ARTIKEL PENELITIAN FUNDAMENTAL TA 2009
DISTRIBUSI, KERAGAMAN DAN VEGETATIVE COMPATIBILITY GROUP (VCG) SPESIES FUSARIUM YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT BAKANAE PADA TANAMAN PADI DI SUMATRA BARAT
Darnetty dan Eri Sulyanti Fakultas Pertanian Unand, Padang
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk melihat distribusi, tingkat serangan dan keragaman spesies jamur Fusarium yang berasosiasi dengan penyakit bakanae pada tanaman padi di Sumatra Barat.
Penyebaran penyakit bakanae diamati pada 5 Kabupaten/ Kota yaitu: kota Padang, kab., Agam, kab.Tanah Datar, kab, Solok dan kab. Limapuluh Kota. Untuk masing-masing kota/kab. diambil 2 nagari dan untuk masing-masing nagari diambil 2 lahan pertanaman padi. Masing-masing lahan diamati persentase serangannya dan sekaligus diambil sampel tanaman yang teserang untuk ditentukan keragaman spesies Fusarium.
Isolat Fusarium dari sampel tanaman yang terserang bakanae diisolasi dengan menggunakan medium spesifik PPA (PCNB, Pepton Agar) dan teknik spora tunggal. Setelah didapat isolat Fusarium maka ditentukan spesies-spesiesnya. Untuk menentukan spesies dari isolat-isolat Fusarium yang didapat dilakukan dengan metoda Identifikasi Biologi. Dalam hal ini digunakan 7 macam mating populasi (MP A,B,C,D,E,F,danG) sebagai tester. Selanjutnya isolat yang didapat di crossing (dikawinkan) dengan masing-masing tester. Apabila terbentuk peritesia berarti isolat yang di crossing termasuk kedalam MP tersebut.
I. PENDAHULUAN
Penyakit bakanae merupakan salah satu penyakit pada tanaman padi yang pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1828, namun sekarang telah menyebar di Asia dan bahkan sudah sampai ke Afrika dan Amerika. Kehilangan hasil akibat penyakit ini sangat beragam yang tergantung kepada tingkat serangannya. Misalnya di Jepang kehilangan hasil akibat penyakit bakanae ini cukup tinggi yaitu 20-50 %, di India 15% , sedangkan di Amerika kehilangan hasil masih dapat diabaikan karena serangannya masih rendah (<1%). Di Indonesia penyakit bakanae ini belum begitu mendapat perhatian, mungkin karena penyakit ini relatif baru, dan tingkat serangan yang masih rendah.sehingga kehilangan hasil belum dianggap berarti secara ekonomis. Namun hal ini perlu kita waspadai karena penyakit ini akan terus berkembang dan menyebar kemana-mana dan pada gilirannya akan menjadi penyakit penting pada tanaman padi seperti halnya di Jepang dan India. Dari hasil pemantauan penulis di lapangan terlihat bahwa tanaman padi di daerah dataran rendah, khususnya di Padang sudah terserang penyakit bakanae dan bahkan tingkat serangannya pada beberapa lahan sudah cukup tinggi. Namun masyarakat petani belum begitu paham tentang penyakit bakanae ini.
Bakanae berasal dari bahasa Jepang yang berarti “foolish seedling” yang menunjukkan ada perpanjangan yang abnormal yang sering terlihat pada tanaman yang terinfeksi (Webster and Gunnell,1992). Bibit yang terinfeksi di lapangan lebih tinggi dari bibit normal dengan daun yang kekuningan, dan ada yang mati sebelum dipindahkan ke lapangan. Bibit terinfeksi yang bertahan sampai dilapangan akan memanjang, dan membentuk bulir lebih awal namum hampa (Ou, 1985). Pada kondisi tertentu, tanaman terinfeksi yang kekurangan air terhambat pertumbuhannya. Menurut Booth (1971), tinggi tanaman padi yang abnormal disebabkan oleh hormon gibberalin, dan terhambatnya pertumbuhan atau matinya tanaman padi disebabkan oleh asam fusarik.
fujikuroi Nirenberg (Nirenberg, 1976) dengan bentuk sempurnanya Gibberella fujikuroi. Namun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan penyakit bakanae disebabkan oleh beberapa spesies yang berbeda seperti F. proliferatum, F. verticillioides dan F. fujikuroi, dan sekarang secara umum.di sebut dengan Gibberella fujikuroi species complex. Hasil penelitian Darnetty dan Eri Sulyanti (2007) juga menunjukkan adanya keragaman kultural dan molekular dari isolat Fusarium yang berasosiasi dengan penayakit bakanae di Sumatra Barat. Untuk membedakan spesies Fusarium dapat dilakukan dengan beberapa metoda yang salah satunya dengan identifikasi biologi
Dalam upaya mencari langkah-langkah pengendalian penyakit bakanae ini, maka kita memerlukan informasi tentang distribusi, tingkat serangan, dan spesies Fusarium penyebabnya.
Bertolak dari permasalahan diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang distribusi, tingkat serangan dan keragaman spesies Fusarium yang berasosiasi dengan penyakit bakanae pada tanaman padi di Indonesia.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Penentuan distribusi dan tingkat serangan bakanae
Distribusi penyakit bakanae ditentukan dengan mengamati lahan pertanaman padi pada 5 daerah yaitu kota Padang, kab. Solok, kab. Tanah Datar, kab. Agam dan kab. Limapuluh Kota. Pada masing-masing daerah diambil 2 nagari, dan pada maing-masing nagari diambil 2 lahan pertanaman padi. Pada tiap lahan diamati ada tidaknya penyakit bakanae. Dalam setiap lahan diambil 10 titik (1m2) yang diambil secara diagonal.
Selanjunya dihitung persentase rumpun terserang. 2.2. Isolasi isolat jamur Fusarium
Isolat jamur Fusarium diisolasi dari akar tanaman padi yang memperlihatkan gejala penyakit bakanae. Akar padi tersebut dicuci, dipotong-potong dengan ukuran 1 cm2dan disterilisasi permukaan dengan alcohol 70%.. Selanjutnya potongan akar
kedua, spora tunggal yang sudah mulai berkecambah pada medium WA dipindahkan ke medium PDA (Potato Dextose Agar) sehingga didapat biakkan murni.
2.4. Identifikasi spesies Fusarium
Setelah didapat isolat Fusarium maka ditentukan spesies-spesiesnya. Untuk menentukan spesies dari isolat Fusarium yang didapat dilakukan dengan metoda Identifikasi Biologi . Dalam hal ini digunakan 7 macam mating populasi (MP -A,B,C,D,E,F,danG) sebagai tester. Selanjutnya isolat yang didapat di crossing (dikawinkan) dengan masing-masing tester. Apabila terbentuk peritesia berarti isolat yang di crossing termasuk kedalam MP tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyakit bakanae pada tanaman padi sudah tersebar pada kelima lokasi di Sumatra Barat (Padang, Kab. Solok, Tanah Datar, Agam dan Limapuluh kota) dengan tingkat serangan yang berbeda (Tabel 1 dan Gambar 1-5). Tingkat serangan tertinggi ditemui di dataran rendah sekitar 20% (Padang) dan yang tersendah di dataran tinggi sekitar 0,3 % (Agam). Penyebaran bakanae di dataran rendah sudah menyebar secara merata, tetapi di dataran tinggi penyebarannya belum merata. Keberadaan penyakit bakanae ini memang sangat dipengaruhi oleh temperature dimana perkembangannya sangat baik pada temperature 30- 35 0C (IRRI, 2003). Menurut Semangun (2005),
Tabel 1. Distribusi dan tingkat serangan penyakit bakanae di Sumatera Barat
Tabel 2. Fertilitas isolat Fusarium yang diuji dengan standar tester
Gambar 1. Gejala bakanae di Pauh (Padang)
Gambar 3. Gejala bakanae di Limo Kaum (Tanah Datar)
Gambar 5. Gejala bakanae di Bukik Sundi (Solok)
Gambar 7. Peritesium dari isolate yang termasuk MP-C (Gibberella fujikuroi
(teliomorf), Fusarium fujikuroi (anamorf)
Gambar 8. Peritesium dari isolate yang termasuk MP-D (Gibberella intermedia
DAFTAR PUSTAKA
Crute, I. 1985. The genetic basis of relationships between microbial parasites and their host, in Mecahanism of resistance to plant disease (ed. R. Fraser) Boston Pp 80-142
Desjardins, A. E., R. D. . Plattner, and P. E. Nelson. 1997. Production of fumonisin B dan moniliformin by Gibberella fujikuroi from rice from various geographic areas. Appl. Environ. Microbiol 63: 1838-1842
Flor, H.H. 1971. The current status of gen for concept. An Rev. Phytopathology 9: 275-296
Holliday, P. 1980. Fungus diseases of tropical crops. Cambridge University Press, Cambridge, England.
International Rice Research Institute. 2003. Biological Control of Rice Disease. International Rice Research Institute
Kedera. C.N. , J. F. Leslie and L. E. Claflin. 1994. Genetic diversity of Fusarium Section Liseola (Gibberella fujikuroi) in indivdual maize stalks. Phytopathology 84: 603-607
Kuhlman, E. G. 1982. Varieties of Gibberella fujikuroi with anamorphs in Fusarium section Liseola. Mycologica 74: 759-768
Levings, C., and G. Brown. 1989. Molecular biology of plant mitochondria. Cell. 56:171-179
Leslie. J. F. 1991. Mating population in Gibberella fujikuroi (Fusarium Section Liseola). Phytopathology 81: 1058-1060
Leslie. J. F. 1995. Cibberella fujikuroi: available populations and vaiable traits. Can J. Bot. 73 (Suppl):S282-S291
Kedera. C.N. , J. F. Leslie and L. E. Claflin. 1994. Genetic diversity of Fusarium Section Liseola (Gibberella fujikuroi) in indivdual maize stalks. Phytopathology 84: 603-607
Moretti, A., A. Logrieco, A. Bottalico, A. Ritieni, V. Fogliano and G. Randazzo. 1996. Diversity in beauvericin and fusaproliferin production by different populations of Gibberella fujikuroi (Fusarium Section Liseola). Sydowia 48:44-56
Nelson, P. E., T. A. Toussoun, and Marassas. 1983. Fusarium species: an illustrated genera manual for identification. The Pennsylvania State University Press, University Park.
Ou, S. H. 1985. Rice disease. Commonwealth Mycological Institue, Kew, England. Prell. H.M., and P.R. Day. 1996. Plant-Fungal Pathogen Interaction. Springer
Sunder, S. and Satyavir. 1998. Vegetative compatibility, biosynthesis of GA3 and virulence of Fusarium moniliforme isolates from bakanae disease of rice. Plant Pathology 47: 767-772
Voigt, K., S. Schleier, and B. Bruckner. 1995. Genetic variability in Gibberella fujikuroi and some related species of genus Fusarium based on random amplification of polymorphic DNA (RAPD), Curr. Genet. 27:528-535 Webster, R.K., and P.S. Gunnel. 1992. Compendium of rice disease. APS Press. St