• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

( Studi Di Kepolisian Resor Banyumas )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:

Singgih Herwibowo E1A010205

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO

(2)

( Studi Di Kepolisian Resor Banyumas )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh: Singgih Herwibowo

NIM. E1A010205

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI

(Studi di Kepolisian Resor Banyumas)

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Purwokerto, 25 Agustus 2014

(5)

Perkembangan teknologi informatika khususnya yang terintegrasi dengan jaringan internet dewasa ini berdampak bagi perkembangan hukum pidana. Dewasa ini tindak pidana pencemaran nama baik terjadi menggunakan sarana jaringan internet yang mana medianya melalui situs jejaring sosial yang dapat diakses melalui jaringan internet, oleh karena itu dalam penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan sarana yang digunakan dewasa ini menggunakan internet. Penegakan Hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet merupakan wujud konsepsi negara hukum yang di anut oleh Negara Indonesia. Hukum didalam suatu negara tidak akan berjalan sebagai mana mestinya tanpa adanya penegakan hukum.

Dalam hal ini penulis merumuskan masalah, 1. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi dan apa kontribusinya bagi hukum pidana ?, 2. Faktor apa yang manghambagt dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi ?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pendekatan hukum yang ditempuh lewat pendekatan yuridis sosiologis dengan penyajian hasil penelitian secara kualitatif.

Penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh polisi di wilayah Kabupaten Banyumas dilakukan melalui upaya preventif dan represif yaitu dengan upaya preventif melakukan sosialisasi pada masyarakat melalui sarana jejaring sosial yang terhubung oleh internet yang materi sosialisasi adalah Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, upaya represif dengan melakukan penyelidikan terhadap pengaduan yang masuk terkait tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet dan mengupayakan perdamaian bagi para pihak. Dalam hal ini pihak kepolisian didalam penyelidikan terkendala oleh informasi identitas terlapor pemilik/pengelola akun jejaring sosial. Selain itu didalam penegakan hukum oleh polisi terkendala faktor sarana dan fasilitas yaitu unit khusus cybercrime yang menangani kasus tindak pidana menggunakan jaringan internet.

(6)

Internet networking, a kind of informatics technology development, has a big effect for criminal law. Defamation should be alerted by law enforcement, because today, the crime of defamation using social network which can be accessed from internet network is being an issue. Law enforcement crime of defamation through the Internet is a form of conception state law which is adopted by Indonesia. In a country, law is not work properly if there is no law enforcement.

In this case, the writer formulating the problem such as : 1. How is law enforcement crime of defamation through the Internet by the police and what is the contribution to criminal law?, 2. What is factor that can inhibit and support the law enforcement crime of defamation by the police ?

In this research, the writer using an approach which is oriented by the legal approach through socio-juridical approach, and the result will be presented by qualitative method.

Law enforcement crime of defamation using internet by the police in Banyumas regency is conducted through the efforts of preventive and repressive. Preventive effort is done by sosialization to public through socials networking that are connected by the internet and the material is Article 27 paragraph 3 of Legislation No. 11 of 2008 on information and electronic transaction, and repressive effort is done by conducting investigations through incoming complaints related to defamation crime using internet network. In this case, the police is hard to investigate because the owner or manager of a social networking account is one of problem. In addition, enforcement by police are constraining of the tools and facilities factors that can be called Cybercrime. Cybercrime is a special unit that handles criminal cases using the internet networking.

(7)

Segala puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan SKRIPSI yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN

NAMA BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI ( Studi

Di Kepolisian Resor Banyumas )”. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa

penulisan skripsi masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu, semua kritik dan saran akan diterima dengan ketulusan dan keikhlasan hati.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, selain dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

2. Bapak Dr. Noor Aziz Said, S.H., M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

5. Bapak Nur Wakhid, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah berkenan memberikan bimbingan sejak awal perkuliahan.

6. Orang Tuaku, Drs. Supardi, Dra. Setyanti Eko Nugraheni dan Saudaraku, Galih Prayudo yang senantiasa selalu memberi dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Posdaya Anturium Desa Alasmalang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

9. Seluruh staf akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 10. Semua aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

11. Semua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman khususnya angkatan 2010.

Purwokerto, 25 Agustus 2014

Penulis

(9)

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton.

( Mark Twain)

Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang.

(10)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR MATRIK ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Luaran Yang Diharapkan ... 8

(11)

1. Pengertian Penegakan Hukum ... 10 2. Sistem Penegakan Hukum Pidana ... 11 3. Faktor Yang Mendorong dan Menghambat Penegakan Hukum

... 17 B.Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

1. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 24 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 25 3. Ketentuan Pidana Pencemaran Nama Baik ... 26 4. Pidana dan Pemidanaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

... 28 C. Kepolisian Negara Republik Indonesia

1. Pengertian Kepolisian ... 30

2. Tugas dan Fungsi Kepolisian ... 32

3. Wewenang Kepolisian ... 34

4. Penerapan Undang-Undang Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ... 36

BAB III: METODE PENELITIAN

(12)

E. Metode Penentuan Informan ...44

F. Jenis dan Sumber Data ... 45

G.Metode Pengumpulan Data ... 46

H.Metode Pengolahan Data ... 48

I. Keabsahan Data ... 50

J. Definisi Operasional ...51

K.Metode Penyajian Data ... 52

L. Metode Pengujian Data ... 52

M.Metode Analisis ... 53

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Internet Oleh Polisi dan Kontribusinya Bagi Hukum Pidana ... 55

B.Faktor Yang Menghambat dan Menunjang Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Oleh Polisi ... 104

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 110

B.Saran ... 112

(13)

Matrik 1 : Pengaruh Faktor Undang-Undang Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Internet Oleh Polisi …... 66

Matrik 2 : Pengaruh Faktor Penegak Hukum Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Internet Oleh Polisi …... 70

Matrik 3 : Pengaruh Faktor Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melaui Jaringan Internet Oleh Polisi …... 74

Matrik 4 : Pengaruh Faktor Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Internet Oleh Polisi …... 77

Matrik 5 : Pengaruh Faktor Kebudayaan Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Jaringan Internet Oleh Polisi …... 80

(14)

Bagan 1 : Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat ... 14

(15)

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian di Kepolisian Resor Banyumas

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian di Satelit Pos

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari Kepolisian Resor Peneleitian

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Utrecht mengemukakan, bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.1 Menurut J.C.T Simorangkir, hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, dengan hukuman tertentu.2 Hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan yang penting. Roeslan Saleh menyatakan, bahwa:

“Cita hukum bangsa dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk membangun negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Cita hukum itulah Pancasila”.3

1Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta, 1996, hlm.13. 2J.B Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Prenhallindo, 2007, hlm.30.

(17)

Menurut Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum. Substansi Hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, atau aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagian peraturan perundang-undangan juga telah menganut

Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah

peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan-peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan “tiada suatu perbuatan dapat pidana kecuali atas kekuatan

hukum yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”. Sehingga bisa atau

tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

(18)

bermasyarakat dan bernegara. Selanjutnya ia mengemukakan pendapat, bahwa penegakan hukum dapat dilihat dari sudut subjek dan subjeknya:

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.4

Pencemaran nama baik merupakan perbuatan melawan hukum yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain. Seiring dengan kemajuan teknologi informatika seseorang dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum melalui media elektronik. Segala kemudahan yang terdapat pada teknologi informatika dapat membuat seseorang oleh adanya kaidah-kaidah hukum dalam menggunakan teknologi informatika tersebut.

(19)

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

(20)

penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

Kemajuan teknologi pada era ini era globalisasi telah berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi yang merupakan produk dari modernitas telah mengalami lompatan yang luar biasa, karena sedemikian pesatnya, pada gilirannya manusia, yang kreator teknologi itu sendiri kebingungan mengendalikannya. Bahkan bisa dikatakan teknologi berbalik arah mengendalikan manusia. Perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan mengingat tindakan perjudian, penipuan, terorisme, penyebaran informasi destruktif telah menjadi bagian aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya. Dunia maya tersebut seperti memiliki dua sisi yang sangat bertolak belakang. Di satu sisi internet mampu memberikan manfaat dan kemudahan bagi para penggunanya terutama dalam hal informasi dan komunikasi. Namun di sisi lain dampak negatif dan merugikan juga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh para pelaku yang kurang bertanggung jawab.5

Sebagai contoh kasus di Purwokerto Banyumas antara Media Cetak SP yang kantornya bertempat di Jalan Dr. Angka sebagai korban pencemaran nama baik melalui jaringan internet dan Akun Facebook dengan nama MZP sebagai pelaku pencemaran nama baik melalu jaringan internet. Kejadian tersebut terjadi pada tahun 2013, pada saat itu Banyumas akan melaksanakan pemilihan kepala daerah. Disitu atmosfer politik di wilayah Banyumas mulai memanas. Tindak pidana pencemaran nama melalui jaringan internet yang di alami oleh Media

5 Soemarno Partodihardjo, Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang

(21)

Cetak Satelit Post dilakukan melalui akun Group Facebook dengan nama Menuju Pemilukada Banyumas yang mana sebagai admin dalam group tersebut adalah Saudara AM. Didalam Group Facebook tersebut terdapat postingan yang dilakukan oleh akun dengan nama MZP yang berisi bahwa Media Cetak “SP” telah dibeli oleh salah satu calon kepala daerah dan hal tersebut tidak benar. Menurut saudara YD sebagai pewakilan Media Cetak SP sekaligus pimpinan Media Cetak SP menuturkan bahwa postingan dalam group Facebook tersebut telah merugikan Media Cetak SP. Oleh karena postingan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi Media Cetak SP baik materil maupu imateril. Berawal dari postingan akun MZP, pihak Media Cetak SP melakukan pengaduan kepada POLRES Banyumas untuk ditindak lanjuti atas tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet yang dialami oleh Media Cetak SP.6

Awalnya, teknologi (internet) merupakan sesuatu yang bersifat netral. Disini diartikan bahwa teknologi itu bebas nilai. Teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahat. Akan tetapi pada perkembangannya kehadiran teknologi pihak-pihak yang berniat jahat untuk menyalah gunakannya. Dalam perspektif ini, dengan demikian teknologi bisa dikatakan juga merupakan faktor kriminogen, faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan terjadinya tindak kejahatan Pada dekade terakhir, telah muncul kejahatan dengan dimensi baru, sebagainya akibat dari penyalagunaan internet. Seperti halnya di dunia nyata, sebagai dunia maya, internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam beraksi, baik untuk mencari keuntungan materi

6 Hasil wawancara dengan Saudara Yon Daryono selaku pimpinan Media Cetak Satelit Pos pada

(22)

maupun untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut dalam bahasa asing sebagai cyber crime (kejahatan di dunia maya). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, menjadikan penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian. Penelitian ini penulis mengambil judul: “PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA

BAIK MELALUI JARINGAN INTERNET OLEH POLISI “Studi Di

Kepolisian Resor Banyumas Banyumas ”

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan dalam latar belakang ,maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh Polisi dan Apa kontribusinya terhadap hukum pidana?

(23)

B. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet oleh Polisi dan Apa kontribusinya terhadap hukum pidana.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

C. Luaran Yang Diharapkan

Penelitian ini menjadi referensi bagi menambah wawasan bagi para kaum akademisi dalam bidang hukum dan aparat penegak hukum selaku pemegang kekuasaan sub sistem penyidikan dan penyelidikan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dalam menyelesaikan perkara pidana pencemaran nama baik.

D. Kegunaan Penelitian

(24)

1. Kegunaan Teoretis

a. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran mengenai penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur ilmiah, diskusi hukum seputar perkembangan hukum di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik. 2. Kegunaan Praktis

a. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan referensi bagi para penegak hukum, dan masyarakat mengenai penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penegakan Hukum 1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum menurut Purnadi Purnacaraka adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan salam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.7 Satjipto Raharjo memberikan pengertian bahwa penegakan hukum adalah menjalankan hukum tidak hanya menjabarkan kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam dari undang-undang atau hukum.8 Wayne Favre menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi ( pertimbangan yang berada diantara hukum dan moral ) oleh penegak hukum menyangkut pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, tapi keputusan yang mempunyai unsur penilaian pribadi.9 Sedangkan Andi Hamzah mengemukakan penegakan hukum merupakan suatu proses dalam arti luas, yang meliputi upaya preventif ( untuk mencegah dilakukan tindakan yang tidak dikehendaki oleh hukum ) maupun upaya represif ( dengan suatu cara lain yang sedapat mungkin

7Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, 1983, hlm.13.

8 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum, ( Suatu Tinjauan Sosiologis ), Genta Publishing,

Yogyakarta, 2009, hlm, xiii.

(26)

mendekati tujuan yang dikehendaki oleh kaidah hukum atau menegakan kapada si pelanggar suatu akibat yang merugikan baginya ).10

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).11

2. Sistem Penegakan Hukum

Menurut Satjipto Rahardjo, sejak hukum modern semakin bertumpu pada dimensi bentuk yang menjadikannya formal dan procedural, maka sejak itu pula muncul perbedaan antara keadilan formal atau keadilan menurut hukum disatu pihak dan keadilan sejati atau keadilan substansial di pihak lain. Dengan adanya dua macam dimensi keadilan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa dalam praktiknya hukum itu ternyata dapat digunakan untuk menyimpangi substansial. Penggunaan hukum yang demikian itu tidak berarti melakukan pelanggaran hukum, melainkan semata-mata menunjukkan bahwa hukum itu dapat digunakan untuk tujuan lain selain mencapai keadilan. Dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo, progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan bahwa

(27)

manusia dasarnya adalah baik, memiliki kasih sayang serta kepedulian terhadap sesama sebagai modal penting bagi membangun kehidupan berhukum dalam masyarakat. Namun apabila dramaturgi hukum menjadi buruk seperti selama ini terjadi dinegara kita, yang menjadi sasaran adalah para aparat penegak hukumnya, yakni polisi, jaksa, hakim dan advokat. Meskipun, apabila kita berpikir jernih dan berkesinambungan tidak sepenuhnya mereka dipersalahkan dan didudukan sebagai satu – satunya terdakwa atas rusaknya wibawa hukum di Indonesia. Soekanto 1979, secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai – nilai yang terjabarkan didalam kaidah – kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Ditinjau dari sudut subyeknya:

(28)

melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

b. Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

 Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:

a. Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat.

b. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

Pemahaman perngertian “sistem” dalam pendapat lain menurut Gordon

B. Davis sebagaimana dikutip Muladi, dalam konteks baik sebagai pysical system, dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstrac system, dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan.12 Dari pemahaman tersebut pengertian “system” dalam sistem peradilan pidana meliputi keterpaduan bekerjanya elemen-elemen pendukung peradilan pidana maupun gagasan-gagasan yang tersistimatis.

(29)

William J. Chambliss dan Robert B. Siedman13 menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Faktor-Faktor Sosial dan personal lainnya

Umpan

Umpan Norma Balik

Balik

Aktifitas Penerapan

Sanksi

Faktor-Faktor Sosial Faktor-Faktor Sosial dan Personal Lainnya dan Personal Lainnya

Bagan 1. Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat

Bagan diatas menunjukan adanya tiga komponen utama sebagai pendukung bekerjanya hukum di masyarakat. Komponen tersebut yaitu:

1) Lembaga pembuat peraturan 2) Lembaga penerap sanksi 3) Pemegang peranan

Berikut penjelasan dari bagan ketiga komponen tersebut:14

13Satjipto Rahardjo, Hukun dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980, hlm 27.

Lembaga Pembuat Peraturan

Lembaga Penerap Peraturan

(30)

1) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seseorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak.

2) Bagaimana seseorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksi, aktifitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.

3) Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan.

4) Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi dan lain-lainya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan dan birokarasi.

Hukum dapat tercipta bila masyarakat sadar akan hukum tanpa membuat kerugian pada orang lain. Penegakkan Hukum di Indonesia tidak terlepas dari peran para aparat penegak hukum. Menurut Pasal 1 Bab 1 Kitab Undang-undang

(31)

Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud aparat penehak hukum oleh undang-undang ini adalah sebagai berikut:

1. Penyelidik ialah pejabat polisi negara Repulik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikkan.

2. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.

3. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan ketetapan hakim.

4. Hakim yaitu pejabat peradilan Negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengadili.

5. Penasehat hukum ialah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk memeberikan bantuan hukum.

(32)

1. institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.

2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya.

3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.

(33)

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor – faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor – faktor tersebut. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang – undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh – contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia.

1. Undang – undang

(34)

undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas – asas tersebut antara lain:

a. Undang – undang tidak berlaku surut.

b. Undang – undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi. c. Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

d. Undang – undang yang bersifat khusus menyampingkan undang – undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.

e. Undang – undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang – undang yang berlaku terdahulu.

f. Undang – undang tidak dapat diganggu gugat.

g. Undang – undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan (inovasi).

(35)

Jika diperhatikan pembuatan undang-undang khususnya DPR, sering kali kepentingan-kepentingan golongan lebih ditonjolkan daripada ketimbang nasional. Hal ini terkait dengan banyaknya fraksi-fraksi di DPR.

2. Penegak Hukum

Penegak hukum yang diserahi tugas mengoperasikan hukum, yaitu hakim, jaksa, polisi, dan advokat sangat menentukan terlaksananya atau tidak hukum itu sebagaimana mestinya. Kualitas sumber daya manusia aparat hukum tersebut, baik kualitas ilmunya maupun moralnya sangat menentukan tindakannya.

Melihat kondisi penegakan hukum di Indonesia selama ini, tidak sedikit lontaran yang meragukan kualitas ilmu dan moral sebagian besar aparat penegak hukum . Satjipto Raharjo (2003: 170-171) mensinyalir, para praktisi hukum itu memang diluar tampak sibuk mengoperasikan hukum, tetapi tidak kita ketahui persis apa yang menjadi kepentingan mereka atau apa yang ada dibelakang kepala mereka.

(36)

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hokum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tersebut, sebaiknya dianut jalan pikiran sebagai berikut:

a. Yang tidak ada, diadakan yang baru.

b. Yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan. c. Yang kurang, ditambah.

d. Yang macet, dilancarkan.

e. Yang mundur atau merosot, dimajukan atau ditingkatkan.

4. Faktor Masyarakat

(37)

akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut.

Masyarakat juga turut menentukan tegaknya hukum atau tidak. Kesadaran masyarakt atas hak dan kewajibannya, budaya taat hukum, dan pengetahuan masyarakat tentang apa yang dilarang dan apa yang diharuskan oleh hukum sangat menunjang tegaknya hukum sebaimana mestinya.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan (system) hukum pada dasarnya mencakup nilai – nilai yang mendasari hokum yang berlaku, nilai – nilai yang merupakan konsepsi

abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut:

a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

b. Nilai jasmani atau kebendaan dan nilai rohani atau keakhlakan.

c. Nilai kelanggengan atau konservatisme dan nilai kebaharuan atau inovatisme.

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan – kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi

(38)

pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan sasaran atau penegak hukum. Halangan – halangan tersebut, adalah:

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

b. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.

c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

d. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.

e. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Halangan – halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan sikap – sikap sebagai berikut:

a. Sikap yang terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru.

b. Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu.

c. Peka terhadap masalah – masalah yang terjadi disekitarnya.

d. Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.

e. Orientasi kemasa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.

f. Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya.

(39)

h. Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi didalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

i.Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan pihak lain.

j.Berpegang teguh pada keputusan – keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitungan yang mantap.

B. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

1. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Pencemaran nama baik secara harafiahnya adalah tindakan untuk menjadikan seseorang itu rendah diri "humble", atau menjatuhkan taraf seseorang itu dalam masyarakat. Bagaimanapun, istilah ini mempunyai banyak persamaan dengan emosi atau perasaan malu. Pencemaran nama baik secara kebiasaannya bukanlah merupakan pengalaman yang elok, kerana ia mengurangkan ego. Pencemaran nama baik tidak memerlukan penglibatan orang lain, ia boleh jadi kesadaran mengenai taraf diri seseorang, dan boleh menjadi satu jalan bagi menghapuskan perasaan bangga yang tidak sepatutnya. Pencemaran nama baik terhadap orang lain sering digunakan sebagai satu cara seseorang untuk menunjukkan kuasanya kepada orang lain, dan merupakan bentuk biasa penderaan atau penekanan.15

Hal atau keadaan yang dikomunikasikan atau dipublikasikan lewat internet dapat dikatakan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila

(40)

hal atau keadaan merupakan suatu yang merusak reputasi ataupun yang membawa kerugian material bagi pihak korban. Publikasi atau komunikasi tentang diri pihak lain dapat dikatakan pencemaran nama baik, baik dilakukan dengan kata-kata atau tulisan yang terang-terangan maupun dengan bentuk yang tersembunyi, namun mengandung konotasi merusak reputasi seseorang atau suatu badan.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Untuk dapat dikategorikan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik , maka unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah:

- Adanya hal atau yang tidak benar yang dikomunikasikan lewat intenet - Hal atau keadaan tersebut mengenai diri seseorang atau suatu badan - Hal atau keadaan tersebut dipublikasikan kepada puhak lain

- Publikasi tersebut mengakibatkan kerugian bagi seseorang yang menjadi objek16

Di dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE terdapat 2 unsur, yaitu 1. unsur obyektif dan

2. unsur subyektif.

Unsur-unsur obyektif di dalam pasal tersebut adalah: 1. Perbuatan:

 Mendistribusikan

 Mentransmisikan

 Membuat dapat diaksesnya.

2. Melawan hukum, yaitu yang dimaksud dengan “tanpa hak”

(41)

3. Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Unsur subyektif adalah berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan “dengan sengaja”. Ketiga perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, dan

membuat dapat diaksesnya suatu informasi dan/atau dokumen elektronik tidak dapat diketemukan penjelasannya di dalam UU ITE tersebut baik dari sisi yuridis maupun sisi IT. Kalau kita lihat konteks pengundangan ini, maka sebenarnya Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini merupakan lex specialis dari KUHP karena merupakan pengkhususan dari penghinaan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) di ranah internet.

3. Ketentuan Pidana Pencemaran Nama Baik

Pada prinsipnya, mengenai pencemaran nama baik diatur dalam KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 342 KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat bahwa didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada beberapa macam pencemaran nama baik yakni :17

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu

tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,

(42)

menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.18

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”.

Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu

perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”,

“bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan

“penghinaan ringan”.19

Dalam menangani kasus pidana penghinaan melalui media internet aparat kepolisian menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dihubungkan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai lex specislis didalam tindak pidana pencemaran nama baik/penghinaan , yaitu pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinyatakan:

(43)

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Ketentuan pidana terkait pencemaran nam baik yang dilakukan melalaui jaringan internet diatur didalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi bahwa:

“Setiap orang yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

4. Pidana dan Pemidanaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Pemidanaan atau pengenaan pidana bagi pelaku tindak pidana memiliki hubungan erat antara kehidupan pelaku tindak pidana dengan masyarakat, terutama menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan dimasyarakat yaitu nyawa dan kemrdekaan atau kebebasan.

Pemidanaan berasal dari kata “pidana” yang sering diartikan pula dengan

hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan penghukuman. (Djoko Prakoso, 1983:13).

(44)

a. Sudarto

Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

b. Roeslan Saleh

Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpahkan negara kepada pembuat delik itu. Dari definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:

 Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyanangkan

 Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)

 Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang (Muladi, 1989:4).

Dari ketiga unsur tersebut, Alf Rose menambahkan adanya unsur pencelaan kepada diri pelaku dengan tujuan untuk membedakan antara pidana dan perlakuan (treatment) (Muladi, 1989:4).

Menurut Alf Rose, concept of punishment bertolak pada dua syarat atau tujuan, yaitu:

1. Pidana ditujukan pada pengenaan pendritaan kepada orang yang bersangkutan

(45)

Menurut Andi Hamzah bahwa teori-teori tentang tujuan pidana dibagi menjadi tiga kelompok:

1. Teori absolut atau pembalasan, bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana. Pidana secara mutlak, karena dilakukan sutu kejahatan. Tidak perlu untuk memikirkan manfaat penjatuhan pidana itu. Tokoh yang menganut teori ini yaitu Immanuel Kant dan Leo Polak.

2. Teori relatif, bahwa teori ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya yaitu tujuan pidana untuk provensi terjadinya kejahatan. Wujud pidana ini berbeda-beda: menakutkan, memperbaiki, atau membinasakan.

3. Teori gabungan, menurut Van Bemmelan pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan keduanya bertujuan memperisapkan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat (Andi Hamzah, 1985:17).

C. Kepolisian Negara Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian

Sejak tanggal 1 April 1999, secara struktural Polisi sudah terlepas dari bagian ABRI, maka paradigma Kepolisian memakai paradigma model pendekatan sipil, sehingga tugas dan wewenang Kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 13 sampai Pasal 19 Undang-Undang No 2 Tahun 2002.

(46)

Akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban.20

Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:21

 Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

 Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

 Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.

Masyarakat Indonesia semakin hari semakin mendambakan tegaknya hukum yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman. Tanpa perasaan tentram dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang menyangkut berbagai permasalahan akan menghadapi hambatan untuk mencapai kemajuan yang maksimal, kehidupan lahiriah dan kekayaan yang melimpah sekalipun tidak akan mampu memberikan kebahagiaan yang utuh dan tanpa perasaan tentram dan adil maka semangat pembangunan negara juga akan

20 Satjipto Rahardjo, 2002, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Penerbit Buku

Kompas, Jakarta, hlm.xxv.

(47)

terhambat. Oleh karena itu, untuk menegakkan hukum dan menjaga ketentraman masyarakat diperlukan suatu lembaga, yaitu lembaga kepolisian.22

Charles Reith23 memberikan pengertian polisi sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaik atau menertibkan sususan kehidupan masyarakat. Pengertian tersebut berpangkal dari pemikiran bahwa manusia adalah mahluk sosial yang hidup berkelompok dengan aturan yang disepakati bersama.

2. Tugas dan Fungsi Kepolisian

Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrect Overzee, yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiriodiharjo sebagai berikut:24

a) Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.

b) Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.

c) Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajian-kewajiban publiknya dilaksanakan.

d) Melakukan paksaan wajar kepada warga agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa bantuan peradilan.

22 Sitompul dan Edward Syahperenong, Huum Kepolisian Di Indonesia (Suatu bunga

Rampai),Bandung: Tarsito, 1985, hal. 24.

23 Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta,

2005. Hal 5-6.

24R. Wahjudi dan B. Wiriodiharjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Akabri, Pol, Sukabumi, 1975,

(48)

e) Mempertanggungjawabakan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.

Menurut C.H. Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu:25

a) Fungsi preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan perbuatan-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. b) Fungsi represif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi

berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman.

Menurut undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b) Menegakan hukum

c) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.26

(49)

3. Wewenang Kepolisian

Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, polisi memiliki wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang– Undang

No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a) Menerima laporan dan/atau pengaduan

b) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum

c) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat d) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancampersatuan dan kesatuan bangsa

e) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian

f) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan

g) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian

h) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang i) Mencari keterangan dan barang bukti

j) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional

k) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat

(50)

m) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu (Pasal 15 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Wewenang tersebut merupakan syarat mutlak bagi polisi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya guna penegakan hukum di Indonesia. Kewenangan kepolisian dapat digolongkan kedalam kedua kelompok, yaitu: 27

a) Wewenang Umum, wewenang yang didasarkan asas legalitas dan Plichmatigheid yang sebagai besar bersifat preventif. Hooge Raad dalam arrestnya pada tanggal 19 Maret 1917:

“Tindakan kepolisian dapat dikatakan rechtmatig (sah) walaupun tanpa Speciale Wettelijke Machtinging dengan pembatasan harus didasarkan pada wewenang umum dan harus termasuk lingkungan kewajiban-kewajibannya.”

Prinsip Plichtmatigheid antara lain:

Notwendigkeit, prinsip yang menginginkan ada tindakan yang

betul-betul diperlukan, tapi juga tidak boleh dari pada apa yang seharusnya menurut kewajiban si petugas.

Sachlickeit, prinsip yang mengkehendaki tindakan yang zakelijk

menurut ukuran-ukuran kepolisian, tidak boleh didorong oleh motif-motif perorangan.

Zweckmussingkeit, prinsip yang menginginkan tindakan-tindakan

yang betul-betul mencapau tujuan dari beberapa alternative tindakan yang ada.

Verhathism Assigheit, prinsip yang mengkehendaki adanya

keseimbangan antara alat atau cara yang digunakan dengan objek yang akan dikenai tindakan, ini dilakukan agar yang ditindak tidak lebih menderita dari pada apa yang seperlunya saja.

(51)

b) Wewenang Khusus, wewenang yang diberikan oleh undang-undang dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Biasanya kewenangan ini digunakan dalam rangka penegakan hukum secara represif.

4. Penerapan Undang-Undang Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Penghinaan dan Pencemaran nama baik pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, Penghinaan dan pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah. Penghinaan dan Pencemaran nama baik pada dasarnya merupakan tindakan yang sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, Penghinaan dan pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah.

(52)

Pasal 1 Butir 5 KUHAP mencantumkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga kuat sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dari beberapa uraian yang dijelaskan diatas sudah dapat dipastikan bahwa institusi Kepolisian Republik Indonesia merupakan pemegang peranan yang paling penting dalam usaha penegakan tindak pidana pencemaran nama baik.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 atas Judicial Review Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa “penghinaan yang diatur dalam KUHP

(penghinaan offline) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan online) karena ada unsur “di muka umum”. Dapatkah perkataan unsur “diketahui umum”, “di muka

umum”, dan “disiarkan” dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mencakup

ekspresi dunia maya? Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui

umum”, “di muka umum”, dan “disiarkan” sebagaimana dalam KUHP, secara

harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau

“membuat dapat diakses” muatan pencemaran nama baik”.

Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur „di muka umum‟ tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi

(53)

dapat diakses”. Ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai

berikut: Mendistribusikan adalah perbuatan menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik melalui media elektronik, seperti web, mailing list. Mentransmisikan adalah perbuatan mengirimkan, memancarkan, atau meneruskan informasi melalui perangkat telekomunikasi, seperti Handphone, Email. Membuat dapat Diakses adalah perbuatan memberi peluang suatu informasi atau dokumen elektronik dapat diakses oleh orang lain, seperti membuat link atau memberitahu password suatu sistem elektronik.

Unsur “muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” yang diatur

dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya dalam BAB XVI tentang Penghinaan. Pasal 310 berbunyi :

1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(54)

3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Pasal ini memberikan dasar pemahaman atau esensi mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, yaitu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Oleh karena itu, perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya dalam pasal ini haruslah dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Orang tersebut haruslah pribadi kodrati (naturlijk persoon) dan bukan pribadi hukum

(rechts persoon). Pribadi hukum tidak mungkin memiliki perasaan terhina atau

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah yuridis sosiologis dengan berdasarkan kenyataan sebenarnya yang ada di lapangan dan menitikberatkan pada hukum sebagai kenyataannya (law in action), yaitu merupakan ilmu sosial yang non doktrinal dan bersifat empiris, Metode ini berbeda dengan metode penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut juga penelitian hukum kepustakaan.28 Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) sebagaimana dalam bukunya Moleong bahwa metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan,29 sedangkan yang dimaksud Yuridis sosiologis adalah pendekatan yang mengkonstruksikan hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri yang menekankan pada pencarian-pencarian, keajegan-keajegan empirik dengan konsekuensi selain

28Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2009. Halaman 13-14.

29 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung, 1991,

(56)

mengacu pada hukum tertulis juga melakukan observasi terhadap tingkah laku yang benar-benar terjadi.30

Pada penelitian ini perhatian terfokus pada aktivitas, perilaku dan penilaian Anggota Kepolisian dalam menjalankan peranannya terhadap penanggulangan tindak pidana pencemaran nama baik dan dalam menjalankan peranannya terkait wewenangnya dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang telah secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yuridis sosiologis ini adalah Pendekatan Konsepsional. Pendekatan konsepsional adalah pendekatan yang menggunakan pandangan dan doktrin dari ilmu hukum dalam mengkonsepsikan permasalahan hukum yang tidak diatur dalam peraturan hukum yang ada..31

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu menguraikan secara deskriptif terhadap permasalahan yang dihadapi dengan setiap apa yang dinyatakan oleh informan baik secara tertulis maupun secara lisan ,juga perilakunya yang nyata ,akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.32

30 Soemitro Hanitijio, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimerri, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1988, hlm 4.

(57)

Dalam penelitian ini penulis menggambarkan peranan Anggota Kepolisian Wilayah Resor Banyumas terhadap penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik dalam proses penyelidikan dan penyidikan di Banyumas serta faktor apa saja yang menjadi hambatan dan menunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik, terkait wewenangnya yang secara tegas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.

C. Lokasi Penelitian

Dalam menentukan lokasi penelitian, cara terbaik dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian. Keterbatasan geografis, dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.33

Penelitian dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, Perpustakaan Pusat Universitas Jenderal Soedirman, dan POLRES Banyumas.

Penulis memilih untuk melakukan penelitian di wilayah hukum Polres Banyumas, dikarenakan:

a. Pencemaran nama baik di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Banyumas sangat mengkhawatirkan. Pencemaran nama baik tersebut dilakukan secara langsung maupun tak langsung baik melalui media

(58)

elektronik, cetak bahkan secara lisan. Dikhawatirkan apabila penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik tidak dilakukan secara tegas maka akan menimbulkan turunnya moralitas masyarakat dalam hal menghormati dan atau menghargai kehormatan atau nama baik orang lain.

b. Di Wilayah Banyumas memiliki tingkat pluralitas yang tinggi, yang mana kepadatan penduduk di wilayah Banyumas tidak hanya dari masyarakat Banyumas saja melainkan masyarakat pendatang yang datang untuk melangsungkan hidupnya di Wilayah Banyumas. Maka dari itu faktor kepadatan penduduk di Wilayah Banyumas yang memicu terjadinya persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Banyumas dan berdampak terjadinya pelanggaran hukum khususnya tindak pidana pencemaran nama baik.

c. Pertimbangan lain yaitu efisiensi biaya dan waktu dikarenakan peneliti bertempat tinggal di Banyumas. Hal ini terkait dengan objek penelitian yang dikaji oleh peneliti.

D. Informan Penelitian

(59)

dijadikan subjek penelitian, tetapi hanya sebagian informan saja yang dijadikan subjek penelitian, yaitu Kepala Kepolisian Resor Banyumas atau orang yang berkapasitas sebagai penaggung jawab dari kinerja Anggota Kepolisian Resor Banyumas dan Anggota Kepolisian Resor Banyumas yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana pencemaran baik di Wilayah Banyumas. Hal tersebut didasarkan bahwa Kepala Kepolisian Resor Banyumas atau orang yang berkapasitas sebagai penanggung jawab dari kinerja Kepolisian Resor Banyumas dalam menjalankan peranannya terhadap penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik di wilayah Banyumas, serta memahami faktor-faktor yang menjadi penghambat dan penunjang penegakan hukum tindak pidana pencemaran nama baik melalui jaringan internet.

E. Metode Penentuan Informan

Dalam penentuan informan, konsep informan berkaitan dengan bagaimana memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada.34

Informan diambil dengan cara purposive sampling atau criterian based

selection, yang diikuti oleh Snowbell Sampling.35 Melalui purpose sampling

dengan criterian based selection maka peneliti cenderung memilih narasumber yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui secara mendalam, sedangkan snowbell sampling digunakan untuk

34 Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitataif, Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, hal. 56. 35 H.B. Sutopo, Suatu Pengantar Kualitatif, Dasar Teori dan Praktek, Pusat Penelitian UNS,

Referensi

Dokumen terkait

30 Inhibitor senyawa organik umumnya adalah jenis inhibitor teradsorbsi yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan mengisolasi permukaan logam dari lingkungan yang

Dalam penetapan biaya untuk layanan referensi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh pasca perpindahan lokasi sesuai dengan Standar Badan Arsip dan Perpustakaan tahun 2016

adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel atau lebih (Independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel

tentunya semakin kentara ketika banyak pakar hukum atau para legal consultant banyak dilibatkan dalam perancangan hingga penyusunan sebuah kontrak bisnis maupun mengawal

Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencemaran nama baik Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atas perubahan menjadi Undang-Undang

Analisis komparasi atas perlakuan akuntansi ketiga klub terhadap pendapatan dan pemain sepakbola dilakukan untuk melihat perlakuan akuntansi secara umum

Terlepas dari pada itu, dengan menunjukan siapa pelaku atas kecelakaan tersebut, tentunya juga menjelaskan bahwa dalam krisis ini pihak maskapai penerbangan

Peran kepolisian selaku aparat penegak hukum sangatlah penting dalam upaya penanggulangan dan penegakan hukum terhadap maraknya terjadi tindak pidana pencurian