• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS DAN HbA1c TERHADAP STADIUM RETINOPATI DIABETIKA DI KOTA PONTIANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS DAN HbA1c TERHADAP STADIUM RETINOPATI DIABETIKA DI KOTA PONTIANAK"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS DAN

HbA1c TERHADAP STADIUM RETINOPATI DIABETIKA

DI KOTA PONTIANAK

ASJAT GAPUR

I1011131035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

(2)
(3)

HUBUNGAN LAMA MENDERITA DIABETES MELITUS DAN HbA1c TERHADAP STADIUM RETINOPATI DIABETIKA

DI KOTA PONTIANAK

Asjat Gapur1; M. Asroruddin2; Sari Eka Pratiwi3; Liesa Zulhidya4 Abstrak

Pendahuluan : Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang

diakibatkan oleh gangguan metabolisme. Saat ini jumlah penderita diabetes di dunia dan Indonesia terus mengalami peningkatan. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup. Penyakit ini mengakibatkan hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan timbulnya komplikasi diabetes. Salah satu komplikasi yang dapat timbul adalah retinopati diabetika yang dapat menyebabkan kebutaan. Metode : Penelitian dilakukan di Optik 88 dan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian sebanyak 19 pasien retinopati diabetika. Data sampel diambil dari rekam medis pada periode dari Desember 2014 – November 2016 dengan consecutive sampling. Data dianalisis dengan uji univariat dan bivariat dengan uji korelasi spearman. Hasil : Pasien retinopati diabetika lebih banyak terjadi pada perempuan (79%), berdasarkan usia terjadi paling banyak pada rentang usia 51-60 (48%),. Dari sampel paling banyak menderita DM 5-10 tahun (53%), nilai HbA1c paling banyak >7% (95%), dan stadium RD paling banyak pada NPDR (53%). Dari uji bivariat hubungan lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika menunjukkan korelasi yang tidak signifikan (p: 0,631),(r 0,118), dan hubungan antara lama menderita diabetes melitus dengan HbA1c menunjukkan nilai korelasi yang tidak signifikan (p:0,305),(r-0,248) Kesimpulan : Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara lama menderita diabetes melitus dan nilai HbA1c terhadap stadium retinopati diabetika di Kota Pontianak

Kata kunci: lama diabetes melitus, HbA1c, stadium retinopati diabetika

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat

2. Departemen Opthalmologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak Kalimantan Barat.

3. Departemen Patologi Anatomi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak Kalimantan Barat.

(4)

ASSOCIATION BETWEEN DURATION OF SUFERING DIABETES MELLITUS AND HbA1c TO STAGE OF DIABETIC RETINOPATHY

IN PONTIANAK CITY

Asjat Gapur1; M. Asroruddin2; Sari Eka Pratiwi3; Liesa Zulhidya4 Abstract

Introduction : Diabetes mellitus is a disease caused by metabolic

disorders. Currently the number of diabetes mellitus cases in the world and Indonesia continue to increase. Diabetes mellitus is a chronic disease that will suffer a lifetime. This disease causes hyperglycemia. The condition of hyperglycemia in the long term will lead to the onset of diabetes complications. One of the complications that can arise is diabetic retinopathy that can cause blindness. Methods : This study was conducted at Optik 88 and RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. The design of this study was cross sectional. The number of the samples used in this study were 19 diabetic retinopathy patients. The samples data taken from medical record at the period of December 2014 – November 2016 by using consecutive sampling. The data were analyzed by using univariate and bivariate test with correlation of spearman analysis. Results : The patients with diabetic retinopathy were more common in women (79%), with age most widely occurred in the range of 51-60 (48%), Most of the sample suffered DM in 5-10 years (53%), value of HbA1c more common In >7% (95%), and RD stage was most widely on NPDR (53%). Based on the bivariate test association between duration of sufering diabetes mellitus and stage of diabetic retinopathy showed that there was a not significant correlation (p=0,631), (r=0,118) and correlation diabetes mellitus with HbA1c present not significant correlation value (p:0,305),(r-0,248). Conclusion : There was a not significant association between long-suffering diabetes mellitus and HbA1c value to diabetic retinopathy stage in Pontianak city

Keywords: Duration of diabetes mellitus, HbA1c, stage of diabetic

retinopathy

1. Medical Science Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

2. Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

3. Department of Pathology, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura, Pontianak, West Borneo

(5)

Pendahuluan

Saat ini telah terjadi pergeseran pola penyakit yang disebabkan oleh peningkatan status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, dan perubahan gaya hidup. Adapun pergeseran pola penyakit tersebut berubah dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Salah satu penyakit tidak menular yang cendrung terjadi peningkatan adalah diabetes melitus (DM).1,2 Di

Indonesia diabetes menempati urutan ke 6 penyebab kamatian semua usia setelah penyakit stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, dan perinatal.3 Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang

diakibatkan oleh gangguan metabolisme dalam tubuh. Penyakit diabetes melitus tergolong sebagai salah satu penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup.3,4,5,6,7 Terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang

melebihi normal (hiperglikemia) menjadi tanda diabetes melitus.6,8,9,10

Peningkatan kadar gula darah ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin bahkan ada yang keduanya.6,10

pada tahun 2000 tercatat 175,4 juta orang di dunia menderita diabetes melitus. Indonesia menempati urutan ke empat penderita diabetes terbanyak di dunia, dengan jumlah penderita mencapai 8,4 juta orang. Diperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes melitus di Indonesia akan betambah menjadi 21,3 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes melitus di dunia akan bertambah menjadi sebanayak 366 juta jiwa.11 Pada hasil Profil Kesehatan Indonesia tahun

2008 Provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara memiliki pasien diabetes terbanyak dengan angka 11,1%.3 Jumlah pasien diabetes di

Kalimantan Barat pada tahun 2007 hingga tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebesar 1%.12

Dalam jangka waktu yang lama penyakit diabetes melitus akan menyebabkan gangguan yang mengenai pembuluh darah kecil dan sering menyebabkan kerusakan jaringan yang luas di retina mata.13 Pada tahun

(6)

diabetika.12,14 Di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

The DiabCare Asia 2008 Study pada 1785 penderita diabtes melitus di 18

pusat kesehatan, terdapat 42% kasus komplikasi retinopati dan 6,4% diantaranya merupakan retinopati diabetika proliferatif. 13,15

Metode

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian analitik, Dengan rancangan pengumpulan data yang digunakan adalah cross

sectional. Penelitian di lakukan di optik 88 Jalan Tanjungpura Pontianak

dan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Subjek pada penelitian ini adalah data rekam medis pasien retinopati diabetika Desember 2014- November 2016. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 19 orang yang dipilih berdasarkan metode pemilihan sampel consecutive sampling. Ada beberapa kriteria sampel yang ditetapkan oleh peneliti yaitu, kriteria inklusinya adalah data pasien diabetes melitus yang telah mengalami komplikasi retinopati diabetika. Sedangan kriteria eksklusinya adalah Pasien retinopati diabetika yang tidak lengkap datanya baik dikarenakan hilang, tidak tercatat.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data lama menderita diabetes melitus yang dibagi menjadi tiga kelompok (<5 tahun, 5-10 tahun, >10 tahun), selanjutnya data stadium retinopati diabetika yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu nonproliferatif diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferaif diabetic retinopathy (PDR), dan terdapat data usia pasien yang dikelompokkan menjadi lima kelompok dalam tahun yaitu (31-40, 41-50, 51-60, 61-70, 71-80), data jenis kelamin pasien dan data HbA1c yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu <6,5%, 6,5-7,5% dan >7%. Data ini diolah dengan dua analisis yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan data yang telah diperoleh. Sedangkan analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika di Kota Pontianak. Dan untuk mengetahui hubungan HbA1c

(7)

terhadap stadium retinopati. Analisis bivariat ini dilakukan menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solution (SPSS) dengan analisis korelasi spearman

Hasil dan Pembahasan

1. Sebaran Data Pasien Berdasarkan Usia

Data sebaran usia pasien retinopati dibagi menjadi 5 kelompok usia. Usia pasien retinopati termuda adalah 32 tahun dan yang tertua pada usia 75 tahun. Kelompok paling banyak pada rentang usia 51-60 tahun sebanyak (48%), sedangkan yang paling sedikit pada kelompok usia 31-40, 41-50 dan 71-80 tahun, dimana memiliki rerata yang sama sebanyak 5%.

Usia (tahun

)

Retinopati Diabetika Jumlah

NPDR PDR N % N % N % 31-40 0 0 1 5,26 1 5,26 41-50 1 5,26 0 0 1 5,26 51-60 4 21,05 5 26,32 9 47,37 61-70 4 21,05 3 15,79 7 36,85 71-80 1 5,26 0 0 1 5,26 Jumla h 10 52,63 9 47,37 19 100

Distribusi pasien retinopati diabetika paling banyak pada rentang usia 51-60 tahun sebanyak (48%), diikuti oleh kelompok usia 61- 70 tahun sebanyak (37%), dan kelompok usia 31-40,41-50,71-80 masing masing 5%. Jadi retinopati diabetika paling banyak terjadi pada pasien dengan usia >50 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian “Diabcare

Indonesia 2008 Study” yang mengatakan bahwa sebaran kejadian

diabetes melitus tipe 2 paling sering terjadi pada usia 58,9±9,5 tahun,16 sedangkan untuk diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan

oleh autoimun dan kejadian idiopatik lebih sering terjadi pada anak-anak. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa kejadian diabetes melitus tipe 1 sebanyak 59% terdiagnosis pada anak usia 5-10

(8)

tahun,17 tetapi DM tipe 1 tidak menutup kemungkinan untuk terjadi

pada orang dewasa.18

2. Sebaran Data Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Sebaran kejadian retinopati diabetika berdasarkan jenis kelamin pada penelitian, diperoleh hasil bahwa kejadian retinopati diabetika pada pasien perempuan lebih banyak dari pada pasien laki-laki dengan angka kejadian pada pasien perempuan sebanyak 79% dan pasien laki laki sebanyak 21%.

Jenis kelamin

Retinopati Diabetika Jumlah

NPDR PDR

N % N % N %

Laki- laki 2 10,53 2 10,53 4 21,05

Perempuan 8 42,10 7 36,84 15 78,95

Jumlah 10 52,63 9 47,37 19 100

Hasil penelitiaan yang dilakukan pada 19 data pasien retinopati diabetika, diperoleh hasil bahwa retinopati diabetika paling banyak terjadi pada pasien perempuan. Angka kejadian pada perempuan sebanyak 79% dan pada pasien laki laki sebanyak 21%. Kejadian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di poliklinik ilmu kesehatan mata di Manado yang mengatakan bahwa kejadian retinopati diabetika paling banyak terjadi pada perempuan dengan angka kejadian 53,6 % dari 498 pasien.19 Hal ini terjadi karena kejadian

diabetes melitus lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Berdasarkan penelitian “Diabcare Indonesia 2008

Study” dikatehui bahwa jumlah pasien perempuan yang menderita

diabetes melitus lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini mengatakan bahwa angka kejadian pasien DM perempuan adalah 1010 orang (55.16%) dan laki-laki 793 orang (43,33%).16

Banyaknya perempuan yang menderita diabetes melitus disebabkan oleh berbagai faktor resiko yang ada pada perempuan. Salah satu faktor resiko tersebut adalah kurangnya aktifitas fisik yang

(9)

dilakukan oleh perempuan dibandingkan dengan laki laki, sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Wandansari yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian diabetes melitus dengan nilai p (0,03) dan nilai r (3,217).20 Selain itu

wanita juga cendrung mengalami diabetes melitus gestasional pada saat hamil dan akan meningkatkan resiko untuk menderita diabetes melitus tipe 2.21

Hasil penelitian yang berbeda yang dilakukan India Selatan. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 2264 orang. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa lelaki lebih beresiko untuk terkena retinopati diabetika dengan nilai odds ratio 1,52, tetapi dalam penelitian ini jumlah pasien yang paling banyak terkena retinopati diabetik sesuai dengan penelitian ini yaitu paling banyak terjadi pada perempuan 1311 orang sedangkan pasien laki laki adalah 953 orang.22

Tingginya resiko laki-laki diabetes untuk mengalami retinopati dapat disebabkan oleh kurangnya kepedulian laki-laki akan kesehatan. Pendapat ini dibuktikan dari data META-EYE Study group menunjukkan hanya 48% penderita laki-laki yang memeriksakan diri ke dokter sedangkan perempuan 52%.23,24 Laki-laki yang konsumsi

alkohol juga dapat mengakibatkan terjadinya diabetes melitus sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Fauza yang mengatakan terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian diabetes melitus dengan nilai p (0,016).25

Pada penelitian ini juga diketahui bahwa pada stadium NPDR dan PDR paling banyak terjadi pada perempuan. Kejadian ini dikarenakan banyaknya pasien retinopati diabetika di Optik 88 Jalan Tanjungpura Pontianak dan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 78,95%. 3. Sebaran Data Pasien Berdasarkan Lama Menderita DM

Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pasien retinopati diabetika paling banyak setelah menderita diabetes melitus selama 5-10 tahun, dengan angka kejadian sebesar 53%.

(10)

Lama Mendrita Diabetes Melitus

(tahun)

Retinopati Diabetika Jumlah

NPDR PDR N % N % N % <5 1 5,26 1 5,26 2 10,53 5-10 6 31,58 4 21,05 10 52,63 >10 3 15,79 4 21,05 7 36,84 Jumlah 14 52,63 5 47,37 19 100

Gambaran lama menderita diabetes melitus pada penelitian ini paling banyak adalah pasien yang telah menderita diabetes melitus selama 5-10 tahun yaitu sebanyak 53%, dan yang paling sedikit adalah pasien yang menderita retinopati diabetika dengan lama menderita diabetes <5 tahun sebanyak 10%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chatrizalli yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang searah antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika dengan nilai p 0,0001 dan nilai r 0,6877. Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa sangat sedikit sekali pasien diabetes melitus yang terdiagnosis retinopati diabetika pada waktu lama menderita diabetes melitus <5 tahun sebanyak 10%.26

4. Sebaran Data Pasien Berdasarkan nilai HbA1c

Data HbA1c pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu yang terkontrol sangat baik dengan nilai <6,5%, dapat ditoleransi 6,5-7,5%, dan dengan pengontrolan DM yang buruk dengan nilai HbA1c >7,5%. Berdasarkan data penelitian ini, pasien retinopati diabetika paling banyak memiliki nilai HbA1c >7.5 sebanyak 95% dan yang paling sedikit adalah <6.5 sebanyak 0%.

HbA1c (%) Retinopati Diabetika Jumlah

NPDR PDR N % N % N % <6,5 0 0 0 0 0 0 6,5-7,5 0 0 1 5,26 1 5,26 >7,5 10 52,63 8 42,10 18 94,74 Jumlah 10 52,63 9 47,37 19 100

Pada penelitian ini juga diperoleh nilai HbA1c pasien. Sebanyak 95% pasien yang diteliti memiliki nilai HbA1c >7,5%. Hasil ini

(11)

menandakan bahwa sebagian besar pasien retinopati diabetika yang diteliti memiliki pengontrolan diabetes melitus yang buruk. Hanya 5% dari sampel yang memiliki nilai HbA1c 6,5-7,5% atau nilai HbA1c yang dapat di toleransi. Dan 0% pasien yang memiliki pengontrolan diabetes melitus yang baik atau dengan HbA1c <6,5%. Kejadian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh rusman shiddiq. Berdasarkan penelitian ini kejadian retinopati diabetika lebih banyak terjadi pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol (HbA1c > 7%) sebanyak 88,57% sedangkan 11,42% pada pasien dengan diabetes terkontrol (HbA1c <7%).27

5. Sebaran Data Pasien Berdasarkan Stadium Retinopati Diabetika Sebaran kejadian retinopati diabetika berdasarkan stadium retinopati diabetika pada penelitian ini diperoleh hasil berupa kejadian retinopati diabetika pada stadium NPDR lebih banyak dari pada stadium PDR. Angka kejadian stadium NPDR sebanyak 53% dan stadium PDR sebanyak 47%.

Kejadian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien telah memeriksakan diri ke dokter saat mengalami retinopati diabetika stadium NPDR. Berdasarkan survei kesehatan di Amerika Serikat dari tahun 2005-2008. Hasilnya pada penyandang DM menunjukkan

(12)

28,5% diantaranya didiagnosis RD dan 4,4% dengan RD yang terancam buta.28,29 Banyaknya pasien retinopati diabetika yang

terdiagnosis pada stadium awal yaitu stadium NPDR disebabkan oleh tingginya pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap penyakitnya. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa pengetahuan pasien diabetes melitus tipe 2 terhadap penyakitnya, diperoleh hasil pasien yang berpengetahuan tinggi sebanyak 86,7 %, berpengetahuan sedang 13,3% dan yang berpengetahuan rendah adalah 0%.30

6. Hasil Uji Bivariat

Nilai sig (p)

Nilai r

Uji Hipotesis Spearman terhadap lama menderita diabetes dan stadium retinopati diabetika

0,631 0,118

Uji Hipotesis Spearman terhadap lama menderita diabetes dan stadium retinopati diabetika

0,305 -0,248

Hasil uji statistik antara lama menderita diabetes melitus dan stadium retinopati diabetika diperoleh nilai r: 0,118 hasil ini menandakan bahwa hubungan korelasi yang positif antara lama menderita diabetes melitus dan stadium retinopati diabetika dengan kekuatan hubungan sangat rendah. Hubungan yang positif ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fong dkk. Penelitian ini mengatakan bahwa setiap prevalensi retinopati diabetika 8% pada 3 tahun, 25% pada 5 tahun, 60% pada 10 tahun, dan 80% pada 15 tahun.31

Tetapi berdasarkan penelitian ini diperoleh nilai signifikansi 0,631 hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chatziralli dan hussain yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara durasi menderita diabetes melitus terhadap

(13)

stadium retinopati diabetika.26,32 Pada penelitian Chatziralli diperoleh

hasil nilai p 0,0001 dan nilai r 0,6877. Nilai r 0,6877 ini menandakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika, sedangkan pada penelitian ini di peroleh hasil terdapat hubungan yang tidak signifikan antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika.26 Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Refa

S yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara nilai HbA1c terhadap keparahan retinopati diabetika dengan nilai p(0,017).33

Begitu juga pada penlitian Chatziralli mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara HbA1c terhadap keparahan retinopati diabetika dengan nilai p (<0,0001), dan nilai r (0,6315) yang berarti HbA1c dan keparahan retinopati diabetika memiliki hubungan yang kuat,26 tetapi pada penelitian ini ditemukan hasil hubungan

HbA1c terhadap stadium RD dengan nilai p (0,305). Hasil ini menandakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara HbA1c terhadap stadium retinopati diabetika.

Tidak adanya hubungan antara lama menderita diabetes melitus dan HbA1c terhadap stadium retinopati diabetika disebabkan karena dalam penelitian ini tidak memperhatikan indikator hipertensi. Pada penelitian Refa S hipertensi di jadikan sebagai salah satu kriteria eksklusi sedangkan dalam penelitian Chatziralli ditemukan bahwa hipertensi memiliki odds ratio 4,49 lebih tinggi dari lama menderita DM yang hanya memilki odds ratio 3,37.26,33 Selain itu hasil yang

menyebabkan tidak adanya hubungan antara HbA1c terhadap stadium retinopati disebabkan karena data HbA1c pasien yang tidak terdistribusi normal. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 95% pasien memiliki HbA1c pada kelompok tidak terkontol (>7%). Hanya 5% pasien yang memiliki nilai HbA1c yang dapat ditoleransi (6,5-7,5%), dan 0% pasien dengan HbA1c yang terkontrol dengan baik (<6,5%)

(14)

Beberapa kemungkinan yang membuat tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama menderita diabetes melitus dan HbA1c terhadap stadium retinopati diabetika adalah ditemukkanya 3 data pasien yang sudah menderita diabetes melitus selama >10 tahun tetapi masih pada retinopati stadium NPDR. Walaupun ketiga data pasien ini memiliki nilai HbA1c yang tinggi. Kejadian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu konsumsi obat-obat anti hipertensi, obat aldose reductase ihibitors, konsumsi makanan dengan antioksidan yang tinggi dan menggunakan obat anti kolesterolemia.

Hubungan progresifitas RD dan hipertensi didukung oleh penelitian UKPDS yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara hipertensi dengan progresifitas RD dan kemunduran ketajaman visual dengan nilai p 0,0092.34 Dalam penelitian ini belum dapat dibedakan

antara pasien yang memiliki tekanan darah terkontrol dan yang tidak terkontrol. Dan tidak diketahui apakah pasien tersebut mengkonsumsi obat hipertensi atau tidak

Konsumsi obat anti hipertensi terutama golongan

renin-angiotensin system inhibitors (ACE Inhibitor dan angiostensin II receptors blockers) akan menyebabkan penurunan progresifitas dari

retinopati diabetika. Hal ini disebabkan karena obat hipertensi menghambat peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, menghambat stres oksidatif lokal, menghambat vasokonstriksi dan migrasi perisit.35

Selain itu berdasarkan penelitian The fenofibrate intervention and event lowering in diabetes (FIELD) penggunaan obat dislipidemia yaitu fibrate dapat mengurangi keperluan terapi laser pada retinopati proliferative sebesar 30% dan edema makular sebersar 31% dengan periode follow up selama 5 tahun. Sedangkan pada penelitian the ACCORD-Eye study menemukan bahwa penggunaan kombinasi fibrate dan simvastatin dalam 4 tahun dapat mengurangi resiko progresifitas retinopati sebesar 40% dibandingkan dengan terapi simvastatin tanpa kombinasi.35

(15)

Ada beberapa mekanisme hiperglikemia manyebabkan terjadinya retinopati diaberika pada retina. Salah satunya adalah mekanisme jalur poliol. Kondisi hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan konsentrasi glukosa intraseluler menjadi tinggi sehingga akan diaktifkan metabolisme glukosa melalui jalur poliol untuk menghasilkan fruktosa. Mekanisme ini dimediasi oleh enzim aldose reduktase yang terlebih dahulu menjadi sorbitol. Sorbitol ini merupakan senyawa yang tidak dapat melewati membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Akumulasi sorbitol yang tidak bisa menembus membran basalis, tertimbun dalam jumlah banyak dalam sel, mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik sel, sehingga terjadi gangguan morfologi dan fungsional sel. Jalur metabolisme alur poliol yang menggunakan enzim aldose reduktase akan menggunakan NADPH sebagai kofaktor, yang mana seharusnya NADPH ini digunakan untuk pembentukan GSH yang berperan sebagai anti oksidan. Tetapi karena NADPH digunakan sebagai kofaktor pembentukan sorbitol maka pembentukan GSH di sel akan berkurang.36,37

Berdasarkan mekanisme patofisiologi terjadinya retinopati diabetika di atas maka pemberian antioksidan dan poliol inhibitor pada pasien retinopati akan menghambat terjadinya mekanisme patofisiologi RD tersebut. Berdasarkan data eksperimen menunjukan bahwa penggunaan antioksidan dapat mencegah dan memperlambat perkembangan retinopati diabetik.38 Sedangkan penggunaan poliol

inhibitor akan menghambat penebalan membran basal kapiler, menghambat peningkatan permeabilitas vaskuler menghambat terganggunya sawar darah retina dan menghambat peningkatan adhesi leukosit pada sel endotel. Karena beberapa faktor terjadinya RD tersebut telah di hambat oleh poliol inhibitor maka progresifitas retinopati diabetika akan berkurang.39

(16)

Tidak adanya penilaian hipertensi, penggunaan obat-obatan antihipertensi, obat antikolesterolemia, obat poliol inhibitor serta tidak diketahui makanan atau suplemen tinggi anti oksidan yang di konsumsi oleh pasien seperti sehingga pada penelitian ini memperoleh memperoleh hasil hubungan antara lama menderita DM terhadap stadium RD yang tidak signifikan. Selain lama mendrita DM beberapa faktor diatas juga ikut mempengaruhi progresifitas retinopati diabetika.

Selain itu karena di Indonesia belum ada pemeriksaan kesehatan secara berkala. sehingga ada kemungkinan keterlambatan diagnosis pada pasien diabetes melitus. Hal ini mengakibatkan saat pasien terdiagnosis diabetes melitus, pasien telah mengalami retinopati diabetika pada stadium yang lebih parah yaitu stadium PDR. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahwa 25% masyarakat yang didiagnosis mengalami diabetes melitus tipe 2 telah mengalami komplikasi retinopati.10

Hasil pemeriksaan HbA1c yang tidak terkontrol pada pasien retinopati diabetika dan adanya kemungkinan keterlambatan diagnosis yang membuat tidak adanya hubungan yang signifikan antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika. Hasil HbA1c yang tidak terkontrol dan kemungkinan keterlamabatan diagnosis DM yang membuat ditemukannya 1 data pasien yang baru mengalami diabetes melitus <5 tahun tetapi sudah mengalami retinopati diabetika stadium PDR.

Kesimpulan

Berdasarkan uji analisis bivariat dengan uji hipotesis spearman diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menderita diabetes melitus terhadap stadium retinopati diabetika di Kota Pontianak dengan nilai signifikansi (p) : 0,631 dan nilai r : 0,118 dan tidak

(17)

terdapat hubungan yang signifikan antara nilai HbA1c terhadap stadium retinopati diabetika di Kota Pontianak dengan nilai signifikansi (p) : 0,305 dan nilai r : -0,248

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit tidak menular. In: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta; 2012. 2. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editors. Penatalaksanaan

diabetes melitus terpadu. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2011. 3-29 p.

3. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009. Report No.: 351.770 212 Ind p.

4. Lanywati E. Diabetes Mellitus, Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kanisius; 2001. 44 p.

5. Widjadja R. Penyakit Kronis. Jakarta: Bee Media Indonesia; 2009. 35-53 p.

6. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2010;33(1):62–69 p.

7. Konsensus Pengandalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. PERKENI. 2011;

8. Centers for Disease Control and Prevention. Diabetes Report Card 2012. Atlanta, GA: Department of Health & Human Services USA; 2012.

9. Centers for Disease Control and Prevention. National Diabetes Fact Sheet, 2011. Atlanta, GA: Department of Health & Human Services USA; 2011.

10. Watkins PJ. ABC of Diabetes. 5th ed. London: BMJ Pub. Group; 2003. 1-50 p.

11. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004 May;27(5):1047–53.

(18)

12. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI; 2013. Report No.: 351.770 212 Ind p. 13. Riordan-Eva P, Whitcher J, Vaughan D, Asbury T. Vaughan &

Asbury’s general ophthalmology. 17th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Pub; 2008.

14. Staykova J, Manolova A, Tzolova G. Diabetes Mellitus Type 2 Prevalence, Risk Factors and Complications In The Region of Kardzhali, Bulgaria. David Publ. 2014;

15. Juniar Anugrah. Hubungan Diabetes Melitus dan Retinopati Di RSUD DR Soedarso Pontianak Periode Januari - Desember 2010. J Mhs PSPD FK Univ Tanjungpura. 2013 Aug 29;2(1).

16. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. The Diabcare Asia 2008 Study - Outcomes On Control and Complications of Type 2 Diabetic Patients In Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235–244 p.

17. Haryudi A C. Gambaran klinis dan laboratoris diabetes melitus tipe 1 pada anak. J Kedokt Brawijaya. 2011 Agustus;26(4):195–8.

18. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editors. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2011. 3-29 p.

19. Ilery T, Sumual V, Rares L. Prevalensi Retinopati Diabetik pada Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata Selang satu Tahun. E-Clin. 2014;2(1). 20. Wandansari K. Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [s1]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2013.

21. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes on Clinical Medicine. Malden, MA: Blackwell Science; 2003. 176-190 p.

22. Raman R, Ganesan S, Pal SS, Kulothungan V, Sharma T. Prevalence and risk factors for diabetic retinopathy in rural India. Sankara Nethralaya Diabetic Retinopathy Epidemiology and Molecular Genetic Study III (SN-DREAMS III), report no 2. BMJ Open Diabetes Res Care. 2014 Jun 1;2(1):e000005.

23. Aulia Chandra Dwi. Gambaran Karakteristik Retinopati Diabetika Di Rumah Sakit Umum DR. Soedarso Pontianak. J Mhs PSPD FK Univ Tanjungpura. 2016 Jul 27;3(1).

(19)

24. Yau JWY, Rogers SL, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski JW, Bek T, et al. Global prevalence and major risk factors of diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2012 Mar;35(3):556–64.

25. Fauza AR. Hubungan konsumsi alkohol dan obesitas dengan kejadian diabetes melitus usia 45-64 tahun di pulau Sulawesi (analisa RISKESDAS 2007). J Program Studi Ilmu Gizi Fak Ilmu-Ilmu Kesehat Univ Esa Unggul Jkt Barat. 2015 Nov 3;0(0).

26. Chatziralli IP, Sergentanis TN, Keryttopoulos P, Vatkalis N, Agorastos A, Papazisis L. Risk factors associated with diabetic retinopathy in patients with diabetes mellitus type 2. BMC Res Notes. 2010;3(1):153.

27. Shiddiq R, Widodo WH, Poernomo B. Hubungan Hipertensi dan Glycohemoglobin (HbA1c) dengan Kejadian Retinopati Diabetika pada Penderita Diabetes Melitus Di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala Health. 2011 Sep;5(3).

28. Zhang X, Saaddine JB, Chou C, et al. Prevalence of Diabetic Retinopathy In The United States, 2005-2008. JAMA. 2010 Aug 11;304(6):649–656 p.

29. Nasution K. Deteksi dini retinopati diabetik di pelayanan primer Indonesia, Mungkinkah. J Indon Med Assoc. 2011 Agustus;61(8):307– 9.

30. Witasari U, Rahmawaty S, Zulaekah. Hubungan tingkat pengetahuan, asupan karbohidrat dan serat dengan pengendalian kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. J Penelit Sains Teknol. 2009;10(2):130–8.

31. Fong DS, Aiello LP, Ferris FL, Klein R. Diabetic Retinopathy. Diabetes Care. 2004 Oct 1;27(10):2540–53.

32. Hussain S, Qamar MR, Iqbal MA, Ahmed A, Ullah E. Risk factors of retinopathy in type 2 diabetes mellitus at a tertiary care hospital, Bahawalpur Pakistan. Pak J Med Sci. 2013 Mar 11;29(2).

33. Refa S, Dewi NA. Hubungan Antara HbA1c dan Kadar Lipid Serum Dengan Derajat Berat Retinopati Diabetika. J Kedokt Brawijaya. 2005;21(3):138–44.

34. Stratton IM, Kohner EM, Aldington SJ, Turner RC, Holman RR, Manley SE, et al. UKPDS 50: Risk Factors for Incidence and Progression of Retinopathy in Type II Diabetes Over 6 Years from Diagnosis. Diabetologia. 2001 Feb;44(2):156–63.

(20)

35. Abbate M, Cravedi P, Iliev I, Remuzzi G, Ruggenenti P. Prevention and treatment of diabetic retinopathy: evidence from clinical trials and perspectives. Curr Diabetes Rev. 2011 May;7(3):190–200.

36. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Siamadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Vol. 3. Jakarta: InternaPublishing; 2009. 1877-946 p.

37. Brownlee M. The pathobiology of diabetic complications: a unifying mechanism. Diabetes. 2005 Jun;54(6):1615–25.

38. Williams M, Hogg RE, Chakravarthy U. Antioxidants and diabetic retinopathy. Curr Diab Rep. 2013 Aug;13(4):481–7.

39. Obrosova IG, Kador PF. Aldose reductase / polyol inhibitors for diabetic retinopathy. Curr Pharm Biotechnol. 2011 Mar 1;12(3):373– 85.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

mengajar di sekolah yang patut diteliti untuk memperoleh gambaran tentang model pembelajaran yang akan diterapkan, (2) Melakukan studi pendahuluan terhadap

Perbanyakan seksual dengan cara :dua hifa dari jamur berbeda melebur lalu membentuk zigot lalu zigot tumbuh menjadi tubuh buah, sedangkan perbanyakan aseksual dengan cara

[r]

ßÐÐÎÑÊßÔ ÑÚ ÌØÛ ÞÑßÎÜ ÑÚ ÛÈßÓ×ÒÛÎÍòòòòòòòòòòòòòòòòòòò

Untuk memaksimumkan mutu hasil pengeringan simplisia serta memenuhi standar kadar air akhir pengeringan dan untuk mencapai nilai efisiensi eksergi pengeringan yang optimum,

dengan perilaku dalam Pengawasan Minum Obat pada penderita TB paru anak. di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

1. Bapak Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

PROGRAM PEMBELAJARAN TILAWAH AL-QURAN PADA PONDOK PESANTREN AL-QURAN AL FALAH I CICALENGKA BANDUNG : (Studi Deskriptif tentang Program Pembelajaran Tilawah Al Quran Tahun