i
INTISARI
Penggelapan warna kulit merupakan salah satu gangguan pada kulit yang disebabkan oleh produksi melanin yang berlebihan. Sediaan larutan injeksi merek “X” merupakan salah satu obat pemutih kulit untuk mengatasi penggelapan warna kulit yang mengandung asam askorbat sebagai whitening agent. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat yang terukur dengan kadar yang tertera pada label dengan maksud penjaminan mutu suatu produk obat. Penelitian bersifat non-eksperimental deskriptif karena tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji. Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi merek “X” dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Kolom yang digunakan adalah Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak yang digunakan adalah metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, deteksi pada 244 nm.
Hasil pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat memiliki persen perubahan ≤ 2% yang berarti asam askorbat stabil dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Kadar asam askorbat yang tertera pada label adalah 1000 mg/5mL dengan rentang keberterimaan 900-1100 mg/5mL (90-110%). Kadar rata-rata asam askorbat terukur sebesar 412.479 ± 60.765 mg/5mL dengan RSD 14.732%. Dapat dikatakan kadar asam askorbat terukur tidak sesuai dengan kadar asam askorbat yang tertera pada label.
Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, penetapan kadar, KCKT fase
2
ABSTRACT
Skin darkening is one of a skin disorder caused by excessive production of melanin. Injection solution of skin whitening product with brand “X” is a skin whitening product to treat skin darkening that contain ascorbic acid as the whitening agent. The purpose of this study was to determine the suitability of measured ascorbic acid compared to the ascorbic acid concentration on the label with the intention of guaranteeing the quality of a medicinal product.
The study was a non-experimental descriptive because it had no intervention or treatment to the test subjects. Determination of ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand “X” was performed by reverse phase high performance liquid chromatography (HPLC) method. The separation was performed using Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) with the mobile phase consist of methanol : 0.01M buffer phosphat pH 3 (40 : 60).
Results of the ascorbic acid reference standards stability testing have relative standard deviation (RSD%) ≤ 2% (stable). Ascorbic acid content on the label claimed is 1000 mg/5 mL (20% b/v) with the acceptance range 900-1100 mg/5 mL (90-110%). Concentration of measured ascorbic acid is 412.479 ± 60.765 mg/5 mL with RSD 14.732%. It can be concluded the measured ascorbic acid concentration is not correspond to the concentration on the label claimed.
Keywords: Ascorbic acid, skin whitening product, determination, reversed phase
i
PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM SEDIAAN LARUTAN
INJEKSI PEMUTIH KULIT MEREK “X” SECARA KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Petra Annie Anjani
NIM : 128114004
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hasil segenap niat dan usaha ini kupersembahkan untuk
Tuhan Yesus-ku tercinta yang tidak pernah
meninggalkanku dan selalu memberikan jalan dalam
segala perkara.
Papa, Mama, dan Adek yang dukungannya tak akan
pernah dapat tergantikan.
Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang
memberikan tahun-tahun penuh dengan cinta dan
vii PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan atas segala berkat dan
penyertaan-Nya sehingga skripsi yang berjudul ―Penetapan Kadar Asam Askorbat
Dalam Sediaan Larutan Injeksi Pemutih Kulit Merek ‗X‘ Secara Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik‖ yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.)
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah berperan dan berkontribusi
dalam proses pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhir, maka dengan rasa
syukur penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan Dra. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.
selaku Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah sabar membimbing dan memotivasi dalam proses penyusunan
skripsi.
3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing
Pendamping yang telah bersemangat membimbing dan memotivasi dalam
proses penyusunan skripsi.
4. Jeffry Julianus, M.Si. dan Dr. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen
Penguji atas arahan, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
viii
6. Mas Bimo dan Mas Kethul selaku laboran dan karyawan Laboratorium
Fakultas Farmasi yang telah banyak membantu penulis pada masa penelitian.
7. Papa, mama, dan adek atas segala semangat, doa, kasih, dan pengorbanannya.
8. Teman-teman seperjuangan skripsi Eunike Lystia F.K.J. dan Rosalia Lestari
atas segala kerjasama dan kebersamaan dalam tawa dan tangis selama
penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
9. Konco Tipis: Ave, Elak, Irest Keket, Resta, Rina, Edo, Indra, dan Ngapak
untuk segala diskusi, penghiburan, penguatan, dan perjuangannya selama
hampir 4 tahun ini. Ladies: Fina, Santa, Sella, Titta untuk tawa dan tangis,
penguatan dan peneguhan, dan segala proses pendewasaan selama hampir 7
tahun ini.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini,
namun begitu diharapkan hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
ix ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
PRAKATA... vii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 8
A. Pigmentasi... 8
x
C. Asam askorbat... 9
D. Spektrofotometri UV... 15
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 19
1. Instrumentasi KCKT... 20
5. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif... 28
F. Landasan Teori... 30
G. Hipotesis... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 32
B. Variabel Penelitian... 32
C. Definisi Operasional... 32
D. Bahan Penelitian... 33
E. Alat Penelitian... 33
F. Tata Cara Penelitian... 34
1. Pembuatan asam fosfat (H3PO4) 0,1 M... 34
2. Pembuatan bufer fosfat 0,01M... 34
3. Pembuatan fase gerak... 34
4. Pembuatan larutan kerja asam askorbat... 35
5. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum asam askorbat... 35
6. Pembuatan kurva baku asam askorbat... 35
7. Pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat... 36
xi
9. Preparasi sampel dan penetapan kadar asam askorbat dalam
sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖... 37
G. Analisis Hasil... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 39
A. Fase Gerak... 40
B. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum... 42
C. Pengujian Stabilitas Baku Pembanding... 44
D. Pembuatan Kurva Baku... 47
E. Analisis Kualitatif... 48
F. Analisis Kuantitatif... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55
A. Kesimpulan... 55
B. Keterbatasan Penelitian... 55
C. Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA... 56
LAMPIRAN... 60
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 1... 45
Tabel II. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 2...
45
Tabel III. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 3... 45
Tabel IV. Persen perbedaan konsentrasi larutan baku asam askorbat
replikasi... 46
Tabel V. Hasil pengukuran kurva baku asam askorbat... 47
Tabel VI. Data penetapan volume injeksi sampel larutan injeksi asam
askorbat... 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ampul sebelum diisi dan disegel... 9
Gambar 2. Struktur asam askorbat... 10
Gambar 3. Skema reaksi lanjutan degradasi asam askorbat dalam
aqueous solution... 12 Gambar 4. Skema eksitasi elektron... 16
Gambar 5. Contoh transisi π →π* (a) dan transisi n→π* (b) pada keton.... 17 Gambar 6. Skema alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 21
Gambar 7. Pori-pori partikel dengan perbesaran 10 kali... 23
Gambar 8. Mekanisme sederhana pemisahan komponen sampel di dalam
kolom... 24
Gambar 9. Reaksi pembentukkan fase terikat silika... 27
Gambar 10. Spektra asam askorbat pada tiga level konsentrasi (40, 50, dan
60 µg/mL) dalam pelarut bufer fosfat pH 3... 43
Gambar 11. Gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa asam askorbat 43
Gambar 12. Kurva baku asam askorbat... 48
Gambar 13. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL
dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60)... 49
Gambar 14. Kromatogram sampel yang berlabel asam askorbat
konsentrasi 100 µg/mL dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer
fosfat pH 3... 49
xiv
produk degradasinya (asam dehidroaskorbat) yang tidak
memiliki gugus kromofor... 50
Gambar 16. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan... 51
Gambar 17. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer
fosfat... 51
Gambar 18. Sampel injeksi pemutih kulit merek ―X‖ yang menggunakan vial putih bening... 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Baku Asam Askorbat... 61
Lampiran 2. Spektra Panjang Gelombang Pengamatan... 62
Lampiran 3. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi I... 63
Lampiran 4. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi II... 71
Lampiran 5. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi III... 79 Lampiran 6. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat eplikasi I... 87
Lampiran 7. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat Replikasi II 90 Lampiran 8. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat Replikasi III 93 Lampiran 9. Data Penimbangan Baku Asam Askorbat... 95
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Teoritis Larutan Baku Asam Askorbat... 96
Lampiran 11. Data Kurva Baku Asam Askorbat... 98
Lampiran 12. Kurva Baku Asam Askorbat... 98
Lampiran 13. Kromatogram Sampel Replikasi 1... 99
Lampiran 14. Kromatogram Sampel Replikasi 2... 99
Lampiran 15. Kromatogram Sampel Replikasi 3... 100
Lampiran 16. Kromatogram Sampel Replikasi 4... 100
Lampiran 17. Kromatogram Sampel Replikasi 5... 101
xvi
Lampiran 19. Data Kadar Sampel... 102
Lampiran 20. Data Perhitungan Penetapan Kadar... 102
Lampiran 21. Perhitungan RSD Asam Askorbat dalam Sampel... 103
xvii INTISARI
Penggelapan warna kulit merupakan salah satu gangguan pada kulit yang disebabkan oleh produksi melanin yang berlebihan. Sediaan larutan injeksi merek
―X‖ merupakan salah satu obat pemutih kulit untuk mengatasi penggelapan warna kulit yang mengandung asam askorbat sebagai whitening agent. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat yang terukur dengan kadar yang tertera pada label dengan maksud penjaminan mutu suatu produk obat. Penelitian bersifat non-eksperimental deskriptif karena tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji. Penetapan kadar asam askorbat
dalam sediaan larutan injeksi merek ―X‖ dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Kolom yang digunakan adalah Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak yang digunakan adalah metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, deteksi pada 244 nm.
Hasil pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat memiliki persen perubahan ≤ 2% yang berarti asam askorbat stabil dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Kadar asam askorbat yang tertera pada label adalah 1000 mg/5mL dengan rentang keberterimaan 900-1100 mg/5mL (90-110%). Kadar rata-rata asam askorbat terukur sebesar 412.479 ± 60.765 mg/5mL dengan RSD 14.732%. Dapat dikatakan kadar asam askorbat terukur tidak sesuai dengan kadar asam askorbat yang tertera pada label.
Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, penetapan kadar, KCKT fase
xviii ABSTRACT
Skin darkening is one of a skin disorder caused by excessive production of melanin. Injection solution of skin whitening product with brand ―X‖ is a skin whitening product to treat skin darkening that contain ascorbic acid as the whitening agent. The purpose of this study was to determine the suitability of measured ascorbic acid compared to the ascorbic acid concentration on the label with the intention of guaranteeing the quality of a medicinal product.
The study was a non-experimental descriptive because it had no intervention or treatment to the test subjects. Determination of ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand ―X‖ was performed by reverse phase high performance liquid chromatography (HPLC) method. The separation was performed using Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) with the mobile phase consist of methanol : 0.01M buffer phosphat pH 3 (40 : 60).
Results of the ascorbic acid reference standards stability testing have
relative standard deviation (RSD%) ≤ 2% (stable). Ascorbic acid content on the label claimed is 1000 mg/5 mL (20% b/v) with the acceptance range 900-1100 mg/5 mL (90-110%). Concentration of measured ascorbic acid is 412.479 ± 60.765 mg/5 mL with RSD 14.732%. It can be concluded the measured ascorbic acid concentration is not correspond to the concentration on the label claimed.
Keywords: Ascorbic acid, skin whitening product, determination, reversed phase
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan pada kulit selain persoalan dermatologi, juga merupakan
gangguan keindahan atau gangguan kosmetik. Salah satu gangguan kosmetik pada
kulit adalah penggelapan warna kulit disebabkan reaksi oksidasi tirosin menjadi
dihydroxy-phenylalanin (DOPA) yang kemudian menjadi DOPA-kuinon oleh adanya biokatalis enzim tirosinase yang terpapar sinar UV dan seterusnya
mendorong pembentukkan melanin yang merupakan suatu pigmen berwarna
coklat sampai hitam. Meskipun tidak membahayakan bagi kesehatan, gangguan
kosmetik ini merupakan alasan seseorang untuk mencari pengobatan (Hardiyanto
dan Soedirman, 1981). Tujuan utama produk pemutih kulit adalah mencerahkan
kulit hingga mengatasi gangguan pigmentasi (Thongchai, Liawruangrath, and
Saisunee, 2007). Salah satu cara kerja agen pemutih kulit adalah sebagai inhibitor
tirosinase yang akan menghambat reaksi pencoklatan atau pembentukkan
melanin, diantaranya adalah asam askorbat, arbutin, cojic acid, merkuri, dan
hidrokuinon (Supriyanti, 2009). Asam askorbat dan turunannya memiliki efek
protektif terhadap kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh induksi radiasi
UV sehingga terbukti efektif sebagai strategi depigmentasi (Arbab and Eltahir,
2010).
Telah banyak penelitian yang dilakukan terkait asam askorbat dengan
berbagai metode dan dalam berbagai sampel. Determinasi asam askorbat dalam
2
penelitian salah satunya berjudul ―Stability of Ascorbic Acid in Aqueous and Aqueous-Organic Solutions for Quantitative Determination‖ (Golubitskii, Budko, Basova, Kostarnoi, and Ivanov, 2007) untuk menganalisis sediaan farmasetis
anticatarrhal. Penelitian lain berjudul ―Determination of Vitamin C (Ascorbic Acid) Using High Perfomance Liquid Chromatography Coupled with Electrochemical Detection‖ oleh Gazdik, dkk., (2008) menganalisis asam askorbat dalam sediaan farmasetis berbentuk tablet. Penelitian mengenai sediaan
pemutih kulit sudah pernah dilakukan oleh Wang, Cheng, Sheu, dan Kwan (2011)
dengan judul ―Simultaneous Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography‖ dalam sediaan lotion dan krim pemutih kulit. Penelitian lain juga dilakukan untuk menganalisis agen
pemutih kulit oleh Thongchai dkk., (2007) dengan judul ―High-Perfomance Liquid Chromatographic Determination of Arbutin in Skin-Whitening Creams and Medicinal Plant Extracts‖.
Asam askorbat merupakan senyawa yang sangat mudah teroksidasi.
Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas asam askorbat seperti pH, ion logam,
suhu, cahaya, dan oksigen. Asam askorbat juga sangat tidak stabil dalam bentuk
larutan. Sediaan injeksi asam askorbat yang beredar di pasaran sebagian besar
berupa larutan yang dalam Farmakope Indonesia V memiliki rentang pH 5,5 – 7,0. Sedangkan larutan dengan pH > pKa asam askorbat yaitu 4,2 akan
meningkatkan terbentuknya ion asam askorbat yang berakibat pada penurunan
stabilitas asam askorbat (Buettner and Jurkiewics, 1996). Injeksi asam askorbat
3
bening, sedangkan salah satu faktor ketidakstabilan asam askorbat adalah cahaya.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat tahun 2011, obat yang akan diedarkan
di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar atau nomor registrasi tetapi masih
banyak ditemui produk injeksi asam askorbat yang dijual di pasaran tidak
memiliki nomor registrasi sehingga terdapat kemungkinan obat tersebut ilegal
atau bahkan palsu (Wibowo, 2010).
Menurut Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, konsumen memiliki hak untuk memperoleh barang sesuai dengan
yang kondisi atau jaminan yang telah dijanjikan dan pelaku usaha memiliki
kewajiban untuk memberikan informasi terkait produk secara benar mengenai
kondisi barang dan menjamin mutu barang yang diproduksi atau diperdagangkan
sehingga konsumen menerima barang yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Adanya faktor-faktor penyebab ketidakstabilan asam askorbat tersebut serta
adanya produk yang tidak memiliki nomor registrasi menimbulkan kekhawatiran
akan stabilitas produk injeksi asam askorbat yang berpengaruh pada kualitas
produk selama beredar dipasaran. Salah satu kualitas produk dapat dilihat dari
jumlah zat aktif yang terdapat dalam sediaan obat tersebut yang akan berpengaruh
pada efektivitas sediaan obat dan berpengaruh pada kondisi konsumen. Menurut
Acton (2013) sebagian besar agen pemutih kulit tipe inhibitor tirosinase
merupakan inhibitor kompetitif yang bekerja dengan cara berikatan dengan tirosin
sehingga dibutuhkan asam askorbat dalam konsentrasi yang besar, dan menurut
4
resiko seperti hyperuricemia, batu ginjal urea, batu ginjal oksalat, dan
menghambat absorbsi vitamin B12. Maka untuk mengetahui kualitas sediaan
injeksi pemutih kulit perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat yang
merupakan zat aktif dari sediaan injeksi tersebut dengan metode analisis yang
valid. Menurut Farmakope Indonesia V (2015), sediaan injeksi asam askorbat
mengandung asam askorbat C6H8O6 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari yang tertulis pada label kemasan.
Sejauh pengetahuan peneliti, meskipun telah banyak penelitian mengenai
asam askorbat tetapi belum terdapat penelitian yang menggunakan sampel sediaan
farmasetis injeksi asam askorbat sebagai pemutih kulit. Penelitian yang dilakukan
peneliti adalah menetapkan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi
pemutih kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60)
dengan kecepatan alir 0,9 mL/min.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat disampaikan perumusan
masalah sebagai berikut:
a. Berapakah kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit
merek ―X‖?
b. Apakah kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit
5 2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, diperoleh
jurnal berjudul ―Methods for Simultaneous Determination of Ascorbic and Dehydroascorbic Acids‖ oleh Novakova, Solich, dan Solichova (2008 ) yang menyajikan review berbagai mekanisme separasi, metode deteksi, dan
pengaruh stabilitas senyawa asam askorbat untuk determinasi asam askorbat
dan dehydroascorbic acid. Penelitian lain mengenai asam askorbat dengan
judul ―Stability of Ascorbic Acid in Aqueous and Aqueous-Organic Solutions for Quantitative Determination‖ dilakukan oleh Golubitskii dkk. (2007) untuk menganalisis sediaan farmasetis anticatarrhal. Penelitian ini
menggunakan kolom Symmetry C18 reversed-phase adsorbent (Waters), fase
gerak berupa campuran asetonitril dan 0,025 M bufer fosfat pH 3,0 (1 : 9) dan
deteksi pada panjang gelombang 244 nm. Determinasi asam askorbat
menggunakan KCKT juga pernah dilakukan Gazdik dkk., (2008) untuk
sediaan farmasetis dan buah. Penelitian tersebut menggunakan kolom
Metachem Polaris C18A reversed-phase, 0,09% tri-fluoro-acetic acid :
asetonitril (3 : 97) dengan laju alir 0,13 mL/min.
Terdapat penelitian mengenai sediaan pemutih kulit dengan judul
―Simultaneous Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography‖ oleh Wang dkk. (2011). Penelitian tersebut menggunakan kolom Inertsil ODS-3V, fase gerak
berupa campuran asetonitril : larutan bufer campuran (50 mM sodium
6
bromida) elusi secara gradien (1 : 99, 70 : 30, dan 1 : 99 v/v) dengan
kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit dan deteksi pada panjang gelombang
270 nm untuk menganalisis sediaan kosmetik lotion dan krim pemutih kulit.
Penelitian mengenai agen pemutih kulit juga dilakukan oleh Thongchai dkk.
(2007) dengan judul ―High-Perfomance Liquid Chromatographic Determination of Arbutin in Skin-Whitening Creams and Medicinal Plant Extracts‖ menggunakan kolom ODS Hypersil® C18, fase gerak campuran air : metanol : 0,1 M hydrochloric acid (89 : 10 : 1, v/v), dan kecepatan alir fase
gerak 1,0 mL/menit dan deteksi pada panjang gelombang 222 nm.
Sejauh penelitian penulis, penetapan kadar asam askorbat dalam
sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan, sehingga dapat
dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat
pemutih kulit merk ―X‖.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Metodologis.
Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang pengembangan
metode dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan
injeksi pemutih kulit merek ―X‖. b. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
7
B. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih
kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan divalidasi oleh Lestari (2016).
b. Mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat terukur dengan kadar yang
tertera pada kemasan sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang telah dioptimasi
8 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pigmentasi
Masyarakat khususnya perempuan, selalu menginginkan kulit yang
berkesan transparan, menjadi putih bercahaya tanpa jerawat, bintik-bintik coklat
tua, dan kusam (Mander and Liu, 2010). Produk pemutih kulit bertujuan untuk
mencerahkan warna kulit atau sebagai pengobatan terhadap kelainan pigmentasi
seperti bercak coklat pada wajah/freckles, melasma, pregnancy marks, dan age
spots (Thongchai dkk., 2007).
Enzim tirosinase pada kulit secara biokimiawi mengubah asam amino
tirosin menjadi melanin. Hiperpigmentasi terjadi saat terlalu banyak melanin yang
diproduksi dan terdeposit pada kulit (Thongchai dkk., 2007). Tirosin yang
teroksidasi menjadi dihidroksi fenilalanin (DOPA), teroksidasi lebih lanjut
menjadi DOPA-kuinon oleh adanya biokatalis enzim tirosinase dan paparan sinar
UV yang seterusnya mendorong pembentukkan suatu pigmen berwarna cokelat
sampai hitam yaitu melanin (Hardiyanto dan Soedirman, 1981). Adanya inhibitor
tirosinase akan menghambat reaksi pencokelatan atau hiperpigmentasi. Sebagai
contoh senyawa yang bersifat inhibitor tirosinase antara lain adalah: asam
askorbat, arbutin, cojic acid, merkuri, dan hidrokuinon (Supriyanti, 2009).
B. Injeksi
Injeksi merupakan sediaan yang ditujukan untuk pemberian parenteral,
9
ukurannya injeksi dibagi menjadi dua yaitu larutan intravena volume besar dan
injeksi volume kecil. Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal
untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL.
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume
100 mL atau kurang (Suplemen I Farmakope Indonesia V, 2015).
Gambar 1. Ampul sebelum diisi dan disegel (Allen, Popovich, and Ansel, 2011)
Wadah dosis tunggal dapat berupa ampul atau vial dosis tunggal. Ampul
(Gambar 1) disegel dengan mengelas kontainer pada kondisi aseptik dan didesain
memiliki bentuk leher sedemikian rupa sehingga mudah dipisahkan dari bagian
badan tanpa menghancurkan bahan gelasnya (Allen dkk., 2011).
C. Asam Askorbat
Asam askorbat atau acidum ascorbicum memiliki nama kimia
(5R)-5-[(1S)-1,2-dihydroxyethyl]-3,4-dihydroxyfuran-2(5H)-one. Senyawa ini merupakan kristal tidak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih yang
sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol. Asam askorbat disimpan pada
wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, pada suhu ruangan penyimpanan 8 -
10
berat molekul 176,1 g/mol, pKa = 4,2; 11,6 (pada suhu 25oC), dan log P (oktanol : air) = 1,8 (Moffat, David, and Widdop, 2011). Terdapat dua bentuk enansiomer
asam askorbat yaitu L-ascorbic acid dan D-ascorbic acid dan yang memiliki
aktivitas tinggi adalah L-ascorbic acid (Nasheed dan Qamar, 2015).
Injeksi asam askorbat adalah larutan steril asam askorbat dalam air untuk
injeksi yang dibuat dengan penambahan natrium hidroksida, natrium karbonat
atau natrium bikarbonat; mengandung asam askorbat C6H8O6 tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Syarat pH
untuk sediaan injeksi asam askorbat adalah 5,5 – 7,0 (Farmakope Indonesia V, 2015). Kadar asam askorbat dalam jaringan dengan pemberian secara intravena
(IV) secara signifikan lebih besar dari pemberian secara oral kurang lebih 25
kalinya. Penelitian terhadap model farmakokinetik asam askorbat menunjukkan
bahwa peningkatan konsentrasi asam askorbat dalam plasma dengan pemberian
oral hanya memberikan sedikit peningkatan dari 70 mmol/L menjadi maksimal
220 mmol/L sedangkan pada administrasi IV peningkatannya bisa sebesar 14.000
mmol/L (Stargrove, Treasure, and McKee, 2008). Menurut Arroyave (2015) asam
askorbat dalam dosis sangat besar memiliki beberapa resiko seperti
hyperuricemia, batu ginjal urea, batu ginjal oksalat, dan menghambat absorbsi vitamin B12.
11
Sebagian besar agen pemutih kulit tipe inhibitor tirosinase termasuk asam
askorbat (AA) merupakan inhibitor kompetitif yang bekerja dengan cara berikatan
dengan tirosin. Perlu diperhatikan bahwa inhibitor kompetitif untuk tirosinase ini
tidak dapat menghambat pembentukkan melanin kecuali tersedia dalam
konsentrasi tinggi sehingga cukup untuk mengantisipasi tirosinase agar tidak
berikatan dengan tirosin (Acton, 2013). Asam askorbat memiliki berbagai fungsi
biologis antara lain menginduksi sintesis kolagen, memperkuat jarikan kulit,
mengurangi pigmentasi, dan memiliki aktivitas anti radikal bebas. Sayangnya, AA
sangat sensitif terhadap cahaya, agen pengoksidasi dan ion logam, pemanasan,
dan juga sangat mudah terdegradasi dalam aqueous solution (Lee dkk., 2004).
Diketahui bahwa larutan asam askorbat dapat distabilkan menggunakan asam
metafosfat (Golubitskii dkk., 2007). Asam askorbat dapat digunakan sebagai agen
pemutih kulit (Thongchai dkk., 2007).
Stabilitas merupakan masalah utama analisis asam askorbat. Banyak
faktor yang menyebabkan ketidakstabilan asam askorbat antara lain cahaya, suhu,
pH, dan oksigen (Hu, Li, Luo, Yang, and Liu, 2012). Degradasi asam askorbat
merupakan proses yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah reaksi
oksidasi/reduksi. Asam askorbat sangat tidak stabil dalam aqueous solution yang
akan langsung mengubah senyawa tersebut menjadi asam dehidroaskorbat (DHA)
yang reversible. Selanjutnya DHA akan teroksidasi lebih lanjut menjadi berbagai
variasi senyawa, contohnya adalah pembentukkan 2,3-diketo-L-gulonic acid dan
12
ionisasi gugus hidroksi senyawa ini, maka kontrol pada tahap ionisasi gugus
hidroksi asam askorbat mungkin dapat membantu melindungi senyawa ini dari
degradasi dalam aqueous system (Lee dkk., 2004).
Gambar 3. Skema reaksi lanjutan degradasi asam askorbat dalam aqueous solution (Lee
dkk., 2004).
Suhu juga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
stabilitas asam askorbat. Dijelaskan oleh Ghosh, Das, Bagchi, dan Smarta (2013)
bahwa struktur tak jenuh asam askorbat mengakibatkan asam askorbat sangat
mudah teroksidasi selama pemanasan, dimana asam askorbat teroksidasi menjadi
dehydroascorbic acid (DHA) yang selanjutnya terdegradasi lebih jauh menjadi 3-hydroxy-2-pyrone (3H2P) pada pH 2-5; 2-furoic acid (2FA) pada pH <2; dan 2,5-dimethyl-4-hydroxy-3(2H)-furanone (DMHF) pada pH >5. Menurut Novakova dkk. (2008), penggunaan penangas es pada tahap preparasi sampel dapat
meminimalkan pengaruh suhu pada degradasi asam askorbat. Degradasi akibat
pengaruh cahaya/fotosensitivitas yang paling banyak terjadi adalah fotooksidasi.
Reaksi fotokimia ini menghasilkan senyawa antara yang reaktif (radikal dan ion)
dan akan bereaksi lebih lanjut melibatkan panas (Koutchma, Forney, and Moraru,
2009). Menurut Novakova dkk. (2008) asam askorbat terdegradasi pada cahaya
13
dilapisi dengan aluminium foil. Adanya ion logam juga merupakan faktor yang
dapat menurunkan stabilitas asam askorbat dalam larutan. Beberapa ion logam
yang dapat mengganggu stabilitas antara lain: Cu2+, Fe2+, Mg2+, Ca2+, Mn2+, dan Zn2+. Keadaan ini dapat ditangani dengan menggunakan agen pengkelat seperti
ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau monosodium glutamate (MSG) (Novakova dkk., 2008).
Banyak metode analisis yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar
asam askorbat. Teknik konvensional yang direpresentasikan dengan metode
volumetrik yaitu titrasi menggunakan larutan oksidator memiliki kelemahan yaitu
tidak dapat digunakan untuk sampel yang mengandung agen reduktor selain asam
askorbat (Fadhel, 2012). Disamping itu, metode volumetri juga kurang sensitif
pada senyawa analit (asam askorbat) dengan konsentrasi kecil (Hu dkk., 2012).
Metode kolorimetri yang sering digunakan dalam analisis asam askorbat
melibatkan reduksi besi (III) diikuti penambahan agen pengkelat seperti ferrozine
agar menghasilkan larutan berwarna yang kuat dan stabil dari kompleks besi (II).
Metode ini memiliki kelemahan yaitu sensitivitas dan spesifisitas yang buruk,
membutuhkan banyak waktu, dan tidak dapat digunakan apabila terdapat
interfering agent sedangkan jika interfering agent tersebut dihilangkan berisiko terhadap hilangnya sebagian atau seluruh senyawa asam askorbat (Washko,
Hartzell, and Levine, 1989). Terdapat pula metode spektrofotometri asam
askorbat total berdasarkan oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat
menggunakan larutan bromine dan hasilnya dikopling dengan 2,4-dinitrophenyl
14
positif palsu apabila terdapat senyawa glukosa yang strukturnya menyerupai asam
askorbat di dalam sampel (Kapur dkk., 2012). Metode spektrofotometri
berdasarkan oksidasi asam askorbat yang menggunakan Fe (III) dan
1,10-phenantroline, memiliki kelemahan yang sama yaitu dapat memberikan hasil positif palsu apabila terdapat senyawa reduktor selain asam askorbat di sampel
seperti sitrat, oksalat, dan tartrat. Maka dikembangkan metode menggunakan
copper (II)-neocuproine yang lebih selektif daripada Fe (III) (Guclu, Sozgen, Tutem, Ozyurek, and Apak, 2005). Menurut Hu dkk. (2012), terdapat metode lain
seperti deteksi elektrokimia, flow injection method, dan capillary zone
electrophoresis, tetapi metode tersebut rumit dan instrumen yang digunakan jarang tersedia di sebagian besar laboratorium. Selain itu terdapat pula
kromatografi kiral yaitu pemisahan enansiomer menggunakan kolom KCKT kiral,
kolom yang menggunakan fase diam kiral/chiral stationary phase (Phenomenex,
2015).
Produk farmasetis dan sediaan kosmetik asam askorbat sering kali
mengandung banyak eksipien untuk melindungi asam askorbat dari efek oksidasi
dan menghindari aktivitas mikroba yang dapat menjadi pengganggu dalam
analisis. Dilihat dari stabilitas asam askorbat yang rentan teroksidasi, produk
degradasi asam askorbat juga berpotensi menjadi senyawa pengganggu (Mitic,
Kostic, Naskovic-Dokic, and Mitic, 2011). Penggunaan KCKT dapat
meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas analisis, serta memerlukan waktu yang
15
digunakan untuk evaluasi stabilitas asam askorbat dalam sediaan farmasetis dan
kosmetik (Mitic dkk., 2011).
D. Spektrofotometri UV
Instrumentasi yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi
radiasi elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrometer
atau spektrofotometer. Spektrofotometri merupakan teknik analisis spektroskopik
yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dengan memakai
instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Radiasi
elektromagnetik dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk
gelombang. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada
frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut meningkat ke level yang
lebih tinggi maka akan terjadi peristiwa penyerapan energi oleh molekul. Energi
yang berpindah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi disebut dengan
transisi. Keadaan energi yang lebih rendah disebut keadaan dasar/ground state,
setelah mengalami transisi energi molekuler ini akan meningkat dan berada pada
keadaan tereksitasi/excited state (Gandjar dan Rohman, 2007).
Molekul-molekul yang memerlukan energi lebih banyak untuk
mengeksitasikan elektron akan menyerap panjang gelombang yang lebih pendek,
sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi lebih sedikit untuk
mengeksitasikan elektron akan menyerap panjang gelombang yang lebih panjang
16
Gambar 4. Skema eksitasi elektron (Gandjar dan Rohman, 2007)
Absorbsi sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh
eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang
mengabsorbsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu
molekul (Gandjar dan Rohman, 2007). Elektron yang terlibat pada penyerapan
radiasi ultraviolet ini ada tiga yaitu elektron sigma (σ), elektron phi (π), dan
elektron bukan ikatan (n). Elektron σ adalah elektron yang terlibat dalam
pembentukkan ikatan tunggal/single bond. Ikatan rangkap melibatkan elektron σ dan satu ikatan lagi dari elektron π akibat dari adanya tumpang tindih pada orbital atom p. Selain elektron-elektron yang membentuk ikatan, terdapat eletron yang
tidak membentuk ikatan/non bonding electron dengan simbol n (Skoog, 1985).
Elektron-elektron yang tereksitasi disebut antibonding electron dengan simbol π*
dan σ*. Terdapat empat jenis transisi, dua diantaranya yang paling banyak
dijumpai adalah n→π* dan π→π*. Kedua transisi ini merupaka transisi yang paling cocok untuk analisis sebab sesuai dengan panjang gelombang antara
200-700 nm dan secara teknis panjang gelombang ini dapat diaplikasikan pada
17
Gambar 5. Contoh transisi π →π pada keton (Christian, 2004).
Senyawa yang secara spesifik bertanggung jawab atas absorpsi disebut
kromofor dan biasanya merupakan sistem terkonjugasi. Senyawa yang tidak
menghasilkan serapan tetapi mempengaruhi spektra serapan ketika terikat pada
kromofor disebut auksokrom (Moffat dkk., 2011). Contoh auksokrom adalah
gugus hidroksil, gugus amino, dan halogen. Ikatan terkonjugasi adalah keadaan
dimana ikatan rangkap terpisahkan oleh satu ikatan tunggal atau berselang-seling
antara ikatan rangkap dan ikatan tunggal (Christian, 2004). Adanya ikatan
terkonjugasi dalam senyawa akan mempengaruhi panjang gelombang
maksimalnya. Semakin panjang ikatan terkonjugasinya, maka akan semakin besar
panjang gelombang maksimalnya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Radiasi cahaya yang masuk melalui monokromator akan melewati
sampel dan terjadi penyerapan sejumlah radiasi, sehingga radiasi yang keluar dan
ditangkap oleh detektor akan lebih kecil dari radiasi yang masuk. Banyaknya
jumlah radiasi yang berkurang berbanding lurus dengan konsentrasi analit dalam
sampel. Jumlah radiasi yang diserap oleh molekul-molekul disebut serapan
(Harvey, 2000). Menurut Skoog, West, dan Holler (1994), serapan (A) berbanding
lurus dengan konsentrasi analit (c) dan tebal kuvet (b), dan dipengaruhi konstanta
18
A = a b c (1)
Ketika b dinyatakan dalam cm dan c dinyatakan dalam mol/L maka a
disebut juga absorptivitas molar (ɛ) sehingga persamaannya menjadi:
A = ɛ b c (2)
Keterangan : A = serapan
ɛ = absorptivitas molar (M-1 cm-1) b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi molekul dalam senyawa analit (M) (Harris, 1995).
Jika konsentrasi molekul zat analit dinyatakan dalam satuan persen
berat/volume (g/100 mL), maka absorptivitas (a) dapat ditulis dengan .
= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100mL)
BM = bobot molekul (g/mol) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Nilai memberikan manfaat untuk mengetahui berapa besar
konsentrasi senyawa asam askorbat yang harus dipersiapkan sehingga diperoleh
serapan pada kisaran 0,2-0,8. Selain itu, manfaat dari informasi nilai adalah
terkait dengan sensitivitas senyawa untuk diukur dengan spektrofotometer UV.
Semakin besar nilai suatu senyawa maka semakin sensitif senyawa tersebut
untuk dideteksi dan diukur dengan spektrofotometer UV. Nilai asam
19
2011). Absorptivitas molar yang dapat terbaca pada panjang gelombang 200-700
nm dengan transisi π→π* menggunakan spektrofotometer UV berkisar antara 1.000-100.000 (Christian, 2004).
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah satu dari beberapa
metode kromatografi pemisahan dan analisis campuran yang paling banyak
digunakan pada analisis. KCKT merepresentasikan perkembangan dari
kromatografi cair dengan pelarut (fase gerak) yang secara terus menerus dialirkan
ke kolom, deteksi berkesinambungan oleh detektor dan hasil dalam bentuk
kromatogram, dan seluruh sistem operasi dikontrol melalui komputer
(satu-satunya intervensi manual adalah peletakkan sampel ke dalam ruang sampel).
Selain seluruh proses yang otomatis KCKT menggunakan pompa bertekanan
tinggi untuk pemisahan yang lebih cepat, kolom yang efektif dan dapat
digunakan kembali, dan kontrol yang lebih baik pada keseluruhan proses untuk
hasil yang lebih presisi dan reprodusibel (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Tujuan analisis dengan KCKT adalah memisahkan analit dari komponen
lain dalam sampel untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. Terdapat 3 faktor
utama yang mempengaruhi pemisahan analit yaitu retensi, selektivitas, dan
efisiensi. Waktu yang dibutuhkan analit untuk mencapai detektor setelah
diinjeksikan disebut waktu retensi (tR) dan biasanya dijadikan penanda untuk
analit yang bersangkutan. Waktu retensi bergantung pada laju alir fase gerak;
20
2005). Selektivitas adalah kemampuan sistem kromatografi untuk memisahkan
analit sebagai hasil perbandingan faktor retensi dari dua analit. Peningkatan
selektivitas menjadi fokus utama karena jika selektivitas mempunyai nilai sama
dengan 1 maka puncak dari analit yang diinginkan tidak akan terpisah dari
komponen lainnya. Selektivitas sangat terpengaruh oleh sifat alami analit
terhadap fase diam (Kazakevich and LoBrutto, 2007). Salah satu yang menjadi
tolok ukur efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (N) yang didasarkan pada
konsep lempeng teoritis. Efisiensi kolom akan berpengaruh pada waktu retensi
analit. Semakin tinggi jumlah lempeng teoritis maka semakin baik pula efisiensi
kolom. Nilai Height Equivalent Theoritical Plate (HETP) merupakan tolok ukur
efisiensi kolom, dimana HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:
(3)
Keterangan : L = panjang kolom
N = jumlah lempeng (Snyder dkk., 2010).
1. Instrumentasi KCKT
Pada Gambar 6 dapat dilihat skema alat KCKT dengan
komponen-komponen utamanya. Fase gerak dialirkan dari wadah fase gerak/reservoirs
ke dalam pompa yang mengontrol laju alir dan tekanan yang dihasilkan fase
gerak dalam kolom. Sebuah injektor atau autosampler berfungsi untuk
memasukkan sampel ke dalam kolom tanpa menghentikan aliran fase gerak.
Proses pemisahan berlangsung di kolom kemudian sistem data memantau
hasil deteksi oleh detektor dan menyediakan proses data dalam bentuk grafik
21
Gambar 6. Skema alat KCKT (Ahuja and Dong, 2005).
a. Reservoir
Sebagian besar wadah fase gerak terbuat dari bahan gelas. Bahan
wadah fase gerak harus inert dan juga dijaga kebersihannya. Semacam
pelindung dibutuhkan wadah fase gerak untuk menghindari adanya debu
yang masuk ke dalam wadah dan meminimalkan penguapan dari fase
gerak, tetapi tidak boleh ditutup terlalu rapat karena hal tersebut akan
menimbulkan keadaan vakum saat fase gerak di pompa keluar dari wadah
(Snyder dkk., 2010).
b. Pompa
Tujuan penggunaan pompa adalah menjamin proses penghantaran
fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
gangguan (Gandjar dan Rohman, 2007). Sebagian besar sistem KCKT
untuk analisis secara rutin didesain untuk dapat bekerja sampai tekanan
6000 psi, tetapi kebanyakan sistem berada pada 2000 sampai 3000 psi.
22
diperhatikan adanya kemungkinan mengalami kebocoran (Snyder dkk.,
2010).
c. Penyuntikan Sampel
Sampel disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik
dilengkapi dengan sample loop internal atau eksternal. Presisi penyuntikan
dengan dengan sample loop dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini
dapat digunakan sebagai autosampler pada KCKT (Gandjar dan Rohman,
2007). Sampel dapat disuntikkan secara manual menggunakan syringe,
tetapi seiring berkembangnya teknologi metode itu ditinggalkan dan
digantikan dengan injektor otomatis atau disebut autosampler. Alasan
penggunaan autosampler selain alasan kepraktisan juga tingkat presisi
yang lebih tinggi yang tidak dapat dicapai oleh injeksi manual (Christian,
2004).
d. Kolom
Kolom pada KCKT berbentuk tabung silinder berisi fase diam
yang terikat pada partikel silika. Fase diam yang biasa digunakan antara
lain C18 (oktadesilsilan), C8 (oktilsilan), dan C4 (butilsilan). Istilah pori pada kolom mengacu pada ruang yang ada diantara partikel-partikel silika
23
Gambar 7. Pori-pori partikel dengan perbesaran 10 kali (Snyder, dkk., 2010).
Pada kolom KCKT terjadi proses pemisahan
komponen-komponen dalam sampel. Pemisahan ini terjadi berdasarkan interaksi yang
terjadi antara komponen sampel dengan fase gerak dan fase diam seperti
dapat dilihat pada Gambar 8 (Snyder dkk., 2010). Berdasarkan pada
polaritas fase diam dan fase gerak, KCKT pada umumnya dibagi menjadi
dua jenis yaitu KCKT fase terbalik dan KCKT fase normal (Gandjar dan
Rohman, 2007). Pada KCKT fase terbalik, fase diam yang digunakan
bersifat lebih nonpolar dari fase gerak yang digunakan sehingga
komponen dalam sampel yang bersifat polar akan terelusi lebih dahulu
dari kolom KCKT dibandingkan dengan komponen yang bersifat
nonpolar. Hal ini disebabkan komponen yang bersifat polar dalam sampel
berinteraksi lemah dengan fase diam sehingga lebih terbawa fase gerak
sedangkan komponen yang bersifat nonpolar dalam sampel berinteraksi
lebih kuat dengan fase diam sehingga lebih sukar terbawa fase gerak
24
Gambar 8. Mekanisme sederhana pemisahan komponen sampel di dalam kolom
(Snyder dkk., 2010).
e. Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu
detektor universal (mendeteksi zat secara umum, tidak spesifik, dan tidak
selektif) dan detektor spesifik yang dapat mendeteksi analit secara spesifik
dan selektif. Contoh detektor universal antara lain detektor indeks bias dan
detektor spektrometri massa; sedangkan detektor spesifik contohnya adalah
detektor UV-Visibel, detektor fluorosensi, dan detektor elektrokimia (Gandjar
dan Rohman, 2007). Detektor dengan sensitivitas yang tinggi sangat
diperlukan pada KCKT dan yang paling banyak digunakan adalah detektor
ultraviolet. Detektor ini sensitif terhadap banyak jenis senyawa organik, tidak
sensitif terhadap suhu, relatif murah, dan dapat digunakan elusi secara
gradien. Tentunya detektor ini tidak dapat digunakan apabila pelarut yang
digunakan memiliki serapan yang signifikan pada rentang panjang gelombang
UV (Christian, 2004).
2. Fase Gerak
Fase gerak merupakan faktor penting pada analisis secara KCKT,
25
pengaruh yang signifikan pada hasil pemisahan (Castro, Azeredo, Azeredo,
and Sampaio, 2006). Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran
pelarut yang dapat bercampur dimana secara keseluruhan berperan dalam
daya elusi dan resolusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya elusi dan
resolusi antara lain polaritas fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat
komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Pertimbangan dalam
pemilihan fase gerak salah satunya adalah kompatibilitas antar pelarut yang
perlu diperhatikan agar komponen fase gerak dapat bercampur dengan baik.
Campuran fase gerak juga harus dapat digunakan untuk melarutkan analit
dengan baik karena apabila analit tidak terlarut sempurna pada fase gerak
yang digunakan, maka analit akan mengendap ketika proses penginjekan
dilakukan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah solubilitas sampel,
polaritas, transmisi cahaya, viskositas, dan pH. Sebagian besar senyawa obat
yang berada di pasaran dapat terionisasi pada pH tertentu, sehingga
diperlukan pengaturan pH pada fase gerak untuk mempertahankan kondisi pH
fase gerak yang membawa analit agar analit tetap dalam bentuk molekulnya
sampai detektor. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan bufer dalam komponen penyusun fase gerak. Hal yang perlu
diperhatikan ketika menggunakan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam
pelarut yang digunakan karena pemilihan jenis bufer yang salah akan
mengakibatkan mengendap atau terpisahnya komponen bufer dalam fase
26
Kondisi pemisahan kromatografi cair-cair dapat diatur dengan
variasi fase gerak dengan mengatur kekuatan pelarut/solvent strength. Pada
KCKT fase terbalik kekuatan pelarut ini tergantung pada pelarut organik yang
disebut juga modifier (Christian, 2004). Fase gerak yang sering digunakan
pada KCKT fase terbalik adalah campuran metanol dan asetonitril dengan air
atau dengan larutan bufer (Gandjar dan Rohman., 2007). Kekuatan pelarut
merupakan total seluruh jenis interaksi molekular yang terjadi antara lain
dispersi, orientasi, dan ikatan hidrogen. Kekuatan pelarut akan semakin tinggi
saat terdapat interaksi yang baik antara pelarut dan analit (Wilard, Merritt,
Dean, and Settle, 1988).
Setiap fase gerak memiliki nilai panjang gelombang UV cut-off yang
berbeda-beda. Nilai UV cut-off merupakan panjang gelombang dimana
pelarut akan memberikan absorbansi lebih dari satu satuan absorbansi. Hal ini
sangat penting terutama bila pada sistem KCKT menggunakan detektor
UV-Vis atau detektor fluorometri. Sangat dianjurkan untuk menghindari
penggunaan pelarut yang memiliki panjang gelombang UV cut-off yang mirip
dengan panjang gelombang deteksi (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Fase Diam
Pada kromatografi cair modern, hampir seluruh pemisahan fase
terbalik menggunakan adsorban yang dimodifikasi secara kimia. Adsorban
yang beredar kebanyakan diberi nama berdasarkan struktur kimia
27
Material dasar yang paling sering digunakan adalah silika (SiO2). Tujuan utama modifikasi kimiawi pada preparasi material fase diam terbalik
(reversed phase material) adalah untuk mengubah permukaan material dasar
yang bersifat polar menjadi nonpolar. Fase terikat yang paling banyak
digunakan adalah fase terikat tipe alkil (C1-C18; C30). Pada KCKT fase
terbalik, modifikasi silika gel dilakukan dengan menutup gugus silanol
(-SiOH) dengan suatu bagian organik yang umumnya adalah suatu hidrokarbon
rantai panjang untuk menghilangkan gugus hidroksil melalui reaksi silanisasi.
Semakin panjang rantai karbon yang diikatkan pada silika maka akan
semakin hidrofobik (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Reaksi
pengikatan/bonding rantai organik pada gugus silanol dapat dilihat dari
Gambar 9 dimana X sering kali berupa –Cl atau –OEt, dan/atau –CH3 yang memberikan hasil sampingan berupa HCl atau etanol (Snyder dkk., 2010).
Gambar 9. Reaksi pembentukkan fase terikat silika (Snyder dkk., 2010).
pH fase gerak mempengaruhi stabilitas Si—O—Si yang menyebabkan ikatan tersebut terhidrolisis pada pH >7 dan menyebabkan
degradasi fase diam yang serius (Wilard, Merritt, Dean, and Settle, 1988).
Kebanyakan fase diam dengan penyusun silika memiliki rentang pH yang
dapat ditoleransi, yaitu pH 2-7. Dampak lain yang dapat dilihat adalah
terbentuknya puncak yang asimetris akibat adanya interaksi antara bentuk ion
28 4. Larutan Bufer
pH merupakan faktor yang penting dalam metode KCKT.
Selektivitas pemisahan senyawa yang dapat atau mudah terion dapat
diatur/disesuaikan dengan memanipulasi pH. Faktor retensi dari bentuk
tak-terion (non-ionized) suatu analit dapat mencapai 30 kali lebih besar dari
bentuk terionnya, hal ini dapat diatasi dengan mengatur pH fase gerak.
Pengaturan pH ini dapat dilakukan dengan menggunakan larutan bufer
dengan kapasitas bufer yang baik untuk menghindari fluktuasi yang tinggi
pada waktu retensi (Ahuja and Dong, 2005). Larutan bufer atau larutan
penyangga adalah larutan yang dapat mempertahankan pH dari pengenceran,
penambahan sedikit asam atau sedikit basa (Ashari, 2006).
Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk
mempertahankan pH, tergantung pada nilai pKa, konsentrasi bufer, dan pH
fase gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa
bufer dengan pH fase gerak yang diinginkan. Persyaratan utama pemilihan
larutan bufer adalah memiliki nilai pKa yang berada dalam rentang ± 1 ,0 unit
dari pH fase gerak yang diinginkan. Salah satu bufer yang sering digunakan
dalam analisis dengan detektor UV dan pH fase gerak ≤ 8 adalah bufer fosfat. Bufer ini memiliki nilai pKa = 2,1 (25oC) dengan rentang bufer 1,5 – 3,5 (Snyder dkk., 2010).
5. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Sistem KCKT dapat menyediakan data kualitatif dan data kuantitatif.
29
kuantitatif menunjukkan berapa jumlah analit yang ada. Detektor KCKT
membaca konsentrasi analit dalam kolom dalam bentuk sinyal elektrik. Sistem
data kemudian mengubah sinyal ini menjadi suatu plot dari intensitas versus
waktu yang disebut dengan kromatogram (Snyder dkk., 2010).
Analisis kualitatif KCKT dilakukan berdasarkan data waktu retensi (tR)
dengan membandingkan antara data retensi sampel dengan data retensi baku yang
sesuai (Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu retensi diukur dari waktu saat
penginjeksian sampai puncak kromatogram analit terbentuk. KCKT dengan
kondisi konstan seharusnya dapat menghasilkan waktu retensi yang konstan,
dengan variasi ±0,02-0,05 menit antar injeksi dalam sekali running sistem KCKT.
Analit yang diinjeksikan apabila memiliki waktu retensi yang berada pada rentang
waktu retensi senyawa baku, dapat diartikan bahwa puncak analit tersebut
merupakan senyawa yang sama dengan baku (Snyder dkk., 2010).
Analisis kuantitatif KCKT dilakukan berdasarkan data luas puncak atau
tinggi puncak. Luas puncak dan tinggi puncak berbanding langsung dengan
banyaknya solut yang dianalisis, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier
(Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis kuantitatif berdasarkan luas puncak lebih
disarankan karena bebas dari pengaruh suhu kolom, laju alir, dan komposisi fase
30
F. Landasan Teori
Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang sering digunakan
sebagai agen pemutih kulit dalam bentuk injeksi. Bioavailabilitas asam askorbat
dengan pemberian secara intravena lebih besar dibanding bioavailabilitas dengan
pemberian secara oral sedangkan sebagai inhibitor tirosinase dibutuhkan asam
askorbat dalam jumlah yang besar. Maka dari itu banyak sediaan pemutih kulit
asam askorbat dalam konsentrasi besar tersedia dalam bentuk larutan injeksi.
Meskipun begitu, senyawa inhibitor tirosinase ini merupakan senyawa yang tidak
stabil dalam bentuk larutan juga tidak stabil terhadap pH, ion logam, suhu,
cahaya, ion logam. Faktor ketidakstabilan tersebut dapat mempengaruhi jumlah
asam askorbat dalam sediaan dan mempengaruhi kualitas sediaan sehingga perlu
dilakukan penetapan kadar asam askorbat dengan metode analisis yang tepat dan
telah divalidasi sebagai kontrol kualitas produk.
Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode
analisis dengan selektivitas dan sensitivitas yang baik sehingga dapat digunakan
untuk melakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sampel larutan injeksi
obat pemutih kulit. Metode KCKT yang digunakan dalam penetapan kadar asam
askorbat telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan telah divalidasi oleh Lestari
(2016) agar diperoleh hasil yang baik. Asam askorbat dapat dideteksi oleh
detektor UV karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada strukturnya
sehingga dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UV. Nilai
31
kadar dilakukan dengan menghitung nilai luas puncak/area under curve (AUC)
pada kromatogram dan dilihat kesesuaiannya berdasarkan ketentuan Farmakope
Indonesia V (2015).
G. Hipotesis
Kadar asam askorbat terukur secara kromatografi cair kinerja tinggi fase
terbalik, yang telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan divalidasi oleh Lestari
(2016), tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan sediaan larutan
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian non-eksperimental
deskriptif karena tidak ada intervensi terhadap subjek uji yaitu sediaan larutan
injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dan hanya menggambarkan keadaan yang ada.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan larutan injeksi
pemutih kulit merek ―X‖ yang mengandung asam askorbat.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar asam askorbat
pada sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖
3. Variabel pengacau terkendali
a. Kemurnian senyawa baku yang digunakan, untuk mengatasinya
digunakan senyawa baku yang disertai dengan Certificate of Analysis.
b. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan
pelarut HPLC-grade yang memiliki kemurnian tinggi.
C. Definisi Operasional
33
2. Sistem KCKT yang digunakan adalah sistem KCKT fase terbalik dengan
kolom Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dengan fase gerak metanol
HPLC-grade : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60).
3. Parameter penetapan kadar secara KCKT adalah kadar asam askorbat hasil
pengukuran dibandingkan dengan kadar yang tertera pada label kemasan
sediaan injeksi larutan pemutih kulit merek ―X‖.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reference standard
asam askorbat (Supelco) (COA pada Lampiran 1); LiChrosolv® methanol for liquid chromatography, Emsure® O-phosphoric acid 85% for analysis, dan kalium fosfat monohidrat pro analysis (E.Merck); akua demineralisata (PT.
Brataco), dan penyaring 0,45 µm (Whatman).
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT
dengan detektor ultraviolet Shimadzu LC-2010C, Phenomenex® Luna 5µm C18
(2) 100A, dimensi 250 x 4,6 mm (No. Column 718240-16 part. 00G-4252-EO),
seperangkat komputer Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382
JP France S.A.S, UV-Vis Spectrophotometer UV-1800 Shimadzu® dengan
detektor silicon photo diode, Minisart® Syringe Filter 0,45µm, ultrasonikator Retsch Tipe: T460 (Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz),
timbangan analitik SCALTEC (max 60/210 g, min 0,001 g), pompa vakum
pH-34
Meter Lab 850 (SI Analytics), dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di
laboratorium analisis.
F. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan asam fosfat (H3PO4) 0,1 M
Larutan pekat H3PO4 85% diambil sebanyak 0,3 mL dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambahkan akua demineralisata
hingga tanda batas sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.
2. Pembuatan bufer fosfat 0,01M
Larutkan 0,68 g kalium fosfat monobasa (KH2PO4) dalam 500 mL
akua demineralisata. Atur pH hingga mencapai pH 3 dengan penambahan
asam fosfat 0,1 M.
3. Pembuatan fase gerak
Fase gerak dibuat dengan mencampurkan metanol dan 0,01 M bufer
fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 oleh sistem KCKT. Sebelumnya
larutan 0,01 M bufer fosfat pH 3 tersebut disaring dengan penyaring
35 4. Pembuatan larutan kerja asam askorbat
a. Pembuatan larutan stok asam askorbat
Timbang saksama 20 mg asam askorbat dan dilarutkan dalam metanol :
bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi lebih
kurang 2000 µg/mL.
b. Pembuatan larutan intermediate asam askorbat 100 µg/mL.
Sebanyak 1,25 mL larutan stok diambil dan diencerkan dalam
metanol:bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 25,0 mL sehingga diperoleh
konsentrasi larutan intermediate lebih kurang 100 µg/mL.
5. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum asam askorbat
Dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 40; 50; dan 60
µg/mL dengan mengencerkan 4,0; 5,0; dan 6,0 mL larutan stok menggunakan
fase gerak hingga 10,0 mL.
Masing-masing konsentrasi larutan seri baku asam askorbat 40; 50;
dan 60 µg/mL discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan
spektrofotometer UV. Nilai λ maksimum merupakan λ yang memberikan serapan terbesar dan sama pada tiap konsentrasi.
6. Pembuatan kurva baku asam askorbat
Larutan intermediate asam askorbat diambil sebanyak 250, 375, 500,
625, dan 750 µ L lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Selanjutnya
ditambahkan pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga
36
125, dan 150 µg/mL. Larutan disaring dengan millipore 0,45 µm dan
dimasukkan ke dalam vial KCKT.
Larutan seri baku asam askorbat masing-masing konsentrasi
diinjeksikan sebanyak 20 µ L pada sistem KCKT fase terbalik. Luas puncak
asam askorbat untuk masing-masing konsentrasi seri larutan baku didapatkan
dari kromatogram yang dihasilkan. Pembuatan kurva baku dilakukan dalam
tiga kali replikasi. Luas puncak digunakan untuk menghitung regresi linear
dengan persamaan y = bx + a dengan kriteria keberterimaan r ≥ 0,998 (Kazakevich and Lobrutto, 2007).
7. Pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat
Larutan baku asam askorbat dengan konsentrasi lebih kurang 50,
100, dan 150 µg/mL diinjeksikan ke sistem KCKT fase terbalik dalam
rentang waktu empat jam dengan interval satu jam. Pengujian stabilitas ini
dilakukan dalam tiga kali replikasi. Stabilitas asam askorbat dilihat dari nilai
persen perubahan konsentrasi ≤ 2% (Ahuja and Dong, 2005).
8. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Penetapan volume injeksi dalam wadah menggunakan jarum suntik
nomor 21 dengan kapasitas tidak lebih dari tiga kali volume yang akan diukur
dan dipindahkan ke dalam gelas ukur volume tertentu sehingga volume yang
akan diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
37
diuji satu per satu, kelebihan volume yang dianjurkan sebesar 0,30 mL
(Farmakope Indonesia V).
9. Preparasi sampel dan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek “X”
Sediaan injeksi pemutih kulit merek ―X‖ dengan label mengandung asam askorbat 1000 mg/5 mL diambil sebanyak 50 µ L menggunakan
micropipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian diencerkan
dengan pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga tanda batas
sehingga dihasilkan larutan stok dengan konsentrasi lebih kurang 1000 µg/mL.
Larutan stok sampel diambil sebanyak 2,4 mL menggunakan macropipet dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan diencerkan dengan pelarut
metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga tanda batas sehingga
dihasilkan larutan sampel dengan konsentrasi lebih kurang 240 µg/mL. Larutan
sampel disaring menggunakan millipore 0,45 µm ke dalam vial KCKT dan
diinjeksikan ke sistem KCKT. Penetapan kadar asam askorbat dilakukan dalam
enam kali replikasi.
G. Analisis Hasil
Analisis kualitatif yang dilakukan adalah dengan membandingkan waktu
retensi (tR) senyawa sampel dengan senyawa baku. Analisis kuantitatif yang
dilakukan adalah penetapan kadar asam askorbat berdasarkan luas puncak/area
38
regresi linear kurva baku y = bx + a yang. Nilai AUC sampel dimasukkan ke
dalam persamaan regresi kurva baku sebagai nilai y sehingga akan didapatkan
kadar sampel asam askorbat. Kadar asam askorbat dalam larutan injeksi obat
pemutih kulit merek ―X‖ dinyatakan dalam jumlah mg/5 mL. Sediaan injeksi obat
pemutih kulit merek ―X‖ dikatakan sesuai dengan persyaratan apabila sediaan ini mengandung asam askorbat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%