• Tidak ada hasil yang ditemukan

357483352 1 Tugas MAKALAH TEORI Pengembangan Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "357483352 1 Tugas MAKALAH TEORI Pengembangan Wilayah"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

EKONOMI REGIONAL

MAKALAH

TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH

Oleh: Mahyi Saputra NPM : 1609200010033

Dosen Pembimbing Mata Kuliah: Dr. Teuku Zulham, SE., M.Si

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SYIAH KUALA

(2)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Penulisan...1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan...2

BAB II. TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH...3

2.1 Teori Lokasi optimum dan Aglomerasi Industri...3

Tetapi teori Weber ini memiliki kelemahan-kelemahan yang dikemukakan secara umum:...5

2.2 Teori Kerucut Permintaan...6

2.3 Teori Sewa Tanah...11

2.4 Teori Kutub Pertumbuhan...14

2.5 Teori Daerah Wilayah Inti...17

2.6 Teori Tempat Sentral...21

2.7 Model dan Teori Hoover...25

2.8 Teori Masukan Transpor...27

2.9 Teori Dampak Tetesan Ke Bawah dan Polarisasi Serta Dampak Penyebaran dan Pengurasan...29

2.10 Teori Kutub Pembangunan Yang Terlokalisasi...32

2.11 Teori Simpul Jasa Distribusi Mengunakan Pendekatan Arus Barang...34

2.12 Teori Simpul Jasa Distribusi Menggunakan Pendekatan Orientasi Pedagang38 BAB III. PENUTUP...40

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Penulisan

Wilayah adalah unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain.

(4)

Dalam mata kuliah Ekonomi Regional kita perlu memahami tentang teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai teori-teori-teori-teori yang berkenaan dengan pengembangan wilayah, oleh karena itu penulis coba untuk me-review beberapa teori tentang pengembangan wilayah.

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

(5)

BAB II

TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH

II.1 Teori Lokasi optimum dan Aglomerasi Industri

Alfred Weber pada tahun 1909 melakukan analisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimalisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.

Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku, Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

Dalam teorinya Alfred Weber menekankan pentingnya biaya transport sebagai faktor pertimbangan lokasi. Dimana teori Weber sebenarnya menentukan dua kekuatan lokasional primer, yaitu orientasi transport dan orientasi tenaga kerja. Pada dasarnya pengusaha itu mempunyai kebebasan untuk menempatkan industri atau pabriknya.

(6)

umumnya biaya transport untuk hasil akhir seringkali lebih tinggi daripada untuk bahan baku dan fasilitas transport hanya terbatas pada sejumlah rute.

Dalam mengembangkan teorinya, Weber mengitroproduksikan beberapa konsep pokok, yakni indeks material (material index) adalah perbandingan berat bahan baku dan berat hasil akhir. Berat lokasional (locational weight) adalah berat total dari semua barang (meliputi hasil akhir, bahan baku, bahan bakar, dsb.) yang harus diangkut ke dan dari tempat produksi untuk setiap satuan keluaran. Industri-industri dengan berat lokasional tinggi akan tertarik pada sumber bahan baku, sedangkan industri-industri dengan berat lokasional rendah cenderung mendekati pasar. Dan isodapan kritis (critical isodapanes) adalah jika selisih antara tambahan biaya transport sama dengan keuntungan-keuntungan biaya non transport yang dapat diperoleh pada suatu tempat alternatif.

Kedua konsep berat lokasional dan isodapan kritis dapat pula digunakan untuk menjelaskan teori Weber tentang aglomerasi industri. Dimana secara teoretik dijelaskan, tempat optimal (optimal site) adalah tempat dimana biaya-biaya transpor bagi kombinasi keluaran total adalah yang paling rendah. Dalam praktek, hal ini berarti bahwa yang terbesar di antara ketiga perusahaan tersebut akan menarik perusahaan-perusahaan yang lebih kecil ke suatu lokasi di dalam segmen yang lebih dekat kepada titik biaya transport minimumnya perusahaan terbesar tersebut. Karena perubahan posisi lokasi yang harus dilakukan oleh perusahaan terbesar adalah lebih kecil kemungkinannya daripada yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil lainnya, maka deviasi total dari titik-titik biaya transport minimum dapat dikatakan kecil saja kemungkinannya.

(7)

Dan menjelaskan terjadinya evolusi ekonomi tata ruang dalam arti strata yang sukses seperti pembangunan industri (pusat-pusat kegiatan ekonomi), terjadinya urbanisasi dan struktur masyarakat kota dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari strata pertanian.

Tetapi teori Weber ini memiliki kelemahan-kelemahan yang dikemukakan secara umum:

1. keuntungan-keuntungan aglomerasi (agglomeration economies) yang diketengahkan itu tidaklah merupakan suatu daftar yang lengkap dan menyeluruh, karena tidak mencakup bunga modal, asuransi, dan pajak.

2. analisis Weber tidak mudah dioperasionalisasikan karena fungsi aglomerasi adalah merupakan suatu konstruk teoretik yang sukar dikuantifikasikan, seperti halnya keuntungan-keuntungan eksternal adalah sukar diukur.

3. menurut pendapatnya, penghematan biaya aglomerasi yang terbesar adalah dalam industri-industri yang nilai tambahnya tinggi, semakin bertambahnya kepadatan penduduk dan semakin berkurangnya tarif angkutan, kedua-duanya menambah kecenderungan aglomerasi dapat dipadukan ke dalam proses perkembangan ekonomi yang akan berakibat bahwa perubahan lokasional akan dicerminkan oleh semakin bertambahnya aglomerasi, tetapi hal ini adalah kurang relevan.

(8)

pencemaran yang terjadi dari limbah yang dihasilkan dari proses pengalengan ikan, dimana limbah yang ada harus diproses lebih lanjut sebelum dilakukan pembuangan limbah.

Diperlukan juga suatu perangkat hukum yang mengatur tentang seberapa besar upah yang harus dibayarkan agar terciptanya kelangsungan kehidupan industri dimana para pekerja dapat bekerja sesuai dengan upah yang dibayarkan oleh pihak pabrik. Dalam hal ini semacam pengaturan tentang upah minimum regional (UMR) yang harus di terima oleh para pekerja pabrik.

Faktor keamanan juga menjadi hal yang penting agar keberlangsungan dari indudtri dapat terjamin sehingga produksi dapat terus dilakukan.

II.2 Teori Kerucut Permintaan

August Losch (1954) merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi permintaan sebagai variabel utama dengan memperhitungkan baik harga produk dan berapa biaya untuk memproduksinya. Losch mengungkapkan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Teori lokasi dari Losch ini berbeda dengan teori Weber dimana Losch lebih melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar) sedangkan Weber lebih mengarah kearah sisi penawaran (produksi). Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan keseimbangan spasial antar lokasi. Losch berpendapat bahwa dalam lokasi industri yang tampak tak teratur dapat diketemukan pola keberaturan.

(9)

Dimana dalam teori ini ditunjukkan perbedaan-perbedaan antara model Losch dengan model Von Thunen yang meskipun begitu baik Losch maupun Von Thunen dalam teorinya menjelaskan tentang interdenpendasi antara kota dengan daerah-daerah belakangannya, dimana terdapat arus memusat ke kota-kota dan arus menyebar ke daerah-daerah belakang. Kemudian teori Losch ini merupakan perluasan dari teori tempat sentral yang diformulasikan oleh Christaller.

