lain tidak adanya kurikulum dan daftar jam pelajaran yang tertulis secara resmi dalam bentuk yang tertentu dan jelas. c) Lembaga pendidikan pertama dan utama

Dalam keluargalah, pertama anak memperoleh pendidikan sejak dia dilahirkan dan pendidikan keluarga pula yang merupakan pembentuk dasar kepribadian anak. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, oleh karena sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti tiap-tiap manusia. d) Bersifat kodrat

Pendidikan keluarga bersifat kodrat karena terdapatnya hubungan antara pendidik dan anak didiknya.

b. Fungsi pendidikan keluarga

(23)

Dalam pendidikan keluarga, anak memperoleh pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak-anak selanjutnya dan menurut penelitian para ahli , pengalaman pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan individu dalam hidupnya. b) Menjamin kehidupan emosional anak

Dalam pendidikan keluarga maka kehidupan emosional atau kebutuhan rasa kasih sayang seorang anak dapat menjamin dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara pendidik dan anak didik, karena orang tua hanya mengahadapi sedikit anak didik dan karena hubungan atas kasih sayangnya yang murni.

c) Menanamkan dasar pendidikan moral

Dalam pendidikan keluarga, maka pendidikan ini selanjutnya mengarah kepada pendidikan moral anak-anak karena di dalam keluarga tertanam dasar-dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang kongret dalam kehidupan sehari-hari.

d) Memberikan dasar pendidikan kesosialan

Dalam kehidupan keluarga sering anak-anak harus membantu (menolong) anggota keluarga yang lain da menolong saudaranya sakit, bersama-sama menjaga ketertiban keluarga dan sebagainya. Kesemuanya memberi pendidikan pada anak, tertutama memupuk berkembangnya benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak.

(24)

Seperti tampak adanya anak yang belajar mengaji pada orangtuanya atau tetangganya.

c. Sifat khusus pendidikan keluarga

Sifat khusus pendidikan keluarga dimaksudkan adalah beberapa hal khusus yang berhubungan si terdidik dalam lembaga pendidikan keluarga. Sifat-sifat yang dimaksud diantaranya yaitu :

(a) Sifat menggantungkan diri

Anak yang baru lahir memiliki sifat serta ketergantungan pada orang tuanya, sehingga tanpa pertolongan orang tua anak tidak akan bisa berkembang dalam hidupnya atau tidak dapat melanjutkan hidupnya.

(b) Anak didik kodrat

Terbentuknya keluarga karena pernikahan antara ayah dan ibu, maka keluarga merupakan lembaga pendidikan yang mengikat anak secara takdir menjadi anak didik dalam pendidikan tersebut, kecuali dalam keadaan tertentu menyebabkan anak dipelihara oleh orang lain maka nilai anak didik kodrat menjadi hilang. ( Soelaiman Joesoef, 1992:74-77)

2. Lingkungan pendidikan sekolah

(25)

Sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk dan melatih kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional. Keduanya sangat penting bagi terbentuknya kepribadian. Manusia yang berkepribadian tidak cukup hanya cerdas atau pandai saja, akan tetapi juga bermoral. Sekolah membantu pendidikan moral antara lain budi pekerti disamping tugas utamanya mencerdaskan anak melalui pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dijelaskan oleh Sikun Pribadi (1981,73) bahwa dalam lingkungan pendidikan sekolah, anak dipersiapkan untuk memecahkan berbagai masalah hidup, seperti mengurus kesehatannya, mencari pekerjaan, bergaul dengan orang lain yang bukan anggota keluarga, mengurus barang-barang yang menjadi miliknya, mempertahankan diri dari berbagai ancaman dan mengenal dirinya sendiri. Berbagai contoh persiapan tersebut ditunjukkan kepada perkembangan seluruh kepribadiannya, terutama perbuatan etis sebagai orang dewasa bertanggung jawab.

3. Lingkungan pendidikan masyarakat

(26)

pendidikan ini memberi kesempatan yang sangat luas bagi anak dalam mengembangkan kreativitasnya.

Proses pendidikan akan berhasil jika faktor pendidikan dipenuhi, jika salah satu tidak ada proses pendidikan akan berjalan pincang atau dengan kata lain bahwa faktor pendidikan harus ada semua. Adapun faktor yang dimaksud adalah :

a. Peserta didik : orang atau sekelompok orang yang menjadi subyek pendidikan

b. Pendidik : yang berwewenang mendidik dan mengajar

c. Tujuan pendidikan : membentuk manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri dan tidak tergantung orang lain ( pendidikan teoritis )

d. Lingkungan pendidikan : suatu keadaan atau kondisi yang berada disekitar yang mempengaruhi berlangsungnya pendidikan.

e. Alat pendidikan : tindakan perlakuan atau kegiatan yang digunakan untuk mendidik misalnya perlindungan , perhatian, hadiah, hukuman.

Adapun yang dimaksud peneliti dalam kajian pola pendidikan anak ini adalah mengenai pendidikan anak di lingkungan keluarga, baik itu anak kandung maupun anak pungut atau anak yang berada dalam asuhan mereka.

B. Pola-pola Pendidikan

(27)

lingkungan masyarakat di mana anak itu dibesarkan. Dengan perkataan lain, ada kegiatan atau kejadian-kejadian yang berlangsung berulang dan ajeg sebagai suatu kebiasaan yang merupakan proses pendewasaan anak yang diatur oleh norma-norma masyarakat setempat. Setiap anak mengalami suatu proses pengkondisian, baik yang disadari ataupun tidak disadari, di lingkungan sosial-budayanya sendiri sehingga mereka dapat memainkan peran dalam lingkungan masyarakat. Anak senantiasa mendapat kesempatan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat untuk mengembangkan kepribadian atau dalam upaya memuaskan keinginan pribadi dalam batas-batas harapan yang dimungkinkan oleh lingkungan sosialnya. Tingkah laku mereka merupakan proses pengkondisian sejak dini yang berlangsung secara teratur di lingkungan keluarga sampai beberapa kurun waktu berikutnya di lingkungan (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000:200)

Pola pendidikan yaitu suatu wujud, tipe, sifat, yang dikenakan kepada anak oleh orang tua dalam kegiatan mendidik, membimbing, mendisiplinlan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumya. Menurut Prof. Dr.Soegeng Santoso, terdapat tiga pola pendidikan yaitu :

1. Pola pendidikan otoriter

(28)

mengekang, orang tua tidak mendorong untuk mandiri, termasuk dalam belajar karena semuanya ditentukan orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan atau berbuat sesuatu sesuai keinginannya sehingga merasa tertekan. Tujuannya adalah agar anak menurut, disiplin, tertib, tidak melawan dan tidak banyak kemauan. Kebaikan dengan pola pendidikan otoriter yaitu sekolah atau keluarga terlihat aman, tertib, tidak ada masalah, disiplin, tenang dan anak menurut. Kelemahan, anak tidak ada kemauan untuk mencoba hal yang baru, penakut, tidak memiliki kreativitas, rendah diri. Akibat lain adalah emosinya labil, penyesuaian diri terhambat, tidak simpatik, tidak puas dan mudah curiga serta kurang bijaksana dalam pergaulan. Akibat seringnya mendapat hukuman dari orangtua dapat menyebabkan anak menjadi agresif, nakal dan sejenisnya.

(29)

menerapkan pola pendidikan otoriter ialah orang tua yang menerapkan otoriter penuh terhadap segala aktifitas anaknya, menonjolkan kekuasaan orang tua, bersikap kaku, suka memaksakan kehendak, selalu mengatur, tanpa mengindahkan perasaan dan kemauan anaknya. Pola pendidikan otoriter ini sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak. 2. Pola pendidikan permisif

(30)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola pendidikan permisif dalam keluarga oleh orang tua akan memberikan kebebasan kepada anak, anak akan berjalan tanpa arah yang pasti, karena menentukan sendiri apa yang dikehendaki, sehingga membuka kemungkinan tindakan atau perbuatan yang menyimpang dengan tatanan yang ada dalam masyarakat, hal ini akan merugikan anak itu sendiri. 3. Pola pendidikan demokratis

Yaitu pola pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menampilkan kreativitasnya, tetapi dengan penuh bimbingan pendidik. Jadi anak bebas tetapi dengan penuh pengawasan dan pemantauan pendidik. Dalam mendidik anak diberi peluang untuk berbicara, berpendapat, mengemukakan pandangan dan berargumentasi, jadi anak tidak dikekang.

(31)

dan bijaksana dalam bertindak, periang, mudah menyesuaikan diri dan penuh persahabatan.

Cole (1963) (dalam bukunya Hurlock 1980: 20) mengatakan bahwa orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis selalu memberikan penjelasan, mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak, sebelum menerapkan peraturan-peraturannya. Pola pendidikan demokratis yang diterapkan orangtua memandang anak sebagai individu yang sedang berkembang. Hal ini disebabkan karena orangtua menyesuaikan dengan taraf-taraf perkembangan anak dengan cita-citanya, minatnya, kecakapannya dan pengalamannya.

Keuntungan dan manfaat dengan menggunakan pola pendidikan demokratis menurut Sutari Imam Barnadib adalah : (1) anak aktif dalam hidupnya ; (2) penuh inisiatif; (3) percaya pada diri sendiri ; (4) perasaan sosial ; (5) penuh tanggung jawab ; (6) emosi lebih stabil; (7) mudah menyesuaikan diri ( Sutari Imam Barnadib, 1986: 125 )

(32)

termasuk dalam hal yang harus dilakukan dan keputusan itu dibuat atas dasar persetujuan antara anak dengan orangtua.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pola pendidikan demokratis dalam keluarga orangtua menempatkan anak pada posisi yang sama dalam keluarga. Dimana anak selalu diajak diskusi masalah-masalah yang dihadapi dalam keluarga, terutama yang menyangkut persoalan anak itu sendiri. Antara orangtua dan anak saling terbuka, saling menerima dan saling memberi, anak diakui keberadaannya. Orangtua yang menerapkan pola pendidikan demokratis ini begitu memperhatikan perkembangan kejiwaan anak.

C. Keluarga

Keluarga sebagai wadah pertama dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal akan sangat menentukan proses pendidikan seorang anak. Sebagai sumber pendidikan utama, keluarga adalah tempat dimana pertama kali diperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia dari orangtuanya dan juga anggota keluarga yang lain, melalui suatu proses interaksi yang berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu pola, pemikiran, sikap serta tindakan orang tua sangat berpengaruh bagi pendidikan seorang anak.

(33)

pandangan dan kebiasaan tertentu, sekaligus dimulai pendidikan fisik. Proses pendidikan yang meliputi mental, fisik dan intelektual di lingkungan keluarga dapat berlangsung terus hingga anak dewasa. Semakin dewasa anak, peranan orang tua semakin berkurang dan lebih bersifat mengawasi dan membantu. Orang tua selalu siap memberikan bantuan berupa informasi atau nasehat jika anak menghadapi jalan buntu dan tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. Namun harus dijaga agar kasih sayang tidak berubah menjadi memanjakan anak. Sebab memanjakan anak justru akan menjerumuskan untuk seumur hidupnya (Suryohadiprojo, 1987: 98-99).

Para orangtua harus dapat mengambil sikap tegas terhadap anak, bahkan sikap keras. Sikap demikian bukan karena kemarahan atau kebencian, tetapi justru karena kasih sayang untuk mencegah anak jatuh dalam berbagai kesalahan yang dapat merugikannya. Utamanya pada waktu anak masih kecil, orangtua harus dapat menunjukkan dengan tegas apa yang dikehendaki dan apa yang tidak disukai. Bila dengan nasehat dan teladan dari orangtua masih saja anak berbuat hal lain yang bertentangan, maka orangtua yang sayang kepada anaknya harus memberi teguran, dan bahkan hukuman kalau beberapa kali teguran tidak mengubah sikap anak.

(34)

hidup bersama-sama orang lain, secara selaras, serasi dan seimbang. Proses sosialisasi terjadi pertamakali dalam keluarga, baru kemudian mengalami perluasan ke luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, teman sebaya, masyarakat dan seterusnya ( Yaumil Achir, 1994:6 ).

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui hubungan timbal balik antara kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut interaksi. Melalui interakasi dengan orang tuanya maka anak mempelajari berbagai hal, utamanya sosialisasi nilai-nilai yang diunggulkan, yaitu :

1. Nilai-nilai Keagamaan

Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat.

2. Budi Pekerti Luhur

(35)

Budi pekerti seorang anak tergantung pada kualitas akhlaknya. Disinilah kemudian terlihat dengan jelas kaitan antara nilai budaya dan nilai keagamaan dengan perilaku sosial.

3. Gotong Royong

Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera menipis.

4.Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer

Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “ tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.

5. Sikap Sabar, Ulet, Alot

(36)

6. Tata Krama

Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan, sikap dan perbuatannya.

7. Nilai-nilai Baru

Sosialisasi nilai-nilai baru yang dituntut sesuai dengan perubahan zaman, antara lain adalah kemandirian, kecerdasan, keuletan, rajin belajar, bekerja keras, menghargai prestasi, sikap dan berfikir kreatif dan sikap-sikap lain yang dianut masyarakat yang sedang berkembang ( Yaumil Agoes Achir: 7-10 ).

Dengan suasana yang baik di dalam keluarga sudah ada pencegahan penting terhadap pengaruh dari luar. Makin dewasa, semakin banyak kebebasan yang diberikan oleh orang tua. Anak dibiasakan tanggung jawab, termasuk tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Orang tua bersikap tut wuri handayani.

(37)

bahwa dua hal ini dapat saling mengisi dan bermanfaat bagi perkembangan anak secara optimal Siti Rahayu Haditono, 1987:151).

Terdapat beberapa pengartian tentang keluarga dan yang paling umum di pakai adalah pengertian tentang Keluarga Batih dan Keluarga Luas. Keluarga Batih (Nuclear Family)adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri ayah,ibu dan anak, sedangkan Keluarga Luas (Extended Family) adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih.

Sebenarnya keluarga itu sendiri merupakan suatu unit terkecil dari lembaga masyarakat yang memiliki nilai strategi dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keluarga bisa mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik. Ada 8 fungsi dari keluarga (Membangun Keluarga Sejahtera secara Mandiri, 1996 :2) yaitu :

a. Fungsi keagamaan

Yaitu fungsi yang mendorong dan mengembangkan setiap anggotanya untuk menjadikan kehidupan keluarga sebagai wahana pengamalan nilai-nilai agama dan untuk menjadi insan-insan agamis yang penuh dengan iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi sosial budaya

Yaitu fungsi keluarga untuk memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan kebudayaan bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan

(38)

Yaitu fungsi untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan antara anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anak serta hubungan kekerabatan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. d. Fungsi melindungi

Yaitu fungsi keluarga untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan diantara anggota keluarga dengan saling melindungi satu sama lain.

e. Fungsi reproduksi

Merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan sehingga dapat meunjang tercapainya kesejahteraan manusia.

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Yaitu fungsi yang memberikan peranan kepada keluarga untuk mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan.

g. Fungsi ekonomi

Dimaksudkan untuk mendorong keluarga untuk meningkatkan pendapatan materiil dan finansiil yang menunjang dan mendukung kemandirian dan ketahanan keluarga.

(39)

Memberikan kepada setiap anggota keluarga kemampuan untuk menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Keseluruhan fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seorang anggota dari suatu keluarga dan pendidikan sebagai suatu investasi sumber daya manusia tentunya turut pula menuntut peranserta keluarga. Dalam kenyataanya tidak seluruh keluarga mampu menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan baik secara keseluruhanya, ada di antara mereka yang tidak mampu berfungsi seperti fungsi-fungsi yang tersebut diatas dan salah satu penyebab terjadinya ketidakmampuan kelurga berfungsi adalah karena alasan kemiskinan.

Orang tua memang memiliki semacam tanggung jawab eksklusif dalam hal proses membesarkan dan mengasuh seorang anak, termasuk didalamnya adalah tentang pendidikan yang akan diterima oleh anak-anak mereka.

(40)

D. Kemiskinan

Dalam setiap masyarakat atau perkembangan masyarakat dimanapun dan kapanpun, senantiasa ada kelompok yang karena barbagai keterbatasan yang membelenggunya, tidak dapat mensejajarkan diri dengan kelompok lainnya untuk memperoleh dan menikmati kekayaan dan harta benda yang berharga. Sesungguhnya, tidak ada masyarakat yang semua warga atau kelompok di dalamnya memiliki kekayaan dan peluang secara sama rata. Faktor penyebab utama adanya perbedaan itu adalah sistem stratifikasi sosial dan sistem pendistribusian kekuatan sosial yang ada di masyarakat. Mereka yang tertinggal, tidak bisa terlibat untuk berkembang bersama-sama dengan warga masyarakat lainnya karena lemah secara ekonomi, sosial, politik dan budaya

Kelompok atau warga masyarakat yang tertinggal itu yang dapat digolongkan sebagai kelompok masyarakat miskin umumnya berpendidikan rendah atau sama sekali tidak mengalami pendidikan sekolah. Mereka kurang memiliki kesempatan untuk menyatakan dirinya, baik yang bertalian dengan pemenuhan kebutuhan hidup materi maupun kesempatan untuk berperan dalam organisasi sosial politik serta kurang mampu mengembangkan jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan yang layak. (Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000:17)

(41)

kita membicarakan mengenai kemiskinan, sebenarnya masih banyak perdebatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan konsepsi kemiskinan. Dan untuk memperkokoh validitas penelitian ini maka perdebatan – perdebatan tersebut tidak akan di permasalahkan di sini.

Scot (1979) (dalam bukunya Tjetjep R.R, 2000:24) berpendapat bahwa kemiskinan dapat didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmateri yang diterima oleh seseorang. Kemiskinan, pertama-tama, dapat diartikan sebagai kondisi yang diderita manusia karena kekurangan atau tidak memiliki pendidikan yang layak untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset, seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan dapat didefinisiskan sebagai kekurangan atau ketiadaan nonmateri yang meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga dan kehidupan yang layak.

(42)

lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain; dan pengetahuan atau ketrampilan yang memadai, serta informasi yang berguna untuk memajukan kehidupannya.

Coleman dan Cressy memberikan pengertian tentang kemiskinan dengan mendefinisikannya melalui 2 jalur pendekatan, yang pertama adalah pendekatan absolut yang menyatakan bahwa pembeda antara yang kaya dengan yang miskin adapila suatu standar obyektif tertentu seperti misalnya kurangnya uang untuk mendapatkan makanan, pakaian dan tempat berlindung yang cukup, mereka yang miskin adalah mereka yang memiliki keadaan dibawah standar obyektif tersebut. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan relatif yang menyatakan bahwa orang miskin adalah mereka yang secara signifikan memiliki pendapatan dan kekayaan yang kurang dari rata-rata orang yang berada disekitar mereka (Vivin Alvian, 2002: 19)

Dimensi lain dari kemiskinan itu sendiri tidaklah hanya pada masalah yang bisa disebut miskin dan yang mana tidak, permasalahan yang ada sebenarnya jauh lebih kompleks dari pada itu semua. Terutama jika kita mengetahui bahwa sebenarnya perbedaan pendapatan antara mereka yang kaya dengan yang miskin akan membawa pengaruh-pengaruh terhadap gaya hidup seseorang, sikap seseorang terhadap orang lain bahkan pengaruh pada sikap terhadap dirinya sendiri.

(43)

muncul sebagai hasil dari upaya mereka untuk mempertahankan diri di tengah kondisi kemiskinan yang mereka alami, yang kadangkala memang tampak tidak berujung.

Suparlan (1984) menyatakan bahwa masyarakat miskin menganut prinsip ekonomi bahwa hasil kerja mereka adalah hasil kerja yang harus dapat segera dinikmati, karenanya mereka belum memikirkan masa-masa mendatang dan itulah sebabnya mereka sangat tidak tertarik kepada segala bentuk tabungan atau investasi.

Menurut Lincolin Arsyad, indikator kemiskinan ada bermacam-macam yaitu konsumsi beras perkapita per tahun, tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan.

Sajogjo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras per kapita sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah pedesaan, penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun, sedangkan daerah perkotaan adalah 360 kg per kapita pertahun.

(44)

kemiskinan itu tumbuh, maka hal itu akan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya secara terus menerus.

Pramuwito juga menyatakan bahwa kemiskinan telah membuat orang-orang yang berada didalamnya memiliki karakteristik tingkah laku yang melekat erat dalam kehidupan mereka sehari-hari, salah satu tingkah laku tersebut adalah tingkah laku ekonomi yang di gambarkan sebagai berikut : - Mereka ingin bekerja yang cepat mendapatkan hasil dan karena modal yang mereka miliki hanya otot mereka maka mereka bekerja di sektor informal. Dengan pekerjaan itu, mereka merasa dapat langsung segera menikmati hasilnya.

- Masyarkat miskin pada umumnya menginginkan pekerjaan yang sederhana, tidak idealis dan yang tidak menggunakan prosedur yang rumit.

- Oleh karena pekerjaan mereka yang sederhan dan hanya mengandalkan otot, maka sebagian besar dari mereka penghasilannya relatif kecil. Dengan penghasilan yang relatif kecil tersebut, mereka berusaha dengan tindakan-tindakan yang spekulatif, seperti hutang, bejudi, gadai menggadai dan lain sebagainya.

