PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN SEL VOLTA
MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI ION-LITIUM UNTUK
MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan multimedia pembelajaran pada materi sel volta menggunakan konteks baterai ion-litium untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA. Desain penelitian ini adalah Sequential Mixed Method. Penelitian dilakukan dalam dua fase, masing-masing fase menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Fase I bertujuan untuk menghasilkan multimedia yang direpresentasi dari bahan ajar. Fase II bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan multimedia dari segi penilaian desain instruksional dan tanggapan siswa. Instrumen yang digunakan adalah human instrument yang dituangkan dalam catatan pengembangan multimedia, angket penilaian guru dan angket tanggapan siswa. Dalam pengembangan multimedia, penelitian ini mengadaptasi model ADDIE. Hasil penelitian adalah: (1) Elemen media yang sesuai dengan teks pencemaran lingkungan dan konteks baterai ion-litium direpresentasikan ke dalam bentuk tayangan video. Pokok materi contoh reaksi spontan dan konten sel volta direpresentasikan dalam bentuk animasi. Materi pengertian baterai ion litium direpresentasi ke dalam bentuk tampilan grafis tak bergerak, sedangkan isi teks lainnya dalam bahan ajar direpresentasikan ke dalam multimedia pembelajaran dengan bahasa yang singkat, padat dan jelas tanpa mengurangi makna. (2) Berdasarkan hasil angket penilaian guru, bahwa multimedia pembelajaran dinilai dari segi desain instruksional telah memenuhi prinsip pembelajaran dengan sangat baik, kriteria prinsip pembelajaran meliputi aspek meningkatkan perhatian, menginformasikan tujuan pembelajaran, merangsang pengetahuan awal siswa, menampilkan isi, menyediakan panduan belajar, meningkatkan kinerja dan mengukur hasil belajar dinilai sangat baik serta aspek menyediakan umpan balik dinilai baik, (3) Hasil ujicoba terbatas menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa (79,9%) termotivasi belajar dengan menggunakan multimedia pembelajaran yang dikembangkan. Hampir seluruh siswa (82,5%) dapat mengontrol multimedia pembelajaran dengan sangat baik dan memberikan tanggapan yang baik terhadap multimedia pembelajaran.
Kata Kunci: Literasi Sains, Multimedia Pembelajaran, Sel Volta, Baterai ion-litium,
THE DEVELOPMENT OF VOLTAIC CELL INSTRUCTIONAL
MULTIMEDIA USING LITHIUM-ION BATTERIES FOR
IMPROVING SCIENTIFIC LITERACY OF HIGH SCHOOL
STUDENTS
ABSTRACT
This study aims to produce an instructional multimedia on the voltaic cell content using lithium-ion batteries context for improving scientific literacy of high school students. The design of this study is sequential mixed method. The study was conducted in two phases. Each phase using qualitative and quantitative methods. The first phase aims to produce multimedia which is represented from learning materials. The second phase aims to obtain the information of multimedia appropriateness in terms of instructional design assessment and students response. The instrument of this study is human instrument which contained into multimedia development records, questionnaire of teacher assessment and questionnaire of students response. Multimedia development of this study adapt the model ADDIE. Study results are (1) media elements that match the text of environmental pollution and lithium-ion batteries context is represented in the form of video. The subject of the example of spontaneous reaction and voltaic cell content is represented in the form of animation. The subject of the definition of lithium-ion batteries is represented in the form of static graphic. While, the others text in the learning materials is represented in multimedia using the language that concise, solid and clear without eliminate the meaning text. (2) The results of teacher assessment questionnaire are instructional multimedia assessed in terms of instructional design has complied instructional principle with a very good. The criteria of instructional principle include aspects of gain attention, inform students of the objectives, stimulate recall of prior learning, present the content, provide learning guidance, eliciting performance and assess learning performance assessed very good as well as the aspect of providing feedback is assessed good. (3) The results of questionnaire of students respons showed almost all of the students (79,9%) are motivated to learn by using instructional multimedia. Almost all of the students (82,5%) able to control the instructional multimedia with very good and give good feedback to instructional multimedia.
Keyword : Scientific literacy, instructional multimedia, voltaic cell, lithium-ion
DAFTAR ISI
B.Identifikasi Masalah Penelitian ... 5
C.Rumusan Masalah ... 5
D.Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A.Literasi Sains ... 9
B.Pembelajaran Berbasis Literasi Sains ... 11
C.Multimedia Pembelajaran ... 13
D.Prinsip Pengembangan Multimedia ... 15
E. Model Pengembangan Multimedia ... 17
1. Analysis (Analisis) ... 18
2. Design (Desain) ... 22
3. Development (Pengembangan)... 23
4. Implementation (Implementasi) ... 24
Halaman
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Representasi Konten Sel Volta dan Konteks Baterai Ion-Litium Dalam
Multimedia yang Dikembangkan ... 53
B.Penilian Guru Terhadap Multimedia dari Segi Desain Instruksional ... 70
C.Tanggapan Siswa Setelah Menggunakan Multimedia Pembelajaran ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 81
B.Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 86
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Tindakan pedagogi berikut keterampilan intelektualnya ... 22
2.2. Daftar harga potensial elektroda standar pada 25oC ... 35
2.3 Komponen dan reaksi yang terjadi pada baterai ion litium ... 40
3.1. Format catatan pengembangan multimedia pembelajaran ... 46
3.2. Format proposisi mikro-makro ... 46
3.3. Format identifikasi bentuk presentasi elemen media ... 47
3.4. Salah satu contoh isi dalam lembar validasi ... 48
3.5. Interpretasi nilai validasi ahli ... 50
3.6. Contoh rancangan pengolahan data angket tanggapan siswa... 51
3.7. Konversi data angket Likert ... 51
3.8. Interpretasi persentase angket siswa ... 52
4.1. Proposisi Mikro-Makro Teks ... 54
4.2. Identifikasi keterampilan intelektual dari proposisi mikro ... 56
4.3. Identifikasi teks keluaran dan grafis pendukung media ... 58
4.4. Transformasi materi presentasi ... 58
4.5. Contoh tampilan storyboard ... 61
4.6. Penilaian multimedia pada kriteria prinsip pembelajaran ... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Kerangka Penilaian Sains PISA 2012 ... 10
2.2. Alur kerja model ADDIE ... 17
2.3. Model struktur makro ... 20
2.4. Proses reaksi yang terjadi antara lempeng Zn dan larutan CuSO4 ... 31
2.5. Dua setengah-reaksi sel elektrokimia ... 33
2.6. Rangkaian sel galvani/volta ... 33
3.1. Desain penelitian sequential mixed method ... 41
4.1. Struktur makro ... 55
4.2. Lanjutan struktur makro ... 56
4.3. Lesson Sequence Map ... 60
4.4. Contoh tampilan antarmuka multimedia pembelajaran ... 62
4.5. Tampilan teks pada bagian awal buku ajar ... 65
4.6. Tampilan video pada bagian awal multimedia pembelajaran ... 65
4.7. Tampilan grafis tak bergerak pada bahan ajar ... 66
4.8. Tampilan grafis tak bergerak pada multimedia pembelajaran ... 66
4.9. Tampilan teks pada pokok materi sel elektrokimia ... 67
4.10. Tampilan elemen media pada pokok materi sel elektrokimia ... 67
4.11 Tampilan konten sel volta pada buku ajar ... 68
4.12. Tampilan konten sel volta pada multimedia pembelajaran ... 68
4.13. Tampilan teks pada konteks baterai ion-litium ... 69
4.14. Tampilan video pada konteks baterai ion litium ... 70
4.15. Grafik persentase motivasi siswa ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
A.Tahap Analisis.
A.1. Penurunan Proposisi Mikro-Makro Teks ... 88
A.2. Transformasi Materi Presentasi ... 120
B.Tahap Desain B.1. Story Board ... 159
C.Instrumen Penelitian C.1. Lembar Catatan Pengembangan Multimedia Pembelajaran ... 176
C.2. Lembar Tanggapan dari Segi Instruksional Pembelajaran ... 178
C.3. Angket Tanggapan Siswa ... 190
D.Tahap Penilaian D.1. Pengolahan Data Angket dari Segi Instruksional Pembelajaran ... 198
D.2. Analisis Data Angket dari Segi Instruksional Pembelajaran ... 200
D.3. Pengolahan Data Angket Tanggapan Siswa ... 202
D.4. Analisis Data Angket Tanggapan Siswa ... 204
E.Lembar Keterangan Penelitian E.2. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 207
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian
Perubahan yang terjadi di era globalisasi telah menghadirkan tantangan di
masa depan. Dalam lingkup global, berbagai tantangan yang muncul antara lain
berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup, pemerataan pembangunan, dan
kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia (Prayekti, 2006).
Pendidikan sains memiliki potensi yang besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi (Hernani, et al., 2009). Potensi ini akan dapat
terwujud jika pendidikan sains mampu melahirkan siswa yang berhasil
menumbuhkan kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, memecahkan masalah,
menguasai teknologi serta beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan
zaman. Berkaitan dengan hal ini, Firman (2007) menyatakan bahwa penguasaan
literasi sains dan teknologi oleh setiap individu akan memberikan peluang yang
lebih besar untuk penyesuaian diri dalam kehidupan masyarakat yang semakin
dinamis perkembangannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hayat
dan Yusuf (2010) bahwa kemampuan “melek” (literate) sains menjadi hal yang
penting dikuasai dalam kehidupan manusia.
Pentingnya literasi sains berkaitan dengan kemampuan individu memahami
masalah lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang
dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan
kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Terdapat sejumlah definisi
literasi sains, salah satunya disumbangkan oleh Organization for Economic
Co-Operation and Development (OECD). Menurut lembaga ini, literasi sains adalah
kapasitas penggunaan pengetahuan ilmiah untuk mengidentifikasi persoalan dan
menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti sebagai upaya untuk memahami dan
membantu pembuatan keputusan terkait dengan alam dan perubahan-perubahan
yang ditimbulkan oleh manusia terhadap alam (OECD, 2013:99). Definisi tersebut
2
International Student Assessment (PISA). Program ini ditujukan untuk menilai
tingkat literasi siswa sekolah menengah di negara-negara baik yang tergabung
dalam OECD maupun tidak secara sukarela. Setiap tiga tahun sekali, sejak tahun
2000, OECD menerbitkan laporan mengenai tingkat literasi sains. Implikasi dari
menguasai literasi sains adalah peserta didik memiliki kesiapan dalam
menghadapi era pemanfaatan teknologi canggih di masa yang akan datang dan
untuk meningkatkan daya saing dalam pergaulan internasional.
Literasi sains yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pada
kenyataanya justru tidak dikuasai dengan baik oleh siswa Indonesia. Hasil studi
penilaian yang dilakukan oleh PISA mengungkapkan bahwa pembelajaran sains di
Indonesia kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Hasil
studi terbaru dari PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat penguasaan
literasi sains Indonesia tergolong sangat rendah. Kemampuan literasi sains siswa
Indonesia dari hasil studi internasional PISA tahun 2012, diperoleh hasil:
1. Indonesia menduduki peringkat 63 dari 64 negara peserta PISA dalam hal
kemampuan literasi sains dengan skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia
adalah 382. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh China (580) dan terendah
dicapai oleh Peru (373). Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia
tidak berbeda secara signifikan dengan kemampuan literasi sains siswa dari
Qatar (384).
2. Berdasarkan skala kemampuan literasi sains, PISA membagi ke dalam 6 level
kemampuan. Diperoleh hasil, Pertama, sekitar 26% siswa Indonesia berada di
bawah level 1 (skor di bawah 335), menurut PISA penguasaan literasi sains di
bawah level 1 adalah siswa tidak dapat menggunakan pengetahuan sains untuk
menjelaskan fenomena. Kedua, sekitar 42% (skor 335-409) siswa Indonesia
lainnya memiliki literasi sains berada pada level 1, pada level ini siswa dapat
menggunakan sains untuk menjelaskan fenomena yang ditemui apabila
fenomena tersebut sudah sangat dikenal dengan fakta ilmiah yang sangat jelas.
Ketiga, sekitar 25% (skor 409-484) siswa Indonesia lainnya memiliki literasi
sains minimal pada level 2. Pada level ini siswa dapat menjelaskan fenomena
3
sederhana. Menurut interpretasi PISA, penguasaan literasi sains level 2 ini
merupakan batas minimal seseorang dapat berpartisipasi di masyarakat dalam
masalah seputar sains. Keempat, hanya sekitar 6% (skor 484-559) siswa
Indonesia yang berada pada level 3, pada level ini siswa dapat menginterpretasi
dan menggunakan konsep sains dari disiplin ilmu yang berbeda dan mereka
dapat mengaplikasikannya. Kelima, pencapaian tertinggi siswa Indonesia
hanya pada tingkat empat dengan persentase kurang dari 0,1% (skor 559-633).
Hal ini berarti sedikit sekali siswa Indonesia yang dapat aktif bertindak secara
efektif untuk mengatasi permasalahan ilmiah. Keenam, menurut studi ini secara
langsung tidak ada siswa yang dapat mencapai level 5 dan level 6 atau tidak
ada siswa Indonesia yang dapat menunjukkan literasi sains pada konteks yang
kompleks (atau yang tidak dikenal) dan tidak ada siswa yang memiliki
pengetahuan tentang sains itu sendiri.
3. Dibandingkan dengan hasil studi PISA tahun 2003, 2006 dan 2009,
kemampuan literasi sains siswa Indonesia pada tahun 2012 relatif tidak
mengalami peningkatan. Skor literasi sains rata-rata siswa Indonesia pada
tahun 2003 adalah 395, tahun 2006 adalah 393 dan tahun 2009 adalah 383.
Hasil studi PISA tahun 2012 menunjukan tingkat literasi sains siswa Indonesia
memiliki skor rata-rata yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi tahun-tahun
sebelumnya dan skor ini berada di bawah rata-rata standar dari PISA (OECD,
2013:217-235)
Menurut Firman (2007) rendahnya tingkat literasi sains anak-anak Indonesia
seperti yang telah diungkapkan oleh PISA Internasional perlu dipandang sebagai
masalah serius. Rendahnya literasi sains siswa Indonesia ini dapat dikaitkan
dengan pembelajaran yang selama ini tidak relevan dalam pandangan siswa.
Dengan pola pengajaran sains yang selama ini digunakan di sekolah, siswa
menjadi beranggapan bahwa sains merupakan pelajaran yang terpisah dari dunia
tempat mereka berada (Firman, 2007). Pembelajaran dan penilaian yang
diterapkan masih menitikberatkan pada dimensi konten dan melupakan dimensi
proses dan konteks sains (Firman, 2007). Hal ini menunjukan bahwa proses
4
peserta didik. Maka pembelajaran di sekolah seharusnya diarahkan pada konten
yang mengaitkan konteks sains sebagai sarana untuk meningkatkan literasi sains
siswa.
Sodikin, dkk. (2013:8) mengungkapkan bahwa sel volta merupakan konten
yang sulit dipahami oleh siswa. Siswa mengalami kesulitan dalam merepresentasi
sel volta pada tingkat submikroskopis (Sodikin, dkk. 2013:8). Hal ini dikarenakan
pembelajaran di sekolah tidak menekankan proses sains yang terjadi pada aspek
submikroskopik, akibatnya siswa hanya sekedar menghafal tanpa memahami
konsep sel volta dengan baik. Untuk mengatasi hal ini diperlukan peningkatan
kemampuan “spasial” siswa yang menekankan pada aspek submikroskopik dalam
pembelajaran sel volta (Sodikin, dkk. 2013:214). Salah satu cara untuk
mengembangkan kemampuan spasial siswa adalah dengan multimedia
pembelajaran yang dapat menunjukan fenomena kimia yang interaktif.
Pembelajaran dengan multimedia sangat potensial untuk meningkatkan
kemampuan literasi sains siswa. Berdasarkan studi PISA juga terungkap bahwa
penggunaan komputer sebagai produk teknologi informasi dan komunikasi
berhubungan erat dengan pencapaian akademik yang tinggi (Harrison, et. al dalam
OECD, 2009). Produk teknologi informasi dan komunikasi yang terkait dengan
penelitian ini adalah multimedia pembelajaran. Penggunaan multimedia
pembelajaran yang mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan yang
menarik, interaktif, serta sesuai konteks dan situasi baik didaktis maupun
pedagogis diharapkan dapat membantu siswa lebih mudah dalam memahami
pelajaran dan lebih literate terhadap sains.
Agar pemahaman belajar siswa tentang sel volta tidak terpisah dari
kehidupan sehari-hari mereka, dibutuhkan konteks sains yang relevan dengan
konten sel volta. Salah satu konteks pembelajaran yang dinilai berkaitan dengan
konten sel volta dan dapat digunakan untuk mata pelajaran kimia adalah konteks
baterai ion-litium. Konteks baterai ion-litium dipilih karena konteks tersebut
memenuhi kriteria pemilihan konteks berdasarkan pandangan De Jong (2006)
yakni dikenal dan relevan untuk siswa, tidak memisahkan perhatian siswa dari
5
Yusmaita (2013) telah melakukan penelitian mengenai bahan ajar sel volta
menggunakan konteks baterai Li-ion dan telah menghasilkan sebuah bahan ajar
yang sudah diuji keterbacaan dan kelayakan serta menunjukan bahwa konteks
baterai Li-ion dapat digunakan untuk mengajarkan konsep sel volta. Akan tetapi
menurut peneliti, bahan ajar yang telah dibuat masih memiliki kekurangan. Materi
yang disajikan kurang menarik minat belajar siswa karena materi yang disajikan
lebih banyak dalam bentuk teks dan tidak didukung oleh elemen-elemen media
pendukung yang baik untuk menjelaskan suatu proses. Kurangnya penyajian
elemen media pendukung materi menyebabkan siswa tidak mampu membangun
hubungan antara representasi verbal dan visual sehingga tidak mudah dipahami
dan tidak bersifat interaktif.
Berdasarkan pemaparan pendidikan, fakta dan realita di lapangan serta hasil
penelitian terkait, peneliti melakukan penelitian lanjutan dari penelitian yang
dilakukan oleh Yusmaita (2013). Penelitian yang dilakukan berupa pengembangan
multimedia pembelajaran sel volta menggunakan konteks baterai ion-litium untuk
membangun literasi sains siswa SMA.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Bahan ajar sel volta menggunakan konteks baterai ion-litium hasil penelitian
Yusmaita (2013) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan literasi sains
siswa Indonesia. Namun, banyaknya tinjauan proses sains di dalam konten sel
volta dan konteks baterai ion-litium menuntut pembelajaran yang mampu
membangun hubungan representasi verbal dan visual agar mudah dipahami oleh
siswa. Pemanfaatan teknologi sebagai perangkat pembelajaran dapat menjadi
solusi untuk mempermudah kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, pemanfaaatan
teknologi masih belum dimaksimalkan untuk kegiatan pembelajaran pada era ini.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, bahwa bahan
ajar sel volta menggunakan baterai Li-ion masih memiliki kekurangan sehingga
6
siswa. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
merepresentasikan konten sel volta dan konteks baterai ion-litium dalam bahan
ajar membentuk multimedia pembelajaran?”. Permasalahan tersebut diuraikan ke dalam beberapa pertanyaan yaitu:
1. Bagaimanakah pengembangan konten sel volta dan konteks baterai ion-litium
dalam bahan ajar direpresentasikan untuk multimedia pembelajaran?
2. Bagaimanakah penilaian guru mengenai kelayakan multimedia pembelajaran
yang telah dikembangkan?
3. Bagaimanakah tanggapan siswa setelah menggunakan multimedia
pembelajaran yang telah dikembangkan?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah memperoleh multimedia pembelajaran
sel volta menggunakan konteks baterai ion-litium ramah lingkungan berbasis
literasi sains yang layak digunakan untuk siswa SMA. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh gambaran pengembangan multimedia pada materi sel volta
dengan menggunakan konteks baterai ion litium untuk meningkatkan literasi
sains siswa
2. Memperoleh informasi penilaian guru mengenai kelayakan multimedia
pembelajaran yang telah dikembangkan
3. Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa sebagai pengguna yang
menggunakan multimedia pembelajaran yang telah dikembangkan
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut.
1. Bagi guru, tersedianya multimedia pembelajaran berbasis konteks yang dapat
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Multimedia yang
dikembangkan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan siswa.
2. Bagi siswa, multimedia yang dikembangkan dapat membuat proses belajar
7
3. Bagi lembaga pendidikan terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran.
4. Bagi peneliti lain, menjadi bahan referensi dan motivasi untuk
mengembangkan multimedia berbasis konteks untuk materi pokok lain
dengan konteks lain.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah
UPI. Terdapat tiga bagian dalam penulisan skripsi ini yaitu bagian awal, bagian
tengah dan bagian akhir.
Bagian awal terdiri dari lembar judul, lembar pengesahan, lembar
persembahan, lembar pernyataan, kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
Bagian tengah dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima BAB, yaitu :
1. BAB I atau bagian pendahuluan membahas mengenai latar belakang
penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian
serta struktur organisasi penulisan skripsi.
2. BAB II atau bagian kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritis dalam
menyusun pertanyaan dan tujuan penelitian. Kajian pustaka membahas
mengenai konsep-konsep, teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
3. BAB III atau bagian metode penelitian membahas mengenai subjek
penelitian, desain dan metode penelitian yang dipilih, definisi operasional,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
4. BAB IV membahas mengenai hasil temuan penelitian yang telah dilakukan.
Analisis dan pembahasan temuan penelitian dihubungkan dengan dasar
teoritis pada bab kajian pustaka sehingga dapat menjawab rumusan masalah
penelitian.
5. BAB V membahas mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan
8
atau rekomendasi ditulis setelah kesimpulan. Saran ditujukan kepada
pihak-pihak institusi, kepada pengguna hasil penelitian, kepada peneliti yang
berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagainya.
Bagian akhir dari penulisan skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran.
Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis yang pernah dikutip dan digunakan
dalam pengembangan penelitian dan penyusunan skripsi. Daftar pustaka disusun
secara alfabetis tanpa nomor urut. Lampiran-lampiran berisi semua dokumen yang
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Subjek Penelitian
Penelitian ini mengkaji multimedia pembelajaran sel volta yang
dikembangkan menggunakan konteks baterai ion-litium berbasis literasi sains.
42
Penelitian ini menggunakan desain penelitian sequential mixed method.
Desain penelitian ini terdiri dari dua fase dimana setiap fasenya terdiri dari dua
metode (kualitatif dan kuantitatif) (Tashakkori & Teddlie, 2003:688).
1. Fase I,
a. Tahap awal yang dilakukan adalah perumusan masalah penelitian.
Permasalahan pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah
merepresentasikan konten sel volta dan konteks baterai ion-litium dalam
bahan ajar membentuk multimedia pembelajaran?”.
b. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pengumpulan data
kualitatif yang dilakukan dengan cara studi literatur untuk memperoleh
konsep-konsep atau landasan-landasan teoritis serta temuan-temuan hasil
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini. Diantaranya
mengenai buku ajar yang mengadung konten sel volta dan konteks baterai
ion-litium, hasil literasi sains PISA dan model pengembangan multimedia
pembelajaran.
c. Dalam merancang desain multimedia diperlukan model pengembangan
agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya.
Model pengembangan yang digunakan adalah model ADDIE (Analysis,
Design, Development, Implementation, Evaluation). Model ADDIE terdiri
atas lima tahapan pengembangan yang meliputi analisis data kualitatif dan
kuantitatif. Penjelasan masing-masing tahapan telah dijelaskan pada BAB
II. Untuk keperluan kualitatif maka yang dilakukan pada fase I adalah
tahap analisis (analysis), desain (design) dan pengembangan
(development). Sementara tahap implementasi (implementation) dan
evaluasi (evaluation) akan dilakukan pada fase II.
(1) Tahap analisis meliputi penurunan proposisi mikro-makro,
pembentukan struktur makro, identifikasi keterampilan intelektual,
rancangan teks keluaran dan identifikasi elemen media pendukung
materi.
(2) Tahap desain meliputi rancangan lesson sequence map dan story
43
(3) Tahap pengembangan meliputi pembuatan multimedia pembelajaran
yang selanjutnya dari masing-masing tahapan pengembangan tersebut
divalidasi kepada dosen pembimbing.
d. Diperoleh kesimpulan dari fase I, yakni hasil representasi bahan ajar ke
dalam bentuk tampilan multimedia berdasarkan pada tahapan-tahapan
pengembangan multimedia yang telah dilakukan.
2. Fase II,
a. Pada Fase II, permasalahan penelitian adalah “bagaimanakah penilaian
guru mengenai kelayakan multimedia pembelajaran yang telah
dikembangkan? Dan bagaimanakah tanggapan siswa setelah menggunakan
multimedia pembelajaran yang telah dikembangkan?.
b. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut diperlukan
pengumpulan data kuantitatif dengan menyusun instrumen penelitian
berupa angket penilaian guru dan tanggapan siswa.
c. Penyusunan instrumen, uji coba dan hasil uji coba merupakan bagian
model pengembangan ADDIE yang dilakukan yaitu;
(1) Penyusunan instrumen lembar penilaian guru dan tanggapan siswa,
dilakukan sebagai alat evaluasi penilaian multimedia dari segi desain
instruksional dan tanggapan siswa sebagai pengguna multimedia.
Lembar penilaian guru dan tanggapan siswa ini divalidasi kepada
dosen pembimbing
(2) Tahap implementasi meliputi uji coba terbatas, hasil dari uji coba ini
digunakan untuk merevisi multimedia pembelajaran. Sesuai dengan
rancangan penelitian, uji coba ini hanya dibatasi pada uji coba
lapangan saja dan multimedia pembelajaran yang sudah direvisi akan
menjadi multimedia pembelajaran akhir.
(3) Tahap evaluasi ditujukan untuk menganalisis masing-masing tahapan
pengembangan yang telah dilakukan guna menarik kesimpulan
mengenai rumusan masalah penelitian, serta untuk menilai kualitas
produk akhir sesuai dengan kriteria-kriteria evaluasi terhadap
44
dipaparkan pada BAB II. Multimedia yang telah dievaluasi akan
dilakukan perbaikan guna memperoleh multimedia pembelajaran yang
memenuhi kebutuhan belajar siswa.
d. Diperoleh kesimpulan dari fase II, yakni hasil penilaian produk akhir yang
sesuai dengan kriteria-kriteria penilaian terhadap multimedia.
3. Meta-Inference
Setelah seluruh tahapan dilaksanakan, selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan dan saran.
C.Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran beberapa istilah penting yang ada
dalam penelitian ini, berikut adalah penjelasan terhadap istilah-istilah tersebut.
1. Multimedia pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud
pengajaran (Arsyad, 2007).
2. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan untuk
mengidentifikasi isu-isu ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti ilmiah dalam rangka proses untuk
memahami alam dan interaksi manusia dengan alam. Literasi sains terdiri atas
empat aspek yang berkaitan, yaitu konteks, konten, kompetensi, dan sikap.
(OECD, 2009).
3. Konten yang dimaksud adalah konsep dan teori fundamental untuk memahami
fenomena alam dan perubahannya (OECD, 2009). Konten pada penelitian ini
adalah konsep sel volta.
4. Konteks adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang mengandung
pengertian situasi dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan
aplikasi proses dan pemahaman konsep sains, misalnya kesehatan,
lingkungan, serta sains dan teknologi (OECD, 2009). Konteks yang dipilih
dalam penelitian ini adalah konteks yang berhubungan dengan sains dan
45
5. Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat
menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara
(Goldin, 2002:208). Dengan kata lain, Representasi merupakan sesuatu yang
mewakili, menggambarkan atau menyimbolkan obyek atau proses
Representasi dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain verbal, gambar,
grafis, animasi
D. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human
instrument). Dengan kata lain, alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peran
peneliti dalam human instrument adalah menetapkan fokus penelitian, memilih
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis
data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya sendiri. Validasi
terhadap human instrument dilakukan oleh peneliti itu sendiri (Sugiyono,
2009:59). Oleh karena itu, peneliti harus bisa mengevaluasi diri seberapa jauh
pemahaman terhadap metode penelitiannya, penguasaan teori dan wawasan
terhadap bidang yang diteliti serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Dalam
melakukan validasi human instrument dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh
dosen pembimbing.
Selain itu, Instrumen pendukung perlu dikembangkan untuk memperkuat
dan melengkapi data hasil temuan peneliti sebagai human instrument. Menurut
Sugiyono (2009:181), Instrumen dan teknik pengumpulan data dalam penelitian
dapat disesuaikan dengan fokus penelitian. Terdapat tiga fokus penelitian yang
diperoleh dari rumusan masalah, sehingga dalam penelitian ini dibutuhkan
minimal tiga instrumen pendukung untuk mengumpulkan data dalam menjawab
permasalahan penelitian.
1. Lembar catatan pengembangan multimedia pembelajaran (dokumentasi)
Untuk menjawab fokus penelitian yang pertama yaitu memperoleh
gambaran desain pengembangan multimedia yang akan ditampilkan. Fokus
permasalahan penelitian tersebut dapat diselesaikan melalui serangkaian proses
46
pengembangan multimedia pembelajaran agar tidak terdapat satu proses
pengembangan multimedia pembelajaran yang terlewat. Lembar catatan
pengembangan multimedia dapat membantu peneliti dalam mengorganisir data
yang terkait, sekaligus menjadi pedoman berisi data apa saja yang sudah tersedia
dan belum, dan data apa saja yang layak dianalisis atau yang telah dikonfirmasi
dengan sumber lain. Format pembuatan instrumen ini ditunjukkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.1 Format catatan pengembangan multimedia pembelajaran.
Data pengembangan
Rangkaian proses yang terdaftar dalam kolom data pengembangan multimedia
pembelajaran diperoleh dari studi literatur pengembangan multimedia
pembelajaran. Kolom pembuatan multimedia pembelajaran digunakan untuk
mengetahui apakah data pengembangan tersebut sudah dibuat atau belum. Kolom
kelayakan dan catatan perbaikan merupakan penilaian dan tanggapan dari dosen
pembimbing.
Kolom data pengembangan pembelajaran dalam tabel tersebut merupakan
rangkaian proses yang harus dilakukan dalam pengembangan multimedia
pembelajaran seperti analisis teks dasar dan identifikasi bentuk presentasi elemen
media.
a. Teks dasar dianalisis untuk menemukan proposisi mikro. Dari proposisi
mikro dapat dirangkai menjadi proposisi yang lebih makro. Menurut Setiadi
(2001:54) penurunan proposisi makro dapat dilakukan dengan menerapkan
aturan makro yaitu penghapusan, generalisasi dan konstruksi.
47
b. Tabel identifikasi bentuk presentasi elemen media merupakan bentuk analisis
elemen media yang akan ditampilkan dalam tampilan multimedia
pembelajaran. Tabel ini digabungkan dengan hasil analisis keterampilan
intelektual, teks dasar dan teks keluaran agar memudahkan proses analisis.
Kolom keterampilan intelektual berisi tindakan pedagogi penulis yang
dinterpretasi oleh pembaca menjadi keterampilan intelektual. Kolom teks
dasar digunakan untuk menampilkan materi yang bersifat teachable (mudah
diajarkan). Kolom teks keluaran berisi materi yang akan diinformasikan
kepada peserta didik yang bersifat accessible (mudah dipahami). Adapun
Kolom bentuk presentasi merupakan pengembangan teks keluaran dan
keterampilan intelektual yang diisi dengan memberi tanda checklist () pada
kolom teks, grafis diam, animasi, audio atau video. Jika pokok materi
memerlukan presentasi grafis diam atau menuntut presentasi visual sesuai
dengan tuntutan keterampilan intelektual, maka bentuk presentasi
mengandung unsur visual berupa gambar, ilustrasi, foto, grafik, sketsa, atau
bagan. Jika menyangkut proses, baik konkret maupun abstrak maka bentuk
presentasi merupakan bentuk video atau animasi yang dilengkapi audio. Jika
topik tidak menuntut visualisasi, bentuk presentasi pun tidak perlu
mengandung unsur visual baik grafis, video, audio maupun animasi. Kolom
catatan tampilan mendeskripsikan hal-hal yang akan ditampilkan pada layar
monitor untuk setiap frame materi. Kolom catatan tampilan akan
memudahkan dalam pengembangan storyboard.
Tabel 3.3 Format identifikasi bentuk presentasi elemen media
Keterampilan
2. Lembar Penilaian Kelayakan Multimedia dari Segi Desain Instruksional.
Instrumen yang digunakan untuk menjawab fokus penelitian yang kedua
yaitu kelayakan multimedia pembelajaran dilakukan dengan lembar penilaian
desain instruksional. Instrumen ini berisi tabel kriteria-kriteria penilaian dengan
skala pengukuran rating scale. Penggunaan rating scale lebih fleksibel, tidak
48
terhadap fenomena, seperti pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan, dan
lain-lain (Sugiyono, 2009:98). Isi di dalam lembar evaluasi merupakan elemen-elemen
media yang ditampilkan dalam multimedia pembelajaran berdasarkan indikator
penilaian segi desain instruksional, seperti ditunjukkan pada tabel 3.4. Penilaian
yang dilakukan berdasarkan masing-masing elemen media yang ditampilkan. Hal
tersebut dilakukan agar data yang diperoleh lebih menyeluruh dan memudahkan
pencarian bagian multimedia pembelajaran yang masih harus diperbaiki.
Tabel 3.4. Salah satu contoh isi dalam lembar penilaian
Menu yang dinilai
Instrumen yang digunakan untuk menjawab fokus penelitian yang terakhir
yaitu angket tanggapan siswa. Tanggapan siswa ditujukan untuk mengetahui
kualitas kontrol multimedia dan motivasi belajar siswa setelah menggunakan
multimedia pembelajaran. Angket yang diberikan untuk siswa menggunakan skala
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009:93).
E.Teknik Pengumpulan Data
Terdapat tiga jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Catatan pengembangan multimedia pembelajaran (dokumentasi)
Catatan pengembangan multimedia pembelajaran merupakan pedoman
data yang dimiliki peneliti dalam mengembangkan elemen-elemen media.
Teknik pengumpulan data pengembangan yang tertulis pada lembar catatan
pengembangan multimedia dilakukan dengan studi dokumentasi.
Dokumen-dokumen yang dapat digunakan untuk mengembangkan data tersebut antara lain
49
struktur makro teks, identifikasi keterampilan intelektual, transformasi presentasi
media dan dokumentasi dari penelitian sebelumnya untuk mengembangkan
data-data pengembangan multimedia yang lainnya. Setelah dokumen-dokumen yang
digunakan sebagai acuan pembuatan data-data pengembangan multimedia
diperoleh, selanjutnya data-data pengembangan tersebut dibuat dan
dikembangkan sendiri oleh peneliti sebagai human instrumen. Data
pengembangan multimedia tersebut divalidasi oleh dosen pembimbing. Validasi
dosen pembimbing dilakukan secara lisan yang kemudian ditulis peneliti dalam
lembar catatan pengembangan. Proses pengumpulan data dengan instrumen ini
dilakukan selama proses pengembangan multimedia berlangsung.
2. Data hasil penilaian uji kelayakan multimedia pembelajaran.
Data hasil penilaian digunakan untuk mengetahui kelayakan multimedia
dari segi instruksional instruksional. Teknik pengumpulan data penilaian
dilakukan dengan memberikan lembar penilaian dan multimedia dalam bentuk
CD. Selain dengan mengisi lembar penilaian, evaluasi juga dilakukan secara
lisan selama proses pengembangan elemen-elemen media sampai multimedia
akhirnya dinyatakan layak untuk diujicobakan dan menjadi produk akhir.
3. Data hasil angket tanggapan siswa.
Data hasil angket tanggapan siswa digunakan untuk mengetahui respon
dan tanggapan siswa sebagai pengguna multimedia pembelajaran. Teknik
pengumpulan data mengenai tanggapan siswa dilakukan dengan memberikan
angket tanggapan siswa dan multimedia pembelajaran dalam bentuk CD kepada
siswa kelas XII di salah satu sekolah di Kota Bandung. Data ini dikumpulkan
pada tahap implementasi uji coba terbatas.
F. Teknik Pengolahan Data.
Sesuai dengan instrumen maka terdapat tiga teknik analisis data, yaitu :
1. Pengolahan data catatan pengembangan multimedia pembelajaran.
Setelah data-data yang terdapat dalam catatan pengembangan multimedia
pembelajaran lengkap dan terkumpul, peneliti melakukan pemeriksaan data dan
50
dari hasil analisis data-data tersebut digunakan untuk menentukan bentuk elemen
media seperti apa yang sesuai untuk direpresentasikan ke dalam multimedia
pada konten sel volta dan konteks baterai ion-litium.
2. Pengolahan data penilaian.
Setelah data penilaian diperoleh, kemudian dilakukan pengolahan dan
analisis data. Pada tabel 3.4 terlihat bahwa lembar penilaian terdiri dari kolom
aspek penilaian dan kolom nilai untuk setiap menu dalam multimedia
pembelajaran. Pengolahan data dilakukan dengan merata-ratakan nilai dari aspek
penilaian untuk setiap menu tersebut. Nilai hasil rata-rata tersebut kemudian
diinterpretasikan dengan skala seperti pada tabel 3.5. Hasil penilaian juga
menghasilkan data kualitatif berupa saran dan komentar. Data kuantitatif dan
kualitatif yang diperoleh kemudian dianalisis. Teknik analisis data penilaian ahli
dilakukan dengan melakukan triangulasi sumber data. Teknik ini dilakukan
dengan cara memeriksa data kembali yang telah diperoleh melalui berbagai
sumber ahli. Data dari berbagai sumber ahli tersebut tidak dirata-ratakan tetapi
dideskripsikan berdasarkan pandangan dari sumber ahli tersebut (Sugiyono,
2009:127). Setelah data tersebut dianalisis maka akan diketahui bagian-bagian
multimedia yang harus diperbaiki dan dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai
kelayakan multimedia pembelajaran.
Tabel 3.5. Interpretasi nilai evaluasi.
Range nilai Kriteria Penilaian Keterangan
4 – 3,23 Layak Sangat baik, tidak perlu direvisi.
3,22 – 2,45 Cukup layak Baik, perlu revisi sebagian.
2,44– 1,67 Kurang layak Kurang baik, revisi sebagian, dan kaji ulang isi.
< 1,66 Tidak layak Tidak baik, revisi total
3. Pengolahan data angket tanggapan siswa
Setelah diperoleh data tanggapan siswa melalui angket, selanjutnya
dilakukan pengolahan dan analisis data sebagai berikut:
51
Tabel 3.6. Contoh rancangan pengolahan data angket tanggapan siswa.
Aspek
Rata-rata nilai untuk aspek attention (perhatian) ... 80 ..…
Menghitung jumlah frekuensi pilihan jawaban siswa (f) untuk setiap indikator penilaian
Mengalikan jumlah frekuensi pilihan siswa (f) dengan ketentuan pada tabel 3.7. Tabel 3.7. Konversi data angket Likert
Skala likert Nilai
Sangat Setuju (SS) f x 4
Setuju (S) f x 3
Tidak Setuju (TS) f x 2
Sangat Tidak Setuju (STS) f x 1
Mengakumulasikan nilai yang diperoleh pada setiap indikator.
Menghitung nilai maksimum dengan rumus :
Nilai maksimum = skor tertinggi tiap butir x jumlah responden
= 4 x jumlah responden
Menghitung persentase penilaian (P) dengan membagi antara nilai yang diperoleh hasil akumulasi dengan nilai maksimum. Secara umum, rumus
pengolahan data angket siswa adalah :
Merata-ratakan nilai persentase masing-masing indikator agar diperoleh nilai persentase untuk setiap aspek motivasi yaitu perhatian, relevansi, percaya diri
dan kepuasan.
52
Selain data berupa angka, diperoleh juga data kualitatif berupa kritik dan saran yang digunakan untuk merevisi produk agar lebih baik.
Tabel 3.8. Interpretasi persentase data angket siswa
Persentase (%) Kriteria
P = 0 Tak seorang pun siswa
0 < P < 25 Sebagian kecil siswa
25 ≤ P < 50 Hampir setengah siswa
P = 50 Setengah siswa
50 < P < 75 Sebagian besar siswa
75 ≤ P < 100 Hampir seluruh siswa
P = 100 Seluruh siswa
Sumber: Koentjaraningrat (1990)
Setelah data kuantitatif dan kualitatif diperoleh kemudian data dianalisis secara deskriptif dan ditarik kesimpulan mengenai tanggapan siswa setelah
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa
multimedia yang telah dikembangkan telah layak digunakan sebagai multimedia
pembelajaran penunjang pembelajaran yang berbasis literasi sains.
Berdasarkan analisis data penelitian dan pengembangan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis wacana teks bahan ajar diperoleh bahwa konten sel
volta dan konteks baterai ion-litium direpresentasikan untuk multimedia
pembelajaran meliputi: (1) Elemen media yang sesuai dengan teks untuk
bagian awal mengenai pencemaran lingkungan dan untuk konteks baterai
ion-litium direpresentasikan kedalam bentuk tayangan video, (2) Bentuk elemen
media yang sesuai untuk pokok materi sel elektrokimia yang memberikan
contoh reaksi spontan dan untuk konten sel volta direpresentasikan dalam
bentuk animasi, (3) Bentuk elemen media untuk materi pengertian baterai ion
litium direpresentasi ke dalam bentuk tampilan grafis tak bergerak, sedangkan
(4) isi teks lainnya dalam bahan ajar direpresentasikan ke dalam multimedia
pembelajaran dengan bahasa yang singkat, padat dan jelas tanpa mengurangi
makna.
2. Berdasarkan hasil angket penilaian guru menyatakan bahwa multimedia
pembelajaran yang telah dikembangkan dinilai dari segi desain instruksional
telah memenuhi prinsip pembelajaran dengan sangat baik, kriteria prinsip
pembelajaran meliputi aspek meningkatkan perhatian, menginformasikan
tujuan pembelajaran, merangsang pengetahuan awal siswa, menampilkan isi,
menyediakan panduan belajar, meningkatkan kinerja dan mengukur hasil
belajar dinilai dengan kategori sangat baik serta aspek menyediakan umpan
balik dinilai dengan kategori baik.
3. Berdasarkan analisis data angket tanggapan siswa diperoleh kesimpulan bahwa
82
multimedia pembelajaran ini. Hampir seluruh siswa (82,5%) dapat mengontrol
multimedia dengan sangat baik dan memberikan tanggapan yang baik terhadap
multimedia pembelajaran yang telah dikembangkan.
B.Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran
yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian
antara lain:
1. Memperkaya konten pembelajaran dengan konteks yang sesuai agar siswa
merasakan manfaat ilmu yang dipelajarinya dalam kehidupan
2. Sebaiknya guru menggunakan multimedia dalam pembelajaran baik dari
unduhan atau buatan sendiri sehingga memudahkan penyampaian materi yang
abstrak dan meningkatkan pemahaman siswa.
3. Melakukan penelitian lanjutan untuk mengimplementasikan multimedia ini
dalam proses pembelajaran dan membuat instrumen evaluasi terhadap
83
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., (2012). Pengantar Nanoteknologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Ariani, N., dan Haryanto, D., (2010). Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka
Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
________. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Brown. T. L., (2009). Chemistry The Central Science. 11th edition. Pennsylvania:
Prentice Hall
De Jong, O. (2006). Context- Based Chemical Education: How to Improve it?. [Online]. Tersedia di: http://www.iupac.org/publications/cei/vol8/0801x DeJong.pdf. [Diakses 23 februari 2014]
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA
Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang
Depdiknas.
Gagné, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of instructional
design (4th ed.). Forth Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College
Publishers.
Geissinger, H. (1997). Educational Software:Criteria for Evaluation. [Online]. Tersedia : http://www.ascilite.org.au/conferences/perth97/papers/
Geissinger/Geissinger.html .[Diakses 15 Agustus 2014].
Goldin, G. A. (2002). Representation in mathematical learning and problem solving. In L. D. English (Ed.), Handbook of international research in mathematics education. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. hlm. 197-218.
HAM, M. (2002). Ilmu Kimia 3. Bandung: Arcaya Media Utama.
Harman, K & Koohang, A. (2007). Learning Object and Instructional Design. California: Informing Science Press.
Hayat, B dan Suhendra, Y. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Hernani, Mudzakir, A., dan Aisyah. (2009). Membelajarkan Konsep Sains-Kimia Dari Perspektif Sosial Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP.Jurnal Pengajaran MIPA. hlm.1-26.
Holbrook, J. (1998). ”A Resource Book for Teachers of Science Subjects”.
84
Holbrook, J, & Rannikmae, M. (2009). The meaning of scientific literacy. International Journal of Environmental & Science Education, 4(3), 275-288
Ismail, M, et al. (2003). A Theoretical Review on Evaluation of Multimedia
Courseware. Proceedings of 2nd International Conference on
Measurement and Evaluation in Education. (ICMEE) (2003). 264 – 272.
Koentjaraningrat. (1990). Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Kruse, K. (2006). Gagne’s Nine Events of Instruction: An Introduction. [Online]. Tersedia: http://www.transformativedesigns.com/gagnes.html. Diakses [16 Agustus 2014]
Mayer, E.R and Moreno, R. (2002). Animation as an Aid to Multimedia Learning. Plenum Publishing Corporation. 1040-726X/02/0300-0087/0.
McMurry dan Fay. (2011). Chemistry Sixth Edition. New Jersey : Prentice Hall International.
Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Grasel, C., Ralle B. (2002). “Chemieim Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic
development of basic chemical concepts”.Makalah Simposium
Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Newby, T. J., Stepich, D. A., Lehman, J. D., & Russel J. D. (2006). Educational
Technology for Teaching and Learning. Upper Saddle River, NJ: Pearson
Merrill Prentice Hall.
OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework Key competencies in reading,
mathematics and science.[Online]. Tersedia:
http://www.oecd.org/dataoecd/11/40/44455820.pdf [1 November 2013].
OECD.(2013). PISA 2012 Assessment Framework. Key competencies in reading,
mathematics and science. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/ keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf. [1 November 2013].
Poulson, A. et al. (2008). „ARCS Model of Motivational Design‟. [Online]. Tersedia di: http://www.torreytrust.com/images/ITH_Trust.pdf. [Diakses 15 Agustus 2014].
Prayekti. (2006). “Penerapan Pendekatan Sains dan Teknologi Masyarakat pada Pembelajaran IPA di SD”. Pena Wiyata. Jurdik & Hum No.9 Tahun V,
85
Sadiman, A. S., Raharjo, R., Haryono, A., & Rahardjito. (2008). Media
Pendidikan : Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta :
Rajawali Press.
Setiadi, R. (2014). Penerapan Analisis Wacana Dalam Pengembangan Bahan Ajar. Workshop Penulisan Bahan Ajar. Bandung, Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, hlm.1-15.
Setiadi, R. dan Agus, A. (2001). Dasar-Dasar Pemrograman Software
Pembelajaran. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Shwartz, Y. Ben-Zvi, R. and Hofdtein, A. (2006). The use of scientific literacy
taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students.The royal society of chemistry. Chemistry education
research and practice, 2006, 7(4), 203-225.
Sodikin, N. dkk. (2013). Representasi Makroskopik, Submikroskopik dan Simbolik
Siswa Kelas XII di Sebuah SMA Negeri Kota Malang Terhadap Sistem dan Prinsip Kerja Sel Elektrokimia. [Online]. Tersedia di:
http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelD874C97FB36E5F940575B92A5CEB EFD9.pdf. [16 Oktober 2014]
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. ALFABETA.
Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.
Tavip, B .(2009). Multimedia Learning: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tashakkori, A dan Teddlie, C. (2003) Handbook of Mixed Methods in Social &
Behavioral Research. Thousand Oaks CA: Sage.
Toharudin, U, Hendrawati S, dan Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi
Sains Peserta Didik. Bandung: PT.Humaniora.
Welty, G. (2007). The “Design” Phase of The ADDIE Model. Journal of GXP
Compliance, 11 (4), hlm.40-48.
Whitten. (2004). General Chemistry 7th edition. Philadelphia: Saunders College
Publishing.
Yusmaita, E. (2013). Konstruksi Bahan Ajar Sel Volta Pada Baterai Li-Ion
Ramah Lingkungan Berbasis Literasi Sains. (Tesis). Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung