i
KEBIASAAN DEMOKRATIS PARA SUSTER MEDIOR
(STUDI DESKRIPTIF PADA PARA SUSTER MEDIOR PRR REGIO TAHUN 2015-2016 DAN USULAN TOPIK-TOPIK PENINGKATAN KEBIASAAN DEMOKRATIS)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh : Agatha Keys
121114058
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
“Dalam kesesakan aku berlari kepadaMu Tuhan”
(Mgr.Gabriel Manek,SVD, Pendiri Kongregasi PRR)
“Manusia yang belum pernah mengalami penderitaan tidak akan
pernah mengalami kebahagiaan.”
(Kahlil Gibran)
Dengan penuh syukur dan pujian kepada Tuhan skripsi ini kupersembahakn
vii ABSTRAK
KEBIASAAN DEMOKRATIS PARA SUSTER MEDIOR
(STUDI DESKRIPTIF PADA PARA SUSTER MEDIOR PRR REGIO JAWA-BALI TAHUN 2015-2016 DAN USULAN TOPIK-TOPIK PENINGKATANNYA)
Agatha Keys
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2017
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 dan membuat usulan topik-topik untuk meningkatkan kebiasaan demokratis di kalangan para suster.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian adalah para suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang berjumlah 50 orang berusia berkisar antara 21-40 tahun. Penelitian ini termasuk penelitian populasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner kebiasaan demokratis yang disusun penulis. Kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang mencakup kelima aspek kebiasaan demokratis yakni: 1) memberdayakan orang lain, 2) mencintai orang lain, 3) memotivasi orang lain, 4) mendengarkan orang lain penuh empati, 5) bekerja sama dengan orang lain. Seluruh item berjumlah 58 butir. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan frekuensi dengan pendistribusian berdasarkan rumus penilaian acuan patokan tipe I. Kebiasaan demokratis digolongkan menjadi 5 tingkat yaitu: 1) sangat tinggi, 2) tinggi, 3) cukup tinggi, 4) kurang tinggi, 5) sangat tidak tinggi. Hasil uji reliabilitas menunjukkan reliabilitas sebesar 0,899; hasil ini termasuk tinggi, sehingga kuesioner ini reliabel atau dapat dipercaya.
viii ABSTRACT
DEMOCRATIC HABITS OF THE PRR MEDIOCRE SISTERS (DESCRIPTIVE STUDY ON THE PRR MEDIOCRE SISTERS OF JAWA-BALI REGION IN
THE YEAR OF 2015-2016 AND TOPICS PROPOSAL ON THE ENHANCEMENT)
Agatha Keys
Sanata Dharma University of Yogyakarta 2017
This study aims to gain an overview of democratic habits among the PRR mediocre sisters of Jawa-Bali Region in the year of 2015-2016 and to propose the topics to enhance the democratic habits among the PRR mediocre sisters
This type of research is descriptive research by using the survey methods. The research subjects were the PRR mediocre sisters of Jawa-Bali Region in the year of 2015-2016 with the numbers of whom were 50 sisters and their ages were in the range of 21-40 years. This research includes the population study. The research instrument used was a democratic habits questionnaire prepared by the researcher. The questionnaire consists of questions covering the five aspects of democratic habits namely: 1) empowering others, 2) love others, 3) motivating others, 4) listen emphatically to others, 5) cooperate with others. Amount of the whole items were 58 points. The data analysis technique used was the calculation of the frequency with the distribution based on an evaluation formula of the type I standard reference. The democratic habits were classified into five levels, namely: 1) extremely high, 2) high, 3) high enough, 4) not high enough, 5) not quite high, Reliability test results showed that the reliability was 0.899; This result included high, so that this questionnaire is reliable or trustworthy.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih, berkat dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan, kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Penulisan skripsi ini terwujud berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah berkenan membimbing, mengkritik, memberi saran, dan memotivasi penulis. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Drs. R.H.Dj, Sinurat, M.A selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan ketulusan hati memberikan bimbingan serta pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan banyak tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan.
iv DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
ABTSRAK vii
ABSTRACT viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GRAFIK xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Indentifikasi Masalah 9
C. Pembatasan Masalah 9
D. Rumusan Masalah 10
E. Tujuan Penelitian 10
F. Manfaat Penelitian 10
v BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Para Suster Medior PRR yang sedang Menjalani Masa
Dewasa Awal 13
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Suster
Medior yang Menjalani Masa Dewasa Awal 13 2. Ciri-ciri Suster Medior yang Menjalani Masa Dewasa
Awal 15
B. Pengertian Kebiasaan Kepemimpinan, Macam-macam Kebiasaan Kepemimpinan, Karakteristik atau Ciri-ciri
Suster Medior yang Memiliki Kebiasaan Demokratis. 18 1. Pengertian Kebiasaan Kepemimpinan 18 2. Macam-macam Kebiasaan Kepemimpinan 19 3. Ciri-ciri Suster Medior Puteri Reinha Rosari yang
Memiliki Kebiasaan Demokratis 24
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 31
B. Waktu dan Tempat Penelitian 31
C. Subjek Penelitian 31
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 32
1. TeknikPengumpulan Data 32
2. Instrumen Pengumpulan Data 32
E. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 35
1. Validitas Kuesioner 35
2. Reliabilitas Kuesioner 36
vi
1. Tahap Persiapan 38
2. Tahap Pengumpulan Data 38
G. Teknik Analisis Data 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN DEMOKRATIS PARA SUSTER MEDIOR PRR REGIO JAWA-BALI
A. Kebiasaan Demokratis Para Suster Puteri Reinha Rosari
Medior Jawa-Bali Tahun 2015-2016 42
B. Pembahasan Hasil Penelitian 44
1. Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-
2016 yang Memiliki Kebiasaan Demokratis Tinggi 45 2. Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali yang Memiliki
Kebiasaan Demokratis yang Kurang Tinggi 47 C. Topik-topik Peningkatan Kebiasaan Demokratis Para
Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali Tahun 2015-2016 51 BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 53
B. Saran untuk Pihak-pihak yang Berkepentingan 54
C. Keterbatasan Penelitian 55
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 :Kisi-kisi Kebiasaan yang Demokratis Para Suster
Medior PRRJawa-Bali tahun 2015-2016 34
Tabel 2 : Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas 37
Tabel 3 : Reliability Statistics 37
Tabel 4 : Jadwal Pengumpulan Data Penelitian 39 Tabel 5 : Kategorisasi Skor Subjek Penelitian 40 Tabel 6 :Kategorisasi Kebiasaan Demokratis Para Suster
Medior PRR Regio Jawa-Bali Tahun 2015-2016 43 Tabel 7 : Perolehan Skor dan Item Kuesioner Berdasarkan
Kategori Kebiasaan Demokratis Para Suster Medior
viii
DAFTAR GRAFIK
Halaman Grafik 1 : Grafik Kebiasaan Demokratis Para Suster Medior
PRR Regio Jawa-Bali Tahun 2015-2016 43 Grafik 2 : Grafik Kebiasaan Demokratis para Suster Medior
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 : Kuesioner Kebiasaan Demokratis 59
Lampiran 2 : Validitas Alat Penelitian 63
Lampiran 3 : Reliabilitas Penelitian 70
Lampiran 4 : Tabulasi Data Kategori Kebiasaan Demokratis 71 Lampiran 5 : Tabulasi Data Perolehan Skor Item Kuesioner 72 Lampiran 6 : Usulan Topik-topik Untuk Meningkatkan Kebiasaan
Demokratis Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali 73
Lampiran 7 : Surat Ijin Penelitian 76
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pengaruh seorang pemimpin dalam kehidupan bersama sungguh besar. Apabila pemimpin mampu menjalankan kepemimpinannya dengan efektif, anggota yang dipimpinnya akan berkembang dengan baik. Tetapi apabila pemimpin tidak dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, anggota yang dipimpinnya pun akan mengalami banyak hambatan dan kehidupan bersamanya akan menjadi kacau. Demikian juga di dalam sebuah komunitas Biara. Agar kehidupan di Biara dapat berjalan lancar, diperlukan seorang pemimpin, yaitu orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan sekaligus mempunyai wewenang manajerial dalam komunitas. Seorang pemimpin dalam memimpin anggotanya memiliki gaya dalam memimpin; setiap gaya kepemimpinan mempunyai ciri dan perilaku khas yang membedakan gaya kepemimpinan yang satu dengan yang lainnya (Rivai, 2014).
pengarahan dan bimbingan. Untuk mencapai tujuan komunitas, pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya dengan memanfaatkan lingkungan dan potensi yang ada dalam komunitas, untuk berusaha melibatkan anggota komunitas guna mencapai tujuan komunitas. Kemampuan untuk mengarahkan, menggerakkan, dan mempengaruhi anggota komunitas sungguh dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Pemimpin harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi. Kegiatan menyesuaikan diri berkaitan erat dengan keadaan emosi seorang pimpinan. Keban (2004) berpendapat bahwa seorang pemimpin mengikuti gaya kepemimpinan tertentu, demi efektivitas kepemimpinanya. Gaya kepemimpinan yang tepat dapat menunjang pencapaian tujuan komunitas. Kalau gaya kepemimpinan tidak tepat para anggotanya dapat terganggu, misalnya merasakan frustrasi, kebencian, kegelisahan dan ketidakpuasan hidup bersama. Tetapi dengan gaya kepemimpinan yang tepat komunitas biara dapat menjadi harmonis, sehingga para anggota kemungkinan besar merasakan kepuasan, kelegaan, kegembiraan, dan krasan dalam dalam hidup bersama serta mampu melaksanakan setiap kegiatan/pekerjaan dengan baik. Mansoer (1999) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang tidak tepat dapat menimbulkan suasana yang kurang harmonis dan secara langsung dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan anggota.
disiplin dalam hidup, berbicara dengan sopan dan ramah, tahu menghargai pribadi setiap anggota, rendah hati dan mau meminta maaf bila bersalah. Pemimpin yang rendah hati mampu memberikan inspirasi dan gairah hidup bagi anggota, untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan pemimpin dipengaruhi situasi yang dihadapi anggota baik dalam pergumulan hidup dan dalam situasi konflik atau krisis. Kunci keberhasilan pemimpin adalah relasi yang baik antara pemimpin dengan anggota yang dipimpinnya, baik secara sturktural maupun secara personal. Tujuan hidup bersama dapat dicapai apabila pemimpin mampu membangun solidaritas dan membangun kesadaran serta memotivasi anggota untuk bertindak secara tepat.
Gaya kepemimpinan demokratis perlu dikembangkan dalam diri setiap anggota komunitas Biara, agar mampu mengembangkan dan menggunakan talenta-talentanya guna mewujudkan kesejahteraan hidup bersama, baik dalam hidupkarya maupun dalam kebersamaan. Baik bagi orang-orang yang dilayani dalam karyanya masing-masing. Pemimpin hendaknya memiliki kemampuan dan wawasan yang luas dalam berbagai bidang pengetahuan dan ketrampilan agar mampu mengkoordinir anggota menghayati hidupnya dengan gembira. Kemampuan mengorganisir anggota harus didukung oleh karakter yang baik dan terbuka.
Mengenai kepemimpinan yang demokratis ini, Dimyati (2014) menyatakan bahwa pemimpin yang demokratis memiliki sifat bertanggung jawab, berorientasi pada sasaran, tegas, cakap, mampu memberikan teladan, membangkitkan semangat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, setia, murah hati, ramah, rela berkorban, mampu memerhatikan, mampu berkomunikasi, mampu mempersatukan, sabar, pemaaf, bebas dari kebencian dan permusuhan. Sagala (2014) menyatakan bahwa kemampuan dan kreativitas yang dimiliki seseorang atau kelompok tampak dalam kemampuannya menjalankan tugas-tugasnya. Artinya seorang pemimpin harus kreatif dan berinisiatif dalam memimpin anggotanya, mengikuti gaya hidup yang luwes namun tegas, dengan mengendorkan ketegangan dan menampakkan kegembiraan hidup.
(Kongregasi PRR), yang menyatakan bahwa pemimpin komunitas hendaknya: mampu membimbing para suster agar dapat menghayati hidupnya dengan gembira; menyediakan waktu untuk mengadakan dialog atau wawancara dengan anggota; menyediakan kesempatan untuk pengembangan hidup rohani; mendampingi, meneguhkan, menyemangati, menguatkan anggota dalam perjalanan hidup kaul dan hidup karya (Konstitusi PRR, 476.a-d).
Peneliti mendapat kesan bahwa ada pemimpin komunitas yang memperlakukan anggota atas dasar rasa suka dan tidak suka, dan tidak banyak melibatkan anggota dalam urusan-urusan penting di komunitas bersikap otoriter. Pendelegasian tugas seringkali dilakukan secara mendadak dan adakalanya terjadi pemaksaan. Karya-karya yang ditangani sulit dilepas dan dipercayakan kepada suster lain. Di anatara suster-suster yang terlibat dalam satu karya tertentu tampaknya kurang ada kerja sama yang baik. Dalam hidup bersama masih terasa adanya sikap saling mencurigai satu sama lain dan sikap kurang percaya antara yang satu dengan yang lain
komunitas pun hendaknya berusaha mengenal anggota secara pribadi. Pemimpin yang mengenal pribadi setiap anggota, membantu anggota mengatasi kecenderungan menceritakan kelemahan pribadi anggota lain. Pemimpin yang mengenal pribadi anggota, menolong anggota berusaha terbuka agar berani mengevaluasi sesama yang bersalah secara terbuka agar yang bersangkutan memperbaiki kesalahan yang dilakukannya.
Dalam menghadapi jaman yang semakin sekular pemimpin komunitas mengalami kesulitan menghadapi anggota baik junior maupun medior. Pemimpin menghadapi berbagai kesulitan atau tantangan seperti: ada anggota junior dan medior yang masih menunjukkan sikap masa bodoh dan sulit diatur. Ada pula anggota yang cenderung malas dan mau hidup santai. Anggota muda yang tidak mampu menjalankan tugas-tugas berat di medan kerasulan yang sulit, melemahnya rasa religiusitas, terpengaruh secara negatif oleh kemajuan tekhnologi dan informatika.
berarti menjadi seorang ibu bagi anggota. Menjadi ibu bukan berarti menurunkan dan melahirkan secara biologis, tetapi melahirkan terus menerus, memberi hidup secara afektif dan intelektual, membina dan mengasuh anggotanya.
Sepanjang pengalaman hidup berkomunitas, peneliti mendapatkan kesan bahwa ada pemimpin komunitas yang dipandang sebagai pemimpin yang tidak ideal dan ada pemimpin yang ideal. Mengenai pemimpin komunitas yang tidak ideal, Prasetya (1992:233) berpendapat bahwa pemimpin yang tidak ideal menunjukkan sifat-sifat sebagai berikut: 1) mencintai anggota secara narcisistik berarti kasih kepada anggota dilandasi sikap egois, 2) mencintai anggota tidak stabil berarti merasa tidak nyaman dan kadang menaruh curiga apabila bertemu dengan orang lain dan merasa terancam, 3) mencintai anggota yang posesif berarti menjalin hubungan dengan anggota tertentu karena ketergantungan, pilih kasih, dan memanjakan anggota tertentu, 4) mencintai anggota tetapi mengambil jarak berarti memahami, mengerti anggota dan memberikan kebebasan bagi anggota tetapi kurang membina relasi secara mendalam serta akrab dengan anggota.
kesan seolah-olah demokratis; 8) mendengarkan anggota hanya untuk menyenangkan; 9) kadang kala membuat keputusan sendiri. Pemimpin yang dipersepsi seperti ini dinilai menuntut ketaatan penuh daari anggota; dalam menegakkan disiplin dan menunjukkan kekakuan; bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi; menggunakan pendekatan punitif dalam mengatasi masalah yang dilakukan anggota. Pemimpin komunitas yang ideal adalah pemimpin komunitas yang memiliki hati yang tulus untuk mencintai dan mengatasi segala keterbatasan diri.
Menurut Prasetya (1992: 235) seorang pemimpin hendaknya memiliki berbagai kemampuan seperti: 1) mencintai keheningan dan ketersembunyian dengan mengikuti atau meniru jalan hidup Bunda Maria di Nasareth, yang hidup sederhana tanpa banyak kata selalu waspada menjaga anggota, 2) mendengar, menyimpan dalam hati, siap melaksanakan permintaan dan kebutuhan anggota, 3) memiliki kemampuan memberikan diri tanpa pamrih, yang keluar dari kemurahan hati, 4) mampu merasa iba dengan anggota dan berbelaskasih seperti ditunjukkan Bunda maria di jalan salib Yesus.
memotivasi orang lain serta siap untuk mendengarkan anggota yang membutuhkan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR Regio Jawa-Bali 2015-2016, kalau ternyata skor kategorisasinya rendah akan dibuat usulan topik-topik untuk meningkatkannya.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai seperti:
1. Ada indikasi bahwa kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR balita dalam hidup bersama di komunitas tahun 2016 masih kurang. 2. Adanya sikap menunggu keputusan dan perintah dari pemimpin.
3. Adanya kecenderungan untuk memerintah dan tidak ingin diperintah oleh medior orang lain.
4. Belum ada program untuk meningkatkan kebiasaan demokratis di kalangan para suster PRR medior balita.
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Pertanyaan yang mau dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa tinggi kebiasaan demokratis para suster medior PRR Jawa-Bali tahun 2015-2016?
2. Usulan topik-topik manakah yang sesuai untuk meningkatkan kebiasaan demokratis para suster medior PRR balita Regio Jawa-Bali?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1. Memperoleh gambaran kebiasaan yang demokratis di kalangan para suster medior PRR balita dalam kongregasi Puteri Reinha Rosari tahun 2015-2016. 2. Membuat usulan topik-topik untuk meningkatkan kebiasaan demokratis di
kalangan para suster PRR medior balita Regio Jawa-Bali.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian teori dan bahan informasi mengenai kebiasaan yang demokratis para suster medior PRR tahun ajaran 2015-2016.
2. Manfaat Praktis Kebiasaan Demokratis bagi Kongregasi PRR.
b. Suster-suster Puteri Reinha Rosari memperoleh masukkan yang berguna untuk membantu para generasi muda dalam memahami kebiasaan yang demokratis dalam hidup bersama di komunitas-komunitas dalam mengembangkan Kerajaan Allah.
3. Manfaat Praktis Kebiasaan Demokratis bagi peneliti
Memperoleh pengalaman dalam mengungkapkan kebiasaan yang demokratis dalam hidup bersama dengan sesama yang datang dari berbagai daerah di seluruh Nusantara.
G. Definisi Operasional
Berikut ini dijelaskan definisi operasional dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Kebiasaan demokratis adalah kebiasaan orang untuk memberdayakan, mencintai, memotivasi, mendengarkan penuh empati dan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama, seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir kuesioner yang digunakan.
2. Suster-suster medior PRR balita adalah kelompok religius kristiani yang berumur 21-40 tahun yang tinggal dan berkarya di komunitas-komunitas yang ada di wilayah Regio Jawa-Bali.
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini disajikan bahasan mengenai para suster yang sedang menjalani masa perkembangan dewasa awal, pengertian pertumbuhan dan perkembangan para suster medior, karakteristik atau ciri-ciri suster medior yang menjalani masa dewasa awal, Pengertian kebiasaan kepemimpinan, macam-macam kebiasaan kepemimpinan, karakteristik atau ciri-ciri Suster medior Puteri Reinha Rosari memiliki kebiasaan demokratis.
A. Para Suster Medior PRR yang sedang Menjalani Tahap Perkembangan Dewasa Awal
1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Suster Medior yang Menjalani Tahap Perkembangan Dewasa Awal
Marliani (2015: 09) menyatakan bahwa pertumbuhan (growth) adalah perubahan kuantitatif (berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar dan seterusnya), pada materiil karena adanya pengaruh lingkungan. Sedangkan Perkembangan (development) adalah proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif dan hasil belajar yang dapat diamati.
emosional, periode isolasi, periode komitmen, dan tahap ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Pada fase ini mulai membuka pergaulan, mencari teman akrab, dan meniti karier. Menurut Satrock (Marliani,2015: 183) dewasa awal termasuk masa transisi, baik secara fisik (Physically trantition), secara intelektual (cognitive trantition) maupun peran sosial (social role trantition). Minat dewasa awal meliputi perhatian pada penampilan, pakaian dan tata rias, lambang kedewasaan, status, uang, dan agama.
Perkembangan dan tugas-tugas perkembangan dewasa awal di lewatinya secara bertahap, sehat serta normal. Dalam memasuki kehidupan religius seorang calon suster PRR akan mengalami masa dewasa awal dalam kehidupan sebagai suster Puteri Reinha Rosari. Sebagai suster Puteri Reinha Rosari mengalami fase-fase perkembangan sebagai manusia dewasa awal yaitu mengalami perubahan dengan lebih memperhatikan penampilan, kurang mendengarkan teguran, bekerja mengikuti kemauan sendiri, kasar dalam bertutur kata dan kurang menghargai orang lain.
2. Ciri- ciri Suster Medior yang Menjalani Tahap Perkembangan Dewasa Awal
a. Perkembangan Psikologis Tahap Dewasa Awal
Menurut Marliani (2015: 190), ada tujuh ciri kematangan psikologis dimasa dewasa awal yaitu:
1) Berorientasi pada tugas-tugas dan tidak mengikuti perasaan diri sendiri.
3) Mampu mengendalikan perasaan pribadi, mampu menjalin kerja sama dengan orang lain, tidak mementingkan diri dan tahu menghargai orang lain.
4) Memiliki sikap obyektif yakni berusaha untuk mencapai keputusan dalam keadaan apapun sesuai dengan kenyataan.
5) Memiliki kemauan yang realistis, sadar dan terbuka terhadap kritik dan saran orang lain demi peningkatan dirinya.
6) Memiliki tanggungjawab terhadap usaha-usahanya dan memberi kesempatan kepada orang lain membantu usahanya dalam mencapai tujuan yang dicapai.
7) Bersikap fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan yang dihadapinya.
b. Perkembangan Fisik Tahap Dewasa awal
Menurut Marliani (2015: 191), ada tujuh ciri kematangan fisik masa dewasa awal sebagai berikut:
1) Usia produktif (reproductive down age) masa ini ditandai dengan mulai membentuk rumah tangga tetapi adakalanya masa ini dapat ditunda karena beberapa alasan yaitu studi dan bekerja.
bertanggungjawab atas pekerjaannya yang menjadi ciri khasnya di akhir hayatnya.
3) Usia banyak masalah (problem age) artinya masa seseorang mempersiapkan diri untuk menghadapi banyak permasalahan dan berusaha mengatasinya.
4) Usia tegang dalam emosi (emotional tension) artinya bahwa banyak orang dewasa awal mengalami persoalan, baik menyangkut persoalan jabatan, pekerjaan, keluarga, keuangan dan relasi dengan orang lain.
5) Masa keterasingan sosial adalah masa seseorang memulai kehidupannya dengan terjun dalam pola kehidupan karier, perkawinan dalam memikirkan rumah tangga, relasi dengan teman-teman kelompok sebaya yang semakin renggang dan aktivitas dalam kelompok di luar semakin berkurang. Akibatnya mengalami krisis keterasingan atau kesepian dalam hidup.
6) Bertanggungjawab terhadap usaha-usaha pribadi, yaitu memberi kesempatan kepada orang lain membantu usaha-usahanya untuk mencapai tujuan.
pemerintah yang memberikan beasiswa atau pinjaman untuk membiayayain pendidikan.
8) Masa perubahan nilai adalah masa seseorang mengalami perubahan nilai pada kelompok-kelompok sosial dan orang dewasa.
9) Masa kreatif adalah kesempatan untuk mewujudkan keingian dan kegiatannya yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya melalui pekerjaan yang memungkinkan untuk mengekspresikan pekerjaan.
B. Pengertian Kebiasaan Kepemimpinan, Macam-macam Kebiasaan Kepemimpinan, Karakteristik atau Ciri-ciri Suster Medior yang Memiliki Kebiasaan Demokratis.
1. PengertianKebiasaan Kepemimpinan
dalam proses kepemimpinnnya yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan untuk memengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan keinginannya. Menurut Flippo (Dimyati, 2014: 71) gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang bersama orang lain untuk mengintegrasikan tujuan organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli menurut penulis,Kebiasaaan kepemimpinan adalah cara/teknik/metode yang digunakan seseorang dalam menjalankan tugas kepemimpinan dengan mengkomunikasikan, memengaruhi, mendorong, mengkoordinir, bertindak atau merespon anggota dengan petunjuk/perintah, untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2. Macam-macamKebiasaan Kepemimpinan
Menurut Dimyati (2014: 71), ada empatkebiasaan kepemimpinan yaitu : a. Kebiasaan kepemimpinan autokratis
memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte cara mengerjakan tugas yang harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasikan partisipasi anggota.
Menurut Sukanto (Dimyati, 2014: 75), ciri-ciri kebiasaan kepemimpinan autokratis adalah: a) semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin; b) teknik dan langkah-langkah didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas; c) pemimpin biasanya membagi tugas kerja pribadi dan kerja sama kepada setiap anggota.
Handoko dan Reksohadiprodjo (Dimyati, 2014: 74), berpendapat bahwa ciri-ciri kebiasaan kepemimpinan autokratis:
1) Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan anggota; komunikasi hanya satu arah, yaitu kebawah saja;
2) Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota;
3) Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif, kecuali jika menunjukkan keahliannya.
dengan anggota. Gaya kepemimpinan otokratis dapat mengambil keputusan secara cepat dan efisien; mudah melakukan pengawasan dalam situasi kritis. Kelemahan dari gaya kepemimpinan otokratis adalah: pemimpin tidak menghendaki rapat atau musyawarah; Setiap perbedaan dari anggota diartikan sebagai sikap licik dan pembangkangan atau pelanggaran; Inisiatif anggota sangat dibatasi. Anggota melaksanakan perintah dengan mencari kesalahan dan meneliti orang lain.
b. Kebiasaan kepemimpinan demokratis/partisipatif
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang memiliki struktur teratur dan sistem pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Kepemimpinan demokratis, anggota cenderung memiliki moral yang tinggi, dan dapat bekerja sama mengutamakan mutu kerja yang tinggi dan mampu mengendalikan diri sendiri (Rivai 2006 : 61).
menghargai kemampuan anggota dan mendistribusikan kemampuan dan kreativitas untuk meningkatkan pelayanan, mengembangkan usaha, dan untuk mencapai tujuan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis menurut Sukanto (Dimyati, 2014: 75) adalah sebagai berikut:
1) Semua kebijakan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2) Kegiatan-kegiatan di diskusikan, langhkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, pemimpin meyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
3) Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
Dari pandangan para ahli (Rivai, Robbins dan Coulter, Jerris, Sukanto & Thomas Gordon) dapat disimpulkan bahwa kebiasaan kepemimpinan demokratis adalah perilaku orang dalam memengaruhi orang lain dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, menghargai dan memotivasi orang lain untuk berpartisipasi sesuai dengan apa yang dimaksud dalam butir-butir kuesioner, dalam menentukan metode dan tujuan yang ingin dicapai.
keputusan mampu mendelegasikan kekuasaan, menghargai dan memotivasi orang lain untuk berpartisipasi sehingga tercapai tujuan besama, sesuai dengan apa yang dimaksud dalam butir-butir kuesioner, dalam menentukan metode dan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
1) Memberdayakan orang lain 2) Mencintai orang lain 3) Memotivasi orang lain
4) Mendengarkan orang lain penuh empati 5) Bekerja sama dengan orang lain
c. Kebiasaan kepemimpinan laissez-faire (kendali bebas)
Kebiasaan kepemimpinan kendali bebas memaparkan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan kebebasan pada anggota atau kelompok dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut anggotanya paling sesuai menurut Sukanto (Dimyati, 2014: 75 ), ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas adalah:
2) Bahan-bahan yang bermacam-macam di sediakan oleh pemimpin yang membuat setiap anggota selalu siap apabila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya.
3) Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
4) Kadang-kadang memberikan komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
3. Ciri-ciri Suster Medior Puteri Reinha Rosari yang Memiliki Kebiasaan Demokratis
suster medior Puteri Reinha Rosari yang memiliki kebiasaan demokratis sebagai berikut:
a. Memberdayakan orang lain berarti:
1) Mendorong teman untuk mengikuti pelatihan yang perlu untuk semakin mengembangkan diri, seperti: a) bersemangat mengikuti latihan dasar kepemimpinan dan menyemangati teman lain untuk mengikutinya, b) mengajak suster lain untuk mengadakan kegiatan rekoleksi bagi orangtua murid kelas tertentu agar kemampuan suster yang bersangkutan meningkat.
2) Melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan, seperti: a) melibatkan suster lain dalam pengambilan keputusan dalam pembagian dalam tugas di komunitas secara adil, b) cenderung langsung mengambil keputusan untuk suatu kegiatan tanpa menanyakan pendapat suster lain dalam komunitas.
3) Mengakui kemampuan orang lain, seperti: a) mempercayakan tugas tertentu kepada suster lain karena yakin akan kemampuan sendiri, b) mudah meragukan kemampuan suster yang telah melakukan suatu kesalahan.
membesarkan hati hati suster yang memiliki keterbatasan, c) mudah jengkel melihat suster yang gugup berbicara hati di depan kelompok, d) menuntut suster lain yang baru pulang dari kerja untuk mengikuti doa rosario jam 15.00 yang merupakan tradisi kongregasi.
5) Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengembangkan diri, seperti: a) mendukung suster lain untuk mengembangkan bakat, seperti belajar bermain gitar atau belajar orgen, b) mendukung suster yang mengikuti bahasa inggris dengan berusaha ikut berbahasa inggris dengannya dalam kehidupan sehari-hari.
6) Membantu orang lain, seperti: a) berusaha membantu suster lain yang sedang mengalami kesulitan dalam hidup berkomunitas, b) berusaha mengajari suster lain menguasai suatu keterampilan seperti membuat rosario, c) membantu suster menyiapkan ruang makan dan kamar makan untuk tamu yang akan datang.
b. Mencintai orang lain seperti:
dokter, d) rela menggantikan tugas PRT suster lain yang sedang berhalangan karena ada urusan penting diluar komunitas.
2) Menghargai pribadi orang lain, seperti: a) pamit kepada suster yang ada di Komunitas apabila ada urusan di luar Komunitas, b) apabila berkunjung ke kamar suster lain selalu mengetuk pintu terlebih dahulu, c) dalam situasi yang sesuai saya spontan membantu suster senior untuk membawakan barang bawaannya. c. Memotivasi orang lain
Mampu menginspirasi orang lain, seperti: a) berusaha menjelaskan cara kerja yang baik dan tepat kepada suster junior, b) memberikan penjelasan kepada suster junior yang baru memasuki dunia kerasulan, agar suster junior mampu melaksanakannya, c) spontan memberikan pujian kepada suster yang suskes dalam menjalankan tugas kerasulan/perutusan, d) mengingatkan suster lain agar setia dengan aksi “seribu” dan “DHT” demi kepentingan masa depan.
d. Mendengarkan orang lain penuh empati
pengalaman suster lain, c) mendengarkan dan memperhatikan orang lain yang sedang berbicara dengan sungguh-sungguh.
2) Memperhatikan apa yang sedang disampaikan orang lain, seperti: a) berusaha mendengar dan memperhatikan pendapat suster lain meskipun berbeda pendapat dengannya, b) mendengarkan susngguh-sungguh curahan hati suster yang sedang mengalami kesulitan dalam hidup berkomunitas.
3) Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan isi hati, seperti: a) bersedia mendengarkan dengan sepenuh hati suster yang telah mengecewakan hati, b) menyediakan waktu untuk mendengarkan keluh kesah suster lain yang merasa tertekan di lingkungan kerjanya, c) senang mengikuti evaluasi hidup karya dan hidup bersama karena kegiatan ini merupakan berkesempatan mengungkapkan pikiran dan isi hati, d) senang mendengarkan dan menerima umpan balik yang diberikan oleh teman lain, e) menyadari pentingnya pertemuan komunitas yang merupakan kesempatan untuk semakin saling memahami dan saling memberikan inspirasi demi kemajuan pribadi dan komunitas. 4) Dapat mengidentifikasi/ membedakan pendapat dan perasaan yang
b) dapat menangkap perasaan yang ada di balik pertanyaan atau pernyataan teman lain, c) dapat menangkap perasaan orang lain yang diungkapkan secara tidak langsung.
5) Dapat mengungkapkan kembali dengan kata-kata sendiri apa yang disampaikan orang lain, seperti: a) dapat mengungkapkan atau membahasakan kembali perasaan yang diungkapkan oleh teman lain secara langsung, b)dapat mengungkapkan atau membahasakan kembali perasaan yang diungkapkan oleh teman lain secara tidak langsung, c) mengalami kesukaran dalam merumuskan atau membahasakan kembali apa yang dikatakan oleh teman lain. 6) Memahami perasaan dan masalah yang dialami orang lain, seperti:
a) mampu memahami suasana hati suster yang sedang tertekan karena banyak tugasnya, b) memahami masalah yang sedang dialami oleh teman lain, c) sadar bahwa kalau saya memahami dengan tepat apa yang dirasakan teman lain, teman yang bersangkutan akan merasa di perhatikan atau di pedulikan.
e. Bekerjasama dengan orang lain.
hidup bersama , c) memberikan perhatian kepada masing-masing suster yang hidup dan bekerja bersama dalam kelompok, d) bersikap terbuka terhadap orang yang hidup atau bekerja sama dengan saya, e) yakin bahwa masing-masing anggota harus menyelesaikan tugasnya masing-masing dengan baik dan terus berusaha supaya tetap ada kekompakan antara anggota kelompok. 2) Membagi peran kepada setiap orang secara adil, seperti: a) saya
31 BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang peristiwa atau gejala pada saat penelitian dilakukan. Metode survei dilakukan untuk memperoleh informasi tentang variabel, bukan untuk menghubungkan variabel yang satu sama lain (Arikunto, 2006:110). Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kebiasaan yang demokratis di kalangan para suster medior pada Kongregasi Puteri Reinha Rosari tahun 2015-2016.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kalangan para Suster PRR yang berada di wilayah Regio Jawa-Bali. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 18 s/d 28 Agustus 2016, setelah mendapatkan izin dari pemimpin-pemimpin komunitas yang berada di wilayah Jawa-Bali.
C. Subjek Penelitian
tinggal dan berkarya pada komunitas-komunitas di wilayah Jawa-Bali. Penelitian ini merupakan penelitian populasi karena semua Suster dapat terlibat langsung dalam pengisian kuesioner. Ada beberapa alasan mengapa peneliti memilih para suster medior PRR Jawa-Bali sebagai subjek penelitian. Pertama, peneliti adalah anggota kongregasi PRR sehingga pengumpulan data lebih mudah. Kedua, para pemimpin komunitas mendukung dilaksanakannya penelitian. Ketiga, hasil penelitian dapat langsung ditindak lanjuti.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap penyusunan kuesioner dan tahap kedua yakni pengumpulan data yang mencakup penyebaran dan pengisian kuesioner yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data kebiasaan demokratis di kalangan suster-suster Medior.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Skor untuk masing-masing alternatif jawaban yang bersifat positif (favorable) adalah Sangat Sesuai (SS) memperoleh skor 4, Sesuai (S) memperoleh skor 3, Agak Sesuai (AS) memperoleh skor 2, Kurang Sesuai (KS) memperoleh skor 1. Skor untuk alternatif jawaban pernyataan negatif (unfavorable) adalah Sangat Sesuai (SS) memperoleh skor 1, Sesuai (S) memperoleh skor 2, Agak Sesuai (AS) memperoleh skor 3, Kurang Sesuai (KS) memperoleh skor 4. Kuesioner yang digunakan disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel 1
Kisi-kisi Kebiasaan yang Demokratis di Kalangan Para Suster Medior PRR Jawa-Bali Tahun 2015-2016 mengikuti pelatihan yang perlu untuk semakin mengembangkan diri
b. Melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan
c. Mengakui kemampuan orang lain d. Membantu orang lain memahami
potensi /segi positifnya
e. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengembangkan
a. Memperhatikan kebutuhan orang lain
b. Menghargai pribadi orang lain
16,18,21,22 17, 20, 6
a. Bersedia mendengarkan orang lain yang sedang berbicara dengan penuh empati
b. Memperhatikan apa yang disampaikan orang lain
c. Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan
e. Dapat mengungkapkan kembali dengan kata-kata sendiri apa yang disampaikan orang lain
E. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Validitas Kuesioner
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur hal yang seharusnya diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu suatu validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu alat sesuai dengan konsep variabel yang hendak diukur. Validitas diukur dengan mencari korelasi antara skor masing-masing butir kuesioner dengan skor total. Rumus yang diperggunakan untuk menguji validitas sebagai berikut:
Keterangaan:
: Koefisien validitas item
: jumlah skor – skor item : jumlah skor total peraspek
: jumlah skor item kuadrat
: jumlah skor total peraspek kuadrat
: jumlah responden (jumlah sempel)
pernyataan adalah valid, tetapi apabila nilainya ≤ 0,30 dari 39 item yang dinyatakan gugur. Validitas alat disajikan dalam Lampiran 2.
2. Reliabilitas Kuesioner
Reliabilitas instrumen adalah taraf sampai di mana suatu instrumen menunjukkan konsistensi hasil pengukuran, yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil ukur. Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukurn (Azwar, 2003: 83). Tes yang reliabel akan menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam suatu pengukuran. Metode yang dipakai untuk pengujian tingkat reliabilitas adalah metode belah dua (Split-half method). Alasan pemilihan metode belah dua adalah pengukuran hanya dilakukan satu kali. Metode belah dua yang dipakai berdasarkan urutan item yang bernomor gasal dan bernomor genap.
Keterangan :
α : Koefisien Alpha Cronbach : Jumlah butir pernyataan
: Jumalah varian butir : Jumlah varian total
Reliabilitas dicari dengan menggunakan program SPSS versi 16,0. Masidjo (2007:243) menyatakan bahwa untuk melihat taraf reliabilitas dapat digunakan pedoman indeks kualifikasi reliabilitas, hasil perhitungan yang diperoleh dikonsultasikan ke kriteria Guilford seperti yang disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2
Daftar Indeks Kualifikasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kulifikasi
0,91-1,00 Sangat tinggi
0,71-0,90 Tinggi
0,41-0,70 Cukup
0,21-0,40 Rendah
Negatif -0,20 Sangat Rendah
Hasil perhitungan reliabilitas kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items
Setelah perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford, dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas instrumen tinggi. Reliabilitas disajikan dalam Lampiran 3.
F. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Menyusun kuesioner kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR.
b. Mengkonsultasikan kuesioner dengan dosen pembimbing, dosen pembimbing mengkritisi apakah item kuesioner mengungkapkan hal-hal yang mau diukur dan apakah bahasanya sudah tepat.
c. Meminta izin mengadakan pengumpulan data kepada kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling dan pemimpin komunitas Regio Jawa-Bali.
2. Tahap Pengumpulan Data
Tabel 4
Langkah-langkah penyebaran dan pengisian adalah sebagai berikut:
a. Peneliti mempersiapkan diri 1 jam lebih awal dari waktu yang ditentukan.
b. Peneliti mengumpulkan para responden di ruang pertemuan dan berdoa bersama.
c. Peneliti menjelaskan maksud pengisian kuesioner penelitian.
d. Peneliti membagikan lembar kuesioner yang telah dipersiapkan disertai petunjuk.
e. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner, dan memberikan kesempatan kepada para suster untuk mengajukan pertanyaan. f. Peneliti memberikan kesempatan kepada para suster untuk mengisi
Pengisian kuesioner diawasi langsung oleh peneliti sehingga peneliti dapat mengamati dan memastikan suasana pada saat pengisian kuesioner. Para suster mengisi kuesioner kebiasaan demokratis dengan tenang dan serius selama 1 jam.
G. Teknik Analisis Data
Data mengenai kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR dianalisis dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menentukan skor pada setiap jawaban dengan menggunakan kunci jawaban yang disediakan oleh peneliti.
2. Peneliti mengkategorisasikan setiap skor jawaban dari setiap responden agar subjek penelitian mudah dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya kebiasaan demokratis dari responden. Kategorisasi skor mengikuti jenjang ordinal yang dikemukakan oleh Azwar, ( 2011: 107-108) seperti yang disajikan dalam tabel 5. Hasil kategorisasi disajikan dalam Lampiran 4.
Tabel 5
Kategorisasi Skor Subjek Penelitian
Kriteria Skor Keterangan
X item > + 1,5 sb Sangat tinggi +0,5 sb X item ≤ +1,5 sb Tinggi - 0,5sb< Xitem ≤ +0,5 sb Cukup tinggi
Keterangan:
Skor maksimum empiris : rata-rata total skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian.
Skor minimum empiris : rata-rata total skor terendah yang diperoleh subjek penelitian.
sb (simpangan baku) : luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran
(Mean teoritik) : rata-rata teoritik dari skor (maksimum dan
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN DEMOKRATIS PARA
SUSTER MEDIOR PRR REGIO JAWA-BALI
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian, pembahasan, dan usulan topik-topik untuk meningkatkan kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR Regio Jawa-Bali. Hasil penelitian merupakan jawaban terhadap pertanyaan: (1) Seberapa tinggi kebiasaan demokratis para suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016? (2) Topik-topik manakah yang sesuai untuk meningkatkan kebiasaan demokratis para suster medior PRR balita Regio Jawa-Bali?
A. Kebiasaan Demokratis Para Suster Puteri Reinha Rosari Medior Jawa-Bali Tahun 2015-2016
Tabel 6
Kategori Kebiasaan Demokratis Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali Tahun 2015-2016
Kriteria Skor Kategori Rentang skor Jumlah
Suster Presentase
Data tabel di atas divisualisasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Grafik 1
Dari tabel 6 dan grafik 1 tampak bahwa:
a. Ada 13 (26%) Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang tergolong sangat tinggi kebiasaan demokratisnya.
b. Ada 29 (58%) Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang tergolong tinggi kebiasaan demokratisnya.
c. Ada 6 (12%) Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang tergolong cukup tinggi kebiasaan demokratisnya.
d. Ada 2 (4%) Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang tergolong kurang tinggi kebiasaan demokratisnya.
e. Tidak ada suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang tergolong sangat tidak tinggi kebiasaan demokratisnya.
Dapat disimpulkan bahwa kebanyakkan para suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 memiliki kebiasaan demokratis yang tinggi.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 yang Memiliki Kebiasaan Demokratis Tinggi
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan dugaan peneliti. Pada awalnya peneliti menduga bahwa kebiasaan demokratis para suster medior PRR Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 rendah. Ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan demokratis dari kebanyakan suster medior PRR tahun 2015-2016 tinggi. Kiranya ada berbagai alasan yang menyebabkannya tinggi antara lain: responden bisa jadi ingin menampilkan diri sebagai orang yang demokratis sehingga memberikan jawaban yang ideal, dan tidak memberikan jawaban yang tidak mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya. Boleh jadi juga responden sudah memiliki kebiasaan demokratis.
Boleh jadi para suster memiliki kebiasaan demokratis yang tinggi karena para suster medior balita mau menunjukkan ciri-ciri kedewasaan yakni 1) berorientasi pada tugas-tugas dan tidak mengikuti perasaan diri sendiri, 2) memiliki tujuan yang jelas, cara kerja yang efisien, memprioritas tujuan yang ingin dicapai dan membedakan yang baik dan tidaknya sesuatu, 3) mengendalikan perasaan pribadi, mampu menjalin kerja sama dengan orang lain, dan tidak mementingkan diri serta tahu menghargai orang lain, 4) memiliki sikap obyektif yakni berusaha untuk mencapai keputusan dalam keadaan apapun sesuai dengan kenyataan, 5) memiliki kemauan yang realistis, sadar dan terbuka terhadap kritikan dan saran orang lain demi peningkatan diri, 6) memiliki tanggungjawab terhadap usaha-usahanya dan memberi kesempatan kepada orang lain, membantu usahanya dalam mencapai tujuan yang dicapai, 7) bersikap fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan yang dihadapinya (Marliani, 2015: 190)
orang lain yang sedang berbicara dengan penuh perhatian, h) memperhatikan apa yang disampaikan orang lain, i) memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan isi hati, j) mampu mengidentifikasi/membedakan pendapat dan perasaan yang diungkapkan orang lain, k) mampu mengungkapkan kembali dengan kata-kata sendiri apa yang disampaikan orang lain, l) memahami perasaan dan masalah yang dialami orang lain, m) mampu membagi peran dengan orang lain.
2. Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali yang Memiliki Kebiasaan Demokratis yang Kurang Tinggi
mengatasinya, 3) Usia suster medior balita adalah usia tegang dalam emosi (emotional tension) artinya bahwa banyak suster mengalami persoalan, baik menyangkut persoalan jabatan, pekerjaan, keluarga, keuangan dan relasi dengan orang lain, 4) usia suster medior balita merupakan tahap mengalami keterasingan sosial dalam memulai kehidupannya dengan terjun dalam pola kehidupan karier, hidup berkomunitas dalam memikirkan karya-karya, relasi dengan teman-teman kelompok sebaya yang semakin renggang dan aktivitas dalam kelompok di luar yang semakin berkurang. Akibatnya mengalami krisis keterasingan atau kesepian dalam hidup bersama, 5) kurang bertanggungjawab terhadap tugas-tugas yang dipercayakan dan memberi kesempatan kepada orang lain agar membantu usaha-usahanya untuk mencapai tujuan, 6) kurang percaya diri dan masih sangat tergantung pada alur hidup yang monoton, 7) mudah terpengaruh dengan perubahan nilai-nilai hidup yang terjadi di era globalisasi dan dalam kelompok-kelompok sosial dan orang dewasa, 8) salah menggunakan masa kreatif atau kesempatan untuk mewujudkan keingian dan kegiatannya yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya melalui pekerjaan yang memungkinkan untuk mengekspresikan diri melalui pekerjaan dengan tidak mau di atur atau ditegur sesama (Marliani, 2015: 191)
sepertit: 1) cenderung langsung mengambil keputusan untuk suatu kegiatan tanpa menanyakan pendapat suster lain dalam komunitas, 2) kurang spontan menyiapkan kebutuhan makan minum bagi suster lain, 3) kurang spontan membantu memenuhi kebutuhan suster yang sakit, 4) kurang spontan menyediakan makanan sesuai dengan saran dokter bagi suster yang sakit, 5) kurang spontan membesarkan hati suster yang mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas kerasulannya, 6) kurang setia mengingatkan suster lain untuk setia dengan aksi seribu dan DHT, 7) kurang sungguh-sungguh dalam mendengarkan atau memperhatikan orang lain yang sedang berbicara, 8) kurang mendengarkan dengan sungguh-sungguh curahan hati suster lain yang sedang mengalami kesulitan dalam hidup berkomunitas, 9) sulit merumuskan atau membahasakan kembali apa yang dikatakan teman lain, 10) kurang memahami tujuan hidup bersama, 11) kurang memahami dan mentaati aturan hidup bersama, 12) kurang serius dalam menyelesaikan tugas yang dilakukan masing-masing dengan kurang berusaha menjaga kekompakkan diantara anggota kelompok, 13) kurang berkontribusi dalam pencapaian tujuan komunitas, 14) kurang mengembangkan sikap sama-sama menang dalam hidup bersama-sama.
lain: 1) dalam memberdayakan suster lain sangat tergantung dengan suasana hati (mood), 2) dalam memberikan pelayanan atau mendengarkan suster lain sangat dipengaruhi oleh sifat pilih kasih atau kecenderungan pribadi, 3) dalam menjalin kerjasama dengan suster lain sangat dipengaruhi oleh rasa suka/tidak suka dan masalah tempat tinggal atau karakter yang telah tertanam dari kebiasaan dalam keluarga, (Sarwono & Meinarno, 2009:134).
Faktor eksternal yang menyebabkan para suster kurang memiliki kebiasaan demokratis, antara lain. menurut Arifin, ( 2002: 55) 1) tidak adanya keberanian untuk belajar dari orang lain (faktor Imitasi), 2) kurang terbuka membiasakan diri memberikan atau menerima stimulus atau sugesti dari orang lain (faktor sugesti), 3) kurang percaya diri (faktor identifikasi), 4) kurang menunjukkan rasa simpatik yang mendorong dirinya untuk mendorong orang lain dalam bersikap (faktor simpatik), 5) kurang mendapatkan dukungan dan motivasi dari orang lain sehingga kurang terbiasa untuk spontan memberikan dukungan kepada suster lain (faktor motivasi), 6) merasa terasing dengan suster lain dan tidak menjadi bagian dari hidup suster lain (faktor empati).
seperti yang diusulkan dalam skripsi ini untuk meningkatkan kebiasaan demokratis. 2) meningkatkan semangat dan tradisi kongregasi untuk meningkatkan kebiasaan demokratis dalam hidup sehari-hari.
C. Topik-topik Peningkatan Kebiasaan Demokratis Para Suster Medior PRR Balita Regio Jawa-Bali Tahun 2015-2016.
Tabel 7
Perolehan Skor dan Item Kuesioner Berdasarkan Kategori Kebiasaan Demokratis Para Suster Medior PRR Regio Jawa-Bali
Kategori Rentang
Data tabel di atas divisualisasikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Grafik 2
53 BAB V PENUTUP
Dalam bab ini disajikan kesimpulan hasil penelitian mengenai kebiasaan demokratis para suster medior PRR balita Regio Jawa-Bali tahun 2015-2016 dan saran, untuk para suster Kongregasi Puteri Reinha Rosari Regio Jawa-Bali.dan bagi peneliti
A. Kesimpulan
demokratisnya. Jadi sebagian besar suster medior PRR memiliki kebiasaan demokratis yang tinggi.
Berdasarkan item-item yang menunjukkan kebiasaan demokratis kurang tinggi, (mencakup yang cukup tinggi dan kurang tinggi) peneliti mengusulkan topik-topik kebiasaan demokratis yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebiasaan demokratis di kalangan para suster medior PRR, yaitu: 1) mengambil keputusan secara bersama di dalam komunitas, Mempercayai kemampuan orang lain dengan melupakan kesalahannya, Sabar menghadapi kelemahan orang lain, Memahami kebutuhan orang lain, 2) Meningkatkan kepekaan dalam membaca kebutuhan orang lain, Melatih kespontanan diri dalam memenuhi kebutuhan orang lain, Mengembangkan sikap empati kepada orang lain, Meningkatkan etiket dalam pergaulan, 3) Membiasakan diri membesarkan hati sesama yang mengalami kesulitan, Membina solidaritas dengan orang lain, 4) Mendengarkan dengan hati, sesama yang mengalami kesulitan dalam hidup, Belajar memahami perasaan dan kesulitan, 5) Meningkatkan makna hidup bersama (Komunitas).
B. Saran-saran
Berikut ini dikemukakan beberapa saran untuk berbagai pihak: 1. Bagi Kongregasi Suster Puteri Reinha Rosari
medior. Program ini hendaknya dimulai sejak masa postulan dan Novisiat agar sewaktu memasuki masa Juniorat dan Mediores kebiasaan demokratis sudah mulai dimiliki.
b. Untuk para suster junior pun sebaiknya dilakukan kegiatan untuk meningkatkan kebiasaan demokratisnya. Kegiatan ini dapat menjadi bagian program triwulan dan dapat juga dilaksanakan di komunitas masing-masing.
2. Bagi Peneliti Lain
Angket/kuesioner bukan satu-satunya cara untuk mengungkapkan kebiasaan demokratis di kalangan para Suster PRR. Peneliti lain hendaknya juga menggunakan instrumen penelitian lain seperti: observasi dan wawancara agar diperoleh hasil yang lebih baik.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan antara lain alat yang digunakan hanya kuesioner dan kuesioner ini belum diuji coba; peneliti hanya melakukan uji coba terpakai, dengan mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing.
kebiasaan-kebiasaan yang menunjukkan kurang tingginya kebiasaan yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2002. Psikologi Sosial. Bandung: CV Pustaka Setia.
Azwar. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Clemmer. 2009. Sang Pemimpin. Yogyakarta: Kanisius.
Covey. 2002. Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara. Dimyati H. 2014. Model Kepemimpinan dan System Pengambilan Keputusan.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Gordon T. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Goleman. 2002. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Handoko. 1997. Rantai Markov. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Handaya. 1991. Etiket dan Pergaulan. Yogyakarta: Kanisius.
Keban N. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: UGM.
Keating. 1987. Bagaimana Mengahadapi Orang sulit. Yogyakarta: Kanisius. Konstitusi PRR. 1987. Riangkemie-Larantuka: MU I PRR.
Masidjo Ign. 1995. Penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta: Kanisius.
Mansoer. 1999. Konsep Kepemimpinan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Marliani. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV Pustaka Setia. Patty. 1992.Permainan untuk egala Usia. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Prasetyo. 2006. Analisis Diskriminan K. Kelompok. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Ridick. 1987. Kaul Harta Melimpah dalam Bejanah Tanah Liat. Yogyakarta: Kanisius.
Sagala & Syaiful. 2014. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfa Beta.
Sarwono & Meinarno, (2009). Psikologi Sosial. Salemba: Humanik.
Siagian. 1992. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Penyelesaian Konflik. Surakarta: UMS.
Sugiono. 2001. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Lampiran 1
KUESIONER
KEBIASAAN DEMOKRATIS DI KALANGAN PARA SUSTER MEDIOR PRR REGIO JAWA-BALI TAHUN 2015-2016
A. Identitas
Tempat dan tanggal lahir :……… Lamanya hidup kaul :……….. Tanggal pengisian : ……/……/2016 B. Kata pengantar
Para suster yang terkasih,
Pada kesempatan ini dengan rendah hati saya memohon kerelaan dan kesediaan para suster untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengetahui pengalaman para suster dalam hidup dan bekerja bersama dengan orang lain. Mohon kuesioner ini diisi dengan teliti, jujur, dan sesuai dengan pengalaman hidup sehari-hari.
C. Petunjuk Pengisian
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan tentang kebiasaan hidup sehari-hari. Bacalah masing-masing pernyataan dengan teliti, dan berikanlah tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban yang sesuai dengan pengalaman suster dalam hidup sehari-hari bersama dengan sesama suster atau dengan orang lain.
Alternatif jawaban adalah sebagai berikut:
1. Sangat Sesuai (SS) = Hal yang dimaksudkan dengan pernyataan yang
bersangkutan sangat sesuai dengan pengalaman suster dalam kehidupan sehari-hari.
2. Sesuai (S) = Hal yang dimaksudkan dengan pernyataan yang
bersangkutan sesuai dengan pengalaman suster dalam kehidupan sehari-hari.
3. Agak Sesuai (AS) = Hal yang dimaksudkan dengan pernyataan yang
bersangkutan agak sesuai dengan pengalaman suster dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kurang Sesuai (KS) = Hal yang dimaksudkan dengan pernyataan yang
No Seberapa sesuaikah hal yang dimaksudkan dengan masing-masing
pernyataan yang berikut dengan pengalaman suster? San
g
1 Saya bersemangat mengikuti latihan dasar kepemimpinan dan
menyemangati suster lain untuk mengikutinya.
2 Saya suka mengajak suster junior untuk mengadakan kegiatan
rekoleksi bagi orangtua murid kelas tertentu agar kemampuan suster yang bersangkutan meningkat.
3 Saya biasanya melibatkan suster lain dalam mengambil keputusan dalam pembagian tugas komunitas secara adil.
4 Saya cenderung langsung mengambil keputusan untuk suatu kegiatan
tanpa menanyakan pendapat suster lain dalam komunitas.
5 Saya senang mempercayakan tugas tertentu kepada suster lain karena
saya yakin akan kemampuannya.
6 Saya mudah meragukan kemampuan suster yang telah melakukan
suatu kesalahan.
7 Saya membudayakan kesediaan/kerelaan meminta maaf pada saat
melakukan kesalahan dalam hidup bersama di komunitas.
8 Saya membesarkan hati suster yang memiliki keterbatasan. 9 Saya mudah jengkel melihat suster yang gugup berbicara di depan
kelompok.
10 Saya kadang menuntut suster lain yang sebenarnya sudah lelah karena
baru pulang dari bekerja untuk tetap mengikuti doa rosario jam 15.00 yang merupakan tradisi kongregasi.
11 Saya mendukung usaha suster lain untuk mengembangkan bakat,
seperti belajar bermain gitar atau belajar orgen.
12 Saya mendukung suster yang mengikuti kursus bahasa Inggris dengan
berusaha ikut berbahasa Inggris dengannya dalam hidup sehari-hari.
13 Saya berusaha membantu suster lain yang sedang mengalami kesulitan
dalam hidup berkomunitas.
14 Saya berusaha mengajari suster lain untuk menguasai suatu keterampilan seperti membuat rosario.
15 Saya membantu suster lain menyiapkan ruang makan dan kamar tidur
untuk tamu yang akan datang.
16 Saya spontan menyiapkan makanan bagi suster lain yang baru pulang
kerja.
17 Saya kurang spontan membantu memenuhi kebutuhan suster yang
sedang sakit.
18 Saya spontan/senang menyediakan makanan bagi suster yang sakit
sesuai dengan saran dokter.
19 Saya rela menggantikan tugas PRT suster yang sedang berhalangan
karena ada urusannya yang penting di luar komunitas.
20 Ada kalanya saya tidak memberitahukan kepada suster yang tinggal di rumah bahwa saya harus pergi untuk suatu urusan di luar komunitas.
No Seberapa sesuaikah hal yang dimaksudkan dengan masing-masing
pernyataan yang berikut dengan pengalaman suster? San
g
mengetuk pintunya terlebih dahulu.
22 Dalam situasi yang sesuai saya spontan membantu suster yang senior
untuk membawa barang bawaannya.
23 Saya berusaha menjelaskan cara kerja yang baik atau tepat kepada suster junior.
24 Saya kurang memberikan penjelasan yang dibutuhkan suster junior
yang baru memasuki dunia kerasulan karena saya menganggapnya sudah tahu dan mampu melaksanakan tugasnya dalam komunitas.
25 Saya spontan memberikan pujian kepada suster yang sukses dalam
suatu kegiatan.
26 Saya spontan memberikan peneguhan kepada suster yang sedang
berdukacita karena kehilangan sanak saudara.
27 Saya kurang mampu membesarkan hati suster yang mengalami
kesulitan dalam menjalankan tugas kerasulan /perutusan.
28 Saya mengingatkan suster lain agar setia dengan aksi “seribu” dan aksi “DHT” demi kepantingan masa depannya.
29 Saya tidak senang mendengar usulan atau pendapat suster yang
berbeda pendapat dengan saya dalam pertemuan komunitas.
30 Saya senang dan bersedia menanggapi sharing pengalaman karya suster lain.
31 Ada kalanya saya kurang sungguh-sungguh
mendengarkan/memperhatikan orang yang sedang berbicara dengan saya.
32 Saya berusaha mendengar dan memperhatikan pendapat suster lain
meskipun pendapatnya berbeda dengan pendapat saya.
33 Saya memperhatikan kebutuhan orang yang hidup atau bekerja sama dengan saya.
34 Saya mendengarkan dengan sungguh-sungguh curahan hati suster lain
yang sedang mengalami kesulitan dalam hidup berkomunitas.
35 Saya kurang bersedia mendengarkan dengan sepenuh hati suster yang
telah mengecewakan hati saya.
36 Saya bersedia menyediakan waktu untuk mendengarkan keluh kesah
suster lain yang merasa tertekan di lingkungan kerjanya.
37 Saya senang mengikuti evaluasi hidup karya dan hidup bersama karena
berkesempatan mengungkapkan pikiran dan isi hati saya.
38 Saya senang mendengarkan dan menerima umpan balik yang diberikan
oleh teman lain kepada saya.
39 Saya yakin bahwa pertemuan komunitas merupakan kesempatan untuk
semakin saling memahami dan saling memberikan inspirasi demi kemajuan pribadi dan komunitas.
40 Saya dapat membedakan mana pendapat atau pikiran dan mana perasaan