Dalam mengembangkan modelnya Losch menggunakan beberapa asumsi, yaitu:

1. Tidak terdapat variasi dalam biaya dan tidak ada perbedaan-perbedaan spasial dalam sumberdaya, termasuk tenaga kerja dan modal di seluruh wilayah (wilayah dianggap homogen) sehingga perusahaan dapat ditempatkan di mana saja.

2. Penduduk tersebar merata, kepadatan dianggap seragam, cita rasa konstan, dan perbedaan pendapatan diabaikan, sehingga dapat dijelaskan bahwa permintaan mempunyai korelasi negatif terhadap jarak secara langsung, hal ini berarti semakin jauh jaraknya dari lokasi pabrik, maka jumlah permintaan menjadi semakin berkurang.

3. Untuk suatu industri baru atau sebuah perusahaan yang ditempatkan di daerah non industri tidak menimbulkan kesulitan, akan tetapi hal ini tidak relevan bagi perusahaan yang menempatkan lokasinya di daerah industri yang sudah sangat maju, dimana lokasi dan kegiatan perusahaan yang sudah ada sangat berpengaruh.

(10)

kenyataannya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak komoditas diproduksikan dan diperdagangkan mencapai diluar lingkup sistem, maka terjadilah wilayah-wilayah suatu Negara.

Antara wilayah sederhana dan sistem regional lengkap terdapat jaringan trayek transport menghubungkan kota-kota dalam pengertian pusat sentral. Walaupun jaringan dan daerah-daerah produksi dan konsumsi sudah nyata, akan tetapi perlu dibedakan dengan sistem wilayah. Sistem wilayah merupakan kesatuan dari banyak wilayah, merupakan suatu organisme dari pada sebagai suatu organ.

Teori Losch mempunyai beberapa keterbatasan yaitu:

1. Sebagian besar keterbatasan berkaitan erat dengan asumsi-asumsinya yang sangat sederhana. Dapat dimengerti bahwa tanpa asumsi yang seragam, misalnya distribusi penduduk merata secara spasial dan biaya yang sama di seluruh lokasi, maka analisis akan sangat sulit dilakukan. Tetapi asumsi-asumsi tersebut menimbulkan ketidakonsistenan, misalnya antara distribusi penduduk yang seragam dan pola konsetrasi hirarki kegiatan-kegiatan ekonomi. Konsetrasi terjadi di sekeliling pusat atau sebagai konsekuensi dari bertumpangannya jaringan wilayah-wilayah pasar. Konsentrasi tersebut akan menyebabkan ekspansi penduduk pada pusat-pusat dan pengelompokan-pengelompokan pembeli dapat membentuk wilayah-wilayah pasar secara tidak beraturan.

2. Analisis Losch meremehkan penghematan-penghematan aglomerasi pada produksi industri khususnya dalam suatu industri tunggal dan tidak menjelaskan secara komprehensif mengenai kehadiran titik-titik nodal dalam ekonomi tata ruang.

(11)

urban, dan hubungan antar pusat-pusat wilayah pasar dikaitkan dengan perumusan tentang hirarki dan hubungan fungsional antar pusat-pusat urban.

Adapun perbedaan model yang dikemukakan oleh Losch dan Von Thunen. Losch menekankan pada kegiatan-kegiatan sekunder yaitu lokasi produksi industri dimana wilayah produksi industri berbentuk titik-titik (punctiform) dan lokasi terbaik untuk konsumsi barang-barang industri adalah di kota-kota. Sedangkan Von Thunen menitikberatkan sektor pertanian yaitu lokasi produksi pertanian dimana wilayah produksi pertanian merupakan daerah luas (areal) dan lokasi terbaik untuk konsumsi bahan pangan diperlihatkan oleh distribusi penduduk yang merata. Perbedaan lain antara industri dan pertanian dapat ditunjukkan, yaitu industri menjual barang-barang hasilnya kepada langganan-langganan di sekitarnya, sebaliknya hasil-hasil pertanian dijual kepada para pembeli di kota-kota.

Teori Losch merupakan perluasan dari teori tempat sentral yang diformulasikan oleh Christaller. Asumsi-asumsi yang digunakan Losch hampir sama dengan asumsi yang digunakan Christaller yaitu:

1. wilayah model merupakan dataran yang homogen.

2. penduduk dan tenaga belinya tersebar merata di seluruh wilayah. 3. tidak adanya keuntungan-keuntungan eksternal.

Meskipun begitu, tetap keduanya mempunyai perbedaan, baik dalam lingkup dan cara pandang yang dikembangkan dalam masing-masing modelnya.

(12)

2. Barang-barang yang digunakan dalam model Losch termasuk dalam golongan barang-barang yang dapat diangkut (transportable commodities), sedangkan model Christaller menekankan pada jasa-jasa yang tidak mobil (immobile service).

3. Model Christaller menganalisis susunan spasial baik dari segi mikro maupun dari segi makro. Analisis dari segi mikro adalah mengenai distribusi produksi barang-barang secara individual, dan analisis dari segi makro menyangkut distribusi spasial dan distribusi aglomerasi. Sedangkan model Losch tidak menganalisis susunan spasial secara makro atau agregatif. Karya Losch bukan merupakan susunan spasial yang overall, tetapi lebih merupakan model lokasi spesialisasi spasial dan perdagangan barang-barang individual daripada sebagai model susunan spasial secara kebulatan.

Inti teori yang dikemukakan Christaller, pusat-pusat yang lebih tinggi ordernya melayani pusat-pusat yang lebih rendah ordernya. Sedangkan inti teori yang dikemukakan Losch, pusat-pusat yang lebih kecil melayani pusat yang lebih besar.

Bilamana Losch dikaitkan dengan Weber, maka dapat dikemukakan tanggapan bahwa keduanya mempunyai nama yang sangat menonjol dalam sejarah analisis lokasi. Meskipun keduanya menekankan pada kegiatan sekunder, Weber memberikan tekanan pada faktor-faktor biaya dan kemungkinan aglomerasi. Sedangkan analisis Losch didasarkan pada asumsi biaya seragam, maka faktor-faktor permintaan (analisis wilayah pasar) menentukan lokasi dan distribusi produsen (yang berbentuk titik-titik pusat wilayah).

(13)

kawasan dimana teori Losch lebih dari pada mengelompokkan industri-industri kecil untuk mendukung industri-industri besar.

II.3 Teori Sewa Tanah

Teori von Thunen menerangkan berbagai jenis kegiatan pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut. Ide pokok dari teori Von Thunen adalah :

1. Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar.

2. Harga sewa lahan pertanian akan berbeda-beda nilainya tergantung pada tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat pasar atau kota akan lebih mahal dibanding lahan yang jauh dari pusat pasar karena jarak yang makin jauh dari pusat pasar akan meningkatkan biaya transportasi.

Teori von Thunen menjadi acuan penting dalam pengembangan wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan perekonomian. Berdasarkan teori ini dapat ditentukan berbagai zona kawasan termasuk kawasan pertanian.

Johann Heinrich Von Thunen menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang berjudul Der Isolelerte Staat, in Beziehung auf Landwirtschaft und Nationalokonomie. Dimana pembahasan Von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian. Dalam teorinya ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.

Von Thunen mengeluarkan asumsinya mengenai tanah pertanian, asumsi-asumsi tersebut yaitu:

(14)

2. Wilayah model membentuk tipe pemukiman perkampungan di mana kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah.

3. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam atau uniform (produktivitas tanah secara fisik adalah sama).

4. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam. 5. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan,

maka dapat dianalisis bahwa sewa lahan merupakan hasil persaingan antara berbagai jenis penggunaan lahan.

Dari asumsi diatas memaksa petani untuk menyewa lahan dekat dengan pusat pasar atau kota. Dengan begitu akan diperoleh keuntungan yang maksimal dari hasil pertanian. Tetapi mereka juga harus rela mengeluarkan banyak uang, karena semakin dekat dengan pusat pasar harga sewa lahan akan semakin mahal. Sehingga makin tinggi kemampuan petani untuk menyewa lahan maka ia akan mendapatkan lokasi yang semakin dekat dengan pusat pasar.

Menurut Von Thunen, produsen-produsen tersebar di daerah luas, sedangkan pembeli-pembeli terkonsentrasi pada titik sentral (buyers concentrated, sellers dispersed). Titik sentral pada umumnya merupakan kota (pusat pasar), dan tidak terdapat perbedaan lokasi di antara para pembeli di dalam kota. Semua pembeli membayar suatu harga tertentu, tetapi unit penghasilan bersih di antara para produsen berbeda-beda, tergantung pada jaraknya dari pusat konsumsi. Jika terdapat kenaikan biaya transport, maka harga barang akan naik, dan sebaliknya penurunan biaya transport akan menurunkan harga pasar dan memperbesar penjualan. Manfaat dari penjualan yang bertambah tersebut akan dinikmati oleh para penjual yang jaraknya lebih jauh, yang berarti lebih banyak penjual yang melayani suatu pasar, maka akibatnya permintaan meningkat pula. Model Von Thunen ini termasuk dalam kategori satu unit pasar dan banyak unit produksi.

(15)

kota akan memiliki harga sewa lahan yang jauh lebih tinggi dan biaya transportasi pun semakin murah dibandingkan dengan sewa lahan di daerah pedalaman atau pinggiran kota. Karena makin jauh jarak yang akan ditempuh, maka makin mahal biaya transportasi yang akan dikeluarkan.

Model ini dapat dikatakan masih sangat sederhana, tetapi sumbangan pemikirannya terhadap ilmu pengembangan wilayah adalah cukup penting sampai sekarang yaitu mengenai penentuan kawasan (zoning) menurut berbagai jenis kegiatan usaha (pertanian).

Komentar : Teori lokasi Von Thunen hanya mengatur tentang sewa tanah yang bisa dikerjakan atau tidak bisa dikerjakan tergantung dari seberapa besar biaya sewa tanahnya yang berkaitan dengan seberapa jauh jarak tanah yang diusahakan terhadap penghantaran akhir hasil pertanian. Teori ini mungkin sangat sederhana namun teori ini merupakan cikal bakal dari teori pengembangan wilayah berupa tata ruang penggunaan tanah (land use planning). Dengan adanya pembangunan kota baru maka pemerintah sejak awal dapat menentukan suatu kawasan dengan menggunakan teori Von Thunen dengan kelengkapan data berupa potensi masing-masing wilayah yang berdekatan dengan kota baru yang akan dibangun.

II.4 Teori Kutub Pertumbuhan

Perkembangan modern dari teori titik pertumbuhan terutama berasal dari karya ahli-ahli teori ekonomi regional Prancis yang dipelopori oleh François Perroux. Perroux (1955) telah mengembangkan konsep kutub pertumbuhan (pole de croissance/ pole de development/ growth pole).

(16)

kekuatan pancaran pengembangan keluar dari kekuatan tarikan kedalam. Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi dan khususnya mengenai perusahaan-perusahaan dan industri-industri serta saling ketergantungannya, dan bukan mengenai pola geografis dan pergeseran industri baik secara intra maupun secara inter, tetapi pada dasarnya konsep kutub pertumbuhan mempunyai pengertian tata ruang ekonomi secara abstrak.

Istilah kutub (pole) dan polarisasi menurut ahli-ahli Prancis, suatu kutub berarti suatu pengelompokkan atau konsentrasi unsur-unsur berarti suatu pengelompokan atau konsentrasi unsur-unsur abstrak, tetapi juga dalam pengertian tata ruang geografis, dengan demikian suatu kutub kurang lebih menyerupai suatu puncak kepadatan pada suatu dataran. Istilah polarisasi digunakan untuk menjelaskan proses terbentuknya, perkembangannya, dan kemundurannya. Di lain pihak , menurut ahli-ahli Inggris polarisasi di artikan sebagai keadaan di mana terdapat dua kutub saja (yaitu kutub utara dan kutub selatan), sedangkan menurut pengertian para ahli-ahli Prancis mungkin saja terdapat lebih dari dua kutub dalam waktu yang bersamaan.

Perroux menekankan pada dinamisme industri-industri dan aglomerasi industri-industri di bagian-bagian tata ruang gografis. Secara esensial teori kutub pertumbuhan di kategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan di gambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Inti pokok dari pertumbuhan wilayah terletak pada inovasi-inovasi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan atau industri-industri berskala besar dan terdapatnya ketergantungan antar perusahaan atau industri.

Dalam kerangka dasar pemikiran Perroux , suatu tempat merupakan suatu kutub pertumbuhan apabila di tempat tersebut terdapat industri kecil yang memainkan peranan sebagain pendorong yang dinamik kerena industri tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan inovasi.

(17)

barang-barang atau jasa-jasa, sedangkan industri kunci adalah industri yang menentukan peningkatan aktivitas maksimum. Industri pendorong mempunyai kemampuan menciptakan dorongan pertumbuhan yang kuat dan mampu menggerakkannya kepada industri-industri lain yang berbeda dalam lingkungannya. Jadi faktor utama dalam ekspansi regional adalah interaksi antar industri-industri kunci yang merupakan pusat nadi dari kutub pertumbuhan. Kutub pertumbuhan bukan hanya merupakan lokalisasi dari industri kunci semata-mata, tetapi kutub pertumbuhan harus juga mendorong ekspansi yang luas di daerah sekitarnya, oleh karena itu dampak polarisasi pada umumnya lebih menonjol dibandingkan dengan keterhubungan antar industri.

Konsep kutub pertumbuhan merupakan suatu konsep yang sangat menarik bagi para perencanaan wilayah. Persoalan utama yang dihadapi dalam penerapan konsep tersebut adalah pemilihan industri kunci atau industri yang menonjol (leading industry) sebagai penggerak dinamika pertumbuhan. Suatu kompleks industri yang harus diperhatikan yaitu mengidentifikasikan ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan ekonomi dan persoalan proses pemindahan pertumbuhan, serta dimensi lokasional dan geografis dari kegiatan-kegiatan tersebut.

Penafsiran secara fungsional menggambarkan kutub pertumbuhan itu sebagai suatu kelompok perusahaan, cabang industri, atau unsur-unsur dinamik yang meningkatkan kehidupan ekonomi. Dalam hal ini tidak terikat pada daerah geografis, yang penting adalah adanya permulaan dari serangkaian perkembangan dengan dampak pertumbuhan sesungguhnya, lebih banyak merupakan daya tarik, yang mengundang berbagai kegiatan tertarik menempatkan usahanya di suatu tempat tanpa adanya interaksi atau keterkaitan antara usaha-usaha tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa kutub pertumbuhan secara fungsional tidak mempunyai pengaruh atau akibat terhadap perkembangan geografis. Perroux sesungguhnya belum memberikan perhatian yang mendasar mengenai dimensi tata ruang, ia lebih menekankan penelaahan tentang gejala aglomerasi pertumbuhan secara teritorial.

(18)

1. terdapat keterkaitan internal antara berbagai industri secara teknik dan ekonomi.

2. terdapat pengaruh multiplier. 3. terdapat konsentrasi geografis.

Teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan sama-sama menekankan pentingnya peranan pusat nodal, tetapi keduanya berbeda dalam cara pandangnya. Menurut Christaller yang menopang pertumbuhan sesuatu tempat sentral adalah wilayah pelayanannya, sedangkan menurut Perroux yang menopang pertumbuhan wilayah pengaruh adalah kutub pertumbuhan. Perbedaan lainnya, teori tempat sentral menggunakan metode deduktif dan mendasarkan teori keseimbangan statik dari perusahaan-perusahaan, sedangkan teori kutub pertumbuhan menggunakan metode induktif dan merupakan suatu analisis yang dinamik berdasarkan pada industri-industri secara makro agregat.

Teori tempat sentral hanya menjelaskan mengenai pengelompokkan pada tata ruang geografis, sedangkan teori Perroux lebih berkenaan dengan pembahasan mengenai perubahan-perubahan struktural pada tata ruang industri daripada menganalisis pengelompokkan pada tata ruang geografis dan aspek-aspek pembangunan

Namun teori kutub pertumbuhan Perroux ini menuai beberapa kritikan, diantaranya:

1. kenyataan menunjukkan bahwa besarnya suatu industri secara tersendiri tidak cukup menjamin keberhasilan pertumbuhan ekonomi.

2. peranan industri pendorong seringkali ditafsirkan terlalu berlebihan.

3. teori kutub pertumbuhan tidak memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai proses aglomerasi.

(19)

kutub pertumbuhan tidak membicarakan pembangunan di seluruh lapisan tata ruang.

II.5 Teori Daerah Wilayah Inti

John Friedman menganalisis aspek-aspek tata ruang lokasi serta persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang general.

Disekitar daerah inti terdapat daerah-daerah pinggiran atau periphery regions. Daerah-daerah pinggiran seringkali disebut pedalaman atau daerah-daerah sekitarnya. Pengembangan dipandang sebagai proses inovasi diskontinu tetapi kumulatif yang berasal pada sejumlah kecil pusat-pusat perubahan yang terletak pada titik interaksi yang mempunyai potensi interaksi tinggi. Pembangunan inovatif cenderung menyebar kebawah dan keluar dari pusat pusat tersebut ke daerah yang mempunyai potensi interaksi yang lebih rendah.

Pusat-pusat besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, metropolis, atau megalopolis, dikategorisasikan sebagai daerah-daerah inti dan daerah-daerah yang relatif statis sisanya merupakan, subsistem-subsistem dan kemajuan pembangunannya ditentukan oleh lembaga-lembaga di daerah inti dalam arti bahwa daerah-daerah pinggiran berada dalam suatu hubungan yang ketergantungan yang subtansial. Daerah inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem spasial yang lengkap.

Pada umumnya daerah-daerah inti melaksanakan fungsi pelayanan terhadap daerah-daerah disekitarnya. Beberapa daerah inti memperlihatkan fungsi yang khusus, misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri, ibu kota pemerintah dan sebagainya.

Sehubungan dengan peranan daerah inti dalam pembangunan spasial, Friedmann mengemukakan 5 buah preposisi utama yaitu sebagai berikut:

(20)

2. Daerah inti meneruskan sebagai sistematis dorongan-dorongan inovasi ke daerah-daerah disekitarnya yang terletak dalam wilayah pengaruhnya.

3. Sampai pada suatu titik tertentu pertumbuhan daerah inti cenderung mempunyai pengaruh positif dalam proses pembangunan sistem spasial, akan tetapi mungkin pula mempunyai pengaruh negatif jika penyebaran pembangunan inti kepada daerah-daaerah disekitarnya tidak berhasil ditingkatkan, sehingga keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya terhadap daerah inti menjadi berkurang.

4. Dalam sistem spasial, hirarki daerah-daerah inti ditetapkan berdasar pada kedudukam fungsionalnya masing-masing meliputi karakteristik-karakteristiknya secara terperinci dan prestasinya.

5. Kemungkinan inovasi akan ditingkatkan keseluruh daerah sistem spasial dengan cara mengembangkan pertukaran informasi.

Meskipun hubungan daerah inti-daerah pinggiran sebagai kerangka dasar kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan regional dianggap kasar dan sederhana, akan tetapi dapat digunakan untuk menjelaskan keterhubungan dan ketergantungan antara pusat dan daerah-daerah sekitarnya. Kemudian Friedmann bersama Alonso mengembangkan klasifikasi daerah inti dan daerah-daerah pinggiran menjadi daerah metropolitan (Metropolitan Region), poros pembangunan (Deveplopment Accses), darerah perbatasan (Frontier Region) dan daerah tertekan (Depressed Region).

Secara esensial hubungan antara daerah metropolitan dengan daerah-daerah perbatasan tidak berbeda dengan hubungan antara daerah inti dengan daerah-daerah pinggiran. Poros pembangunan merupakan perluasan dari daerah metropolitan dan sebagai bentuk embrio untuk berkembang menjadi megapolis. Wilayah perbatasan termasuk dalam kategori daerah pinggiran dan didalamnya terdapat pusat-pusat kecil yang mempunyai potensi berkembang menjadi pusat-pusat yang lebih besar pada masa depan.

(21)

masalah-masalah dan metoda pembangunan adalah berbeda-beda untuk setiap wilayah, selain daripada itu perubahan-perubahan ekonomi dan pembangunan pada umumnya yang terjadi diseluruh jenis wilayah yang mempunyai ketergantungan satu sama lainnya.

Friedmann memberikan perhatian penting pada daerah inti sebagai pusat pelayanan dan pusat pengembangan.Teori-teori tersebut tidak membahas masalah pemilihan lokasi optimum industri dan tidak pula menentukan jenis investasi apa yang sebaiknya di tetapkan pusat-pusat urban, oleh karena itu mereka diklasifikasikan sebagai tanpa tata ruang. Walaupun demikian disadari bahwa pusat-pusat urban walaupun demikian bahwa pusat-pusat urban mempunyai peranan yang dominan yaitu memberikan pancaran pengembangan ke wilayah-wilayah disekitarnya: daerah inti mempunyai daya pengikat yang kuat untuk mewujudkan integrasi spasial sistem sosial, ekonomi suatu bangsa.

Dampak negatif yaitu munculnya susunan-susunan ketergantungan dualistik menimbulkan akibat-akibat yang mendalam bagi pembangunan nasional. Memperlihatkan kelemahan-kelemahan diatas maka Friedmann menganjurkan pembentukan agropolis-agropolis atau kota-kota diladang. Hal ini tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota-kota besar tetapi mendorong mereka untuk tetap tinggal ditempat mereka semula. Dengan pembangunan agropolitan bistricts, pertentangan abadi antara kota di desa dapat diredakan terutama di negara-negara berkembang.

Menurut Friedmann, kunci bagi pembangunan kawasan agropolitan yang berhasil ialah memperlakukan tiap-tiap kawasan sebagai satuan tunggal dan terintegrasi: kawasan agropolitan merupakan suatu konsep yang tepat untuk membuat suatu kebijaksanaan pembangunan tata ruang melalui desentralisasi perencanaan dan pengambilan keputusan.

(22)

Ciri-ciri kawasan agropolitan seperti yang dianjurkan Friedmann mirip dengan kota-kota (ibu kota-ibu kota kabupaten yang berpenduduk 50.000 orang kebawah. Kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Friedmann adalah:

1. menganjurkan pembentukan lebih banyak titik-titik pertumbuhan

2. merangkai pusat-pusat agropolitan menjadi suatu jaringan pusat yang serasi secara regional.

(23)

II.6 Teori Tempat Sentral

Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Teori Christaller dikenal dengan dengan teori model tempat sentral (central place model theory). Christaller mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Pusat kota tersebut ada karena untuk berbagai jasa penting harus disediakan tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang produktif. Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota. Berdasarkan prinsip aglomerasi, ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil. Artinya, kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar. Oleh karena itu, apabila orang yang berada di luar kota besar ingin membeli sesuatu dapat membeli di toko sekitar tempat tinggalnya. Dalam hubungan antara kota dengan rumah tinggal, Christaller mengatakan bahwa rumah tangga memaksimalkan kegunaan atau kepuasan dalam rangka pemilihan tempat tinggal atau pemukiman.

Walter Christaller mengintroduksikan teori tempat sentral (central place). Modelnya dinyatakan sebagai suatu sistem geometrik yang dikenal dengan nama “Sistem K=3”, dimana K ditetapkan secara arbiter sebagai huruf indeks yang digunakan untuk notasi pola pemukiman. Asumsi-asumsi yang digunakan Christaller sebagai berikut:

1. Wilayah model merupakan dataran tanpa roman, tidak memiliki raut tanda khusus baik alamiah maupun buatan manusia.

2. Perpindahan dapat dilakukan ke segala jurusan, suatu situasi yang dilukiskan sebagai permukaan isotropik.

3. Penduduk serta daya belinya tersebar merata di seluruh wilayah. 4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak

(24)

lebah atau honeycombs dan tiap wilayah perdagangan heksagonal memiliki pusat. Besar kecilnya pusat-pusat tersebut adalah sebanding dengan besar-kecilnya masing-masing heksagonal.

Secara horizontal, model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang terorganisasikan dalam tata ruang geografis dan tempat-tempat sentral (pusat-pusat) yang lebih tinggi ordenya mempunyai wilayah perdagangan atau wilayah pelayanan yang lebih luas. Tempat-tempat sentral kecil dan wilayah-wilayah komplementernya tercakup dalam wilayah-wilayah perdagangan dari pusat-pusat yang lebih besar.

Secara vertical, model tersebut memperlihatkan bahwa pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-barang ke seluruh wilayah, dan kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai oleh pusat-pusat yang lebih rendah ordenya.

Prinsip pemasaran dengan susunan piramida pada model tempat sentral dapat menjamin minimisasi biaya-biaya transport. Namun, teori ini tetap memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya model tersebut tidak menunjukkan adanya spesialisasi atau pembagian kerja di antara pusat-pusat tersebut. Selain daripada itu menurut Christaller, seluruh wilayah dapat dilayani, sedangkan dalam kenyataannya sebagian dari wilayah-wilayah yang dimaksud tidak seluruhnya dapat terlayani karena terbatasnya fasilitas transportasi dan hambatan-hambatan geografis. Teori tempat sentral dapat dikatakan kaku dan terlalu sederhana (oversimplification).

Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur hirarkis pusat-pusat kota dan wilayah-wilayah nodal (pusat-pusat-pusat-pusat perkotaan), akan tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola geografis tersebut terjadi secara gradual dan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan, atau dengan perkataan lain tidak menjelaskan gejala-gejala (fenomena) pembangunan.

(25)

1. teori sentral tidak memberikan penjelasan secara lengkap mengenai pertumbuhan kota karena teori tersebut diformulasikan berdasarkan pembangunan daerah pertanian yang tersusun secara hirarkis dan berpenduduk secara merata.

2. analisis tempat sentral menekankan pada peranan sektor perdagangan dan kegiatan-kegiatan jasa daripada kegiatan-kegiatan manufaktur.

3. pertumbuhan kota meningkat terus dan setelah sampai pada suatu tingkat tertentu diperlukan tambahan sumberdaya-sumberdaya yang berasal dari luar wilayah nodal. Model tempat sentral ternyata tidak berhasil menjelaskan timbulnya kecenderungan yang kuat dalam masyarakat mengenai pengelompokkan perusahaan-perusahaan karena pertimbangan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan ketergantungan lokasi.

Meskipun model tempat sentral mempunyai keterbatasan-keterbatasan, namun sesungguhnya teori tempat sentral mengandung paling sedikit tiga konsep fundamental, yaitu proses penyebaran pertumbuhan mengikuti pola ambang (treshhold) (jumlah penduduk) dan pola lingkup (range) (sistem lokasi): kedua faktor tersebut menentukan hirarki (hierarchy) tempat sentral.

(26)

Inti pokok teori tempat sentral adalah menjelaskan model hirarki perkotaan (urban hierarchy) yaitu pertumbuhan hirarki kota dan ketergantungan antara pusat-pusat kota dan wilayah-wilayah di sekitarnya.

Komentar : Dapat dikatakan bahwa teori Tempat Sentral sama dengan teori Kutub Pertumbuhan dimana ada wilayah yang menjadi pusat dan ada wilayah yang mendukung wilayah pusat. Pada teori tempat sentral wilayah kota merupakan sentral bagi wilayah/daerah belakangnya. Dari teori ini yang penulis pahami bahwa kota merupakan sentral yang berarti bahwa segala kebutuhan yang diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa semuanya berasal dari kota meski segala bahan mentah berasal dari daerah belakang/hinterland. Hal ini menyebabkan kesemrawutan dimana kota sebagai sentral tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai pusat perdagangan namun juga berfungsi sebagai pusat industri. Untuk industri ringan sampai dengan sedang mungkin saja bisa dilakukan di wilayah kota meski tidak menutup kemungkinan terjadinya gangguan pencemaran lingkungan. Namun untuk industri berat hal ini menurut penulis tidak mungkin dilakukan mengingat bahan baku yang harus didatangkan dari daerah belakang.

II.7 Model dan Teori Hoover

(27)

kapal laut. Seperti pada gambar Tingkat biaya transport menurut beberapa moda transport dibawah ini:

Truk Tingkat

Kereta api

Biaya Transport Kapal laut

Jarak

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat biaya transpor untuk sarana truk (angkutan jalan raya) menunjukan bahwa untuk jarak pendek, tingkat biaya transpornya adalah terendah tetapi untuk jarak jauh adalah, tertinggi dibandingkan dengan kedua jenis sarana transport lainnya yaitu kereta api dan kapal laut sedangkan tingkat biaya transport untuk kapal laut menunjukan yang tertinggi untuk jarak dekat tetapi terendah untuk jarak jauh di bandingkan sarana transport truk dan kereta api.

Mengenai pemilihan lokasi industri, Hoover membedakan antara transportasi bahan baku dan produk akhir yang dilakukan oleh:

1. satu jenis sarana angkutan

2. yang dilakukan oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan.

(28)

sebagai kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha. Menurut istilah Weber, semakin tinggi tingkat kemudahan pada suatu tempat, berarti semakin kuat daya tariknya mengundang berbagai kegiatan industri untuk datang ke tempat tersebut, atau terjadi kecenderungan aglomerasi.

Aglomerasi menimbulkan keuntungan berupa penghematan (kehematan) aglomerasi dengan terjadinya aglomerasi dan penghematan lokasional karena berkelompoknya industri yang sejenis pada suatu lokasi tunggal tertentu. Jika kegiatan-kegiatan industri dan sektor-sektor lain secara agregatif diperkaitkan dengan pengembangan penduduk di perkotaan, akan menimbulkan keuntungan urbanisasi. Gejala aglomerasi lokasional kemudian diperluas oleh Hoover terutama dikaitkan dengan keuntungan-keuntungan urbanisasi (urbanization economies) yang ditimbulkan aglomerasi yang dibedakan dengan keuntungan lokalisasi (localization economies).

Komentar : Teori ini juga berkenaan dengan penempatan industri yang dilihat dari biaya transportasi (lebih menekannkan pada biaya transportasi) baik biaya transportasi dalam hal pengangkutan bahan baku maupun biaya transportasi dalam hal pendistribusian produk akhir. Pemberlakuan biaya transportasi ini juga dengan melihat dan menentukan moda transportasi apa yang digunakan, truk, kereta api dan kapal laut.

II.8 Teori Masukan Transpor

(29)

fleksibel karena analisinya di anggap dapat mengakomodasikan struktur biaya transport secara lebih realistik.

Konsep dasar yang di gunakan dalam analisis Isard adalah masukan transpor (transport input). Masukan transport di artikan sebagai perpindahan suatu berat unit atas jarak unit. Berat unit di lukiskan sebagai garis transformasi (transformation line). Jarak unit di lukiskan sebagai garis perbandingan harga (price ratio line) atau perbandingan transport relatif (relative transport ratio). Jadi masukan transpor dapat di nyatakan dalam ton-mil. Masukan transport berkaitan dengan besarnya usaha (man-hours) untuk melakukan perpindahan melalui tata ruang. Dengan bantuan garis transformasi ditunjukan bagaimana dengan perubahan lokasi dapat disubtitusikan masukan transport suatu barang (bahan mentah) dengan masukan transport barang lainnya (produk akhir).

Walaupun model ini dikatakan sederhana, akan tetapi Isard telah memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat, yaitu mengkaitkan analisis lokasi yang berorientasi pada transportasi dengan teori produksi tradisional. Dengan menerapkan masukan transport dalam fungsi transformasi perusahaan, hal ini berarti menambah dimensi tata ruang ke dalam teori produksi. Sumbangan pemikiran Isard lainnya yaitu ia telah mengintroduksikan analisis kompleks industri (industrial complex). Dimana kompleks industri didefinisikan sebagai suatu perangkat kegiatan-kegiatan pada suatu lokasi spesifik yang mempunyai saling keterhubungan secara teknis dan produksi. Industri-industri dapat bekerja secara optimal bila berkelompok bersama-sama secara tata ruang daripada mereka melayani sendiri perdagangan yang meliputi daerah yang luas.

(30)

Penghematan skala, produksi dengan skala besar berarti dapat membagi beban biaya-biaya tetap pada unit-unit yang terdapat dalam sistem produksi, dengan demikian unit biaya produksi dapat ditekan lebih rendah, sehingga perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya.

Penghematan lokalisasi, berkelompok atau terkonsentrasinya perusahaan-perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu georafis tertentu misalnya di daerah-daerah perkotaan akan menciptakan penghematan-penghematan yang dinikmati secara luas oleh semua perusahaan yang termasuk dalam industri tersebut, dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan kota-kota yang bersangkutan.

Penghematan urbanisasi diasosiasikan dengan pertambahan dalam jumlah penduduk (urbanisasi), industri, pendapatan, dan kemakmuran di suatu daerah urban. Penghematan ini mengkaitkan kegiatan-kegiatan industri-industri dan dan sektor-sektor secara agresif. Misalnya, berbagai kegiatan perkotaan yang sangat ditentukan oleh manajemen yang kreatif dan tenaga kerja yang terampil, dalam hal ini terdapat resiko bila menempatkan kegiatan tersebut di suatu daerah perkotaan yang relatif kecil.

Isard menjelaskan hubungan saling ketergantungan dari kegiatan-kegiatan ekonomi dalam pengertian penghematan dan pemborosan aglomerasi. Pembahasan ini di kembangkan sampai pada struktur hirarkis spasial regional. Sebuah urban metropolis (orde pertama) mempunyai hubungan kebawah dengan beberapa kota besar (orde ke dua), sebuah kota besar mempunyai hubungan ke bawah dengan beberapa kota-kota yang lebih kecil (orde ketiga), demikian seterusnya dengan nodal-nodal yang mempunyai orde yang lebih rendah.

(31)

II.9 Teori Dampak Tetesan Ke Bawah dan Polarisasi Serta Dampak Penyebaran dan Pengurasan

Albert O. Hirschman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang (unbalanced growth). Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan di suatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirschman menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intesitasnya pada tempat-tempat originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah titik pertumbuhan (growing point) atau pusat pertumbuhan (growing centre) dan bukan kutub pertumbuhan (growth pole) seperti yang dipakai oleh Perroux dan ahli-ahli Prancis lainnya.

Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh polarisasi yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorbsikan tenaga kerja yang terampil dan di lain pihak akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat komplementaritas antara dua tempat tersebut.

Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan ke daerah-daerah belakang (trickling down effect), dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi dampak polarisasi (polarization effect). Jika polarisasi lebih kuat dari dampak penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki ciri-ciri daerah perdesaan terbelakang. Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram, namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pada akhirnya pengaruh trickling down akan mengatasi pengaruh polarisasi.

(32)

Myrdal berdasarkan kerangka konseptual yang serupa mengenai struktur titik-titik pertumbuhan dan daerah-daerah belakang, menggunakan istilah backwash effect dan spread effect yang artinya persis serupa dengan dampak polarisasi dan dampak trickling down. Namun demikian, dalam hal penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Ia berpendapat bahwa polarisasi akan muncul lebih kuat daripada penyebaran pembangunan, perpindahan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang memberikan manfaat-manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah-daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis.

Pusat pemikiran Myrdal pada mekanisme kausasi kumulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan jelas timbulnya kekuatan-kekuatan yang menimbulkan suatu titik balik apabila perkembangan ke arah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler kumulatif selalu menghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan ketidakmerataan, atau dapat dikatakan bahwa migrasi akan memperbesar ketimpangan regional.

Berdasarkan pada perbedaan pandangan, maka kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula. Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembangunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan untuk melemahkan backwash effect dan memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional.

Konsep dampak tetesan ke bawah atau trickling down effect yang diformulasikan oleh Hirschman telah diterima dan ditetapkan di banyak Negara termasuk Indonesia.

(33)

kepada Wilayah Pengaruh” (Injection to influence region) sebagai konsep tandingan (counter concept) terhadap konsep trickling down effect (Hirschman).