(45)

Sebagai sebuah masalah sosial konvensional telah disadari bahwa kemiskinan memang tidak dapat dihilangkan dari seluruh wajah dunia ini dengan total dan tanpa bersisa, tetapi kemiskinan itu sendiri sebenarnya dapat dikurangi. Dan yang mungkin paling sering kita dengar dalam berbagai program pengentasan kemiskinan, baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak non pemerintah adalah tentang tujuan program-program tersebut dengan berbagai cara dan metodenya untuk meningkatkan taraf penghasilan para masyarakat miskin. Ini artinya ada suatu tujuan yang ingin mengurangi kesenjangan penghasilan antara mereka yang hidup dalam kemiskinan dengan mereka yang hidup berkecukupan.

Banyaknya perdebatan tentang batasan yang dipergunakan tentang kategori kemiskinan dalam penelitian ini akan disederhanakan dengan jalan memakai kategori kemiskinan menurut Pramuwito.

D. Keluarga Miskin

(46)

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) merupakan sebuah lembaga pemerintah non-departemen telah menetapkan suatu standar penilaian yang kemudian berguna untuk memberikan secara jelas perbedaan antara keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Untuk keluarga Pra- Sejahtera belum terpenuhi seluruh standar penilaian, sedangkan untuk keluarga Sejahtera I kriteria 1 sampai 5 telah terpenuhi. Standar penilaian tersebut adalah :

a. melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut oleh masing-masing anggota keluarga.

b. pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih c. pada umumnya anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda

untuk di rumah, bekerja untuk sekolah dan bepergian. d. bagian terluas dari lantai rumah bukan tanah.

e. bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ( PUS ) ingin ber-KB maka dibawa kesarana kesehatan.

f. anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.

g. paling kurang 1 kali seminggu keluarga menyediakan daging/telur/ikan.

h. seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru pertahun.

i. luas lantai rumah kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

(47)

k. paling kurang 1 orang anggota keluarga berumur 15 tahun keatas berpenghasilan tetap.

l. seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin.

m. seluruh anggota keluarga yang berusia 6-15 tahun bersekolah pada saat ini.

n. bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih PUS ini memekai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).

o. mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. p. sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan

keluarga.

q. biasanya makan bersama paling kurang 1 kali dalam sehari dan kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk komunikasi keluarga.

r. ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. s. mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali

per 6 bulan.

t. dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah. u. anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai

ketentuan daerah.

(48)

w. kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat.

Menurut Sajogjo dan Pudjiwati Sajogjo, bahwa rumah tangga yang tergolong tak cukup dalam hal penghasilan diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual-beli) beras bukan rupiah tanpa perlu membuat perhitungan pengaruh inflansi dan perbedaaan harga pangan di baragam daerah. Hal ini terlihat dari laporan kasus desa Sriharjo (Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta) bahwa ukuran tingkat penghasilan “cukup” yang diambil serendah 20 kg ekuivalen beras per orang sebulan (penghasilan Rp 10.000,00 bagi keluarga sebesar 5 orang, jika harga beras Rp 100,00 per kg).

(49)

orang-orang lain, aturan yang menyatakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing; manusia yang telah mempunyai cara berpikir sesuai dengan kebudayaan di lingkungannya (Bachtiar, 1987 dalam bukunya Tjetjep Rohendi Rohidi, 2000:26)

Singkatnya, anak merupakan manusia berbudaya yang mendukung kebudayaan tertentu yang juga dianut oleh para orang tuanya atau masyarakat yang lebih luas.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak-anak dari orang tua yang hidup dalam kondisi kemiskinan dibesarkan dan tumbuh dalam pola-pola kehidupan masyarakat yang mendukung kebudayaan tertentu yaitu kebudayaan yang menyiratkan adanya sifat-sifat kebudayaan kemiskinan. Lewis(1984:32) mengatakan bahwa tatkala kebudayaan kemiskinan sudah muncul, akan cenderung terus dilestarikan, betapa banyaknya perubahan yang terjadi dalam kondisi lingkungan disekitar orang-orang miskin tersebut. Lewis melihat kebudayaan kemiskinan sebagai suatu subkebudayaan yang ditransmisikan antar generasi. Artinya dalam konteks sosialisasi dan kulturasi adalah bahwa anak yang hidup dalam kebudayaan kemiskinan sejak dini telah tercetak dalam kebudayaan kemiskinan tersebut ( Prof. Dr. Tjetjep Rohendi Rohani, 2000:201).

(50)

nilai-nilai yang tinggi terhadap karakteristik eksternal anak, contohnya adalah kepatuhan. Sedangkan orang tua dari keluarga menengah lebih memberikan penilaian yang tinggi terhadap karakteristik internal seperti misalnya saja konsep diri.

Selain itu terdapat pula perbedaan dalam perilaku para orang tua yang berasal dari kelas sosial yang berbeda, orang tua yang berasal dari kelas sosial menengah akan lebih sering menjelaskan sesuatu dengan menggunakan bahasa verbal, mengajarkan kedisiplinan dengan alasan dan membiarkan serta mengijinkan anak-anak mereka untuk bertanya. Sedangkan orang tua dari kelas sosial rendah akan lebih sering mendisiplinkan mereka dengan hukuman fisik dan menghina anak-anak (Vivin Alvian, 2002 : 18).

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang menekankan pada kedekatan pada data dan berdasarkan konsep bahwa pengalaman merupakan cara terbaik untuk memahami perilaku sosial.

(51)

metode studi kasus yang berupaya untuk menelaah suatu kasus secara mendalam, intensif, mendetail dan komprehensif.

Sebagaimana disebutkan dalam tujuan, penelitian ini tidak menguji hipotesa tetapi ingin mendiskripsikan, mengungkap dan menganalisa pola pendidikan anak yang diberikan oleh keluarga miskin.

