• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keluarga

Dalam dokumen Skripsi Pendidikan 133 (Halaman 32-40)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Keluarga

Keluarga sebagai wadah pertama dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal akan sangat menentukan proses pendidikan seorang anak. Sebagai sumber pendidikan utama, keluarga adalah tempat dimana pertama kali diperoleh segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia dari orangtuanya dan juga anggota keluarga yang lain, melalui suatu proses interaksi yang berlangsung secara terus-menerus. Oleh karena itu pola, pemikiran, sikap serta tindakan orang tua sangat berpengaruh bagi pendidikan seorang anak.

Melalui pendidikan keluarga, dengan cara-cara yang sederhana anak dibawa ke suatu sistem nilai atau sikap hidup yang diinginkan dan disertai teladan orangtua yang secara tidak langsung sudah membawa anak kepada

pandangan dan kebiasaan tertentu, sekaligus dimulai pendidikan fisik. Proses pendidikan yang meliputi mental, fisik dan intelektual di lingkungan keluarga dapat berlangsung terus hingga anak dewasa. Semakin dewasa anak, peranan orang tua semakin berkurang dan lebih bersifat mengawasi dan membantu. Orang tua selalu siap memberikan bantuan berupa informasi atau nasehat jika anak menghadapi jalan buntu dan tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. Namun harus dijaga agar kasih sayang tidak berubah menjadi memanjakan anak. Sebab memanjakan anak justru akan menjerumuskan untuk seumur hidupnya (Suryohadiprojo, 1987: 98-99).

Para orangtua harus dapat mengambil sikap tegas terhadap anak, bahkan sikap keras. Sikap demikian bukan karena kemarahan atau kebencian, tetapi justru karena kasih sayang untuk mencegah anak jatuh dalam berbagai kesalahan yang dapat merugikannya. Utamanya pada waktu anak masih kecil, orangtua harus dapat menunjukkan dengan tegas apa yang dikehendaki dan apa yang tidak disukai. Bila dengan nasehat dan teladan dari orangtua masih saja anak berbuat hal lain yang bertentangan, maka orangtua yang sayang kepada anaknya harus memberi teguran, dan bahkan hukuman kalau beberapa kali teguran tidak mengubah sikap anak.

Di samping menerima bimbingan fisik, mental dan keterampilan, di dalam keluarga anak-anak juga mengalami proses sosialisasi. Proses sosialisasi adalah suatu proses menjadikan seseorang dalam hal ini anak, tumbuh-kembang sebagai warga masyarakat yang memahami, menghayati dan bertingkah laku dalam masyarakat. Tujuannya adalah agar anak dapat

hidup bersama-sama orang lain, secara selaras, serasi dan seimbang. Proses sosialisasi terjadi pertamakali dalam keluarga, baru kemudian mengalami perluasan ke luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, teman sebaya, masyarakat dan seterusnya ( Yaumil Achir, 1994:6 ).

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui hubungan timbal balik antara kedua orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut interaksi. Melalui interakasi dengan orang tuanya maka anak mempelajari berbagai hal, utamanya sosialisasi nilai-nilai yang diunggulkan, yaitu :

1. Nilai-nilai Keagamaan

Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat.

2. Budi Pekerti Luhur

Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya, patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya.

Budi pekerti seorang anak tergantung pada kualitas akhlaknya. Disinilah kemudian terlihat dengan jelas kaitan antara nilai budaya dan nilai keagamaan dengan perilaku sosial.

3. Gotong Royong

Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera menipis.

4.Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer

Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti “ tong kosong yang nyaring bunyinya”. Orang seperti ini tidak begitu disukai dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan.

5. Sikap Sabar, Ulet, Alot

Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kesabaran yang disadari oleh sikap ulet dan alot pun sudah banyak dicontohkan oleh para pendahulu kita. Nenek moyang kita telah berhasil menciptakan berbagai peninggalan seperti Candi Borobudur. Hasil karya tadi hanya dapat dilestarikan dengan kesabaran, keuletan dan tekad hati saja.

6. Tata Krama

Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan, sikap dan perbuatannya.

7. Nilai-nilai Baru

Sosialisasi nilai-nilai baru yang dituntut sesuai dengan perubahan zaman, antara lain adalah kemandirian, kecerdasan, keuletan, rajin belajar, bekerja keras, menghargai prestasi, sikap dan berfikir kreatif dan sikap-sikap lain yang dianut masyarakat yang sedang berkembang ( Yaumil Agoes Achir: 7-10 ).

Dengan suasana yang baik di dalam keluarga sudah ada pencegahan penting terhadap pengaruh dari luar. Makin dewasa, semakin banyak kebebasan yang diberikan oleh orang tua. Anak dibiasakan tanggung jawab, termasuk tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Orang tua bersikap tut wuri handayani.

Orang tua memberi pendapat , tetapi anak dibiasakan untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri didalam hidupnya (Suryahadiprojo, 1987:100). Keluarga dengan keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan dapat merupakan tantangan dan kesempatan realisasi bagi anak. Diharapkan

bahwa dua hal ini dapat saling mengisi dan bermanfaat bagi perkembangan anak secara optimal Siti Rahayu Haditono, 1987:151).

Terdapat beberapa pengartian tentang keluarga dan yang paling umum di pakai adalah pengertian tentang Keluarga Batih dan Keluarga Luas. Keluarga Batih (Nuclear Family)adalah satuan keluarga terkecil yang terdiri ayah,ibu dan anak, sedangkan Keluarga Luas (Extended Family) adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih.

Sebenarnya keluarga itu sendiri merupakan suatu unit terkecil dari lembaga masyarakat yang memiliki nilai strategi dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), keluarga bisa mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik. Ada 8 fungsi dari keluarga (Membangun Keluarga Sejahtera secara Mandiri, 1996 :2) yaitu :

a. Fungsi keagamaan

Yaitu fungsi yang mendorong dan mengembangkan setiap anggotanya untuk menjadikan kehidupan keluarga sebagai wahana pengamalan nilai-nilai agama dan untuk menjadi insan-insan agamis yang penuh dengan iman dan takwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi sosial budaya

Yaitu fungsi keluarga untuk memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggota keluarga untuk mengembangkan kebudayaan bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan

Yaitu fungsi untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan antara anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anak serta hubungan kekerabatan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. d. Fungsi melindungi

Yaitu fungsi keluarga untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan diantara anggota keluarga dengan saling melindungi satu sama lain.

e. Fungsi reproduksi

Merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan sehingga dapat meunjang tercapainya kesejahteraan manusia.

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Yaitu fungsi yang memberikan peranan kepada keluarga untuk mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan.

g. Fungsi ekonomi

Dimaksudkan untuk mendorong keluarga untuk meningkatkan pendapatan materiil dan finansiil yang menunjang dan mendukung kemandirian dan ketahanan keluarga.

Memberikan kepada setiap anggota keluarga kemampuan untuk menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Keseluruhan fungsi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seorang anggota dari suatu keluarga dan pendidikan sebagai suatu investasi sumber daya manusia tentunya turut pula menuntut peranserta keluarga. Dalam kenyataanya tidak seluruh keluarga mampu menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan baik secara keseluruhanya, ada di antara mereka yang tidak mampu berfungsi seperti fungsi-fungsi yang tersebut diatas dan salah satu penyebab terjadinya ketidakmampuan kelurga berfungsi adalah karena alasan kemiskinan.

Orang tua memang memiliki semacam tanggung jawab eksklusif dalam hal proses membesarkan dan mengasuh seorang anak, termasuk didalamnya adalah tentang pendidikan yang akan diterima oleh anak-anak mereka.

Tanggung jawab tersebut tentunya harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan untuk itulah orang tua dituntut harus dapat menjalankan peranannya dengan baik. Namun, jika keluarga ternyata berada pada suatu kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu menjalankan segala fungsinya dengan baik, maka akan sangat terbuka kemungkin untuk menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM) para anggota keluarga terutama anak-anak.

Dalam dokumen Skripsi Pendidikan 133 (Halaman 32-40)

Dokumen terkait