• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis dan nilai kesehatan yang tinggi. Di Indonesia, tumbuhan ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis dan nilai kesehatan yang tinggi. Di Indonesia, tumbuhan ini"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 memiliki nilai ekonomis dan nilai kesehatan yang tinggi. Di Indonesia, tumbuhan ini tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Bahkan di Propinsi Sumatera Selatan, tumbuhan duku merupakan salah satu buah unggulan dan komoditi penting yang dikenal sebagai duku Palembang karena memiliki rasa yang manis, segar, sedikit bijinya dan memiliki kulit yang tipis. Nama tumbuhan ini berbeda dibeberapa negara seperti duku, kokosan, langsat, (Indonesia), duku, langsak (Burmese), langsat, duku (English), lanzone, lanzon, lansones, lansone, buahan (Filipino), langseh, langsep, lansa (Malay), duku, longkong, langsat (Thai), dan bòn-bon (Vietnamese) (Yaacob & Bamroongrugsa, 1991; Lim, 2012).

Lansium domesticum atau biasa di Indonesia dikenal sebagai duku, kokosan dan langsat ini dilaporkan memiliki berbagai macam aktivitas farmakologis seperti antimalaria, antitumor, antikanker, antibakteri, antimelanogenesis, antimutagenik dan antioksidant (Yapp & Yap, 2003; Saewan et al., 2006; Arung et al., 2009; Klungsupya et al., 2012). Kulit kayu dari tumbuhan ini telah banyak dimanfaatkan di Indonesia sebagai obat disentri, diare, malaria dan sebagai antidote untuk racun kalajengking (Naito, 1995; Loekitowati & Hermansjah, 2000).

Distribusi tumbuhan ini menyebar cukup luas di wilayah Asia Tenggara, di beberapa daerah duku ditanam sebagai salah satu buah-buahan yang penting. Bahkan

(2)

varietas liar dari tanaman ini dapat dijumpai di alam (Verheij & Coronel, 1997). Tumbuhan ini juga dibudidayakan dibeberapa negara seperti Vietnam, Burma, Srilanka, India, Australia, Hawaii, Suriname dan Puerto Rico (Yaacob & Bamroongrugsa, 1991; Lim, 2012).

Ditinjau dari status taksonomis duku, kokosan dan langsat masih belum mempunyai klasifikasi yang tetap. Menurut beberapa ahli taksonomi belum tetapnya pengklasifikasian tersebut antara lain disebabkan oleh tingginya tingkat kemiripan morfologis terutama pada duku dan langsat (Te-chato et al., 1995). Partenokarpi dan apomiksis yang terjadi pada duku, kokosan dan langsat mengakibatkan perbandingan morfologis sulit dibedakan karena tumbuhan ini sering tumbuh pada lokasi yang sama. Selain itu pemberian nama daerah tidak konsisten sehingga nama yang sama diberikan untuk varietas yang berbeda ataupun sebaliknya nama yang berbeda digunakan untuk varietas yang sama (Verheij & Coronel, 1997). Karakter fenotipik yang dapat membedakan tumbuhan ini, baru dapat diamati setelah tumbuhan memasuki masa berbuah yaitu setelah tumbuhan berumur 5-10 tahun (Song et al., 2000).

Duku, kokosan dan langsat pada kategori marga yang didasarkan pada pengamatan daun, bunga, dan buah ditempatkan pada marga Aglaia Lour. dan ketiganya merupakan tiga jenis yang berbeda yaitu A. dookkoo Griff. (duku), A. aquea (Jack) Kosterm. (kokosan), dan A. domestica (Corr. emend. Jack) Pellegrin (pisitan/langsat). Lansium dinyatakan sebagai seksi dari marga Aglaia Lour.

(3)

(Kostermans, 1966), meskipun demikian Pennington & Styles (1975) menunjukkan bahwa Lansium dan Aglaia dapat dibedakan berdasarkan struktur bunganya.

Sunarti (1987) melaporkan berdasarkan anatomi daun duku, kokosan dan langsat yang dikoleksi dari daerah Bogor, Condet, dan Purworejo menempatkan duku, kokosan dan langsat sebagai marga Lansium. Hasil yang sama didapatkan oleh Pudjoarinto & Hasanuddin (1996) yang menempatkan duku, kokosan dan langsat dalam marga Lansium berdasarkan ornamentasi eksin serbuk sari.

Pada kategori jenis, Kostermans (1960) menyatakan duku dan kokosan sebagai dua jenis yang berbeda yaitu L. domesticum Corr. (duku) dan L. aqueum (Jack) Miq. (kokosan), sedangkan langsat merupakan hibrid antara duku dan kokosan. Backer & van den Brink (1965) berdasarkan spesimen yang ada di Jawa mengelompokkan duku dan kokosan sebagai satu jenis yaitu L. domesticum Corr dan menempatkan langsat sebagai varietas pubescent K. & V.

Penempatan duku, kokosan dan langsat kemudian direvisi lagi oleh Kostermans (1966) sebagai tiga jenis yang berbeda yaitu A. dookkoo Griff. (duku), A. aquea (Jack) Kosterm. (kokosan), dan A. domestica (Corr. emend. Jack) Pellegrin (pisitan). Mabberley & Pannel (1989) berdasarkan spesimen yang ada di Peninsular Malaysia menempatkan duku dan langsat dalam satu jenis yaitu L. domesticum. Kedudukan taksonomi kokosan tidak disebutkan karena tidak ditemukan keberadaannya di wilayah tersebut.

(4)

Pudjoarinto & Hasanuddin (1996) melaporkan berdasarkan hasil pengamatan mikromorfologis pada variasi sifat dan ciri serbuk sari yang diperoleh dari beberapa daerah di Jawa, hasilnya menyatakan bahwa duku, kokosan dan langsat lebih tepat sebagai tiga jenis yang berbeda yaitu L. dookkoo (duku), L. aqueum (kokosan), dan L. domesticum (langsat).

Pada kategori infraspesies, ada dua pendapat status taksonomis duku, kokosan dan langsat yaitu pada kategori varietas dan grup. Pada kategori varietas berdasarkan pengamatan makromorfologis, Hasskarl (1844) dalam Sunarti (1987) menyatakan duku, kokosan dan langsat sebagai varietas yang berbeda yaitu L. domesticum Corr. var. duku Hasskl. (duku), L. domesticum Corr. var. kokosan Hasskl. (kokosan), dan L. domesticum Corr. var. piedjietan Hasskl. (pisitan/langsat); Ridley (1931) dalam Lim (2012) menyatakan duku, kokosan dan langsat ditempatkan menjadi dua varietas yaitu L. domesticum var. typica yang dikenal dengan nama duku dan L. domesticum var. pubescent Koorders et Valeton yang dikenal dengan langsat dan kokosan; Morton (1987) menyatakan L. domesticum Corr. digolongkan menjadi dua varietas yaitu L. domesticum var. pubescent (pisitan/langsat) dan L. domesticum var. domesticum (duku). Yee et al. (1993) melaporkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan anatomi daun, bunga, dan buah memisahkan duku dan langsat sebagai varietas dalam jenis yang sama yaitu L. domesticum. Morton (1987) maupun Yee et al. (1993) tidak menyebutkan kedudukan taksonomi kokosan pada tingkat varietas.

(5)

Pada kategori grup berdasarkan karakter makromorfologisnya, Lim (2012) menempatkan duku, kokosan dan langsat dalam satu jenis yaitu L. domesticum yang dibagi menjadi dua grup yaitu L. domesticum ‘grup duku’ dan L. domesticum ‘grup langsat-dokong/lonkong’.

Sifat dan ciri morfologis merupakan dasar dalam klasifikasi tumbuhan. Sivarajan (1984) menyatakan bahwa variasi sifat dan ciri morfologis selain digunakan untuk mengidentifikasi juga dapat digunakan untuk mengkaji hubungan kekerabatan dan penentuan status dalam klasifikasi kategori suku, anak suku, tribus, marga, dan jenis.

Pengkajian hubungan kekerabatan duku, kokosan dan langsat berdasarkan variasi sifat dan ciri morfologis di Indonesia baru sebatas morfologi serbuk sari (Pudjoarinto & Hasanuddin, 1996). Namun pengkajian hubungan kekerabatan berdasarkan morfologis secara utuh meliputi organ vegetatif maupun generatif belum pernah dilaporkan.

Pengkajian karakter morfologis secara utuh meliputi organ vegetatif dan generatif sangat penting terutama digunakan dalam pengkajian taksonomi dalam kaitannya dengan hubungan kekerabatan dan keragaman diantara jenis dalam marga yang sama sehingga dapat memahami perbedaan karakter morfologis tersebut secara utuh (Suratman et al., 2000; Astuti & Munawaroh, 2011).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang molekular, maka pendekatan dalam memecahkan permasalahan taksonomi juga

(6)

berkembang. Nuryani (2002) menyatakan pendekatan molekular dapat digunakan untuk menganalisis variasi genetik dan mengkaji hubungan kekerabatan tumbuhan.

Pendekatan molekular dapat dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan penanda protein (isozim) dan penanda DNA. Pendekatan molekular berdasarkan penanda protein pada umumnya berdasarkan isozim. Pendekatan molekular berdasarkan penanda DNA, antara lain Random Fragment Length Polymorphism (RFLP), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD), Inter Simple Sequence Repeats (ISSRs), mikrosatelit atau Simple Sequence Repeats (SSRs), dan sekuen DNA (Varshney et al., 2005).

Penanda isozim telah diaplikasikan dalam mengidentifikasi L. domesticum (longkong, duku, langsat, dan duku-langsat) (Te-chato et al., 1995); penentuan status taksonomis duku, kokosan dan langsat (Retnoningsih et al., 2001). Pada kedua penelitian tersebut walaupun sama-sama menggunakan penanda isozim didapatkan hasil yang berbeda. Te-chato et al. (1995) menempatkan longkong, duku, langsat, dan duku-langsat dalam jenis yang sama yaitu L. domesticum sedangkan hasil yang didapatkan Retnoningsih et al. (2001) mendukung pernyataan Pudjoarinto & Hasanuddin (1996). Kiew et al. (2003) dengan metode AFLP telah menentukan status taksonomis duku, langsat, dan duku-langsat berdasarkan spesimen dari Malaysia dalam satu jenis yaitu L. domesticum.

RAPD telah diaplikasikan dalam mempelajari variasi genetik L. domesticum Corr. dari Thailand yaitu longkong (Nualsri et al., 2000); longkong, langsat, dan duku

(7)

(Nualsri & Te-chato, 2001); longkong, langsat, duku (Te-chato et al., 2005). RAPD juga telah diaplikasikan dalam mengkaji hubungan kekerabatan genetik duku, langsat, duku-langsat, dan dokong yaitu berdasarkan spesimen dari Malaysia (Song et al., 2000) dan Yulita (2011) berdasarkan spesimen dari Jawa, Sumatera, dan Seram. Hasil yang didapatkan Song et al. (2000) yaitu terbentuknya dendrogram sesuai dengan wilayah geografis. Berdasarkan pola pengelompokan menyatakan duku, langsat, duku-langsat, dan dokong sebagai jenis yang berbeda dalam Lansium atau subspesies dalam L. domesticum.

Menurut Song et al. (2000) untuk memperkuat hasil ini perlu dilanjutkan pengamatan morfologis secara menyeluruh, dan dilengkapi dengan pendekatan molekular dengan metode sekuensing DNA kloroplas dan daerah ITS rDNA. Yulita (2011) mendapatkan pola pengelompokan duku dan kokosan tidak sesuai dengan wilayah geografis dan tidak dengan jelas menyebutkan kedudukan taksonomi duku dan kokosan. Pengkajian penempatan duku, kokosan dan langsat pada wilayah pengambilan sampel yang lebih luas di Indonesia dengan metode RAPD belum pernah dilaporkan.

Pendekatan molekular dengan metode sekuensing menggunakan urutan nukleotida daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) telah digunakan para ahli untuk memahami keanekaragaman dan dapat mengkaji hubungan filogenetik tumbuhan (Hershkovitz & Zimmer, 1996; Muellner et al., 2008; Pandey & Ali, 2012). Beberapa peneliti telah menggunakan daerah ITS rDNA untuk mengkaji filogenetik

(8)

molekular Aglaia (Meliaceae) (Muellner et al., 2005); Melioideae (Meliaceae) (Muellner et al., 2008); dan Turraea breviflora (Meliaceae) (Muellner & Mabberley, 2008). Pengkajian status taksonomis duku, kokosan dan langsat di Indonesia berdasarkan sekuensing daerah ITS rDNA belum pernah dilaporkan.

B. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah status taksonomis duku, kokosan dan langsat pada kategori marga, jenis, dan infraspesies serta hubungan kekerabatannya berdasarkan karakter morfologis?

2. Bagaimanakah status taksonomis duku, kokosan dan langsat pada kategori marga, jenis, dan infraspesies serta hubungan kekerabatannya dengan menggunakan metode RAPD dan sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan status taksonomis duku, kokosan dan langsat pada tingkat marga, jenis, dan infraspesies serta hubungan kekerabatannya berdasarkan karakter morfologis.

(9)

2. Menetapkan status taksonomis duku, kokosan dan langsat pada tingkat marga, jenis, dan infraspesies serta hubungan kekerabatannya dengan menggunakan metode RAPD dan sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA serta dengan metoda RAPD mendapatkan pita DNA spesifik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu kultivar.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan tentang keragaman morfologi dan molekular duku, kokosan dan langsat seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian terdahulu tentang keragaman morfologi dan analisis molekular duku, kokosan dan langsat.

No Peneliti dan Tahun

Kajian Penelitian Asal Sampel

Hasil Penelitian 1 Pennington &

Styles, 1975

Struktur bunga - Lansium : bunga tunggal atau bulir majemuk, pada batang atau cabang, petal lima, benang sari sepuluh dalam 1-2 lingkaran, bakal buah lima ruang, tangkai putik panjang dengan ujung rompang, buah berri.

Aglaia : bunga malai pada ketiak, petal 5-10 dan tidak pernah dalam 2 lingkaran, bakal buah 1-3(4) ruang, tangkai putik sangat pendek atau tidak ada dengan ujung bentuk bongkol, kadang-kadang berlobus, buah berri, kadang-kadang buah keras.

(10)

Tabel 1. Lanjutan No Peneliti dan

Tahun

Kajian Penelitian Asal Sampel

Hasil Penelitian 2 Sunarti, 1987 Anatomi daun

duku, kokosan dan langsat Bogor, Condet, dan Purworejo Tidak mendukung penempatan duku, kokosan dan langsat dalam marga Aglaia dan memasukan dalam marga Lansium.

3 Yee et al., 1993 Anatomi daun, bunga, dan buah duku dan langsat

- Memisahkan duku dan langsat sebagai varietas dalam jenis yang sama yaitu L. domesticum. 4 Mabberley et al., 1995 Kandungan kimia dan anatomi - Lansium : mempunyai minyak esensial berupa sesquiterpenoid dalam bentuk 3-oxo-β-bourbonene dan indumentum berupa rambut halus. Aglaia : memiliki paratracheal parenkim dan hipodermis adaksial serta memiliki rambut bintang atau sisik. 5 Pudjoarinto dan

Hasanuddin, 1996

Morfologi serbuk sari duku, kokosan dan langsat Koleksi Kebun Raya Bogor, DIY, Jawa tengah, dan Jawa Timur Menempatkan sebagai duku, kokosan dan langsat sebagai jenis yang berbeda yaitu L. dookkoo (duku), L. aqueum (kokosan), dan L. domesticum (langsat). 6 Nualsri et al., 2000 Variasi genetik longkong (L. domesticum Corr.) dengan pendekatan RAPD

Thailand Metode RAPD dapat digunakan untuk menyeleksi primer yang menghasilkan

polimorfisme tinggi 7 Song et al., 2000 Hubungan

kekerabatan genetik beberapa asesi L. domesticum dengan pendekatan RAPD Beberapa daerah di Malaysia Dendrogram yang terbentuk sesuai dengan wilayah goegrafis dan empat tipe dalam L. domesticum sebagai spesies yang berbeda dalam Lansium atau sub-spesies dalam L.

(11)

Tabel 1. Lanjutan No Peneliti dan

Tahun

Kajian Penelitian Asal Sampel

Hasil Penelitian 8 Kiew et al., 2000 Pengkajian

penentuan status taksonomis duku, langsat, dan duku-langsat dengan pendekatan AFLP Beberapa daerah di Malaysia Menempatkan duku, langsat, dan duku-langsat dalam satu jenis yaitu L. domesticum. 9 Retnoningsih et al., 2001 Isozim duku, kokosan dan langsat DIY dan Jawa Tengah Menempatkan duku, kokosan dan langsat sebagai jenis yang berbeda sebagai L. dookkoo (duku), L. aqueum (kokosan), dan L. domesticum (langsat) 10 Nualsri &

Te-chato, 2001 Pemilihan primer RAPD untuk identifikasi longkong, langsat, dan duku

Thailand Metode RAPD dapat digunakan untuk menyeleksi primer yang menghasilkan polimorfisme tinggi 11 Te-chato et al., 2004 Identifikasi longkong, langsat, duku (Lansium spp.) dengan pendekatan RAPD

Thailand Metode RAPD dapat digunakan untuk menyeleksi primer yang menghasilkan polimorfisme tinggi 12 Muellner et al., 2005 Evaluasi konsep taksonomi berdasarkan sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA dan metabolit sekunder Aglaia (Meliaceae) Bangladesh, Thailand, Fiji, Samoa, dan Australia

Aglaia dan Lansium dalam pengelompokan yang terpisah dan membentuk hubungan kekerabatan monofiletik.

13 Muellner et al., 2008

Evaluasi tribus dan hubungan kekerabatan Melioideae (Meliaceae) berdasarkan sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA Thailand, Malaysia, Sri Lanka, Australia, Malaysia, Kebun Raya Bogor dan Kew, U.K.

Aglaia dan Lansium dalam pengelompokan yang terpisah dan membentuk hubungan kekerabatan monofiletik dalam satu tribus Aglaieae.

(12)

Tabel 1. Lanjutan No Peneliti dan

Tahun

Kajian Penelitian Asal Sampel

Hasil Penelitian 14 Yulita, 2011 Variasi genetik dan

hubungan kekerabatan aksesi L. domesticum Jawa, Sumatera, dan Ceram Dendrogram yang terbentuk tidak sesuai dengan wilayah geografis. 15 Lim, 2012 Edible Medicinal

Plant

Malaysia Penempatan duku, kokosan dan langsat menjadi dua grup dalam satu jenis yaitu L. domesticum’grup duku’ dan L. domesticum’grup langsat-longkong’

Pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini mengkaji pemantapan status taksonomis duku, kokosan dan langsat di Indonesia berdasarkan pendekatan morfologis dan molekular dengan metode RAPD dan sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA. Menurut Chamberlain (1988) dan Syamsuardi (2002) penentuan status taksonomis dengan pendekatan morfologis dan molekular mampu memecahkan permasalahan dalam penentuan jenis, dan kategori di bawah jenis (infraspesific).

Pendekatan morfologis duku, kokosan dan langsat yang telah dilakukan oleh beberapa ahli taksonomi (Tabel 1) belum bersifat menyeluruh. Pennington & Styles (1975) mengkaji struktur bunga; Pudjoarinto & Hasanuddin (1996) mengkaji variasi sifat dan ciri morfologi serbuk sari sedangkan pada penelitian ini menganalisis variasi sifat dan ciri morfologis duku, kokosan dan langsat secara utuh meliputi organ vegetatif dan generatif serta mengkaji hubungan kekerabatannya.

(13)

Pendekatan molekular telah dilakukan dalam menganalisis variasi genetik dan mengkaji hubungan kekerabatan duku, kokosan dan langsat. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan beberapa ahli taksonomi yang menganalisis variasi genetik duku, langsat, duku-langsat, dan dokong dengan metode AFLP dalam penentuan status taksonomis (Kiew et al., 2003); menyeleksi primer yang menghasilkan polimorfisme tinggi pada duku, langsat, dan lonkong dengan metode RAPD (Nualsri et al., 2000; Nualsri & Te-chato, 2001; dan Te-chato et al., 2005). Pada Tabel 1 menunjukkan pengkajian hubungan kekerabatan duku, kokosan dan langsat telah dilakukan oleh beberapa ahli taksonomi yaitu berdasarkan isozim (Retnoningsih et al., 2001); duku, langsat, duku-langsat, dan dokong dengan metode RAPD (Song et al., 2000); duku dan kokosan dengan metode RAPD (Yulita, 2011).

Ahli taksonomi yang mengkaji hubungan kekerabatan filogenetik duku, kokosan dan langsat dengan metode sekuensing nukleotida daerah ITS rDNA belum pernah dilaporkan. Berdasarkan Tabel 1, penelitian yang mengkaji daerah ITS rDNA tidak secara khusus membahas tentang hubungan kekerabatan filogenetik L. domesticum namun lebih ke pembahasan hubungan kekerabatan filogenetik Aglaia (Meliacaeae) dan Melioideae (Meliacaeae) yang salah satu sampelnya adalah L. domesticum seperti yang dilakukan Muellner et al. (2005) dan Muellner et al. (2008).

Pemantapan status taksonomis duku, kokosan dan langsat di Indonesia dengan pendekatan molekular masih bersifat terbatas. Retnoningsih et al. (2001) mengkaji pola pita isozim dengan area pengambilan sampel pada beberapa daerah di Jawa.

(14)

Yulita (2011) mengkaji variasi genetik dan hubungan kekerabatan beberapa aksesi L. domesticum (duku dan kokosan) dari Jawa, Sumatera dan Seram dengan menggunakan metode RAPD. Pada penelitian ini, aksesi yang digunakan yaitu duku, kokosan dan langsat dengan pengambilan sampel pada area distribusi yang lebih luas dan primer yang digunakan sebanyak sebelas primer (OPA-01, OPA-02, OPA-10, OPB-07, OPB-11, OPB-12, OPB-15, OPT-16, OPU-14, OPU-19, dan OPU-20).

Pengambilan sampel duku, kokosan dan langsat telah dilakukan pada daerah sentra pertumbuhan duku, kokosan dan langsat di Indonesia. Diharapkan dengan pengambilan sampel pada distribusi geografis yang lebih luas dapat memberikan range atau kisaran yang lebih besar sehingga dapat menjadi dasar pengklasifikasian yang lebih komprehensif

E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang status taksonomis duku, kokosan dan langsat ditinjau dari karakter morfologis dan molekular.

2. Memberikan informasi tentang variasi genetik yang merupakan hal penting untuk pengembangan budidaya tumbuhan duku, kokosan dan langsat.

3. Sebagai informasi dasar mengenai plasma nutfah duku, kokosan dan langsat di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Artikel ini diharap- kan dapat memberikan kontribusi kepada instansi terkait, khususnya pada pihak pengolah makanan tradisional di industri pariwisata dan pihak pe- merintah

Clark (1996), mengemukakan bahwa dalam mengantisipasi atau meminimalkan perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman pengembangan pulau-pulau kecil, maka sangat diperlukan identifikasi

Faktor-faktor yang dapat terjadi sehingga sifat kimia tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi yaitu terjadinya kesalahan dalam pengambilan contoh tanah

  Peraturan K3   Rambu-rambu K3   Alat pelindung Diri   Alat-alat Tangan   Alat bertenaga   Alat ukur mekanik   Prosedur kerja   Gambar kerja Menanya

Detail Pekerjaan Proyek KodeHsPekerjaan Nama Pekerjaan Satuan Volume Total Bahan Total Harga Upah Total Overhead Total harga <pi> Integer Variable characters (30) Float

[r]

Dari hasil Penelitian dapat dilihat peningkatan kemampuan menalar siswa pada pokok bahasan Gradien Persamaan Garis lurus dengan tes awal 41% dan pada siklus I meningkat menjadi 54%

Berdasarkan informasi dari guru kelas, adanya beberapa anak yang memutuskan untuk tidak bersekolah (putus sekolah) di SD Inpres Cambaya di Kabupaten Gowa,