• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah

(Adi Nugroho1), Wahyudi2), Suntoyo3))

1Mahasiswa Teknik Kelautan,2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK – ITS

Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institute Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo – Surabaya 60111

E-mail : [email protected]

Abstrak

Penggunaan pipa bawah laut sebagai alat pendistribusi fluida semakin berkembang pesat dan menjadi alternatif transportasi migas dalam dunia eksplorasi lepas pantai. Scouring pada dasar laut dilokasi pipa diinstal tentu dapat mempengaruhi kestabilan pipa. Oleh sebab itu analisa untuk mengetahui kedalaman scouring maksimum perlu dilakukan. Tugas akhir ini membahas mengenai estimasi perhitungan scouring dasar laut dengan melihat pengaruh variasi tipe tanah pada lokasi yang ditinjau yaitu instalasi pipa jalur Poleng-Gresik milik Kodeco Energy Co. Ltd. Jalur tersebut dibagi menjadi 5 zona berdasarkan tipe tanah dengan diameter butiran berbeda pada tiap zona. Dari 5 zona dengan kondisi butiran tanah yang berbeda tersebut akan dibandingkan kondisi tanah manakah yang lebih mudah tergerus dan terjadi scouring paling dalam.

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia perminyakan lepas pantai dewasa ini semakin maju dengan digunakannya pipa bawah laut sebagai alternatif transportasi fluida (crude oil maupun gas) hasil eksplorasi ladang minyak lepas pantai.

Penggunaan pipa bawah laut ini dijadikan alternatif infrastruktur transportasi jarak jauh untuk minyak dan gas yang efisien untuk pemindahan produksi minyak dan gas baik yang berasal dari eksplorasi di darat, daerah dekat pantai maupun dari laut dalam dengan metode yang efektif dan efisien selain pengangkutan dengan menggunakan kapal tanker.

Pipa yang telah diinstal pada saat beroperasi akan memuai akibat meningkatnya suhu. Pemuaian tesebut dapat menyebabkan bentangan bebas pada pipa (free span), yang dapat mengakibatkan defleksi pada pipa.

Free span dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya akibat kondisi batimetri yang tidak rata, akibat proses penggerusan dasar laut (scouring), dan juga akibat crossing dengan pipa lainnya yang telah ada pada daerah eksplorasi migas tersebut.

Daerah studi pada tugas akhir ini adalah perairan di Selat Madura, yang merupakan proyek Gas Exphansion Phase II dari Kodeco Energy Co. Ltd, menghubungkan PP Platform di perairan Madura menuju Gresik Onshore Receiving Facility (ORF). Tugas Akhir ini menganalisa scouring yang terjadi pada dasar laut di bawah pipa Kodeco Energy Co. Ltd dengan

menggunakan variasi data tanah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap scouring itu sendiri.

I.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah :

1. Berapa kedalaman scouring yang terjadi?

2. Bagaimana pengaruh scouring terhadap variasi sifat tanah?

3. Terletak dimana lokasi titik-titik (kilometer point) terjadinya scouring?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui kedalaman scouring yang terjadi.

2. Mengetahui pengaruh variasi sifat tanah terhadap terjadinya scouring.

3. Mengetahui dimana lokasi titik-titik (kilometer point) terjadinya scouring.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh melalui pengerjaan tugas akhir ini adalah didapatkan langkah perhitungan scouring pada pipa bawah laut sehingga dapat diketahui titik-titik lokasi terjadinya scouring yang nantinya dapat digunakan untuk melakukan inspeksi pada dasar laut tempat pipa diletakkan.

(2)

2 II. Dasar Teori

2.1 Landasan Teori

Scouring pada permukaan dasar laut dapat mengakibatkan frees pan pada pipa bawah laut. Free span dapat terjadi ketika kontak antara pipa dengan seabed hilang dan memiliki jarak pada permukaan seabed (Boyun Guo, 2005). Free span pada pipa dapat terjadi karena (DnV, 2002) :

Permukaan seabed yang tidak merata.

Perubahan kontur dasar laut akibat scouring.

Support buatan.

