• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presentasi pancasila Makalah .doc (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Presentasi pancasila Makalah .doc (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FILOSOFIS

TERHADAP SILA-SILA PANCASILA

Paper Pancasila

Dosen:

Bpk. Sugiharto

OLEH:

Heribertus Jojita (09.09042.000001) Puput Anis Biantoro (09.09042.000019)

Thomas Toang (09.09042.000020) Markus Marjoyo (09.09042.000033)

Stefanus Gale (09.09042.000044) Rata Diajo (09.09042.000055) Marcellius Ari Christy (09.09042.000071) Theresia Anik Kurniawati (09.09042.000072)

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI

WIDYA SASANA MALANG

(2)

Bab I Pendahuluan

Pancasila merupakan ajaran filsafat yang religius dan fungsional dalam mengatur hubungan antar-manusia, khususnya warga Negara Republik Indonesia. Hal ini terbukti dalam kedudukannya sebagai norma dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai suatu organisasi kemasyarakatan, negara hanya dapat dikemudikan secara terarah dan efisien apabila ada gambaran yang jelas tentang hakekat, tujuan, dan susunannya. Ketika bangsa Indonesia membentuk kehidupan bersama dalam bernegara, telah diusahakan terlebih dahulu hal yang sangat penting bagi berdirinya suatu negara, yaitu asas kehidupan bernegara. Selanjutnya realisasi pembentukan negara beserta pengaturannya harus berlandaskan pada asas negara itu.

Kedudukan dan peranan, sangat diperlukan bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Maka kita perlu memahami isi dan makna serta mengetahui hubungan dan pengaruh dasar negara kita. Jika kita mengetahui hubungan dan pengaruh dasar negara kita, maka kita dapat memahami bagaimana Pancasila harus terwujud dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

Terlahirnya Pancasila sebagaimana tercatat dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita menjadi bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara-negara lainnya, di mana suatu bangsa dan negara dibentuk oleh karena kesamaan bahasa, adat istiadat atau juga karena kesamaan wilayah daratan. Latar belakang historis dan kondisi sosiologis, antropologis dan geografis bangsa Indonesia yang unik dan spesifik seperti bahasa, etnis, suku bangsa, ras dan kepulauan, menjadi komponen pembentuk bangsa yang paling fundamental dan sangat berpengaruh terhadap realitas kebangsaan Indonesia saat ini.

(3)

Bab II Rumusan Masalah

Berdasarkan realitas ini, permasalahan yang muncul adalah di mana posisi Pancasila saat ini? Jawabannya tak lain ialah bahwa Pancasila tetap menjadi dasar negara. Namun sejauh mana dasar negara diwujudkan dalam tata hidup berbangsa dan bernegara. Permasalahan difokuskan pada tinjauan filosofis terhadap nilai-nilai Pancasila. Hal ini bertujuan untuk mengemukakan pokok penting tinjauan filosofis sila-sila Pancasila, yang menjadi dasar negara Indonesia untuk mengambil kebijakan apapun di negeri ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini beberapa pokok permasalahan yang akan dipelajari dalam karya ilmiah ini.

2.1. Tinjauan filsafat Pancasila?

Untuk mendalami materi ini, kami akan menyajikan landasan-landasan filosofis Pancasila. Berawal dari pengenalan singkat berkenaan dengan ilmu filsafat itu sendiri, dan pengertian Pancasila itu sendiri secara etimologis, kami mengantar Anda untuk mendalami filosofi Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.

2.2. Bagaimana landasan filosofis Pancasila diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Pemahaman akan filosofi Pancasila ini hanya akan menjadi sebuah wacana jika tidak diusahakan. Bagaimana usaha kita dalam memahami filosofi Pancasila secara konkret akan kami bahas dalam sub bab berikutnya. Pemahaman-pemahaman filosofis Pancasila ini akan kami kaitkan dengan kehidupan aktual kita dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang warga negara.

Karya ilmiah yang dibuat oleh kelompok ini, pertama-tama bertujuan untuk mempelajari, mendalami dan menganalisis serta menimba pengetahuan tentang Pancasila khususnya dalam tinjauan filosofis terhadap nilai-nilai Pancasila. Kelompok mempelajari bagaimana pendekatan filosofis melihat sila-sila Pancasila. Kelompok juga mendalami sila-sila Pancasila dan bagaimana penerapannya dalam hidup berbangsa dan bernegara.

(4)

Bab III Pembahasan

3.1.Pengertian Filsafat Pancasila 3.1.1. Pengertian Filsafat

Kata filsafat merupakan istilah asing, bukan asli bahasa Indonesia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata “philein” artinya cinta dan

“shopia” artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Cinta adalah hasrat yang besar atau berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh, sedangkan kebijaksanaan adalah kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.

3.1.2. Pengertian Pancasila

Secara etimologis, Pancasila berasal dari bahasa India yaitu Sanskerta, bahasa Brahmana, sedangkan bahasa yang digunakan rakyat jelata ialah Prakerta. Dalam bahasa Sanskerta, Pancasila memiliki dua pengertian, yaitu “panca” yang artinya lima, dan “syilla” dengan huruf “i” pendek yang berarti batu sendi alas atau dasar. Syilla dengan huruf “i” ganda berarti peraturan tingkah laku yang penting, baik, senonoh.1 Pancasila dikenal sebagai filosofi

negara Indonesia. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap dipercaya, dan diyakini sebagai suatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai dengan dasar kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian, landasan filsafat Pancasila merupakan harmonisasi dari nilai-nilai dan norma-norma utuh yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yang bertujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan kepribadian dan cita-cita bangsa. Adapun bentuk filsafat Pancasila sendiri digolongkoan sebagai berikut: Bersifat religius yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia. Memiliki arti praktis yang berarti dalam proses pemahamannya tidak sekedar mencari kebenaran dan kebijaksanaan,

(5)

serta hasrat ingin tahu. Hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life) agar mencapai kebahagiaan lahir dan batin, dunia maupun akhirat.

Pancasila sebagai suatu pandangan hidup bangsa, tidak cukup hanya berhenti dalam pemikirian yang teoritis intelektual saja, tetapi diharapkan lebih jauh lagi dari pada itu, yaitu tumbuhnya keyakinan dan kesadaran yang kemudian diharapkan akan terwujud dalam perbuatan. Pancasila sebagai dasar filsafat negara, menjadi satu kesatuan yang sistematis, yang tidak boleh terpisahkan atau bahkan bertentangan, melainkan harus saling mendukung satu sama lain. Pancasila juga harus dipahami secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, dan dalam pelaksanaannya tidak boleh hanya menekankan salah satu sila atau beberapa sila saja dengan mengabaikan sila lainnya.

3.1.3. Filsafat Pancasila

Istilah filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai filsafat tentang Pancasila. Dengan kata lain, filsafat Pancasila merupakan pendekatan atau pemikiran filosofis yang memiliki sasaran pada Pancasila. Pendekatan filosofis menjadi salah satu bentuk pendekatan dari sekian banyak kemungkinan pendekatan terhadap Pancasila. Dengan pendekatan filosofis yang mendalam dan menyeluruh, filsafat Pancasila tidak hanya menyelidiki Pancasila dari satu segi saja, melainkan dari berbagai segi pengamatan, sejauh dimungkinkan dan mendukung proses tercapainya pemahaman yang baik terhadap Pancasila. Proses untuk mencapai pemahaman terhadap Pancasila membutuhkan metode-metode yang dapat dipertanggungjawabkan serta hasilnya disusun dalam suatu kerangka yang sistematis. Pendekatan filosofis ini sangat diperlukan mengingat Pancasila merupakan hasil pemikiran filosofis yang cukup mendalam dan menyeluruh untuk dijadikan dasar dan falsafah bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.

3.2. Tinjauan Filosofis Sila-Sila Pancasila 3.2.1. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

(6)

sifat-Nya, esa dalam perbuatan-Nya, artinya : bahwa “zat” tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamakan dengan siapa pun. Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian dan keyakinan tentang adanya Tuhan Yang Maha Tunggal, Pencipta alam semesta beserta isinya.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini meliputi dan menjiwai sila-sila ke dua, ke tiga, ke empat, dan ke lima. Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan antara lain “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pokok pikiran sebagai berikut:

1. Pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pokok pikiran ini mengemukakan suatu prinsip adanya kepercayaan / keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang bersifat kekal, berdiri sendiri (tidak tergantung pada yang lain), Esa, Mahakuasa, Mahatahu, dan sifat-sifat suci lainnya.

2. Kebebasan memeluk agama dan kepercayaan masing-masing.

Hal ini berarti juga memberi kebebasan dengan perlindungan negara bagi pemeluknya untuk menyebarkannya dan memelihara ajaran agama dan kepercayaan yang diwahyukan oleh Tuhan kepada rasul dan nabi Tuhan.

Atas dasar pokok pikiran di atas, maka masing-masing pemeluk agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa hendaknya mengembangkan sikap hormat- menghormati dan selalu memelihara serta membina kerukunan hidup. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa ini sekaligus memberi landasan pokok untuk tidak membenarkan atau melarang semua bentuk aktivitas yang bersifat anti kepada agama dan semua aktivitas yang menyelewengkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta paham yang meniadakan Tuhan Yang Maha Esa (Ateisme).

3. Nilai kehidupan bangsa Indonesia.

(7)

individu atau pribadi, sebagai kelompok dengan sesamanya, dengan negara, dengan pemerintahan, dan juga dengan bangsa lain di dunia. Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai, mendasari, dan memimpin perwujudan sila-sila berikutnya. Sila ini akan menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta penggalangan Persatuan Indonesia. Persatuan ini membentuk negara republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan, yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan. Dan pada akhirnya, terwujudlah keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.

Pengakuan hak asasi manusia pada hakekatnya bersumber pula kepada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan sebagai pencipta manusia, membekali manusia dengan beberapa hak hidup dan hak menyatakan pikiran dan pendapat. Selain itu, manusia berhak untuk hidup layak sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi martabatnya dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Mereka juga berhak untuk bebas dari segala penindasan dan pembedaan atas dasar ras, keyakinan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan Tuhan dengan sifat keesaan-Nya, sesuai dengan kebenaran agama yang pada hakekatnya bersifat universal pula.

Akhirnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu pun menjadi dorongan moral bagi warga Indonesia untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memeluk agama sesuai dengan keyakinannya.

Segala kegiatan Negara sebagai usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia adalah “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Keadaan yang demikian itu ditempa selama proses pembentukan bangsa Indonesia sepanjang sejarah sejak dahulu hingga sekarang.

3.2.2. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ini, mengandung tiga pokok pikirian yang meliputi pikiran:

(8)

Hakekat manusia yang ditentukan oleh kemampuan pikir, rasa, karsa, cipta, karya, dan budi nurani itu menyebabkan manusia mempunyai kedudukan dan martabat yang luhur. Apabila manusia dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya, misalnya malaekat, yang hanya mempunyai akal, dan hewan yang hanya memiliki naluri adalah unsur yang berbeda sifatnya, dan manusia selalu bergumul untuk menghadapinya. Oleh sebab itu, keluhuran manusia antara lain terletak pada kemampuan manusia mengendalikan pengaruh akal dan naluri secara selaras.

2. Adil : terutama mengandung makna bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan pada norma-norma objektif. Adil mengandung pengertian bahwa suatu keputusan atau tindakan tidak disarankan pada sifat subjektif apalagi kewenang-wenangan. Prinsip ini bukan saja ditujukan kepada diri sendiri secara pribadi. Keadilan yang sebenarnya didasarkan kepada norma-norma pada umumnya, baik menurut agama maupun menurut norma hukum. 3. Beradab : berasal dari kata “adab”, yang berarti budaya. Beradab artinya

berbudaya. Ini mengandung makna bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan, selalu berdasarkan nilai budaya dan tertuang dalam norma-norma sosial serta kesusilaan (moral). Adab, juga terutama mengandung pengertian tata-kesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian “beradab” dapat ditafsirkan sebagai “berdasar nilai-nilai kesusilaan atau moralitas khususnya dan kebudayaan umumnya”.

Jadi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan atas potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama maupun alam semesta.

Pada prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakekat manusia yang berbudi, sadar nilai dan budaya.

(9)

antara realita semesta dan pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmani. Manusia mema-hami pula kedudukan dirinya dalam hubungan itu dengan menyadari hak dan kewajiban sesama manusia serta menyadari tujuan hidupnya, sumber dan asal kehidupan semesta ini, dan ke mana berakhirnya semuanya itu. Manusia menyadari ekstensi dirinya dalam kebersamaan dengan umat manusia, alam semesta dengan pengayoman Tuhan Yang Maha Esa.

3.2.3. Sila “Persatuan Indonesia”

Sila persatuan bangsa Indonesia mengandung pokok-pokok pikiran : 1. Persatuan

Berasal dari kata “satu”, yang berarti utuh, tidak terpecah belah. Persatuaan mengandung pengertian disatukannya bermacam corak yang beraneka ragam yang menjadi suatu kebulatan.

2. Indonesia

Yang dimaksud dengan Indonesia di sini adalah Indonesia dalam pengertian bangsa. Kata “Indonesia” mengandung dua pengertian yaitu :

Pertama, pengertian geografis, yang berarti sebagai bagian bumi yang membentang dari 95˚ sampai 141˚ Bujur Timur dan dari 6˚ Lintang Utara sampai 11˚ Lintang Selatan. Kedua, pengertian bangsa dalam arti politik yaitu bangsa yang hidup di wilayah Indonesia seperti yang dimaksudkan dalam pengertian pertama.

Jadi persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia bersatu didorong untuk mancapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor dinamis Indonesia yang memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut mewujudkan ketertiban dunia yang didasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan seluruh tumpah darah Indonesia.

(10)

bangsa dan negara di atas kepentingan diri pribadi dan golongan. Persatuan Indonesia juga menuntut dikembangkannya semangat cinta tanah air dan bangsa (nasionalisme) serta semangat pengabdian dan pengorbanan (patriotisme) yang hakikatnya bersumber pada perasaan senasib dan seperjuangan dalam menghadapi tantangan bersama. Nasionalisme dan patriotisme tersebut tidak akan menjurus kepada chauvinisme atau fanatisme. Nasionalisme dan patriotisme yang menghargai bangsa lain seperti apa yang dirasakannya mengenai dirinya sendiri, karena dijiwai dan diliputi oleh sila pertama dan sila kedua. Sikap mengagung-agungkan diri sendiri akan menyebabkan sikap agresif dan suka memandang rendah bangsa lain yang tidak sesuai dengan bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup Pancasila.

3.2.4. Sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”

1. “Kerakyatan” berasal dari kata rakyat yang berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, sehingga kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah)

2. “Hikmat kebijaksanaan” berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan rakyat dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggungjawab serta didorong oleh kehendak baik sesuai dengan budi nuraninya.

3. “Permusyawaratan” berarti suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, sehingga tercapai putusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat.

4. “Perwakilan” berarti suatu sistem atau tata cara agar rakyat dapat turut serta mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain melalui badan-badan perwakilan.

(11)

melalui sistem perwakilan. Putusan-putusannya harus berdasarkan kepentingan rakyat, yang diambil oleh para wakil rakyat melalui musyawarah yang dipimpin oleh akal sehat serta dijalankan penuh rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.

Sila ke-4 Pancasila berlandaskan asas bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia harus didasarkan atas kedaulatan rakyat. Hal ini juga dinyatakan dengan tegas dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “…..maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat….”

3.2.5. Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ini mengandung pokok pengertian:

(1) “Keadilan Sosial” berarti keadilan yang berlaku di masyarakat dalam segala bidang kehidupan.

(2) “Seluruh Rakyat Indonesia” berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia, maupun warga negara Indonesia yang berada di negara lain.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945, maka makna dari keadilan sosial mencakup pengertian adil dan makmur.

(12)

3.3. Relevansi Falsafah Pancasila

Realitas Pancasila disoroti dari sisi positif di mana aplikasi terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mulai mengalami pergeseran makna. Pergeseran nilai ini disebabkan oleh kehidupan berbangsa dan bernegara yang mulai mengalami dinamis yang penuh dengan berbagai tantangan. Dalam uraian ini, kami akan memaparkan realita dalam Pancasila berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, berdasarkan sila-sila Pancasila.

3.3.1. Pancasila dalam Realita Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 3.3.1.1. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Sampai saat ini setiap warga negara Indonesia hidup berdampingan satu sama lain dalam pluralitas yang diwarnai oleh suasana damai, dan aman. Dalam pluralitas ini mereka juga memiliki kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Salah satu contoh konkret ialah dibentuknya suatu wadah dialog antar umat beragama yang dikenal dengan nama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Terbentuknya forum tersebut dilatarbelakangi dengan adanya berbagai persoalan yang timbul dalam kehidupan antar umat beragama. Hal inilah yang menyebabkan memudarnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(13)

3.3.1.2. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Bunyi sila kedua ini berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia (HAM), Sejauh ini pemerintah Indonesia telah melindungi dan memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi. Hal ini terbukti dengan adanya lembaga-lembaga yang didirikan baik oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat, misalnya Lembaga Bantuan Hukum, dan Komnas HAM. Berdirinya lembaga-lembaga tersebut diharapkan membantu setiap warga negara untuk memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun demikian, tidak sedikit pula warga negara yang mengalami ketidakadilan dan perlakuan yang kurang manusiawi. Hal inilah yang mendegradasi nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke dua. Dalam realita sehari-hari, kerap kita menyaksikan atau pun mendengar berita tentang adanya penggusuran sepihak terhadap warga miskin di pemukiman kumuh tanpa adanya usaha ganti rugi atau pun relokasi tempat tinggal yang layak bagi mereka. Pemerintah melakukan hal ini tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang akhirnya terabaikan begitu saja. Selain itu masih banyak terdapat kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan sampai saat ini, di antaranya kasus Munir, peristiwa Semanggi 1998, dan perdagangan manusia (trafficking) yang dialami oleh anak-anak dan kaum perempuan yang menjadi TKW akhir-akhir ini.

3.3.1.3. Sila “Persatuan Indonesia”

(14)

dasar berdirinya suatu negara. Apalah artinya jika beberapa suku, pulau, di sebuah negara berjalan sendiri-sendiri? Dalam sila ini, wujud nyata persatuan Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan seharusnya mampu mencerminkan isi dari semboyan pribadi Pancasila itu sendiri agar tidak terjadi perpecahan dari tubuh Pancasila tersebut.

Perpecahan tersebut sudah menjadi nyata dalam realita sekarang, yaitu lahirnya gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia yang merupakan negara kesatuan. Gerakan-gerakan separatis itu antara lain, Gerakan Aceh Merdeka(GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Persoalan ini muncul karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap persoalan-persoalan yang mereka alami. Lebih lanjut lagi, untuk mempertahankan keutuhan NKRI, dibentuklah lembaga-lembaga keamanan seperti, TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL, Kepolisian dan sebagainya. Lambang kesatuan itu juga jelas terlihat ketika kita merayakan HUT kemerdekaan RI setiap tahun, di mana setiap warga negara dengan antusias berpartisipasi dalam perayaan tersebut.

3.3.1.4. Sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawa-ratan Perwakilan”

Pemilu lalu yang diadakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat dan presiden beserta wakilnya, telah menujukkan bahwa demokrasi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup menonjol. Kemajuan tersebut tidak terlepas dari partisipasi warga negara untuk menentukan wakil-wakilnya secara langsung. Wakil-wakil yang sudah terpilih diharapkan mampu membawa suatu transformasi dalam hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

(15)

timbul karena adanya oknum-oknum tertentu di parlemen yang lebih mementingkan diri dan kelompoknya sendiri ketimbang kepentingan masyarakat kebanyakan. Sama halnya dengan UU Pendidikan, dan RUU Rahasia Negara yang akhirnya dicabut kembali.

3.3.1.5. Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Usaha pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia dapat dikatakan cukup baik, meskipun belum optimal. Usaha ini dilakukan dengan menetapkan program pembangunan jangka panjang yang dibuat pemerintah saat ini setidaknya menunjukkan arah pembangunan bangsa ini di beberapa tahun mendatang. Selain itu, secara umum perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya ialah menguatnya nilai mata uang Rupiah akhir-akhir ini. Usaha peningkatan kesejahteraan rakyat juga dilakukan melalui berbagai program, misalnya bantuan kredit untuk industri kecil dan menengah.

Tetapi “Keadilan” dalam pembangunan belum berdampak secara menyeluruh dan merata, sehingga masih ada orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Persoalan ini juga disebabkan karena ketersediaan lapangan kerja yang minim dan masih rendahnya SDM sehingga berakibat pada banyaknya pengangguran. Pembangunan yang tidak merata di setiap daerah akan berakibat pula pada persatuan bangsa. (bdk. pembahasan pada 3.2.1.3.) Ketidakmerataan ini akan menimbulkan berbagai penyakit sosial, seperti meningkatnya angka kriminalitas dan prostitusi. Padi dan kapas yang menjadi lambang sila ini ternyata belum bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Tidaklah mengherankan jika masih terdapat banyak orang yang terjun ke dalam dunia gelap (prostitusi, narkoba,dll).

3.3.2.Usaha Penerapan Falsafah Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

(16)

falsafah Pancasila hanya dapat terjadi jika kita memulainya dari diri kita sendiri. Mungkin beberapa orang skeptis menanggapi hal ini dengan melontarkan argumen-argumen bahwa kita ini hanya segelintir, bahkan hanya orang per orang. Sekuat apa pun kita berusaha, tidak akan ada hasil yang mampu menanamkan falsafah Pancasila yang begitu kuat sehingga Pancasila dapat sungguh-sungguh dihayati secara utuh dan penuh oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Jika ditelaah lebih dalam mengenai pendapat ini, mungkin Anda tidak setuju. Namun pemikiran para penganut skeptisisme praktis ini terlalu sempit. Mereka melihat Pancasila dan “ladang tanamnya” (warga negara) dari sudut pandang yang terlalu ideal, sehingga dapat kita amini bahwa usaha kita tidak banyak membantu hidupnya Pancasila yang kokoh dan kuat.

Namun, sekecil apa pun usaha yang kita lakukan, jika dilakukan dengan tekun dan bersama, niscaya usaha kita akan membuahkan hasil. Memang tidak ada apa pun yang sempurna, tetapi setidaknya kita merasakan makna Pancasila itu sendiri di lingkungan sekitar kita. Usaha-usaha tersebut di antaranya berkaitan dengan sila pertama, melatih diri untuk bersikap sopan santun terhadap semua orang. Awalnya memang sulit dan tampknya hanya berdampak pada lingkungan kita sendiri. Akan tetapi, sikap yang kita tunjukkan kepada orang lain akan mempengaruhi mereka untuk bersikap sopan santun. Sikap ini membuat setiap orang yang kita jumpai merasakan kedamaian. Kedamaian yang mereka rasakan itu akan mereka bagikan juga kepada orang lain yang mereka jumpai. Dengan demikian, secara tak sadar kita telah memelihara kerukunan antarumat beragama.

Dengan sikap sopan santun ini kita juga turut memanusiakan sesama. Sikap hormat dan saling menghargai yang kita berikan kepada orang lain akan turut mendukung penerapan sila kedua. Sangatlah penting apabila kita menanam sikap peka dan peduli terhdap orang-orang yang ada di sekitar kita. Setiap orang akan merasakan kedamaian dari kepedulian kita. Akan timbul pula rasa persaudaraan yang mendalam di setiap hubungannya dengan sesama.

(17)

kepentingan bersama. Segala sesuatu dikerjakan dan diciptakan untuk kemajuan dan kebaikan bersama (bonum commune). Keputusan-keputusan yang diambil bukan lagi demi diri sendiri atau kelompok.

Hal ini secara tak langsung membina orang-orang yang menjadi wakil rakyat untuk mengambil kebijakan dengan bijaksana. Kebijakan yang diambil tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi saudara-saudara yang tinggal bersamanya. Para pemimpin pun akan melihat secara bijaksana apa yang harus ia lakukan demi kepentingan bangsa dan negara (what should I do for all people). Para pemimpin juga akan menjadi seorang teladan di mata rakyat. Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Dalam hal ini, falsafah sila keempat turut ditumbuhkembangkan.

Masih berkaitan dengan sikap-sikap tesebut di atas, disertai dengan kebijakan dari wakil rakyat sebagai pengayomnya tentu keadilan sosial bagi masyarakat luas akan terwujud. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja, melainkan juga orang-orang yang selama ini menjadi kaum marginal akibat keadaan ekonomi dan status sosial.

Jika merujuk pada hasil akhir, memang tampaknya uraian di atas tak jauh berbeda dengan absurditas yang tidak ingin kami sampaikan sebelumnya. Namun usaha nyata inilah yang ada di depan mata, yang harus dihadapi saat ini. Hasil akhir bukanlah yang pertama dan utama. Hasil akhir memang perlu, tetapi jika hanya berkutat padanya, maka hanya mengangkat kita pada angan-angan yang tak menentu arahnya. Keberanian dan kebulatan tekad kita untuk memulai hal yang sederhana inilah yang mampu mewujudkan harapan kita dalam menerapkan falsafah-falsafah Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bemegara.

(18)

Bab IV Penutup

4.1. Simpulan

Pancasila merupakan dasar keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa Pancasila, negara Indonesia beserta segenap isinya akan kehilangan pedoman hidup dan jati diri bangsa. Pancasila yang kaya akan nilai-nilai filosofis hampir dapat dipastikan merupakan jiwa kehidupan setiap warga negara Indonesia. Pancasila menjamin adanya kebebasan dan keadilan bagi setiap warganya. Kebebasan ini mencakup seluruh hak asasi manusia, mulai dari beragama, perlakuan yang manusiawi, hidup dalam kebersamaan sebagai makhluk sosial, berpendapat secara bertanggung jawab, dan mengalami keadilan dalam kehidupannya.

Namun demikian, masih banyak hal yang harus diperbaiki. Masih ada berbagai kekurangan di sana-sini. Pancasila, selain menjadi dasar hidup kita sebagai warga negara Indonesia, juga menjadi sebuah cita-cita yang patut diperjuangkan dengan sekuat tenaga, dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga.

Pancasila, dengan kekayaan filosofisnya menjadi suatu batu sendi kehidupan setiap warga negara Indonesia. Tak hanya itu, kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai Indonesia akan menjadi tak berarti tanpa Pancasila. Pancasila merupakan acuan dasar dalam pengambilan setiap keputusan dan kebijakan demi kepentingan seluruh bangsa Indonesia.

4.2. Saran

Pembahasan mengenai Pancasila sebagai Landasan Filosofis Indonesia ini tentunya belum sampai pada tahap yang sungguh mendalam. Karya ilmiah ini setidaknya telah menggambarkan bagaimana falsafah Pancasila diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

(19)

sederhana, kita dapat turut memperjuangkan Pancasila sebagai landasan filosofis kehidupan bangsa Indonesia.

(20)

Rangkuman

Tinjauan Filosofis Terhadap Sila-Sila Pancasila 1. Pendahuluan

Pancasila merupakan gambaran yang jelas tentang hakekat, tujuan, dan susunan dasar negara kita. Dengan demikian, hendaknya warga negara menghormati, menghargai, dan menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.

2. Rumusan Masalah

Fokusnya terletak pada tinjauan filosofis terhadap nilai-nilai Pancasila.

2.1. Tinjauan Filsafat Pancasila?

Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata “philein” artinya cinta dan

“shopia” artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan.

3.1.2. Pengertian Pancasila

Pancasila berarti lima dasar. Pancasila merupakan pokok pengertian mendasar dan menyeluruh sebagai landasan filsafat sesuai dengan kepribadian dan cita-cita bangsa.

3.1.3. Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila merupakan pendekatan atau pemikiran filosofis yang memiliki fokus, sasaran pada Pancasila.

3.2. Tinjauan Filosofis Sila-Sila Pancasila 3.2.1. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dorongan moral bagi warga Indonesia untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memeluk agama sesuai dengan keyakinannya.

3.2.3. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan atas potensi budi nurani manusia. Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat manusia yang berbudi, sadar nilai dan budaya.

3.2.3. Sila “Persatuan Indonesia”

Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

3.2.4. Sila “ Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan ”

Sila ini berarti rakyat menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan. Putusan-putusannya berdasarkan kepentingan rakyat, yang diambil melalui musyawarah yang dipimpin oleh akal sehat serta dijalankan penuh rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya.

3.2.5. Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

3.4.Relevansi Falsafah Pancasila

(21)

Kepustakaan

Laboratorium Pancasila IKIP Malang. Pancasila, Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional, 1979.

Sugiharto. Pancasila. Malang: STFT Widya Sasana, t.th.

Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila : Pendekatan melalui Metafisika, Logika dan Etika. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya, 1995.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan kadar flavonoid yang diperoleh dari daun ubi kayu ( Manihot esculenta Crantz) adalah 4,987% dimana kadar tersebut dihitung sebagai kadar flavonoid rutin

Scanned

Dalam strategi ini bertujuan untuk melatih siswa dalam membuat kalimat dari yang paling. sederhana dan semua siswa terlibat dalam membuat

Kernel SVR terbaik dari kombinasi percobaan ini adalah Radial Basis Function (RBF) dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 95% dan nilai error galat (MSE) sebesar 6% terdapat

Dalam pengaruhnya terhadap patologi sosial, sosiologi islam yang menyebutkan bahwa Al-Quran merupakan kitab sosiologi yang sebenarnya yang merupakan suatu dasar

Solusi yang ditawarkan dalam program pengabdian ini adalah mengadakan sosialisasi dan workshop pemanfaatan media pembelajaran e-learning Quipper School untuk

Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan masukan yang bermanfaat kepada pihak Dinas Bina Marga dan Pengairan dan pemerintah daerah Kota Bandung agar bisa

 Mengerjakan soal dengan baik yang berkaitan dengan cara menghitung turunan fungsi dengan menggunakan definisi turunan, menggunakan teorema-teorema umum turunan