• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving terhadap sikap ilmiah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving terhadap sikap ilmiah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Wenita, W. 2016. Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Simulasi PhET dengan Metode Problem Solving terhadap Sikap Ilmiah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) sikap ilmiah yang dimiliki siswa pada awal dan akhir pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. 2) apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa secara signifikan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. 3) apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dapat diterapkan pada sekolah yang berdasarkan KTSP maupun Kurikulum 2013 dalam mengembangkan sikap ilmiah.

Subyek penelitian yakni siswa kelas XI IPA 1 (kontrol), XI IPA 4 (eksperimen) SMA Negeri 1 Prambanan dan siswa kelas XI IPA 6 (kontrol) dan XI IPA 5 (eksperimen) SMA Negeri 2 Klaten. Treatment yang diberikan berupa pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving untuk materi hukum-hukum gas ideal. Instrumen yang digunakan adalah angket sikap ilmiah pada awal dan akhir pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Di SMA Negeri 1 Prambanan awalnya terdapat sebanyak 57,57% siswa kemudian meningkat menjadi 84,84% siswa dengan sikap ilmiah baik dan sangat baik, sedangkan di SMA Negeri 2 Klaten awalnya terdapat sebanyak 12,12% siswa kemudian meningkat menjadi 33,33% siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik pada pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving. 2) Pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving ini belum optimal dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa, bila dibandingkan dengan kelas kontrolnya tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, baik di SMA Negeri 1 Prambanan maupun di SMA Negeri 2 Klaten. 3) Pembelajaran menggunakan simulasi PhET dapat diterapkan pada sekolah yang menerapkan KTSP maupun Kurikulum 2013 dalam mengembangkan sikap ilmiah.

(2)

ABSTRACT

Wenita, W. 2016. The Influence of Learning using PhET Simulation with Problem Solving Method to the Scientific Attitudes of Students in XI SMA Negeri 1 Prambanan and SMA Negeri 2 Klaten. Thesis. Yogyakarta: Physics Education. Department of Mathematics and Sciences Education. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research aimed to know: 1) Scientific attitude owned students at the beginning and the end of learning using PhET simulations with problem solving method in SMA Negeri 1 Prambanan and SMA Negeri 2 Klaten, 2) whether the learning using PhET simulations with problem solving method can improve students' scientific attitude significantly, 3) whether learning using PhET simulations with problem solving method can be applied to both of schools that based on KTSP and Curriculum in 2013 to develop a scientific attitude.

The samples of this research was the students of XI IPA 1 (control), XI IPA 4 (experiment) SMA Negeri 1 Prambanan and the students of XI IPA 6 (control), XI IPA 5 (experiment) SMA Negeri 2 Klaten. Treatment that provided was a learning using PhET simulation with problem solving method in the laws of an ideal gas matter. The instrument used was a questionnaire of scientific attitude at the beginning and the end of the learning.

The result showed that: 1) In SMA Negeri 1 Prambanan initially there are 57.57% of students then increased to 84.84% of students with a good and excellent scientific attitude, and in SMA Negeri 2 Klaten initially there are 12.12% of the students then increased to 33.33% of students who have an excellent scientific attitude at learning using PhET simulations with problem solving method. 2) The learning using PhET simulations with problem solving method was not optimal in improving students' scientific attitude, when compared with the control class does not obtain a significant difference, both in SMA Negeri 1 Prambanan and in SMA Negeri 2 Klaten. 3) The learning using PhET simulations with problem solving method can be applied to both of schools that based on KTSP and Curriculum in 2013 to develop a scientific attitude.

(3)

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN SIMULASI PhET DENGAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP SIKAP ILMIAH SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PRAMBANAN DAN SMA NEGERI 2

KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh: Weni Wenita NIM: 121424058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(4)

i

PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN SIMULASI PhET DENGAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP SIKAP ILMIAH SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PRAMBANAN DAN SMA NEGERI 2

KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh: Weni Wenita NIM: 121424058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang),

niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu,

dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan

sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”

Karya ini saya persembahkan kepada:

1. Universitas Sanata Dharma

(8)
(9)
(10)

vii ABSTRAK

Wenita, W. 2016. Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Simulasi PhET dengan Metode Problem Solving terhadap Sikap Ilmiah Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) sikap ilmiah yang dimiliki siswa pada awal dan akhir pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. 2) apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa secara signifikan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. 3) apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dapat diterapkan pada sekolah yang berdasarkan KTSP maupun Kurikulum 2013 dalam mengembangkan sikap ilmiah.

Subyek penelitian yakni siswa kelas XI IPA 1 (kontrol), XI IPA 4 (eksperimen) SMA Negeri 1 Prambanan dan siswa kelas XI IPA 6 (kontrol) dan XI IPA 5 (eksperimen) SMA Negeri 2 Klaten. Treatment yang diberikan berupa pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving untuk materi hukum-hukum gas ideal. Instrumen yang digunakan adalah angket sikap ilmiah pada awal dan akhir pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Di SMA Negeri 1 Prambanan awalnya terdapat sebanyak 57,57% siswa kemudian meningkat menjadi 84,84% siswa dengan sikap ilmiah baik dan sangat baik, sedangkan di SMA Negeri 2 Klaten awalnya terdapat sebanyak 12,12% siswa kemudian meningkat menjadi 33,33% siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik pada pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving. 2) Pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving ini belum optimal dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa, bila dibandingkan dengan kelas kontrolnya tidak didapatkan perbedaan yang signifikan, baik di SMA Negeri 1 Prambanan maupun di SMA Negeri 2 Klaten. 3) Pembelajaran menggunakan simulasi PhET dapat diterapkan pada sekolah yang menerapkan KTSP maupun Kurikulum 2013 dalam mengembangkan sikap ilmiah.

(11)

viii ABSTRACT

Wenita, W. 2016. The Influence of Learning using PhET Simulation with Problem Solving Method to the Scientific Attitudes of Students in XI SMA Negeri 1 Prambanan and SMA Negeri 2 Klaten. Thesis. Yogyakarta: Physics Education. Department of Mathematics and Sciences Education. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research aimed to know: 1) Scientific attitude owned students at the beginning and the end of learning using PhET simulations with problem solving method in SMA Negeri 1 Prambanan and SMA Negeri 2 Klaten, 2) whether the learning using PhET simulations with problem solving method can improve students' scientific attitude significantly, 3) whether learning using PhET simulations with problem solving method can be applied to both of schools that based on KTSP and Curriculum in 2013 to develop a scientific attitude.

The samples of this research was the students of XI IPA 1 (control), XI IPA 4 (experiment) SMA Negeri 1 Prambanan and the students of XI IPA 6 (control), XI IPA 5 (experiment) SMA Negeri 2 Klaten. Treatment that provided was a learning using PhET simulation with problem solving method in the laws of an ideal gas matter. The instrument used was a questionnaire of scientific attitude at the beginning and the end of the learning.

The result showed that: 1) In SMA Negeri 1 Prambanan initially there are 57.57% of students then increased to 84.84% of students with a good and excellent scientific attitude, and in SMA Negeri 2 Klaten initially there are 12.12% of the students then increased to 33.33% of students who have an excellent scientific attitude at learning using PhET simulations with problem solving method. 2) The learning using PhET simulations with problem solving method was not optimal in improving students' scientific attitude, when compared with the control class does not obtain a significant difference, both in SMA Negeri 1 Prambanan and in SMA Negeri 2 Klaten. 3) The learning using PhET simulations with problem solving method can be applied to both of schools that based on KTSP and Curriculum in 2013 to develop a scientific attitude.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini berjudul PENGARUH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN SIMULASI PhET DENGAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP SIKAP ILMIAH SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PRAMBANAN DAN SMA NEGERI 2 KLATEN.

Penulis menyadari dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu bijaksana memberikan bimbingan, nasehat, dukungan serta waktunya selama penyusunan dan penulisan skripsi ini.

2. Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi selama

pendadaran.

(13)

x

4. Guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 1 Prambanan yang telah memberikan waktu dan tempat sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian skripsi di kelas XI IPA 1 dan XI IPA 4.

5. Guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 2 Klaten yang telah memberikan waktu dan tempat sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian skripsi di kelas XI IPA 5 dan XI IPA 6.

6. Siswa-siswa kelas XI IPA 1, XI IPA 4 SMA Negeri 1 Prambanan dan siswa-siswa kelas XI IPA 5, XI IPA 6 SMA Negeri 2 Klaten yang telah menjadi subyek penelitian dan telah berpartisipasi dengan baik.

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, semangat, masukan dan doa yang sangat berarti bagi penulis selama menjalani perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kakak-kakak dan keluarga yang telah memberikan dukungan, masukan dan doanya selama menjalani perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

H. Rekan satu tim dalam skripsi ini: Lusi, Mey, Hana yang telah memberikan semangat, bantuan, partisipasi dan kerjasama yang baik selama menyelesaikan skripsi ini.

(14)

xi

11. Teman-teman satu kos (Oliv, Vani, Elsi, kak Agi, Clarisa) yang telah memberikan semangat dan telah menghibur di masa-masa sulit.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan doa baik selama menjalani perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penyajian. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan penelitian ini.

Terakhir, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

(16)

xiii

C. Sikap Ilmiah ... 13

D. Hukum-hukum Gas Ideal 1. Hukum Boyle ... 16

2. Hukum Charles-Gay Lussac ... 16

3. Hukum Gay Lussac ... 17

4. Hukum Boyle-Gay Lussac... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 1H B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 1H C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 1H D. Desain Penelitian ... 20

E. Treatment ... 20

F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Pembelajaran ... 21

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 23

G. Validitas ... 25

H. Metode Analisis Data ... 26

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 35

2. Pelaksanaan penelitian ... 37

(17)

xiv

2. SMA Negeri 2 Klaten ... 4H C. Analisis Data

1. SMA Negeri 1 Prambanan ... 50

2. SMA Negeri 2 Klaten ... 57

3. Kedua Sekolah ... 65

D. Pembahasan ... 68

E. Keterbatasan Penelitian ... 75

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Aspek sikap ilmiah menurut Gegga, Harlen dan AAAS ... 14

Tabel 2.2. Dimensi dan indikator sikap ilmiah ... 15

Tabel 3.1. Kisi-kisi angket sikap ilmiah ... 24

Tabel 3.2. Angket sikap ilmiah di awal pembelajaran ... 24

Tabel 3.3. Angket sikap ilmiah di akhir pembelajaran ... 25

Tabel 3.4. Tabel klasifikasi sikap ilmiah ... 27

Tabel 3.5. Tabel kelompok siswa ... 28

Tabel 3.6. Tabel perbandingan skor tiap item pernyataan kelas kontrol dengan eksperimen ... 31

Tabel 3.7 Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir siswa kelas eksperimen ... 32

Tabel 3.8. Tabel perbandingan skor tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dengan eksperimen ... 32

Tabel 4.1. Jadwal dan kegiatan penelitian di kelas kontrol dan eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan ... 37

Tabel 4.2. Jadwal dan kegiatan penelitian di kelas kontrol dan eksperimen SMA Negeri 2 Klaten ... 43

Tabel 4.3. Data sikap ilmiah siswa kelas kontrol dan eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan ... 48 Tabel 4.4. Data sikap ilmiah siswa kelas kontrol dan eksperimen SMA

(19)

xvi

Negeri 1 Prambanan berdasarkan klasifikasi sikap ilmiah ... 51 Tabel 4.6. Tabel skor tiap item pernyataan sikap ilmiah awal dan akhir kelas

eksperimen di SMA Negeri 1 Prambanan ... 55 Tabel 4.7. Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir kelas

eksperimen di SMA Negeri 1 Prambanan ... 55 Tabel 4.8. Tabel skor tiap item pernyataan kelas kontrol dan eksperimen

di SMA Negeri 1 Prambanan ... 56 Tabel 4.H. Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dan eksperimen

di SMA Negeri 1 Prambanan ... 56 Tabel 4.10. Tabel jumlah dan persentase siswa kelas eksperimen SMA

Negeri 2 Klaten berdasarkan klasifikasi sikap ilmiah ... 58 Tabel 4.11. Tabel skor tiap item pernyataan sikap ilmiah awal dan akhir

kelas eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten ... 62 Tabel 4.12. Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir kelas

eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten... 62 Tabel 4.13. Tabel gain score rata-rata tiap item pernyataan kelas kontrol dan

eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten... 63 Tabel 4.14. Tabel gain score tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dan eksperimen

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Grafik hubungan P terhadap V ... 16 Gambar 2.2. Grafik hubungan V terhadap T ... 17 Gambar 2.3. Grafik hubungan P terhadap T ... 18 Gambar 4.1. Grafik skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir kelas

eksperimen di SMA Negeri 1 Prambanan ... 55 Gambar 4.2. Grafik skor tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dan

eksperimen di SMA Negeri 1 Prambanan ... 57 Gambar 4.3. Grafik skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir kelas

eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten ... 63 Gambar 4.4. Grafik gain score tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dan

eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten ... 64

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian dari Kepala BAPEDA Kab.Sleman ... 81 Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA

Negeri 1 Prambanan ... 82 Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 2

Klaten ... 83 Lampiran 4: RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) Kelas Kontrol ... 84

Lampiran 5: RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) Kelas Eksperimen 88 Lampiran 6: LKS (Lembar Kerja Siswa) Coaching ... H3 Lampiran 7: LKS (Lembar Kerja Siswa) Pembelajaran ... H6 Lampiran 8: Validitas Angket ... 102 Lampiran H: Angket Sikap Ilmiah di Awal Pembelajaran yang Digunakan .... 108 Lampiran 10: Angket Sikap Ilmiah di Akhir Pembelajaran yang Digunakan 10H Lampiran 11: Data Kasar Sikap Ilmiah Awal Kelas Kontrol SMA Negeri 1

Prambanan ... 110 Lampiran 12: Data Kasar Sikap Ilmiah Akhir Kelas Kontrol SMA Negeri 1

Prambanan ... 111 Lampiran 13: Data Kasar Sikap Ilmiah Awal Kelas Eksperimen SMA Negeri

1 Prambanan ... 112 Lampiran 14: Data Kasar Sikap Ilmiah Akhir Kelas Eksperimen SMA Negeri

1 Prambanan ... 113 Lampiran 15: Data Kasar Sikap Ilmiah Awal Kelas Kontrol SMA Negeri

(22)

xix

Lampiran 16: Data Kasar Sikap Ilmiah Akhir Kelas Kontrol SMA Negeri

2 Klaten ... 115 Lampiran 17: Data Kasar Sikap Ilmiah Awal Kelas Eksperimen SMA

Negeri 2 Klaten ... 116 Lampiran 18: Data Kasar Sikap Ilmiah Akhir Kelas Eksperimen SMA

Negeri 2 Klaten ... 117 Lampiran 1H: Contoh Hasil LKS (Lembar Kerja Siswa) Pembelajaran Milik

Siswa Kelas Eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan ... 118 Lampiran 20. Contoh Hasil LKS (Lembar Kerja Siswa) Pembelajaran Milik

Siswa Kelas Eksperimen SMA Negeri 2 Klaten ... 124 Lampiran 21: Contoh Hasil Angket Sikap Ilmiah di Awal Pembelajaran Milik

Siswa ... 130 Lampiran 22: Contoh Hasil Angket Sikap Ilmiah di Akhir Pembelajaran Milik

Siswa ... 131 Lampiran 23: Tabel Two Tailed ... 132 Lampiran 24: Daftar Hadir Siswa Kelas Kontrol SMA Negeri 1 Prambanan . 133 Lampiran 25: Daftar Hadir Siswa Kelas Eksperimen SMA Negeri 1

Prambanan ... 134

(23)

1 BABBIB

PENDAHULUANB

A. LatarBBelakangB

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik

Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang dikembangkan oleh

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), tujuan dalam mempelajari mata

pelajaran fisika salah satunya yakni agar siswa memiliki kemampuan untuk

memupuk sikap ilmiah (seperti jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain). Hal ini berarti bahwa dalam belajar fisika

diharapkan sikap ilmiah dapat ditumbuhkan dan dilatihkan kepada siswa

selama proses pembelajaran tersebut.

Untuk mengembangkan sikap ilmiah, siswa perlu melakukan praktik dan

melakukan pengamatan sehingga mereka mendapat kesempatan untuk

merasakan dan mengembangkan setiap komponen dari sikap ilmiah (Rao,

2004: 9). Oleh sebab itu, guru perlu menyiapkan pembelajaran yang dapat

membuat siswa melakukan praktik dan pengamatan selama pembelajaran

seperti dengan menerapkan praktikum.

Namun yang sering terjadi adalah guru sangat jarang mengadakan

praktikum selama ia mengajar, dalam satu semester terkadang guru hanya

mengadakan dua kali praktikum. Berdasarkan informasi dari guru fisika SMA

Negeri 1 Prambanan, guru tidak memiliki cukup banyak waktu tatap muka

dalam mengajar karena adanya kegiatan rutin sekolah ataupun

(24)

tatap muka guru. Oleh sebab itu, dengan pertimbangan materi pelajaran yang

padat membuat guru cenderung menghindari praktikum yang memerlukan

banyak waktu untuk membahas satu sub bahasan saja, dan akhirnya guru lebih

memilih mengajarkan materi-materi pelajaran tersebut dengan cara yang lebih

praktis untuk dilakukan. Selain itu, guru juga mengeluhkan keterbatasan

alat-alat praktikum yang dapat digunakan sehingga guru jarang mengadakan

pembelajaran dengan praktikum tersebut. Hal-hal tersebut juga dirasakan di

SMA Negeri 2 Klaten sehingga praktikum jarang dilakukan.

Ditengah berkembangnya teknologi saat ini, telah tersedia banyak

layanan-layanan yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Seperti

tersedianya laboratorium dan peralatan laboratorium fisika dalam bentuk

digital yang biasa disebut sebagai laboratorium virtual. Salah satu aplikasi yang

dapat dijadikan sebagai laboratorium virtual tersebut yakni aplikasi yang

bernama PhET Simulation. Simulasi PhET (Physics Education Technology) ini

merupakan simulasi virtual yang berisi berbagai animasi alat-alat laboratorium

dan berbagai instrumen pengukuran. Cara penggunaannya sangat mudah dan

praktis, yakni hanya dengan ditekan ataupun digeser. Hal ini tentu akan sangat

membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dimana siswanya dapat

melakukan praktikum dan pengamatan dengan tidak memakan banyak waktu,

karena dengan simulasi ini siswa tidak perlu merangkai alat-alat seperti pada

praktikum langsung di laboratorium fisika.

Berdasarkan hal tersebut maka simulasi PhET ini memang dapat dijadikan

(25)

mengembangkan sikap ilmiah siswa. Namun sebaik apapun simulasi ini, tidak

akan dapat berjalan sukses secara otomatis. Simulasi ini masih harus menjadi

bagian dari suatu rancangan atau strategi pembelajaran yang disusun oleh guru

(Wiemen dkk, 2010: 225). Agar penggunaan simulasi PhET dapat dijalankan

dengan maksimal dan terorganisasi, maka penggunaan simulasi PhET ini dapat

dipadukan dengan pembelajaran problem solving. Dengan diterapkannya

metode tersebut maka penggunaan simulasi PhET menjadi lebih terarah dengan

adanya suatu kegiatan untuk pemecahan masalah. Selain itu, dengan

diterapkannya metode tersebut akan dapat melatih siswa untuk

mengembangkan sikap ilmiahnya, seperti sikap kritis, teliti, ataupun

bekerjasama.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, diketahui bahwa guru fisika baik

di SMA Negeri 1 Prambanan ataupun di SMA Negeri 2 Klaten belum

mengenal simulasi PhET ini, dengan begitu penelitian ini dilaksanakan di

kedua SMA tersebut guna mengenalkan adanya simulasi PhET dan untuk

mengetahui apakah simulasi PhET yang dipadukan dengan metode problem

solving ini dapat membantu dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa. Selain

itu, diketahui pula bahwa ternyata kedua sekolah tersebut menerapkan

kurikulum yang berbeda yakni KTSP dan Kurikulum 2016, dengan begitu

dalam penelitian ini ingin dicari tahu apakah pembelajaran menggunakan

simulasi PhET dengan metode problem solving dapat diterapkan dengan baik

di kedua sekolah dengan kondisi yang berbeda tersebut dalam mengembangkan

(26)

B. RumusanBMasalahB

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diungkapkan

sebelumnya, maka beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan yakni:

1. Bagaimana sikap ilmiah yang dimiliki siswa pada awal dan akhir

pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem

solving di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten?

2. Apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode

problem solving dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa secara

signifikan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten?

6. Apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode

problem solving dapat diterapkan pada sekolah yang berdasarkan KTSP

maupun Kurikulum 2016 dalam mengembangkan sikap ilmiah?

C. TujuanBPenelitianB

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sikap ilmiah yang dimiliki siswa pada awal dan

akhir pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode

problem solving di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2

Klaten.

2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET

dengan metode problem solving dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa

secara signifikan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2

(27)

6. Untuk mengetahui apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET

dengan metode problem solving dapat diterapkan pada sekolah yang

berdasarkan KTSP maupun Kurikulum 2016 dalam mengembangkan

sikap ilmiah.

D. ManfaatBPenelitianB

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat

yakni:B

1. Bagi Pendidikan

a. Guru

Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam memilih media dan metode pembelajaran yang

dapat digunakan dalam pembelajaran agar dapat mengembangkan

sikap ilmiah siswa.

b. Siswa

Semoga penelitian ini dapat menciptakan kesempatan baru bagi

para siswa untuk dapat semakin mengembangkan sikap ilmiah yang

dimiliki sehingga dapat memaksimalkan dirinya dalam belajar fisika.

c. Sekolah

Semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi sekolah untuk mengetahui dan membantu

pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung

(28)

2. Bagi Peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui

tingkat sikap ilmiah yang dimiliki siswa saat mengikuti pembelajaran

menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dalam

pembelajaran fisika, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan ketika peneliti mendapat kesempatan untuk

(29)

7 BABBIIB

LANDASANBTEORIB A. SimulasiBPhETB

Physics Education Technology atau PhET merupakan sebuah aplikasi yang

berisi berbagai simulasi yang berguna untuk mengajar dan belajar fisika yang

dikembangkan oleh pniversitas Colorado (Perkins dkk, 2006: 18).

Simulasi PhET menggunakan gambar bergerak (animasi), bersifat

interaktif dan dibuat layaknya permainan dimana siswa dapat belajar dengan

bereksplorasi. Seluruh pengaturan dalam simulasi ini sederhana dan mudah

digunakan seperti click-drag, menggeser dan terdapat tombol-tombol yang dapat digunakan. Selain itu, simulasi ini juga memberi respon (feed back) yang cepat setelah dilakukannya berbagai pengaturan, sehingga dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam membuat suatu hubungan sebab akibat (Perkins dkk,

2006: 18-19).

Simulasi PhET dibuat dalam Java dan Flash sehingga dapat dijalankan

langsung dari website PhET (http://phet.colorado.edu) menggunakan web browser standar. Selain itu, PhET juga dapat diunduh secara gratis dan dipasang pada komputer (perangkat lokal) sehingga dapat digunakan secara

offline (Perkins dkk, 2006: 19).

Tujuan utama dari simulasi PhET ini yakni untuk meningkatkan

keterlibatan siswa dan meningkatkan kualitas belajar (Perkins dkk, 2006: 18). Selain itu, simulasi ini dibuat agar siswa dapat membangun pemahaman

(30)

ini dapat menjadi media belajar yang berguna dalam kegiatan berkelompok

seperti di laboratorium. Terdapat banyak simulasi PhET yang secara khusus

sesuai dengan tujuan tersebut, misalnya seperti simulasi dengan judul The Moving Man, Circuit Construction Kit, Masses and Springs, dan Gas Properties. Misalnya pada simulasi Mases and Spring (massa dan pegas),

siswa seutuhnya dapat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di laboratorium, seperti menggantungkan beban pada pegas dan mengukur perubahan pegasnya atau periode osilasinya (Perkins dkk, 2006: 20-21).

Simulasi PhET ini memang dapat menjadi media belajar yang sangat

efektif, namun sebaik apapun simulasi ini tidak dapat berjalan sukses secara

otomatis. Simulasi ini memang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih

baik dan dapat membantu guru, tetapi simulasi ini tidak dapat

menggantikannya. Simulasi ini masih harus menjadi bagian dari suatu

rancangan atau strategi pembelajaran yang bergantung pada alokasi waktu

yang ditentukan dan petunjuk guru (Wiemen dkk, 2010: 225).

Berikut merupakan beberapa kelebihan dari penggunaan simulasi PhET

(Wiemen dkk, 2010: 226):

1. simulasi PhET dapat digunakan di dalam kelas, dimana peralatan

praktikum sungguhan tidak bisa dan tidak praktis untuk digunakan,

2. simulasi PhET dapat digunakan untuk melakukan eksperimen yang

tidak mungkin untuk dilakukan,

3. simulasi PhET dapat dengan mudah digunakan untuk mengubah

(31)

4. simulasi PhET dapat digunakan untuk menunjukkan representasi dari

hal-hal yang tidak terlihat,

5. siswa dapat menjalankan simulasi PhET menggunakan komputer

pribadi di rumah untuk mengulang eksperimen yang sudah dilakukan di

kelas sehingga dapat memperkuat pemahaman mereka.

Jika memungkinkan, akan lebih efektif untuk membuat siswa bekerja

dalam kelompok dengan komputernya masing-masing dan memanipulasi

sendiri simulasi tersebut. Simulasi PhET ini dirancang secara hati-hati dan diuji

supaya mudah untuk digunakan dan menarik bagi siswa. Kegiatan di dalam

kelas dengan simulasi ini dapat mencakup berbagai jenis kegiatan, dengan

maksud dari seluruh kegiatan tersebut adalah untuk mengajukan pertanyaan

yang akan mendorong siswa mengeksplorasi simulasi tersebut (Wiemen dkk,

2010: 226).

B. MetodeBProblem SolvingB

Problem solving adalah model pembelajaran dengan pemecahan persoalan.

Biasanya guru memberikan persoalan yang sesuai dengan topik yang mau

diajarkan dan siswa diminta untuk memecahkan persoalan itu. Ini dapat

dilakukan baik dalam kelompok ataupun pribadi (Suparno, 2013: 104).

Sebagai bagian dari metode pengajaran, problem solving atau pemecahan masalah ini merupakan cara mengajar dengan proses dari perumusan masalah,

pengumpulan data, analisis data, sampai dengan penentuan alternatif

(32)

pembelajaran dengan problem solving ini dapat diterapkan dengan langkah-langkah berikut (Ambarjaya, 2012: 107):

1. adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan,

2. mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan

masalah tersebut,

3. menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut,

4. menguji kebenaran jawaban sementara tersebut,

5. menarik kesimpulan.

Selain itu, Dewey juga mengungkapkan metode problem solving tersebut dengan langkah-langkah yang serupa (dalam Nugrahanta, 2009: 234):

1. menemukan permasalahan,

2. membatasi permasalahan,

3. mencari kemungkinan-kemungkinan jawaban,

4. memilih jawaban yang terbaik (sebagai hipotesis),

5. menguji jawaban yang terbaik itu dalam eksperimen,

6. mengadakan evaluasi.

Dewey juga mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar

metode problem solving dapat diterapkan secara efektif (dalam Nugrahanta,

2009: 234):

1. harus ada pengalaman,

2. harus ada data yang tersedia dan bisa dijangkau,

3. harus ada kemungkinan untuk membuat berbagai jawaban (bukan

(33)

4. harus ada kemungkinan untuk menguji jawaban-jawaban itu.

Dalam mengemukakan masalah-masalah yang realistis kepada siswa dapat

memanfaatkan teknologi melalui simulasi-simulasi yang memungkinkan siswa

berpartisipasi secara langsung dalam aktivitas-aktivitas yang benar-benar

membangkitkan semangat. Selaian itu, teknologi melalui simulasi ini dapat

membantu menyediakan data dan informasi yang bisa digunakan siswa dalam

usaha-usaha pemecahan masalah (Jacobsen dkk, 2009: 252 & 255).

Menurut Gagne (dalam Mulyasa, 2005: 111), bila seorang peserta didik

dihadapkan pada suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar

memecahkan masalah tetapi juga belajar sesuatu yang baru.

Berikut terdapat pula keunggulan-keunggulan lain dari metode ini, dimana

problem solving (Ambarjaya, 2012: 108):

1. merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran,

2. dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan siswa kepuasan

untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa,

3. dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa,

4. dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka

untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata,

5. dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya

dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan,

6. dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran

(34)

merupakan proses berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh

siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja,

7. lebih menyenangkan dan disukai siswa,

8. dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan

pengetahuan baru,

9. dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata,

10. dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus

belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Selain memiliki berbagai keunggulan, terdapat pula kelemahan dari

problem solving ini, diantaranya (Ambarjaya, 2012: 109):

1. menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan

tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan

dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan

kemampuan dan keterampilan guru,

2. proses belajar-mengajar dengan menggunakan metode ini sering

memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil

waktu pelajaran,

3. mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan

menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir

(35)

kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan

tersendiri bagi siswa.

C. SikapBIlmiahB

Pada Dictionary of Psichology, Riber menyatakan bahwa istilah sikap berasal dari bahasa Latin yakni “aptitudo” yang berarti kemampuan, sehingga sikap dijadikan sebagai acuan apakah seseorang mampu atau tidak mampu

pada pekerjaan tertentu (dalam Anwar, 2009: 103).

Sikap dalam pembelajaran sains dikenal sebagai sikap ilmiah. Harlen

menyatakan bahwa sikap ilmiah mengandung dua makna, yaitu attitude toward science dan attitude of science. Attitude toward science mengacu pada sikap terhadap sains seperti rasa suka ataupun tidak suka, senang ataupun tidak

senang terhadap sains. Sedangkan, attitude of science mengacu pada sikap yang melekat dalam diri siswa setelah mempelajari sains, misalnya seperti

sikap ingin tahu, keterbukaan, objektivitas, jujur dan lain sebagainya (dalam

Harso, 2014).

Sikap ilmiah ini sangat penting dimiliki oleh siswa, siswa dengan sikap

ilmiah yang tinggi akan memiliki kelancaran dalam berpikir sehingga akan

termotivasi untuk selalu berprestasi dan memiliki komitmen yang kuat untuk

mencapai keberhasilan dan keunggulan. Selain berkaitan dengan masalah

akademis, Dasna mengungkapkan bahwa sikap ilmiah sangat penting dalam

kehidupan bermasyarakat karena dapat membentuk pribadi manusia dalam

melakukan pertimbangan yang rasional pada saat pengambilan suatu keputusan

(36)

Selain itu, para pengajar/guru sains juga telah menyadari bahwa sikap

ilmiah ini merupakan hasil yang sangat penting dari suatu pengajaran sains.

Oleh sebab itu, sikap ilmiah ini perlu dikembangkan dalam diri siswa. pntuk

mengembangkan sikap ilmiah, guru harus selalu mengingat bahwa tanpa

menanyakan pikiran siswa dan tanpa penyelidikan, pembelajaran sains hanya

akan berarti sebagai penerimaan semata dan tidak akan mampu

mengembangkan sikap ilmiah siswa. Siswa harus dibuat untuk praktik dan

melakukan pengamatan sehingga mereka mendapat kesempatan untuk

merasakan dan mengembangkan setiap komponen dari sikap ilmiah (Rao,

2004: 9).

Dibawah ini terdapat tabel yang berisi pendapat dari Gegga, Harlen, dan

AAAS (American Association for Advancement of Science) mengenai aspek dari sikap ilmiah (dalam Anwar, 2009: 107):

Tabel 2.1. Aspek sikap ilmiah menurut Gegga, Harlen dan AAAS

GeggaB(1977)B HarlesB(1996)B AAASB(1993)B

Curiosity (Sikap ingin

tahu) Curiosity tahu) (Sikap ingin Honestyjujur) (Sikap Inveniveness (Sikap

penemuan) Respect for evidence(Sikap respek terhadap data)

Curiosity (Sikap ingin tahu)

Critical thinking (Sikap

berpikir kritis) Critical reflectionrefleksi kritis) (Sikap Open mindedberpikiran terbuka) ( Sikap Persistance (sikap teguh

(37)

Berikut terdapat indikator yang dikembangkan oleh Harlen terhadap

beberapa dimensi atau aspek dari sikap ilmiah (dalam Anwar, 2009: 108):

Tabel 2.2. Dimensi dan indikator sikap ilmiah

Dimensi Indikator

Sikap ingin tahu - Antusias mencari jawaban

- Perhatian terhadap objek yang diamati - Antusias pada proses sains

- Menanyakan setiap langkah kegiatan Sikap respek terhadap

data/fakta -- Obyektif/jujur Tidak memanipulasi data - Tidak purbasangka

- Mengambil keputusan sesuai fakta - Tidak mencampur fakta dengan pendapat Sikap berpikir kritis - Meragukan temuan teman

- Menanyakan setiap perubahan/hal baru - Mengulangi kegiatan yang dilakukan - Tidak mengabaikan data meskipun kecil Sikap penemuan dan

kreativitas -- Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas

- Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta

- Menggunakan alat tidak seperti biasanya - Menyarankan percobaan-percobaan baru - Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan Sikap berpikiran

terbuka dan kerjasama -- Menghargai pendapat/temuan orang lain Mau merubah pendapat jika data kurang - Meneriman saran dari teman

- Tidak merasa selalu benar

- Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif - Berpartisipasi aktif dalam kelompok

Sikap ketekunan - Melanjutkan meneliti sesudah “kebaruannya”

hilang

- Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan

- Melengkapi satu kegiatan meskipun teman kelasnya selesai lebih awal

Sikap peka terhadap

lingkungan sekitar -- Perhatian terhadap peristiwa sekitar Partisipasi pada kegiatan sosial - Menjaga kebersihan lingkungan sekolah

(38)

D. Hukum-hukumBGasBIdealB(Marthen, 2010)B 1. Hukum Boyle

Dikemukakan oleh seorang fisikawan Inggris yang bernama Robert

Boyle. Boyle menyelidiki hubungan antara tekanan (P) dan volume (V)

ketika gas berada dalam suhu (T) tetap. Jika suhu gas pada ruang tertutup

dijaga tetap, maka tekanan gas tersebut berbanding terbalik dengan

volumenya. Hal ini dikenal sebagai hukum Boyle.

Secara umum, hukum Boyle berbentuk:

= ( )

PV = tetap

pntuk gas pada dua keadaan seimbang pada suhu tetap, persamaannya

menjadi:

P1V1 = P2V2

Gambar 2.1. Grafik hubungan P terhadap V

2. Hukum Charles-Gay Lussac

Dipublikasi pertamakali oleh Joseph Gay Lussac (1802), dimana dalam

publikasinya tersebut Boyle mengutip karya dari Jacques Charles (1787)

V1 V2

P1

P2 P

(39)

yang tidak dipublikasikan. Charles menyelidiki hubungan antara volume (V)

dan suhu (T) ketika gas berada dalam tekanan (P) tetap. Jika tekanan suatu

gas pada ruang tertutup dijaga tetap, maka volume gas tersebut sebanding

dengan suhu mutlaknya. Hal ini dikenal sebagai hukum Charles-Gay Lussac

ataupun hukum Charles.

Secara umum, hukum Charles-Gay Lussac berbentuk:

=

=

pntuk gas pada dua keadaan seimbang pada tekanan tetap, persamaannya

menjadi:

=

Gambar 2.2. Grafik hubungan V terhadap T

3. Hukum Gay Lussac

Dikemukakan oleh seorang kimiawan Prancis yang bernama Joseph

Gay Lussac. Gay Lussac menyelidiki hubungan antara tekanan (P) dan suhu

(T) ketika gas berada dalam volume (V) tetap. Jika volume gas pada ruang

T1 T2

V V

V

(40)

tertutup dijaga tetap, maka tekanan gas tersebut sebanding dengan suhunya.

Hal ini dikenal sebagai hukum Gay Lussac.

Secara umum, hukum Gay Lussac berbentuk:

=

=

pntuk gas pada dua keadaan seimbang pada volume tetap, persamaannya

menjadi:

=

Gambar 2.3. Grafik hubungan P terhadap T

4. Hukum Boyle-Gay Lussac

Secara umum, hukum Gay Lussac berbentuk:

=

pntuk gas pada dua keadaan seimbang, persamaannya menjadi:

=

T1 T2

P1 P2 P

(41)

19 BABBIIIB

METODOLOMIBPENELITIANB

A. JenisBPenelitianB

Penelitian ini merupakan penelitian model kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah model riset/penelitian yang menggunakan data berupa skor atau angka, dan menggunakan statistik untuk analisis (Suparno, 2014:119). Pada penelitian model kuantitatif ini, desain yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental ini merupakan salah satu desain riset kuantitatif yang sungguh baik.

B. WaktuBdanBTempatBPenelitianB 1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada 26 Februari – 28 Maret 2016. 2. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. Kedua SMA tersebut menggunakan kurikulum yang berbeda, SMA Negeri 1 Prambanan menggunakan KTSP dan SMA Negeri 2 Klaten menggunakan Kurikulum 2013.

C.PopulasiBdanBSampelBPenelitianB

1. Populasi Penelitian

(42)

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini meliputi 2 kelas dari seluruh kelas XI dari masing-masing sekolah, sehingga dalam penelitian ini digunakan 4 kelas. D. DesainBPenelitianB

Desain penelitian yang digunakan adalah Design Randomined Pretest-Posttest Control Group. Jalannya penelitian dengan desain ini dapat

disimbolkan sebagai berikut (Suparno, 2014:122):

Treatment Group R O X1 O

Control Group R O X2 O

E.Treatment

Pada penelitian ini perlakuan (treatment) yang diberikan kepada siswa dalam kelas eksperimen yakni pembelajaran dengan menggunakan media simulasi PhET dengan metode pembelajaran problem solving untuk topik pembelajaran hukum-hukum gas ideal.

Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas eksperimen sebagai treatment dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:

(43)

2. Siswa dipisahkan berdasarkan kelompok yang sudah ditentukan sebelumnya. Terdapat sebelas kelompok yang masing-masing terdiri dari tiga orang siswa.

3. Setiap kelompok diberikan LKS sebagai panduan dalam menjalankan simulasi PhET yang digunakan.

4. Siswa melakukan kegiatan dengan menggunakan simulasi PhET: Gas Properties untuk mendapatkan penyelesaian dari rumusan masalah

yang diberikan. Dalam kegiatan tersebut siswa diharapkan untuk: a. merumuskan hipotesis berkaitan dengan masalah yang telah

diberikan

b. melakukan pengambilan data ataupun keterangan yang digunakan sebagai landasan untuk meyelesaikan masalah

c. melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan sebelumnya d. membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah didapatkan dan

analisis yang telah dilakukan.

5. Beberapa kelompok menjelaskan hasil yang didapatkan ke depan kelas. 6. Guru memberikan feedback terhadap hasil siswa dan memberikan

klarifikasi.

F.InstrumenBPenelitianB

1. Instrumen Pembelajaran

(44)

a. Rencana Pelaksanakan Pembelajaran

Rencana Pelaksanakan Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan bagi peneliti dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 menyatakan “Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajaran, dan penilaian hasil belajar.”

Menurut Gora dan Sunarto (2010), komponen dari RPP adalah: (1) identitas mata pelajaran, (2) standar kompetensi, (3) kompetensi dasar, (4) indikator pencapaian kompetensi, (5) tujuan pembelajaran, (6) materi ajar (materi pokok), (7) materi/kompetensi prasyarat, (8) alokasi waktu, (9) metode pembelajaran, (10) kegiatan pembelajaran, (11) penilaian, dan (12) sumber belajar.

RPP untuk pembelajaran di kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran (4) dan RPP untuk pembelajaran di kelas eksperimen dapat dilihat pada lampiran (5).

b. Lembar Kerja Siswa

(45)

LKS untuk kegiatan saat coaching dapat dilihat secara lengkap pada lampiran (6) dan LKS untuk kegiatan saat pembelajaran dapat dilihat secara lengkap pada lampiran (7).

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni berupa angket untuk mengetahui sikap ilmiah siswa.

Angket sikap ilmiah ini berisi beberapa pernyataan yang dikembangkan oleh peneliti dan berdasarkan dari indikator yang dibuat oleh Harlen (dalam Anwar, 2009: 108). Angket ini akan diberikan kepada siswa pada awal dan akhir pembelajaran di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Angket yang diberikan di awal pembelajaran bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap ilmiah awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran, sedangkan angket yang diberikan di akhir pembelajaran bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap ilmiah akhir siswa setelah mengikuti pembelajaran.

Dalam pembuatan angket sikap ilmiah ini dibutuhkan kisi-kisi untuk mempermudah dan meyakinkan kelengkapan dari pernyataan pada angket sikap ilmiah. Aspek-aspek dari sikap ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikap ingin tahu, respek terhadap data, berpikir kritis,

berpikiran terbuka, kerjasama, teliti dan skeptis.

(46)

Berikut merupakan kisi-kisi dari angket sikap ilmiah yang digunakan: Tabel 3.1. Kisi-kisi angket sikap ilmiah

No Aspek Indikator No Soal

1 Ingin tahu a. Perhatian pada obyek yang diamati 1 b. Antusias mencari jawaban 2 2 terhadap data Respek a. b. Mengambil keputusan sesuai fakta Obyektif/jujur 7 8

3 Berpikir kritis a. Mengajarkan strategi berpikir 3 4 Berpikiran terbuka a. Menghargai pendapat/temuan orang lain 4

5 Kerjasama a.b. Mampu bekerja bersama teman Berdiskusi dengan teman 10 9

6 Teliti a. Cermat dalam memperhatikan setiap kegiatan 6

7 Skeptis a. Meragu-ragukan suatu pernyataan/teori 5

Berikut merupakan contoh angket sikap ilmiah yang akan diberikan kepada siswa:

Tabel 3.2. Angket sikap ilmiah di awal pembelajaran

No Pernyataan SS S J TP

1 Saya bertanya kepada guru ataupun teman saat pembelajaran fisika.

2 Pembelajaran fisika dapat memfasilitasi saya dalam menemukan penyelesaian dari suatu permasalahan fisika.

3 Pembelajaran fisika mengajarkan saya strategi berpikir dalam menyelesaikan suatu permasalahan fisika.

4 Pembelajaran fisika dapat melatih saya untuk lebih menghargai temuan/pendapat teman. 5 Pembelajaran fisika dapat memfasilitasi saya

untuk mencari kebenaran dari suatu pernyataan/teori.

(47)

Tabel 3.3. Angket sikap ilmiah di akhir pembelajaran

No Pernyataan SS S J TP

1 Selama dua pertemuan ini saya bertanya kepada guru ataupun teman.

2 Pembelajaran fisika selama dua pertemuan ini dapat memfasilitasi saya dalam menemukan penyelesaian dari suatu permasalahan fisika. 3 Pembelajaran fisika selama dua pertemuan ini

mengajarkan saya strategi berpikir dalam menyelesaikan suatu permasalahan fisika. 4 Pembelajaran fisika selama dua pertemuan ini

dapat melatih saya untuk lebih menghargai temuan/pendapat teman.

5 Pembelajaran fisika selama dua pertemuan ini dapat memfasilitasi saya untuk mencari kebenaran dari suatu pernyataan/teori.

Angket sikap ilmiah di akhir pembelajaran secara lengkap dapat dilihat pada lampiran (10).

M. ValiditasB

Angket sikap ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini diuji kevalid-annya dengan menggunakan uji validitas isi. Uji ini dilakukan dengan meminta penilaian dari ahli dalam bidang pendidikan fisika terhadap instrumen yang telah dibuat, serta dengan menggunakan kisi-kisi untuk menunjukkan kelengkapan instrumen.

(48)

H. MetodeBAnalisisBDataB

1. Mengetahui keadaan sikap ilmiah awal dan akhir siswa kelas eksperimen Untuk mengetahui keadaan sikap ilmiah awal dan akhir siswa dilakukan dengan mengelompokkan siswa berdasarkan klasifikasi sikap ilmiahnya. Pengelompokkan siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mentukan skor untuk setiap pernyataan yang terdapat di dalam angket

Adapun penskoran dilakukan sebagai berikut: 1) TP (Tidak Pernah) diberi skor 1 2) J (Jarang) diberi skor 2

3) S (Sering) diberi skor 3

4) SS (Sangat Sering) diberi skor 4

b. Menentukan skor untuk setiap siswa, dengan memberikan skor pada setiap jawaban yang dipilih siswa untuk seluruh pernyataan dalam angket. Kemudian dihitung jumlah skor yang didapatkan oleh siswa tersebut.

c. Mengklasifikasi hasil yang diperoleh siswa

Klasifikasi yang dilakukan yakni berdasarkan 4 kriteria: sangat

baik, baik, tidak baik dan sangat tidak baik. Keempat kriteria tersebut dibedakan oleh interval skor yang diperoleh oleh siswa. Kriteria tersebut dibuat dengan cara berikut:

(49)

Skor maksimal: 4 x 10 = 40 Range: 40 – 10 = 30 2) Menentukan lebar interval

Range dibagi dalam 4 interval, maka lebar interval 30:4 = 7,5, dibulatkan menjadi 8.

3) Membuat tabel klasifikasi sikap ilmiah siswa

Berikut merupakan tabel klasifikasi sikap ilmiah yang dimiliki oleh siswa baik saat awal dan akhir pembelajaran. Tabel 3.4. Tabel klasifikasi sikap ilmiah

Interval Klasifikasi 34 – 41 Sangat baik

26 – 33 Baik

18 – 25 Kurang baik 10 – 17 Tidak baik d. Membuat kelompok siswa berdasarkan sikap ilmiahnya

Pengelompokan dilakukan dengan melihat berapa banyak siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik, baik, kurang baik maupun tidak baik yang dibuat dalam bentuk persentase. Untuk mengetahui persentase tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut:

100% = (%)

100% = (%)

100% = (%)

(50)

Keterangan:

SB: Jumlah siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik B: Jumlah siswa yang memiliki sikap ilmiah baik

KB: Jumlah siswa yang memiliki sikap ilmiah kurang baik TB: Jumlah siswa yang memiliki sikap ilmiah tidak baik X: Jumlah seluruh siswa

Kemudian hasil pengelompokkan siswa dimasukkan ke dalam tabel berikut:

Tabel 3.5. Tabel kelompok siswa

No Klasifikasi Persentase (%) 1 Sangat baik

2 Baik

3 Kurang baik 4 Tidak baik

2. Mengetahui peningkatan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen

Analisis terhadap sikap ilmiah awal dan akhir siswa dilakukan guna mengetahui apakah terdapat peningkatan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran hukum-hukum gas ideal menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving pada kelas eksperimen.

Untuk mengetahui adanya peningkatan sikap ilmiah siswa pada kelas kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan uji-t. Uji statistik yang digunakan adalah T-test untuk dua grup yang dependen. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

(51)

|t | ≥ | | maka signifikan secara statistik, artinya ada peningkatan sikap ilmiah yang signifikan. Sebaliknya, bila nilai |t | ≤ | | maka tidak signifikan secara statistik, artinya tidak ada peningkatan sikap ilmiah yang signifikan.

3. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah awal siswa kelas kontrol dengan eksperimen

Bila sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen mengalami peningkatan saat diberi treatment tersebut, maka perlu dilakukan pengujian kembali untuk mengetahui apakah peningkatan sikap ilmiah tersebut benar-benar akibat dari pemberian treatment atau tidak, maka hasil pengukuran tersebut

perlu dibandingkan dengan kelas kontrol.

Analisis terhadap sikap ilmiah awal siswa antara kelas kontrol dengan eksperimen ini dilakukan guna mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak antara sikap ilmiah awal siswa kedua kelas tersebut sebelum dilakukaan analisis terhadap sikap ilmiah akhirnya.

Untuk mengetahui adanya perbedaan atau tidak antara hasil sikap ilmiah awal siswa pada kelas kontrol dengan eksperimen dilakukan dengan melakukan uji-t. Uji statistik yang digunakan adalah T-test untuk dua grup yang independen. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

(52)

signifikan secara statistik, artinya terdapat perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen di awal pembelajaran. Sebaliknya, bila nilai |t |≤| | maka tidak signifikan secara statistik, artinya tidak ada perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen di awal pembelajaran.

Apabila berdasarkan hasil statistik didapatkan hasil bahwa sikap ilmiah awal antara dua kelompok (kelas) tidak sama atau berbeda, maka untuk analisis lebih lanjut mengenai sikap ilmiahnya dibuat sebuah variabel baru yang disebut sebagai gain score. Gain score ini didapatkan dengan mencari selisih antara skor sikap ilmiah awal dengan skor sikap ilmiah akhir yang diperoleh oleh siswa. kemudian gain score ini dapat diuji dengan menggunakan uji statistik T-test untuk dua grup yang independen.

4. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah akhir siswa kelas kontrol dengan eksperimen

Bila telah diketahui bahwa sikap ilmiah awal siswa pada kedua kelas tersebut sama atau tidak berbeda maka sikap ilmiah akhir siswa kedua kelas dapat langsung dibandingkan guna mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil antara kedua kelas tersebut.

(53)

Untuk menganalisis hasil yang didapatkan dari perhitungan SPSS digunakan tabel Two Tailed untuk mengetahui nilai t-kritikal dengan nilai signifikan 0,05 (Suparno, 2011: 201). Bila nilai |t | ≥ | | maka signifikan secara statistik, artinya terdapat perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen di akhir pembelajaran.

Sebaliknya, bila nilai |t |≤| | maka tidak signifikan secara statistik, artinya tidak ada perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen di akhir pembelajaran.

5. Mengetahui skor tiap aspek sikap ilmiah siswa

Untuk dapat mengetahui bagaimana skor tiap aspek sikap ilmiah siswa, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menghitung skor rata-rata dari seluruh siswa untuk setiap item pernyataan, kemudian dibuat dalam bentuk tabel seperti berikut: Tabel 3.6. Tabel skor tiap item pernyataan

No. Item

(54)

- Sikap ingin tahu: item no. 1 dan 2

- Sikap respek terhadap data: item no. 7 dan 8 - Sikap berpikir kritis: item no. 3

- Sikap berpikir terbuka: item no. 4 - Sikap kerjasama: item no. 9 dan 10 - Sikap teliti: no. item 6

- Sikap skeptis: item no. 5

Kemudian hasil perhitungan tersebut dapat dibuat dalam tabel seperti berikut:

Tabel 3.7 Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah awal dan akhir siswa kelas eksperimen

Ingintahu Respek thd data Berpikir kritis Berpikir terbuka Kerjasama Teliti Skeptis Awal

Akhir

Tabel 3.8. Tabel skor tiap aspek sikap ilmiah kelas kontrol dengan eksperimen

Ingin

Tahu thd Data Respek Berpikir Kritis Berpikir Terbuka Kerjasama Teliti Skeptis Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen

6. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah awal kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten

(55)

Analisis terhadap sikap ilmiah awal siswa pada kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan kelas eksperimen SMA Negeri 2 Klaten dilakukan guna mengetahui bagaimana kemampuan awal siswa berkaitan dengan sikap ilmiah, apakah ada perbedaan yang signifikan atau tidak sehingga dapat ditentukan analisis yang berikutnya.

Untuk mengetahui adanya perbedaan atau tidak antara hasil sikap ilmiah awal siswa pada kelas ekperimen kedua sekolah dilakukan dengan melakukan uji-t. Uji statistik yang digunakan adalah T-test untuk dua grup yang independen. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Untuk menganalisis hasil yang didapatkan dari perhitungan SPSS digunakan tabel Two Tailed untuk mengetahui nilai t-kritikal dengan nilai signifikan 0,05 (Suparno, 2011: 201). Bila nilai |t | ≥ | | maka signifikan secara statistik, artinya terdapat perbedaan antara sikap ilmiah

awal siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA Negeri 2 Klaten. Sebaliknya, bila nilai |t |≤| | maka tidak signifikan secara statistik, artinya tidak ada perbedaan antara sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA Negeri 2 Klaten.

Apabila berdasarkan hasil statistik didapatkan hasil bahwa sikap ilmiah awal antara dua kelompok (kelas) tidak sama atau berbeda, maka untuk analisis lebih lanjut mengenai sikap ilmiahnya dibuat sebuah variabel baru yang disebut sebagai gain score. Gain score ini didapatkan dengan mencari

(56)

diperoleh oleh siswa. kemudian gain score ini dapat diuji dengan menggunakan uji statistik T-test untuk dua grup yang independen.

7. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah akhir kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten

Bila telah diketahui bahwa sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen kedua sekolah tersebut sama atau tidak berbeda maka sikap ilmiah akhir siswa kelas eksperimen kedua sekolah dapat langsung dibandingkan guna mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil antara kedua kelas tersebut.

Untuk mengetahui adanya perbedaan atau tidak antara hasil sikap ilmiah akhir kelas ekperimen kedua sekolah dilakukan dengan melakukan uji-t. Uji statistik yang digunakan adalah T-test untuk dua grup yang independen. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Untuk menganalisis hasil yang didapatkan dari perhitungan SPSS digunakan tabel Two Tailed untuk mengetahui nilai t-kritikal dengan nilai signifikan 0,05 (Suparno, 2011: 201). Bila nilai |t | ≥ | | maka signifikan secara statistik, artinya terdapat perbedaan antara sikap ilmiah akhir siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA

(57)

35 BABBIVB

HASILBPENELITIANBDANBPEMBAHASANB

A.DeskripsiBPenelitianB

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri

2 Klaten pada tanggal 26 Februari – 28 Maret 2016. Subyek penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah siswa pada kelas XI IPA dengan materi

yang diajarkan yakni mengenai hukum-hukum gas ideal. Pada tahun ajaran

2015/2016, kelas XI yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Prambanan sebanyak 4

kelas dan yang dimiliki oleh SMA Negeri 2 Klaten sebanyak 7 kelas.

Di SMA Negeri 1 Prambanan peneliti menggunakan 2 kelas untuk

penelitian, yakni kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol dan kelas XI IPA 4

sebagai kelas eksperimen. Di SMA Negeri 2 Klaten peneliti juga menggunakan

2 kelas untuk penelitian, yakni kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan

kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol.

Pelajaran fisika di SMA Negeri 1 Prambanan berlangsung selama 3 JP

dalam seminggu sesuai KTSP. Sedangkan, pelajaran fisika di SMA Negeri 2

Klaten berlangsung selama 4 JP dalam seminggu sesuai Kurikulum 2013.

Rangkain kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini diantaranya yakni

melakukan persiapan untuk penelitian dan melaksanakan penelitian.

1. Persiapan penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan beberapa

(58)

sekolah dan kelas yang akan digunakan, serta persiapan

perangkat-perangkat yang akan digunakan untuk pelaksanaan penelitian.

Untuk mendapatkan izin melakukan penelitian di SMA Negeri 1

Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten, peneliti terlebih dahulu harus

mendapatkankan surat pengantar untuk melakukan penelitian dari BAPEDA

dengan menyerahkan proposal penelitian (terlampir pada lampiran 1). Surat

pengantar yang didapatkan kemudian diserahkan kepada SMA Negeri 2

Klaten pada tanggal 26 Februari 2016 dan kepada SMA Negeri 1

Prambanan pada tanggal 29 Februari 2016. Untuk kelas yang digunakan di

SMA Negeri 1 Prambanan dipilih sendiri oleh peneliti dengan

menyesuaikan dengan jadwal perkuliahan, kemudian dipilih secara acak

mana yang menjadi kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Sedangkan di

SMA Negeri 2 Klaten pemilihan kelas yang digunakan untuk penelitian

sebagai kelas kontrol maupun kelas eksperimen dilakukan oleh guru

pengampu pelajaran fisika.

Selain mengurus perizinan sekolah dan pemilihan kelas penelitian,

peneliti juga mempersiapkan instrumen untuk pembelajaran dan untuk

pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian ini. Instrumen

pembelajaran yang disiapkan yakni berupa RPP dan LKS, sedangkan untuk

instrumen pengambilan data yang disiapkan yakni berupa angket sikap

(59)

2. Pelaksanaan Penelitian

a. SMA Negeri 1 Prambanan

Tabel 4.1. Jadwal dan kegiatan penelitian di kelas kontrol dan eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan

Kelas Hari,

tanggal Alokasi waktu Kegiatan

Kontrol Senin,

-Pengambilan data sikap ilmiah awal -Melaksanakan pembelajaran dengan

metode ceramah

-Pengambilan data sikap ilmiah akhir Eksperimen Kamis,

-Menginstal program Java dan simulasi PhET pada laptop siswa -Membentuk kelompok siswa

-Pengambilan data sikap ilmiah awal -Melaksanakan pembelajaran dengan

media simulasi PhET dan model

problem solving

-Pengambilan data sikap ilmiah akhir

1) Kelas kontrol (XI IPA 1)

Pelaksanaan penelitian di kelas kontrol SMA Negeri 1 Prambanan

dilakukan selama dua pertemuan.

Pertemuan pertama:

Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 7 Maret

2016, berlangsung sekitar 45 menit. Pertemuan ini bertujuan untuk

(60)

kelas XI IPA 1 mengenai adanya penelitian yang akan dilaksanakan di

kelas tersebut.

Saat perkenalan berlangsung, tidak hanya peneliti yang

memperkenalkan diri. Peneliti juga meminta para siswa untuk

memperkenalkan diri mereka satu persatu secara bergantian. Setelah

kegiatan perkenalan selesai, peneliti kemudian melanjutkan dengan

menjelaskan maksud dan tujuan peneliti yang selama beberapa

pertemuan akan mengisi saat pelajaran fisika berlangsung dalam

rangka melaksanakan penelitian. Peneliti menjelaskan bahwa

penelitian yang dilakukan ini mengharuskan terjadinya proses

pembelajaran di kelas XI IPA 1 yang kemudian akan dijadikan

sebagai kelas kontrol.

Pertemuan kedua:

Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 10 Maret

2016, berlangsung selama 90 menit. Pertemuan ini bertujuan untuk

pengambilan data sekaligus dilaksanakannya pembelajaran dengan

materi hukum-hukum gas ideal.

Sebelum memulai pembelajaran, peneliti melakukan pengambilan

data mengenai sikap ilmiah awal siswa selama 30 menit, dengan

memberitahukan terlebih dahulu bahwa pengisian angket tersebut

didasarkan pada pengalaman siswa selama belajar fisika di kelas XI.

Kemudian peneliti memulai kegiatan pembelajaran dengan

Gambar

Tabel 2.1. Aspek sikap ilmiah menurut Gegga, Harlen dan AAAS
Tabel 2.2. Dimensi dan indikator sikap ilmiah
Gambar 2.1. Grafik hubungan P terhadap V
Gambar 2.2. Grafik hubungan V terhadap T
+7

Referensi

Dokumen terkait

Equilibrium data of ampicillin adsorption onto organo- bentonite and the The parameter KF0 in Freundlich and q0 in Langmuir, Sips, and model fit (inset is the linear form of

Pembudidayaan tanaman semangka terbilang cukup mudah, bagi seorang petani sama halnya dengan budidaya tanaman buah yang lain.Hal yang perlu diperhatikan dalam

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kekuatan dan petunjukNya sehingga Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kantor Kesatuan

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang

Gizela Ovdelita Yunika. Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada konsep geometri bangun datar dalam

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data dengan melakukan perbandingan terhadap hasil analisis rasio keuangan likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan

Ada empat level dalam satu one pager , yaitu level 1 yang merupakan skenario business as usual ; level 2 merupakan skenario dengan rencana proyek maupun kebijakan

- 6 perkembangan bahasa,dan begitupula terhadap pengaruh kesuburan tanaman Namun, musik modern tertentu yang memekakkan telinga ternyata tidak membawa efek apapun,