Perhitungan kedalaman scouring yang terjadi pada daerah dimana pipa diletakkan selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan analisa freespan. Analisa freespan akan menghasilkan berapa panjang freespan yang diijinkan agar tegangan yang terjadi pada freespan tidak melebihi tegangan yield material pipa. Aliran dari gelombang dan arus yang timbul di sekitar pipa, timbul pusaran yang menghasilkan distribusi tekanan. Pusaran ini menghasilkan osilasi/getaran pada pipa. Jika frekuensi dari pusaran ini mendekati frekuensi natural pipa, maka terjadi resonansi, dan inilah yang menyebabkan kelelahan pada pipa.

2.2 Scouring

Scouring adalah pergerakan dari tanah dasar laut yang disebabkan arus dan gelombang dimana prosesnya sama dengan erosi (Kinsman, 1965). Scouring merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air laut. Peristiwa ini terjadi pada material lumpur atau endapan, namun dapat juga terjadi pada batu dan karang dengan kondisi tertentu.

Scouring akan menyebabkan penurunan kapasitas tahanan pondasi yaitu tahanan pasif tanah terhadap gaya lateral dan momen. Gerusan yang terjadi dapat digolongkan sebagai berikut :

Gerusan Umum

Gerusan yang tejadi akibat proses alami.

Gerusan Akibat Penyempitan Alur (Contraction Scouring)

Gerusan yang terjadi akibat adanya penyempitan arus.

Gerusan Lokal

Gerusan ini pada umumnya terjadi akibat adanya bangunan air.

Ada 2 macam gerusan lokal, yaitu : - Clear Water Scouring

Clear Water Scouring terjadi pada kondisi dimana tidak ada material atau sedimen yang ikut terangkut (transport sedimen) oleh aliran air. Pada kondisi Clear Water Scouring nilai θ<θcri, dimana θ untuk shield parameter.

- Live Bed Scouring

Live Bed Scouring terjadi pada kondisi dimana material atau sedimen yang berada di seabed ikut terangkut oleh aliran air. Pada kondisi ini nilai θ>θcri,.

2.3 Estimasi Perhitungan Kedalaman Scouring Pada Chiew (1997) terdapat beberapa penelitian untuk memprediksi kedalaman scouring menghasilkan formulasi:

a. Technical University of Norway b. Delf University of Technology c. Nanyang Technologi University A. Technical University of Norway

Pada percobaan ini Kjeldsen et. Al. (1973) menjelaskan persamaan yang menunjukkan hubungan empiris antara kedalaman scouring, ds, diameter pipa, D, dan kecepatan arus, v, seperti berikut ini:

(2.1)

dengan,

ds : Kedalaman scouring (m)

Vet : Kecepatan arus efektif pada pipa (m/s)

D : Diameter pipa (m)

g : Percepatan gravitasi (m/s2) Persamaan diatas digunakan untuk menghitung nilai kedalaman scouring pada kondisi arus steady.

B. Delf University of Technology

Dengan masih berdasarkan pada formulasi dari Kjeldsen et. Al. (1973) dalam Chiew (1997) yang telah dijelaskan diatas maka tim ilmuwan Belanda menemukan formula yaitu:

(2.2)

dengan,

ds :Kedalaman scouring (m)

D :Diameter pipa (m)

Vet :Kecepatan arus efektif pada pipa (m)

d50 :Ukuran butiran tanah (mm)

g :Percepatan gravitasi (m/s2) Ukuran partikel tanah yang digunakan yaitu d50 yaitu ukuran diameter butiran partikel tanah atau diameter yang bersesuaian dengan 50% dari berat total yang lolos dari ayakan yang ditentukan dari kurva distribusi ukuran butiran, d50sering digunakan untuk menghitung daya dukung dan stabilitas sedimen, karena d50adalah

(3)

nilai tengah dari seluruh ukuran butiran tanah, sehingga dianggap lebih mendekati dengan karakteristik tanah sebenarnya.

Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah kedalaman scouring pada undirectional current selalu lebih besar daripada yang dibawah pengaruh gelombang murni atau efek kombinasi dari gelombang dan arus pada tegangan geser dasar laut yang sama.

C. Nanyang Technologi University

Formulasi perhitungan kedalaman scouring dengan Nanyang Technologi University ini didasarkan pada kondisi:

1. Clear-water condition, yaitu kondisi dimana tidak terdapat transportasi sedimen upstream lokasi terbentuknya scouring. Undisturbed shear stress pada dasar laut dengan critical shear stress untuk entrainment sediment.

2. Scouring terjadi dalam kondisi undirectional current akan memberikan shear stress.

Ketika lubang scouring ada antara pipa dan dasar laut, aliran yang datang terpisah menjadi dua bagian.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chiew (1991) dan Summer and Fredsoe (1992) untuk aliran di gap pada aliran shallow open chennel, menemukan bahwa jumlah aliran di gap tergantung pada kedalaman undisturbed flow (Yo), diameter pipa (D), dan kedalaman scouring (ds).

Metode ini dalam perhitungan untuk memprediksi kedalaman scouring dengan terlebih dahulu membandingkan harga Yo/D yang digunakan mencari untuk harga kecepatan total aliran di gap (q’) dengan menggunakan grafik, seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Grafik q’ terhadap Yo/D (Chiew, 1997) q’ merupakan rasio antara qbot dan qo, sedang nilai qo dapat dihitung dengan persamaan :

qo : Yo. Vet (2.3)

dengan,

qo :Debit aliran sepanjang Yo persatuan panjang ke arah panjang pipa (m2/s)

Vet : Kecepatan arus efektif yang bekerja pada

pipa (m/s)

Gambar 2.2 Variabel-variabel di daerah scouring Harga kecepatan rata-rata aliran di bawah pipa dapat ditentukan dengan mengasumsikan lebih dulu harga kedalaman scouring, sehingga kecepatan rata-rata di bawah pipa dihitung, seperti dinyatakan dalam persamaan dibawah ini:

Kecepatan rata-rata dibawah pipa:

(2.4) dengan,

qbot : Debit aliran yang melewati gap persatuan panjang arah panjang pipa (m2/s) (ds)est : Asumsi kedalaman maksimal scouring (m) Keakuratan dalam memnghitung kedalaman maksimum scouring sangat penting untuk pertimbangan dalam mendesain suatu struktur. Banyak persamaan pada metode-metode penghitungan maksimum scouring yang telah disertakan di atas, akan tetapi hanya beberapa yang akurat dan mudah untuk digunakan.

2.4 Scouring akibat kombinasi gelombang dan arus.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Summer and Fredsoe (1996), dihasilkan persamaan untuk menghitung kedalaman scouring akibat kombinasi gelombang dan arus sebagai berikut,

(2.5)

Dimana dscuradalah kedalaman scouring pada kondisi gaya penyebab scouring adalah gaya arus saja, sedangkan F adalah fungsi dari keulegan-carpenter number, Kc, dan Uc/Uc+Um. Dimana Uc adalah

(4)

4 undisturbed current velocity pada titik tengah pipa, Um

adalah kecepatan orbital partikel gelombang Hubungan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada persamaan dibawah ini,

1. Untuk 0 < Uc/Uc+Um ≤ 0.7:

(2.6)

2. Untuk 0.7 < Uc/Uc+Um ≤ 1:

F = 1 (2.7)

Koefisien a dan b pada persamaan (2.6) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut,

1. Untuk 0≤ Uc/Uc+Um ≤ 0.4 :

(2.8)

(2.9)

2. Untuk 0.4 ≤ Uc/Uc+Um ≤ 0.7:

(2.10)

(2.11)

III. Metodologi

3.1 Alur estimasi kedalaman scouring

Nilai kedalaman scouring yang akan dihitung pada kasus ini adalah scouring yang terjadi akibat gelombang dan arus. Dalam menghitung kedalaman scouring yang terjadi pada kasus ini, varible utama yang berpengaruh adalah kecepatan arus efektif, Vet, keulegan-carpenter number, Kc, dan diameter pipa, D.

Formula yang digunakan adalah formula dari penelitian yang dilakukan oleh Sumer dan Fredsoe (1996).

3.2 Alur penghitungan kedalaman scouring akibat variasi sifat tanah

Pada tugas akhir ini estimasi kedalaman scouring dilakukan dengan menggunakan dua formulasi, yaitu formulasi dari Technical University of Norway dan formulasi dari Delf University of Technology.

Formulasi dari Technical University of Technology digunakan untuk menghitung kedalaman scouring

tanpa memasukkan variabel sifat tanah, seperti diameter butiran tanah.

Untuk menghitung kedalaman scouring dengan variasi sifat tanah digunakan formulasi dari Delf University of Technology. Dalam formulasi ini variable utama yang mempengaruhi ukuran kedalaman scouring adalah ukuran butiran tanah. Ukuran butiran tanah ini berbeda- beda untuk tiap tipe tanah.

IV. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Perhitungan kedalaman scouring akibat arus.

Perhitungan kedalaman scouring yang terjadi pada jalur Poleng-Gresik terjadi akibat pengaruh gelombang dan angin. Oleh karena itu untuk perhitungan kedalaman scouring maksimal perlu digunakan persamaan yang dapat menghitung scouring dengan memasukkan parameter arus dan gelombang seperti persamaan (2.5).

Pada persamaan tersebut perlu diketahui nilai kedalaman scouring akibat pengaruh arus dengan menggunakan persamaan (2.1). Hasil dari perhitungan scouring akibat arus dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini,

Tabel 4.1 Nilai Kedalaman Scouring Akibat Arus Pada KP 10-14

KP ds akibat arus (ft)

10,00 0.6839

10,5 0.6846

11,00 0.6937

11,50 0.6953

12,00 0.6994

12,5 0.7007

13,00 0.7055

13,50 0.7120

14,00 0.7135

(5)

4.2 Perhitungan kedalaman scouring akibat kombinasi gelombang dan arus.

Setelah diketahui nilai kedalaman scouring akibat arus, kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Uc/(Uc+Um) sebagai parameter dalam penghitungan kedalaman scouring akibat arus dan gelombang. Hasil perhitungan Uc/(Uc+Um) dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini,

Tabel 4.2 Nilai Uc/(Uc+Um) untuk KP 10-14

Hubungan antara nilai Uc/(Uc+Um) dengan ds/D berbeda-beda untuk tiap KP. Untuk KP 0-30 dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 4.1 Hubungan ds/D terhadap Uc/(Uc+Um) pada KP 0-30.

Dari gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa nilai kedalaman scouring, ds, semakin besar seiring dengan berkurangnya nilai Uc/(Uc+Um). Pada KP 0-30 nilai Uc lebih dominan dari Um, sehingga Uc/(Uc+Um) memiliki batas 0.7 < Uc/(Uc+Um) ≤ 1.

Sedangkan untuk hubungan antara ds dengan Uc/(Uc+Um) pada KP 30,5-36 dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 4.2 Hubungan ds/D terhadap Uc/(Uc+Um) pada KP 30.5-36.

Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa nilai kedalaman scouring, ds, pada KP 30.5-36 bertambah seiring dengan bertambahnya nilai Uc/(Uc+Um). Hal tersebut terjadi karena pada KP 30.5-36 nilai Um lebih dominan daripada nilai Uc, sehingga Uc/(Uc+Um) memiliki batas 0 < Uc/Uc+Um ≤ 0.7.

Untuk mendapatkan nilai kedalaman scouring akibat arus dan gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.5). Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini,

Tabel 4.3 Nilai Kedalaman Scouring Akibat Arus dan Gelombang Pada KP 30-34

4.3 Perhitungan Scouring Dengan Variasi Tipe Tanah.

Pada daerah pipa Kodeco jalur Poleng-Gresik, kondisi tanah dimana pipa diinstal dominan berjenis silty clay.

Hanya saja pada beberapa KP terdapat tanah jenis lain yang memiliki ukuran butiran tanah yang berbeda-beda.

Ukuran dari butiran tanah yang bervariasi ini kemudian dijadikan parameter untuk mengetahui pengaruh tipe tanah terhadap pembentukan scouring.

KP U c/U c+ U m (m /s)

1 0 ,0 0 0.9090

1 0 ,5 0.9092

1 1 ,0 0 0.8873

1 1 ,5 0 0.8880

1 2 ,0 0 0.8815

1 2 ,5 0.8820

1 3 ,0 0 0.8761

1 3 ,5 0 0.8711

1 4 ,0 0 0.8718

K P ds/D (m)

3 0 ,0 0 0.9378

3 0 ,5 0 0.4528

3 1 ,0 0 0.4536

3 1 ,5 0 0.6062

3 2 ,0 0 0.5403

3 2 ,5 0 0.6061

3 3 ,0 0 0.6191

3 3 ,5 0 0.6008

3 4 ,0 0 0.6008

(6)

6 Dalam menghitung kedalaman scouring akibat variasi

tipe tanah, data tanah yang digunakan berasal dari Kodeco Energy co Ltd tahun 2005. Berikut data pengelompokan zona KP berdasarkan tipe tanah dan ukuran butiran tanah,

Tabel 4.4 Data Pembagian Zona Berdasarkan Tipe Tanah dan Ukuran Butiran

Persamaan yang digunakan untuk menghitung kedalaman scouring akibat pengaruh variasi tipe tanah adalah persamaan (2.2) dengan menggunakan kombinasi kecepatan arus dan kecepatan orbital partikel gelombang, Uc/(Uc+Um)

Hasil dari perhitungan kedalaman scouring dengan menggunakan persamaan (2.2) dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 4.5 Nilai kedalaman scouring akibat variasi tipe tanah pada KP 49-58.5

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.5 dapat diketahui hubungan antara variasi tipe tanah, d50 dengan kedalaman scouring. Grafik hubungan antara keduanya dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 4.3 Hubungan antara ds dengan Uc/(Uc+Um) terhadap variasi tipe tanah.

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin kecil nilai d50, maka semakin besar nilai scouring. Hal ini membuktikan bahwa tipe tanah dengan ukuran butiran tanah lebih kecil lebih mudah tergerus kemudian terjadi scouring.

4.4 Distribusi Pembagian Denah Lokasi Terjadinya Scouring.

Setelah dilakukan perhitungan kedalaman scouring yang terjadi, maka didapatkan nilai scouring maksimum dan minimum yang terjadi pada jalur pipa Kodeco jalur Poleng-Gresik.

Distribusi lokasi maksimum scouring tersebut dibagi menjadi 3 zona berdasarkan besarnya kedalaman scouring. Zona 1 berada antara KP 48-51, zona 2 berada antara KP 62-64, dan zona 3 berada antara KP 65-66. Pembagian zona scouring maksimum dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 4.6 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 1

KP d50 (mm) Specific gravity zona

51,00 0.0571 2.621

51,50 0.0571 2.621 B

52 0.0571 2.621

52,50 0.0625 2.61 A

53,00 0.0588 2.607

53,50 0.0588 2.607

54 0.0584 2.649

54,50 0.0584 2.649

55,00 0.0584 2.649

55,50 0.0625 2.61

56 0.0625 2.61

56,50 0.0625 2.61

57,00 0.0601 2.635

57,50 0.0601 2.635

58 0.0601 2.635

Silty Clay

Silty Clay Silty Clay TIPE TANAH

C

Clayney Sand D

Silty Clay A

Sandy Clay E

KP Uc/Uc+Um (m/s) g (m/s2) D (m) d50 (mm) ds (m)

49,00 0.710 9.810 0.444 0.0625 0.224

49,50 0.718 9.810 0.444 0.0625 0.226

50.00 0.747 9.810 0.444 0.0625 0.230

50,50 0.704 9.810 0.444 0.0625 0.223

51,00 0.753 9.810 0.444 0.0571 0.232

51,50 0.743 9.810 0.444 0.0571 0.230

52.00 0.746 9.810 0.444 0.0571 0.231

52,50 0.750 9.810 0.444 0.0625 0.231

53,00 0.748 9.810 0.444 0.0588 0.231

53,50 0.752 9.810 0.444 0.0588 0.232

54.00 0.751 9.810 0.444 0.0584 0.231

54,50 0.751 9.810 0.444 0.0584 0.232

55,00 0.754 9.810 0.444 0.0584 0.232

55,50 0.758 9.810 0.444 0.0625 0.232

56.00 0.753 9.810 0.444 0.0625 0.231

56,50 0.759 9.810 0.444 0.0625 0.232

57,00 0.750 9.810 0.444 0.0601 0.231

57,50 0.682 9.810 0.444 0.0601 0.220

58.00 0.760 9.810 0.444 0.0601 0.233

58,50 0.681 9.810 0.444 0.0625 0.220

(7)

Tabel 4.7 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 2

Tabel 4.8 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 3

Pada zona 1, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 49,5 dan KP 50 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,22 m dan 1,27 m. Denah lokasi kedalaman scouring maksimum pada zona 1 dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 4.4 Lokasi distribusi scouring zona 1 pada jalur Poleng-Gresik

Pada gambar 4.4 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 48-51. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona ini terdapat pada KP 49,5 dan KP 50. Tipe tanah pada zona 1 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan nilai d50=0,0625 mm.

Pada zona 2, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 63 dan KP 63,5 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,365 m dan 1,369 m. Denah lokasi kedalaman scouring maksimum pada zona 2 dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 4.5 Lokasi distribusi scouring zona 2 pada jalur Poleng-Gresik.

Pada gambar 4.5 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 62-64. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona 2 ini terdapat pada KP 63 dan KP 63,5. Tipe tanah pada zona 2 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm.

Pada zona 3, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 65,5 dan KP 66 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,379 m dan 1,398 m. Denah li kedalaman scouring maksimum pada zona 3 dapat dilihat pada gambar berikut ini,

Gambar 4.6 Lokasi distribusi scouring zona 3 pada jalur Poleng-Gresik.

Pada gambar 4.6 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 65-66. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona 3 ini terdapat pada KP 65,5 dan KP 66. Tipe tanah pada zona 3 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm.

(8)

8 V. Kesimpulan dan saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut,

1. Pada daerah yang ditinjau yaitu jalur pipa Poleng-Gresik, terjadi scouring pada beberapa Kilometer Point. Kedalaman scouring, ds/D, paling besar terjadi pada KP 66 yaitu sebesar 1,398 m. Sedangkan scouring paling kecil terjadi pada KP 36 yaitu sebesar 0,377 m.

2. Dari data tanah yang diperoleh dari Kodeco Energy co Ltd, terdapat 5 macam tipe tanah berdasarkan ukuran diameter butiran tanah, d50. Yaitu tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm, silty clay dengan d50=0,0571 mm, silty clay dengan d50=0,0588 mm, claney sand dengan d50=0,0584 mm, dan sandy clay dengan d50=0.0601 mm. Dari kelima macam jenis tanah tersebut, tanah yang paling mudah tergerus (terjadi scouring) adalah tanah dengan diameter butiran terkecil, yaitu tanah silty clay dengan d50=0,0571 mm. Sedangkan yang paling jarang tergerus adalah tanah silty clay dengan d50=0.0625. Dari perhitungan variasi tipe tanah ini, disimpulkan bahwa semakin kecil diameter butiran tanah, maka semakin mudah terjadi scouring.

3. Lokasi distribusi terjadinya scouring dibagi menjadi 3 zona yang memiliki nilai scouring paling besar. Zona 1 terdistribusi antara KP 48-51 dengan nilai scouring terbesar pada KP 49,5 dan 50 dengan nilai kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,22 m dan 1,27 m.

Zona 2 terdistribusi antara KP 62-64 dengan nilai scouring terbesar pada KP 63 dan 63,5 dengan nilai kedalaman scouring masing- masing sebesar 1,365 m dan 1,369 m. Dan zona 3 terdistribusi antara KP 65-66 dengan nilai scouring terbesar pada KP 65,6 dan 66 dengan nilai kedalaman scouring masing- masing sebesar 1,379 m dan 1,398 m.

5.2 SARAN.

1. Estimasi scouring yang digunakan masih sederhana, yaitu hanya dilakukan penghitungan untuk menentukan kedalaman scouring. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan penghitungan yang lebih terperinci pada properti scouring yang terjadi serta memperhitungkan laju terjadinya scouring.

2. Selanjutnya untuk lebih akurat hendaknya hasil perhitungan yang telah dilakukan kemudian dibandingkan dengan pengukuran langsung dilapangan.

Daftar Pustaka

Chakrabarti, S. K. 1987. Hydrodinamics of Offshore Structures. CBI Industries, Inc. USA.

Dey, S. dan N. P. Singh. 2007. Clean-water scour depth below underwater pipelines. Department of Civil Engineering, Indian Institute of Technology. India.

Dianawati. 2008. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut Akibat Pengaruh Dinamika Dasar Laut di Laut China Selatan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Guo, B. dan J. Chacko. 2005. Offshore pipelines.

Elsevier Ocean Engineering Book Series. USA.

Halliwell AR. 1986. An Introduction to Offshore Pipelines. University College, Cork.

Hsu, T.H. 1984. Applied Offshore Structural Engineering. Gulf Publishing Company. Houston.

Ikhwani, H. 2009. Perancangan Pipa Bawah Laut (edisi 1). Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Kenny J.P.. 1993. Structural Analysis of Pipeline spans. Health and Safety Executive. USA.

Kinsman, B. 1965. Windwave. Dove Publication. Inc, New York.

Mouselli, A. H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods. Pennwell Books. Oklahoma.

Soegiono, 2004. Pipa Bawah Laut. Airlangga University Press, Surabaya.

Sumer, B.M. and Fredsoe, J. (2002). The Mechanics of Scour in the Marine Environment. Technical University of Denmark. Denmark.

Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset.

Yogyakarta.

Gambar

Gambar 2.1 Grafik q’ terhadap Y o /D (Chiew, 1997) q’  merupakan  rasio  antara  q bot dan  q o ,  sedang  nilai  q o dapat dihitung dengan persamaan :
Tabel 4.1 Nilai Kedalaman Scouring Akibat Arus Pada KP 10-14 KP ds akibat arus (ft) 10,00 0.6839 10,5 0.6846 11,00 0.6937 11,50 0.6953 12,00 0.6994 12,5 0.7007 13,00 0.7055 13,50 0.7120 14,00 0.7135
Tabel 4.2 Nilai Uc/(Uc+Um) untuk KP 10-14
Tabel  4.4 Data  Pembagian  Zona  Berdasarkan  Tipe Tanah dan Ukuran Butiran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa Strategi Public Relations Hotel Inna Simpang Surabaya dalam Menjalin Relasi dengan Media terdiri atas Menentukan Tujuan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut produk yang terdiri dari merek kualitas produk, fitur produk, desain produk, pelayanan, garansi dan harga secara simultan

1) Bagi pensyarah yang kredit mengajar kurang (bersebab) mestilah membuat surat permohonan dan perlu mendapatkan kelulusan Dekan dan pengesahan TNC(AA) bagi

Konsumen memiliki daya tawar yang tinggi karena jika konsumen tersebut merupakan pembeli besar dari produksi perusahaan maka mereka akan menawar dengan harga yang

Metode ML memiliki beberapa kelebihan yaitu model berdasarkan statistic dan evolusi, paling konsisten dari model yang ada, dapat digunakan untuk analisis karakter dan

Senada dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Minsih (2015: 115) menyatakan bahwa Layanan dasar bimbingan di SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta

Simpulan yang dapat diambil berdasar- kan pada hasil analisis data penelitian adalah sebagai berikut: 1) Rata-rata lama pemberian ASI secara eksklusif pada anak

Anak kambing jantan mempunyai ukuran luar yang nyata lebih besar daripada yang betina, akan tetapi hasil penelitian menunjukkan tidak signifikan, artinya rerata pertumbuhan