• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

INTISARI

Penggelapan warna kulit merupakan salah satu gangguan pada kulit yang disebabkan oleh produksi melanin yang berlebihan. Sediaan larutan injeksi merek “X” merupakan salah satu obat pemutih kulit untuk mengatasi penggelapan warna kulit yang mengandung asam askorbat sebagai whitening agent. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat yang terukur dengan kadar yang tertera pada label dengan maksud penjaminan mutu suatu produk obat. Penelitian bersifat non-eksperimental deskriptif karena tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji. Penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi merek “X” dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Kolom yang digunakan adalah Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak yang digunakan adalah metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, deteksi pada 244 nm.

Hasil pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat memiliki persen perubahan ≤ 2% yang berarti asam askorbat stabil dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Kadar asam askorbat yang tertera pada label adalah 1000 mg/5mL dengan rentang keberterimaan 900-1100 mg/5mL (90-110%). Kadar rata-rata asam askorbat terukur sebesar 412.479 ± 60.765 mg/5mL dengan RSD 14.732%. Dapat dikatakan kadar asam askorbat terukur tidak sesuai dengan kadar asam askorbat yang tertera pada label.

Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, penetapan kadar, KCKT fase

(2)

2

ABSTRACT

Skin darkening is one of a skin disorder caused by excessive production of melanin. Injection solution of skin whitening product with brand “X” is a skin whitening product to treat skin darkening that contain ascorbic acid as the whitening agent. The purpose of this study was to determine the suitability of measured ascorbic acid compared to the ascorbic acid concentration on the label with the intention of guaranteeing the quality of a medicinal product.

The study was a non-experimental descriptive because it had no intervention or treatment to the test subjects. Determination of ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand “X” was performed by reverse phase high performance liquid chromatography (HPLC) method. The separation was performed using Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) with the mobile phase consist of methanol : 0.01M buffer phosphat pH 3 (40 : 60).

Results of the ascorbic acid reference standards stability testing have relative standard deviation (RSD%) ≤ 2% (stable). Ascorbic acid content on the label claimed is 1000 mg/5 mL (20% b/v) with the acceptance range 900-1100 mg/5 mL (90-110%). Concentration of measured ascorbic acid is 412.479 ± 60.765 mg/5 mL with RSD 14.732%. It can be concluded the measured ascorbic acid concentration is not correspond to the concentration on the label claimed.

Keywords: Ascorbic acid, skin whitening product, determination, reversed phase

(3)

i

PENETAPAN KADAR ASAM ASKORBAT DALAM SEDIAAN LARUTAN

INJEKSI PEMUTIH KULIT MEREK “X” SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Petra Annie Anjani

NIM : 128114004

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Hasil segenap niat dan usaha ini kupersembahkan untuk

Tuhan Yesus-ku tercinta yang tidak pernah

meninggalkanku dan selalu memberikan jalan dalam

segala perkara.

Papa, Mama, dan Adek yang dukungannya tak akan

pernah dapat tergantikan.

Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang

memberikan tahun-tahun penuh dengan cinta dan

(7)
(8)
(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan atas segala berkat dan

penyertaan-Nya sehingga skripsi yang berjudul ―Penetapan Kadar Asam Askorbat

Dalam Sediaan Larutan Injeksi Pemutih Kulit Merek ‗X‘ Secara Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik‖ yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.)

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah berperan dan berkontribusi

dalam proses pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhir, maka dengan rasa

syukur penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan Dra. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.

selaku Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama

yang telah sabar membimbing dan memotivasi dalam proses penyusunan

skripsi.

3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing

Pendamping yang telah bersemangat membimbing dan memotivasi dalam

proses penyusunan skripsi.

4. Jeffry Julianus, M.Si. dan Dr. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen

Penguji atas arahan, kritik, dan saran yang telah diberikan kepada penulis

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam

(10)

viii

6. Mas Bimo dan Mas Kethul selaku laboran dan karyawan Laboratorium

Fakultas Farmasi yang telah banyak membantu penulis pada masa penelitian.

7. Papa, mama, dan adek atas segala semangat, doa, kasih, dan pengorbanannya.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi Eunike Lystia F.K.J. dan Rosalia Lestari

atas segala kerjasama dan kebersamaan dalam tawa dan tangis selama

penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

9. Konco Tipis: Ave, Elak, Irest Keket, Resta, Rina, Edo, Indra, dan Ngapak

untuk segala diskusi, penghiburan, penguatan, dan perjuangannya selama

hampir 4 tahun ini. Ladies: Fina, Santa, Sella, Titta untuk tawa dan tangis,

penguatan dan peneguhan, dan segala proses pendewasaan selama hampir 7

tahun ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini,

namun begitu diharapkan hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

(11)

ix ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi

PRAKATA... vii

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Pigmentasi... 8

(12)

x

C. Asam askorbat... 9

D. Spektrofotometri UV... 15

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 19

1. Instrumentasi KCKT... 20

5. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif... 28

F. Landasan Teori... 30

G. Hipotesis... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 32

B. Variabel Penelitian... 32

C. Definisi Operasional... 32

D. Bahan Penelitian... 33

E. Alat Penelitian... 33

F. Tata Cara Penelitian... 34

1. Pembuatan asam fosfat (H3PO4) 0,1 M... 34

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01M... 34

3. Pembuatan fase gerak... 34

4. Pembuatan larutan kerja asam askorbat... 35

5. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum asam askorbat... 35

6. Pembuatan kurva baku asam askorbat... 35

7. Pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat... 36

(13)

xi

9. Preparasi sampel dan penetapan kadar asam askorbat dalam

sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖... 37

G. Analisis Hasil... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

A. Fase Gerak... 40

B. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum... 42

C. Pengujian Stabilitas Baku Pembanding... 44

D. Pembuatan Kurva Baku... 47

E. Analisis Kualitatif... 48

F. Analisis Kuantitatif... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55

A. Kesimpulan... 55

B. Keterbatasan Penelitian... 55

C. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

LAMPIRAN... 60

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 1... 45

Tabel II. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 2...

45

Tabel III. Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 3... 45

Tabel IV. Persen perbedaan konsentrasi larutan baku asam askorbat

replikasi... 46

Tabel V. Hasil pengukuran kurva baku asam askorbat... 47

Tabel VI. Data penetapan volume injeksi sampel larutan injeksi asam

askorbat... 51

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ampul sebelum diisi dan disegel... 9

Gambar 2. Struktur asam askorbat... 10

Gambar 3. Skema reaksi lanjutan degradasi asam askorbat dalam

aqueous solution... 12 Gambar 4. Skema eksitasi elektron... 16

Gambar 5. Contoh transisi π →π* (a) dan transisi n→π* (b) pada keton.... 17 Gambar 6. Skema alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 21

Gambar 7. Pori-pori partikel dengan perbesaran 10 kali... 23

Gambar 8. Mekanisme sederhana pemisahan komponen sampel di dalam

kolom... 24

Gambar 9. Reaksi pembentukkan fase terikat silika... 27

Gambar 10. Spektra asam askorbat pada tiga level konsentrasi (40, 50, dan

60 µg/mL) dalam pelarut bufer fosfat pH 3... 43

Gambar 11. Gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa asam askorbat 43

Gambar 12. Kurva baku asam askorbat... 48

Gambar 13. Kromatogram baku asam askorbat konsentrasi 100 µg/mL

dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60)... 49

Gambar 14. Kromatogram sampel yang berlabel asam askorbat

konsentrasi 100 µg/mL dalam pelarut metanol : 0,01 M bufer

fosfat pH 3... 49

(16)

xiv

produk degradasinya (asam dehidroaskorbat) yang tidak

memiliki gugus kromofor... 50

Gambar 16. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan... 51

Gambar 17. Interaksi asam askorbat dengan fase gerak metanol : bufer

fosfat... 51

Gambar 18. Sampel injeksi pemutih kulit merek ―X‖ yang menggunakan vial putih bening... 54

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Baku Asam Askorbat... 61

Lampiran 2. Spektra Panjang Gelombang Pengamatan... 62

Lampiran 3. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi I... 63

Lampiran 4. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi II... 71

Lampiran 5. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Asam Askorbat Replikasi III... 79 Lampiran 6. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat eplikasi I... 87

Lampiran 7. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat Replikasi II 90 Lampiran 8. Kromatogram Seri Larutan Baku Asam Askorbat Replikasi III 93 Lampiran 9. Data Penimbangan Baku Asam Askorbat... 95

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Teoritis Larutan Baku Asam Askorbat... 96

Lampiran 11. Data Kurva Baku Asam Askorbat... 98

Lampiran 12. Kurva Baku Asam Askorbat... 98

Lampiran 13. Kromatogram Sampel Replikasi 1... 99

Lampiran 14. Kromatogram Sampel Replikasi 2... 99

Lampiran 15. Kromatogram Sampel Replikasi 3... 100

Lampiran 16. Kromatogram Sampel Replikasi 4... 100

Lampiran 17. Kromatogram Sampel Replikasi 5... 101

(18)

xvi

Lampiran 19. Data Kadar Sampel... 102

Lampiran 20. Data Perhitungan Penetapan Kadar... 102

Lampiran 21. Perhitungan RSD Asam Askorbat dalam Sampel... 103

(19)

xvii INTISARI

Penggelapan warna kulit merupakan salah satu gangguan pada kulit yang disebabkan oleh produksi melanin yang berlebihan. Sediaan larutan injeksi merek

―X‖ merupakan salah satu obat pemutih kulit untuk mengatasi penggelapan warna kulit yang mengandung asam askorbat sebagai whitening agent. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat yang terukur dengan kadar yang tertera pada label dengan maksud penjaminan mutu suatu produk obat. Penelitian bersifat non-eksperimental deskriptif karena tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek uji. Penetapan kadar asam askorbat

dalam sediaan larutan injeksi merek ―X‖ dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Kolom yang digunakan adalah Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dan fase gerak yang digunakan adalah metanol : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) dengan kecepatan alir 0,9 mL/menit, deteksi pada 244 nm.

Hasil pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat memiliki persen perubahan ≤ 2% yang berarti asam askorbat stabil dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Kadar asam askorbat yang tertera pada label adalah 1000 mg/5mL dengan rentang keberterimaan 900-1100 mg/5mL (90-110%). Kadar rata-rata asam askorbat terukur sebesar 412.479 ± 60.765 mg/5mL dengan RSD 14.732%. Dapat dikatakan kadar asam askorbat terukur tidak sesuai dengan kadar asam askorbat yang tertera pada label.

Kata kunci: Asam askorbat, obat pemutih kulit, penetapan kadar, KCKT fase

(20)

xviii ABSTRACT

Skin darkening is one of a skin disorder caused by excessive production of melanin. Injection solution of skin whitening product with brand ―X‖ is a skin whitening product to treat skin darkening that contain ascorbic acid as the whitening agent. The purpose of this study was to determine the suitability of measured ascorbic acid compared to the ascorbic acid concentration on the label with the intention of guaranteeing the quality of a medicinal product.

The study was a non-experimental descriptive because it had no intervention or treatment to the test subjects. Determination of ascorbic acid in injection solution of skin whitening product with brand ―X‖ was performed by reverse phase high performance liquid chromatography (HPLC) method. The separation was performed using Phenomenex® C18 (250 x 4.6 mm, 5 µm) with the mobile phase consist of methanol : 0.01M buffer phosphat pH 3 (40 : 60).

Results of the ascorbic acid reference standards stability testing have

relative standard deviation (RSD%) ≤ 2% (stable). Ascorbic acid content on the label claimed is 1000 mg/5 mL (20% b/v) with the acceptance range 900-1100 mg/5 mL (90-110%). Concentration of measured ascorbic acid is 412.479 ± 60.765 mg/5 mL with RSD 14.732%. It can be concluded the measured ascorbic acid concentration is not correspond to the concentration on the label claimed.

Keywords: Ascorbic acid, skin whitening product, determination, reversed phase

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan pada kulit selain persoalan dermatologi, juga merupakan

gangguan keindahan atau gangguan kosmetik. Salah satu gangguan kosmetik pada

kulit adalah penggelapan warna kulit disebabkan reaksi oksidasi tirosin menjadi

dihydroxy-phenylalanin (DOPA) yang kemudian menjadi DOPA-kuinon oleh adanya biokatalis enzim tirosinase yang terpapar sinar UV dan seterusnya

mendorong pembentukkan melanin yang merupakan suatu pigmen berwarna

coklat sampai hitam. Meskipun tidak membahayakan bagi kesehatan, gangguan

kosmetik ini merupakan alasan seseorang untuk mencari pengobatan (Hardiyanto

dan Soedirman, 1981). Tujuan utama produk pemutih kulit adalah mencerahkan

kulit hingga mengatasi gangguan pigmentasi (Thongchai, Liawruangrath, and

Saisunee, 2007). Salah satu cara kerja agen pemutih kulit adalah sebagai inhibitor

tirosinase yang akan menghambat reaksi pencoklatan atau pembentukkan

melanin, diantaranya adalah asam askorbat, arbutin, cojic acid, merkuri, dan

hidrokuinon (Supriyanti, 2009). Asam askorbat dan turunannya memiliki efek

protektif terhadap kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh induksi radiasi

UV sehingga terbukti efektif sebagai strategi depigmentasi (Arbab and Eltahir,

2010).

Telah banyak penelitian yang dilakukan terkait asam askorbat dengan

berbagai metode dan dalam berbagai sampel. Determinasi asam askorbat dalam

(22)

2

penelitian salah satunya berjudul ―Stability of Ascorbic Acid in Aqueous and Aqueous-Organic Solutions for Quantitative Determination‖ (Golubitskii, Budko, Basova, Kostarnoi, and Ivanov, 2007) untuk menganalisis sediaan farmasetis

anticatarrhal. Penelitian lain berjudul ―Determination of Vitamin C (Ascorbic Acid) Using High Perfomance Liquid Chromatography Coupled with Electrochemical Detection‖ oleh Gazdik, dkk., (2008) menganalisis asam askorbat dalam sediaan farmasetis berbentuk tablet. Penelitian mengenai sediaan

pemutih kulit sudah pernah dilakukan oleh Wang, Cheng, Sheu, dan Kwan (2011)

dengan judul ―Simultaneous Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatographydalam sediaan lotion dan krim pemutih kulit. Penelitian lain juga dilakukan untuk menganalisis agen

pemutih kulit oleh Thongchai dkk., (2007) dengan judul ―High-Perfomance Liquid Chromatographic Determination of Arbutin in Skin-Whitening Creams and Medicinal Plant Extracts‖.

Asam askorbat merupakan senyawa yang sangat mudah teroksidasi.

Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas asam askorbat seperti pH, ion logam,

suhu, cahaya, dan oksigen. Asam askorbat juga sangat tidak stabil dalam bentuk

larutan. Sediaan injeksi asam askorbat yang beredar di pasaran sebagian besar

berupa larutan yang dalam Farmakope Indonesia V memiliki rentang pH 5,5 – 7,0. Sedangkan larutan dengan pH > pKa asam askorbat yaitu 4,2 akan

meningkatkan terbentuknya ion asam askorbat yang berakibat pada penurunan

stabilitas asam askorbat (Buettner and Jurkiewics, 1996). Injeksi asam askorbat

(23)

3

bening, sedangkan salah satu faktor ketidakstabilan asam askorbat adalah cahaya.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang

Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat tahun 2011, obat yang akan diedarkan

di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar atau nomor registrasi tetapi masih

banyak ditemui produk injeksi asam askorbat yang dijual di pasaran tidak

memiliki nomor registrasi sehingga terdapat kemungkinan obat tersebut ilegal

atau bahkan palsu (Wibowo, 2010).

Menurut Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, konsumen memiliki hak untuk memperoleh barang sesuai dengan

yang kondisi atau jaminan yang telah dijanjikan dan pelaku usaha memiliki

kewajiban untuk memberikan informasi terkait produk secara benar mengenai

kondisi barang dan menjamin mutu barang yang diproduksi atau diperdagangkan

sehingga konsumen menerima barang yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Adanya faktor-faktor penyebab ketidakstabilan asam askorbat tersebut serta

adanya produk yang tidak memiliki nomor registrasi menimbulkan kekhawatiran

akan stabilitas produk injeksi asam askorbat yang berpengaruh pada kualitas

produk selama beredar dipasaran. Salah satu kualitas produk dapat dilihat dari

jumlah zat aktif yang terdapat dalam sediaan obat tersebut yang akan berpengaruh

pada efektivitas sediaan obat dan berpengaruh pada kondisi konsumen. Menurut

Acton (2013) sebagian besar agen pemutih kulit tipe inhibitor tirosinase

merupakan inhibitor kompetitif yang bekerja dengan cara berikatan dengan tirosin

sehingga dibutuhkan asam askorbat dalam konsentrasi yang besar, dan menurut

(24)

4

resiko seperti hyperuricemia, batu ginjal urea, batu ginjal oksalat, dan

menghambat absorbsi vitamin B12. Maka untuk mengetahui kualitas sediaan

injeksi pemutih kulit perlu dilakukan penetapan kadar asam askorbat yang

merupakan zat aktif dari sediaan injeksi tersebut dengan metode analisis yang

valid. Menurut Farmakope Indonesia V (2015), sediaan injeksi asam askorbat

mengandung asam askorbat C6H8O6 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari

110,0% dari yang tertulis pada label kemasan.

Sejauh pengetahuan peneliti, meskipun telah banyak penelitian mengenai

asam askorbat tetapi belum terdapat penelitian yang menggunakan sampel sediaan

farmasetis injeksi asam askorbat sebagai pemutih kulit. Penelitian yang dilakukan

peneliti adalah menetapkan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi

pemutih kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dengan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60)

dengan kecepatan alir 0,9 mL/min.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah di atas, dapat disampaikan perumusan

masalah sebagai berikut:

a. Berapakah kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit

merek ―X‖?

b. Apakah kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit

(25)

5 2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, diperoleh

jurnal berjudul ―Methods for Simultaneous Determination of Ascorbic and Dehydroascorbic Acids‖ oleh Novakova, Solich, dan Solichova (2008 ) yang menyajikan review berbagai mekanisme separasi, metode deteksi, dan

pengaruh stabilitas senyawa asam askorbat untuk determinasi asam askorbat

dan dehydroascorbic acid. Penelitian lain mengenai asam askorbat dengan

judul ―Stability of Ascorbic Acid in Aqueous and Aqueous-Organic Solutions for Quantitative Determination‖ dilakukan oleh Golubitskii dkk. (2007) untuk menganalisis sediaan farmasetis anticatarrhal. Penelitian ini

menggunakan kolom Symmetry C18 reversed-phase adsorbent (Waters), fase

gerak berupa campuran asetonitril dan 0,025 M bufer fosfat pH 3,0 (1 : 9) dan

deteksi pada panjang gelombang 244 nm. Determinasi asam askorbat

menggunakan KCKT juga pernah dilakukan Gazdik dkk., (2008) untuk

sediaan farmasetis dan buah. Penelitian tersebut menggunakan kolom

Metachem Polaris C18A reversed-phase, 0,09% tri-fluoro-acetic acid :

asetonitril (3 : 97) dengan laju alir 0,13 mL/min.

Terdapat penelitian mengenai sediaan pemutih kulit dengan judul

Simultaneous Determination of Five Whitening Agents by Ion-Pair Reversed-Phase High Perfomance Liquid Chromatography‖ oleh Wang dkk. (2011). Penelitian tersebut menggunakan kolom Inertsil ODS-3V, fase gerak

berupa campuran asetonitril : larutan bufer campuran (50 mM sodium

(26)

6

bromida) elusi secara gradien (1 : 99, 70 : 30, dan 1 : 99 v/v) dengan

kecepatan alir fase gerak 1,0 mL/menit dan deteksi pada panjang gelombang

270 nm untuk menganalisis sediaan kosmetik lotion dan krim pemutih kulit.

Penelitian mengenai agen pemutih kulit juga dilakukan oleh Thongchai dkk.

(2007) dengan judul ―High-Perfomance Liquid Chromatographic Determination of Arbutin in Skin-Whitening Creams and Medicinal Plant Extracts‖ menggunakan kolom ODS Hypersil® C18, fase gerak campuran air : metanol : 0,1 M hydrochloric acid (89 : 10 : 1, v/v), dan kecepatan alir fase

gerak 1,0 mL/menit dan deteksi pada panjang gelombang 222 nm.

Sejauh penelitian penulis, penetapan kadar asam askorbat dalam

sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan, sehingga dapat

dilakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi obat

pemutih kulit merk ―X‖.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Metodologis.

Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang pengembangan

metode dalam penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan

injeksi pemutih kulit merek ―X‖. b. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

(27)

7

B. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih

kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan divalidasi oleh Lestari (2016).

b. Mengetahui kesesuaian kadar asam askorbat terukur dengan kadar yang

tertera pada kemasan sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖ secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang telah dioptimasi

(28)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pigmentasi

Masyarakat khususnya perempuan, selalu menginginkan kulit yang

berkesan transparan, menjadi putih bercahaya tanpa jerawat, bintik-bintik coklat

tua, dan kusam (Mander and Liu, 2010). Produk pemutih kulit bertujuan untuk

mencerahkan warna kulit atau sebagai pengobatan terhadap kelainan pigmentasi

seperti bercak coklat pada wajah/freckles, melasma, pregnancy marks, dan age

spots (Thongchai dkk., 2007).

Enzim tirosinase pada kulit secara biokimiawi mengubah asam amino

tirosin menjadi melanin. Hiperpigmentasi terjadi saat terlalu banyak melanin yang

diproduksi dan terdeposit pada kulit (Thongchai dkk., 2007). Tirosin yang

teroksidasi menjadi dihidroksi fenilalanin (DOPA), teroksidasi lebih lanjut

menjadi DOPA-kuinon oleh adanya biokatalis enzim tirosinase dan paparan sinar

UV yang seterusnya mendorong pembentukkan suatu pigmen berwarna cokelat

sampai hitam yaitu melanin (Hardiyanto dan Soedirman, 1981). Adanya inhibitor

tirosinase akan menghambat reaksi pencokelatan atau hiperpigmentasi. Sebagai

contoh senyawa yang bersifat inhibitor tirosinase antara lain adalah: asam

askorbat, arbutin, cojic acid, merkuri, dan hidrokuinon (Supriyanti, 2009).

B. Injeksi

Injeksi merupakan sediaan yang ditujukan untuk pemberian parenteral,

(29)

9

ukurannya injeksi dibagi menjadi dua yaitu larutan intravena volume besar dan

injeksi volume kecil. Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal

untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL.

Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume

100 mL atau kurang (Suplemen I Farmakope Indonesia V, 2015).

Gambar 1. Ampul sebelum diisi dan disegel (Allen, Popovich, and Ansel, 2011)

Wadah dosis tunggal dapat berupa ampul atau vial dosis tunggal. Ampul

(Gambar 1) disegel dengan mengelas kontainer pada kondisi aseptik dan didesain

memiliki bentuk leher sedemikian rupa sehingga mudah dipisahkan dari bagian

badan tanpa menghancurkan bahan gelasnya (Allen dkk., 2011).

C. Asam Askorbat

Asam askorbat atau acidum ascorbicum memiliki nama kimia

(5R)-5-[(1S)-1,2-dihydroxyethyl]-3,4-dihydroxyfuran-2(5H)-one. Senyawa ini merupakan kristal tidak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih yang

sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol. Asam askorbat disimpan pada

wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, pada suhu ruangan penyimpanan 8 -

(30)

10

berat molekul 176,1 g/mol, pKa = 4,2; 11,6 (pada suhu 25oC), dan log P (oktanol : air) = 1,8 (Moffat, David, and Widdop, 2011). Terdapat dua bentuk enansiomer

asam askorbat yaitu L-ascorbic acid dan D-ascorbic acid dan yang memiliki

aktivitas tinggi adalah L-ascorbic acid (Nasheed dan Qamar, 2015).

Injeksi asam askorbat adalah larutan steril asam askorbat dalam air untuk

injeksi yang dibuat dengan penambahan natrium hidroksida, natrium karbonat

atau natrium bikarbonat; mengandung asam askorbat C6H8O6 tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Syarat pH

untuk sediaan injeksi asam askorbat adalah 5,5 – 7,0 (Farmakope Indonesia V, 2015). Kadar asam askorbat dalam jaringan dengan pemberian secara intravena

(IV) secara signifikan lebih besar dari pemberian secara oral kurang lebih 25

kalinya. Penelitian terhadap model farmakokinetik asam askorbat menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi asam askorbat dalam plasma dengan pemberian

oral hanya memberikan sedikit peningkatan dari 70 mmol/L menjadi maksimal

220 mmol/L sedangkan pada administrasi IV peningkatannya bisa sebesar 14.000

mmol/L (Stargrove, Treasure, and McKee, 2008). Menurut Arroyave (2015) asam

askorbat dalam dosis sangat besar memiliki beberapa resiko seperti

hyperuricemia, batu ginjal urea, batu ginjal oksalat, dan menghambat absorbsi vitamin B12.

(31)

11

Sebagian besar agen pemutih kulit tipe inhibitor tirosinase termasuk asam

askorbat (AA) merupakan inhibitor kompetitif yang bekerja dengan cara berikatan

dengan tirosin. Perlu diperhatikan bahwa inhibitor kompetitif untuk tirosinase ini

tidak dapat menghambat pembentukkan melanin kecuali tersedia dalam

konsentrasi tinggi sehingga cukup untuk mengantisipasi tirosinase agar tidak

berikatan dengan tirosin (Acton, 2013). Asam askorbat memiliki berbagai fungsi

biologis antara lain menginduksi sintesis kolagen, memperkuat jarikan kulit,

mengurangi pigmentasi, dan memiliki aktivitas anti radikal bebas. Sayangnya, AA

sangat sensitif terhadap cahaya, agen pengoksidasi dan ion logam, pemanasan,

dan juga sangat mudah terdegradasi dalam aqueous solution (Lee dkk., 2004).

Diketahui bahwa larutan asam askorbat dapat distabilkan menggunakan asam

metafosfat (Golubitskii dkk., 2007). Asam askorbat dapat digunakan sebagai agen

pemutih kulit (Thongchai dkk., 2007).

Stabilitas merupakan masalah utama analisis asam askorbat. Banyak

faktor yang menyebabkan ketidakstabilan asam askorbat antara lain cahaya, suhu,

pH, dan oksigen (Hu, Li, Luo, Yang, and Liu, 2012). Degradasi asam askorbat

merupakan proses yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah reaksi

oksidasi/reduksi. Asam askorbat sangat tidak stabil dalam aqueous solution yang

akan langsung mengubah senyawa tersebut menjadi asam dehidroaskorbat (DHA)

yang reversible. Selanjutnya DHA akan teroksidasi lebih lanjut menjadi berbagai

variasi senyawa, contohnya adalah pembentukkan 2,3-diketo-L-gulonic acid dan

(32)

12

ionisasi gugus hidroksi senyawa ini, maka kontrol pada tahap ionisasi gugus

hidroksi asam askorbat mungkin dapat membantu melindungi senyawa ini dari

degradasi dalam aqueous system (Lee dkk., 2004).

Gambar 3. Skema reaksi lanjutan degradasi asam askorbat dalam aqueous solution (Lee

dkk., 2004).

Suhu juga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

stabilitas asam askorbat. Dijelaskan oleh Ghosh, Das, Bagchi, dan Smarta (2013)

bahwa struktur tak jenuh asam askorbat mengakibatkan asam askorbat sangat

mudah teroksidasi selama pemanasan, dimana asam askorbat teroksidasi menjadi

dehydroascorbic acid (DHA) yang selanjutnya terdegradasi lebih jauh menjadi 3-hydroxy-2-pyrone (3H2P) pada pH 2-5; 2-furoic acid (2FA) pada pH <2; dan 2,5-dimethyl-4-hydroxy-3(2H)-furanone (DMHF) pada pH >5. Menurut Novakova dkk. (2008), penggunaan penangas es pada tahap preparasi sampel dapat

meminimalkan pengaruh suhu pada degradasi asam askorbat. Degradasi akibat

pengaruh cahaya/fotosensitivitas yang paling banyak terjadi adalah fotooksidasi.

Reaksi fotokimia ini menghasilkan senyawa antara yang reaktif (radikal dan ion)

dan akan bereaksi lebih lanjut melibatkan panas (Koutchma, Forney, and Moraru,

2009). Menurut Novakova dkk. (2008) asam askorbat terdegradasi pada cahaya

(33)

13

dilapisi dengan aluminium foil. Adanya ion logam juga merupakan faktor yang

dapat menurunkan stabilitas asam askorbat dalam larutan. Beberapa ion logam

yang dapat mengganggu stabilitas antara lain: Cu2+, Fe2+, Mg2+, Ca2+, Mn2+, dan Zn2+. Keadaan ini dapat ditangani dengan menggunakan agen pengkelat seperti

ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau monosodium glutamate (MSG) (Novakova dkk., 2008).

Banyak metode analisis yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar

asam askorbat. Teknik konvensional yang direpresentasikan dengan metode

volumetrik yaitu titrasi menggunakan larutan oksidator memiliki kelemahan yaitu

tidak dapat digunakan untuk sampel yang mengandung agen reduktor selain asam

askorbat (Fadhel, 2012). Disamping itu, metode volumetri juga kurang sensitif

pada senyawa analit (asam askorbat) dengan konsentrasi kecil (Hu dkk., 2012).

Metode kolorimetri yang sering digunakan dalam analisis asam askorbat

melibatkan reduksi besi (III) diikuti penambahan agen pengkelat seperti ferrozine

agar menghasilkan larutan berwarna yang kuat dan stabil dari kompleks besi (II).

Metode ini memiliki kelemahan yaitu sensitivitas dan spesifisitas yang buruk,

membutuhkan banyak waktu, dan tidak dapat digunakan apabila terdapat

interfering agent sedangkan jika interfering agent tersebut dihilangkan berisiko terhadap hilangnya sebagian atau seluruh senyawa asam askorbat (Washko,

Hartzell, and Levine, 1989). Terdapat pula metode spektrofotometri asam

askorbat total berdasarkan oksidasi asam askorbat menjadi asam dehidroaskorbat

menggunakan larutan bromine dan hasilnya dikopling dengan 2,4-dinitrophenyl

(34)

14

positif palsu apabila terdapat senyawa glukosa yang strukturnya menyerupai asam

askorbat di dalam sampel (Kapur dkk., 2012). Metode spektrofotometri

berdasarkan oksidasi asam askorbat yang menggunakan Fe (III) dan

1,10-phenantroline, memiliki kelemahan yang sama yaitu dapat memberikan hasil positif palsu apabila terdapat senyawa reduktor selain asam askorbat di sampel

seperti sitrat, oksalat, dan tartrat. Maka dikembangkan metode menggunakan

copper (II)-neocuproine yang lebih selektif daripada Fe (III) (Guclu, Sozgen, Tutem, Ozyurek, and Apak, 2005). Menurut Hu dkk. (2012), terdapat metode lain

seperti deteksi elektrokimia, flow injection method, dan capillary zone

electrophoresis, tetapi metode tersebut rumit dan instrumen yang digunakan jarang tersedia di sebagian besar laboratorium. Selain itu terdapat pula

kromatografi kiral yaitu pemisahan enansiomer menggunakan kolom KCKT kiral,

kolom yang menggunakan fase diam kiral/chiral stationary phase (Phenomenex,

2015).

Produk farmasetis dan sediaan kosmetik asam askorbat sering kali

mengandung banyak eksipien untuk melindungi asam askorbat dari efek oksidasi

dan menghindari aktivitas mikroba yang dapat menjadi pengganggu dalam

analisis. Dilihat dari stabilitas asam askorbat yang rentan teroksidasi, produk

degradasi asam askorbat juga berpotensi menjadi senyawa pengganggu (Mitic,

Kostic, Naskovic-Dokic, and Mitic, 2011). Penggunaan KCKT dapat

meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas analisis, serta memerlukan waktu yang

(35)

15

digunakan untuk evaluasi stabilitas asam askorbat dalam sediaan farmasetis dan

kosmetik (Mitic dkk., 2011).

D. Spektrofotometri UV

Instrumentasi yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi

radiasi elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrometer

atau spektrofotometer. Spektrofotometri merupakan teknik analisis spektroskopik

yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dengan memakai

instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Radiasi

elektromagnetik dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk

gelombang. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada

frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut meningkat ke level yang

lebih tinggi maka akan terjadi peristiwa penyerapan energi oleh molekul. Energi

yang berpindah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi disebut dengan

transisi. Keadaan energi yang lebih rendah disebut keadaan dasar/ground state,

setelah mengalami transisi energi molekuler ini akan meningkat dan berada pada

keadaan tereksitasi/excited state (Gandjar dan Rohman, 2007).

Molekul-molekul yang memerlukan energi lebih banyak untuk

mengeksitasikan elektron akan menyerap panjang gelombang yang lebih pendek,

sedangkan untuk molekul-molekul yang memerlukan energi lebih sedikit untuk

mengeksitasikan elektron akan menyerap panjang gelombang yang lebih panjang

(36)

16

Gambar 4. Skema eksitasi elektron (Gandjar dan Rohman, 2007)

Absorbsi sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh

eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang

mengabsorbsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu

molekul (Gandjar dan Rohman, 2007). Elektron yang terlibat pada penyerapan

radiasi ultraviolet ini ada tiga yaitu elektron sigma (σ), elektron phi (π), dan

elektron bukan ikatan (n). Elektron σ adalah elektron yang terlibat dalam

pembentukkan ikatan tunggal/single bond. Ikatan rangkap melibatkan elektron σ dan satu ikatan lagi dari elektron π akibat dari adanya tumpang tindih pada orbital atom p. Selain elektron-elektron yang membentuk ikatan, terdapat eletron yang

tidak membentuk ikatan/non bonding electron dengan simbol n (Skoog, 1985).

Elektron-elektron yang tereksitasi disebut antibonding electron dengan simbol π*

dan σ*. Terdapat empat jenis transisi, dua diantaranya yang paling banyak

dijumpai adalah n→π* dan π→π*. Kedua transisi ini merupaka transisi yang paling cocok untuk analisis sebab sesuai dengan panjang gelombang antara

200-700 nm dan secara teknis panjang gelombang ini dapat diaplikasikan pada

(37)

17

Gambar 5. Contoh transisi π →π pada keton (Christian, 2004).

Senyawa yang secara spesifik bertanggung jawab atas absorpsi disebut

kromofor dan biasanya merupakan sistem terkonjugasi. Senyawa yang tidak

menghasilkan serapan tetapi mempengaruhi spektra serapan ketika terikat pada

kromofor disebut auksokrom (Moffat dkk., 2011). Contoh auksokrom adalah

gugus hidroksil, gugus amino, dan halogen. Ikatan terkonjugasi adalah keadaan

dimana ikatan rangkap terpisahkan oleh satu ikatan tunggal atau berselang-seling

antara ikatan rangkap dan ikatan tunggal (Christian, 2004). Adanya ikatan

terkonjugasi dalam senyawa akan mempengaruhi panjang gelombang

maksimalnya. Semakin panjang ikatan terkonjugasinya, maka akan semakin besar

panjang gelombang maksimalnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Radiasi cahaya yang masuk melalui monokromator akan melewati

sampel dan terjadi penyerapan sejumlah radiasi, sehingga radiasi yang keluar dan

ditangkap oleh detektor akan lebih kecil dari radiasi yang masuk. Banyaknya

jumlah radiasi yang berkurang berbanding lurus dengan konsentrasi analit dalam

sampel. Jumlah radiasi yang diserap oleh molekul-molekul disebut serapan

(Harvey, 2000). Menurut Skoog, West, dan Holler (1994), serapan (A) berbanding

lurus dengan konsentrasi analit (c) dan tebal kuvet (b), dan dipengaruhi konstanta

(38)

18

A = a b c (1)

Ketika b dinyatakan dalam cm dan c dinyatakan dalam mol/L maka a

disebut juga absorptivitas molar (ɛ) sehingga persamaannya menjadi:

A = ɛ b c (2)

Keterangan : A = serapan

ɛ = absorptivitas molar (M-1 cm-1) b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi molekul dalam senyawa analit (M) (Harris, 1995).

Jika konsentrasi molekul zat analit dinyatakan dalam satuan persen

berat/volume (g/100 mL), maka absorptivitas (a) dapat ditulis dengan .

= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100mL)

BM = bobot molekul (g/mol) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Nilai memberikan manfaat untuk mengetahui berapa besar

konsentrasi senyawa asam askorbat yang harus dipersiapkan sehingga diperoleh

serapan pada kisaran 0,2-0,8. Selain itu, manfaat dari informasi nilai adalah

terkait dengan sensitivitas senyawa untuk diukur dengan spektrofotometer UV.

Semakin besar nilai suatu senyawa maka semakin sensitif senyawa tersebut

untuk dideteksi dan diukur dengan spektrofotometer UV. Nilai asam

(39)

19

2011). Absorptivitas molar yang dapat terbaca pada panjang gelombang 200-700

nm dengan transisi π→π* menggunakan spektrofotometer UV berkisar antara 1.000-100.000 (Christian, 2004).

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah satu dari beberapa

metode kromatografi pemisahan dan analisis campuran yang paling banyak

digunakan pada analisis. KCKT merepresentasikan perkembangan dari

kromatografi cair dengan pelarut (fase gerak) yang secara terus menerus dialirkan

ke kolom, deteksi berkesinambungan oleh detektor dan hasil dalam bentuk

kromatogram, dan seluruh sistem operasi dikontrol melalui komputer

(satu-satunya intervensi manual adalah peletakkan sampel ke dalam ruang sampel).

Selain seluruh proses yang otomatis KCKT menggunakan pompa bertekanan

tinggi untuk pemisahan yang lebih cepat, kolom yang efektif dan dapat

digunakan kembali, dan kontrol yang lebih baik pada keseluruhan proses untuk

hasil yang lebih presisi dan reprodusibel (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Tujuan analisis dengan KCKT adalah memisahkan analit dari komponen

lain dalam sampel untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. Terdapat 3 faktor

utama yang mempengaruhi pemisahan analit yaitu retensi, selektivitas, dan

efisiensi. Waktu yang dibutuhkan analit untuk mencapai detektor setelah

diinjeksikan disebut waktu retensi (tR) dan biasanya dijadikan penanda untuk

analit yang bersangkutan. Waktu retensi bergantung pada laju alir fase gerak;

(40)

20

2005). Selektivitas adalah kemampuan sistem kromatografi untuk memisahkan

analit sebagai hasil perbandingan faktor retensi dari dua analit. Peningkatan

selektivitas menjadi fokus utama karena jika selektivitas mempunyai nilai sama

dengan 1 maka puncak dari analit yang diinginkan tidak akan terpisah dari

komponen lainnya. Selektivitas sangat terpengaruh oleh sifat alami analit

terhadap fase diam (Kazakevich and LoBrutto, 2007). Salah satu yang menjadi

tolok ukur efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (N) yang didasarkan pada

konsep lempeng teoritis. Efisiensi kolom akan berpengaruh pada waktu retensi

analit. Semakin tinggi jumlah lempeng teoritis maka semakin baik pula efisiensi

kolom. Nilai Height Equivalent Theoritical Plate (HETP) merupakan tolok ukur

efisiensi kolom, dimana HETP dapat dihitung melalui persamaan berikut:

(3)

Keterangan : L = panjang kolom

N = jumlah lempeng (Snyder dkk., 2010).

1. Instrumentasi KCKT

Pada Gambar 6 dapat dilihat skema alat KCKT dengan

komponen-komponen utamanya. Fase gerak dialirkan dari wadah fase gerak/reservoirs

ke dalam pompa yang mengontrol laju alir dan tekanan yang dihasilkan fase

gerak dalam kolom. Sebuah injektor atau autosampler berfungsi untuk

memasukkan sampel ke dalam kolom tanpa menghentikan aliran fase gerak.

Proses pemisahan berlangsung di kolom kemudian sistem data memantau

hasil deteksi oleh detektor dan menyediakan proses data dalam bentuk grafik

(41)

21

Gambar 6. Skema alat KCKT (Ahuja and Dong, 2005).

a. Reservoir

Sebagian besar wadah fase gerak terbuat dari bahan gelas. Bahan

wadah fase gerak harus inert dan juga dijaga kebersihannya. Semacam

pelindung dibutuhkan wadah fase gerak untuk menghindari adanya debu

yang masuk ke dalam wadah dan meminimalkan penguapan dari fase

gerak, tetapi tidak boleh ditutup terlalu rapat karena hal tersebut akan

menimbulkan keadaan vakum saat fase gerak di pompa keluar dari wadah

(Snyder dkk., 2010).

b. Pompa

Tujuan penggunaan pompa adalah menjamin proses penghantaran

fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari

gangguan (Gandjar dan Rohman, 2007). Sebagian besar sistem KCKT

untuk analisis secara rutin didesain untuk dapat bekerja sampai tekanan

6000 psi, tetapi kebanyakan sistem berada pada 2000 sampai 3000 psi.

(42)

22

diperhatikan adanya kemungkinan mengalami kebocoran (Snyder dkk.,

2010).

c. Penyuntikan Sampel

Sampel disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang

mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

dilengkapi dengan sample loop internal atau eksternal. Presisi penyuntikan

dengan dengan sample loop dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini

dapat digunakan sebagai autosampler pada KCKT (Gandjar dan Rohman,

2007). Sampel dapat disuntikkan secara manual menggunakan syringe,

tetapi seiring berkembangnya teknologi metode itu ditinggalkan dan

digantikan dengan injektor otomatis atau disebut autosampler. Alasan

penggunaan autosampler selain alasan kepraktisan juga tingkat presisi

yang lebih tinggi yang tidak dapat dicapai oleh injeksi manual (Christian,

2004).

d. Kolom

Kolom pada KCKT berbentuk tabung silinder berisi fase diam

yang terikat pada partikel silika. Fase diam yang biasa digunakan antara

lain C18 (oktadesilsilan), C8 (oktilsilan), dan C4 (butilsilan). Istilah pori pada kolom mengacu pada ruang yang ada diantara partikel-partikel silika

(43)

23

Gambar 7. Pori-pori partikel dengan perbesaran 10 kali (Snyder, dkk., 2010).

Pada kolom KCKT terjadi proses pemisahan

komponen-komponen dalam sampel. Pemisahan ini terjadi berdasarkan interaksi yang

terjadi antara komponen sampel dengan fase gerak dan fase diam seperti

dapat dilihat pada Gambar 8 (Snyder dkk., 2010). Berdasarkan pada

polaritas fase diam dan fase gerak, KCKT pada umumnya dibagi menjadi

dua jenis yaitu KCKT fase terbalik dan KCKT fase normal (Gandjar dan

Rohman, 2007). Pada KCKT fase terbalik, fase diam yang digunakan

bersifat lebih nonpolar dari fase gerak yang digunakan sehingga

komponen dalam sampel yang bersifat polar akan terelusi lebih dahulu

dari kolom KCKT dibandingkan dengan komponen yang bersifat

nonpolar. Hal ini disebabkan komponen yang bersifat polar dalam sampel

berinteraksi lemah dengan fase diam sehingga lebih terbawa fase gerak

sedangkan komponen yang bersifat nonpolar dalam sampel berinteraksi

lebih kuat dengan fase diam sehingga lebih sukar terbawa fase gerak

(44)

24

Gambar 8. Mekanisme sederhana pemisahan komponen sampel di dalam kolom

(Snyder dkk., 2010).

e. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu

detektor universal (mendeteksi zat secara umum, tidak spesifik, dan tidak

selektif) dan detektor spesifik yang dapat mendeteksi analit secara spesifik

dan selektif. Contoh detektor universal antara lain detektor indeks bias dan

detektor spektrometri massa; sedangkan detektor spesifik contohnya adalah

detektor UV-Visibel, detektor fluorosensi, dan detektor elektrokimia (Gandjar

dan Rohman, 2007). Detektor dengan sensitivitas yang tinggi sangat

diperlukan pada KCKT dan yang paling banyak digunakan adalah detektor

ultraviolet. Detektor ini sensitif terhadap banyak jenis senyawa organik, tidak

sensitif terhadap suhu, relatif murah, dan dapat digunakan elusi secara

gradien. Tentunya detektor ini tidak dapat digunakan apabila pelarut yang

digunakan memiliki serapan yang signifikan pada rentang panjang gelombang

UV (Christian, 2004).

2. Fase Gerak

Fase gerak merupakan faktor penting pada analisis secara KCKT,

(45)

25

pengaruh yang signifikan pada hasil pemisahan (Castro, Azeredo, Azeredo,

and Sampaio, 2006). Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran

pelarut yang dapat bercampur dimana secara keseluruhan berperan dalam

daya elusi dan resolusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya elusi dan

resolusi antara lain polaritas fase gerak, polaritas fase diam, dan sifat

komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Pertimbangan dalam

pemilihan fase gerak salah satunya adalah kompatibilitas antar pelarut yang

perlu diperhatikan agar komponen fase gerak dapat bercampur dengan baik.

Campuran fase gerak juga harus dapat digunakan untuk melarutkan analit

dengan baik karena apabila analit tidak terlarut sempurna pada fase gerak

yang digunakan, maka analit akan mengendap ketika proses penginjekan

dilakukan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah solubilitas sampel,

polaritas, transmisi cahaya, viskositas, dan pH. Sebagian besar senyawa obat

yang berada di pasaran dapat terionisasi pada pH tertentu, sehingga

diperlukan pengaturan pH pada fase gerak untuk mempertahankan kondisi pH

fase gerak yang membawa analit agar analit tetap dalam bentuk molekulnya

sampai detektor. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan menggunakan

larutan bufer dalam komponen penyusun fase gerak. Hal yang perlu

diperhatikan ketika menggunakan bufer adalah tingkat kelarutan bufer dalam

pelarut yang digunakan karena pemilihan jenis bufer yang salah akan

mengakibatkan mengendap atau terpisahnya komponen bufer dalam fase

(46)

26

Kondisi pemisahan kromatografi cair-cair dapat diatur dengan

variasi fase gerak dengan mengatur kekuatan pelarut/solvent strength. Pada

KCKT fase terbalik kekuatan pelarut ini tergantung pada pelarut organik yang

disebut juga modifier (Christian, 2004). Fase gerak yang sering digunakan

pada KCKT fase terbalik adalah campuran metanol dan asetonitril dengan air

atau dengan larutan bufer (Gandjar dan Rohman., 2007). Kekuatan pelarut

merupakan total seluruh jenis interaksi molekular yang terjadi antara lain

dispersi, orientasi, dan ikatan hidrogen. Kekuatan pelarut akan semakin tinggi

saat terdapat interaksi yang baik antara pelarut dan analit (Wilard, Merritt,

Dean, and Settle, 1988).

Setiap fase gerak memiliki nilai panjang gelombang UV cut-off yang

berbeda-beda. Nilai UV cut-off merupakan panjang gelombang dimana

pelarut akan memberikan absorbansi lebih dari satu satuan absorbansi. Hal ini

sangat penting terutama bila pada sistem KCKT menggunakan detektor

UV-Vis atau detektor fluorometri. Sangat dianjurkan untuk menghindari

penggunaan pelarut yang memiliki panjang gelombang UV cut-off yang mirip

dengan panjang gelombang deteksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Fase Diam

Pada kromatografi cair modern, hampir seluruh pemisahan fase

terbalik menggunakan adsorban yang dimodifikasi secara kimia. Adsorban

yang beredar kebanyakan diberi nama berdasarkan struktur kimia

(47)

27

Material dasar yang paling sering digunakan adalah silika (SiO2). Tujuan utama modifikasi kimiawi pada preparasi material fase diam terbalik

(reversed phase material) adalah untuk mengubah permukaan material dasar

yang bersifat polar menjadi nonpolar. Fase terikat yang paling banyak

digunakan adalah fase terikat tipe alkil (C1-C18; C30). Pada KCKT fase

terbalik, modifikasi silika gel dilakukan dengan menutup gugus silanol

(-SiOH) dengan suatu bagian organik yang umumnya adalah suatu hidrokarbon

rantai panjang untuk menghilangkan gugus hidroksil melalui reaksi silanisasi.

Semakin panjang rantai karbon yang diikatkan pada silika maka akan

semakin hidrofobik (Kazakevich and Lobrutto, 2007). Reaksi

pengikatan/bonding rantai organik pada gugus silanol dapat dilihat dari

Gambar 9 dimana X sering kali berupa –Cl atau –OEt, dan/atau –CH3 yang memberikan hasil sampingan berupa HCl atau etanol (Snyder dkk., 2010).

Gambar 9. Reaksi pembentukkan fase terikat silika (Snyder dkk., 2010).

pH fase gerak mempengaruhi stabilitas Si—O—Si yang menyebabkan ikatan tersebut terhidrolisis pada pH >7 dan menyebabkan

degradasi fase diam yang serius (Wilard, Merritt, Dean, and Settle, 1988).

Kebanyakan fase diam dengan penyusun silika memiliki rentang pH yang

dapat ditoleransi, yaitu pH 2-7. Dampak lain yang dapat dilihat adalah

terbentuknya puncak yang asimetris akibat adanya interaksi antara bentuk ion

(48)

28 4. Larutan Bufer

pH merupakan faktor yang penting dalam metode KCKT.

Selektivitas pemisahan senyawa yang dapat atau mudah terion dapat

diatur/disesuaikan dengan memanipulasi pH. Faktor retensi dari bentuk

tak-terion (non-ionized) suatu analit dapat mencapai 30 kali lebih besar dari

bentuk terionnya, hal ini dapat diatasi dengan mengatur pH fase gerak.

Pengaturan pH ini dapat dilakukan dengan menggunakan larutan bufer

dengan kapasitas bufer yang baik untuk menghindari fluktuasi yang tinggi

pada waktu retensi (Ahuja and Dong, 2005). Larutan bufer atau larutan

penyangga adalah larutan yang dapat mempertahankan pH dari pengenceran,

penambahan sedikit asam atau sedikit basa (Ashari, 2006).

Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk

mempertahankan pH, tergantung pada nilai pKa, konsentrasi bufer, dan pH

fase gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa

bufer dengan pH fase gerak yang diinginkan. Persyaratan utama pemilihan

larutan bufer adalah memiliki nilai pKa yang berada dalam rentang ± 1 ,0 unit

dari pH fase gerak yang diinginkan. Salah satu bufer yang sering digunakan

dalam analisis dengan detektor UV dan pH fase gerak ≤ 8 adalah bufer fosfat. Bufer ini memiliki nilai pKa = 2,1 (25oC) dengan rentang bufer 1,5 – 3,5 (Snyder dkk., 2010).

5. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Sistem KCKT dapat menyediakan data kualitatif dan data kuantitatif.

(49)

29

kuantitatif menunjukkan berapa jumlah analit yang ada. Detektor KCKT

membaca konsentrasi analit dalam kolom dalam bentuk sinyal elektrik. Sistem

data kemudian mengubah sinyal ini menjadi suatu plot dari intensitas versus

waktu yang disebut dengan kromatogram (Snyder dkk., 2010).

Analisis kualitatif KCKT dilakukan berdasarkan data waktu retensi (tR)

dengan membandingkan antara data retensi sampel dengan data retensi baku yang

sesuai (Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu retensi diukur dari waktu saat

penginjeksian sampai puncak kromatogram analit terbentuk. KCKT dengan

kondisi konstan seharusnya dapat menghasilkan waktu retensi yang konstan,

dengan variasi ±0,02-0,05 menit antar injeksi dalam sekali running sistem KCKT.

Analit yang diinjeksikan apabila memiliki waktu retensi yang berada pada rentang

waktu retensi senyawa baku, dapat diartikan bahwa puncak analit tersebut

merupakan senyawa yang sama dengan baku (Snyder dkk., 2010).

Analisis kuantitatif KCKT dilakukan berdasarkan data luas puncak atau

tinggi puncak. Luas puncak dan tinggi puncak berbanding langsung dengan

banyaknya solut yang dianalisis, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier

(Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis kuantitatif berdasarkan luas puncak lebih

disarankan karena bebas dari pengaruh suhu kolom, laju alir, dan komposisi fase

(50)

30

F. Landasan Teori

Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang sering digunakan

sebagai agen pemutih kulit dalam bentuk injeksi. Bioavailabilitas asam askorbat

dengan pemberian secara intravena lebih besar dibanding bioavailabilitas dengan

pemberian secara oral sedangkan sebagai inhibitor tirosinase dibutuhkan asam

askorbat dalam jumlah yang besar. Maka dari itu banyak sediaan pemutih kulit

asam askorbat dalam konsentrasi besar tersedia dalam bentuk larutan injeksi.

Meskipun begitu, senyawa inhibitor tirosinase ini merupakan senyawa yang tidak

stabil dalam bentuk larutan juga tidak stabil terhadap pH, ion logam, suhu,

cahaya, ion logam. Faktor ketidakstabilan tersebut dapat mempengaruhi jumlah

asam askorbat dalam sediaan dan mempengaruhi kualitas sediaan sehingga perlu

dilakukan penetapan kadar asam askorbat dengan metode analisis yang tepat dan

telah divalidasi sebagai kontrol kualitas produk.

Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode

analisis dengan selektivitas dan sensitivitas yang baik sehingga dapat digunakan

untuk melakukan penetapan kadar asam askorbat dalam sampel larutan injeksi

obat pemutih kulit. Metode KCKT yang digunakan dalam penetapan kadar asam

askorbat telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan telah divalidasi oleh Lestari

(2016) agar diperoleh hasil yang baik. Asam askorbat dapat dideteksi oleh

detektor UV karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada strukturnya

sehingga dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UV. Nilai

(51)

31

kadar dilakukan dengan menghitung nilai luas puncak/area under curve (AUC)

pada kromatogram dan dilihat kesesuaiannya berdasarkan ketentuan Farmakope

Indonesia V (2015).

G. Hipotesis

Kadar asam askorbat terukur secara kromatografi cair kinerja tinggi fase

terbalik, yang telah dioptimasi oleh Jeversoon (2016) dan divalidasi oleh Lestari

(2016), tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan sediaan larutan

(52)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian non-eksperimental

deskriptif karena tidak ada intervensi terhadap subjek uji yaitu sediaan larutan

injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dan hanya menggambarkan keadaan yang ada.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan larutan injeksi

pemutih kulit merek ―X‖ yang mengandung asam askorbat.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar asam askorbat

pada sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek ―X‖

3. Variabel pengacau terkendali

a. Kemurnian senyawa baku yang digunakan, untuk mengatasinya

digunakan senyawa baku yang disertai dengan Certificate of Analysis.

b. Kemurnian pelarut yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan

pelarut HPLC-grade yang memiliki kemurnian tinggi.

C. Definisi Operasional

(53)

33

2. Sistem KCKT yang digunakan adalah sistem KCKT fase terbalik dengan

kolom Phenomenex® C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dengan fase gerak metanol

HPLC-grade : 0,01M bufer fosfat pH 3 (40 : 60).

3. Parameter penetapan kadar secara KCKT adalah kadar asam askorbat hasil

pengukuran dibandingkan dengan kadar yang tertera pada label kemasan

sediaan injeksi larutan pemutih kulit merek ―X‖.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reference standard

asam askorbat (Supelco) (COA pada Lampiran 1); LiChrosolv® methanol for liquid chromatography, Emsure® O-phosphoric acid 85% for analysis, dan kalium fosfat monohidrat pro analysis (E.Merck); akua demineralisata (PT.

Brataco), dan penyaring 0,45 µm (Whatman).

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT

dengan detektor ultraviolet Shimadzu LC-2010C, Phenomenex® Luna 5µm C18

(2) 100A, dimensi 250 x 4,6 mm (No. Column 718240-16 part. 00G-4252-EO),

seperangkat komputer Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382

JP France S.A.S, UV-Vis Spectrophotometer UV-1800 Shimadzu® dengan

detektor silicon photo diode, Minisart® Syringe Filter 0,45µm, ultrasonikator Retsch Tipe: T460 (Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz),

timbangan analitik SCALTEC (max 60/210 g, min 0,001 g), pompa vakum

(54)

pH-34

Meter Lab 850 (SI Analytics), dan seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di

laboratorium analisis.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan asam fosfat (H3PO4) 0,1 M

Larutan pekat H3PO4 85% diambil sebanyak 0,3 mL dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian ditambahkan akua demineralisata

hingga tanda batas sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1 M.

2. Pembuatan bufer fosfat 0,01M

Larutkan 0,68 g kalium fosfat monobasa (KH2PO4) dalam 500 mL

akua demineralisata. Atur pH hingga mencapai pH 3 dengan penambahan

asam fosfat 0,1 M.

3. Pembuatan fase gerak

Fase gerak dibuat dengan mencampurkan metanol dan 0,01 M bufer

fosfat pH 3 dengan perbandingan 40 : 60 oleh sistem KCKT. Sebelumnya

larutan 0,01 M bufer fosfat pH 3 tersebut disaring dengan penyaring

(55)

35 4. Pembuatan larutan kerja asam askorbat

a. Pembuatan larutan stok asam askorbat

Timbang saksama 20 mg asam askorbat dan dilarutkan dalam metanol :

bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 10,0 mL sehingga konsentrasi lebih

kurang 2000 µg/mL.

b. Pembuatan larutan intermediate asam askorbat 100 µg/mL.

Sebanyak 1,25 mL larutan stok diambil dan diencerkan dalam

metanol:bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga 25,0 mL sehingga diperoleh

konsentrasi larutan intermediate lebih kurang 100 µg/mL.

5. Penetapan panjang gelombang (λ) maksimum asam askorbat

Dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 40; 50; dan 60

µg/mL dengan mengencerkan 4,0; 5,0; dan 6,0 mL larutan stok menggunakan

fase gerak hingga 10,0 mL.

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku asam askorbat 40; 50;

dan 60 µg/mL discan pada panjang gelombang 200-400 nm dengan

spektrofotometer UV. Nilai λ maksimum merupakan λ yang memberikan serapan terbesar dan sama pada tiap konsentrasi.

6. Pembuatan kurva baku asam askorbat

Larutan intermediate asam askorbat diambil sebanyak 250, 375, 500,

625, dan 750 µ L lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL. Selanjutnya

ditambahkan pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga

(56)

36

125, dan 150 µg/mL. Larutan disaring dengan millipore 0,45 µm dan

dimasukkan ke dalam vial KCKT.

Larutan seri baku asam askorbat masing-masing konsentrasi

diinjeksikan sebanyak 20 µ L pada sistem KCKT fase terbalik. Luas puncak

asam askorbat untuk masing-masing konsentrasi seri larutan baku didapatkan

dari kromatogram yang dihasilkan. Pembuatan kurva baku dilakukan dalam

tiga kali replikasi. Luas puncak digunakan untuk menghitung regresi linear

dengan persamaan y = bx + a dengan kriteria keberterimaan r ≥ 0,998 (Kazakevich and Lobrutto, 2007).

7. Pengujian stabilitas baku pembanding asam askorbat

Larutan baku asam askorbat dengan konsentrasi lebih kurang 50,

100, dan 150 µg/mL diinjeksikan ke sistem KCKT fase terbalik dalam

rentang waktu empat jam dengan interval satu jam. Pengujian stabilitas ini

dilakukan dalam tiga kali replikasi. Stabilitas asam askorbat dilihat dari nilai

persen perubahan konsentrasi ≤ 2% (Ahuja and Dong, 2005).

8. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah

Penetapan volume injeksi dalam wadah menggunakan jarum suntik

nomor 21 dengan kapasitas tidak lebih dari tiga kali volume yang akan diukur

dan dipindahkan ke dalam gelas ukur volume tertentu sehingga volume yang

akan diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.

(57)

37

diuji satu per satu, kelebihan volume yang dianjurkan sebesar 0,30 mL

(Farmakope Indonesia V).

9. Preparasi sampel dan penetapan kadar asam askorbat dalam sediaan larutan injeksi pemutih kulit merek “X”

Sediaan injeksi pemutih kulit merek ―X‖ dengan label mengandung asam askorbat 1000 mg/5 mL diambil sebanyak 50 µ L menggunakan

micropipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian diencerkan

dengan pelarut metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga tanda batas

sehingga dihasilkan larutan stok dengan konsentrasi lebih kurang 1000 µg/mL.

Larutan stok sampel diambil sebanyak 2,4 mL menggunakan macropipet dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL dan diencerkan dengan pelarut

metanol : 0,01 M bufer fosfat pH 3 (40 : 60) hingga tanda batas sehingga

dihasilkan larutan sampel dengan konsentrasi lebih kurang 240 µg/mL. Larutan

sampel disaring menggunakan millipore 0,45 µm ke dalam vial KCKT dan

diinjeksikan ke sistem KCKT. Penetapan kadar asam askorbat dilakukan dalam

enam kali replikasi.

G. Analisis Hasil

Analisis kualitatif yang dilakukan adalah dengan membandingkan waktu

retensi (tR) senyawa sampel dengan senyawa baku. Analisis kuantitatif yang

dilakukan adalah penetapan kadar asam askorbat berdasarkan luas puncak/area

(58)

38

regresi linear kurva baku y = bx + a yang. Nilai AUC sampel dimasukkan ke

dalam persamaan regresi kurva baku sebagai nilai y sehingga akan didapatkan

kadar sampel asam askorbat. Kadar asam askorbat dalam larutan injeksi obat

pemutih kulit merek ―X‖ dinyatakan dalam jumlah mg/5 mL. Sediaan injeksi obat

pemutih kulit merek ―X‖ dikatakan sesuai dengan persyaratan apabila sediaan ini mengandung asam askorbat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

Gambar

Tabel II.  Hasil uji kestabilan larutan baku asam askorbat replikasi 2..........
Gambar 16. Interaksi asam askorbat dengan fase diam oktadesilsilan.......... 51
Gambar 1. Ampul sebelum diisi dan disegel (Allen, Popovich, and Ansel, 2011)
Gambar 2. Struktur asam askorbat (Ph. Eur. 5, 2004).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Persamaanya adalah ketiga peneliti tersebut dengan penelitian yang ada di Sungaiselan adalah sama-sama membahas mengenai perilaku remaja yang menyimpang dan faktor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelayanan yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kota Binjai dalam memberikan pelayanan sertipikasi tanah melalui

IIUN ( Indeks Integritas Ujian Nasional ) tingkat sekolah: tingkat persentase jawaban siswa yang tidak menunjukkan

Pada tem- peratur 125 ◦ C dengan lama pemanasan 3 dan 5 jam pada frekuensi 9 kHz sampai 100 kHz konduktivitas menjadi tidak stabil hal ini menunjukan pada suhu diatas 125 ◦ C dan

Apabila pemerintah kabupaten tidak melakukan penyesuaian kembali maka peraturan daerah yang mengatur tentang retribusi akan batal demi hukum berdasarkan ketentuan Pasal

Pembagian daerah Indonesia dalam daerah-daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan mengingat dasar permusyawaratan

Analisis data di atas menunjukkan bahwa kata pangmungkuskeun „tolonng bungkuskan‟, merupakan verba yang dibentuk dari kata dasar bungkus „bungkus‟ berkategori