A. Teknik Pemilihan Informan

Prosedur pengambilan dan pemilihan informan dalam penelitian kualitatif pada umumnya menampilkan karakteristik sebagai berikut :

1. Diarahkan tidak pada jumlah subjek yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik subjeknya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.

3. Teknik penentuan subjek dilakukan secara porposif, dimana kasus yang dianggap sesuai dengan fenomena yang diteliti.

Dengan demikian kriteria yang dipergunakan untuk penelitian ini adalah : a. Keluarga yang masuk dalam kategori keluarga miskin yang

memiliki karakteristik menurut Pramuwito (hal:32).

b. Keluarga yang masuk dalam kategori tidak cukup dalam hal penghasilan yang diukur dengan ukuran senilai (ekuivalen jual-beli) beras.

(52)

c. Keluarga yang memiliki anak usia 6-15 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

d. Keluarga yang memiliki anak baik anak kandung, anak pungut maupun anak yang berada dalam asuhan mereka.

e. Keluarga yang diteliti adalah satu keluarga.

B. Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian, dilandasi oleh beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama yaitu memungkinkan subyek bisa dikaji secara mendalam. Pertimbangan yang kedua yaitu subyek memberikan peluang untuk dapat diamati kegiatan dan interaksinya. Ketiga yaitu memungkinkan peneliti untuk memainkan peran yang layak dalam rangka mempertahankan kesinambungan kehadiran peneliti sepanjang waktu yang diperlukan.pertimbangan yang terakhir yaitu adanya satuan kajian yang memberi peluang diperolehnya kualitas data dan kredibilitas kajian.

(53)

buruh genting pres tersebut memulai bekerja kira-kira pukul 05.30 pagi sampai pukul 04.00 sore. Dari beberapa buruh tetap pres genting, terdapat wanita diantaranya. Dan kebanyakan dari mereka berstatus sebagai ibu rumah tangga.

Alasan lain yang bersifat subyektif, yang secara langsung mendukung teknis operasional lokasi kajian ini adalah bahwa peneliti pernah mengikuti KKN 2003/2004 Di Desa Meteseh, Kecamatan Boja. Kegiatan KKN yang berlangsung selama 40 hari. Keterlibatan peneliti dalam kegiatan selama KKN tersebut, memperoleh keuntungan yaitu dapat menentukan lokasi penelitian sesuai dengan masalah yang dikemukakan, yang kedua secara operasional sudah tercipta hubungan sosial yang baik dengan pejabat daerah dan sebagian dari warga masyarakat setempat.

Dengan pertimbangan dan alasan diatas, maka ditetapkan sebuah lokasi yang dapat memenuhi pretimbangan dan alasan tersebut diatas. Lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Meteseh, Kecamatan Boja.

C. Teknik Pengumpulan Data

(54)

kancah, dan kamera foto. Alat tersebut digunakan sepanjang tidak menganggu kewajaran pengamatan.

Ada 3 ( tiga ) teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berikut ini dijabarkan ketiga teknik dalam pengumpulan data :

1. Observasi/ penelitian lapangan

Observasi/penelitian lapangan yaitu peneliti langsung di lapangan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan lingkungan, keadaan tempat tinggal dan keadaan keseharian informan.

Teknik ini dianggap kuat karena meskipun sasarannya individu, akan tetapi selalu disadari bahwa yang dipotret adalah ”dunia sosial” mereka, sehingga dapat ditampilkan potret masyarakat yang bersangkutan.

Data yang akan diungkap melalui observasi, antara lain : (a) keadaan fisik rumah tangga, (b) pola perilaku orang tua dalam mendidik anaknya, dan (c) proses sosialisasi pendidikan anak pada keluarga miskin di Desa Meteseh, Kecamatan Boja Kabupaten Kendal.

2. Wawancara

(55)

atau direspon berdasarkan ekspresi wajah, ucapan ataupun perilaku informan.

Bentuk wawancara yang dilakukan melalui wawancara tidak terencana yang terfokus dan sambil lalu. Wawancara tidak terencana terfokus adalah pertanyaan diajukan secara tidak terstruktur, akan tetapi selalu berpusat kepada suatu pokok yang diteliti, dan kedua menggunakan wawancara terstruktur. Wawancara mendalam (interview) digunakan untuk mengungkap hal-hal yang terdapat di dalam “dunia mereka” yakni meliputi kondisi sosial ekonomi keluarga, pendapatan dan pengeluaran keluarga, model pengasuhan anak, aspirasi pendidikan serta pandangan orang tua terhadap keberhasilan dan kehidupan di masa depan.

Pertimbangan dipilihnya teknik wawancara sebagai teknik pengumpul data yang utama adalah : (a) sasaran penelitian adalah keluarga miskin, memiliki anak baik kandung maupun anak asuh sehingga wawancara akan memperlancar dalam pengumpulan data atau informasi yang lebih akurat, (b) gejala penelitian bersifat holistik, sulit dipilah-pilah antara gejala yang satu dengan gejala yang lain, sehingga jika digunakan teknik lain seperti angket hanya akan menyulitkan peneliti dalam mendiskripsikan informasi yang diperoleh, dan (c) gejala yang diteliti bersifat alamiah sehingga sulit dilakukan penskoran.

3. Dokumentasi

(56)

setiap pemanfaatan bahan tertulis yang tersedia yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk penelitian ( Lincoln dan Guba, 1985 : 228 )

Data yang akan diungkap melalui dokumentasi, yaitu : (a) luas wilayah desa, (b) jumlah penduduk, (c) jumlah KK,dan (d) mata pencaharian penduduk.

Pertimbangan peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk mengumpulkan data adalah : dokumentasi merupakan sumber data yang stabil, menunjukkan suatu fakta yang telah berlangsung dan mudah didapatkan, data dari dokumentasi memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi akan kebenaran atau keabsahan, dokumentasi selalu tersedia dalam monografi atau buku induk kantor desa, dan dokumentasi sebagai sumber data yang kaya untuk memperjelas keadaan atau identitas subyek penelitian sehingga dapat mempercepat proses penelitian.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data, peneliti yang ditempuh ada lima langkah melalui tahap orentasi, tahap eksplorasi, tahap memberi cek, tahap triangulasi sampai audit trail.

1. Tahap Orientasi

(57)

baik yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder, sehingga terbina persahabatan dan saling percaya. Pertama-tama peneliti datang ke Kelurahan setempat dan karyawan berdialog dengan peneliti sehingga dapat disusun strategi untuk kegiatan selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi

Setelah mendapatkan gambaran secara umum lokasi/ tempat atau kelurahan yang akan diteliti serta telah terbina hubungan baik dengan nara sumber data, selanjutnya kegiatan meningkat pada tahap eksplorasi, peneliti dapat terjun ke lapangan. kegiatan yang akan dilakukan adalah : a. Menggali data dan informasi data yang diperlukan

b. Menentukan sumber data yang dapat dipercaya

(58)

3. Tahap Mamber Check

Data diperoleh melalui tahap eksplorasi selanjutnya dilakukan pengujian secara kritis, kegiatan ini dilakukan dalam tahap mamber check. Ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu meminta tanggapan kepada subjek untuk mencek kebenaran data dan melakukan koreksi serta melengkapi terhadap hal-hal yang dirasa masih kurang sesuai atau kurang lengkap. Untuk dapat melakukan pengujian kritis terhadap data, terutama kepada para subjek, perlu ditanamkan hubungan baik dan saling percaya dengan mereka selain itu nama baik mereka, serta menjaga kerahasiaan datas oleh karena itu identitas mereka tidak mencantumkan secara jelas, melainkan hanya tanda inisialnya saja.

4. Tahap Pengabsahan data

Setelah data dilakukan dari lapangan, langkah berikutnya yang amat penting adalah pengecekan keabsahan data, kegiatan ini erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmiah terhadap hasil temuan penelitian, pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan 4 kriteria, sebagaimana dianjurkan Lincoln dan Guba (dalam bukunya Moleong, 2002: 175-185), yaitu

1. Terdapat derajat kepercayaan yang tinggi terdapat data ( Relidibility)

Ada beberapa teknik untuk melacak atau menggali derajat kepercayaan data yaitu sebagai berikut :

(59)

Peneliti menambah waktu pengumpulan data dari alokasi waktu yang telah dirancang agar dapat mendalami atau mempelajari pula materi atau bahan penyuluhan dan dapat mengurangi adanya distribusi data baik dari informan, selain tujuan tersebut perpanjangan waktu merupakan nara sumber. Lebih lanjut diharapkan informan memberikan data yang benar atau apa adanya.

b. Ketekunan pengamatan ( Persistence Observation )

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peneliti mencatat dan merekam semua informasi atau data yang sangat relevan dengan masalah penelitian. Dengan demikian peneliti mampu menelusuri unsur-unsur yang mendukung diskripsi masalah secara rinci, masalah yang diamati.

c. Triangulasi ( Triangulation )

Mengecek kebenaran atau kepercayaan data dengan melihat gejala dari berbagai sudut pandang dan melakukan pengujian temuan dengan membandingkan data dari berbagai sumber dan dengan berbagai teknik.

d. Referensi yang memadai ( Referential Adequasy )

Kepercayaan data dapat diperoleh dengan menggunakan patokan bahan-bahan yang tercatat atau yang telah terekam. Bahan referensi tersebut sebagai alat untuk menjawab kritikan-kritikan yang muncul.

(60)

Informan yang terlibat dalam pemberian data diminta untuk memberikan tanggapan terhadap interpretasi data yang telah diorganisir oleh peneliti. Teknik ini bermanfaat untuk memberi kesempatan atau tambahan ( pelengkap ), memperbaiki penafsiran data yang salah dan memberikan kesempatan untuk merangkum hasil perolehan sementara sehingga akan memudahkan dalam penganalisaan data.

2. Penerapan keterlibatan ( Transferbility )

Keabsahan data dapat diperoleh dengan memberikan deskriptif data yang memungkinkan seseorang (pembaca) dapat mengalihkan hasil penelitian ke daerah lain sesuai dengan konteknya. Usaha mempertinggi keteralihan dapat dilakukan dengan melaporkan hasil temuan secara rinci diharapkan sesuai dengan konteks penelitian dan fokus penelitian. Deskripsi secara rinci diharapkan memudahkan pembaca dalam memahami temuan dan memanfaatkannya sebagai landasan berpijak dalam mengambil keputusan.

3. Ketergantungan terhadap data ( Dependentability )

Dalam penelitian non kualitatif sering disebut relibilitas. Penelusuran data mentah, data yang telah direduksi dan hasil kajian dilakukan oleh evaluator. Pelaksanaannya menggunakan catatan tentang pengembangan instrumen dan konstruksi data dan hasil sintesis, seperti integrasi konsep penafsiran hasil temuan dan penarikan kesimpulan.

(61)

Gambaran tentang kepastian data dapat diupayakan dengan memperhatikan catatan kancah, koherensi internalnya dalam penyajian penafsiran dan simpulan-simpulan peneliti. Upaya tersebut dilakukan dengan cara minta dosen pembimbing untuk melakukan audit kesesuaian temuan penelitian yang digunakan, melaporkan proses dan hasil temuan penelitian kepada audior untuk mendapatkan kritik dan saran dalam rangka perbaikan.

(62)

Triangulasi merupakan proses pengujian terhadap keabsahan data yaitu dilakukan dengan cara menggunakan suatu yang lain untuk keperluan pengujian, atau sebagai pembanding terhadap yang ada. Beberapa cara untuk melakukan pengujian keabsahan data dengan triangulasi yaitu : (a) membandingkan hasil wawancara, antara yang dilakukan ketika ada orang banyak atau ada orang lain dengan yang dilakukan dengan empat mata (b) membandingkan fenomena-fenomena berupa kasus responden dengan pendapat perangkat atau pandangan seseorang (c) membandingkan data antara yang diperoleh melalui wawancara dengan yang diperoleh melalui observasi, serta dokumentasi (d) membandingkan data yang diperoleh dalam waktu yang berbeda atas data dan teknik yang sama.

5. Tahap Audit Trail

Tahap ini merupakan tahap pemantapan yang dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian untuk memudahkan penelusuran terhadap data yang sah, setiap data-data yang ditampilkan disertai dengan keterangan sesuai dengan etika penelitian, penyebutan terhadap sumber data yang sebatas penyebutan saja, formasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan bermakna.

E. Analisis Data dan Interpretasi

(63)

akan dilakukan pemilihan, pereduksian, pengelaborasian dan untuk selanjutnya diadakan analisis sesuai dengan tujuan penelititian. Jadi melalui kegiatan ini, semua data dan informasi yang telah terkumpul disederhanakan dan ditransformasikan menjadi kesimpulan-kesimpulan yang singkat dan bermakna.

1. Analisis data

Dalam proses analisis data, dilakukan langkah kegiatan yang mencakup teorisasi, analisis induktif, analisis tipologis dan neumerasi. Langkah-langkah tersebut tidak bersifat diskrit antara yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, proses analisis data inipun terpisah dengan proses pengumpulan data. Hal ini sesuai dengan karakteristik analisis data yang bersifat kualitatif.

Bagian-bagian konsep yang akan dianalisis berdasarkan tahapan-tahapan tersebut adalah : (a) gambaran secara umum keadaan geografi dan kependudukan (b) keadaan sosial ekonomi (c) keadaan sosial budaya dan (d) tentang potensi pendidikan keluarga yang mencakup tingkat pendapatan keluarga, kontribusi orang tua terhadap pendidikan dan aspirasi pendidikan keluarga.

a. Tahap Teorisasi

(64)

teorisasi dilakukan sejak awal kegiatan pengumpulan data. Dalam pelaksanaannya, peneliti menyediakan lembaran-lembaran untuk mencatat data, baik yang bersifatt silent data maupun yang berupa human orally data. Hasil dari tahap ini berupa konstruk-konstruk (kesimpulan yang bersifat tentatif ).

b. Tahap Analisis Induktif

Tahap ini diawali dari fenomena/fakta empirik lapangan yang selanjutnya diambil dalam konstruk yang lebih luas. Kesimpulan-kesimpulan yang bersifat tentatif sebagai hasil dari teorisasi, kemudian direduksi dan dimodifikasi agar selaras dengan fokus dan tujuan penelitian. Proses ini adalah proses analisis induktif, melalui analisis induktif ini akan diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang lebih singkat dan jelas meskipun masih bersifat tentatif.

c. Tahap Analisis Tipologi

Meskipun telah dikukan penyederhanaan dan kategorisasi dan melalui kegiatan analisis induktif, namun kesimpulan yang dihasilakan masih belum menggambarkan keterkaitan antara beberapa hal yang dikehendaki oleh fokus dan tujuan penelitian. Oleh karena itu dilakukan kegiatan analisis tipologis, yaitu kegiatan yang membandingkan, menarik implikasi, serta membuat kategorisasi baru, sehingga nantinya kesimpulan yang diperoleh semakin halus dan jelas.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk DesaMeteseh
Tabel 2. Mata Pencaharian Warga  Desa Meteseh
Tabel 3. Fasilitas Pendidikan di Desa Meteseh
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Meteseh Menurut Agama yang Diyakini
+2

Referensi

Dokumen terkait

dan akhir, (2) frekuensi rata-rata musik, dan (3) kemunculan frekuensi. Dari ketiga acuan ini akan digunakan sebagai pembanding dengan frekuensi yang ada pada tembang tradisional

Luvut on muunnettu Klemolan työtuntimääristä käyttäen yhden ihmisen vuosit- taisena työpanoksena 1860 tuntia. Ensinäkemältä luvut vaikuttavat melko pieniltä, jos niitä

Rata-rata nilai keterampilan metakognitif berdasarkan angket inventori metakognitif Berdasarkan data angket inventori metakognitif yang diberikan kepada siswa

Herpes genitalis adalah in"ek alis adalah in"eksi pada genital dan sekitar si pada genital dan sekitarn!a n!a !ang diseb !ang disebabkan abkan leh H$% terutama tipe

Stase di departeman, melakukan pemeriksaan terhadap korban pelecehan seksual dan KDRT di pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jatim dan melakukan konseling pada remaja

bahwa sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada ketercapaian penanaman karakter tanggung jawab antara siswa yang mengikuti pembelajaran IPA secara

10 “Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode