• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN PP NOMOR 78 TAHUN 2021 TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI INDONESIA (Implementation of PP Number 78 of 2021 in Children in Conflict with the Law in Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of PENERAPAN PP NOMOR 78 TAHUN 2021 TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI INDONESIA (Implementation of PP Number 78 of 2021 in Children in Conflict with the Law in Indonesia)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN: 2356-4164, E-ISSN: 2407-4276

Open Access at : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

1105

PENERAPAN PP NOMOR 78 TAHUN 2021 TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI INDONESIA (Implementation of PP Number 78 of 2021 in Children in Conflict with the Law in Indonesia)

Muhamad Farhan, Mitro Subroto Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

E-mail: mfarhan29710@gmail.com , subrotomitro07@gmail.com Info Artikel Abstract

Masuk: 1 Desember 2023 Diterima: 15 Januari 2023 Terbit: 1 Febaruari 2023 Keywords:

ABH; Child protection;

Special Protection for Children

There is no special study regarding children in conflict with the law based on Government Regulation Number 78 of 2021 concerning Special Protection for Children, in this case discussing the protection of children in conflict with the law. In this article, the researcher tries to examine the situation and condition of children in conflict with the law and the application of protection for children in conflict with the law through the application of Government Regulation Number 78 of 2021. This research is qualitative descriptive using normative-empirical (socio- legal) legal research methods.) with a statutory approach and a case approach. The results of this study indicate that the situation and condition of children dealing with the law are the problems faced by children starting from the pre-adjudication stage to post-adjudication this happens because the law or all types of regulations that exist are not followed by the existing system in government. and it is also known that throughout the birth of PP No. 78 of 2021 until now the number of cases of sexual crimes has increased significantly, it means that PP No. 78 of 2021 has not been implemented properly, but with this PP it becomes the basis for various parties involved according to their authority to be able to make efforts to protect children in conflict with the law. The suggestion from this research is to carry out a comprehensive socialization of the rules and their implementation so that stakeholders can understand so that the implementation will be as expected.

(2)

1106

Abstrak Kata kunci:

ABH; Perlindungan Anak;

Perlindungan Khusus Bagi Anak

Corresponding Author:

Muhamad Farhan, e-mail : mfarhan29710@gmail.com

Belum adanya kajian khusus mengenai anak yang berhadapan dengan hukum yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak dalam hal ini membahas Perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum.

Pada artikel ini peneliti mencoba untuk mengkaji mengenai situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dan penerapan perlindungan terhadap anak yang berhadap dengan hukum melalui penerapan PP Nomor 78 Tahun 2021. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris (socio-legal) dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh anak dimulai dari tahap pra adjudikasi hingga post adjudikasi hal itu terjadi dikarenakan Undang-Undang maupun segala jenis peraturan yang ada tidak diikuti oleh sistem yang ada di pemerintahan kita dan diketahui juga sepanjang lahirnya PP Nomor 78 tahun 2021 hingga sekarang angka kasus kejahatan seksual meningkat secara signifikan, hal itu berarti PP Nomor 78 Tahun 2021 belum terimplementasi dengan baik, akan tetapi dengan adanya PP ini menjadi dasar bagi berbagai pihak yang terlibat sesuai kewenangannya dapat melakukan upaya perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Saran dari penelitian ini ialah dilakukan Sosialisasi mengenai aturan dan pelaksanaannya secara komprehensif agar para stakeholder dapat memahami sehingga pelaksaannya akan sesuai dengan yang diharapkan.

@Copyright 2023.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara penduduk terbesar di dunia, dengan jummlah penduduk sebanyak 272,682 juta orang per 20211. Secara rinci jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2021 dapat dijelaskan melalui tabel dibawah ini :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2021 Kelompok

Umur Jenis Kelamin Laki-

Laki Perempuan Jumlah

1 Statistik Indonesia 2020., (Badan Pusat Statistik: 2022), 91.

(3)

1107 0-4 11 280,3 10 765,0 22 045,3

5-9 11 249, 9 10 775, 2 22 025,1 10-14 11 392, 7 10 732,2 22 115,9 15-19 11 445,2 10 755,1 22 200,3 20-24 11 588,1 10 989,2 22 577, 3 25-29 11 434,4 10 947,0 22 281, 4 30-34 11 155,9 10 818,8 21 974, 7 35-39 10 633,6 10 412,6 21 046,2 40-44 10 109,8 10 009,3 20 119,1 45-49 9 191,9 9 163,7 18 355, 6 50-54 8 050,2 8 061,0 16 111,2 55-59 6 740,0 6 791,7 13 531, 7 60-64 5 280,8 5 337,0 10 617,8 65-69 3 860,6 3 968,0 7 828,5 70-74 2 345,9 2 546,5 4 892,4 75+ 2 112,0 2 748,1 4 860,1 Indonesia 137

871,1 134 811,5 272 682,5 Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2022

Dalam penelitian ini berfokus pada anak maka secara khusus membahas mengenai anak. Anak merupakan salah satu aset harapan untuk memajukan bangsa, zaman yang semakin maju tidak membuat pola piker dan tata karma anak meningkat, kenyataannya malah menurun. Tidak sedikit tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Tingkat kenalakan anak yang semakin meningkat dari tahun ketahun disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya seperti kurangnya perhatian orang tua, keadaan yang memaksa atau bahkan dalam tahap mencari jati diri2.

Dalam hal ini yang disebut anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah seseorang anak yang belum dewasa, sebagai orang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan menurut ketentuan hukum yang berlaku3. Lebih konret lagi dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang disebut anak ialah mereka yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana4. Berdasarkan pengertian tersebut dan tabel 1 diatas, maka jumlah anak di Indonesia saat ini berjumlah kurang lebih 44,316 juta jiwa.

Kemudian data yang dikemukakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2021, jumlah Anak Berhadapan Hukum pada rentang waktu 2016 hingga 2020 sebanyak 6500 anak, baik itu sebagai Anak pelaku, Anak korban, maupun Anak saksi5. Dilanjutkan pada data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

2 Dony Pribadi, “Perlindungan Terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum,” Jurnal Hukum Volkgeist 3, no. 1 (2018): 15-27.

3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, 1995.

5 KPAI R.N, “Data Kasus Pengaduan Anak 2016-2020,” Bank Data KPAI, Mei 18, 2021.

(4)

1108 (Ditjen PAS) per 14 Maret 2022, narapidana/tahanan anak berjumlah 2.746 orang6. Melihat dari data yang dipaparkan, dapat diamati bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak semakin marak terjadi, walaupun perbandingan jumlah total anak Indonesia dengan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) hanya sekitar 1,6 persen saja, namun harus menjadi perhatian dikarenakan anak sebagai generasi yang harus dilindungi dan merupakan salah satu bagian dari penerus bangsa yang kedepannya akan memajukan bangsa ini.

Anak yang merupakan bagian dari warga Negara mempunyai hak sejak mulai lahir hingga ia meninggal, maka Negara berkewajiban melindunginya. Hak-hak anak dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori yaitu: hak untuk kelangsungan hidup (the right to survival), hak untuk tumbuh kembang (the right to develop), hak untuk perlindungan (the right to protection), dan hak untuk partisipasi (the right to participation)7. Maka dari itu segala bentuk tindakan yang berhubungan dengan anak, tindakan atas suatu persoalan yang anak terlibat didalamnya harus mengutamakan dan mengedepankan hak anak dalam prosesnya. Di Indonesia sendiri perlindungan terhadap hak-hak anak dijelaskan dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,

“Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dati kekerasan dan diskriminasi”8.

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dan Anak berhadapan dengan hukum telah terakomodir dalam peraturan perundang- undangan seperti :

a. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

f. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

g. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 Tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak

Hasil studi terhadap penelitian terdahulu memperlihatkan beberapa penelitian yang dilakukan terkait hukum dan perlindungan anak. Terkait penerapan diversi, dinyatakan bahwa peranan diversi sebagai upaya perlindungan hak atas perlindungan hak-hak anak diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum. Pada saat anak berhadapan dengan proses

6 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, “Ditjen PAS-SDP Publik”, SDP Publik Ditjen PAS, Maret 13, 2022.

7 Setya Wahyudi, “Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,” (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), 22.

8 Pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945.

(5)

1109 peradilan formal, maka dapat dipastikan anak akan kehilangan kebebasannya9. Namun dengan adanya keadilan restoratif pada sistem penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan anak, merupakan implementasi sistem dalam keadilan restoratif untuk memberikan keadilan dan perlindungan hukum kepada anak yang berkonflik dengan hukum tanpa mengabaikan pertanggungjawaban pidana anak10.

Penelitian lainnya mengklasifikasikan 3 (tiga) bentuk perlindungan hukum bagi anak, pertama Anak pelaku, kedua Anak korban dan ketiga Anak Saksi11. Lebih lanjut Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan dengan berbagai macam bentuk. Dalam proses litigasi, non litigasi dan dari aspek penegak hukumnya. Dalam proses litigasi anak harus dibedakan dengan orang dewasa, dari aspek non litigasi yaitu dengan melalui diversi, aparat penegak hukum juga diharuskan mengikuti pelatihan12.

Dan hasil penelitian berikutnya didapatkan kesimpulan bahwa keberadaan Undang-Undang perlindungan terhadap anak di Indonesia sudah ada, dan terus diperbaharui disesuaikan dengan kebutuhan dan berkembangnya masalah yang terus ada. Namun permasalahannya adalah UU yang terus berkembang namun tidak diikuti oleh sistem yang ada dipemerintahan. Contohnya pelayanan yang diberikan untuk kasus anak terkensan masih minim13.

Berdasarkan artikel-artikel tersebut diatas peneliti belum menemukan kajian khusus mengenai anak yang berhadapan dengan hukum yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Seperti yang diketahui bahwa pemerintah mengelurkan PP ini merupakan permintaan dari ketentuan Pasal 71 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 71 B diatur dengan Peraturan Pemerintah”14.

Pada artikel ini peneliti mencoba untuk mengkaji mengenai situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dan penerapan perlindungan terhadap anak yang berhadap dengan hukum melalui penerapan PP Nomor 78 Tahun 2021.

9 Mahendra Ridwanul Ghoni, P.Pujiyono, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang

Berhadapan dengan Hukum Melalui Implementasi Diversi di Indonesia,” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 2, no. 3 (2020): 331-342.

10 Azwad Rachmat Hambali, “Penerapan Diversi Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 13, no. 1 (2019): 15- 29.

11 Dony Pribadi, “Perlindungan Terhadap Anak Berhadapan Dengan Hukum,” Jurnal Hukum Volkgest 3, no. 1 (2018): 15-27.

12 Analiansyah dan Syarifah Rahmatillah, “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan Hukum,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 1, no. 1 (2015): 56

13 Rendy H. Pratama, Sri Sulastri, Rudi Saprudin Darwis, “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,” Prosiding KS: Riset & PKM 2, no. 1 (2015): 8-13.

14 Pasal 71 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, 2014.

(6)

1110 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana situasi dan kondisi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia?

2. Bagaimana penerapan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum didasarkan PP Nomor 78 Tahun 2021?

METODE PENELITIAN Pendekatan

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris (socio-legal) dengan pendekatan perundang- undangan dan pendekatan kasus. Karena dalam penelitian ini tidak hanya mengkaji mengenai sistem norma dalam peraturan perundang-undangan tetapi juga mengamati kendala dalam penerapannya di dalam masyarakat sebagai objek kajiannya.

Metode Pengumpulan Data

Sumber data yaitu cara pengumpulan data dan informasi melalui pemeriksaan dan analisis data dan informasi yang menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang utama dalam penelitian ini yang meliputi dokumen hukum perundang-undangan dan dokumen-dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum lainnya.

b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dipergunakan untuk dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, dalam hal ini baham hukum sekunder yang digunakan peneliti meliputi buku-buku, artikel, jurnal, hasil penelitian dan pemberitaan.

c. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang dijadikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan peneliti, bahan hukum tersier yang digunakan peneliti meliputi kamus dan ensiklopedi.

Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan penulis ialah menggunakan analisis kualitatif dengan terlebih dahulu mengumpulkan data-data dan teori yang berkaitan dengan pembahasan, setelah seluruh data dikumpulkan, dipilih dan diolah, ditelaah dan dianalisis maka akan memberikan penjelasan yang logis sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Situasi dan Kondisi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia Banyak ditemukan anak-anak yang menghadapi kelaparan dan kemiskinan, menjadi korban kekerasan dalam keluarga atau penyalahgunaan, ditelantarkan atau bahkan di pergunakan tenaganya demi kepentingan orang dewasa serta mereka

(7)

1111 yang dihadapkan pada kekerasan, alkohol dan kerap kali mereka yang berada dijalanan menjadi korban penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain pada umumnya terpaksa berhadapan dengan hukum15.

Anak yang berhadapan dengan hukum dapat juga dikatakan sebagai anak yang terpaksa bersinggungan dengan sistem peradilan pidana karena disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum; atau telah menjadi korban akibat perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perorangan, kelompok baik itu orang, lembaga maupun Negara terhadapnya; atau telah melihat, mendengar, merasakan, atau mengetahui suatu pelanggaran hukum16.

Anak sebagai sebuah tahapan normal yang merupakan bagaian dari proses manusia tentu akan mengalami beragam situasi maupun kondisi, yang memungkinkan menimbulkan karakteristik yang cukup beragam bagi anak.

Namun adanya labelling dan kurangnya masyarakat luas; adanya generalisasi kondisi anak yang berhadapan dengan hukum khususnya pelaku dengan orang dewasa yang melakukan tindakan yang sama; labelling adminitrasi;

kondisi lapas anak di Indonesia; dan tentunya kondisi pengasuhan dari keluarganya17. Tentunya hal-hal tersebut menjadi hambatan dalam menerapkan kondisi ideal yang harusnya diterima oleh Anak yang berhadapan dengan hukum.

Belum lagi dalam proses peradilan pidana, ruang siding dengan petugas berseragam dan rumah tahanan mungkin akan menjadi mimpi buruk bagi setiapp anak disepanjang hidupnya. Banyak pihak yang menilai bahwa proses hukum tersebut tidak mempertimbangkan aspek edukatif, konstruktif dan cenderung deskruptif karena justru menimbulkan efek negatif bagi anak18.

Situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh anak dimulai dari tahap pra adjudikasi hingga post adjudikasi.

Pada tahap pra adjudikasi berkisar pada beberapa masalah utama seperti19: 1. Minimnya upaya diversi yang dilakukan pada saat penyidikan dan

penahanan oleh pihak kepolisian

2. Terbatasnya Rumah Tahahan khusus anak, yang mengakibatkan adanya pencampuran antara tahanan anak dengan tahanan dewasa

3. Tahanan anak ditempatkan di dalam lapas selama proses peradilan, tidak semua mendapat penangguhan penahanan

4. Belum terpenuhinya dengan baik hak-hak dasar bagi anak

Dan yang tidak bias dipungkuri baik itu sebagai anak pelaku, korban maupun saksi sering kali mendapatkan “kekerasan dan penganiyaan” pada saat menangkap dan memeriksa dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), juga ketika anak dalam tahanan kantor polisi20.

15 Zulfikar Judge, “Pelaksanaan Kebijakan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Mendukung Pembangunan Hukum dan HAM di Polres Jakarta Barat”, Lex Jurnalica 10, no. 3 (2013) 148-160

16 Ibid.

17 Alfrojems, “Kondisi yang Dihadapi Oleh Anak Berhadapan dengan Hukum”, Puspensos, Juli 13, 2021.

18 Rendy H. Pratama, Sri Sulastri, Rudi Saprudin Darwis, “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,” Prosiding KS: Riset & PKM 2, no. 1 (2015): 8-13.

19 D. Kusumadewi,”Anak-Anak Dalam Jeruji Besi”, Citizendaily, Januari 20, 2016.

20 Op.Cit

(8)

1112 Kemudian pada tahap adjudikasi anak yang berhadapan dengan hukum kerap berhadapan dengan situasi21:

1. Anak dengan kasus ringan dan masa hukuman singkat banyak yang diproses hingga ke tingkat pengadilan

2. Minimnya putusan non pemenjaraan bagi anak dalam tahapan pengadilan Hal ini mengindikasikan bahwa kejaksaan belum mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Tidak jarang JPU cenderung mendukun BAP kepolisan untuk diajukan pada peradilan. Hal yang mirip terjadi di tahap peradilan, anak yang berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan hak untuk didampingi pengacara, petugas bapas, orang tua maupun wali. Namun yang terjadi di lapangan sering kali mereka tidak hadir bahkan kadang- kadang anak dalam persidangan tidak boleh didampingi.

Dan pada tahap post adjudikasi situasi yang dihadapi oleh anak kurang lebih sama pada tahap pra adjudikasi, namun kali ini lebih spesifik22:

1. Terjadinya pencampuran antara anak didik dengan narapidana dewasa, hal itu menyebabkan banyak hak anak yang tidak terpenuhi

2. Over kapasitas lapas dapat menghambat proses pembinaan dan reintegrasi anak

3. Belum terpenuhinya dengan baik hak-hak anak didik pemasyarakatan 4. Sulitnya anak memperoleh program asimilasi dan reintegrasi

Tentunya hal ini bisa terjadi dalam penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Kondisi seperti ini bisa dibilang memrihatinkan apakah disebabkan oleh ketidak pahaman aparat penegak hukum sehingga mengakibatkan hak-hak anak terabaikan atau bahkan karena dari sisi regulasinya.

Seperti yang diungkapan oleh Soerjono Soekanto terkait dengan factor- faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yakni23:

1. Faktor hukum, merupakan factor penegakan hukum yang berkaitan dengan aturan hukum. Hal ini merupakan gerbang pembuka dalam proses penegakan hukum. Dalam hal ini UU SPPA, UU Perlindungan Anak, maupun PP Perlindungan Khusus bagi Anak bisa dikatakan sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum dan juga masyarakat

2. Factor penegakan hukum, dalam hal ini peran penegak hukum dalam menegakkan aturan hukum yang berlaku. Meliputi bagaimana para aparat penegak hukum ini menegakkan aturan sesuai tugas dan penggunaan wewenang yang tepat. Dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum ada 7 (tujuh) pilar peradilan pidana anak yaitu : polisi; advokat; jaksa;

hakim; petugas bapas; petugas lapas dan masyarakat.

3. Faktor sarana dan prasarana, merupakan ketersedian sumber daya mendukung dalam proses penegakan hukum, sarana dan prasarana harus dikaji lebih jauh, khususnya tentang kualitas dan kuantitas jumlahnya.

21 Arif Wibowo, “Pemahaman Situasi Anak yang Berkonflik dengan Hukum pada Lembaga Pemasyarakatan Orang Dewasa: Suatu Kajian Literatur”, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial 19, No. 2 (2018) 159-181.

22 Ibid.

23 Vanya Karunia Mulia Putri, “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum”, Kompas, Oktober 11, 2021.

(9)

1113 4. Faktor masyarakat, factor ini berkaitan dengan masyarakat, khususnya mengenai pemahaman dan pengetahuan soal aturan atau norman hukum.

Masyarakat dalam peradilan anak merupakan salah satu pilar, maka harus memiliki pemahaman, serta kepercayaan terhadap aparat penegakan hukum.

5. Faktor kebudayaan, adalah ketetapan tentang apa yang boleh atau harus dilakukan, dan mana yang dilarang.

Tentunya terhadap situasi dan kondisi anak yang berhadapan dengan hukum factor-faktor ini mempengaruhi dalam penegakannya. Menilik pada fakta-fakta yang telah dijelaskan diatas menandakan bahwa tantangan bagi anak yang berhadapan dengan hukum masih cukup besar, perlu adanya tindakan konkrit yaitu dengan melakukan sinergi dengan 7 (tujuh) pilar peradilan anak serta pemerintah pusat dan juga daerah untuk mendukung upaya pemenuhan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Penerapan Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum Didasarkan PP Nomor 78 Tahun 2021

Dalam pasal 71 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan dasar dari lahirnya PP 78 Tahun 2021. Peraturan ini tentunya sangat dibutuhkan guna memperkuat dan mempercepat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga lembaga lainnya untuk memberikan layanan terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus24.

Dalam peraturan ini menyebutkan pengertian anak lebih luas dibandingkan dengan peraturan-peraturan lainnya, berikut pengertian anak menurut beberapa peraturan perundang-undangan:

a. UU No. 4 Tahun 1979, menyebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah25.

b. UU No. 3 Tahun 1997, menyebutkan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin26.

c. UU No. 11 Tahun 2012, menyebutkan bahwa yang disebut anak ialah yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)27.

d. UU No. 35 Tahun 2014, menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan28.

24 Dian Thenniarti, “Layanan Perlindungan Khusus Anak Diperkuat PP 78/2021” Info Publik, Agustus 21, 2021.

25 Pasal 1 ayat 2, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, 1979.

26 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, 1997.

27 Pasal 1 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, 2012.

28 Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, 2014.

(10)

1114 Dalam konteks ini pengertian anak dalam PP 78 tahun 2021 luas cakupannya yaitu dari anak yang masih dalam kandungan hingga yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Tentunya pengertian ini sama dengan yang diesebutkan dalam UU No. 35 tahun 2014, karena pada dasararnya PP ini merupakan amanat dari UU tersebut.

Perlindungan khusus merupakan perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan juga kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadapan sesuatu yang membahayakan diri dan jiwa dalam proses tumbuh kembangnya29. Situasi dan kondisi tersebut yang memerlukan perlindungan dimaksud diatas ialah sebagai berikut30:

a. Anak dalam Situasi Darurat;

b. Anak yang Berhadapan dengan Hukum;

c. Anak Dari Kelompok Minoritas dan Terisolasi;

d. Anak yang Dieksploitasi Secara Ekonomi dan/atau Seksual;

e. Anak yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;

f. Anak yang Menjadi Korban Pornografi;

g. Anak dengan HIV dan AIDS;

h. Anak Korban Penculikan, Penjualan, dan/atau Perdagangan;

i. Anak Korban Kekerasan Fisik dan/atau Psikis;

j. Anak Korban Kejahatan Seksual;

k. Anak Korban Jaringan Terorisme;

l. Anak Penyandang Disabilitas;

m. Anak Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran;

n. Anak dengan Perilaku Sosial Menyimpang;

o. Anak yang Menjadi Korban Stigmatisasi Dari Pelabelan Terkait dengan Kondisi Orang Tuanya.

Dalam tulisan ini secara khusus akan membahas mengenai perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Penyelengaraan perlindungan terhadap seseorang, terutama anak yang berhadapan dengan hukum berdasarkan pada prinsip kemanusiaan dan keadilan. Sehingga setiap orang harus mendapatkan haknya atas perlindungan terhadap rasa aman serta terbebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia yang bertentangan dengan apa yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yaitu terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab31. Dalam PP Nomor 78 Tahun 2021 ini disebutkan bentuk perlindungan yang dapat dilakukan yaitu dengan32:

29 Suryaden, “PP 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak” Joglo Abang, September 6, 2021.

30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak, 2021

31 Rendy H. Pratama, Sri Sulastri, Rudi Saprudin Darwis, “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,” Prosiding KS: Riset & PKM 2, no. 1 (2015): 8-13.

32 Pasal 7 ayat 1, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak, 2021.

(11)

1115 a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai

dengan umurnya;

b. Pemisahan dari orang dewasa;

c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

d. Pemberlakuan kegiatan rekreasional;

e. Pembebasan dan penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat dan derajat;

f. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;

g. Penghindaran dari penangkapan, penahanan, atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam siding yang tertutup untuk umum;

i. Penghidaran dari publikasi atas identitasnya;

j. Pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak;

k. Pemberian advokasi social;

l. Pemberian kehidupan pribadi;

m. Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas n. Pemberian pendidikan

o. Pemberian pelayanan kesehatan; dan

p. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Tentunya segala bentuk perlindungan yang disebutkan diatas dapat dilakukan melalui upaya33:

a. Pencegahan;

b. Penyelesaian administrasi perkara;

c. Rehabilitasi; dan d. Reintegrasi sosial;

Tentunya PP Nomor 78 Tahun 2021 ini semakin mempertegas dan memperkuat terkait dengan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Karena PP ini merupakan affirmative action yang bertujuan untuk:

memberikan rasa aman bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus;

memberikan layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus; dan mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak anak34.

Anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dalam UU SPPA baik itu sebagai anak pelaku, anak saksi maupun anak korban, kerap kali mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis dan tidak mudah bagi mereka untuk dapat melupakan dan memulihkan penderitaan yang mereka terima, hal ini bila mana ditinjau dari aspek sosiologis-empirik. Namun dari sudut pandang yuridis PP Nomor 78 Tahun 2021 ini merupakan amanat dari UU Nomor 35 Tahun 2014.

Tentunya dalam penerapannya memperjelas kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga Negara lainnya untuk mengambil langkah-

33 Ibid. Pasal 7 ayat 2.

34 Akbar Faris Rama Hunafa, “PP Nomor 78 Tahun 2021 Perkuat Perlindungan Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, Indonesiana, September 3, 2021,

(12)

1116 langkah yang sekiranya diperlukan, serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak sehingga akan memperkuat dan mempercepat koordinasi.35 Inilah implementasi nyata dalam menjamin hak anak berhadapan dengan hukum sehingga tidak tercabut. Namun sepanjang lahirnya PP Nomor 78 tahun 2021 hingga sekarang angka kasus kejahatan seksual meningkat secara signifikan, hal itu berarti PP Nomor 78 Tahun 2021 belum terimplementasi dengan baik36.

Namun kita tidak menutup mata bahwa berbagai upaya telah dilakukan, dari kepolisian dan kejaksaan yang mengedepankan penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui upaya diversi. Upaya juga dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melakukan upaya yang meliputi penanganan yang cepat termasuk pengobatan atau rehabilitasi fisik, psikis dan sosial. Tidak hanya itu, pendampingan psikosial pada saat pengobatan hingga pemulihan, pemberian bansos bagi anak tidak mampu serta pemberian perlindungan dan peradilan pada setiap proses peradilan anak37

Upaya lain dilakukan oleh direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) melaksanakan program Rumah Singgah yang diperuntukkan bagi pelanggar hukum yang belum dapat kembali ke tempat tinggalnya, dan menjadi penyelenggara pendidikan berkelanjutan, baik bagi warga binaan dan klien Anak hingga dewasa38 tentunya hal ini merupakan upaya dan bentuk implementasi dari PP Nomor 78 Tahun 2021 dan merupakan sedikit gambaran terkait pencegahan, penyelesaian perkara dan rehabiliatasi-reintegrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak sesuai amanat dari PP tersebut.

PENUTUP Kesimpulan

Anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia seringkali digeneralisasi dengan pelaku tindakan orang biasa. Pada proses pengadilan, anak sering menghadapi permasalahan yang beragam dan berbeda dimulai dari tahap pra adjudikasi hingga post adjudikasi hal itu terjadi dikarenakan Undang-Undang maupun segala jenis peraturan yang ada tidak diikuti oleh sistem yang ada di pemerintahan kita. Penegakan hukum juga disertai tindakan yang tegas terhadap kasus hukum yang menimpa anak bisa dilakukan agar mereka mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian, karena bagaimanapun anak merupakan aset bangsa untuk kedepannya. Negara harus dapat menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang.

Berbicara perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum, Dalam penerapan PP Nomor 78 tahun 2021 secara khusus membahas perlindungan anak secara umum, namun ada bab khusus yang menjelaskan mengenai perlindungan

35 M. Agus Yozami, “Jokowi Terbitkan PP Perkuat Layanan Perlindungan Khusus Anak”, Hukum Online, Agustus 23, 2021.

36 Puput Mutiara, “Pemerintah Jamin Pelindungan Khusus Bagi Anak”, Kemenkopmk, Oktober 27, 2021.

37 Ibid.

38 Ditjenpas,”Rumah Singgah “Griya Abhipraya”, Bantu Wujudkan Keadilan Restoratif di Indonesia”. Ditjen PAS, Maret 1. 2022.

(13)

1117 anak yang berhadapan dengan hukum, dan isinya persis dengan yang ada pada UU Nomor 35 Tahun 2014 namun dalam PP Nomor 78 tahun 2021 bertujuan untuk mempercepat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga lembaga lainnya, namun sepanjang lahirnya PP Nomor 78 tahun 2021 hingga sekarang angka kasus kejahatan seksual meningkat secara signifikan, hal itu berarti PP Nomor 78 Tahun 2021 belum terimplementasi dengan baik. Akan tetapi dengan adanya PP ini menjadi dasar bagi berbagai pihak yang terlibat sesuai kewenangannya dapat melakukan upaya perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Saran

Mencermati situasi dan kondisi penyelenggaran perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana yaitu pertama lemahnya perlindungan yang diberikan, kedua minimnya sarana dan juga prasarana dan yang ketiga, perlu adanya peningkatan maka dari itu untuk menyikapi tiga fenomena tersebut dibutuhkan suatu tindakan strategis.

Tindakan strategis dalam hal ini ialah didasarkan pada PP Nomor 78 tahun 2021 yaitu memperkuat dan mempercepat koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga lembaga lainnya untuk memberikan layanan terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Agar tujuan itu tercapai penulis menyarankan untuk dilakukan Sosialisasi mengenai aturan dan pelaksanaannya secara komprehensif agar para stakeholder dapat memahami sehingga pelaksaannya akan sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfrojems, “Kondisi yang Dihadapi Oleh Anak Berhadapan dengan Hukum”, Puspensos, Juli 13, 2021.

Analiansyah., Rahmatillah, Rudi Saprudin. “Perlindungan Terhadap Anak yang Berhadapan Dengan Hukum,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 1, no. 1 (2015): 56 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, “Ditjen PAS-SDP Publik”, SDP Publik Ditjen

PAS, Maret 13, 2022.

Ditjenpas,”Rumah Singgah “Griya Abhipraya”, Bantu Wujudkan Keadilan Restoratif di Indonesia”. Ditjen PAS, Maret 1. 2022.

Ghoni, Mahendra Ridwanul., Pujiyono, P., “Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum Melalui Implementasi Diversi di Indonesia,”

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 2, no. 3 (2020): 331-342.

Hambali, Azwad Rachmat, “Penerapan Diversi Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 13, no. 1 (2019): 15-29.

Hunafa, Akbar Faris Rama, “PP Nomor 78 Tahun 2021 Perkuat Perlindungan Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, Indonesiana, September 3, 2021 Judge, Zulfikar “Pelaksanaan Kebijakan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

dalam Mendukung Pembangunan Hukum dan HAM di Polres Jakarta Barat”, Lex Jurnalica 10, no. 3 (2013) 148-160

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

KPAI R.N, “Data Kasus Pengaduan Anak 2016-2020,” Bank Data KPAI, Mei 18, 2021.

(14)

1118 Kusumadewi, D., ”Anak-Anak Dalam Jeruji Besi”, Citizendaily, Januari 20, 2016.

Mutiara, Puput. “Pemerintah Jamin Pelindungan Khusus Bagi Anak”, Kemenkopmk, Oktober 27, 2021.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak, 2021

Pratama, Rendy H., Sulastri, Sri., Darwis, Rudi Saprudin., “Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum,” Prosiding KS: Riset & PKM 2, no. 1 (2015): 8-13.

Pribadi, Doni “Perlindungan Terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum,” Jurnal Hukum Volkgeist 3, no. 1 (2018): 15-27.

Putri, Vanya Karunia Mulia, “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum”, Kompas, Oktober 11, 2021.

Statistik Indonesia 2020., (Badan Pusat Statistik: 2022), 91.

Suryaden, “PP 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak” Joglo Abang, September 6, 2021.

Thenniarti, Dian., “Layanan Perlindungan Khusus Anak Diperkuat PP 78/2021” Info Publik, Agustus 21, 2021

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, 1979.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, 1995.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, 1997.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, 2012.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, 2014.

Wahyudi, Setya “Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,” (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), 22.

Wibowo, Arif., “Pemahaman Situasi Anak yang Berkonflik dengan Hukum pada Lembaga Pemasyarakatan Orang Dewasa: Suatu Kajian Literatur”, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial 19, No. 2 (2018) 159-181.

Yozami, M. Agus., “Jokowi Terbitkan PP Perkuat Layanan Perlindungan Khusus Anak”, Hukum Online, Agustus 23, 2021.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh variasi ketebalan bahan stainless steel terhadap kekasaran permukaan pada proses shear spinning untuk produk wajan, langkah awal penelitian ini yaitu melakukan

Data primer dalam penelitian pada Jasa persewaan mobil “Rent Car Putra Mandiri” Semarang dapat dicontohkan dengan bukti pendapatan tiap setoran, bukti

Dugaan awal dari penulis dari pengembangan pelabuhan kalbut adalah aktivitas bongkar sapi menjadi lebih teratur dan animal welfare, penambahan faslitas pelabuhan

negara yang ideal haruslah mampu menempatkan diri dan berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Peran pemerintah menjadi landasan dasar untuk mencapai tujuan

Untuk menerapkan pembuatan e-faktur ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer Pengusaha Kena Pajak dan

Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi atau setidaknya mereka tidak mengalami

Di tengah penguasaan Hefter atas wilayah Bulan Sabit Minyak dengan dukungan dan bantuan dari sejumlah negara kawasan seperti Mesir, Uni Emirat Arab dan Chad, serta

selain pengetahuan pengambilan keputusan dalam pemilihan metode kontrasepsi pada pria Pasangan juga sangat berpengaruh karena dalam pemilihan atau pengambilan keputusan juga bisa di