6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 lansia/ lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia di atas 60 tahun. Lansia merupakan kejadian yang pasti dialami setiap manusia yang dianugerahkan berupa umur panjang, hal tersebut tidak bisa dipungkiri oleh siapapun, namun hanya bisa menghambat kejadiannya. Menua (menjadi tua = aging) merupakan suatu system menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk memulihkan diri atau menyesuaikan diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Zen & Wibowo, 2015).
Menurut definisi yang ditentukan oleh World Health Organisation (WHO), lanjut usia (Lansia) adalah seorang yang berusia 60 tahun keatas. Lansia diklasifikasikan umur manusia yang menghadapi tahap akhir kehidupan. Kelompok lansia biasanya dalam kehidupan sudah melalui proses menjadi tua (Process Aging) (WHO, 2018).
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang manusia secara tiba-tiba yang akan menjadi tua, namun proses perkembangannya berawal dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal tersebut normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan terjadi pada setoiap orang pada usia perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Proses menjadi tua merupakan kehidupan terakhir umat manusia, dan seluruh umat manusia akan mengalaminya. Pada masa itu, setiap orang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan social (Azizah, 2011).
7
Proses menua menurut (Nugroho, 2009) pada lansia ditandai dengan berbagai macam perubahan diantaranya, adalah:
1. Perubahan perilaku, yang berhubungan dengan masalah psikologis yang biasanya disebabkan oleh kehilangan pasangan hidup, ditinggal anak yang telah menikah, penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran, adanya penyakit kronis atau degeneratif, mobilitas terbatas, kesepian, dan penghasilan berkurang.
2. Perubahan pada organ. 2.1.2 Batasan Lansia
Usia pada lansia tidak memiliki batasan yang pasti dalam penentuannya. Menurut para ahli umur pada Lansia memiliki perbedaan batasan usia lansia, umumnya lansia memiliki usia pada 60-65 tahun (Nugroho, 2009).
Pada Buku Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik (Nugroho, 2009), adapun pendapat para ahli yang mengemukakan tentang batasan lansia:
1) Menurut WHO menyatakan bahwa lansia di klasifikasikan menjadi 4 tahap, diantaranya adalah:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu 45-49 tahun b. Lanjut usia (ederly), yaitu 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), yaitu 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), yaitu di atas 90 tahun
2) Menurut (Fatimah, 2010) lansia di golongkan menjadi empat tahap diantaranya adalah:
a. Usia 55-64 tahun (older population) b. Usia 65-74 tahun (the elderly) c. Usia 75-84 tahun (the aged) d. 85 tahun keatas (the extreme aged)
3) Menurut (Nugroho, 2009), usia lansia dikelompokkan sebagai berikut: a. 60-65 tahun (elderly)
8 b. >65-75 tahun (junior old age) c. >75-90 tahun (formal old age) d. >90-120 tahun (longevity old age)
Berdasarkan menurut pendapat para ahli di atas bahwa seseorang disebut lansia jika orang tersebut telah berumur 65 tahun ke atas. Namun, batasan lansia di Indonesia pada umumnya 60 tahun ke atas. Hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, bahwa yang disebut Lansia adalah ”Seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2009).
2.1.3 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013), klasifikasi lansia terdiri dari: 1) Pra Lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun 2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berumur diatas 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan
4) Lansia Potensial merupakan lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa 5) Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 2.1.4 Ciri-ciri Lansia
Adapaun ciri-ciri lansia menurut Kholifah, (2016) yang dijelaskan sebagai berikut ini:
1) Lansia mengalami proses kemunduran
Lanjut usia akan mengalami berbagai hal kemunduran mulai dari kemunduran bentuk fisik, factor psikologis, aspek kognitif, motoric-sensorik. Hal tersebut motivasi sangat berperan penting untuk menunda proses penuaan dan kemunduran seperti dalam segi bentuk fisik, factor psikologis, aspek kognitif dan motoric sensorik.
9
Lanjut usia yang tinggal serumah bersama anak dan keluarganya cenderung lebih menarik diri karena lansia sering tidak dilibatkan dalam mengambil sebuah keputusan yang membuat lansia merasa bahwa harga diri rendah dan mudah tersinggung.
