MAKALAH
Pendidikan Nilai Manusia Seutuhnya
Di Susun Untuk Memenuhi Mata Kuliyah Filsafat Pendidikan
Dosen Pembimbing :
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Di susun oleh : ARAFIK
MIRATUL SOLEKHAH
Kelas: IVA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH (STAIM) TULUNGAGUNG)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pendidikan sangat memerlukan penanganan secara terarah dan terpadu di semua pihak guna membangun manusia seutuhnya serta mencapai tujuan Pendidikan Nasional Indonesia. Pendidikan harus selaluh diupayakan untuk meningkatkan kemampuan setiap individu. Usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah melalui lembaga pendidikan luar sekolah. Dimana dalam undung-undang pendidikan nomor 20 tahun 2003 Negara RI yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional yang tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
1.2. umusan Masalah
Dari penjelasan pada latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan manusia seutuhnya? 2. Apasaja tujuan pendidikan manusia seutuhnya?
3. Bagaimana mengembangkan pendidikan manusia seutuhnya?
1.3. Tujuan
Dari perumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui guna pendidikan manusia yang seutuhnya 2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan seutuhnya
3. Mengetahui cara mengembangkan pendidikan manusia seutuhnya
1.4 Manfaat
Manfaat yang kita peroleh dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Kita dapat menegetahui serta memahami guna pendidikan manusia seutuhnya.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Manusia Seutuhnya
Manusia utuh berarti adalah sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split personality. Utuh artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia. Manusia menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, akal, fisik dan psikisnya. Berdasarkan pikiran demikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:
1. Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang.
2. Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya.
manusia yang dapat mengembangkan berbagai potensi posisitf yang ada pada mengesampingkan intelektualitasnya. Sebaliknya juga tidak tepat pendidikan hanya mengedepankan pengembangan kecerdasan dan ketrampilan, dengan mengabaikan pengembangan spiritual.
yang dirasa memuaskan. Agama masih diajarkan dan belum sepenuhnya dididikkan yang sebenarnya. Sebetulnya, terbatasnya waktu yang disediakan untuk pendidikan agama di sekolah tidak mengapa, asalkan kekurangan itu dapat ditambal oleh lingkungan keluarga dan juga oleh masyarakat. Namun pada kenyataannya, pendidikan agama di keluarga maupun di masyarakat sudah semakin melemah. Atas dasar alasan-alasan kesibukan orang tua atau juga keterbatasan pemahaman agama, maka pendidikan agama di lingkungan keluarga dan di masyarakat tidak dapat dimaksimalkan. Kegiatan mengaji di langgar, mushalla, masjid dan lain-lain tampaknya sudah semakin berkurang, tidak saja di perkotaan tetapi juga di pedesaan.
Kenyataan seperti itu menjadikan manusia yang utuh sebagaimana yang dicita-citakan semakin sulit dipenuhi. Pendidikan berjalan secara terpragmentasi atau terpilah-pilah, mengedepankan sebagian dan mengabaikan bagian lainnya. Akibatnya, manusia utuh sebagaimana yang dicita-citakan menjadi tidak jelas kapan akan berhasil diraih. Oleh karena itu, perlu kiranya dipikirkan secara saksama dan mendalam untuk mendapatkan konsep pendidikan yang dipandang lebih ideal un tuk menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik dan maju.
membebaskan manusia dari pendewaan terhadap dunia, dan atau model pendidikan yang dapat mencetak manusia yang utuh, yakni manusia yang manusiawi, manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Pendidikan manusia seutuhnya, pada dasarnya merupakan tujuan yang hedak dicapai dalam konsep Value Education atau General Education yakni: 1) manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta 2) memiliki kepribadian yang utuh. Istilah menyeluruh dan utuh merupakan dua terminologi yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan konteks sosial budaya dan keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain pendidikan yang dapat melahirkan: a) pribadi yang dapat bertaqarrub kepada Allah dengan benar, dan b) layak hidup sebagai manusia. Untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri tauadan bersama antar keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Patut diingat bahwa pembentukan jati diri manusia utuh berada pada tataran afeksi, dan pembelajarannya dunia afeksi hanya akan berhasil apabila dilakukan melalui metode pelakonan, pembiasaan, dan suri tauladan dari orang dewasa.
II.2. Pendidikan Manusia Seutuhnya
Prinsip pendidikan menusia seutuhnya berlangsung seumur hidup didasarkan atas berbagai landasan yang meliputi :
Filosofis hekekat kodrat martabat manusia merupakan kesatuan integral segi-segi(potensi-potensi): (esensial): Manusia sebagai makhluk pribadi (individualbeing),Manusia sebagai makhluk social (sosialbeing), Menusia sebagai makhluk susila (moralbeing).
Ketiga potensi diatas akan menentukan martabat dan kepribadian menusia. Jika ketiga potensi itu dilaksanakan secara seimbang, maka akan terjadi kesenambungan.
2. Dasar-Dasar Psikofisis
Merupakan dasar-dasar kejiwaan dan kejasmanian manusia. Realitas psikofisis manusia menunjukkan bahwa pribadi manusia merupakan kesatuan antara potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik dari segi pikis, rasa, karsa, cipta, dan budi nurani.
3. Dasar-Dasar Sosial Budaya
Meskipun manusia adalah makhluk ciptaan tuhan namun manusia terbina pula oleh tata nilai sosio-budaya sendiri.Inilah segi-segi buhaya bangsa dan sosio psikologis manusia yang wajar diperhatikan oleh pendidikan.
III.3. Tujuan Pendidikan Manusia Seutuhnya
Tujuan untuk pendidikan manusia seutuhnya dengan kodrat dan hakekatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Adapun aspek pembawaan(potensi manusia)meliputi:
- Potensi jasmani, yaitu fisiologis dan pancaindra - Potensi rohaniah, yaitu psikologis dan budi nurani
Dengan mengembangkan potensi-potensi tersebut dengan sikap positif dan mendasar akan mencapai kesinambungan.
Pada dasarnya, pendidikan di semua intuisi dan tingkat pendidikan mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan masyarakat menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam system pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan UU tersebut.
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Hakikat manusia adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat menyeleraskan, menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, bagian dari alam semesta, bagian dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir maupun kebahagiaan batin.
2. Hakikat pendidikan adalah upaya sadar memanusiakan manusia muda untuk mencapai kedewasaan atau menemukan jati dirinya yang berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat.
3. Hakikat tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya
III. 2 Saran
2. Proses pendidikan untuk mendewasakan manusia hendaknya tidak dibatasi oleh waktu, intuisi, atau kepentingan-kepentingan lain yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan.
3. Pemangku kepentingan dan pemerintah harus hati-hati dan cermat dalam menentukan tujuan pendidikan nasional karena akan menentukan arah pendidikan secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
id.wanipintar.blogspot.com/…/definisi-pendidikan-secara-umum.html lmu1set.blogspot.com/2010/06/ilmu- html
scribd.com/doc/7592955/Definisi-Pendidikan
tristiono.wordpress.com/2009/03/16/ilmu-pendidikan- http://www.hasbihtc.com/apa-itu-pendidikan-pengertian-pendidikan.html#ixzz2fhE8KJRD
Manan, Imran (1989), Anthropologi Pendidikan (Suatu pengantar), Departement
K,PP-LPTK, Jakarta. (1989), Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Departemen P & K, PP-LPTK, Jakarta.