• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengatuh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol halusinasi Klien Dengan Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengatuh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol halusinasi Klien Dengan Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI

PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL

HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA

DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

Oleh:

I KETUT SUGIARSA

NIM. 1102105045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI

PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL

HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA

DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

I KETUT SUGIARSA

NIM. 1102105045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : I Ketut Sugiarsa

NIM : 1102105045

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan ataupun pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari ini dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, 2015 Yang membuat pernyataan,

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI

PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL

HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA DI

RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

I KETUT SUGIARSA

NIM. 1102105045

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI

PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL

HALUSINASI PADA KLIEN DENGAN SKIZOFRENIA

DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

OLEH:

I KETUT SUGIARSA

NIM. 1102105045

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI

PADA HARI: RABU

TANGGAL: 24 JUNI 2015

TIM PENGUJI

1. Made Diah Lestari, S.Psi., M.Psi (Ketua) ……….. 2. Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep (Sekretaris) ……….. 3. Ns. Ni Made Dian, M.kep, Sp.Kep (Pembahas) ………..

MENGETAHUI

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis diberikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M. Kes., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Made Diah Lestari, S.Psi., M.Psi. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat waktu.

(7)

5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

6. Teman-teman angkatan 2011 PSIK A (Achillessextavortouz/Chivor) yang memberikan motivasi kepada penulis, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

2.3 Konsep Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) ... 27

2.3 TAK Stimulasi Persepsi Pada Pasien Halusinasi ... 38

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 55

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 56

3.3 Hipotesis ... 58

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 59

4.2 Kerangka Kerja ... 61

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 62

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian, dan Sampel... 63

4.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ... 65

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 68

(9)

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 95 6.2 Saran ... 96

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.Definisi Operasional Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali ... 74

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 74

Tabel 5.2. Distribusi Frekensi Responden Berdasarkan Umur ... 74

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 75

Tabel 5.4. Kemampuan Afektif Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol 76

Tabel 5.5. Kemampuan Kognitif Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol 77

Tabel 5.6. Kemampuan Psikomotor Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 75

Tabel 5.7. Distribusi Frekensi Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada kelompok Perlakuan Sebelum DiberikanTAK Stimulasi Persepsi ... 79

Tabel 5.8. Pretest Distribusi Frekensi Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada kelompok Kontrol Yang Tidak DiberikanTAK Stimulasi Persepsi ... 79

(11)

Tabel 5.10. Posttest Distribusi Frekensi Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada kelompok Kontrol Yang Tidak DiberikanTAK Stimulasi Persepsi ... 80

Tabel 5.11. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rang Pada Kelompok Perlakuan . 81

Tabel 12. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Pada Kelompok Kontrol ... 82

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Rentang Respon Neurobiologis ... 26

Gambar 3.1.Kerangka Konsep pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dalam mengontrol halusinasi pada klien dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Bali... 55

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Rancangan Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 3. Penjelasan Penelitian

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 5. Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 6. Lembar Data Demografi

Lampiran 7. SOP Terapi AKtivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

Lampiran 8. Lembar Observasi Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Lampiran 9. Lembar Observasi afektif, Kognitif, dan Psikomotor

Lampiran 10. Lembar Hasil Uji Statistik Lampiran 11. Master Tabel

(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. TAK = Terapi Aktivitas Kelompok

2. DSM-IV-TR = Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition

3. WHO = World Health Organization

4. NIMH = National Institute of Mental Health

5. SOP = Standard Operational Procedure

6. DISC = Disrupted in Schizophrenia

7. RGS4 = G-Protein Signalling-4

8. PRODH = Prolyne Dehidrogenase

9. NRG-1 = Neuregulin-1

(15)

RANCANGAN ANGGARAN PENELITIAN

A. Persiapan

1. Pra proposal Rp 50.000,00

2. Penyusunan proposal Rp 200.000,00

3. Presentasi proposal Rp 500.000,00

4. Pembelian aromaterapi kenanga 3x25 ml Rp 200.000,00 B. Pelaksanaan

1. Pengurusan izin Rp 100.000,00

2. Persiapan alat (checklist dan lembar observasi) Rp 30.000,00

3. Transportasi Rp 200.000,00

4. Honor peneliti pendamping 5 orang Rp 750.000,00

5. Pengambilan data Rp 50.000,00

C. Tahap Akhir

1. Penyusunan skripsi Rp 200.000,00

2. Penggandaan skripsi Rp 200.000,00

3. Presentasi skripsi Rp 500.000,00

4. Revisi laporan Rp 200.000,00 +

(16)

PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Skizofrenia

Peneliti : I Ketut Sugiarsa

NIM : 1102105045

Pembimbing : 1. Made Diah Lestari, S.Psi., M.Psi . 2. Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep

Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Saudara diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi ini sepenuhnya bersifat sukarela. Saudara boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau mengajukan keberatan atas penelitian ini kapanpun tanpa ada konsekuensi dan dampak negatif. Sebelum Saudara memutuskan, saya akan menjelaskan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada klien dengan skizofrenia Penelitian ini digunakan sebagai bahan informasi dan rujukan bagi keperawatan jiwa guna untuk bisa mengontrol halusinasi pada klien dengan skizofrenia.

2. Semua catatan yang berhubungan dengan penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya. Hasil penelitian ini akan digunakan pada tempat peneliti belajar dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas Saudara.

3. Saudara bersedia untuk mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh peneliti. 4. Jika Saudara sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi dalam

penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani lembar persetujuan yang telah dilampirkan.

(17)

Denpasar, Juni 2015 Peneliti,

I Ketut Sugiarsa

(18)

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Denpasar, Juni 2015 Kepada

Yth. Calon responden di tempat.

Dengan hormat,

Saya Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Skizofrenia”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dalam mengontrol halusinasi pada klien dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Untuk tujuan tersebut, peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara agar mengisi pedoman pengumpulan data yang telah disediakan dan peneliti menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Bapak/Ibu/Saudara, informasi yang diberikan hanya dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan jiwa dan tidak akan digunakan untuk tujuan lain.

Atas kesedian dan kerjasamanya peneliti ucapkan terima kasih.

(19)

Peneliti

(20)

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya telah mendapatkan penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Klien Dengan Skizofrenia.”

Saya mengerti bahwa diri saya akan diminta untuk mengikuti prosedur tindakan pada penelitian.

Saya mengerti catatan mengenai data penelitian ini akan dirahasiakan, dan kerahasiaan ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas saya tidak akan ditulis di data penelitian dan akan tersimpan secara terpisah.

Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya sanksi atau kehilangan hak-hak saya.

Saya telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau mengenai peran serta saya dalam penelitian ini dan telah dijawab serta dijelaskan secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangai Surat Persetujuan Menjadi Responden.

Denpasar, Juni 2015 Responden Nama :

(21)
(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996, kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011). Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, memperhatikan semua segi kehidupan dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stres kehidupan dengan wajar, mampu bekerja dengan produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam masyarakat, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2005).

(23)

2

populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun. Meskipun insiden rendah (3-10,000), prevalensinya tinggi disebabkan oleh kronisitas. Skizofrenia diseluruh dunia diderita kira-kira 24 juta orang, setiap tahun, satu juta orang melakukan bunuh diri dan dilaporkan dari 10-20 milyar kasus terdapat usaha untuk bunuh diri. Lebih dari 50 % pasien skizofrenia tidak mendapatkan penanganan. Sembilan puluh persen penderita skizofrenia berada di negara berkembang. Prevalensi penderita skizofrenia antara laki-laki dan perempuan sama. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset adalah 15-35 tahun, 50% kasus terjadi sebelum usia 25 tahun (Sadock, I, Kaplan, & Sadock, 2010).

Bersarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) prevalensinya 0,17 %. Daerah paling banyak pasien gangguan jiwa di Indonesia adalah Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh yang mencapai 0,27 %. Bali sendiri berada di urutan ke empat dengan prevalensi skizofrenia sebesar 0,23 % (Kemenkes, 2013).

(24)

3

rawat inap mengalami peningkatan sebanyak 40 pasien sehingga jumalah pasien di rawat inap menjadi 503 pasien. Pada Bulan September kejadian skizofrenia mengalami peningkatan di ruang poli jiwa sebanyak 655 pasien dan di IRD 86 pasien, mengalami penurunan di ruang rawat inap dan total jumlah pasien sebanyak 487 pasien. Dari data diatas didapatkan kesimpulan bahwa setiap bulannya terjadi fluktuasi pasien dengan skizofrenia. Jumlah paling tinggi pada Bulan Agustus (RSJP Bali, 2014).

Skizofrenia adalah gangguan mental jangka panjang dan berat, yang ditandai dengan persepsi psikosis-terdistorsi dari dunia nyata. Orang yang didiagnosis menderita skizofrenia mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak teratur, kurangnya emosi, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan kesulitan yang signifikan dalam menyelesaikan sekolah, memegang pekerjaan, atau hidup secara mandiri. Gangguan ini paling mungkin muncul selama masa remaja atau dewasa awal. Skizofrenia masih belum sepenuhnya dipahami oleh para profesional kesehatan mental atau peneliti medis (Frey, 2009).

(25)

4

Akibat dari halusinasi adalah risiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya (Prabowo, 2014). Berdasarkan hal tesebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan halusinasi. Salah satu upaya tersebut adalah TAK Stimulasi persepsi. TAK stimulasi persepsi merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. TAK stimulasi persepsi ini dapat mengontrol halusinasi yang dilami pada pasien skizoprenia (Isnaeni, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Candra, Rikayanti dan Sudiantara (2014) didapatkan bahwa terapi okupasi aktivitas menggambar berpengaruh secara signifikan terhadap gejala halusinasi. Terapi okupasi aktivitas menggambar adalah suatu hal yang tepat jika diberikan pada klien dengan skizorenia. Sampel yang digunakan sebanyak 30 orang dengan nilai p=0,000, p<0,010, dan didapatkan kesimpulan bahwa terapi okupasi aktivitas menggambar terbanyak dalam katergori sedang yaitu 15 orang (50%). Gejala halusinasi yang dialami pasien skizofrenia setelah diberikan terapi okupasi aktivitas menggambar terbanyak dalam kategori ringan yaitu 21 orang (70%).

(26)

5

Analisi yang digunakan adalah Wilcoxom Signed Rank Test diperoleh nilai Z sebesar -4,53 dengan p-value sebesar (p<0,05) dengan sampel berjumlah 34 sampel. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Angreani, Lila Novita Sultan, dan Afrida (2012) di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran terhadap responden sebelum dan setelah dilakukannya TAK stimulasi persepsi. Pada penelitian ini statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi dan persentase untuk mengetahui perbedaan tingkat kontrol halusinasi sebelum dan sesudah diberikan TAK stimulasi persepsi yaitu dengan uji statistik Wilcoxon Sign Ranks Test. Dari uji ini didaptkan hasil 0,005 yang artinya 0,005 ≤ 0,05, maka H1 diterima.

1.2Rumusan Masalah

Apakah pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dalam mengontrol halusinasi pada klien dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(27)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.

b. Mengidentifikasi kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotor pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

c. Mengidentifikasi kemampuan mengontrol halusinasi yang di alami oleh klien dengan skizofrenia pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

d. Mengidentifikasi kemampuan mengontrol halusinasi pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

e. Menganalisis adanya perbedaan kemampuan mengontrol halusinasi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

f. Menganalisis adanya pengaruh kemampuan mengontrol halusinasi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

(28)

7

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi perkembangan Ilmu Keperawatan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan acuan bagi ilmu pengetahuan tentang pengaruh TAK stimulasi persepsi halusinasi.

2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

Dapat dijadikan sebagai gambaran tentang pengaruh pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi dan diharapkan pelaksanaan TAK menjadi salah satu terapi modalitas rutin dan membudaya di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

3. Bagi masyarakat.

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bagi masyarakat agar dapat memberikan dukungan sosial kepada keluarga dan pasien halusinasi.

4. Bagi penelitian berikutnya.

(29)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Definisi

Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti „terpotong‟ atau „terpecah‟ dan phrēn yang berarti pikiran, sehingga skizofrenia berarti pikiran yang terpecah (Veague, 2007). Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya adalah gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi (Wiramihardja, 2007).

(30)

9

satu jenis kelainan mental yang mengacaukan hampir seluruh fungsi manusia yang mencakup fungsi berpikir, persepsi, emosi, motivasi, perilaku, dan sosial.

2.1.2 Etiologi

Skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab skizofrenia telah diselidiki dan menghasilkan beraneka ragam pandangan. Sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor – faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, atau abnormalitas dalam

lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini. Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan seperti pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan atau stree-vulnerability model.

a. Pendekatan biologis

Pada pendekatan biologis menyangkut faktor genetik, struktur otak, dan proses biokimia sebagai penyebab skizofrenia (Halgin, 1997).

1. Teori genetik

(31)

10

Health (NIMH) pada keluarga penderita skizofrenia yang menyatakan bahwa

skizofrenia muncul pada 10% populasi yang memiliki keluarga dengan riwayat skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Berdasarkan American Journal of Medical Genetic, menyatakan bahwa apabila kedua

orang tuanya mengidap skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami skizofrenia adalah sebesar 40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang menderita skizofrenia (Semiun, 2006). Beberapa tahun terakhir telah diteliti mengenai gen yang spesifik berkontribusi terhadap timbulnya skizofrenia. Gen-gen tersebut di antaranya adalah Disrupted in Schizophrenia (DISC), G-Protein Signalling-4 (RGS4), Prolyne Dehidrogenase (PRODH), dan Neuregulin-1 (NRG-1) (Harrison & Owen,

2003). Dengan adanya kelainan gen-gen tersebut maka akan berpengaruh terhadap sintesis protein, misalnya akan menyebabkan disfungsi protein yang membentuk kompleks reseptor NMDA. Tentu saja hal ini akan menyebabkan hipofungsi reseptor NMDA yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala psikosis (Harrison & Owen, 2003).

(32)

11

lingkungan individu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses perkembangan skizofrenia. Ada kemungkinan jika individu-individu yang hubungannya lebih erat memiliki lingkungan yang sama. Dengan begitu, tidak bisa disimpulkan dengan pasti mengenai satu dasar genetik pada skizofrenia. Selain itu juga, faktor-faktor genetik tidak dapat menjelaskan semua kasus skizofrenia. Dapat dikatakan jika gen-gen tersebut hanya meningkatkan kerentanan seseorang untuk menjadi seorang dengan skizofrenia.

2. Teori neurostruktural

Berdasarkan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan A computed tomography (CT) scan otak pada orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan ada tiga tipe abnormalitas struktural, yaitu pembesaran pada ventrikel otak, atrofi kortikal, dan asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry) (Semiun, 2006).

a) Pembesaran pada ventrikel otak

(33)

12

2012). Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan otak kehilangan sel–sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya dibandingkan otak yang normal.

b) Atrofi kortikal

Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia dapat terjadi pada seseorang yang kehilangan jaringan otak yang bersifat degeneratif atau progresif, kegagalan otak untuk berkembang normal, dan juga karena infeksi virus pada otak ketika masa kandungan (Nevid, 2012). Atrofi juga menyebabkan kerusakan suci yang menutupi selaput otak atau pembesaran celah antara bagian-bagian otak. Sebanyak 20 hingga 35% orang dengan skizofrenia mengalami kelainan ini (Semiun, 2006).

c) Asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry)

Pada orang normal, sisi kiri otak lebih besar daripada sisi kanan, tetapi kondisi yang terbalik terjadi pada orang-orang dengan skizofrenia. Padahal otak kiri bertanggung jawab dalam kemampuan bahasa, sedangkan otak kanan bertanggung jawab dalam kemampuan spasial. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam memahami masalah-masalah kognitif pada pasien skizofrenia.

3. Teori biokimia

(34)

13

dopamin neuron pada jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif. Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan penurunan regulasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif (Harrison & Owen, 2003).

Banyak literatur yang menyatakan hubungan peningkatan aktivitas dari neurotransmiter dopamin dengan skizofrenia. Tingginya konsentrasi dopamin yang ditemukan di daerah korteks pada lobus frontalis berperan dalam mengintegrasikan fungsi manusia (Semiun, 2006). Konsentrasi dopamin yang tinggi menyebabkan aktivitas neurologis yang tinggi dalam otak, sehingga memunculkan simptom-simptom skizofrenia. Tingginya aktivitas dopamin menyebabkan rangsangan yang tinggi pada daerah khusus pada otak, rangsangan tersebut mengganggu fungsi kognitif yang kemudian mengakibatkan halusinasi dan delusi. Penjelasan ini yang mengemukakan hubungan antara faktor biokimiawi dan faktor kognitif.

Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas dopamin (Semiun, 2006).

1. Konsentrasi dopamin yang tinggi

2. Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamine

(35)

14

Pada orang dengan skizofrenia ditemukan memiliki jumlah reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Penurunan drastis jumlah reseptor dopamin pada laki-laki terjadi pada usia antara 30-50 tahun, sedangkan pada perempuan penurunan jumlah reseptor terjadi perlahan-perlahan. Teori ini dapat menjadi penjelasan mengenai perbedaan onset yang terjadi pada laki-laki dan perempuan (Semiun, 2006).

b. Teori psikogenik

Teori psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar manusia yang mengecewakan.

c. Stress-Vulnerability Model

Pendekatan ini meyakini bahwa orang – orang tertentu yang memiliki kerentanan genetis terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia jika mereka hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stres (Semiun, 2006). Peristiwa dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini.

2.1.3 Gejala Positif Skizofrenia

(36)

15

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun klien tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan (stimulus). Misalnya klien mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan ditelingannya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikiran, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicara kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.

f. Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

2.1.4 Gejala Negatif Skizofrenia

(37)

16

a. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan siri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Pola pikir stereotip

2.1.5 Jenis Skizofrenia

Adapun jenis-jenis dari skizofrenia adalah (Videbeck, 2011) :

a. Skizofrenia Paranoid

Jenis skizofrenia dimana penderitanya mengalami bayangan dan khayalan tentang penganiayaan dan kontrol dari orang lain dan juga kesombongan yang berdasarkan kepercayaan bahwa penderitanya itu lebih mampu dan lebih hebat dari orang lain.

b. Skizofrenia Tak Teratur

(38)

17

c. Skizofrenia Katatonia

Jenis skizofrenia yang ditandai dengan berbagai gangguan motorik, termasuk kegembiraan ekstrim dan pingsan. Orang yang menderita bentuk skizofrenia ini akan menampilkan gejala negatif: postur katatonik dan fleksibilitas seperti lilin yang bisa di pertahankan dalam kurun waktu yang panjang. Skizofrenia Tanpa Kriteria / Golongan yang jelas Jenis skizofrenia dimana penderita penyakitnya memiliki delusi, halusinasi dan perilaku tidak teratur tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, tidak teratur, atau katatonik.

d. Skizofrenia Residual

Skizofrenia residual akan di diagnosis ketika setidaknya epsiode dari salah satu dari empat jenis skizofrenia yang lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak mempunyai satu pun gejala positif yang menonjol.

2.1.6 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi (Maramis, 2009):

a. Gangguan pada isi pikiran

(39)

18

pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.

b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi

Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.

c. Gangguan persepsi halusinasi

(40)

19

d. Gangguan afeksi (perasaan)

Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya.

e. Gangguan psikomotor

Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.

2.1.5 Penatalaksanaan

2.1.5.1 Psikofarmakologi

(41)

20

dikenal sebagai neuroleptik, diresepkan untuk keberhasilan dalam mengurangi gejala psikotik (Videbeck, 2011).

Semakin tua, atau konvensional, obat antipsikotik merupakan antagonis dopamin. Yang lebih baru, atau atipikal, obat antipsikotik ada dua yaitu dopamin dan serotonin antagonis. Para antipsikotik konvensional menargetkan tanda-tanda positif skizofrenia, seperti delusi, halusinasi, pikiran terganggu, dan gejala psikotik lainnya, tetapi tidak memiliki efek pada tanda-tanda negatif. Para antipsikotik atipikal tidak hanya mengurangi gejala positif tetapi juga, mengurangi tanda-tanda negatif kurangnya kemauan dan motivasi, penarikan sosial, dan anhedonia (Videbeck, 2011).

2.1.5.2 Pengobatan Psikososial

Selain pengobatan farmakologis, banyak mode lain dari pengobatan untuk membantu orang dengan skizofrenia. Terapi individu atau kelompok, terapi keluarga, pendidikan keluarga, dan pelatihan keterampilan sosial dapat dilembagakan untuk klien baik rawat inap dan pengaturan masyarakat.

(42)

21

Klien dengan skizofrenia dapat meningkatkan kompetensi sosial mereka dengan pelatihan keterampilan sosial, yang diterjemahkan ke dalam fungsi yang lebih efektif di masyarakat. Pelatihan keterampilan sosial dasar melibatkan perilaku sosial yang kompleks menjadi langkah-langkah sederhana, berlatih melalui role-playing, dan menerapkan konsep-konsep pengaturan dalam masyarakat atau dunia nyata. Pelatihan adaptasi kognitif digunakan untuk mendukung lingkungan yang dirancang untuk meningkatkan fungsi adaptif dalam pengaturan rumah. Individual disesuaikan mendukung lingkungan seperti tanda-tanda, kalender, perlengkapan kebersihan, dan wadah pil isyarat klien untuk melakukan tugas-tugas yang terkait (Velligan, et al., 2006).

Sebuah terapi baru, cognitive enhancement therapy (CET), menggabungkan pelatihan kognitif berbasis komputer dengan sesi kelompok yang memungkinkan klien untuk berlatih dan mengembangkan keterampilan sosial. Pendekatan ini dirancang untuk memulihkan atau memperbaiki defisit sosial dan neurokognitif klien, seperti perhatian, memori, dan pengolahan informasi. Latihan pengalaman membantu klien untuk mengambil perspektif orang lain, daripada fokus sepenuhnya pada diri. Hasil positif dari CET meliputi peningkatan stamina mental, aktif bukan pasif pengolahan informasi, dan negosiasi spontan dan tepat tantangan sosial tanpa latihan (Hogarty, Hogarty, Greenwald, Keshavan, & Eack, 2011)

(43)

22

faktor yang meningkatkan hasil bagi klien, keterlibatan keluarga sering diabaikan oleh para profesional perawatan kesehatan. Keluarga sering memiliki waktu yang sulit menghadapi kompleksitas dan konsekuensi dari penyakit klien. Hal ini menciptakan stres di antara anggota keluarga yang tidak menguntungkan bagi anggota klien atau keluarga. Pendidikan keluarga membantu untuk membuat anggota keluarga bagian dari tim pengobatan.

2.2 Pengertian Halusinasi

2.2.1 Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang apa pun pada pancaindra seseorang,yang terjadi pada kesadaran sadar/bangun dasarnya munkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1990). Oleh karena itu secara singkat halusinasi adalah persepsi atau pengalaman palsu.

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010).

2.2.2 Jenis Halusinasi

Menurt Stuart (2007), halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

(44)

23

yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan : karakteristiknya yaitu dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun atau panorama yang luas dan kompleks, penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu : karakteristiknya ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba : karakteristiknya ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap : karakteristiknya ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.

f. Halusinasi sinestetik : karakteristiknya ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine (Prabowo, 2014).

2.2.3 Fase Halusinasi

(45)

24

a. Tahap I (comforting):

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Condeming):

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol, menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaitu dengan terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas (Dermawan & Rusdi, 2013).

c. Tahap III (Controlling):

(46)

25

sensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering):

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan (Prabowo, 2014).

2.2.4 Rentang Respon

(47)

26

2.2.5 Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan pasien dengan halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu :

a. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT).

b. Terapi aktivitas kelompok (TAK).

c. Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obatan antipsikosis. Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2007)

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adatif Respon Maladatif

Pikiran logis

(48)

27

2.3 Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok

2.3.1 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok

aktivitas kelompok merupakan suatu terapi yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep, 2009).

Terapi akitivitas kelompok adalah suatu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan oleh perawat kepada sekelompok pasien dengan masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai targen asuhan (Keliat,2005).

Dapat disimpulakan terapi aktivitas kelompok adalah suatu terapi yang dilakukan oleh sekelompak pasien dengan masalah keperawatan yang sama sehingga dapat meningkatkan hubungan antar anggota dan dipimpin oleh perawat atau terapis dengan melakukan aktivitas ditujukan untuk terapai, dan kelompok digunakan untuk target asuhan.

2.3.2 Jenis Terapi Aktivitas Kelompok

(49)

28

2.3.2.1 Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi kemampuan mengontrol halusinasi adalah TAK yang diberikan dengan memberikan stimulus pada pasien halusinasi sehingga pasien bisa mengontrol halusinasinya (Purwaningsih dan Karlina, 2010).

Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan respons klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan); stimulus dari tiga puluh dua pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptif atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus. Menurut Keliat (2005) TAK : Stimulasi Persepsi ada 5 sesi yakni sesi 1: mengenal halusinasi, sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3 :mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan cara bercakap-cakap, sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

(50)

29

memusatkan perhatian, meningkatkan kemampuan intelektual, dan mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain.

2.3.3 Komponen Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Stuart & Laraia (2005) komponen kelompok terdiri dari delapan aspek, yaitu sebagai berikut.

2.3.3.1Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.

2.3.3.2Besar Kelompok

(51)

30

2.3.3.3Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, 2005). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/ dua kali per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

2.3.3.4 Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.

Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.

Elemen penting observasi komunikasi verbal dan nonverbal (Stuart & Laraia, 2005)

a. Komunikasi setiap anggota kelompok

b. Rancangan tempat dan duduk (setting)

(52)

31

d. Frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi

e. Kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok

f. Proses penyelesaian masalah terjadi

2.3.3.5 Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu (Stuart & Laraia, 2005) maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.

2.3.3.6 Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.

2.3.3.7 Norma Kelompok

(53)

32

Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.

2.3.3.8 Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini memengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.

2.3.4 Prinsip Terapi Aktivitas Kelompok

Prinsip memilih klien untuk Terapi aktivitas kelompok Menurut Keliat (2005) adalah sebagai berikut :

a. Gejala sama

(54)

33

sosialisasi, kerjasama, maupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai apabila klien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerja sama atau berbagi dalam proses terapi.

b. Kategori sama

dalam artian klien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Klien yang dapat diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok adalah klien akut skor rendah sampai klien tahap promotion. Bila dalam satu terapi klien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.

c. Jenis kelamin

Pengalamn terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pada klien dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi daripada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.

d. Kelompok umur hampir sama

Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar klien.

e. Jumlah efektif adalah 7-10 orang per-kelompok terapi

(55)

34

terlalu sedikitpun trapi akan terasa sepi interaksi dan tujuannya sulit tercapai.

2.3.6 Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok pada penderita skizofrenia adalah

a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.

b. Tugas sebagai leader dan coleader

Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.

(56)

35

Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

d. Tugas sebagai observer

Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon penderita,mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota kelompok yang drop out.

e. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi.

Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok, kurangnya keterbukaan resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

f. Program antisipasi masalah

(57)

36

2.4 TAK Stimulasi Persepsi Pada Pasien Halusinasi

Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi dilakukan lima sesi yang melatih kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya. Kelima sesi tersebut akan peneliti paparkan dalam pedoman pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi sebagai berikut :

a. Sesi 1 mengenal halusinasi 1) Tujuan

a) Klien dapat mengenal halusinasi.

b) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi c) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi

d) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. 2) Setting

a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat a) Spidol

b) Papan tulis/whiteboard/flipchart 4) Metode

a) Diskusi dan tanya jawab b) Bermain peran/simulasi 5) Langkah kegiatan

(58)

37

(1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi

(2) Membuat kontrak dengan klien

(3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan b) Orientasi

(1) Salam terapeutik.

(a) Salam dari terapis kepada klien

(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama) (c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan

nama).

(2) Evaluasi/validasi : Menanyakan perasaan klien saat ini (3) Kontrak

(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.

(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :

I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

II. Lama kegiatan 45 menit.

III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja

(59)

38

isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.

(2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.

(3) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.

(4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari halusinasi yang dialami.

d) Tahap terminasi (1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK (b) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Tindak lanjut

Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi halusinasi.

(3) Kontrak yang akan datang

(a) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi. (b) Menyepakati waktu dan tempat

6) Evaluasi dan dokumentasi

(60)

39

TAK. Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Formulir evaluasi tersedia pada lampiran berikutnya.

b) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan geram). Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan kepada perawat.

b. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik. 1) Tujuan

a) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.

b) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi. c) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi. 2) Setting

a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat

(61)

40

4) Metoda

a) Diskusi dan tanya jawab. b) Bermain peran/simulasi. 5) Langkah kegiatan

a) Persiapan

(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 1.

(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. b) Orientasi

(1) Salam terpaeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Klien dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi.

(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan.

(3) Kontrak.

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.

(b) Menjelaskan aturan main berikut :

I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

(62)

41

III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja :

(1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.

(2) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita.

(3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.

(4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu : “Pergi,

jangan ganggu saya”, “Saya mau bercakap-cakap dengan…”.

(5) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapatkan giliran.

(6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.

d) Tahap terminasi (1) Evaluasi.

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

(63)

42

(2) Rencana tindak lanjut.

(a) Terapis menganjurkan setiap anggota kelompok untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul. (b) Memasukkan kegiatan menghardik pada jadwal kegiatan harian

klien.

(3) Kontrak yang akan datang.

(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

(b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

6) Evaluasi dan dokumentasi

a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2, dievaluasi kemampuan klien mengatasi halusinasi dengan menghardik menggunakan formulir evaluasi.

(64)

43

menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal).

c. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan. 1) Tujuan

a) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.

b) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

2) Setting

a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat

a) Buku catatan dan pulpen. b) Jadwal kegiatan harian klien.

c) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart 4) Metode

a) Diskusi dan tanya jawab.

b) Bermain peran/simulasi dan latihan. 5) Langkah kegiatan

a) Persiapan

(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2.

(65)

44

b) Orientasi

(1) Salam terapeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Peserta dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi.

(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.

(b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

(c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik halusinasi.

(3) Kontrak:

(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.

(b) Menjelaskan aturan main berikut :

I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

II. Lama kegiatan 45 menit.

III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja

(66)

45

(2) Terapis meminta setiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan ditulis di whiteboard.

(3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama di whiteboard.

(4) Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard.

(5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.

(6) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan. d) Tahap terminasi

(1) Evaluasi.

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.

(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Rencana tindak lanjut.

(67)

46

(3) Kontrak yang akan datang.

(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat. 6) Evaluasi dan dokumentasi

a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3 dievaluasi kemampuan klien mencegah timbulnya halusinasi dengan melakukan kegiatan harian, dengan menggunakan formulir evaluasi. b) Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan

proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.

d. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. 1) Tujuan

a) Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.

(68)

47

2) Setting

a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. b) Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat

a) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen. b) Fliphchart/Whiteboard dan spidol. 4) Metoda

a) Diskusi dan tanya jawab b) Bermain peran/simulasi 5) Langkah kegiatan

a) Persiapan

(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3.

(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. b) Orientasi

(1) Salam terpaeutik:

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Peserta dan terapis memakai papan nama. (2) Evaluasi/validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.

(69)

48

(3) Kontrak

(a) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :

I. Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

II. Lama kegiatan 45 menit.

III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal samapai selesai. c) Tahap kerja

(1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.

(2) Terapis meminta setiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap.

(3) Terapis meminta setiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.

(4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul, “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster, saya mau ngobrol tentang kapan saya

boleh pulang”.

(5) Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya.

(6) Berikan pujian atas keberhasilan klien.

(70)

49

d) Tahap terminasi (1) Evaluasi

(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. (b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah

dilatih.

(c) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Rencana tindak lanjut

Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap. (3) Kontrak yang akan datang

(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

(b) Terapis menyepakati waktu dan tempat 6) Evaluasi dan dokumentasi

a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi persepsi halusinasi sesi 4, dievaluasi kemampuan mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, yaitu dengan menggunakan formulir evaluasi.

(71)

50

lancar bercakap-cakap dengan orang lain. Anjurkan klien bercakap-cakap dengan perawat dan klien lain di ruang rawat.

e. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat. 1) Tujuan

a) Klien memahami pentingnya patuh minum obat. b) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat. c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat. 2) Setting

a) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran b) Ruangan nyaman dan tenang

3) Alat

a) Jadwal kegiatan harian klien b) Flipchart/whiteboard dan spidol. c) Beberapa contoh obat.

4) Metoda

a) Diskusi dan tanya jawab b) Melengkapi jadwal harian. 5) Langkah kegiatan

a) Persiapan

(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang telah mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4.

(72)

51

b) Orientasi

(1) Salam terpaeutik

(a) Salam dari terapis kepada klien.

(b) Peserta dan terapis memakai papan nama (2) Evaluasi/validasi

(a) Menanyakan perasaan klien saat ini

(b) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan dan bercakap-cakap).

(3) Kontrak

(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

(b) Menjelaskan aturan main berikut :

I. Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

II. Lama kegiatan 45 menit.

III. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. c) Tahap kerja

(1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh, karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.

(73)

52

(3) Terapis meminta setiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard.

(4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.

(5) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.

(6) Berikan pujian pada klien yang benar.

(7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di whiteboard).

(8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard).

(9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah halusinasi/kambuh.

(10) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian halusinasi/kambuh.

(11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.

(12) Memberi pujian setiap kali klien benar. d) Tahap terminasi

(1) Evaluasi

(74)

53

(b) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.

(c) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok. (2) Rencana tindak lanjut

Menganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.

(3) Kontrak yang akan datang

(a) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.

(b) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.

6) Evaluasi dan dokumentasi

(a) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang diharapkan adalah menyebutkan lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi terdapat pada lampiran berikutnya.

(75)

54

Gambar

Gambar 1 Rentang Respon Neurobiologis

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Menyatakan dengan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada pengaruh dan perbedaan yang efektif terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Halusinasi, Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat adalah kegiatan terapi yangdilakukan secara berkelompok

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sihotang (2010), dengan judul Pengaruh Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di rumah sakit

Berdasarkan penelitian mengenai gambaran kemampuan mengontrol halusinasi pada klien skizofrenia di ruang rawat inap rumah sakit jiwa daerah Provinsi Jambi tahun 2017

Hasil penelitian ini dapat memperkuat dalam penyusunan standar operasional prosedur terapi aktivitas kelompok pada pasien halusinasi untuk mengontrol halusinasi dengan

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sihotang (2010), dengan judul Pengaruh Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di Rumah Sakit

Terapi aktivitas kelompok TAK stimulasi persepsi merupakan salah satu terapi yang bisa diberikan pada pasien dengan perilaku kekerasan Latihan TAK stimulasi persepsi adalah suatu terapi