Contents iv
List of Tables v
List of Figures vi
1 Mathematics Proof Method
Metode Pembuktian Matematis 1
1.1 Direct Proof
Bukti Langsung . . . 3 1.2 Indirect Proof
Bukti Tak Langsung . . . 6
2 Number Theory Teori Bilangan 11 2.1 Divisibility Keterbagian . . . 11 2.2 Special Number Bilangan Khusus . . . 14 2.2.1 A Prime and Composite Number
Bilangan Prima dan Komposit . . . 14 2.2.2 Perfect Square
Bilangan Kuadrat Sempurna . . . 15
2.3 GCD dan Algoritma Euclid . . . 17 2.4 Modular Arithmetic
Modulo Aritmatik . . . 19 2.5 Linear Diophantine Equations
Persamaan Linier Diophantin . . . 23
3 Algebra Functions Fungsi Aljabar 28 3.1 Polynomials Inequality Pertidaksamaan Polinomial . . . 28 3.1.1 Inverse Function Fungsi Invers . . . 32 3.1.2 Arithmetic and Geometric Sequence
Barisan Aritmatik dan Geometrik . . . 34 3.2 Arithmetic, Geometric, Harmonic, and Quadratic Means
Rataan Aritmatik, Geometrik, Harmonik dan
Kuadratik . . . 43 3.3 The Polynomials and Remainder Theorem
Suku Banyak dan Teorema Sisa . . . 47 3.3.1 Polynomials Division
Pembagian Suku Banyak . . . 47 3.3.2 Remainder Theorem
Teorema Sisa . . . 49 3.3.3 Factor Theorem
3.3.4 Properties of Polynomial Roots
Sifat-Sifat Akar-Akar Suku Banyak . . . 50
4 Trigonometry
Trigonometri 57
4.1 Trigonometric Function
Fungsi Trigonometri . . . 58 4.1.1 Sine and Cosine Rule
Aturan Sinus dan Cosinus . . . 63 4.1.2 Formulas of Sum and Difference of Angles
Rumus-rumus Jumlah dan Selisih Sudut . . . 65 4.1.3 Trigonometric Equation
Persamaan Trigonometri . . . 69 4.2 Limit Fungsi . . . 71
4.2.1 Solution Techniques
Metode Penyelesaian . . . 75 4.2.2 Limit of Algebraic Function
Limit Fungsi Aljabar . . . 76 4.2.3 Limit of Trigonometric Function
Limit Fungsi Trigonometri . . . 79
5 Geometri 86
5.1 Segitiga . . . 86 5.2 Segitiga . . . 87 5.3 Lingkaran . . . 96
6 Kombinatorika 125
6.1 Permutasi dan Kombinasi . . . 125
6.2 Prinsip Inklusi-Ekslusi dan Peluang . . . 126
6.3 Koefisien Binomial . . . 127
6.4 Prinsip Sarang Merpati . . . 131
6.5 Paritas . . . 132
6.6 Relasi Rekurensi . . . 133
4.1 Trigonometric quadrant system . . . 59 4.2 The value of trigonometric functions for special angles . . . 60 4.3 The value of trigonometric functions for any angle (Xo− α) . . . 61
4.4 The value of trigonometric functions for negative angles . . . 62 4.5 The value of trigonometric functions for any angle (Xo+ α) . . . 62
3.1 Squares in the circles. . . 37
4.1 The right triangle trigonometric system . . . 58
4.2 Triangle and circle of radius R . . . 64
4.3 Sum and Difference of Angles . . . 66
5.1 . . . 86
Mathematics Proof Method
Metode Pembuktian Matematis
In mathematics, a proof is a convincing demonstration (within the accepted stan-dards of a field study) to show that some mathematical statement is necessarily true. Proofs are obtained from deductive reasoning, rather than from inductive or empirical arguments. That is, a proof must demonstrate that a statement is true in all cases, without a single exception.
Dalam matematika, bukti adalah suatu demonstarasi meyakinkan (mengikuti beberapa standar yang diterima dari suatu bidang kajian tertentu) untuk me-nunjukkan bahwa pernyataan matematika itu betul-betul benar. Pembuktian lebih diperoleh dari penarikan kesimpulan secara deduktif dibandingkan den-gan penarikan kesimpulan yang secara induktif atau empiris. Denden-gan demikian, bukti harus menunjukkan bahwa sebuah pernyataan itu adalah benar disegala hal tanpa suatu perkecualian sedikitpun.
The statement that is proved is often called a theorem. Once a theorem is proved, it can be used as the basis to prove further statements. A theorem may also be referred to as a lemma, that is a sub theorem, especially if it is intended for use as a stepping stone in the proof of another theorem. An implication of theorems or lemmas is known as a corollary. An unproved proposition that is believed to be true is known as a conjecture.
Sebuah pernyataan yang sudah terbuktikan disebut dengan teorema. Sekali teo-rema itu terbuktikan maka hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mem-buktikan pernyataan-pernyataan selanjutnya. Kadangkala teorema disebut juga
dengan lemma, bagian kecil dari teorema, khusunya jika hal ini digunakan seba-gai batu loncatan untuk membuktikan teorema-teorema lainnya. Sebuah akibat dari beberapa teorema atau lemma disebut dengan korolary. Sebuah pernyataan yang tidak terbuktikan namun diyakini kebenarannya dikenal dengan istilah konjektur.
Proofs employ logic but usually include some amount of natural language which usually admits some ambiguity. In fact, the vast majority of proofs in writ-ten mathematics can be considered as applications of rigorous informal logic. Purely formal proofs, written in symbolic language instead of natural language, are considered in proof theory. The distinction between formal and informal proofs has led to much examination of current and historical mathematical prac-tice, quasi-empiricism in mathematics, and so-called folk mathematics (in both senses of that term). Therefore, the philosophy of mathematics is concerned with the role of language and logic in proofs, and mathematics as a language.
Beberapa pembuktian matematika menggunakan logika, namun biasanya juga melibatkan beberapa bahasa biasa yang kadangkala memunculkan dua arti. Na-mun demikian fakta menunjukkan bahwa hampir semua pembuktian dalam pernyataan matematika dapat dikatakan sebagai suatu aplikasi dari logika mate-matika informal. Dalam pembuktian formal yang asli, penulisan dengan simbol-simbol matematika dibandingkan dengan penulisan dengan bahasa biasa lebih dipilih dalam teori pembuktian. Perbedaan antara pembuktian formal dan in-formal telah mendasari beberapa evaluasi matematika dan sejarah latihan mate-matika akhir-akhir ini, termasuk juga matemate-matika semi empiris, sehingga kita mempunyai istilah yang dikenal dengan matematika untuk umum (terhadap kedua istilah itu). Dengan demikian, filosofi matematika sesungguhnya adalah terkait dengan bagaimana perananan bahasa dan logika dalam matematika itu sendiri, sehingga matematika menjadi suatu bahasa.
Mathematics statement can be either true or false. A statement which is always true is called a tautology, a statement which is always false is called a
contradic-tion. To prove a truth of mathematics statement, we need a proof technique.
Ba-sically, there are two types of proof technique, namely direct proof and indirect proof. In the following, we describe how the two techniques are implemented in proving the truth of a statement.
Pernyataan matematika dapat bernilai benar atau salah. Suatu pernyataan yang selalu bernilai benar disebut tautologi, sedangkan pernyataan yang selalu berni-lai salah disebut kontradiksi. Untuk membuktikan kebenaran suatu pernyataan matematika dibutuhkan suatu metode pembuktian. Pada prinsipnya terdapat dua metode pembuktian, yaitu bukti langsung dan bukti tak langsung. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana kedua metode itu diterapkan untuk membuk-tikan kebenaran suatu pernyataan.
1.1
Direct Proof
Bukti Langsung
In this case, to prove a truth of mathematics statement is utilized a direct way with a particular technique in direction of having a conclusion. In general, there are three direct proofs, namely one way proof (implication), two ways proof (biimplication/equivalence) and mathematics induction. Some examples of the use of those methods are presented in the following.
Dalam hal ini, pembuktian dalam kebenaran matematika dibuktikan dengan cara langsung dengan teknik-teknik tertentu sampai mencapai kesimpulan. Se-cara umum, terdapat tiga pembuktian langsung yaitu pembuktian satu arah (implikasi), pembuktian dua arah (biimplikasi/ekuivalensi) dan induksi matematika. Beberapa contoh penggunaan metode tersebut adalah sebagai berikut.
Lemma 1.1.1 If n is a natural number then 1 + 2 + 3 + · · · + n = n
2(n + 1) for any n.
Lema 1.1.1 Jika n suatu bilangan asli maka 1 + 2 + 3 + · · · + n = n
2(n + 1) untuk
setiap n.
Proof. Implication Proof: Suppose Un = n2 =⇒ Un+1 = (n + 1)2 = n2+ 2n +
1 =⇒ Un+1− Un= 2n + 1. Then we have
Bukti. Pembuktian Implikasi: Misal Un = n2 =⇒ Un+1 = (n + 1)2 = n2+ 2n +
1 =⇒ Un+1− Un= 2n + 1. Maka didapat Un+1− Un = 2n + 1 Un− Un−1 = 2(n − 1) + 1 ... U3− U2 = 2 · 2 + 1 U2− U1 = 2 · 1 + 1.
Sum up the n equations above, we get
Jumlahkan seluruh n persamaan di atas maka akan didapat
Un+1− U1 = 2(1 + 2 + · · · + n) + (1 + 1 + · · · + 1) 1 + 2 + · · · + n = n2+ n 2 Therefore Dengan demikian 1 + 2 + · · · + n = n 2(n + 1). 2
Lemma 1.1.2 Let a, b be two integer numbers and n be a positif integer. For any integer n, n|a and n|b will give the same remainder if and only if n|(a − b).
Lema 1.1.2 Diberikan dua bilangan bulat a, b dan bilangan bulat positip n. Untuk sebarang bilangan bulat n, a
n dan nb akan mempunyai sisa yang sama jika dan hanya jika n|(a − b).
Proof. Equivalence Proof:
Bukti. Pembuktian Ekuivalensi: (=⇒)
Let s be a remainder of a and b divided by n, we have a = kn + s and b = jn + s for 0 ≤ s ≤ n dan k, j ∈ I.
Misal sisa pembagian bilangan a dan b oleh n adalah s maka a = kn + s dan
b = jn + s, dengan 0 ≤ s ≤ n dan k, j ∈ I.
a − b = (kn + s) − (jn + s)
= (kn − jn) = (k − j)n.
Since k, j ∈ I, k − j = p where p is also integer, and a − b = pn, it shows that
n|(a − b).
Karena k, j ∈ I maka k−j = p dimana p juga bilangan bulat, sehingga a−b = pn, yang artinya n|(a − b).
(⇐=)
Suppose that n|(a − b). We will prove that a and b will give the same remainder when they are divided by n. Let a = kn + s1and b = jn + s2 for 0 ≤ s1 ≤ n and
0 ≤ s2 ≤ n, we will show that s1 = s2.
Misal n|(a − b). Akan dibuktikan bahwa a dan b akan mempunyai sisa yang sama bila dibagi n. Misal a = kn + s1 dan b = jn + s2 untuk 0 ≤ s1 ≤ n dan
0 ≤ s2 ≤ n, maka akan ditunjukkan s1 = s2.
a − b = pn a = b + pn
= (jn + s2) + pn
= (j + p)n + s2
Since the remainder of n|a is single, we have s2 = s1
Karena sisa dari n|a adalah tunggal maka s2 = s1. 2
Lemma 1.1.3 Prove that 3|(22n− 1) for n ≥ 1.
Lema 1.1.3 Buktikan bahwa 3|(22n− 1) untuk n ≥ 1.
Proof. Mathematics Induction. For n = 1 −→ 3|(22−1) −→ 3|3 (true). Suppose
it is true for n = k, we have 3|(22k− 1). Thus, is that true for n = k + 1?
Bukti. Induksi Matematika. Untuk n = 1 −→ 3|(22 − 1) −→ 3|3 (benar). Misal
benar untuk n = k maka 3|(22k− 1). Selanjutnya apakah benar untuk n = k + 1?
3|(22(k+1)− 1) ?
3|(22k+2− 1)
3|(22k· 22 − 1)
3|(22k· 22− 22+ 3)
3|(22(22k− 1) + 3).
Since 3|22(22k− 1) and 3|3. It follows that 3|(22(22k− 1) + 3), hence it is also true
for n = k + 1.
Karena 3|22(22k− 1) dan 3|3 maka 3|(22(22k− 1) + 3). Sehingga hal ini juga benar
untuk n = k + 1. 2
1.2
Indirect Proof
Bukti Tak Langsung
In this proof technique, we do not start involving the existing facts in direc-tion of having a conclusion. We start the prof even from the opposite facts. In
general, there are two indirect proofs, namely contradictive proof and contra-positive proof. Contradictive proof is also called reductio ad absurdum proof. For instance, we will proof that A is true, we start the proof by assuming that A is not true. Contrapositive proof is obtained by finding a contraposition of an implication statement in logic math. For instance, we will proof that p −→ q is true, we start the proof by determining the contraposition of p −→ (q ∨ r), i.e. ∼ (q ∨ r) −→∼ p. As we know, in logic math p −→ (q ∨ r) =∼ (q ∨ r) −→∼ p. In the following, we present how to use these methods.
Dalam teknik pembuktian ini, fakta-fakta yang ada tidak digunakan secara lang-sung untuk menuju pada kesimpulan. Pembuktia dimulai justru dari hal se-baliknya. Secara umum terdapat dua pembuktian tak langsung, yakni
pembuk-tian kontradiksi dan pembukpembuk-tian kontraposisi. Pembukpembuk-tian kontradiksi disebut juga
pembuktian kemustahilan. Misal yang akan dibuktikan adalah benarnya perny-ataan A, maka pembuktian dimulai dengan mengandaikan bahwa A adalah salah. Pembuktian kontraposisi diperoleh dari menentukan kontraposisi dari sebuah pernyataan implikasi dalam logika matematika. Misal akan dibuktikan bahwa pernyataan p =⇒ (q∨r) benar, maka pembuktian diawali dengan menen-tukan kontraposisi dari p =⇒ (q ∨ r), yaitu ∼ (q ∨ r) =⇒∼ p. Seperti yang kita ketahui, dalam logika matematika p =⇒ (q ∨ r) =∼ (q ∨ r) =⇒∼ p. Berikut ini kita jelaskan bagaimana menggunakan metode pembuktian ini.
Lemma 1.2.1 Prove that√2 is an irrational number.
Lema 1.2.1 Buktikan bahwa√2 adalah suatu bilangan irasional.
Proof. Contradictive Proof. Suppose that √2 is a rational number. We will have √2 = a
b, where a
b is a simplified form. By squaring the two sides, we
obtain a2 = 2b2. It follows that a2 is even which implies that a is even. Suppose
Since both a and b are even, a
b is not a simplified form any more, which is a
contradiction.
Bukti. Pembuktian kontradiksi. Misal√2 adalah bilangan rasional maka√2 =
a
b (dimana ab adalah bentuk yang paling sederhana). Kuadratkan kedua ruasnya
diperoleh a2 = 2b2, sehingga a2 adalah bilangan genap dan a pasti genap. Misal
a = 2k −→ (2k)2 = 2b2 −→ b2 = 2k2 yang berakibat b juga genap. Bila a dan b
adalah sama-sama genap maka a
b bukan bentuk yang paling sederhana lagi, ini
jelas kontradiktif. 2
Lemma 1.2.2 Prove that if m + n ≥ 73 then m ≥ 37 or n ≥ 37, for m, n ∈ I.
Lema 1.2.2 Buktikan bahwa jika m + n ≥ 73 maka m ≥ 37 atau n ≥ 37, untuk m, n ∈ I.
Proof. Contrapositive Proof. Consider the statement as a logic expression p =⇒ (q ∨ r), where p ≡ m + n ≥ 73, q ≡ m ≥ 37 and r ≡ n ≥ 37. The contraposition of the statement is ∼ (q ∨ r) =⇒∼ p or (∼ q∧ ∼ r) =⇒∼ p. Therefore, to prove the truth of the statement above, we can start proving that if m < 37 and n < 37 then m + n < 73. Suppose the two any numbers are m ≤ 36 dan n ≤ 36, we have
m + n ≤ 36 + 36 −→ m + n ≤ 72 −→ m + n < 73. It completes the prove that if m + n ≥ 73 then m ≥ 37 or n ≥ 37, for m, n ∈ I.
Bukti. Pembuktian kontraposisi. Misal pernyataan tersebut disajikan dalam
p =⇒ (q ∨ r), dimana p ≡ m + n ≥ 73, q ≡ m ≥ 37 dan r ≡ n ≥ 37. Kontraposisi
pernyataan tersebut adalah ∼ (q ∨ r) =⇒∼ p atau (∼ q∧ ∼ r) =⇒∼ p. Sehingga untuk membuktikan kebenaran pernyataan di atas dapat dimulai dengan mem-buktikan bahwa jika m < 37 dan n < 37 maka m + n < 73. Misal sebarang dua bilangan itu adalah m ≤ 36 dan n ≤ 36, maka m + n ≤ 36 + 36 −→ m + n ≤ 72 −→ m + n < 73, terbukti. Sehingga terbukti pulalah kebenaran pernyataan
PROBLEMS ANDSOLUTIONS
SOAL-SOAL DANPEMBAHASAN
1. Prove that (an + b)m = bm mod n.
Buktikan bahwa (an + b)m= bm mod n.
Solution. Direct Proof. To prove (an + b)m = bm mod n, we need to show
that there exists an integer k such that (an + b)m− bm = kn.
Solusi. Bukti Langsung. Untuk membuktikan (an + b)m = bm mod n
perlu ditunjukkan bahwa terdapat bilangan bulat k sedemikian hingga (an + b)m− bm = kn.
(an + b)m− bm = µ
(an)m+ m(an)m−1b + ... + m(an)bm−1+ bm ¶
− bn
= (an)m+ m(an)m−1b + ... + m(an)bm−1 + bm− bm
= (an)m+ m(an)m−1b + ... + m(an)bm−1
= µ
(a)mnm−1+ m(a)m−1nm−1b + ... + m(a)bm−1bm−1
¶
n
Let k = µ
(a)mnm−1+ m(a)m−1nm−1b + ... + m(a)bm−1bm−1
¶
, hence we get (an + b)m− bm = kn. Therefore (an + b)m = bm mod n.
Bila k = µ
(a)mnm−1+ m(a)m−1nm−1b + ... + m(a)bm−1bm−1
¶
, maka didapat (an + b)m− bm = kn. Sehingga (an + b)m = bm mod n.
2. If p is a prime number and p|a1a2...anthen p|ai for any 1 ≤ i ≤ n.
Jika p adalah bilangan prima dan p|a1a2...anmaka p|aiuntuk sebarang 1 ≤ i ≤ n.
Solution. Mathematics Induction. Let P (k) be a representation state-ment. Step I: If p|a1, then it is obvious that P |ai for 1 ≤ i ≤ 1. Step II:
Assume it is true for P (k), that is if p|a1a2...akthen p|ai for any 1 ≤ i ≤ k.
We will show that P (k+1) is also true. Since p|a1a2...akak+1and p is a prime
number, it holds p|a1a2...ak or p|a(k+1). From the two possibilities, we have
p|aifor 1 ≤ i ≤ k + 1 as P (k) is true. It concludes that P (k + 1) is also true.
Solusi. Induksi Matematika. Misal P (k) adalah representasi dari perny-ataan tersebut. Langkah I : Jika p|a1, jelas bahwa P |ai untuk suatu 1 ≤ i ≤ 1. Langkah II : Misalkan p(k) benar, artinya jika p|a1a2...ak maka p|ai
untuk suatu 1 ≤ i ≤ k. Akan dibuktikan bahwa P (k + 1) benar. Dike-tahui p|a1a2...akak+1, maka karena p bilangan prima berlaku p|a1a2...akatau
P |a(k+1). Dari kedua kemungkinan ini dikombinasikan, karena P (k)
berni-lai benar, maka didapatkan untuk suatu 1 ≤ i ≤ k + 1. Jadi terbukti bahwa
P (k + 1) bernilai benar.
3. Prove that if xm is divisible by a prime p, then x is also divisible by p.
Bukatikan bahwa jika xm habis dibagi bilangan prima p, maka x habis
dibagi p.
Solution. Since p divides xm, we have p|xmor p|x.xm−1. Since p is a prime,
we have p|x or p|xm−1. Suppose p does not divide x, it follows p|xm−1 or p|x.xm−2. Repeat the process, we will be able to show that p|x.
Solusi. Karena p membagi habis xm, didapat p|xm atau p|x.xm−1. Karena p adalah bilangan prima maka p|x atau p|xm−1. Andaikan p tidak habis
membagi x, maka p|xm−1atau p|x.xm−2. Jika proses diteruskan maka akan
Number Theory
Teori Bilangan
2.1
Divisibility
Keterbagian
When 13 is divided by 5, it will give quotient 2 and remainder 3, denoted by
13
5 = 2 + 35 or 13 = 2 × 5 + 3. In general, for any positive integers a and b there
exists a unique pair (q, r) of nonnegative integers such that b = q × a + r and 0 < r < a. We say that q is the quotient and r is the remainder when b is divided by a. If r = 0 then we say that b is divisible by a or a divides b, denoted by a| b. If b is not divisible by a then we denote as a - b.
Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis: 13
5 = 2 + 3 5 atau
13 = 2×5+3. Secara umum, apabila a bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga b = q × a + r dan 0 < r < a. Dalam hal ini, q disebut hasil bagi dan r adalah sisa pembagian bila b dibagi a. Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a dan ditulis a| b. Bila b tidak habis dibagi a maka ditulis a - b.
Lemma 2.1.1 (1) If a|b then a|bc for any c ∈ I; (2) If a| b and b| c then a| c; (3) If ab| c
then a| c and b| c; (4) If a|b and b|a then a = ±b; (5) If a| b and a| c then a| (bx + cy) for any integers x and y.
Lema 2.1.1 (1) Jika a|b maka a|bc untuk sebarang c ∈ I; (2) jika a| b dan b| c maka a| c; (3) jika ab| c maka a| c dan b| c; (4) jika a|b dan b|a maka a = ±b; (5) jika a| b dan a| c maka a| (bx + cy) untuk sebarang bilangan bulat x dan y.
Proof. Property (1): If a| b then b = ka, and if b| c then c = lb = l(ka) = (kl)a. It implies that a| c. Property (3): If a| b then b = ka −→ bx = kxa, if a| c then
c = la −→ cy = kya. We have bx + cy = (kx + ly)a, therefore a| (bx + cy).
Bukti. Sifat (1): a| b maka b = ka, dan b| c maka c = lb = l(ka) = (kl)a maka
a| c. Sifat (3): a| b maka b = ka −→ bx = kxa, dan a| c maka c = la −→ cy = kya.
Kemudian bx + cy = (kx + ly)a maka a| (bx + cy). 2
Lemma 2.1.2 A number a is divisible by 2nif the last n digit of the number is divisible by 2n.
Lema 2.1.2 Suatu bilangan a habis dibagi 2njika n angka terkhir dari bilangan tersebut habis dibagi 2n.
Proof. Suppose n = 1, thus 2 divides a if the last digit of the number is di-visible by 2. Let a = . . . a3a2a1a0, we have a = 10(. . . a3a2a1) + a0. Since
2| 10(. . . a3a2a1), a0 must be divisible by 2 to have 2|a.
Bukti. Misal n = 1, berarti a habis dibagi 2 jika angka terakhir dari bilangan tersebut habis dibadi 2. Misal a = . . . a3, a2a1a0 maka a = 10(. . . a3, a2a1) + a0.
Karena 2| 10(. . . a3, a2a1) a0 harus habis dibagi 2 untuk memperoleh 2|a. 2
Example. Is 173332 divisible by 8? Since 23| 332, we have 8| 173332.
Example. Is 13+ 23+ · · · + 1003divisible by 7? False, as we have 13+ 23+ · · · +
1003 = (1 + 2 + 3 + · · · + 100)2 = (5050)2 = 25502500 and 7 - 25502500.
Contoh. Apakah 13+ 23+ · · · + 1003habis dibagi 7? Tidak, karena 13+ 23+ · · · +
1003 = (1 + 2 + 3 + · · · + 100)2 = (5050)2 = 25502500 dan 7 - 25502500.
Lemma 2.1.3 A number a = anan−1. . . a1a0 is respectively divisible by 3,9 and 11 if
the sum of its digits satisfies respectively the following: (an+an−1+an−2+· · ·+a1+a0)
is divisible by 3; (an+ an−1+ an−2+ · · · + a1+ a0) is divisible by 9; and (an− an−1+ an−2− an−3+ . . . ) is divisible by 11.
Lema 2.1.3 Suatu bilangan a = anan−1. . . a1a0 berturut-turut habis dibagi 3,9 dan
11 jika jumlah angka-angkanya memenuhi masing-masing sifat berikut: (an+ an−1+ an−2+ · · · + a1+ a0) habis dibagi 3; (an+ an−1+ an−2+ · · · + a1+ a0) habis dibagi 9;
dan (an− an−1+ an−2− an−3+ . . . ) habis dibagi 11.
Proof. Bukti. a = anan−1. . . a1a0 = an× 10n+ an−1× 10n−1+ . . . a1× 101+ a0× 100 = an× (9 + 1)n+ an−1× (9 + 1)n−1+ . . . a1× (9 + 1)1 + a0× (9 + 1)0 = an[9n+ n · 9n−1+ · · · + 9n] + an+ an−1[9n−1+ (n − 1) · 9n−2+ · · · + 9(n − 1)] + an−1+ · · · + 9a1+ a1+ a0 = an[9n+ n · 9n−1+ · · · + 9n] + an−1[9n−1+ (n − 1) · 9n−2+ · · · + 9(n − 1)] + · · · + 9a1+ an+ an−1+ · · · + a1+ a0 = K(a) + Q(a)
Since (3 ∧ 9)| K(a), it must be (3 ∧ 9)| Q(a) to have (3 ∧ 9)| a .
2.2
Special Number
Bilangan Khusus
2.2.1
A Prime and Composite Number
Bilangan Prima dan Komposit
The integer p > 1 is called a prime number if there is no integer d with d > 1 and d 6= p such that d|p. Any integer n > 1 has at least one prime divisor. If n is a prime, then that prime divisor is n itself. An integer n > 1 that is not a prime is called composite.
Bilangan bulat p > 1 disebut sebuah bilangan prima jika tidak ada bilangan bulat d dimana d > 1 dan d 6= p sedemikian hingga d|p. Setiap bilangan bulat
n > 1 mempunyai paling sedikit satu pembagi prima. Jika n adalah bilangan
prima, maka pembagi primanya adalah bilngan n itu sendiri. Sebuah bilangan bulat n > 1 yang bukan bilngan prima disebut bilangan komposit.
Theorem 2.2.1 Eratosthenes. For any composite n, there exists a prime p such that
p| n and p ≤ √n. In other words ”If there does not exist a prime p which divides n, where p ≤√n, then n is a prime”.
Teorema 2.2.1 Eratosthenes. Untuk setiap bilangan komposit n ada bilangan prima
p sehingga p| n dan p ≤ √n. Dengan kata lain ”Jika tidak ada bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤√n maka n adalah bilangan prima”.
Example. Are 157 and 221 prime numbers?. The primes which are less than
√
157 are 2, 3, 5, 7, 11. Since none of them divides 157, then 157 is a prime. The primes which are less than√221 are 2, 3, 5, 7, 11, 13. Since 13| 221 then 221 is a composite number.
Contoh. Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima?. Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari√157 adalah 2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan- bilangan prima itu yang dapat membagi 157, maka 157 meru-pakan bilangan prima. Kemudian bilangan - bilangan prima yang lebih kecil dari√221 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13| 221 maka 221 merupakan bilangan komposit.
2.2.2
Perfect Square
Bilangan Kuadrat Sempurna
Any perfect square satisfies the following three properties:
• The possible ones of perfect square number is either 0, 1, 4, 5, 6, dan 9. • If 4 divides a perfect square then the remainder is either 0 or 1.
• If p is a prime and p| x2then p| z, where z = x2/p.
Sebarang bilangan kuadrat sempurna memenuhi tiga sifat berikut ini:
• Angka satuan yang mungkin untuk bilangan kuadrat sempurna adalah 0, 1, 4, 5, 6, atau 9.
• Jika 4 membagi bilangan kuadrat sempurna maka sisanya 0 atau 1.
• Jika p bilangan prima dan p| x2 maka p| z, dimana z = x2/p.
Example. Obtain a perfect square whose digits are k, k + 1, k + 2, 3k, k + 3.
Contoh. Carilah suatu bilangan kuadrat sempurna yang angka-angkanya berturut-turut adalah k, k + 1, k + 2, 3k, k + 3.
Solution. The ones of the number is k +3, it follows that k can be either 1, 2, 3 or 6. Whilst the tens is 3k, it follows that k can be either 0, 1, 2 or 3. They imply that the possible k is either 1, 2 or 3 which give perfect square numbers 12334, 23465 or 34596. Since the remainder of 12334 divided by 4 is 2, it gives that 12334 is not a perfect square. The remainder of 23465 divided by 4 is 1 and 5|23465, but 5 - 4693, so that 23465 is not a perfect square. Now, 4|34596, and we have the following
Solusi. Angka satuan bilangan kuadrat ini adalah k +3 sehingga k yang kin adalah 1, 2, 3, 6. Sedangkan angka puluhannya adalah 3k maka k yang mung-kin adalah 0, 1, 2, 3. Dari kedua kemungmung-kinan ini diperoleh k yang mungmung-kin adalah 1, 2, 3, dengan demikian bilangan kuadrat yang mungkin adalah 12334, 23465, 34596. Karena 12334 dibagi 4 bersisa 2 maka 12334 bukan bilangan kuadrat. Bilangan 23465 dibagi 4 bersisa 1 dan 5|23465, akan tetapi 5 - 4693 maka 23465 bukan bilangan kuadrat. Sekarang, bilangan 4|34596, dan berikut ini berlaku
2 | 34596 2 | 17298 3 | 8649 3 | 2883 31 | 961 31 | 31
Therefore, 34596 = 22· 32· 312 = 1862 which is a perfect square.
2.3 GCD dan Algoritma Euclid
Let a, b be any integers. An integer d satisfying d| a and d| b is called a common divisor of a and b. The biggest (respectively, smallest) value of d is called Greater
Common Divisor/GCD, denoted by GCD(a, b)) (respectively, Least Common Mul-tiple/LCM, denoted by LCM (a, b))). Several techniques have been developed to
obtain GCD or LCM, one of them is Euclidean algorithm.
Misal a dan b sembarang bilangan bulat. Bilangan bulat d yang memenuhi sifat
d| a dan d| b disebut faktor persekutuan dari a dan b. Nilai terbesar dari d disebut
faktor persekutuan terbesar atau FPB dan ditulis dengan F P B(a, b) sedangkan nilai terkecil dari d disebut kelipatan persekutuan terkecil atau KPK dan ditulis
KP K(a, b). Beberapa tekni telah dikembangkan untuk menentukan FPB dan
KPK, salah satunya adalah algoritma Euclid.
Algorithm 2.3.1 Euclidean Algorithm. Given two integer numbers a and b with a >
b > 0, GCD(a, b) can be obtained by repeating the following algorithm: a = q1b + r1; 0 < r1 < b b = q2r1+ r2; 0 < r2 < r1 r1 = q3r2+ r3; 0 < r3 < r2 ... rn−2 = qnrn−1+ rn; 0 < rn< rn−1 rn−1 = qn+1rn+ 0
If rn is the last divisor of the division process which gives a remainder 0 then rn is GCD(a, b).
a > b > 0, maka GCD(a, b) bisa dicari dengan mengulang algoritma berikut: a = q1b + r1; 0 < r1 < b b = q2r1+ r2; 0 < r2 < r1 r1 = q3r2+ r3; 0 < r3 < r2 ... rn−2 = qnrn−1+ rn; 0 < rn< rn−1 rn−1 = qn+1rn+ 0
Jika rn merupakan pembagi terakhir dari pembagian di atas yang memberikan sisa 0 maka rnmerupakan GCD(a, b).
Example. Determine GCD(4840, 1512). Using Euclidean Algorithm, the solu-tion is the following:
Contoh. Tentukan GCD(4840, 1512). Dengan menggunakan Algoritma Euclid maka solusinya adalah sebagai berikut:
4840 = 3 × 1512 + 304 1512 = 4 × 304 + 296 304 = 1 × 296 + 8 296 = 37 × 8 + 0 Therefore Jadi GCD(4840, 1512) = 8.
Lemma 2.3.1 Any a|c and b|c imply ab|c if and only if GCD(a, b) = 1.
Example. 3|30 and 5|30 imply 3 × 5|30 as GCD(3, 5) = 1, however 2|30 and 6|30 imply 2 × 6 - 30 as GCD(2, 6) 6= 1.
Contoh. 3|30 dan 5|30 maka 3×5|30 karena GCD(3, 5) = 1, akan tetapi 2|30 dan 6|30 maka 2 × 6 - 30 karena GCD(2, 6) 6= 1.
2.4
Modular Arithmetic
Modulo Aritmatik
Let a, b, and m be integers, with m > 1. We say that a and b are congruent modulo m, denoted by a ≡ b (mod m), if the remainder of a divided by m and b divided by m are the same.
Diberikan bilangan bulat a, b dan m dimana m > 1. Bilangan a dikatakan kon-gruen dengan b modulo m, dituliskan dengan a ≡ b (mod m), jika sisa pemba-gian a oleh m dan b oleh m memberikan sisa yang sama.
Lemma 2.4.1 If a and b are congruent modulo m then m| (a − b).
Lema 2.4.1 Jika a dan b kongruen modulo m maka m| (a − b).
Proof. a ≡ b (mod m) =⇒ a = q1m + r and b = q2m + r. Hence a − b = (q1− q2)m,
it follows m| (a − b).
Bukti. a ≡ b (mod m) =⇒ a = q1m + r dan b = q2m + r. Kemudian a − b =
Lemma 2.4.2 (1) a ≡ b (mod m), b ≡ a (mod m) are equivalent with a−b ≡ 0 (mod m);
(2) if a ≡ b (mod m) and b ≡ c (mod m) then a ≡ c (mod m); (3) if a ≡ b (mod m) and d|m then a ≡ b (mod d); (4) if a ≡ b (mod m) and c ≡ d (mod m) then ax + cy ≡ bx + dy (mod m) and ac ≡ bd (mod m), for any x, y ∈ I.
Lema 2.4.2 (1) a ≡ b (mod m), b ≡ a (mod m) adalah setara dengan a−b ≡ 0 (mod m) ; (2) jika a ≡ b (mod m) dan b ≡ c (mod m) maka a ≡ c (mod m); (3) jika a ≡ b (mod m) dan d|m maka a ≡ b (mod d); (4) jika a ≡ b (mod m) dan c ≡ d (mod m) maka ax + cy ≡ bx + dy (mod m) dan ac ≡ bd (mod m), untuk sebarang x, y ∈ I.
Proof. a ≡ b (mod m) −→ m|(a − b) and c ≡ d (mod m) −→ m|(c − d). From Lemma 2.1.1, we have m|((a−b)x+(c−d)y) or m|((ax+cy)−(bx+dy)), therefore
ax + cy ≡ bx + dy (mod m).
Bukti. a ≡ b (mod m) −→ m|(a − b) dan c ≡ d (mod m) −→ m|(c − d). Sesuai Lema 2.1.1 didapat m|((a − b)x + (c − d)y) atau m|((ax + cy) − (bx + dy)), sehingga
ax + cy ≡ bx + dy (mod m). 2
It follows from Lemma 2.4.2, if f (x) is a polynomial of integer coefficients and
a ≡ b (mod m) then f (a) ≡ f (b) (mod m).
Akibat dari Lemma 2.4.2, jika f (x) adalah suatu fungsi polinom dengan koefisien-koefisien bilangan bulat dan a ≡ b (mod m) maka f (a) ≡ f (b) (mod m).
Example. Prove that for any natural n, S = 2903n−803n+261n−464nis divisible
by 7 and 271. Furthermore, prove that 1897|S.
Contoh. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan asli n maka S = 2903n− 803n+
261n− 464nhabis dibagi 7 dan 271. Buktikan juga bahwa 1897|S.
Solution. Since 2903 ≡ 803 (mod 7) and 464 ≡ 261 (mod 7), as well as 2903 ≡ 464 (mod 271) and 803 ≡ 261 (mod 271), from Lemma 2.4.2(4) we must have 7|S
and 271|S. Furthermore, since 1897 = 7 × 271 and GCD(7, 271) = 1, it follows from Lemma 2.3.1 that 1897|S.
Solusi. Karena 2903 ≡ 803 (mod 7) dan 464 ≡ 261 (mod 7), demikian juga 2903 ≡ 464 (mod 271) dan 803 ≡ 261 (mod 271) maka sesuai dengan Lema 2.4.2(4) di-pastikan bahwa 7|S dan 271|S. Selanjutnya karena 1897 = 7×271 dan GCD(7, 271) = 1, maka sesuai Lema 2.3.1 terbukti 1897|S.
Lemma 2.4.3 (am + b)n≡ bn(mod m)
Lema 2.4.3 (am + b)n≡ bn(mod m)
Proof. The proof is the same with showing that there exists an integer k such that (am + b)n− bn= km.
Bukti. Pembuktian ini sama artinya dengan membuktikan ada bilangan bulat
k sehingga (am + b)n− bn= km.
(am + b)n− bn = (am)n+ n(am)n−1· b + · · · + n(am)bn−1+ bn− bn
= {a(am)n−1+ an(am)n−2+ · · · + an(b)n−1}m
= km.
2
Example. Determine the ones of 19971991.
Contoh. Tentukan angka satuan bilangan 19971991.
Solusi. Dengan menggunakan Lema 2.4.3 maka solusinya adalah sebagai berikut: The ones(Angka satuan) 19971991 = The remainder(Sisa bagi) 19971991 oleh 10
= (199 × 10 + 7)1991 (mod 10) = 71991 (mod 10) = 74×497+3 (mod 10) = (74)497× 73 (mod 10) = (2401)497× 343 (mod 10) = (240 × 10 + 1)497× (34 × 10 + 3) (mod 10) = 1 × 3 (mod 10) = 3 (mod 10)
Thereforre, the ones of 19971991 is 3.
Sehingga, angka satuan bilangan 19971991 adalah 3.
It is easy to see that powering numbers 0, 1, 2, . . . , 9 give the following ones/units: 0 => 0 → 1 type, 1 => 1 → 1 type, 2 => 2, 4, 8, 6 → 4 types, 3 => 3, 9, 7, 1 → 4 types, 4 => 4, 6 → 2 types, 5 => 5 → 1 type, 6 => 6 → 1 type, 7 => 7, 9, 3, 1 → 4 types, 8 => 8, 4, 2, 6 → 4 types, 9 => 9, 1 → 2 types.
Mudah dicermati bahwa perpangkatan bilangan 0, 1, 2, . . . , 9 akan menghasilkan angka satuan berikut: 0 => 0 → 1 jenis, 1 => 1 → 1 jenis, 2 => 2, 4, 8, 6 → 4 jenis, 3 = 3, 9, 7, 1 → 4 jenis, 4 => 4, 6 → 2 jenis, 5 => 5 → 1 jenis, 6 => 6 → 1 jenis, 7 => 7, 9, 3, 1 → 4 jenis, 8 => 8, 4, 2, 6 → 4 jenis, 9 => 9, 1 → 2 jenis. Therefore, finding the units of exponential number can be obtained by the fol-lowing ways: Consider the example above. Determine the ones of 19971991. Since
the ones of the base is 7, the ones of the exponential number contains 4 types, namely 7,9,3,1. Thus 1991/4 = 4 × 497 + 3, it implies that 19971991 = 19974×497+3
Dengan demikian pencarian angka satuan dari perpangkatan bilangan dapat dilakukan dengan cara berikut: Misal pada contoh soal di atas. Berapa angka satuan bilangan 19971991. Karena angka satuan bilangan dasar adalah angka 7
maka angka satuan perpangkatan bilangan ini akan meliputi 4 jenis yaitu 7,9,3,1. Selanjutnya 1991/4 = 4 × 497 + 3 sehingga 19971991 = 19974×497+3yang berakibat
angka satuan dari 73 → 3. Dengan demikian angka satuan bilangan 19971991
adalah 3.
Example. Determine the ones of 345678292784383951.
Contoh. Tentukan angka satuan bilangan 345678292784383951.
Solution. Since the ones of the base is 4, the ones of the exponential number contains 2 types, namely 4,6. Thus 383951/2 = 2 × 191975 + 1, it implies that 345678292784383951 = 3456782927842×191975+1 which follows the ones of 41 → 4.
Therefore the ones of 345678292784383951is 4.
Solusi. Karena angka satuan bilangan dasarnya adalah 4 maka angka satuan perpangkatan bilangan ini akan meliputi 2 jenis yaitu 4,6. Selanjutnya tentukan 2|383951 = 2 × 191975 + 1 sehingga 345678292784383951 = 3456782927842×191975+1
yang berakibat angka satuan dari 41 → 4. Dengan demikian angka satuan
bi-langan 345678292784383951adalah 4.
2.5
Linear Diophantine Equations
Persamaan Linier Diophantin
An equation of the form ax + by = c where a, b, c are fixed integers and a, b are all different from zero is called a linear Diophantine equation if the solutions x, y respect to integers.
Persamaan ax + by = c dengan a, b, c bilangan-bilangan bulat dan a, b dua-duanya bukan nol disebut persamaan linier Diophantine jika penyelesaiannya dicari untuk bilangan-bilangan bulat.
Theorem 2.5.1 Diophantine equation ax+by = c is solvable if and only if GCD(a, b)|c.
Teorema 2.5.1 Persamaan Diophantine ax + by = c mempunyai penyelesaian jika dan hanya jika GCD(a, b)|c.
Proof. Let d = GCD(a, b) and d| c. We have d| c ⇐⇒ c = kd for any integers k. Whilst d| GCD(a, b) ⇐⇒ am + bn = d for any m and n such that:
k(am + bn) = kd a(km) + b(kn) = c,
it implies that x = mk dan y = nk
Bukti. Misal d = GCD(a, b) dan d| c, maka d| c ⇐⇒ c = kd untuk sebarang bilangan bulat k. Sedangkan d| GCD(a, b) ⇐⇒ am + bn = d untuk sebarang bilangan bulat m dan n sehingga:
k(am + bn) = kd a(km) + b(kn) = c,
berarti x = mk dan y = nk
Theorem 2.5.2 If d = GCD(a, b) and x0, y0are the solutions of Diophantine equation
ax + by = c, then the general solutions are x = x0+
b
dk and y = y0− a
Teorema 2.5.2 Jika d = GCD(a, b) dan x0, y0 merupakan penyelesaian persamaan
Diophantine ax + by = c, maka penyelelesaian umum persamaan tersebut adalah :
x = x0+ b
dk dan y = y0 − a
dk; dengan k parameter bilangan bulat.
Example. Find the general solutions of Diophantine equation 738x + 621y = 45. Contoh. Tentukan solusi umum dari persamaan Diophantine 738x+621y = 45. Solution. Finding GCD(738, 621) with Euclidean Algorithm
Solusi. Mencari GCD(738, 621) dengan Alogaritma Euclide 738 = 1 × 621 + 117
621 = 5 × 117 + 36 117 = 3 × 36 + 9
36 = 4 × 9 + 0.
we get GCD(738, 621) = 9. Since 9| 45, the equation is solvable. Consider the 9 as a linear combination of 738 and 621.
diperoleh GCD(738, 621) = 9. Karena 9| 45 maka persamaan di atas mempunyai penyelesaian. Jadikan 9 sebagai kombinasi linear dari 738 dan 621.
9 = 117 − 3 · 36
= 117 − 3(621 − 5 × 117) = −3 × 621 + 16 × 117 = −3 × 621 + 16(738 − 621)
9 = 16 × 738 − 19 × 621
multiplying the two sides by 5, we get 45 = 80 × 738 − 45 × 621. It implies that
Kalikan kedua ruas dengan 5, diperoleh 45 = 80 × 738 − 45 × 621, sehingga didapat x0 = 80, y0 = −95. Dengan demikian penyelesaian umumnya adalah:
x = 80 +621
9 k = 80 + 69k
y = −95 − 738
9 k = −95 − 82k
PROBLEMS ANDSOLUTIONS
SOAL-SOAL DANPEMBAHASAN
1. A number A is the smallest natural number which is a product of the small-est three of prime number. Determine two numbers between 200 and 300 which gives the same prime factor with A.
Bilangan A adalah bilangan asli terkecil yang merupakan hasil kali dari 3 bilangan prima terkecil. Sebutkan dua buah bilangan di antara 200 dan 300 yang mempunyai faktor prima yang serupa dengan bilangan A. Solution. A = 2.3.5 = 30, the desired numbers are 24.3.5 = 240 and
2.32.5 = 270
Solusi. A = 2.3.5 = 30, jadi bilangan yang dicari adalah 24.3.5 = 240 dan
2.32.5 = 270
2. P (n) is a multiplication of the digits of number n, and S(n) is summation
of its digits. Determine the ones of n satisfying P (n) + S(n) = n if n is a number consisting two digits.
P (n) didefinisikan sebagai perkalian antara angka-angka bilangan n dan S(n) adalah penjumlahan antara angka-angka bilangan n. Tentukan angka
satuan n yang memenuhi P (n) + S(n) = n jika n adalah bilangan yang terdiri dari dua angka.
Solution. Assume the number n is ab, we have a, b as a tens and ones. Solution. Asumsikan bilangan tersebut adalah ab, maka kita mengartikan
a sebagai puluhan dan b sebagai satuan. P (n) + S(n) = n a.b + (a + b) = ab a.b + (a + b) = 10a + b
ab = 9a = a9
Therefore, the ones of the number is 9
Dari sini didapatkan bahwa satuan bilangan n adalah 9
3. What is the remainder of 13+ 23 + 33+ ... + 1003 divided by 7?
Berapakah sisa pembagian 13+ 23+ 33+ ... + 1003 oleh 7?
Proof. Bukti. 13+ 23+ 33+ ... + 1003 = (1 + 2 + 3 + ... + 100)3 = (5050)2 = (101x50)2(mod 7) = (101)2x(50)2(mod 7) = (2x72+ 3)2x(72 + 1)2(mod 7) = 32x1 (mod 7) = 9 (mod 7) = 2 (mod 7)
Algebra Functions
Fungsi Aljabar
3.1
Polynomials Inequality
Pertidaksamaan Polinomial
In this section, we will show how so solve inequalities. Solving an inequality means finding all of its solutions. A solution of an inequality is a number which when substituted for the variable makes the inequality a true statement.
Dalam bagian ini, akan dipelajari bagaimana menyelesaikan pertidaksamaan. Menyelesaikan pertidaksamaan berarti mencari semua himpunnan penyelesa-ian. Penyelesaian dari pertidakasamaan adalah sebuah bilangan dimana pada saat bilangan itu disubstitusikan maka pertidaksamaan menjadi pernyataan yang benar.
Some properties related to inequality are as follows:
• If a > b then a = b + k, for any k.
• If a > b then a + c > b + c and a.c > b.c where c > 0. • If a > b and b > c then a > c.
• If a > b and c > d then a + c > b + d.
• If a > b > 0 then 1/a > 1/b, and if a/b > 0 then a.b > 0.
Beberapa sifat-sifat terkait dengan pertidaksamaan adalah sebagai berikut:
• Jika a > b maka a = b + k, untuk sebarang k.
• Jika a > b maka a + c > b + c dan a.c > b.c dimana c > 0.
• Jika a > b dan b > c maka a > c.
• Jika a > b dan c > d maka a + c > b + d.
• Jika a > b > 0 maka 1/a > 1/b, dan jika a/b > 0 maka a.b > 0.
In general, we present inequality polynomials as:
Secara umum pertidaksamaan fungsi dinyatakan sebagai
a0xn+ a1xn−1+ · · · + an−1x + an ≥ · ∨ · ≤ 0
The following steps shows how to solve inequality:.
• factorizing the polynomials, if it is not factorizible then consider whether
the function is definite or not.
• Draw a number line and show the roots of polynomial equality on it. • Put sign + or − on each interval of the number line respecting to the
fol-lowing rules:
– Consider the coefficient of the highest order of the inequality.
– If the coefficient of the the highest order is positive (respectively, or negative) then the right side of line number interval is + (respectively, or −). Hence, place an alternate sign on the remaining interval. – Consider the sign of the inequality and confirm with the signs on the
Lagkah-langkah berikut menunjukkan bagaimana cara menyelesaikan persamaan ini.
• Lakukan memfaktorkan terhadap fungsi polinomial, bila tidak dapat di-faktorkan pertimbangkan apakah fungsi tersebut definit.
• Gambar sebuah garis bilangan dan letakkan semua akar-akar persamaan polinomial dalam garis bilangan.
• Berikan tanda + atau − pada setiap interval dengan prinsip berikut:
– Lihat koefisien pangkat tinggi pertidaksamaan tersebut.
– Jika koefisien pangkat tertingginya positif maka interval paling kanan adalah +, bila negatif maka tulis − dan kemudian interval selanjutnya secara bergantian berlawanan tanda.
– Lihat tanda pertidaksamaannya dan cocokkan dengan tanda tanda dalam interval untuk menentukan himpunan penyelesaiannya.
Example. Determine x satisfying inequality x2− 2x − 80 ≤ 0 and
Contoh. Tentukan nilai-nilai x yang memenuhi kedua pertidaksamaan x2−2x−
80 ≤ 0 dan
(2x − 5)501(x2− 3x − 4)(−x2+ 7x − 80)(x3+ 4x2− x + 1)2000
(x + 1)(x + 14)51 ≥ 0
Solution. To solve this inequality we should consider discriminant D = b2−4ac
of quadratic function ax2+ bx + c = 0. If D < 0 and a > 0 then the quadratic
function is positive definite, If D < 0 and a < 0 the quadratic function is negative definite. Furthermore, all number of even power must be positive.
Solusi. Untuk menyelesaikan pertidaksamaan ini maka kita harus ingat kon-sep Deskriminan D = b2 − 4ac untuk fungsi kuadratik ax2 + bx + c = 0. Bila
D < 0 dan a > 0 maka fungsi kuadratik adalah definit positif, Bila D < 0 dan a < 0 maka fungsi kuadratik adalah definit negatif. Kemudian setiap bilangan
yang berpangkat genap pasti bernilai positif.
x2− 2x − 80 ≤ 0 (x − 10)(x + 8) ≤ 0 ⇐⇒ Hp1 = {x| − 8 ≤ x ≤ 10} Whilst(Sedangkan) (2x − 5)501(x2− 3x − 4)(−x2+ 7x − 80)(x3+ 4x2− x + 1)2000 (x + 1)(x + 14)51 ≥ 0 (2x − 5)501(x − 4) ª ⊕ (x + 14)51 ≥ 0 For (Untuk) x 6= −14, (2x − 5)501(x − 4)(x + 14)51ª ⊕ ≥ 0 For (Untuk) x 6= −14, (2x − 5)501(x − 4)(x + 14)51 | {z } ª ª ≥ 0 It follows (Berarti) (2x − 5)501(x − 4)(x + 14)51 ≤ 0 Therefore (Sehingga) Hp2 = {x| − 14 < x ≤ 5 2 · ∨ · x ≥ 4}
Since the problem shows a conjunction relation then both solution sets Hp1 and
Hp2must be joined. It implies that Hp = {x| − 8 ≤ x ≤ 52 · ∨ · 4 ≤ x ≤ 10}.
Karena masalah di atas menunjukkan relasi konjungsi, maka kedua himpunan penyelesaian Hp1 dan Hp2 harus digabung. Sehingga diperoleh Hp = {x| − 8 ≤
x ≤ 5
2 · ∨ · 4 ≤ x ≤ 10}.
Example. The value of x satisfying inequality (x − 2)4(−x2 − x − 10)|x2− x −
1|(−x + 1)2 ≤ 1 is . . .
Contoh. Harga x yang memenuhi pertidaksamaan (x − 2)4(−x2− x − 10)|x2−
(A) x ≤ −1 ∨ 0 ≤ x ≤ 1 ∨ x ≥ 2 (B) −1 2 ≤ x ≤ 0 ∨ 32 ≤ x ≤ 2 (C) −1 ≤ x ≤ 0 ∨ 1 ≤ x ≤ 2 (D) −1 2 < x ≤ 32
(E) All x(Semua harga x)
3.1.1
Inverse Function
Fungsi Invers
If f is a function from A to B then an inverse function for f is a function in the opposite direction, from B to A, with the property that a round trip (a composi-tion) from A to B to A (or from B to A to B) returns each element of the initial set to itself. Thus, if an input x into the function produces an output y, then inputting y into the inverse function f−1 (read f inverse, not to be confused with
exponentiation) produces the output x. Not every function has an inverse; those that are called invertible.
Jika f adalah fungsi dari A ke B maka fungsi invers untuk f adalah suatu fungsi balikan yang berlawanana arah, yaitu dari B ke A, dengan sifat rute balikan itu (komposisi fungsi) adalah dari A ke B ke A (atau dari B ke A ke B) akan mengembalikan masing-masing element dari himpunan asal ke elemen-element itu sendiri. Dengan kata lain, jika dimasukkan x ke dalam fungsi memberikan hasil y, maka dengan memasukkan nilai y ke dalam fungsi invers f−1(baca f in-vers, biar tidak dibingungkan dengan pengertian eksponensial) akan diperoleh
hasil x. Tidak setiap fungsi memiliki balikan, fungsi yang tidak mempunyai fungsi invers ini disebut invertibel.
Theorem 3.1.1 If f (x) is function with x ∈ < then inverse function f−1(x) satisfies the following:
Teorema 3.1.1 Jika f (x) suatu fungsi dalam x ∈ < maka fungsi invers f−1(x) memenuhi hal berikut: 1. f ◦ f−1(x) = x · ∧ · (f ◦ g)−1(x) = g−1◦ f−1(x) 2. f (x) = ax + b =⇒ f−1(x) = x−b a 3. f (x) = ax+b cx+d =⇒ f−1(x) = −dx+b cx−a 4. f (x) = ax2+ bx + c =⇒ f−1 12 (x) = −2ab ± q 1 a ¡ x + D 4a ¢ 5. f (x) =√ax + b =⇒ f−1(x) = x2−b a 6. f (x) = ax + b · ∧ · f ◦ g = px + q =⇒ g(x) = px+q−ba 7. f (x) = abx=⇒ f−1(x) = alog x b
Bukti. For no. 4. From (1), we know that f ◦ f−1(x) = x, so that for f (x) = ax2+ bx + c we get
Proof. Untuk nomor 4. Dari (1) dipahami bahwa f ◦ f−1(x) = x sehingga untuk f (x) = ax2+ bx + c diperoleh f (f−1) = x a(f−1)2+ b(f−1) + c = x a(f−1)2+ b(f−1) + c − x = 0 f−1 12 = − b 2a ± s 1 a µ x + b2− 4ac 4a ¶ 2
3.1.2
Arithmetic and Geometric Sequence
Barisan Aritmatik dan Geometrik
In mathematics, an arithmetic sequence or arithmetic progression is a sequence of numbers such that the difference of any two successive members of the se-quence is a constant. For instance, the sese-quence 3, 5, 7, 9, 11, 13, . . . is an metic progression with common difference 2. The sum of the terms of a arith-metic progression is known as a aritharith-metic series. Thus, the general form of a arithmetic sequence is a, a + b, a + 2b, . . . , a + (n − 1)b; and that of a geometric series is (a) + (a + b) + (a + 2b) + · · · + (a + (n − 1)b).
Dalam matematika, suatu barisan aritmatika atau urutan aritmatika didefin-isikan sebagai barisan bilangan sedemikian hingga beda dari dua bilangan yang berurutan dari barisan itu adalah konstan. Sebagai contoh, barisan bilangan 3, 5, 7, 9, 11, 13, . . . adalah barisan aritmatika dengan beda 2. Jumlah suku-suku dari barisan arimatika disebut dengan deret aritimatika. Bentuk umum dari barisan aritmatika adalah a, a + b, a + 2b, . . . , a + (n − 1)b; sedangkan bentuk umum dari deret aritmatika adalah (a) + (a + b) + (a + 2b) + · · · + (a + (n − 1)b). Meanwhile, A geometric sequence is a sequence of numbers where each term after the first is found by multiplying the previous one by a fixed non-zero num-ber called the common ratio. For example, the sequence 2, 6, 18, 54,. . . is a geometric progression with common ratio 3. Similarly 10, 5, 2.5, 1.25, . . . is a geometric sequence with common ratio 1/2. The sum of the terms of a geo-metric progression is known as a geogeo-metric series. Thus, the general form of a geometric sequence is a, ar, ar2, ar3, ar4, . . .; and that of a geometric series is
a + ar + ar2 + ar3+ ar4+ . . .
Sementara, suatu barisan geometrik adalah barisan bilangan dimana masing-masing suku setelah bilangan pertama didapat dari mengalikan bilangan
se-belumnya dengan bilangan konstan yang tidak nol, yang disebut dengan ra-sio dan rara-sio ini selalu sama. Sebagai contoh, barisan bilangan 2, 6, 18, 54,. . . adalah barisan geometrik dengan rasio 3. Sama hanya dengan barisan 10, 5, 2.5, 1.25, . . . adalah barisan geometrik dengan rasio 1/2. Jumlah suku-suku dari barisan geometrik ini disebut dengan deret geometrik. Bentuk umum dari barisan geometri adalah a, ar, ar2, ar3, ar4, . . .; sedangkan bentuk umum dari
deret geometri adalah a + ar + ar2+ ar3 + ar4+ . . .
Lemma 3.1.1 Given an arithmetic sequence a+(a+b)+(a+2b)+· · ·+(a+(n−1)b),
where a is an initial term an b is a deference of any two successive terms. Then, we have the followings:
Lema 3.1.1 Diberikan suatu deret aritmatika a+(a+b)+(a+2b)+· · ·+(a+(n−1)b), dimana a adalah nilai suku awal dan b adalah beda suku-suku yang berurutan, maka beberapa hal berikut berlaku:
Un = a + (n − 1)b (3.1) Sn = n 2[U1+ Un] (3.2) Sn = n 2[2a + (n − 1)b] (3.3) Ut = a + 1 2(n − 1)b (3.4)
Lemma 3.1.2 If we insert some k numbers on between any two successive numbers of
Lema 3.1.2 Jika diantara dua buah bilangan yang berurutan dari suatu deret arit-matika disisipi k buah bilangan dan membentuk deret aritarit-matika baru maka
b0 = b
k + 1 (3.5)
n0 = n + (n − 1)k (3.6)
Lemma 3.1.3 Let a + ar + ar2 + · · · + arn−1 be a geometric sequence, where a, r are respectively an initial value and ratio. The followings hold for this squence
Lema 3.1.3 Diberikan suatu deret geometrik a + ar + ar2 + · · · + arn−1, dimana a adalah nilai suku awal dan r adalah rasio suku-suku yang berurutan. Beberapa hal berikut berlaku untuk deret ini.
Un = arn−1 (3.7) Sn = a(r n− 1) r − 1 , r > 1 (3.8) Sn = a(1 − rn) 1 − r , r < 1 (3.9) Ut = a √ rn−1 (3.10)
Lemma 3.1.4 If we insert some k numbers on between any two successive numbers of
geometric sequence and they form a new geometric sequence, then
Lema 3.1.4 Jika diantara dua buah bilangan yang berurutan dari suatu deret geometrik disisipi k buah bilangan dan membentuk deret geometrik baru maka
r0 = k+1√r (3.11)
Lemma 3.1.5 For arithmetic and geometric series satisfy Un = Sn− S(n − 1).
Lema 3.1.5 Untuk deret aritmatik maupun geometrik berlaku Un = Sn− S(n − 1).
Lemma 3.1.6 An infinite convergence geometric series, where |r| < 1, satisfies S∞ = a
1−r.
Lema 3.1.6 Untuk deret geometrik tak hingga konvergen, dimana |r| < 1, berlaku S∞= 1−ra .
Example. Determine the sum of all radius of circles whose numbers are infinity. Example. Tentukan jumlah seluruh jari-jari lingkaran berikut ini sampai pada banyaknya lingkaran tak higga.
∞
Furthermore, how to find the n-term of sequence 1, 4, 11, 22, 37, . . . . Both formu-las Un can not be used to answer this problems as the sequence does not have
a common difference at first layer, namely 3,7,11,15. Thus then, this sequence admits an arithmetic sequence of common difference 4. The solution can be ob-tained by considering polynomial f (x) = akxk+ ak−1xk−1+ ak−2xk−2+ · · · + a0x0.
Selanjutnya, bagaimana menentukan suku ke−n dari barisan bilangan: 1, 4, 11, 22, 37, . . . . Kedua rumus Un di atas tidak dapat dipakai untuk menjawab
per-tanyaan ini, sebab beda pada layer pertama tidak sama, yaitu 3,7,11,15, baru kemudian barisan beda ini merupakan barisan aritmatika dengan beda 4. So-lusinya diperoleh dari mempertimbangkan fungsi polinomial f (x) = akxk + ak−1xk−1+ ak−2xk−2+ · · · + a0x0.
Lemma 3.1.7 Let f (x) = a1x + a0; x = 1, 2, . . . , n be a linear function series of the
polynomial, it has common difference b = a1 at firs layer.
Lema 3.1.7 Misal deret fungsi linear dari polinomial di atas adalah f (x) = a1x +
a0; x = 1, 2, . . . , n, maka deret ini mempunyai beda b = a1pada layer pertama.
Proof. An expansion of the linear function for the n-terms is as follows: Bukti. Ekspansi fungsi linear sampai suku ke−n adalah sebagai berikut:
a1+ a0, 2a1 + a0, . . . , a1(n − 3) + a0, a1(n − 2) + a0, a1(n − 1) + a0, a1n + a0
hence the common difference of the successive terms is b = f (n) − f (n − 1) =
f (n − 1) − f (n − 2) = · · · = f (2) − f (1) = a1, namely
sehingga beda dari suku-suku yang berurutan adalah b = f (n) − f (n − 1) =
f (n − 1) − f (n − 2) = · · · = f (2) − f (1) = a1, yaitu a1+ a0, 2a1 + a0 | {z } a1 , . . . , a|1(n − 3) + a0{z, a1(n − 2) + a}0 a1 , a|1(n − 1) + a{z0, a1n + a}0 a1
Lema 3.1.8 Let f (x) = a2x2+ a1x + a0; x = 1, 2, . . . , n be a quadratic function series
of the polynomial, it has common difference b = 2a2 at second layer.
Lema 3.1.9 Misal deret fungsi kuadrat dari polinomial di atas adalah f (x) = a2x2+
a1x + a0; x = 1, 2, . . . , n, maka deret ini mempunyai beda b = 2a2 pada layer kedua.
Proof. An expansion of the quadratic function for the n-terms is as follows: Bukti. Ekspansi fungsi quadratic untuk suku ke−n adalah sebagai berikut:
a2+ a1 + a0, 4a2+ 2a1+ a0, . . . , a2(n − 1)2+ a1(n − 1) + a0, a2n2+ a1n + a0
hence the differences of the successive terms are as follows:
sehingga beda layer pertama dari suku-suku yang berurutan adalah sebagai berikut: bn = f (n) − f (n − 1) = 2a2n − a2 + a1 = (2n − 1)a2+ a1 bn−1 = f (n − 1) − f (n − 2) = 2a2n − 3a2+ a1 = (2n − 3)a2+ a1 bn−2 = f (n − 2) − f (n − 3) = 2a2n − 5a2+ a1 = (2n − 5)a2+ a1 ... b3 = f (3) − f (2) = 5a2+ a1 b2 = f (2) − f (1) = 3a2+ a1.
Therefore, the common difference of the successive terms of the difference se-quence of the first layer is
Dengan demikian, beda dari suku-suku yang berurutan pada barisan beda un-tuk layer pertama adalah
or atau a2 + a1+ a0, 4a2+ | {z } 3a2+a1 2a1+ a0, 9a2+ | {z } 5a2+a1 3a1+ a0, 16a2+ | {z } 7a2+a1 4a1+ a0, 25a2+ | {z } 9a2+a1→Layer I 5a1 + a0 | {z } 2a2 | {z } 2a2 | {z } 2a2→Layer II 2
Lema 3.1.10 Let f (x) = a3x3+ a2x2 + a1x + a0; x = 1, 2, . . . , n, be a cubic function
series of the polynomial, it has common difference b = 6a3 at third layer.
Lema 3.1.11 Misal deret fungsi kubik dari polinomial di atas adalah f (x) = a3x3 +
a2x2 + a1x + a0; x = 1, 2, . . . , n, maka deret ini mempunyai beda b = 6a3 pada layer
ketiga.
Proof. As exercise.
Bukti. Sebagai latihan. 2
We conclude inductively in the following theorem:
Secara induktif dapat disimpulkan dalam teorema berikut:
Theorem 3.1.2 The series of polynomial function f (x) = akxk+ak−1xk−1+ak−2xk−2+ · · · + a0x0; x = 1, 2, . . . , n has a common difference b = k!ak at layer k.
Teorema 3.1.2 Deret fungsi polinomial f (x) = akxk+ ak−1xk−1+ ak−2xk−2+ · · · + a0x0; x = 1, 2, . . . , n, mempunyai beda yang sama b = k!akpada layer ke−k.
Proof. As exercise.
Bukti. Sebagai latihan. 2
Example. Given a series 15 + 32 + 63 + 108 + 167 + . . . . Obtain the n−term and the n−sum.
Example. Diberikan suatu deret 15 + 32 + 63 + 108 + 167 + . . . . Tentukan suku ke−n dan jumlah ke−n.
Solution. The series above forms the following Solusi. Deret di atas akan mengikuti pola berikut
15 + 32 | {z } 17 + 63 | {z } 31 + 108 | {z } 45 + 167 | {z } 59 + . . . | {z } 14 | {z } 14 | {z } 14
Since the series has a common difference at second layer, we have k = 2 and the function f (x) = a2x2 + a1x + a0. We need to find the coefficients a2, a1, a0.
Theorem 3.1.2 implies b = k!ak = 2!a2 = 14 → a2 = 7, it follows f (x) = 7x2+
a1x + a0. Let Un= f (n) and Un= 7n2+ a1n + a0. We have the following:
Karena deret fungsi mempunyai beda yang sama pada layer kedua maka k = 2 dan rumus f (x) = a2x2+ a1x + a0. Selanjutnya perlu dicari koefisien a2, a1, a0.
Dari Theorema 3.1.2 diperoleh b = k!ak = 2!a2 = 14 → a2 = 7. Sehingga
f (x) = 7x2 + a
1x + a0. Misal Un = f (n) dan Un = 7n2 + a1n + a0, maka akan
didapat:
n = 1 → 7 + a1+ a0 = 15 → a1+ a0 = 8
n = 2 → 28 + 2a1+ a0 = 32 → 2a1+ a0 = 4
From both equations, we have a1 = −4 dan a0 = 12 which implies that the
Dari kedua persamaan diperoleh nilai a1 = −4 dan a0 = 12. Sehingga suku
ke−n adalah Un = 7n2− 4n + 12.
To find the n−sum of the above series, we consider the following series
Untuk menentukan jumlah ke−n dari deret di atas, maka kita lihat deret berikut
Un → 15, 32, 63, 108, 167, . . . Sn → 15, 47, 110, 218, 385, . . . 15, 47 | {z } 32 , 110 | {z } 63 , 218 | {z } 108 , 385 | {z } 167 + . . . | {z } 31 | {z } 45 | {z } 59 | {z } 14 | {z } 14
Since the sequence of function has a common difference on the third layer, we have k = 3 and function f (x) = a3x3 + a2x2 + a1x + a0. We need to find the
coefficients a3, a2, a1, a0. Theorem 3.1.2 implies b = k!ak = 3!a3 = 14 → a3 = 73.
Hence f (x) = 7
3x3+ a2x2+ a1x + a0. Let Sn= f (n) and Sn = 7
3n3+ a2n2+ a1n + a0.
We have the following:
Karena deret fungsi mempunyai beda yang sama pada layer ketiga maka k = 3 dan rumus f (x) = a3x3 + a2x2 + a1x + a0. Selanjutnya perlu dicari koefisien
a3, a2, a1, a0. Dari Theorema 3.1.2 diperoleh b = k!ak = 3!a3 = 14 → a3 = 73.
Sehingga f (x) = 7
3x3+ a2x2+ a1x + a0. Misal Sn = f (n) maka Sn = 73n3+ a2n2+
a1n + a0, maka akan didapat:
n = 1 → 7 3 + a2+ a1+ a0 = 15 → a2+ a1+ a0 = 38 3 n = 2 → 56 3 + 4a2+ 2a1+ a0 = 47 → 4a2+ 2a1+ a0 = 85 3 n = 3 → 189 3 + 9a2+ 3a1+ a0 = 110 → 9a2+ 3a1+ a0 = 141 3
Solving the three equations, we have a2 = 32, a1 = 676 and a0 = 0 which implies