• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Data

3. Kedua Sekolah

a. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah awal kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten

Data sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dibandingkan dengan SMA Negeri 2 Klaten guna mengetahui apakah terdapat perbedaan atau tidak antara keduanya. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan pengujian dengan Independent Samples T- Test menggunakan program SPSS. Berikut merupakan hasil perhitungan program SPSS:

Group Statistics

Kelas eksperimen N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Sikap ilmiah

awal SMA Negeri 1 Prambanan SMA Negeri 2 Klaten 33 33 26.6364 30.5152 4.57451 2.29294 .79632 .39915

Pada group statistic diketahui bahwa pada kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan terdapat sebanyak 33 siswa dengan skor rata-rata sikap ilmiah awal sebesar 26,63. Pada kelas eksperimen SMA Negeri 2 Klaten terdapat sebanyak 33 siswa dengan skor rata-rata sikap ilmiah awal sebasar 30,51.

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Mean Difference Lower Std. Error Upper Sikap ilmiah awal Equal variances assumed 13.871 .000 -4.354 64 .000 -3.87879 .89076 -5.65828 -2.09930 Equal variances not assumed -4.354 47.125 .000 -3.87879 .89076 -5.67063 -2.08694

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh |t | = |−4,35|, sedangkan dari tabel two-tailed dengan nilai signifikan 0,05 dan df sebesar 64 diketahui memiliki tcrit sebesar 2,00. Oleh sebab itu, dapat

diketahui bahwa tobs > tcrit maka signifikan secara statistik, artinya

terdapat perbedaan antara sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen SMA Negri 1 Pramabanan dengan SMA Negeri 2 Klaten.

b. Mengetahui perbedaan sikap ilmiah siswa

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan mengenai sikap ilmiah awal antara siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA Negeri 2 Klaten, dapat diketahui bahwa siswa kelas eksperimen pada kedua sekolah memiliki kemampuan awal dalam bersikap ilmiah yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk mengetahui adanya perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas eksperimen kedua sekolah tidak dapat dilakukan dengan langsung membandingkan sikap ilmiah akhirnya melainkan dengan membandingkan gain score, yang kemudian

akan diuji menggunakan Independent Samples T-Test dengan program SPSS. Berikut merupakan hasil perhitungan program SPSS:

Group Statistics

Kelas Eksperimen N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Gain Score SMA Negeri 1 Prambanan 33 1.9394 4.67667 .81410

SMA Negeri 2 Klaten 33 1.3636 2.60790 .45398

Pada group statistic diketahui bahwa pada kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan terdapat sebanyak 33 siswa dengan rata-rata gain score sebesar 1,93. Pada kelas eksperimen SMA Negeri 2 Klaten terdapat sebanyak 33 siswa dengan rata-rata gain score sebasar 1,36.

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Mean Difference Lower Std. Error Upper Gain

Score Equal variances assumed 5.171 .026 .618 64 .539 .57576 .93213 -1.28638 2.43789 Equal variances not assumed .618 50.147 .540 .57576 .93213 -1.29634 2.44785

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh t = 0,61, sedangkan dari tabel two-tailed dengan nilai signifikan 0,05 dan df sebesar 64 diketahui memiliki tcrit sebesar 2,00. Oleh sebab itu, dapat diketahui

bahwa tobs < tcrit maka tidak signifikan secara statistik, artinya tidak ada

perbedaan antara sikap ilmiah siswa kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA Negeri 2 Klaten.

D.PembahasanB

Pembelajaran tentang hukum-hukum gas ideal menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dilaksanakan di kelas eksperimen pada dua sekolah, yakni SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui apakah pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa, serta untuk mengetahui apakah dapat diterapkan pada sekolah dengan kondisi yang menerapkan kurikulum berbeda yakni KTSP maupun Kurikulum 2013.

Berdasarkan uji menggunakan Paired Samples T-Test terhadap sikap ilmiah awal dan akhir siswa kelas eksperimen, didapatkan hasil pada kedua sekolah bahwa |t | > | | yakni |−2,38| > |2,04| pada SMA Negeri 1 Prambanan dan |−3,00| > |2,04| pada SMA Negeri 2 Klaten. Hal tersebut berarti terdapat peningkatan sikap ilmiah pada siswa di kelas eksperimen kedua sekolah, dimana awalnya pada SMA Negeri 1 Prambanan terdapat 6,06% siswa kemudian menjadi 15,15% siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik, dengan sikap respek terhadap data, berpikir kritis, kerjasama, dan skeptis yang telah berkembang bila dibandingkan dengan keadaan awalnya. Sedangkan, pada SMA Negeri 2 Klaten terdapat 12,12% siswa kemudian menjadi 33,33% siswa yang memiliki sikap ilmiah sangat baik, dengan sikap respek terhadap data, berpikir kritis, berpikir terbuka, kerjasama, teliti dan skeptis yang telah berkembang bila dibandingkan dengan keadaan awalnya.

Namun, untuk lebih meyakinkan apakah peningkatan tersebut benar-benar terjadi dikarenakan adanya penggunaan simulasi PhET dengan metode problem solving, maka hasil tersebut perlu dibandingkan dengan kelas pembanding yakni kelas kontrol.

Pada SMA Negeri 1 Prambanan, berdasarkan uji menggunakan

Independent Samples T-Test terhadap skor sikap ilmiah awal kelas eksperimen dengan kelas kontrolnya didapatkan bahwa tobs < tcrit yakni 0,384< 2,00. Hal

tersebut berarti tidak ada perbedaan antara sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol, sehingga skor sikap ilmiah akhir antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat langsung dibandingkan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara keduanya. Berdasarkan uji menggunakan Independent Samples T-Test terhadap skor sikap ilmiah akhir kelas eksperimen dengan kelas kontrol didapatkan bahwa tobs < tcrit yakni 0,245

< 2,00. Hal tersebut berarti tidak ada perbedaan antara sikap ilmiah akhir siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen atau dengan kata lain pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving ini belum optimal dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen tersebut.

Pada SMA Negeri 2 Klaten, berdasarkan uji menggunakan Independent Samples T-Test terhadap skor sikap ilmiah awal kelas eksperimen dengan kelas kontrolnya didapatkan bahwa tobs > tcrit yakni 8,57> 2,00. Hal tersebut berarti

terdapat perbedaan antara sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrolnya, ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat kemampuan antar kelas di SMA Negeri 2 Klaten dan kelas yang memiliki

kemampuan lebih tinggi dipilihkan sebagai kelas eksperimen oleh guru pengampu pelajaran fisika. Oleh sebab itu, dalam hal ini meski hasil skor rata- rata sikap ilmiah akhir kelas eksperimen (31,87) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (28,83) tetapi hal tersebut belum sepenuhnya dapat disimpulkan sebagai akibat pemberian treatment dalam kelas eksperimen. Berdasarkan pengujian gain score didapatkan bahwa peningkatan sikap ilmiah di kelas kontrol ternyata lebih baik dari kelas eksperimen, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving ini belum optimal dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen tersebut.

Tidak terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap sikap ilmiah siswa tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti keterbatasan waktu, kurang baiknya pemahaman siswa tentang PhET, pendampingan yang kurang menyeluruh, pembagian kelompok yang kurang baik, gaya belajar siswa yang berbeda, dan penggunaan sumber belajar yang kurang dioptimalkan. (a) Keterbatasan waktu saat pembelajaran untuk penelitian, yang disebabkan karena adanya pengambilan instrumen awal dan akhir pembelajaran yang menghabiskan kurang lebih 1 JP. Hal ini menyebabkan proses belajar siswa tidak berlangsung maksimal untuk mengembangkan sikap ilmiahnya karena saat pembelajaran hampir selesai siswa menjadi terburu-buru dalam menyelesaikan kegiatannya. (b) Sedikitnya pertemuan dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving

hanya dilaksanakan selama dua kali pertemuan saja (saat coaching dan penelitian) dalam waktu kurang lebih 180 menit (2x2 JP). Sedangkan menurut Ambarjaya (2012) dan Harlen (dalam Sayekti, 2012: 147), cukup sulit bagi siswa dalam mengubah kebiasaan belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru (pembelajaran tradisional) menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan, sehingga hasilnya tidak dapat langsung diamati dalam jangka waktu yang relatif singkat. (c) masih kurangnya pemahaman siswa mengenai penggunaan simulasi PhET meski sebelumnya telah diadakan satu kali coaching, hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan siswa mengenai penggunaan simulasi tersebut saat penelitian berlangsung sehingga dapat mempengaruhi ketertarikan siswa untuk lebih mencari tahu. (d) keterbatasan guru/peneliti dalam memfasilitasi siswa saat berkegiatan dengan simulasi, dimana guru/peneliti tidak dapat membimbing satu per satu kelompok siswa sehingga hal ini menyebabkan beberapa siswa yang mengalami permasalahan tetapi kurang aktif bertanya menjadi kesulitan dalam menentukan tindakannya. Hal ini terlihat dari hasil LKS siswa, dimana terdapat kelompok yang kurang tepat dalam membuat hipotesis maupun dalam menganalisis. (e) kurang baiknya pembagian kelompok siswa yang hanya dilakukan secara acak dan tidak memperhatikan ketersebaran siswa berdasarkan kemampuan kognitif maupun afektifnya disetiap kelompok, sehingga hal ini menyebabkan adanya kelompok-kelompok yang tidak berjalan dengan efektif dalam bekerjasama selama berkegiatan. (f) adanya perbedaan gaya belajar antar siswa yang juga dapat mempengaruhi. Menurut Corte (dalam

Winkel, 2004: 313) terdapat siswa yang memang cocok dan tertarik dengan metode pembelajaran yang mengharuskan siswa lebih aktif dalam pemecahan masalah, namun sebaliknya ada pula siswa yang merasa belum berani berinisiatif sendiri dan cepat kehilangan semangat untuk menjalankan pembelajaran tersebut. (g) kurang dimaksimalkannya pengunaan buku panduan sebagai referensi bagi siswa selama melaksanakan kegiatan, dimana siswa hanya berpedoman pada LKS yang diberikan guru/peneliti. Sementara menurut Ambarjaya (2012: 109) dalam pembelajaran problem solving memerlukan berbagai sumber belajar.

Selain melakukan analisis terhadap sikap ilmiah secara keseluruhan, peneliti juga melakukan analisis terhadap masing-masing aspek sikap ilmiah untuk mengetahui sejauhmana pengembangan sikap ilmiah yang terjadi baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa pada kedua sekolah terdapat hasil yang lebih baik di kelas eksperimen dibanding kelas kontrol untuk beberapa aspek sikap ilmiah. Pada SMA Negeri 1 Prambanan, terdapat tiga aspek sikap ilmiah yang memiliki skor lebih tinggi di kelas eksperimen dibanding kelas kontrol terutama dalam sikap respek terhadap data, hal ini dapat disebabkan karena dengan adanya simulasi PhET tersebut dapat menjadi sarana bagi siswa dalam menemukan data-data atau fakta yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam membuat keputusan. Sedangkan pada SMA Negeri 2 Klaten, sikap kerjasama siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Di kelas eksperimen SMA Negeri 2 Klaten ini kerjasama antar siswa baik laki-laki

maupun perempuan telah terjalin dengan baik, dimana setiap siswa dalam kelompok saling membantu dan berdiskusi dalam kelompoknya.

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat juga hal- hal positif yang terjadi dalam pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving tersebut terutama dalam mengembangkan sikap respek terhadap data dan kerjasama siswa. Selain itu, berdasarkan pengamatan saat pembelajaran berlangsung, secara keseluruhan teramati bahwa terdapat aktivitas belajar yang lebih aktif di kelas eksperimen (kedua sekolah) tersebut dibandingkan dengan kelas kontrolnya. Pada kelas eksperimen kedua sekolah tersebut terjalin interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk membahas materi ataupun mengenai kegiatan menggunakan simulasi PhET tersebut, meski proses diskusi tersebut belum terjalin baik antara siswa perempuan dengan laki-laki yang berada dalam satu kelompok di SMA Negeri 1 Prambanan. Dalam kelas eksperimen tersebut juga terjadi interaksi-interaksi antara siswa dengan guru/peneliti selama kegiatan berkelompok selama guru/peneliti melakukan pendampingan kepada siswa. Hal-hal positif yang terjadi di kelas eksperimen tersebut tentunya sesuai dengan tujuan dari penerapan simulasi PhET yang menekankan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas belajar itu sendiri (Perkins dkk, 2006: 18).

Kemudian untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving pada kedua sekolah, dilakukan pengujian terlebih dahulu. Berdasarkan uji menggunakan

Independent Samples T-Test terhadap skor sikap ilmiah awal kelas eksperimen SMA Negeri 1 Prambanan dengan SMA Negeri 2 Klaten didapatkan bahwa terdapat perbedaan antara sikap ilmiah awal siswa kelas eksperimen kedua sekolah. Oleh sebab itu, meskipun skor rata-rata sikap ilmiah akhir yang dimiliki siswa kelas eksperimen SMA Negeri 2 Klaten (31,87) lebih tinggi dibanding SMA Negeri 1 Prambanan (28,57) tetapi hal tersebut belum sepenuhnya dapat dikatakan bahwa treatment tersebut dapat lebih baik diterapkan di SMA Negeri 2 Klaten untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa. Berdasarkan pengujian gain score didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan sikap ilmiah pada kedua sekolah, sehingga diketahui bahwa pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving

dapat diterapkan di kedua sekolah dengan kondisi kurikulum yang berbeda tersebut yakni KTSP dan Kurikulum 2013 dalam mengembangkan sikap ilmiah siswa.

E.KeterbatasanBPenelitianB

Keterbatasan yang dialami dalam melaksanakan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran untuk penelitian hanya dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan saja. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah akibat adanya ujian-ujian.

2. Angket sikap ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini hanya terdiri dari 10 item pernyataan sehingga kurang dapat menggali sikap ilmiah yang dimiliki oleh siswa secara lebih mendalam.

76 BABBVB PENUVUPB A.KesimpulanBB

Berdeserken penelitien yeng teleh dilekuken meke depet disimpulken sebegei berikut:

1. Pede SMA Negeri 1 Prembenen terdepet sebenyek 6,06% siswe dengen sikep ilmieh senget beik di ewel pembelejeren mengguneken simulesi PhET dengen metode problem solving, kemudien meningket menjedi 15,15% siswe yeng memiliki sikep ilmieh senget beik di ekhir pembelejeren tersebut.

Pede SMA Negeri 2 Kleten terdepet sebenyek 12,12% siswe dengen sikep ilmieh senget beik di ewel pembelejeren mengguneken simulesi PhET dengen metode problem solving, kemudien meningket menjedi 33,33% siswe yeng memiliki sikep ilmieh senget beik di ekhir pembelejeren tersebut.

2. Pembelejeren mengguneken simulesi PhET dengen metode problem solving delem penelitien ini belum optimel delem meningketken sikep ilmieh siswe, bile dibendingken dengen keles kontrolnye tidek didepetken perbedeen yeng signifiken, beik di SMA Negeri 1 Prembenen meupun di SMA Negeri 2 Kleten.

3. Pembelejeren mengguneken simulesi PhET dengen metode problem solving depet diterepken pede sekoleh yeng mengguneken KTSP meupun Kurikulum 2013 delem mengembengken sikep ilmieh.

B.SaranB

Berdeserken penelitien yeng teleh dilekseneken, terdepet beberepe hel yeng depet diserenken eger penelitien yeng serupe depet berjelen dengen lebih beik:

1. Sebeiknye pembelejeren dilekseneken peling tidek seleme 3 keli pertemuen eger bener-bener depet mengembengken sikep ilmieh siswe. 2. Delem kegieten mengguneken simulesi PhET guru herus berperen ektif

delem membimbing den memfesilitesi siswe eger tidek terjedi

miskonsepsi ketike siswe seleh delem menjelenken simulesi.

3. Sebeiknye pembegien kelompok siswe dilekuken dengen memperhetiken seberen siswe secere kognitif meupun efektifnye, bile ingin mengguneken kelompok siswe seet melekuken kegieten dengen simulesi PhET.

4. Sebeiknye delem pembelejeren mengguneken simulesi PhET dengen metode problem solving ini siswe diberiken beberepe sumber belejer sebegei referensi untuk menemuken kemungkinen penyeleseien meseleh den sebegei behen untuk berdiskusi.

5. Sebeiknye jumleh pernyeteen delem instrumen sikep ilmieh yeng diguneken lebih diperbenyek, sehingge depet menggeli sikep ilmieh siswe dengen lebih beik.

6. Delem penerepennye simulesi PhET depet dikombinesi dengen berbegei metode lein sebegei veriesi.

78

DAFTAR PUSTAKA

Ambarjaya, B. S. 2012. Psikologi Penoioikan oan Pengajaran Teori oan Praktik. Yogyakarta: CAPS.

Anwar, H. 2009. Penilaian Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Pelangi Ilmu. Vol. 2: 103-114.

BSNP. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. somnoatankemoikbuongonio/snp/ookumen/Permenoiknas No 24 Tahun 2006npofn Diunduh pada tanggal 28 September 2015.

Gora, W. & Sunarto. 2010. PAKEMATIK Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIKn Jakarta: Elex Media Komputindo.

Harso, A. dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Heuristik Vee terhadap Pemahaman Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Langke Rembong Tahun Pelajaran 2013/2014. e-Journal Program Pasca Sarjana Universitas Penoioikan Ganesha. Vol. 4 (1).

Jacobsen, D. A. dkk. 2009n Methoos For Teaching Metooe-metooe Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMAn Yogyakarta: Pustaka Pelajarn

Marthen, K. 2010. Physics 2B: for Senior High School Grade XI 2nd Semester. Jakarta: Erlangga.

Kemenag. 2005n Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. kemenagngonio/file/ookumen/ PP1905npofn Diunduh pada tanggal 7 November 2015.

Mulyasa, E. 2005. Menjaoi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif oan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nugrahanta, G.A. 2009. Problem Solving Method untuk Meningkatkan Soft Skill Mahasiswa PGSD dalam Perkuliahan Landasan Pendidikan SD. Wioya Dharma Jurnal Kepenoioikan. Vol. 19: 229-251.

Perkins, K. dkk. 2006. PhET: Interactive Simulations for Teaching and Learning Physics. The Physics Teacher. Vol. 44: 18-23.

Rao, D. B. 2004. Scientific Attituoe Scientific Aptituoe Ano Achievement. New Delhi: Discovery Publishing House.

Sayekti, I.C. dkk. 2012. Pembelajaran IPA Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Inkuiri. Vol.1:142-153. Suparno, P. 2011. Pengantar Statistik untuk Penoioikan oan Psikologi (Buku

Mahasiswa). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suparno, P. 2013. Metooologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suparno, P. 2014. Metooe Penelitian Penoioikan IPA. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suyanto & Djihad, A. 2013. Bagaimana Menjaoi Calon Guru oan Guru Profesional. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Wiemen, C. E dkk. 2010. Teaching Physics Using PhET Simulations. The Physics Teacher. Vol. 48: 225-227.

80

Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 1 Prambanan

Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 1 Prambanan

Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 2 Klaten

Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 2 Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA Negeri 2

Lampiran 4: RPP (Rancangan Pelakdanaan Pembelajaran) Kelad Kontrol

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : Kelas XI/ Semester 2

Materi Pembelajaran : Hukum-hukum tentang Gas Ideal Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A.Standar Kompetensi : 3. Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor B.Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis pesamaan umum keadaan gas

ideal C.Indikator

1. Menjelaskan hukum Boyle 2. Menjelaskan hukum Gay Lussac 3. Menjelaskan hukum Boyle-Gay Lussac

4. Menentukan hubungan variabel pada hukum Boyle, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle-Gay Lussac

D.Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menjelaskan hukum Boyle 2. Siswa dapat menjelaskan hukum Gay Lussac 3. Siswa dapat menjelaskan hukum Boyle-Gay Lussac

4. Siswa dapat menentukan hubungan variabel pada hukum Boyle, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle-Gay Lussac

E.Materi Pembelajaran

Hukum-hukum tentang gas ideal: hukum Boyle, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle-Gay Lussac

F. Metode Pembelajaran 1. Ceramah

2. Tanya Jawab

3. Membaca buku teks dan laman internet G.Alat, Bahan, dan Media

1. Alat dan bahan: white board, black board, spidol dan kapur 2. Media: buku dan internet

H.Sumber Belajar

1. Buku pegangan peserta didik (Fisika SMA/MA Kelas XI)

2. Sumber lain yang relevan (misalnya internet, CD/DVD pembelajaran) I. Langkah Pembelajaran

Rincian Kegiatan Waktu

 Kegiatan Pendahuluan

 Guru mendata kehadiran siswa

 Apersepsi (menyampaikan kepentingan)

 Menyampaikan tujuan pembelajaran

 Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok

15 menit

 Kegiatan Inti

 Siswa bersama guru merumuskan persamaan hukum Boyle dan hukum Gay Lussac

 Siswa mengerjakan latihan soal

60 menit

 KegiatanPenutup

 Guru dan peserta didik menyimpulkan tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut

 Guru memberikan evaluasi belajar

15 menit J. Latihan Soal

 Soal

1. Suatu ruangan tertutup mengandung gas dengan volume 1,5 liter dan suhu tetap. Jika tekanan ruangan tersebut adalah 2 atm, hitunglah tekanan gas pada ruangan yang volumenya 3 liter?

2. Sejumlah gas ideal pada mulanya mempunyai volume V dan suhu T. Jika gas tersebut mengalami proses isobarik sehingga suhunya menjadi 2 kali suhu semula maka volume gas berubah menjadi?

3. Gas ideal berada dalam ruang tertutup dengan volume V, tekanan P dan suhu T. Apabila volumenya mengalami perubahan menjadi 1/2 kali semula dan suhunya dinaikkan menjadi 4 kali semula, maka tekanan gas yang berada dalam sistem tersebut menjadi?

 Penyelesaian 1. Diketahui: V1 : 1,5 liter P1 : 2 atm V2 : 3 liter Ditanyakan: P2 …? Jawab: V1.P1 = V2.P2 1,5.2 = 3.P2 3 = 3P2 P2 = 3/3 = 1 atm 2. Diketahui: V1 : V T1 : T T2 : 2T Ditanyakan: V2 …? Jawab:

=

=

V2 = 2V 3. Diketahui: V1 : V P1 : P T1 : T V2 : 1/2V T2 : 4T Ditanyakan: P2 …? Jawab:

=

=

( )

4P = ½ P2

Lampiran 5: RPP (Rancangan Pelakdanaan Pembelajaran) Kelad Ekdperimen

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA

Mata Pelajaran : Fisika

Kelas/Semester : Kelas XI IPA4/ Semester 2 Materi Pembelajaran : Hukum-hukum tentang Gas Ideal Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A.Standar Kompetensi : 3. Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor B.Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis pesamaan umum keadaan gas

ideal C.Indikator

1. Kognitif a. Produk

1) Menjelaskan hukum Boyle 2) Menjelaskan hukum Gay Lussac 3) Menjelaskan hukum Boyle-Gay Lussac

4) Menentukan hubungan variabel pada hukum Boyle, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle-Gay Lussac

b. Proses

Merencanakan dan melaksanakan eksperimen untuk membuktikan hukum Boyle dan hukum Gay Lusssac dengan menggunakan simulasi PhET

a) Merumuskan masalah b) Merumuskan hipotesis

c) Mengidentifikasi variabel kontrol d) Mengidentifikasi variabel manipulasi e) Mengidentifikasi variabel respon

f) Melaksanakan eksperimen

g) Membuat tabel pengamatan dan membuat grafik h) Melakukan analisis data

i) Merumuskan kesimpulan D.Tujuan Pembelajaran

1. Kognitif a. Produk

5. Siswa dapat menjelaskan hukum Boyle 6. Siswa dapat menjelaskan hukum Gay Lussac 7. Siswa dapat menjelaskan hukum Boyle-Gay Lussac

8. Siswa dapat menentukan hubungan variabel pada hukum Boyle, hukum Gay Lussac dan hukum Boyle-Gay Lussac

b. Proses

1) Siswa dapat melakukan eksperimen dengan menggunakan simulasi PhET untuk menyelidiki hubungan antara suhu, tekanan, dan volume

Dokumen terkait