3) Lansia membutuhkan perubahan peran
Lansia yang memiliki kedudukan atau jabatan tentunya memiliki cara berfikir yang luas, sehingga jika mereka harus berhenti dari massa jabatannya akan menikmati masa tua yang bahagia. Misalnya lansia yang baru saja mengalami pension dari pekerjaannya atau jabatannya, maka lansia harus menerima dengan lapang dada .
2.1.5 Karakteristik Lansia
Menurut Kemenkes RI, (2016) pada pusat data dan informasi, karakteristik lansia dapat dikelompokkan berdasarkan berikut ini:
1) Jenis kelamin
Lansia dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak mendominasi. Artinya, fenomena ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.
2) Status perkawinan
Penduduk lansia dilihat dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin 60% dan cerai mati 37%.
3) Living arrangement
Menunjukkan keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur <15 tahun dan >65 tahun) dengan usia produktif (umur 15-64 tahun). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.
10 4) Kondisi Kesehatan
Derajat kesehatan penduduk dapat diukur dengan indicator angka kesakitan. Angka kesakitan termasuk sebagai indicator kesehatan negative, karena semakin rendah angka kesakitan maka menunjukkan derajat kesehatan semakin baik.
5) Lansia sehat berkualitas
Mengacu pada konsep active ageing WHO yaitu proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, social dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. 2.1.6 Tipe Usia Lanjut
Tipe usia lanjut bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental social dan ekonomi. Berikut ini beberapa tipe lansia (Maryam et al., 2010) antara lain:
1) Tipe Arif Bijaksana
Memiliki banyak dengan pengalaman, hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, memiliki kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan. 2) Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi undangan.
3) Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, ringan kaki, mengerjakan pekerjaan apa saja.
11
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
2.1.7 Perkembangan Pada Lansia
Usia lanjut (Lansia) merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap yang mana dimulai dari usia 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan), biasanya pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan social sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penuaan). Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan degenerative yang terbatas, lansia akan lebih rentan (Kholifah, 2016). 2.1.8 Masalah Pada Lansia
Menurut (Kholifah, 2016, pp.18–19) menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Masalah Fisik
Masalah yang dihadapi oleh lansia biasanya ditandai dengan melemahnya fisik, sering mengalami radang persendian ketika sedang melakukan aktivitas yang cukup berat, indra penglihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun sehingga sering mengalami sakit.
b. Masalah kognitif (intelektual)
Masalah yang sering dihadapi oleh lansia dalam perkembangan kognitif adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (Pikun), biasanya lansia akan sulit untuk berinteraksi atau bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Lanjut usia biasanya mengalami perubahan besar dalam hidupnya, salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pada system syaraf yang dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif. Penurunan kognitif
12
hamper terjadi pada semua Lansia dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Terjadinya perubahan kognitif seseorang dikarenakan perubahan biologis yang umumnya berhubungan dengan proses penuaan (Ambohamsah & Sia, 2020, pp. 237–238)
c. Masalah emosional
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia dengan keluarganya menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering mengalami stress.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual adalah kesulitan untuk menghafal doa-doa karena daya ingat yang mulai menurun, sering merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika sedang mengalami permasalahan hidup yang cukup serius.
2.1.9 Perubahan Pada Lansia
Proses penuaan dialami seseorang yang semakin bertambahnya usia,terutama pada usia 60 tahun keatas. Terjadinya proses penuaan secara degenerative yang akan berdampak pada perubahan fisik, kognitif, perasaan, social dan juga sexual (Azizah, 2011)
Menurut (Kholifah, 2016) ada beberapa macam beserta penjelasan dari perubahan yang dialami lansia, diantaranya sebagai berikut:
a. Perubahan Fisik 1) Sistem Indra
Pada system pendengaran biasanya terjadi masalah pendengaran yang disebut Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telingan bagian dalam. Pada usia 60 tahun keatas, 50% kemungkinan terjadi berkurangnya kemampuan
13
pendengaran terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, kata-kata yang sulit dimengerti.
2) Sistem Integumen
Pada kulit lansia akan akan mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan memiliki banyak bercak. Warna coklat yang timbul sebagai pigmen pada kulit disebut dengan liver spot.
3) System Muskoleskeletal
Pada musculoskeletal terdapat jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemapuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, yang mengakibatkan kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Pada tulang akan mengalami berkurangnya kepadatan tulang, hal tersebut merupakan bagian dari penuaan fisiologi yang akan menyebabkan osteoroposis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Pada otot akan mengalami perubahan struktur otot yang ditandai dengan penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negative. Pada sendi lansia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) System Kardiovaskuler
Pada lansia massa jantung akan bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
14 5) System Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap akan tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago da sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada system pencernaan , seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun, liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada system perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorbsi oleh ginjal.
8) System Saraf
System susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
9) System Reproduksi
Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara perlahan.
b. Perubahan Kognitif 1) Memory (Daya ingat) 2) IQ (Intellegent Quotient) 3) Kemampuan belajar (Learning)
15
4) Kemampuan pemahaman (Comprehension) 5) Pemecahan Masalah (Problem Solving) 6) Pengambilan keputusan (Decision Making) 7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance) 9) Motivasi
Kognitif merupakan salah satu fungsi tingkat tinggi pada otak manusia yang terdiri dari beberapa aspek seperti persepsi visual dan konstruksi kemampuan berhitung, persepsi dan penggunaan bahasa, pemahaman dan penggunaan bahasa, proses informasi, memori, fungsi eksekutif dan pemecahan masalah, sehingga apabila lansia mengalami gangguan fungsi kognitif dalam jangka panjang dan tidak segera dilakukan penanganan yang optimal dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Ambohamsah & Sia, 2020, p. 238).
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental menurut (Azizah, 2011) yaitu:
1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa. 2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan 4) Keturunan (hereditas) 5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian. 7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan. 8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
16
Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari kemampuannya beradaptasi terhadap kehilangan fisik, social, dan emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup. Sikap perawat yang harus memiliki pemahaman yang holistic tetntang proses penuaan dan memperlakukan lansia dengan hormat agar lansia mampu membuat keputusan dan mempertahankan otonomi sehingga kualitas hidup lansia dapat meningkat (Fatimah, 2010, p. 14). 2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua
Menurut (Muhith & Siyoto, 2016) mengungkapkan bahwa penuaan terjadi secara fisiologis dan patologis. Berikut ini adalah factor yang mempengaruhi proses menua, diantaranya:
1) Hereditas atau genetic
Secara genetic, perempuan ditentukan dengan sepasang kromosom X sedangkan laki-laki hanya terdiri dari dengan satu kromosom X. Hal tersebut menjadi penyebab perempuan berumur lebih panjang daripada laki-laki karena perbedaan jumlah kromosom X yang membawa proses kehidupan.
2) Nutrisi atau Makanan
Makanan atau asupan nutrisi yang dikonsumsi secara berlebihan maupun kurang, dapat menjadikan terganggunya keseimbangan reaksi kekebalan tubuh.
3) Status Kesehatan
Penyakit yang biasanya dikaitkan dengan penuaan, hal tersebut bukan berasal atau disebabkan dari factor luar yang berlangsung tetap dan berkepanjangan.
4) Pengalaman hidup
Kehidupan sehari-hari yang sering terkena paparan sinar matahari, kurang olahraga dan mengkonsumsi alcohol.
5) Lingkungan
Proses menua yang biologic berangsur secara alami dan tidak dapat dihindari.
17
Hal ini dapat mempengaruhi proses penuaan yang diakibatkan tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan atau masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan mempengaruhi proses penuaan.
2.2 COVID 19 (Coronavirus Disease)
2.2.1 Pengertian Covid
Sejak akhir 2019, dunia telah menerima kenyataan bahwa sedang menghadapi krisis kesehatan masyarakat yang besar terhadap penyakit virus korona baru yang disebut COVID-19 penyebabnya adalah sindrom pernapasan akut parah, coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Kasus COVID-19 pertama yang diketahui berasal dari kota Wuhan di Provinsi Hubei, Cina. Dari sana, kemudian menyebar ke setiap benua berpenduduk di seluruh dunia. Virus ini berasal dari kelas besar virus yang dikenal sebagai β-coronavirus yang umum di alam, dengan banyak inang alami yang potensial, perantara, dan akhir SARS-CoV-2 (Zabetakis et al., 2020).
Coronavirus adalah sekelompok besar virus yang dapat menyebabkan penyakit seperti gejala ringan sampai berat. Setidaknya ada dua jenis virus corona yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala parah, seperti system pernapasan Timur Tengah Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Penyakit virus corona 2019 (COVID-19) merupakan jenis penyakit baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 disebut Sars-CoV-2. Virus ini biasanya menyebar pada hewan dan manusia (KEMKES RI, 2020).
Coronavirus (COVID 19) merupakan salah satu keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Setidaknya ada dua jenis coronavirus yang menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus Disease (COVID-19) adalah virus jenis baru yang belum
18
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia yang menyebabkan terjadinya pandemic (Seri, Jasmen, & Lia, 2020).
2.2.2 Protokol Kesehatan dan Pencegahan Covid 19
WHO sebagai organisasi Kesehatan Tertinggi di dunia telah memberikan anjuran protocol kesehatan. Protocol kesehatan yang dikeluarkan oleh WHO telah diturunkan oleh pemerintah Indonesia untuk penyesuaian dengan kultur dan kondisi di Indonesia. Salah satu cara yang wajib dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus ini adalah social distancing dan menjaga kebersihan diri, memakai masker dan lain-lain. Dalam menjaga kebersihan menjadi hal utama dalam menekan angka penyebaran virus Covid 19 (Jiwandono et al., 2020).
Menurut (KEMKES RI, 2020) terdapat beberapa prinsip untuk membantu mencegah COVID-19 yaitu menjaga kebersihan diri/pribadi dan di rumah dengan cara:
a. Menggunakan masker apabila sedang batuk dan pilek atu saat berada di luar rumah/bepergian/maupun bertemu dengan orang.
b. Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air, setidaknya 20 detik atau menggunakan pembersih tangan berbasis alcohol (hand sanitizer), serta mandi atau cuci muka (jika memungkinkan), hal tersebut dilakukan setelah pulang bepergian dan tiba di rumah atau ditempat kerja, setelah membersihkan hidung, batuk atau bersin dan ketika akan makan maupun setelah mengantar/menerima makanan.
c. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
d. Jangan berjabat tangan.
e. Hindari interaksi fisik yang dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit, seperti demam, batuk, flu.
f. Menutup mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam atau dengan menggunakan tissue lalu buang ketempat sampah dan segera cuci tangan.
19
h. Bersihkan dan disinfeksi benda-benda rumah tangga yang sering disentuh secara teratur, seperti furniture rumah tangga (meja, kursi, dll), gagang pintu.
i. Menjaga jarak dengan orang lain yang mengalami gangguan pernapasan minimal 1 meter.
Dalam perang melawan COVID-19, menjaga system kekebalan (imunitas) merupakan salah satu tindakan yang sangat penting di massa pandemic ini. Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh dari paparan COVID-19 menurut KEMKES RI, (2020) sebagai berikut:
1) Konsumsi gizi seimbang 2) Aktivitas fisik/senam ringan 3) Istirahat yang cukup
4) Suplemen vitamin 5) Tidak merokok
6) Mengendalikan komorbid (seperti, Diabetes Melitus, hipertensi, kanker) (kemenkes,2020)
2.2.3 Tanda Gejala Covid 19
Seseorang yang mengalami infeksi COVID-19 dapat bermanifestasi sebagai infeksi tanpa gejala yang biasanya pasien mengalami penyakit saluran pernapasan atas ringan diantaranya adalah batuk, flu, menggigil, demam, kelelahan dan sesak napas (Zabetakis et al., 2020).
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva (Adityo, et al., 2020).
20 2.2.4 Kelompok Resiko Tinggi
Menurut (Siagian, 2020) setiap orang memiliki resiko tinggi untuk terkena Virus Corona -19. Adapun kelompok orang yang memiliki tingkat resiko yang tinggi dan rentan terpapar COVID-19 menurut (KEMKES RI, 2020) sebagai berikut :
1. Usia lanjut diatas 60 tahun.
2. Seseorang yang mengidap penyakit komorbid (penyakit penyerta) seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Kanker, Asma, dan Penyakit Obstruksi Kronik (PPOK) dan lain sebagainya.
3. Ibu hamil.
2.3 Ketidakpatuhan
2.3.1 Pengertian Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan adalah sifat/perilaku individu yang tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Perilaku ketidakpatuhan dapat mengakibatkan kefatalan atau gagalnya dalam pencapaian hasil yang maksimal. Pengetahuan yang luas harus menjadi landasan yang utama terhadap terjadinya hambatan agar seseorang tidak keterbelakangan atau adaya hambatan yang diinginkan. Hal lain jika seseorang memiliki pengetahuan yang luas akan menentukan sikap berpikir dalam mencegah adanya hambatan dan mengurangi hambatan tersebut. Melakukan tindakan tidak patuh merupakan hal yang sangat merugikan dan dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan (Phitri & Widyaningsih, 2013).
Ketidakpatuhan dapat didefinisikan suatu kondisi ketika seseorang/ individu maupun kelompok memiliki keinginan untuk patuh, namun ada beberapa factor yang menghambat kepatuhan terhadap saran tentang kesehatan yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan. Kepatuhan awalnya sekedar mematuhi instruksi tidak dari dorongan diri sendiri tetapi hanya untuk menghindari hukuman atau mendapatkan imbalan yang telah dijanjikan, hal ini hanya tahap kepatuhan dan bersifat sementara yang
21
dilakukan selama ada pengawasan saja (Prihantana & Wahyuningsih, 2016).
2.3.2 Jenis Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan menurut (Iin Ernawati, Selly Septi Fandinata, 2020) terdiri dari 2 jenis yaitu ketidakpatuhan yang disengaja dan ketidakpatuhan yang tidak sengaja, berikut penjelasan dari keduannya adalah sebagai berikut:
a. Ketidakpatuhan yang Tidak Disengaja
Ketidakpatuhan yang tidak sengaja merupakan suatu tindakan seseorang atau pasien yang berusaha untuk mematuhi prosedur pengobatan seseuai arahan dari tenaga kesehatan, namun memiliki hambatan lain untuk mencapai kepatuhan yang sempurna (seperti akses menuju pelayanan kesehatan, ekonomi yang tidak mendukung untuk menunjang pengobatan). Ketidakpatuhan yang tidak disengaja adalah tindakan yang paling mudah untuk diberikan intervensi
b. Ketidakpatuhan yang Disengaja
Ketidakpatuhan yang disengaja merupakan bersumber dari pasien dan termasuk dalam ketidaktaatan pengobatan yang sulit untuk diperbaiki dibanding ketidakpatuhan yang disengaja. Hal yang sering menjadi pemicu ketidakpatuhan yang disengaja adalah ketidakpercayaan pada penyedia layanan kesehatan atau keyakinan yang salah tentang kondisi kesehatan. Perlu adanya analisa yang mendalam untuk melihat factor yang dapat mempengaruhi pasien/ seseorang dalam menjalankan kepatuhan.
2.3.3 Faktor-faktor Ketidakpatuhan
Menurut (Kozier et al., 2010) factor yang dapat mempengaruhi kepatuhan antara lain sebagai berikut:
a) Motivasi klien untuk sembuh
b) Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan c) Persepsi keparahan masalah kesehatan
d) Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit
22 f) Tingkat gangguan penyakit
g) Keyakinan terhadap tindakan terapi yang sedang dijalankan akan membantu atau tidak membantu
h) Kerumitan, efek samping yang diajukan
i) Warisan budaya yang dianut membuat kepatuhan sulit untuk dijalankan j) Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan penyedia
layanan kesehatan
Selain factor diatas beberapa factor lain yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut (Niven, 2012) diantaranya sebagai berikut:
a) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kegiatan atau, usaha manusia untuk meningkatkan kualitas diri seperti pengembangan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan juga mempengaruhi proses terjadinya perubahan perilaku menuju sikap dewasa dengan cara mengembangkan potensi kepribadiannya yang berupa jasmani dan rohani. b) Pengetahuan
Setelah seseorang melakukan pengindraan pada suatu obyek tertentu maka akan menjadi tahu, berdasarkan pengalaman penelitian pengetahuan lebih bersifat langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
c) Usia
Usia merupakan umur yang dimulai dari kelahiran sampai saat hari kelahirannya/berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan berpikir dan bekerja seseorang akan lebih matang. Dilihat dari segi kepercayaan, masyarakat akan lebih mempercayai orang dewasa daripada orang yang belum tinggi tingkat kedewasaannya. Hal tersebut ditentukan oleh pengalaman dan kematangan jiwanya.
23 d) Dukungan Sosial
Salah satu dukungan social yang dapat diperoleh lansia bersumber dari keluarga. Keluarga yang memberikan perhatian pada lansia termasuk tindakan dukungan social, seperti bantuan instrumental, dan pemberian informasi saat berada pada situasi yang darurat dan menekan. Dukungan social dari keluarga setidaknya dibutuhkan oleh lansia yang menimbulkan dampak baik sehingga dapat meringankan beban lansia apabila sedang menghadapi suatu persoalan (Parasari & Lestari, 2015).