Makalah Perkembangan Farmasi KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “Sejarah Perkembangan Farmasi”. Makalah ini berisikan tentang sejarah perkembangan farmasi dari masa ke masa, dari zaman yunani hingga zaman modern. Dan di dalamnya membahas tentang momentum, tokoh-tokoh, perkermbangan farmasi di indonesia dan tren dunia farmasi ke depan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Palu, 19 Desember 2013 Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar ... 1 Daftar 2.1 Farmasi Jaman Pra Sejarah... 4 2.2 Farmasi Jaman Babylonia-Assyria...4 2.3 Sejarah Dunia Farmasi... 5 2.4 Sejarah Farmasi di Indonesia... 7 2.5 Tokoh-Tokoh yang Berjasa dalam ... 7 Pengembangan Kefarmasian... ... 9 PENUTUP 3.1
Kesimpulan ... 11 3.2 Saran...11 DAFTAR PUSTAKA...12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien
( patient care ) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Farmasi dari zaman dahulu sampai sekarang? 2. Siapa saja tokoh dalam kefarmasian? 3. Bagaimana perkembangan farmasi di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan Makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Farmasi” ini tidak sekedar tulisan saja tetapi memiliki suatu tujuan tertentu. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui dengan jelas sejarah
perkembangan farmasi 2. Mengetahui apa momentum-momentum dalam farmasi 3. Memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Pengantar Farmasi 1.4 Manfaat
Penulisan Ketika penulis menulis makalah tersebut, penulis berharap makalah ini bisa
Diantara beberapa karakteristik yang unik dari Homo sapiens adalah kemampuannya untuk mengatasi penyakit, baik fisik maupun mental dengan menggunakan obat - obatan. Dari bukti arkeologi didapatkan bahwa pencarian terhadap obat - obatan setua pencarian manusia terhadap peralatan lain. Seperti halnya bebatuan yang digunakan untuk pisau dan kapak, obat - obatan pun jarang sekali tersedia dalam bentuk siap pakai. Bahan - bahan obat tersebut harus dikumpulkan, diproses dan disiapkan; kemudian digabungkan menjadi satu untuk digunakan dalam
pengobatan. Aktivitas ini, telah dilakukan jauh sebelum sejarah manusia dimulai dan sampai sekarang tetap menjadi fokus utama praktek kefarmasian. Manusia purba belajar dari insting atau naluri, dengan melakukan pengamatan terhadap hewan. Pertama kali mereka menggunakan air dingin, sehelai daun, debu, bahkan lumpur untuk pengobatan. Naluri untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tersebut atau menutupinya dengan lumpur, hanya berdasarkan kepercayaan. Manusia purba belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain. Dari sinilah permulaan terapi dengan obat dimulai. Mereka menularkan pengetahuan ini kepada sesamanya. Walupun metode yang mereka gunakan masih kasar, akan tetapi banyak sekali obat-obatan yang ada saat ini diperoleh dari sumbernya dengan metode sederhana dan mendasar seperti yang telah mereka lakukan. 2.2 Farmasi Jaman Babylonia - Assyria Pada daerah selatan kerajaan Babylonia ( sekarang Iraq ), bangsa Sumeria telah mengembangkan sistem tulis-menulis sekitar tahun 3000 SM sehingga mereka telah memasuki periode sejarah. Bangsa Babylonia melakukan observasi terhadap planet-planet dan bintang - bintang yang mendasari ilmu astronomi dan astrologi saat ini. Kedudukan dan gerakan bintang - bintang diduga
mempengaruhi kejadian di bumi. Kepercayaan ini kemudian diadopsi oleh ilmu kedokteran dan kefarmasian berikutnya. Bangsa Sumeria dan pewarisnya yakni bangsa Babylonia dan Assyria telah meninggalkan ribuan tablet lempung dalam puing-puing peninggalan mereka sebagai salah satu peninggalan peradaban manusia yang paling berharga. Sejarah mereka terkubur rapat - rapat dalam tablet lempung tersebut hingga berabad - abad berikutnya sekelompok sejarahwan berhasil mengungkap “bagian yang hilang” dari catatan - catatan kuno ini. Dari penelitian terhadap catatan - catatan kuno tersebut disebutkan 3 aspek yang paling berpengaruh dalam ilmu pengobatan Babylonia - Assyria yakni : ketuhanan ( divination ), pengusiran roh jahat/setan ( excorcism ) dan penggunaan obat-obatan. Tiga aspek tersebut merupakan satu - kesatuan yang sulit untuk dipisahkan. Penyakit adalah kutukan atau hukuman Tuhan, sedangkan pengobatan adalah pembersihan/pensucian dari kedua hal tersebut. Konsep tersebut dikenal sebagai katarsis (catharsis). Konsep ini menjelaskan makna asli kata “pharmakon” (Yunani), yang merupakan asal kata pharmacy (farmasi). Konsep pharmakon dijelaskan sebagai berbagai usaha
penyembuhan atau pensucian dengan cara mengeluarkan atau membersihkan. Yang menarik, di dalam farmakologi (ilmu tentang obat dan mekanisme kerjanya) dikenal obat katartik atau pencahar, yakni obat yang bekerja meningkatkan motilitas kolon (usus besar) sehingga meningkatkan pengeluaran tinja (feses). Para pendeta di masa itu berperan sebagai rohaniwan (diviner) dan pengusir setan, yang mendukung peran mereka sebagai penyembuh/dokter. Dalam literatur lain disebutkan bahwa terdapat pemisahan profesi penyembuh di antara bangsa
Babylonia, yakni penyembuh empiris dan penyembuh yang spiritualis. Penyembuh spiritualis dikenal sebagai asipu, yang menekankan pada penggunaan mantra/doa-doa bersama dengan batu-batu bertuah/jimat-jimat dalam pengobatan. Pada salah satu tablet lempung tercatat adanya mantra/doa yang tertulis di awal dan di akhir suatu formula obat. Mantra/doa tersebut diharapkan memberi kekuatan menyembuhkan kepada obat-obatan yang telah dibuat. Fenomena ini
bangsa kita. Penyembuh empiris dikenal sebagai asu, yang menggunakan obat/ramuan tertentu dalam bentuk sediaan farmasi yang sekarang masih digunakan seperti : pil, supositoria, enema, bilasan, dan salep. Kedua penyembuh tersebut seringkali bekerjasama dalam menangani penyakit yang berat/sulit disembuhkan. Selain kedua penyembuh tersebut terdapat sekelompok orang yang juga meracik obat dan kosmetik yang disebut pasisu. Akan tetapi peranan dan kedudukan mereka dalam pengobatan belum diketahui secara pasti. 2.3 Sejarah Dunia Farmasi Farmasi dalam bahasa Inggris adalah pharmacy, bahasa Yunani adalah pharmacon, yang mempunyai arti obat. Farmasi merupakan salah satu bidang ilmu profesional kesehatan yang merupakan
kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu fisika dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi sangat luas termasuk penelitian, pembuatan, peracikan, penyediaan sediaan obat, pengujian, serta pelayanan informasi obat atau berhubungan dengan layanan terhadap pasien di antaranya
layanan kefarmasian. Sejak masa Hipocrates ( 460-370 SM ) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Saat itu seorang “Dokter” yang
mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang Apoteker yang menyiapkan obat. Semakin berkembangnya ilmu kesehatan masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun cara pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama. Kata farmasi berasal dari kata farma ( pharma ). Farma merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400 - 1600an. Sejarah Perkembangan Farmasi : 1. Claudius Galen ( 200 - 129 SM ) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. 2. Hippocrates ( 459 - 370 SM ) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. 3. Ibnu Sina ( 980 - 1037 ) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan
pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. 4. Paracelsus ( 1541 - 1493 SM ) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya 5. Johann Jakob Wepfer ( 1620 - 1695 ) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia
farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat. dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA ( Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ) yang merupakan kelompok ilmu murni ( basic science ) dan buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi atau sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan. Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Clinical Pharmacy ( Farmasi klinik ). Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat yang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat. Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang atau langka, bahkan dikatakan bahwa dibandingkan dengan apoteker, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter. Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien. Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek, puskesmas atau dimanapun apoteker berada. 2.4 Sejarah Farmasi di Indonesia
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia ( 1997 ) dalam “informasi jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, ( yang tergolong sektor kesehatan ) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan, dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi. Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA
(Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni ( basic science ) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sain.
dikumpulkannya di sepanjang pantai Mediterania. Lebih dari dari seribu tanaman obat
dipaparkannya dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13 M itu berbeda dengan tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya. Tak heran bila kemudian Al-Jami fi Al-Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan botani pengobatan. Capaian yang berhasil ditorehkan Al-Baitar melampaui prestasi Dioscorides. Kitabnya masih tetap digunakan sampai masa Renaisans di Benua Eropa. 2.5.2 Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M) Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang farmasis. 2.5.3 Abu Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M) Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang
komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami Al-‟ Adwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut memaparkan tentang pendekatan metodologi
eksperimen, serta observasi dalam bidang farmasi. 2.5.4 Al-Razi Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmasi. Al-Razi memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat - obatan seperti pada obat-obatan kimia sekarang. 2.5.5 Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M) Ibnu Sahal adalah dokter pertama yang mempelopori pharmacopoeia ( farmakope ). Dia menjelaskan beragam jenis obat-obatan. Sumbangannya untuk pengembangan farmasi dituangkannya dalam kitab Al-Aqrabadhin. dalam kitabnya beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat, tindakan farmakologisnya dan dosisnya untuk setiap penggunaan. formula ini ditulis untuk ahli - ahli farmasi selama hampir 200 tahun. 2.5.6 Ibnu Sina Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang
sederhana. 2.5.7 Al-Zahrawi Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmasi. Dia adalah perintis pembuatan obat dengan cara sublimasi dan destilasi. 2.5.8 Yuhanna Ibnu Masawayh (777 M – 857 M) Orang Barat menyebutnya Mesue. Ibnu Masawayh merupakan anak seorang apoteker. Kontribusinya juga terbilang penting dalam pengembangan farmasi. Dalam kitab yang ditulisnya, Ibnu Masawayh membuat daftar sekitar 30 macam aromatik. Salah satu karya Ibnu Masawayh yang terkenal adalah kitab Al-Mushajjar Al-Kabir. Kitab ini
merupakan semacam ensiklopedia yang berisi daftar penyakit berikut pengobatannya melalui obat-obatan serta diet. 2.5.9 Abu Hasan ‘Ali bin Sahl Rabban at-Tabari At-Tabari lahir pada tahun 808 M. Pada usia 30 tahun, dia dipanggil oleh Khalifah Al-Mu tasim ke Samarra untuk ‟ menjadi dokter istana. Salah satu sumbangan At-Tabari dalam bidang farmasi adalah dengan menulis sejumlah kitab. Salah satunya yang terkenal adalah Paradise of Wisdom. Dalam kitab ini dibahas mengenai pengobatan menggunakan binatang dan organ-organ burung. Dia juga
lain) di samping menulis buku-bukunya sendiri. Antara buku dan tulisan Hunayn adalah tentang aspek kebersihan mulut, pecuci dan penggunaan bahan-bahan pergigian. Mereka adalah para tokoh Islam yang sangat berjasa pada dunia kesehatan khususnya Ilmu kefarmasian dan
kedokteran, hasil penemuan dan buku-buku yang ditulis merupakan cikal bakal penelitian bidang farmasi setelah zaman mereka sampai sekarang. Semoga bermanfaat MOMENTUM
PERKEMBANGAN KEFARMASIAN · Pada tahun 1240, Kaisar Frederick II mengeluarkan maklumat ( Magna Carta ) untuk memisahkan ilmu farmasi dan kedokteran, sehingga masing-masing ahli mempunyai kesadaan, standar etik, pengetahuan dan keterampilan sendiri. · Pd thn 1453 Konstantinopel ( Istambul ) jatuh ke tangan Turki akademisi Yunani kuno ke Barat dgn membawa buku2 & pengetahuannya · Obat2 baru dari dunia baru ( Columbus & Vasco da
Gama ) mulai masuk · Mesin cetak Johann Gutenberg meningkatnya studi ttg tanaman obat · Valerius Cordus ( 1515 - 1544 ) menulis Dispensatorium standar yg resmi u/ pembuatan obat - obatan di Nuremberg farmakope ( pharmacopoeia ) yg pertama TREN DUNIA FARMASI KE DEPAN Pengembangan obat baru Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari tanaman ( glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung ), jaringan hewan ( heparin untuk mencegah pembekuan darah ), kultur mikroba
( penisilin G sebagai antibiotik pertama ), urin manusia ( choriogonadotropin ) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular. Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin. Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang harus ditempuh oleh calon obat adalah uji praklinik dan uji klinik. Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi ( efek farmakologi ), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman. Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi : · Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis · Kerusakan genetik ( genotoksisitas, mutagenisitas ) · Pertumbuhan tumor ( onkogenisitas atau karsinogenisitas ) · Kejadian cacat waktu lahir ( teratogenisitas ) Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk - bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia. Di samping uji pada hewan, untuk
datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Perkembangan ilmu farmasi dari zaman ke zaman berkambang sangat pesat sesuai dengan perkembangan zaman. 2. Ada banyak tokoh yang berjasa dalam bidang farmasi diantaranya Abu Ar-Rayhan Al-Biruni, Al-Razi, Ibu Sina, Yuhanna Ibnu Massawayh, Ibnu Al-Albaitar, Abu Ja far‟ Al-ghafiqi, Sabur Ibnu Sahl, Al-Zahrawi, Abu Hasan „Ali bin Sahl Rabban at-Tabari, Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi 3. Perkembangan farmasi boleh dibilang dimulai ketika berdirinya pabrik kina di Bandung pada tahun 1896. Kemudian, terus berjalan sampai sekitar tahun 1950 di mana pemerintah mengimpor produk farmasi jadi ke Indoneisa.
Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap
Suatu zaman yang sangat awal, belasan maupun puluhan abad sebelum masehi. Alam lebih dahulu tercipta dari manusia, alam menyediakan berbagai sumber hayati, hewani serta mineral mineral serta zat kimiawi lainnya yang pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh manusia. pada masa
zaman prasejarah (awal mula kehidupan) manusia dan penyakit adalah 2 hal yg berkait, dulu untuk mengobati penyaki mereka menggunakan insting dalam mengobati penyakit misal luka manusia membubuhkan daun-daun segar diatas luka, atau menutupinya dengan lumpur, mereka melakukan pencarian obat secara acak, dan ini merupakan awal mula pngetahuan dan ilmu farmasi.
Selanjutnya penemuan arkeologi mengenai tulisan-tulisan mengenai farmasi yang terkenal adalah penemuan catatan-catatan yang disebut 'Papyrus Ebers', papyrus ebers ini merupakan suatu kertas yang berisi tulisan yang panjangnya 60 kaki (kurang lebih 20 meter) dan lebarnya 1 kaki (sekitar sepertiga meter) berisi lebih dari 800 formula atau resep, disamping itu disebutkan juga 700 obat-obatan yang berbeda antara lain obat yang berasal dari tumbuh tumbuhan seperti akasis,biji jarak (castrol), anisi dll serta mineral seperti besi oksida, natrium bikarbonat, natrium klorida dan sulfur.
Dokumen ini ditemukan george ebers, seorang ahli sejarah mesir berkebangsaan jerman. sekarang dokumen ini disimpan di universitas of leipzig, Jerman.
2. Awal masehi
Sejarah farmasi dan kedokteran juga dipengaruhi tokoh tokoh seperti hippocrates (450-370 SM), Dioscorides (abad ke-1 M), dan Galen (120-130 M)
Hippocrates (450-370 SM) merupakan seorang dokter yunani yang dihargai karna memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah, ia membuat sistematika dalam pengobatan, serta menyusun uraian tentang beratus-ratus jenis obat-obatan, ia juga dinobatkan sebagai bapak dari ilmu kedokteran.
Dioscorides (abad ke-1 M), seorang dokter yunani yang merupakan seorang ahli botani, yang merupakan orang pertama yang menggunakan ilmu-tumbuh tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan, hasil karyanya berupa De Materia Medika. selanjutnya mengembangkan ilmu farmakognosi. obat obatan yang dibuat dioscoridaes antara lain napidium, opium, ergot,
hyosciamus, dan cinnamon..
Galen (120-130 M), seorang dokter dan ahli farmasi bangsa yunani berkewarganegaraan romawi, yang menciptakan suatu sistim pengobatan, fisiologi, patologi yang merumuskan kaidah yang banyak diikuti selama 1500 tahun, dia merupakan pengarang buku terbanyak dizamannya, ia telah meraih penghargaan untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-farmasi serta 250 buku lainnya tentang falsafal, hukum, maupun tata bahasa. hasil karyanya dibidang farmasi uraian mengenai banyak obat, cara pencampuran dsb, sekarang lazim disebut farmasi 'galenik'.
3. Abad kegemilangan Farmasi di peradaban Arab-Islam
Setelah abad pertama masehi terlewati, perlahan-lahan kemajuan dibidang pengetahuan termasuk farmasi di barat mengalami kemunduran, dikenal dengan abad kegelapan (Dark Age). Kebangkitan di dunia farmasi selanjutnya diilhami dengan turunnya Al-Qur'an seiiring dengan kemajuan bangsa arab yang merupakan pusat peradaban dunia termaju saat itu, dimana ilmuan ilmuan islam berpatokan pada Al-Qur'an dan Metode pengobatan nabawi (Nabi), disamping
penelitian dan pengembangan lainnya.
farmasi modern saat sekarang ini. Puncak sumbangan dunia Arab-islam dalam perkembangan farmasi dapat dikatakan ketika adanya suatu panduan praktek kefarmasian pada tahun 1260 yang disusun oleh seorang ahli kefarmasian berpengalaman dari mesir (Abu'l-Muna Al-Kohen al-Attar), dalam panduan praktek kefarmasian tersebut attar menuliskan pengalaman hidupnya serta ilmu dalam seni apotek atau seni dalam meracik obat, yang sebagiab besar juga menguraikan etika farmasis sebagai profesi kesehatan. Ilmuan Farmasi yang terkenal pada zaman ini antara lain :Yuhanna bin Masawayah (777-875), Abu Hasan Ali Bin Sahl Rabban Al-tabari (808), Sabur bin Sahl, Zayd Hunayn bin Ishaq al ibadi (809-873), dan lain lainnya. Pembahasan mengenai abad kegemilangan farmasi didunia Arab akan dibahas pada artikel selanjutnya.
4. Menjelang Abad pertengahan dan Abad ke 20
Seiring meningkatnya jenis obat-obatan, rumitnya ilmu mengenai obat dan penanganan serta penggunaannya, yang dulunya pekerjaan ini masih dipelajari dan dikerjakan dalam kedokteran. Pada tahun 1240 raja jerman frederick II secara resmi memisahkan ilmu farmasi dari kedokteran, sehingga sekarang dikenal ilmu farmasi dan ilmu kedokteran. Tokoh selanjutnya yang berpengaruh adalah Philippus Aureolus Theopharastus Bombastus von hoheaheim, panjang dan ribet namanya hahaha, ia juga dikenal dengan nama paracelcus (1493-1542 M) seorang dokter dan ahli kimia, yang merubah paradigma ilmu farmasi yang mulanya berdasarkan ilmu tumbuhan menjadi profesi yang berkaitan erat dengan ilmu kimia, paracelcus juga berhasil menyiapkan obat kimiawi yang dipakai sebagai obat internal untuk
melawan penyakit tertentu.
Menjelang abad ke-20 Penelitian farmasi awal mulai banyak dilakukan : Karl Wilhelm (1742-1786) seorang ahli farmasi swiss berhasil menemukan zat kimia seperti asam laktat, asam sitrat, asam oksalat, asam tartrat dan asam arsenat. Scheele juga berhasil mengidentifikasi gliserin, menemukan cara baru membuat calomel, dan
asam benzoat serta menemukan oksigen.
Friedrick seturner merupakan ahli farmasi jerman (1783-1841) berhasil mengisolasi morpin dari opium, pada tahun 1805, seturner juga menganjurkan suatu seri isolasi dari tumbuhan
lainnya juga.
Joseph Caventou (1795-1877) dan joseph pelletier (1788-1842) menggabungkan keahlian mereka dalam mengisolasi kina dan sinkonin dari sinkona. Joseph pelletier (1788-1842) dan pirre robiquet (1780-1840) mengisolasi kafein dan robiquet sendiri memisahkan kodeina dari opium. secara metode satu persatu zat kimia diisolasi dari tanaman, serta diidentifikasi sebagai zat yang bertanggung jawab terhadap aktifitas medis tanamannnya. dieropa abad ke18 dan 19 M mereka berdua sangat dihargai karna kemampuannya. mereka juga menerapkan kemampuan ilmu farmasi pada pembuatan produk-produk obat yang mempunyai standar kemurnian, keseragaman, dan khasiat yang tinggi daripada yang sebelumnya dikenal. ekstraksi dan isolasi ini merupakan keberhasilan yang sangat besar dibidang sediaan yang dipekatkan, sehingga saat itu banyak ahli farmasi yang membuat sediaan
obat dari tanaman meski dalam skala yang kecil.
Sejak masa Hipocrates (460370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, karna pada saat itu belum dipisahkan dan belum dikenalkan profesi Farmasi, jadi pada saat itu dokter/tabib menjadi dokter sekaligus apoteker artinya seorang dokter yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri.
Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan
secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal
“Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah
bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.
Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya
industriindustri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang
industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat (apotek).Dalam hal ini
keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari
pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi
pembuatan obat.
Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan
teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi
persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang
farmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang
Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science) sehingga lulusan S1nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi
jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik
Kimia Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang
berhubungan erat dengan obatobatan, dengan persyaratan : pendidikan
Sarjana Teknik Farmasi.
Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan
bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis,
pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”,
menyatakan bahwa :
1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membantu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.
3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.
Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics”
(1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic
Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Melihat halhal di atas, maka nampak adanya suatu kesimpangsiuran tentang
posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu
murni, Ilmu kedokteran atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi
farmasi akan membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi,
kurikulum semacam apa yang harus disajikan ; para mahasiswa bingung
menyerap materi yang semakin hari semakin “segunung” ; dan yang
terbingung adalah lulusannya (yang masih “baru”), yang merasa tidak
“menguasai “ apapun.
Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan
farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA,
berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi
berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward
Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).
dikatakan bahwa dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care”
yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah”
pasien.
Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya
semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker
diharapkan setidaktidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik
bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di