Konsep suntikan kepada wilayah pengaruh menggunakan pendekatan keterkaitan fungsional antara pusat dan wilayah pengaruhnya, akan tetapi dalam arah sebaliknya, jika ingin meningkatkan pembangunan suatu pusat atau urban sebagai pusat pelayanan atau pusat perkembangan, janganlah arah dan penyediaan anggaran pembangunan difokuskan kepada daerah urban, tetapi sebaliknya agar memperhatikan kepada daerah sekitarnya yang menjadi wilayah pengaruhnya, dengan melakukan injeksi investasi pada berbagai proyek pembangunan.

Dengan berhasilnya pembangunan di wilayah pengaruh surplus komoditas hasil produksi akan dipasarkan ke daerah perkotaan untuk memenuhi konsumsi penduduk atau digunakan sebagai bahan baku industri di daerah perkotaan, ataupun di kirim ke pasar nasional antar Negara, hal ini akan memberikan dampak pengembangan, perluasan dan peningkatan berbagai usaha produktif di daerah perkotaan.

Jadi baik wilayah pengaruh maupun pusat pelayanan keduanya memperoleh dampak keberhasilan pembangunan. Kota-kota memiliki fasilitas pelabuhan, berbagai kemudahan dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk memanfaatkan strategi “suntikan wilayah pengaruh”.

(34)

II.10 Teori Kutub Pembangunan Yang Terlokalisasi

Boudeville menampilkan teori kutub pembangunan yang terlokalisasikan (localized poles of development). Mengikuti pendapat Perroux, ia mendefinisikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong pertumbuhan lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah pengaruhnya.

Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori-teori tempat sentral, yang diketengahkan oleh Christaller dan kemudian diperluas oleh Losch, atau dapat dikatakan bahwa teori Boudeville telah menjembatani terhadap teori-teori spasial yang terdahulu, yang menekuni persoalan-persoalan organisasi kegiatan-kegiatan manusia pada tata ruang. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan mengenai aspek-aspek geografis dan regional serta hubungan komplementer antara teori Boudeville dengan teori-teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan.

Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai dampak pembangunan dari adanya kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis, sedangkan teori lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub pembangunan fungsional berada atau dimana kutub-kutub tersebut dilokalisasikan pada tata ruang geografis pada waktu yang akan datang. Teori Boudeville merupakan teori kutub pertumbuhan yang telah dimodifikasi, dan dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala dinamis tersebut. Teori Boudeville adalah berdasarkan teori pembangunan dinamis yang menggunakan cara induktif dan berkenan dengan tingkat industri-industri dan besaran makro.

(35)

peristiwa-peristiwa geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokkan-pengelompokkan yang bersangkutan.

Implikasi penting dari hubungan antara teori Boudeville dan teori tempat sentral dalam konteks perencanaan dan pengawasan pembangunan yang dihadapi oleh banyak Negara dapat dikemukakan dua persoalan yang relevan, yaitu:

1. bagaimana merintis proses pembangunan di wilayah-wilayah yang terbelakang secara terus-menerus. Persoalan ini merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruh-pengaruh pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit di wilayah terbelakang tersebut ke tempat-tempat tertentu di sekitarnya.

2. bagaimana mengarahkan proses urbanisasi sedemikian rupa dapat diciptakan distribusi pusat-pusat kota secara geografis yang mampu mendorong pembangunan selanjutnya. Persoalan yang kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat atau cocok untuk pendirian perusahaan-perusahaan industri dan jasa.

Komentar : Teori ini merupakan pengembangan dari teori Kutub pertumbuhannya Perroux dan juga teori tempat sentralnya Cristaller.

II.11 Teori Simpul Jasa Distribusi Mengunakan Pendekatan Arus Barang Sebelum membahas teori simpul jasa distribusi secara komprehensif, maka perlu dijelaskan lebih dahulu tentang tujuan pengembangan wilayah nasional untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai “Apa” “Mengapa” dan “Bagaimana” memahami teori simpul jasa distribusi. Menurut Poernomosidi Hadjisarosa yang mengembangkan teori ini, pengembangan wilayah nasional mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut :

1. Mewujudkan keseimbangan antara daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya. 2. Memperkokoh kesatuan ekonomi nasional.

(36)

Ketiga tujuan tersebut saling berkaitan dan berkelakuan searah. Satu diantara ketiga tujuan tersebut merupakan titik sentral yakni keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya. Keseimbangan antara daerah, selain memenuhi tuntutan keadilan sosial, juga memungkinkan berlangsungnya perdagangan antar daerah yang berimbang. Perdagangan yang berimbang adalah perdagangan yang efisien. Perdagangan yang efisien, mendorong semakin intensifnya antar daerah. Pedagangan antar daerah yang intensif merangsang timbulnya “Spesialisasi Daerah”, yang berarti pula membuka kesempatan yang lebih besar lagi bagi masing-masing untuk berkembang.

Perdagangan yang berpijak pada spesialisasi daerah merupakan dasar bagi pertumbuhan nasional yang efisien. Dengan demikian usaha untuk memelihara pertumbuhan nasional yang efisien jelas sejalan dengan terwujudnya keseimbangan antar daerah.

Dengan berpijak pada tujuan mewujudkan keseimbangan antar daerah, akan dapat dicapai 2 tujuan penting lainnya, yaitu kokohnya kesatuan ekonomi nasional dan terpeliharanya pertumbuhan nasional yang efisien .

Teori ini berpijak pada hasil pengenalan atas faktor penenentu lokasi kemudahan. Dalam pengertian ini kemudahan menempati kedudukan yang sentral karena :

1. Merupakan sumber dorongan bagi pengembangan kegiatan usaha yang bersifat multi sektoral.

2. Disamping memberikan arti pada pendapatan dianggap pula sebagai sumber rangsangan bagi tumbuhnya dinamika masyarakat yang memungkinkan terwujudnya daya pengembangan wilayah yang universal sifatnya.

(37)

kaitannya dengan proses perkembangan wilayah, terbentuknya simpul-simpul dan satuan-satuan wilayah pengembangan wilayah.

Dalam garis besarnya Poernomosidi menjelaskan konsepsinya: berkembangnya wilayah ditandai oleh terjadinya pertumbuhan atau perkembangan sebagai akibat berlangsungnya berbagai kegiatan usaha, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkat pemenuhan kebutuhan. Berlangsungnya kegiatan usaha tersebut ditunjang oleh pertumbuhan modal serta pengembangan sumberdaya-sumberdaya tersebut berlangsung sedemikian sehingga menimbulkan arus barang.

Arus barang dianggap sebagai salah satu gejala ekonomi yang menonjol, arus barang merupakan wujud fisik perdagangan antar daerah, antar pulau ataupun antar Negara. Arus barang didukung oleh jasa perdagangan dan jasa pengangkutan (jasa distribusi). Jadi jasa distribusi merupakan kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan dan pembangunan secara fisik, terutama jika ditinjau pengaruhnya dalam penentuan lokasi tempat berkelompoknya berbagai kegiatan usaha dan kemudahan-kemudahan, demikian pula fungsinya dalam proses berkembangnya wilayah.

Simpul mempunyai keistimewaan yaitu sebagai pasar, barang yang mencapai tingkat harga pasar yang berlaku pada suatu simpul akan terjamin pemasarannya sampai ada konsumen akhir.

Ada 2 faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemahaman peranan simpul-simpul yaitu mengenai fungsi-fungsi simpul dan hirarki simpul dalam sistem spasial. Fungsi primer suatu simpul adalah sebagai pusat pelayanan jasa distribusi bagi wilayah pengembangannya atau wilayah nasional (bersifat keluar) sedangkan fungsi sekundernya adalah sebagai pusat pelayanan bagi kehidupan masyarakat disimpulkan yang bersangkutan (bersifat kedalam).

Dibandingkan dengan teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan ternyata teori simpul jasa distribusi lebih akomodatif.

(38)

1. Seluruh wilayah terbagi habis dan seluruh bagian wilayah tidak ada yang terlewatkan oleh jasa pelayanan.

2. Selain daripada itu mengenai lokasi sentral menurut Christaller setiap pusat pasar terletak di tengah-tengah wilayah pasar demikian pula menurut Losch, sedangkan Poernomosidi lokasi pusat di tengah-tengah itu untuk kegiatan-kegiatan usaha penghasil jasa yang orientasinya tidak luas dan bersifat ke dalam.

3. Teori tempat sentral dapat dinilai pula kurang lengkap sebab belum memasukkan analisis tentang arah orientasi secara geografis dari pusat-pusat yang berada di suatu wilayah justru hal ini diperoleh perhatian pula dalam konsepsi Poernomosidi.

Teori simpul yang bertitik tolak pada pemahaman struktur wilayah tingkat nasional (dalam SPWTN) telah mengungkapkan gambaran tentang penyebaran, orientasi dan tingkat perkembangan masing-masing Satuan Wilayah Pengembangan (SWP).

Pola distribusi dalam teori simpul dapat dikatakan lebih lengkap dan mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya berdasarkan unit produksi dan unit pasar yang terpisah satu sama lainnya, maka kegiatan-kegiatan distribusi dari masing-masing teori terdahulu dapat di kategorikan dalam 4 pola yaitu sebagai berikut:

Kategori Unit

III Banyak Satu Von Thunen, Weber, Christaller, Losch, Perroux

IV Banyak Banyak Poernomosidi Hadjisarosa

(39)

Dari hasil pembahasan di atas ternyata teori ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teori-teori lokasi dan pengembangan wilayah sebelumnya. Namun demikian, nampaknya masih terdapat peluang untuk melengkapi dan memperkuat teori simpul jasa distribusi yaitu pendekatan arus barang yang dianggap sebagai gejala ekonomi yang sangat menonjol dikehiduan manusia dan pembangunan secara fisik itu pada hakikatnya merupakan pendekatan produk dalam rangkaian proses distribusi atau dapat dikatakan sebagai akibat pada tingkat pengambilan dan pelaksanaan suatu keputusan suatu usaha dalam perdagangan.

Komentar : Teori ini lebih pada perdagangan barang dalam menjangkau wilayah dimana sebagai fungsi primer dan skunder dari suatu simpul.

II.12 Teori Simpul Jasa Distribusi Menggunakan Pendekatan Orientasi Pedagang

Dalam rangka upaya melengkapi serta memperkuat teori “Simpul Jasa Distribusi” pengkajian Rahardjo Adisasmita dilakukan melalui jalur perdagangan yakni dengan mendekati para pedagang guna memperoleh data primer terutama yang berkaitan dengan orientasi pedagang. Jika terjadinya arus barang, segala pertimbangan berada ditangan kaum pedagang. Elaborasi lebih lanjut mengenai tingkat efisiensi masing masing simpul akan dilakukan dalam bentuk penelaan tentang pembentukan harga barang-barang pada simpul-simpul.

Setelah dapat mengenal karakteristik terbentuknya simpul-simpul berikut hirarkis yang berlaku Rahardjo Adisasmita berusaha lebih lanjut untuk mengaitkannya dengan fungsi-fungsi kota lainnya sehingga dapat diperoleh gambaran tentang fungsi kota seutuhnya.

Variabel yang dipilih adalah yang dapat digunakan untuk menyatakan: 1. Besaran simpul,

(40)

dengan ukuran tingkat kemudahan bagi masyarakat khususnya dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan berupa barang.

Dalam rangka memenuhi kriteria variabel didesain dengan mempergunakan orientasi pedagang sebagai unsur pendukung. Orientasi pendukung mencakup aspek-aspek :

1. Arah Orientasi 2. Bobot pedagang 3. Jumlah pedagang.

Banyaknya kota yang berorientasi kearah suatu kota dapat merupakan ukuran luasnya daya tarik kota yang bersangkutan. Daya tarik dapat dikaitkan dengan misalnya yang tercermin dalam hal banyaknya jenis dan pilihan barang yang diperdagangkan.

Dalam pengkajian teori simpul jasa distribusi melalui jalur perdagangan melaui Rahardjo Adisasmita telah mengintroduksikan 2 peralatan analisis baru selain Luas Daya Tarik Relatif (LDTR) adalah Bobot Fungsi Distribusi Relatif (BFDR). Penerapan LDTR dan BFDR digunakan untuk menelaah gejala karakteristik dan peranan simpul simpul berikut struktur hirarki yang berlaku di suatu daerah.

(41)

BAB III

PENUTUP

Beberapa teori lokasi yang berkenaan dengan pengembangan wilayah telah diuraikan pada BAB II sehingga perpaduan dari beberapa teori untuk pengembangan wilayah dapat dilakukan, namun untuk keadaan wilayah yang telah terbentuk dengan sendirinya menjadi agak sulit untuk diterapkan dengan kondisi yang telah ada. Teori pengembangan wilayah ini menurut penulis dapat diterapkan pada kondisi pemekaran wilayah dimana suatu wilayah yang akan berpisah dari wilayah induknya seperti contoh adanya pemekaran wilayah kabupaten/kota dimana wilayah yang akan dimekarkan telah memiliki wilayah/daerah induk dan daerah belakang yang dapat memberi pengaruh timbal balik dengan wilayah induknya.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adissasmita, r. (2008). Pengembangan Wilayah (Konsep dan Teori). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adi Setiyanto, B. I. (n.d.). Pembangunan Berbasis Wilayah: Dasar Teori, Konsep Operasional dan Implementasinya di Sektor Pertanian. Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion , 62-82.

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskriptif yang penuh nuansa , yang lebih berharga dari pada sekedar pernyataan jumlah atau

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI pada Pasal 31 WNI dengan

Media MMS-IIIR dan MMS-TBN merupakan media yang sesuai untuk regenerasi tunas dari kalus hasil kultur anther aksesi Cipanas Putih.. Media tersebut juga sesuai untuk

Karakteristik ZPFC dari sebuah alternator adalah penggambaran hubungan antara tegangan terminal jangkar dan arus medannya untuk nilai – nilai arus jangkar dan kecepatan yang

Penyampaian informasi dengan bukti kebenaran yang tidak memadai Penyimpangan maksim kualitas dalam tayangan humor politik Sentilan Sentilun terjadi karena memberikan informasi

Tumor kulit yang terlihat biasanya berupa nodul halus, bintil kasar dengan permukaan seperti kembang kol, terdapat massa pedunkulata yang melekat pada jaringan normal oleh

Dalam perancangan sistem penyediaan air untuk suatu gedung, kapasitas peralatan dan dimensi pipa didasarkan pada jumlah dan laju aliran air (kebutuhan air

c) Unsur ketiga, dengan adanya persesuaian yang demikian itu menandakan (menjadi suatu tanda) atau menunjukkan adanya 2 (dua) hal in casu kejadian, ialah: