• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFFECTIVENESS OF ONION EKSTRACT FOR CONTROL CABBAGEHEAD CATERPILLAR (CROCIDOLOMIA PAVONANA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFFECTIVENESS OF ONION EKSTRACT FOR CONTROL CABBAGEHEAD CATERPILLAR (CROCIDOLOMIA PAVONANA)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

66

EFFECTIVENESS OF ONION EKSTRACT FOR CONTROL CABBAGEHEAD CATERPILLAR (CROCIDOLOMIA PAVONANA)

Sayekti Kurnia Rahayu1), Retno Wijayanti2), YV Pardjo NS2)

1) Student of Faculty of Agriculture Sebelas Maret University Surakarta

2) Main Supevisor and supervisor Companion

ABSTRACT

Crocidolomia pavonana (F.). (sin. Crocidolomia binotalis Zeller) is oligophage pest attack plants of Brassicacea family. The onion tuber was esteemed had potency as botanical insecticide. It was can be developed to control C.pavonana. This research was purposed to evaluate the effectiveness of onion extract for control cabbagehead caterpillar (C.pavonana). The research was held by experimental use 1 treatment factor that is extract from some type of onion and concentration with 3 replications. Variables were observed to evaluate the effectiveness of onion were survival, fail hatched of eggs percentage and percentage of opposed oviposition C.

pavonana. The results showed that extract of onion influenced the variable were survival, percentage of eggs fail hatched and ovipotition opposed percentage C. pavonana. Extract of cutting onion concentration 25 g/L cause percentage of pupa and moths in row reach 36,67% be pupa and 16,67% be moths. The highest of consumption food capacity, there was single onion concentration 6,25 g/L. Extract of onion also cause failed hatched until percentage of hatched reach 46,34% on extract of single onion concentration 12,5g/L. Besides that, extract of onion had repellency that showed by ovipotition opposed percentage until 98,55% on onion concentration 6,25g/ L.

Keywords: Brassicaceae, Crocidolomia pavonana, botanical insecticide, onion JOURNAL OF AGRONOMY RESEARCH

Rahayu SK, Wijayanti R, NS YV Pardjo (2013). Effectiveness of onion ekstract for control cabbagehead caterpillar (Crocidolomia pavonana). J Agron Res 2(4): 66-73

Rahayu SK, Wijayanti R, NS YV Pardjo (2013). Efektivitas ekstrak bawang putih untuk pengendalian hama crop kubis (Crocidolomia pavonana). J Agron Res 2(4): 66-73

PENDAHULUAN

Crocidolomia pavonana merupakan salah satu jenis hama utama yang menyerang tanaman famili Brassicaceae. Crocidolomia pavonana (F.). (sin. Crocidolomia binotalis Zeller) merupakan hama oligofag yang menyerang berbagai tanaman sayuran Brassicaceae (Kalshoven, 1981). Kerusakan akibat serangan oleh larva C. pavonana dapat terjadi sejak tanaman muda hingga menjelang panen. Keberadaan serangga hama ulat krop C. pavonana dapat berpotensi menurunkan tingkat produksi tanaman kubis- kubisan (Sastrosiswojo 1981).

C. pavonana dikenal sebagai hama yang sangat rakus secara berkelompok dapat menghabiskan seluruh daun dan hanya meninggalkan tulang daun. Pada populasi

tinggi terdapat kotoran berwarna hijau bercampur dengan benang-benang. Larva C.

pavonana umumnya mengkonsumsi daun pada permukaan bagian bawah. Hama ini sangat merusak karena larva memakan daun baru di bagian tengah tanaman kubis. Saat bagian tengah telah hancur, larva pindah ke ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tanaman yang terserang akan hancur seluruhnya jika hama krop kubis tidak dikendalikan.

Insektisida kimia masih menjadi andalan petani sayur-sayuran termasuk kelompok tanaman kubis-kubisan seperti brokoli, kubis, sawi putih, kol bunga, dan lain- lain dalam upaya melindungi pertanaman mereka dari serangan hama dan penyakit.

Namun penggunaan insektisida kimia yang

(2)

67 tidak tepat dan secara terus menerus dapat

menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan, yaitu resistensi dan resurjensi serangga hama sasaran, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan, dan masalah residu pada hasil panen (Dono et al.

2010). Sehingga perlu dikembangkan sarana pengendalian yang ramah lingkungan.

Salah satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan adalah insektisida nabati karena mudah terurai di lingkungan. Bawang putih diduga mempunyai potensi sebagai insektisida nabati. Bawang putih mengandung senyawa allisin yang dapat menjadikan bawang putih sebagai insektisida nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak bawang putih untuk pengendalian hama crop kubis (Crocidolomia pavonana). Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang alternatif penggunaan ekstrak bawang putih sebagai perotasi penggunaan insektisida kimia sebagai pengendali C. pavonana.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di lahan Randusari, Teras, Boyolali dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret pada bulan Desember 2012 sampai dengan Mei 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air, bawang putih tunggal, bawang putih potong, bawang putih biasa, insektisida kimia, tanaman caisin, larutan madu 10% dan larva C. pavonana. Alat yang digunakan adalah kurungan kasa, mikroskop, timbangan analitik, pipet tetes, gunting, panci, sendok, gelas ukur, polibag, gelas plastik, timbangan,

handsprayer, kaca pembesar, kertas label, stoples, dan kuas.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada penelitian di laboratorium dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada penelitian di lapang. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova) taraf 5%. Jika pada analisis ragam (Anova) terdapat beda nyata maka akan dilanjutkan analisis uji Duncan taraf 5%.

Pelaksanaan penelitian meliputi penanaman tanaman pakan, perbanyakan C.pavonana, pembuatan ekstrak bawang putih dan pengaplikasian. Adapun variabel yang diamati yaitu persentase larva menjadi pupa, persentase pupa menjadi imago, kemampuan makan, persentase kegagalan penetasan telur dan persentase anti peneluran.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kelangsungan Hidup

a. Kemampuan makan

Hasil pangamatan menunjukan konsumsi pakan larva C.pavonana tiap harinya berbeda dan mengalami kenaikan yang signifikan pada hari ke-5 yang kemudian berangsur turun hingga akhirnya aktivitas makan terhenti (Gambar 3). Hasil ini berlaku untuk semua perlakuan kecuali perlakuan insektisida kimia karena larva pada perlakuan tersebut mengalami kematian pada hari ke-4 setelah aplikasi. Pada hari ke-5 setelah aplikasi

larva memasuki tahap instar ke-5. Kannam et al. (2011) menjelaskan bahwa larva C.pavonana memiliki puncak konsumsi pakan pada instar akhir sebelum akhirnya masuk masa prapupa.

(3)

68

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

1 2 3 4 5 6 7

Bobot Pakan (g)

Hari ke-

K BK1 BK2

BK3 P

Gambar 1. Rata-rata Bobot Pakan untuk 1 ekor larva C.pavonana selama 7 hari akibat perlakuan (A) ekstrak bawang putih tunggal, (B) ekstrak bawang putih biasa, (C) ekstrak bawang putih potong.

Hasil analis statistika uji ragam (Anova) taraf 5% yang menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata.

Perlakuan insektisida kimia masih memberikan pengaruh paling nyata dibanding perlakuan ekstrak bawang putih yaitu rata-rata 0,590 g.

Bobot pakan total terendah yang dikonsumsi oleh larva didapat pada perlakuan ekstrak bawang putih tunggal konsentrasi 6,25g/L yaitu rata-rata 1,560g. Untuk perlakuan ekstrak bawang putih biasa, bobot pakan total paling rendah terdapat pada konsentrasi 12,5g/L yaitu rata-rata 1,593g. Sedang untuk perlakuan ekstrak bawang putih potong bobot pakan total paling rendah yaitu pada konsentrasi 25g/L dengan rata-rata 1,781g. Namun demikian antar perlakuan ekstrak bawang rata- rata tidak berbeda nyata. Pada kontrol bobot pakan total rata-rata mencapai 2,243g.

Tabel 1. Bobot Total Pakan yang dikonsumsi C.pavonana

Perlakuan

Bobot total pakan yang dikonsumsi C.pavonana (g)/ rata-

rata 7 hari Kontrol (K) 2,243 + 0,295 c

BT1 1,560 + 0,397 b

BT2 2,042 + 0,228 bc BT3 1,659 + 0,642 bc BB1 1,972 + 0,195 bc BB2 1,593 + 0,158 bc BB3 2,098 + 0,260 bc BK1 1,827 + 0,270 bc

BK2 1,923+ 0,373 bc

BK3 1,781 + 0,391 bc Insektisida

Kimia (P) 0,590 + 0,173 a Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%.

Penghambatan makan ini berperan pada penghambatan perkembangan C.pavonana hingga terjadi kematian larva walau bukan sebagai penyebab utama. Telah diuraikan bahwa bawang putih mengandung senyawa golongan saponin, Dono et al. (2010) mengemukakan bahwa saponin dapat menyebabkan kematian pada larva C.

pavonana karena bekerja sebagai antifidan.

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

1 2 3 4 5 6 7

Bobot Pakan (g)

Hari ke-

K BB1 BB2

BB3 P

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

1 2 3 4 5 6 7

Bobot Pakan (g)

Hari ke-

K BT1 BT2

BT3 P

(B) (A)

(C)

(4)

69 Akibat senyawa tersebut, aktivitas makan larva

menjadi terhambat dan menyebabkan kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan larva dalam proses pertumbuhan.

b. Persentase Larva menjadi Pupa Hasil analisis ragam (Anova) taraf 5%

menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase larva menjadi pupa. Perlakuan ekstrak bawang putih potong konsentrasi 25 g/L menghasilkan persentase larva menjadi pupa rata-rata 36,67%. Hasil tersebut adalah paling rendah dibanding dengan persentase yang dihasilkan dari perlakuan ekstrak jenis bawang putih lainnya yaitu bawang putih tunggal dan biasa.

Pada perlakuan ekstrak bawang putih tunggal dan biasa persentase larva menjadi pupa terendah terdapat pada konsentrasi 6,25 g/L berturut-turut yaitu 53,33% dan 63,33%.

Sebagai pembanding digunakan insektisida kimia berbahan aktif metonil dengan konsentrasi anjuran 2 gram/L. Pada insektisida kimia didapat persentase larva menjadi pupa rata-rata 6,67%. Untuk kontrol persentase larva menjadi pupa rata-rata 73,33%.

Antara angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 2. Persentase Larva menjadi Pupa C. pavonana

Kegagalan menjadi pupa pada perlakuan beberapa jenis ekstrak bawang

putih diduga karena senyawa aktif yang terkandung pada bawang putih. Menurut

Sulistyoningsih et al. (2009), bawang putih mengandung senyawa allisin dan diallil sulfide yang berperan penting sebagai anti mikroba dan anti parasit yang dapat membunuh larva Aedes aegypti pada konsentrasi 1% sebesar 31%. Liu (2006) menjelaskan bahwa allisin dalam dosis tinggi dapat menjadi racun bagi sel dan menyebabkan rasa panas pada kulit atau gangguan pada usus.

Penelitian lain mengemukakan bahwa bawang putih mengandung senyawa golongan saponin (Lukistyowati dan Kurniasih 2011).

Menurut Harbone 1987 dalam Dono (2008), saponin dapat menimbulkan keracunan pada berbagai serangga, terganggunya metabolisme tubuh, sehingga aktivitas hidup serangga menjadi terhambat dan akhirnya menyebabkan kematian serangga secara perlahan. Vicent (1995) menambahkan bahwa saponin juga dapat menghambat pernafasan serangga.

c. Persentase pupa menjadi imago

Berdasarkan analisis ragam (Anova) taraf 5% perlakuan ekstrak bawang putih juga memberikan pengaruh sangat nyata pada persentase pupa menjadi imago. Persentase pupa menjadi imago terendah terdapat pada perlakuan ekstrak bawang putih potong konsentrasi 25g/L yaitu rata-rata 16,67%.

Perlakuan ekstrak bawang putih tunggal memberikan hasil persentase pupa menjadi imago terendah pada konsentrasi 6,25g/L yaitu rata-rata 20%. Sedangkan perlakuan ekstrak bawang putih biasa konsentrasi 6,25g/L rata- rata 23,33%. Pada perlakuan insektisida kimia tidak terdapat larva yang lolos menjadi imago 73.33 c 53.33 bc 60.00 bc 66.67 c 63.33 c 63.33 c 73.33 c 50.00 bc 50.00 bc 36.67 b 6.67 a

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Persentase Larva menjadi pupa (%)

Perlakuan

K

Konsentrasi 6,25 g/L Konsentrasi 12,5 g/L Konsentrasi 25 g/L P

K BT BB BK P

(5)

70

sehingga persentase pupa menjadi imago yaitu 0%. Untuk kontrol persentase pupa

menjadi imago rata-rata 73,33%.

Gambar 3. Persentase Pupa menjadi Imago C.pavonana Perubahan pupa menjadi imago

tergantung dari pakan yang dikonsumsi pada stadia larva. Apabila pada stadia larva mengkonsumsi pakan yang mengandung senyawa penghambat pertumbuhan akan mempengaruhi proses pertumbuhan termasuk proses pembentukan imago (Tunaz 2004).

Larva uji yang terkena perlakuan beberapa jenis ekstrak bawang putih dengan tingkatan konsentrasi masih dapat melangsungkan hidupnya hingga menjadi imago. Serangga yang memakan senyawa aktif, sebagai reaksi serangga tertentu yang tidak tahan akan megalami kematian, sebaliknya serangga yang toleran akan tetap bertahan. Serangga yang toleran, melalui sistem metabolisme senyawa asing dalam tubuhnya, terjadi detoksifikasi senyawa aktif menjadi senyawa tidak aktif, sehingga serangga menjadi dapat beradaptasi dengan senyawa tersebut (Syahputra et al.

2006).

2. Persentase Kegagalan Penetasan Telur Hasil analisis ragam (Anova) taraf 5%

menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap penetasan telur. Pada kontrol terdapat kegagalan penetasan sebesar 3,36%. Othman 1982 dalam Sastrosiswojo dan Setiawati (1990) menyatakan bahwa keberhasilan penetasan C.pavonana rata-rata sebesar 92,4% (range 69,2-100%). Kegagalan penetasan telur C.pavonana sebesar 46,34% pada perlakuan ekstrak bawang putih tunggal konsentrasi 12,5 g/L. Untuk perlakuan ekstrak bawang putih biasa kegagalan penetasan telur C.pavonana tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/L yaitu sebesar 39,74%. Kegagalan penetasan telur C.pavonana tertinggi juga terjadi pada perlakuan konsentrasi 25 g/L pada ekstrak bawang putih potong dengan persentase sebesar 33,06%. Sedang untuk insektisida kimia semua telur C.pavonana gagal menetas.

73.33 e 20.00 b 26.67 bc 30.00 bc 23.33 bc 23.33 bc 50.00 d 36.67 c 30.00 bc 16.67 b 0.00 e

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Persentase Pupa menjadi Imago (%)

Perlakuan

K

Konsentrasi 6,25 g/L

Konsentrasi 12,5 g/L

Keterangan :

BT = Bawang Putih Tunggal BB = Bawang Putih Biasa BK = Bawang Putih potong K = Kontrol

P = Insektisida Kimia 1 = Konsentrasi 6,25 gram/L 2 = Konsentrasi 12,5 gram/L 3 = Konsentrasi 25 gram/L

(6)

71 Gambar 4. Persentase Kegagalan Penetasan Telur C. pavonana

Mekanisme ekstrak bawang putih untuk dapat mematikan telur serangga masih belum diinformasikan secara lengkap. Namun diduga residu bawang putih mampu bertahan pada kulit telur dan membunuh embrio atau larva yang baru menetas. Penilitian tentang mortalitas telur serangga akibat insektisida botani dilaporkan oleh Ma et.al (2005) bahwa perlakuan azadirachtin 240 ppm mampu menimbulkan mortalitas telur 25-37% pada walang sangit (Leptocoriza chinensis). Residu azadirachtin tersebut diduga mampu bertahan pada kulit telur dan membunuh embrio atau larva yang baru menetas.

3. Uji Repelensi

Hasil analisis ragam (Anova) taraf 5%

menunjukan bahwa perlakuan sangat berpengaruh nyata terhadap Persentase Anti Peneluran (PAP). PAP tertinggi didapat pada perlakuan ekstrak bawang putih biasa dengan konsentrasi 6,25 g/L yaitu sebesar 98,55%.

Perlakuan bawang putih tunggal PAP tertinggi didapat pada konsentrasi 12,5 g/L yaitu sebesar 95,18%. Hal ini serupa dengan ekstrak bawang putih potong, PAP tertinggi didapat pada konsentrasi 12,5 g/L yaitu sebesar 91,95% .

Gambar 5. Persentase Anti Peneluran C.

pavonana

Tanaman famili Brassicaceae, termasuk caisin, diketahui mengandung senyawa glukosinolat. Senyawa ini berfungsi sebagai pertahanan terhadap hama sekaligus juga senyawa penarik beberapa hama tanaman (Suyanto dan Manan 2011).

Selanjutnya Halkier dan Gershenzon (2006), melaporkan senyawa glukosinolat merupakan senyawa dengan kandungan sulfur tinggi, adanya enzim mirosinase mengurai senyawa glukosinolat menjadi isothiosianat, tiosianat, dan nitril yang mempunyai aktivitas biologi yang berbeda. Selanjutnya, isothiosianat dapat dikenali oleh alat indera serangga hama kubis

3.36 a 13.40 b 46.34 g 26.27 de 10.57 ab 21.67 cd 39.74 fg 11.28 ab 15.41 bc 33.06 ef 100.00 h

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

100.00 K

Konsentrasi 6,25g/L Konsentrasi 12,5g/L Konsentrasi 25g/L P

0.00 a 81.91b 95.18 de 85.21 bc 98.55 e 96.63 e 87.53 bcd 78.95 b 91.95 cde 85.95 bc 92.29 cde

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Persentase Anti Peneluran (%)

Perlakuan

K

Konsentrasi 6,25 g/L Konsentrasi 12,5 g/L Konsentrasi 25 g/L P

Keterangan :

BT = Bawang Putih Tunggal BB = Bawang Putih Biasa BK = Bawang Putih potong K = Kontrol

P = Insektisida Kimia 1 = Konsentrasi 6,25 gram/L 2 = Konsentrasi 12,5 gram/L 3 = Konsentrasi 25 gram/L

K BT BB BK P

K BT BB BK P

(7)

72

sehingga tertarik untuk meletakkan telur. Pada penelitian ini, perlakuan ekstrak bawang putih pada daun caisin diduga menghalangi efektivitas organ penerima rangsang kimia serangga sehingga senyawa glukosinolat tidak mampu terdeteksi dengan baik. Akibatnya, imago C. pavonana tidak meletakkan telur pada daun caisin yang diberi perlakuan ekstrak bawang putih, sehingga padasemua perlakuan terdapat jumlah kelompok telur yang lebih sedikit dibandingkan kontrol.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Ekstrak bawang putih menyebabkan larva gagal menjadi pupa dan imago C.

pavonana. Persentase larva menjadi pupa dan imago terendah terdapat pada perlakuan ekstrak bawang putih potong dengan konsentrasi 25 g/L.

2. Ekstrak bawang putih tunggal konsentrasi 12,5g/L menyebabkan persentase kegagalan penetasan telur paling tinggi.

3. Ekstrak bawang putih mempunyai daya repelen yang ditunjukkan persentase anti peneluran hingga 98,55% pada bawang putih biasa konsentrasi 6,25%.

B. Saran

1. Ekstrak bawang putih berpotensi digunakan sebagai perotasi insektisida kimia untuk mengendalikan hama krop kubis (C.pavonana).

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk hama-hama yang lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan bahan aktif bawang putih.

DAFTAR PUSTAKA

Dono D, Ismayana S, Idar, Prijono P, Muslikha I 2010. Status dan Mekanisme Resistensi Biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:

Crambidae) terhadap Insektisida Organofosfat serta Kepekaannya terhadap Insektisida Botani Ekstrak Biji Barringtonia asiatica. Jurnal Entomol.

Indon., April 2010 Vol. 7, No. 1, hal 9- 27

Dono D, Rismanto 2008. Aktivitas Residu Ektrak biji. Barringtonia asiatica I.

(Kurz) terhadap Larva Crocidolomia pavonana F. (Lepipdoptera : Pyralidae). Jurnal Agrikultura Vol.19, No 3.hal 184-190.

Kannam, C Vijayaraghavan, S Uthamsamy 2011. Studies on the Biology and Toxicity of Newer insecticide Molecules on Cabbage head Caterpillar, Crocidolomia binotalis (Zeller) (Lepidoptera : Pyralidae) in India. The 6th Internasional Workshop of the Diamondback Moth and Other Crucifer Insect Pest. 31-36 p.

Liu BMD 2006. Terapi Bawang Putih. Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher. Hal 243.

Lukistyowati I, Kurniasih 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Mas (Cyprinus carpio L) yang diberi pakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) dan di infeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 16, No. 1 hal: 144-160.

Ma DL, Y Suzuki, H Takeuchi, T Watanabe, and M Ishizaki 2005. Ovicidal and Ovipositional Effects of Neem (Azadirachta indica A. Juss.) Extracts on Rice Bug, Leptocorisa chinensis (Dallas), International Journal of Pest Management 51(4): 265 – 271.

Sastrosiswojo S 1981. Pengendalian Hama- hama Kubis Secara Terpadu. Jakarta : Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan.

Sulistyaning E, Kurniasih B, Kurniasih E 2005.

Pertumbuhan dan Hasil Caisin pada berbagai Warna Sungkup Plastik.

(8)

73 Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 12 No.1,

2005 : 65 – 76.

Suyanto A, Manan A 2011. Ekstrak Biji Nimba Azadirachta Indica A Juss Pengaruhnya Terhadap Peletakan dan Penetasan Telur Ulat Hati Kubis Crocidolomia Pavonana F. Jurnal Pembangunan Pedesaan Vol.11 No.1.

hal 1-6.

Syahputra E, Prijono D, Dadang, Manuwoto S, Darusman LK 2006. Respon Fisiologi

Crocidolomia pavonana terhadap fraksi aktif Calophyllum soulattri. Jurnal Hayati Vol 13 No 1 hal 7-12.

Tunaz H 2004. Insect Growth Regulators For Insect Pest Control. Turk. J. Agricfor.

28: 377-387.

Vincent E 1995. Sayuran Dunia I: Prinsip Produksi dan Gizi.Edisi II. Bandung : ITB.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) persepsi konsumen remaja terhadap produk pangan olahan jajanan berbasis singkong, (2)

Pada dimensi psikologis kualitas hidup pasien GGK sebelum menjalani HD sebagian besar merasa cemas setiap akan dilakukan tin- dakan dialisis terutama responden yang masih

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan peningkatan aktivitas guru selama

Sedangkan primer gen CAT Clostridium botulinum pada suhu minimum 57˚C, suhu optimum 60˚C dan suhu maksimum 63˚C, dari kandidat primer 1 sampai dengan

1) Dari hasil analisis regresi berganda terbukti bahwa secara simultan variabel bebas yang meliputi pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, dan jumlah tanggungan

KANISIUS BADUK ELVIE TAMPI, SE M YUSTINA TRIDA PHILOMENA IGO SEAR, SH MAXWELL TAMPI JAKARTA UTARA JAKARTA TIMUR BANDUNG JAKARTA TIMUR JAKARTA PUSAT BEKASI JAKARTA BARAT

Pada penelitian ini deteksi gelombang-gelombang pada sinyal ECG dilakukan berbasis kombinasi baseline wander dan transformasi wavelet dengan memperhatikan salah satu

Kumpulan makalah kongres nasional II badan koordinasi gastroenterology anak Indonesia (BKGAI) di Bandung, 2003 July 3-5.. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek