• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVESTIGASI PENGARUH VARIASI HOLDING TIME PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKUATAN MEKANIS BESI COR KELABU FC-25 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVESTIGASI PENGARUH VARIASI HOLDING TIME PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKUATAN MEKANIS BESI COR KELABU FC-25 SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. INVESTIGASI PENGARUH VARIASI HOLDING TIME PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKUATAN MEKANIS BESI COR KELABU FC-25. SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarja Teknik (S.T) Program Studi Teknik Mesin. Disusun Oleh : ALEXANDER DAVID GREGORIAN NIM : 175214086. PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2021. i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. INVESTIGATION ABOUT THE HOLDING TIME EFFECT VARIATION OF QUENCHING AND TEMPERING PROCESS ON MECHANICAL STRENGTH IN GRAY CAST IRON FC-25. FINAL PROJECT. Submitted As One of Requirements To Obtain the Engineering Degree (S.T) Mechanical Engineering. Arranged by : ALEXANDER DAVID GREGORIAN STUDENT NUMBER : 175214086. MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2021 ii.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Besi cor kelabu FC-25 merupakan salah satu jenis material yang memiliki kekuatan tarik minimal 250N/mm dan memiliki nilai kekerasan sebesar 240 Hb. Besi cor ini memiliki kandungan kadar karbon sebesar 3,2% - 3,5%, Silikon 1,7% 2,2%, Mangan 0,6% - 0,9% dan maksimal phospor 0,95%. Pada penerapannya material jenis ini digunakan pada komponen otomotif seperti cylinder block, cylinder liner dan clutch plates. Pada tugas akhir ini, proses perlakuan panas tempering diterapkan pada besi cor kelabu FC-25. Tujuan dari tugas akhir ini yaitu untuk mengkaji atau menganalisis pengaruh proses holding time proses tempering terhadap struktur mikro dan kekerasan Vickers pada besi cor kelabu FC-25. Proses awal dilakukan dengan pemanasan besi cor pada suhu austenizing yaitu 900°C selama 15 menit, dilanjutkan dengan proses pemanasan tempering pada suhu 450°C dengan variasi waktu holding 1, 2, 2.5, dan 4 jam. Pengujian kekerasan Vickers dan pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas tersebut terhadap karakteristik kekerasan dan fase yang terbentuk pada struktur mikronya. Hasil dari pengujian kekerasan Vickers diperoleh nilai kekerasan rata-rata dari besi cor proses perlakuan tempering dengan variasi waktu holding 1, 2, 2.5 dan 4 jam diperoleh masing-masing sebesar 242,09 HVN, 229,56 HVN, 183.658 HVN, 209.67 HVN. Pada hasil pengamatan struktur mikro didapatkan hasil pada proses tempering 1, 2, 2.5 dan 4 jam yaitu mengakibatkan grafit semakin besar, kasar dan jumlah yang dimiliki semakin banyak. Kata kunci : Besi cor kelabu FC-25, holding time, tempering, Vickers,. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT FC-25 gray cast iron is a type of material that has a tensile strength of at least 250N/mm and a hardness value of 240 Hb. This cast iron contains carbon content of 3.2% - 3.5%, Silicon 1.7% - 2.2%, Manganese 0.6% - 0.9% and maximum phosphorus 0.95%. In its application, this type of material is used in automotive components such as cylinder blocks, cylinder liners, and cylinder heads which are wear-resistant. In this final project, the tempering heat treatment process is applied to FC-25 gray cast iron. The purpose of this final project is to study or analyze the effect of the holding time of the tempering process on the microstructure and Vickers hardness of FC-25 gray cast iron. The initial process was carried out by heating cast iron at an austenizing temperature of 900 °C for 15 minutes, followed by a tempering heating process at 450 °C with time variations for 1, 2, 2.5, and 4 hours. Vickers hardness test and micro observations were carried out to determine the effect of the heat treatment on the characteristics of the hardness and the formed phase on the microstructure. The results of the Vickers hardness test obtained the average hardness value of cast iron tempering treatment process with variations of holding time 1, 2, 2.5, and 4 hours obtained respectively 242.09 HVN, 229.56 HVN, 183.658 HVN, 209.67 HVN. In the observation of the microstructure, the results obtained in the tempering process of 1, 2, 2.5, and 4 hours increased large, rough graphite or a tendency to have type C and large quantities. Keywords: FC-25, gray cast iron, holding time, tempering, Vickers,. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Terpujilah Allah bapak, Allah putera Allah roh kudus dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sang juru selamat atas berkat dan rahmatNya sehingga skripsi tugas akhir yang berjudul “INVESTIGASI PENGARUH VARIASI HOLDING TIME PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKUATAN MEKANIS PADA BESI COR KELABU FC-25” dapat berjalan hingga akhir. Tujuan skripsi ini digunakan untuk memenuhi persyaratan untuk menempuh program strata 1. Pada kesempatan yang dimiliki penulis menyadari skripsi yang dibuat masih banyak kekurangan 1.. Sudi Mungkasi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.. 2. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. 3. Dr.Eng, I Made Wicaksana Ekaputra, M.Eng, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi dorongan, perhatian, kesabaran, hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini 4. Dr. Yohanes Baptista lukiyanto selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk akademik serta non-akademik dari awal hingga akhir perkuliahan. 5. Babeh (Redemtus Bambang Puryanto) yang sangat penulis banggakan, ibu (serly winarti puspaningrum), serta keluarga besar yang banyak sekali memberi support dan semangat. 6. Teman teman penjurusan material Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menemani saat pengerjaan lab. 7. Martana dwiyaning nugroho selaku asisten lab logam teknik mesin yang telah memberikan pengalaman lapangan dan membantu menjelaskan proses pengujian 8. Teman-teman kelas B dari awal hingga akhir semester yang selalu bersama, dalam suka maupun duka.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 9. Teman-teman dari teknik mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya angkatan 2017. 10. Teman teman padepokan hijau yang telah menemani dari semester 1 hingga skripsi ini dibuat. 11. Teman teman kontrakan pak Slamet: Alfon, Hosea, Noel, Agung, Magnus yang selalu menemani dalam kasih Tuhan Yesus kristus. 12. Segenap dosen, laboran, karyawan, dan staff sekretariat Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah banyak membagikan ilmu serta pengalamannya dari awal hingga akhir perkuliahan. 13. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan. Dengan segala ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dalam bidang pendidikan maupun kemajuan pada bidang teknologi. Gusti Yesus amberkahi,. Yogyakarta 1 juni 2021. Penulis. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. FINAL PROJECT ....................................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. v LEMBAR. PERSETUJUAN. PUBLIKASI. KARYA. ILMIAH. UNTUK. KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................................. vii ABSTRACT .............................................................................................................. viii KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1. 1.2. Identifikasi Masalah ................................................................................... 3. 1.3. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3. 1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4. 1.5. Batasan Masalah ......................................................................................... 4. 1.6. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.1. Besi Cor ...................................................................................................... 6. 2.2. Sifat Mekanis Paduan Fe-C ........................................................................ 6. 2.2.1. Ferrite (Besi Murni) ............................................................................ 7. 2.2.2. Pearlite (α + Fe3C) .............................................................................. 8. 2.2.3. Bainite ................................................................................................. 8. 2.2.4. Austenite ............................................................................................. 9. 2.2.5. Martensite............................................................................................ 9. 2.2.6. Cementite (Fe3C) .............................................................................. 10. 2.3. Klasifikasi Besi Cor .................................................................................. 11. 2.3.1. Besi Cor Nodular (Ductile Cast Iron) ............................................... 11. 2.3.2. Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) .................................................... 13. 2.3.3. Besi Cor Malleable (Besi Cor Mampu Tempa) ................................ 16. 2.3.4. Besi Cor Putih ................................................................................... 17. 2.4. Pengaruh Unsur Paduan pada Besi Cor .................................................... 18. 2.4.1. Karbon ............................................................................................... 18. 2.4.2. Chromium ......................................................................................... 18. 2.4.3. Phospor.............................................................................................. 19. 2.4.4. Mangan .............................................................................................. 19. 2.4.5. Sulphur .............................................................................................. 20. 2.4.6. Silikon ............................................................................................... 20. 2.5. Heat Treatment (Perlakuan Panas) ........................................................... 20 xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.5.1. Quenching ......................................................................................... 21. 2.5.2. Tempering ......................................................................................... 21. 2.5.3. Austempering .................................................................................... 22. 2.5.4. Martempering .................................................................................... 22. 2.6. Austenisasi................................................................................................ 22. 2.7. Hardening ................................................................................................. 24. 2.8. Tempering ................................................................................................ 25. 2.9. Diagram TTT (Time Temperature Transformation) ................................ 26. 2.10. Pengujian Kekerasan Vickers ............................................................... 27. 2.11. Kajian Penelitian Sebelumnya .............................................................. 28. BAB 3 ......................................................................................................................... 30 METODE PENELITIAN ......................................................................................... 30 3.1. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 30. 3.2. Bahan yang Digunakan ............................................................................ 32. 3.3. Alat-Alat Pengujian .................................................................................. 33. 3.4. Pembuatan Benda Uji ............................................................................... 37. 3.5. Spesimen Uji Struktur Mikro dan Kekerasan ........................................... 38. 3.6. Proses Perlakuan Panas ............................................................................ 39. 3.7. Pengujian Kekerasan Vickers ................................................................... 40. 3.8. Pengamatan Struktur Mikro ..................................................................... 41. BAB 4 ......................................................................................................................... 42 xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42 4.1. Hasil Pengujian ......................................................................................... 42. 4.2. Hasil Pengujian Kekerasan Vickers ......................................................... 42. 4.3. Pembahasan Grafik Uji Kekerasan ........................................................... 49. 4.3.1. Hasil Pengamatan Struktur Mikro ..................................................... 50. 4.3.2. Hasil Pengamatan Struktur Mikro Besi Cor Kelabu FC-25 Tanpa. Perlakuan ......................................................................................................... 51 4.3.3. Hasil Pengamatan Struktur Mikro Besi Cor Kelabu FC-25 dengan. Proses Quenching Menggunakan Media Pendingin Air ................................. 53 4.3.4. Hasil Pengamatan Struktur Mikro Besi Cor Kelabu FC-25 Dengan. Variasi Holding Time Tempering 1, 2, 2.5 dan 4 jam ..................................... 57 BAB 5 ......................................................................................................................... 64 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 64 5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 64. 5.2. Saran ......................................................................................................... 65. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 66. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Unit Cell Untuk Austenite, Ferrite Dan Martensite Dan Peningkatan Kandungan Karbon Dapat Mempengaruhi Bentuk Dimensi Kubus Pada Martensite (Kalpakjian & Schmid, 2013). .................................................................................. 7 Gambar 2.2 Struktur Ferrite Pada Struktur Mikro Baja .......................................... 8 Gambar 2. 3 fase Austenite Pada Paduan Fe-C ....................................................... 9 Gambar 2. 4 Struktur Martensite Pada Besi Cor Kelabu ....................................... 10 Gambar 2.5 Struktur Cementite Pada Paduan Baja Karbon .................................. 11 Gambar 2. 6 Besi Cor Nodular .............................................................................. 13 Gambar 2.7 Tipe distribusi flakes graphite menurut ASTM A247-19.................. 15 Gambar 2.8 Besi Cor Malleable ............................................................................ 17 Gambar 2. 9 Diagram fase Fe-Fe3C ..................................................................... 23 Gambar 2.10 Pengaruh unsur paduan terhadap temperatur dan komposisi karbon pada titik eutectoid .................................................................................................. 24 Gambar 2. 11 Diagram TTT pada proses perlakuan panas besi cor ...................... 26 Gambar 2. 12 Identasi berbentuk piramid yang terdapat pada Vickers ................ 27 Gambar 3. 1 Diagram Alur Penelitian .................................................................. 31 Gambar 3.2 Spesimen besi cor kelabu FC-25. ...................................................... 32 Gambar 3.3 Oven ................................................................................................... 33 Gambar 3. 4 Alat uji kekerasan Vickers ................................................................ 34 Gambar 3.5 optical microscopy ............................................................................. 35 Gambar 3. 6 Mesin grinding polishing.................................................................. 36 xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Gambar 3.7 Display .............................................................................................. 37 Gambar 4.1 Grafik perbandingan nilai kekerasan Vickers FC-25 sebelum dan setelah di lakukan proses perlakuan panas quenching dan tempering .................... 49 Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Besi Cor Kelabu FC-25 Tanpa Perlakuan ........... 51 Gambar 4.4 Hasil pengamatan besi cor kelabu FC-25 dengan proses perlakuan quenching dengan suhu austenizing 900°C dengan holding time 15 menit. ........... 53 Gambar 4.5 Hasil pengamatan besi cor kelabu proses tempering dengan holding time 1 Jam. .............................................................................................................. 57 Gambar 4.6 Hasil pengamatan besi cor kelabu proses tempering dengan holding time 2 jam. ............................................................................................................... 59 Gambar 4.7 Hasil pengamatan besi cor kelabu dengan proses tempering holding time 2,5 jam ............................................................................................................. 60 Gambar 4.8 Hasil pengamatan besi cor kelabu dengan Proses tempering holding time 4 jam ................................................................................................................ 61. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 tanpa perlakuan .......... 43 Tabel 4. 2 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 dengan proses perlakuan quenching pada suhu austenizing 900°C selama 15 menit dengan media pendingin air............................................................................................................................. 44 Tabel 4. 3 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 dengan proses perlakuan panas tempering pada suhu 450°C dengan proses holding time 1 jam. .................. 45 Tabel 4. 4 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 dengan Proses Perlakuan Panas tempering Pada Suhu 450°C dengan Proses holding time 2 jam.................. 45 Tabel 4. 5 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 dengan proses perlakuan Panas tempering pada suhu 450°C proses holding time 2,5 jam. ........................... 46 Tabel 4. 6 Nilai kekerasan besi cor kelabu FC-25 dengan proses perlakuan Tempering pada suhu 450°C dengan holding time 4 jam. ..................................... 47 Tabel 4. 7 Perbandingan Nilai Kekerasan Vickers Pada Spesimen ....................... 48. xvii.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besi cor adalah salah satu jenis material yang popular digunakan dan. diproduksi melalui proses pengecoran. Besi cor dapat dibedakan menjadi 4 yaitu besi cor kelabu, besi cor nodular, besi cor putih, besi cor malleable. Besi cor kelabu merupakan logam paduan Fe-C-Si yang memiliki komposisi kandungan karbon total antara 3 - 3,5% C, kandungan Silikon antara 1,8 hingga 2,4% dan mengandung beberapa elemen lainnya (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Dikatakan besi cor kelabu dikarenakan memiliki graphite yang berbentuk serpih atau flakes dan memiliki patahan berwarna kelabu. Sifat mekanis yang dihasilkan oleh besi cor kelabu dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kuantitas, distribusi, dan morfologi flakes graphite (I Made Wicaksana Ekaputera et al., 2019). Selain flakes graphite terdapat pula pearlite dan ferrite yang merupakan penyusun dari struktur mikro besi cor kelabu (William D. Callister, 2007). Besi cor kelabu memiliki beberapa kelebihan yaitu memiliki kemampuan mesin (machinability) yang sangat baik, ekonomis, sifat mampu cor yang baik, memiliki kemampuan meredam getaran dan memiliki konduktivitas thermal yang tinggi (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Namun, di samping beberapa kelebihan yang dimiliki, besi cor kelabu memiliki kekurangan yaitu memiliki kekuatan tarik, dan tingkat keuletan yang rendah serta bersifat getas yang berasal dari flakes graphite (Suprihanto & Ilmi, 2007). Selain itu sifat getas atau rapuh yang terjadi pada besi cor kelabu juga diakibatkan karena penyebaran grafit tidak merata dan adanya cacat pada hasil coran (Priyono Eko, 2019). Pada penerapannya di kehidupan sehari-hari, besi cor kelabu sering dijumpai pada komponenkomponen otomotif contohnya seperti cylinder head, block cylinder, cylinder liner, disc brake, camshaft dan komponen otomotif lainnya (Yao, 2018). Jenis besi cor yang umum digunakan pada beberapa komponen tersebut yaitu besi cor kelabu FC25. Penamaan besi cor kelabu FC-25 menurut JIS G5501 (1995) adalah karena besi cor kelabu FC-25 memliki kekuatan tarik minimal yaitu sebesar. 1. dan.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. memiliki kekerasan brinell yaitu 240 HB, dan komposisi yang dimiliki FC-25 yaitu 3,2% - 3,5% Carbon, Silikon 1,7% - 2,2%, Mangan 0,6% - 0,9% dan maksimal phospor 0,95% (I Made Wicaksana Ekaputera et al., 2019). Pada penerapannya besi cor kelabu merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu kendaraan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses design suatu komponen/produk kendaraan adalah karakteristik mekanisnya. Hal ini terkait dalam fungsional dan keselamatan dalam penggunanya. Kegagalan pada suatu material dapat terjadi akibat patah, akibat aus, korosi dan degradasi (Odusote, J. K., S. I. Talabi, 2014). Salah satu contoh komponen penting dari kendaraan adalah komponen sistem pengereman seperti disk brake, disk rotor, brake caliper, brake drum, support bracket, dan lain-lain. Sistem rem merupakan bagian yang sangat penting karena kesalahan dalam merancang mengakibatkan kerugian pada ekonomi, kerusakan kendaraan, kecelakaan, cedera pada manusia dan bahkan kematian (Odusote, J. K., S. I. Talabi, 2014). Dikarenakan fungsi dari sistem pengereman saat melakukan perjalanan panjang dengan waktu yang lama maupun melewati jalan yang menurun di daerah pegunungan akan mengalami panas yang berlebih (overheating) sehingga pada kondisi tersebut suhu komponen pada sistem pengereman meningkat dalam waktu yang relatif cepat, sehingga panas berlebih pada sistem pengereman dapat menghambat gerakan piston pendorong kampas rem dan dapat menurunkan koefisien gesek kampas rem secara drastis sehingga sistem rem tidak bekerja sebagaimana semestinya (Sjarip & Suhadi, 2019). Untuk meningkatkan sifat mekanis dari komponen pengereman dapat dilakukan beberapa rekayasa diantaranya yaitu dengan mengontrol elemen-elemen pada paduan, dan juga proses perlakuan panas atau heat treatment. Beberapa proses perlakuan panas yang dapat diterapkan diantaranya adalah proses quenching, tempering, austempering, martempering. Proses perlakuan panas tempering merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan keuletan, meningkatkan ketangguhan. logam,. menghilangkan. tegangan. internal. (internal. stress),. meningkatkan kekuatan tarik, menghaluskan ukuran butir kristal, dan menurunkan kekerasan dari logam (Sukomal Ghosh, 1999). Pada proses perlakuan panas tempering parameter yang sering digunakan yaitu waktu holding dan temperatur pemanasan. Pada penelitian sebelumnya variasi holding time tempering sering 2.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. dilakukan pada material baja salah satu contohnya seperti penelitian yang telah dilakukan oleh (Agustin & Wildania, 2017) yang berjudul “proses perlakuan panas tempering dengan variasi holding time pada material baja bekas pegas daun”. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil variasi holding time tempering dapat mempengaruhi sifat mekanis pada baja yaitu nilai kekerasan, ketangguhan, keuletan dan terjadinya perubahan struktur mikro. Akan tetapi untuk jenis material besi cor kelabu data atau artikel yang terkait tentang proses perlakuan panas dengan variasi holding time tempering sangat jarang ditemukan. Maka dari itu dalam tugas akhir ini proses perlakuan panas tempering pada besi cor kelabu FC25 diterapkan dengan menggunakan variabel waktu penahanan (holding time) 1, 2, 2,5, dan 4 jam diinvestigasi. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan penguraian yang terdapat pada latar belakang diatas identifikasi. masalah pada penelitian ini yaitu proses perlakuan panas tempering dapat bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanis yaitu kekerasan, ketangguhan, keuletan dari suatu material. Pada artikel jurnal yang sudah terbit jarang sekali ditemukan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan proses perlakuan panas tempering dengan variasi holding time dengan menggunakan material besi cor kelabu FC-25. Maka dari itu dalam tugas akhir ini dilakukan penelitian untuk mengkaji atau menganalisis pengaruh dari proses perlakuan panas tempering terhadap material besi cor kelabu FC-25 dengan variasi holding time 1, 2, 2.5 dan 4 jam.. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini dapat disusun. rumusan permasalahan yaitu: 1.. Bagaimana pengaruh variasi holding time 1, 2, 2,5 dan 4 jam dengan suhu 450°C pada proses perlakuan tempering terhadap kekerasan dari besi cor kelabu FC-25 ?. 3.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.. Bagaimana pengaruh variasi holding time 1 jam, 2 jam, 2,5 dan 4 jam dengan suhu 450°C pada proses perlakuan tempering terhadap struktur mikro dari besi cor kelabu FC-25?. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1.. Mengkaji pengaruh variasi holding time 1, 2, 2,5, 4 jam dengan suhu 450°C pada proses perlakuan panas tempering terhadap kekerasan Vickers dari besi cor kelabu FC-25.. 2.. Mengkaji pengaruh variasi holding time 1, 2, 2,5 dan 4 jam dengan suhu 450°C pada proses perlakuan tempering terhadap struktur mikro dari besi cor kelabu FC-25.. 1.5. Batasan Masalah Batasan - batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1.. Pengecoran yang dilakukan pada besi cor kelabu FC-25 menggunakan metode sand casting.. 2.. Spesimen yang digunakan besi cor kelabu FC-25.. 3.. Pemanasan austenizing yang dilakukan pada suhu austenite 900°C pada saat proses quenching dengan waktu pemanasan 15 menit. Penentuan. holding. time. saat. proses. austenizing. berdasarkan. perhitungan matematis yaitu T (menit) = 1,4 x H (tebal benda kerja) dalam satuan mm (Bahtiar et al., 2014). 4.. Waktu penahanan atau holding time 1, 2, 2,5, 4 jam, dengan suhu tempering 450°C.. 5.. Pengujian sifat mekanis yang dilakukan adalah pengujian kekerasan vickers dan pengamatan struktur mikro.. 6.. Media pendinginan yang dilakukan menggunakan media air.. 7.. Dalam pengujian diasumsikan tidak terjadinya oksidasi didalam oven pada saat proses pemanasan austenizing maupun pemanasan tempering.. 4.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 8.. Media pendingin proses tempering menggunakan media udara luar oven.. 9.. 1.6. Komposisi besi cor kelabu FC-25 dianggap homogen.. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu: 1.. Bagi peneliti Sebagai. referensi. dan. bahan. pertimbangan. khususnya. untuk. perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya perlakuan panas tempering pada besi cor kelabu terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro pada besi cor kelabu. 2.. Bagi masyarakat Memperluas ilmu pengetahuan serta wawasan tentang kajian ilmiah tertentu berdasarkan teori yang bisa dan telah diuji kebenarannya khususnya untuk material besi cor kelabu.. 3.. Bagi universitas Menambah data hasil penelitian yang telah dilakukan mahasiswa di kampus, dan penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi penambahan ilmu pengetahuan, khususnya bagi ilmu material serta menjadi bahan bacaan di perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan dapat memberikan referensi bagi mahasiswa.. 5.

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Besi Cor Besi cor adalah salah satu jenis logam yang saat ini masih digunakan oleh. manusia dikarenakan pembuatannya yang sederhana dan harganya relatif murah dibanding logam lainnya, bahkan sampai saat ini besi cor digunakan sebagai bahan coran lebih dari 80% (Surdia & Saito, 1999). Dalam pemakaiannya di kehidupan sehari hari besi cor digunakan dalam penggunaan komponen otomotif karena biaya yang dimiliki relatif rendah dan memiliki konduktivitas thermal, peredam getaran yang baik (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Contoh penerapannya pada penggunaan komponen otomotif yaitu kopling, rem, cylinder liner, dan ring piston (Balachandran et al., 2011). Pada besi cor memiliki kandungan total karbon antara 2-4% dan dengan komponen silikon yang sangat berperan penting pada saat proses pengecoran besi cor di mana unsur silikon berfungsi untuk meningkatkan sifat mekanis dari besi cor kelabu (Sukomal Ghosh, 1999). Jenis dari besi cor dapat dibedakan berdasarkan bidang patahannya dan sifat mekanis yang dihasilkan untuk besi cor putih berwarna putih, untuk besi cor kelabu berwarna abu-abu memiliki grafit berbentuk flakes memiliki sifat getas/rapuh, besi cor nodular memiliki grafit bulat sehingga mempunyai sifat keuletan yang tinggi (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992).. 2.2. Sifat Mekanis Paduan Fe-C Sifat mekanis yang dihasilkan oleh besi cor maupun baja karbon sendiri. tergantung pada struktur matriks atau fase-fase yang terbentuk pada hasil coran baik diperoleh melalui perlakuan panas yang diberikan maupun kombinasi dari beberapa paduan. Jenis- jenis fase dari paduan Fe-C meliputi:. 6.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Gambar 2. 1 Unit Cell Untuk Austenite, Ferrite Dan Martensite Dan Peningkatan Kandungan Karbon Dapat Mempengaruhi Bentuk Dimensi Kubus Pada Martensite (Kalpakjian & Schmid, 2013). 2.2.1 Ferrite (Besi Murni) Ferrite (α) merupakan salah satu struktur yang memiliki sifat keuletan yang tinggi tetapi memiliki kekuatan tarik rendah, ketahanan aus yang buruk, memiliki patahan yang baik, ketangguhan yang baik, konduktivitas thermal yang baik dan kemampuan mesin yang baik (Bramfitt, 1998). Ferrite memiliki struktur kristal BCC dan memiliki kelarutan karbon maksimum yaitu sekitar 0,022% C dan terjadi pada suhu dari 727 ° C (William D. Callister, 2007). Jumlah karbon sendiri dapat mempengaruhi sifat mekanis dari ferrite (Kalpakjian & Schmid, 2013).. 7.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ferrite. Gambar 2.2 Struktur Ferrite Pada Struktur Mikro Baja (William D. Callister, 2007). 2.2.2 Pearlite (α + Fe3C) Pearlite merupakan perpaduan antara fasa ferrite dan cementite/Fe3C (William D. Callister, 2007). Pearlite terbentuk dari fase austenite yang didinginkan secara equilibrium melalui titik eutectoid. Pearlite merupakan campuran dari fasa ferrite dan cementite yang memiliki sifat kekerasan dan kekuatan tarik yang lebih tinggi daripada ferrite tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah daripada ferrite (William D. Callister, 2007). Kekerasan yang dimiliki pada pearlite berasal dari fase cementite yang terbentuk pada saat dilakukan pendinginan secara lambat. Pearlite terbentuk akibat dari komposisi kelarutan karbon yaitu (0,022% berat karbon) dan untuk kelarutan maksimum karbon pada fase cementite (6,7% berat C) (William D. Callister, 2007). 2.2.3 Bainite Bainite merupakan struktur yang terdiri dari fase ferrite dan cementite. struktur bainite terbentuk akibat proses pemanasan lanjut pada kisaran suhu 400500°C (750 hingga 1020°F), dan lower bainite terbentuk secara isotermal pada suhu kisaran 250 hingga 400 °C (480 hingga 750°F) dan proses perlakuan panas yang digunakan untuk menghasilkan struktur bainite dinamakan proses austempering (Bramfitt, 1998). Struktur bainite memiliki sifat yaitu kekuatan tarik. 8.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. tinggi, dengan ketangguhan, keuletan dan ketahanan lelah yang baik, kapasitas redaman yang tinggi, dan ketahanan aus yang baik (Roy Elliot Bsc, 1989). 2.2.4 Austenite Austenite merupakan salah satu fase yang sangat penting pada proses perlakuan panas pada karena pada suhu tertentu besi mengalami transformasi dari fase dari BCC menjadi FCC (Kalpakjian & Schmid, 2013). Struktur ini memiliki batas kelarutan padat karbon lebih besar dibandingkan ferrite yaitu sebesar 2.11% C pada suhu 1148°C dan sifat mekanis yang dihasilkan memiliki sifat tidak dapat dimagnetkan, sehingga memiliki kemampuan bentuk yang baik (Kalpakjian & Schmid, 2013).. austenite. Gambar 2. 3 fase Austenite Pada Paduan Fe-C (William D. Callister, 2007) 2.2.5 Martensite Martensite merupakan struktur fase yang didapatkan dari fase austenite yang di dinginkan secara cepat atau proses quenching menggunakan air, oli, dan minyak. Pendinginan cepat yang dilakukan dapat mengubah struktur dari FCC (face center cubic) bertransformasi menjadi BCT (body centered tetragonal) (William D. Callister, 2007). Martensite merupakan fase yang terbentuk akibat pemanasan austenizing kemudian di holding beberapa waktu dan dilakukan pendinginan secara non equilibrium atau tidak setimbang sehingga efek yang terjadi atom atom. 9.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. karbon saat dilakukan pendinginan cepat, terjebak dalam struktur kristal BCT dan akan membentuk struktur martensite, sehingga sifat mekanis yang dihasilkan yaitu kekerasan yang dimiliki mengalami kenaikan (William D. Callister, 2007). Martensite memiliki sifat yaitu keras (Kalpakjian & Schmid, 2013). Kekerasan yang dimiliki oleh martensite tergantung pada persentase berat karbon yang dimiliki pada paduan (William D. Callister, 2007).. martensite. Gambar 2. 4 Struktur Martensite Pada Besi Cor Kelabu (Chakrabarty, 2017). 2.2.6 Cementite (Fe3C) Cementite dapat disebut juga besi karbida (Fe3C) yang memiliki kandungan karbon 6,67% C dan sifat yang dimiliki yaitu rapuh, getas dan memiliki kekuatan tarik yang rendah dibandingkan fase yang lainnya (Kalpakjian & Schmid, 2013). Elemen paduan yang dapat membentuk struktur cementite atau karbida yaitu chromium, molybdenum, mangan, dan lain-lain (Priyono Eko, 2019).. 10.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. cementite. Gambar 2.5 Struktur Cementite Pada Paduan Baja Karbon (William D. Callister, 2007). 2.3. Klasifikasi Besi Cor Besi cor pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu. besi cor kelabu (gray cast iron) / FC, besi cor putih (white cast iron), besi cor nodular (ductile cast iron) / FCD, besi cor mampu tempa (malleable). Perbedaan yang sangat. khas dari macam-macam besi cor yaitu dari komposisi yang. terkandung, teknik pembuatannya, dan distribusi graphite yang dihasilkan dapat mengakibatkan perbedaan sifat mekanis dari besi cor. Di bawah ini merupakan penjelasan dari beberapa jenis besi cor: 2.3.1 Besi Cor Nodular (Ductile Cast Iron) Besi cor nodular atau biasa disebut FCD (ferro casting ductile) memiliki kandungan karbon sekitar 3,4 - 3,8 %, kandungan silikon sekitar 2% - 2,8% dan memiliki kandungan unsur lainnya (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Kandungan karbon berlebih pada saat proses pengecoran besi cor nodular dapat menghasilkan cacat yang dinamakan flotasi graphite sedangkan apabila kekurangan kandungan karbon akan menghasilkan karbida atau chill pada hasil coran yang bersifat keras dan getas (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Besi. 11.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. cor nodular merupakan transisi dari besi cor kelabu dengan cara menambahkan unsur magnesium dan cerium (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Efek yang di hasilkan menghasilkan bentuk grafit menjadi spheroidal atau nodular (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Perbedaan dari besi cor kelabu dengan besi cor nodular yaitu bentuk grafit dan sifat mekanis yang dihasilkan untuk besi cor kelabu memiliki bentuk grafit flakes yang bersifat getas atau rapuh sedangkan besi cor nodular memiliki bentuk grafit spheroidal atau nodular yang bersifat ulet (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Unsur- unsur yang dapat mengakibatkan terbentuknya nodularity yaitu Ca, Na, K, Li, Ba, Sr, Zn, dsb, tetapi biasanya unsur yang sering dipakai pada saat magnesium treatment yaitu magnesium karena dalam pembuatannya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan unsur yang lainnya (Surdia & Saito, 1999). Penambahan magnesium pada proses pengecoran sangat diperhatikan pada saat proses magnesium treatment dan juga harus memperhatikan kandungan sulfur karena semakin tinggi kandungan sulfur semakin berkurang kandungan magnesium dikarenakan kandungan sulfur dapat membakar magnesium pada saat proses magnesium treatment (Roy Elliot Bsc, 1989). Penambahan Magnesium berlebih pada saat proses magnesium treatment dan kelebihan kandungan sulfur dapat mengakibatkan cacat pada hasil coran seperti cacat porositas (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Metode penambahan magnesium sendiri dalam proses pengecoran besi cor nodular banyak jenisnya seperti sandwich ladle, tundish cover, plunger, porous plug, converter dan lain-lain (Brown, 2000). Pada saat penambahan Magnesium, Magnesium akan bereaksi dengan Sulfur hingga kandungan belerang sekitar 0,01% di dalam cairan, apabila kandungan Sulfur mendekati dengan angka tersebut mengakibatkan gagalnya proses nodularisasi pada besi cor nodular (Brown, 2000). Kandungan sulfur dan penambahan magnesium pada saat proses pembuatan besi cor nodular sangat diatur komposisinya karena penambahan magnesium yang berlebih dapat menghasilkan cacat pada hasil coran (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Pada saat pembentukan nodular graphite pembentukan chill zone sangat dihindari pada saat proses pembuatan besi cor nodular karena chill atau karbida memiliki sifat yang keras dan getas (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Penggunaan besi cor 12.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. nodular didalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan dalam komponen otomotif maupun sistem perpipaan seperti crankshaft, steering knuckle, differential carriers, brake caliper, hubs, brackets, valves, water pipes, pipe fittings (Brown, 2000).. pearlite. ferrite. Gambar 2. 6 Besi Cor Nodular Grafit (Dowling Norman E, 2012) Sifat yang dihasilkan pada besi cor nodular baik keuletan, dan kekuatan tergantung pada persentase nodularity karena semakin besar persentase nodularity keuletan dan kekuatan semakin meningkat (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). 2.3.2 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Besi cor kelabu atau biasa disebut FC (ferro casting) ialah paduan Fe-C-Si. Komposisi yang dimiliki pada besi cor kelabu yaitu memiliki kandungan karbon sebesar 2,5%-4% dan kandungan silicon sebesar 1-3% (Asm International, 1991). Dalam pengklasifikasiannya besi cor kelabu dibagi menjadi 2 berdasarkan nilai carbon equivalen / nilai kesetaraan karbon yaitu hipoeutektik memiliki CE < 4,3% C) dan hipereutektik (CE > 4,3% C) (Balachandran et al., 2011). Carbon equivalen merupakan perpaduan antara karbon, silikon dan Posphor pada besi cor kelabu pada saat proses pengecoran atau disebut nilai kesetaraan karbon (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992), hal tersebut berfungsi sebagai proses penggrafitan pada besi cor kelabu. Dalam matriks besi cor kelabu bentuk graphite. 13.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. yaitu berbentuk flakes atau serpihan yang memiliki sifat getas atau rapuh dan biasa disebut juga karbon bebas di dalam besi (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Sifat dari besi cor kelabu dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan distribusi dari grafit serpih (flakes graphite). Selain flakes graphite dalam struktur mikro besi cor kelabu terdapat Pearlite dan ferrite. pearlite merupakan perpaduan antara ferrite/besi murni dan Cementite/Fe3C (William D. Callister, 2007). Ferrite memiliki sifat yang sangat ulet tetapi kekerasannya sangat rendah sedangkan pearlite memiliki kekerasan dan keuletan yang baik (William D. Callister, 2007). Bentuk dan ukuran dari flakes graphite dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu komposisi, perlakuan panas, dan metode pengecoran (Asm International, 1991), Grafit flakes pada besi cor kelabu dapat menurunkan sifat mekanis dari besi cor, dan pembentukan grafit pada besi cor kelabu dapat diakibatkan karena laju pendiginan yang terjadi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh unsur yang dimiliki (Surdia & Saito, 1999). Unsur - unsur yang dapat mempercepat pembentukan grafit yaitu Si, Ti, Ni, Al, Co, Au, Pt. dan yang dapat menghambat proses penggrafitan yaitu Cr, Te, S, V, Mn, Mo, P, W, Mg, B, O, H, N (Surdia & Saito, 1999). Ukuran dan bentuk grafit dapat menghasilkan beberapa sifat yaitu memiliki ketahanan aus, kemampuan meredam getaran, konduktivitas thermal yang baik, dan sifat mekanis lainnya (Balachandran et al., 2011). Dibawah ini bentuk distribusi grafit menurut ASTM A247-19. Grafit type A. 14. Grafit type B.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Grafit type D. Grafit type C. Grafit type E Gambar 2.7 Tipe distribusi flakes graphite menurut ASTM A247-19. Tipe tipe grafit pengklasifikasian besi cor kelabu di kelompokan menjadi 5 tipe yaitu: grafit A, B, C, D dan E. Pada gambar 2.7 menunjukan penyebaran serpihan grafit atau flakes graphite pada besi cor kelabu (Setyana, 2015). Untuk tipe A memiliki grafit serpih yang terbagi rata dan memiliki orientasi sembarang dan struktur grafit ini terbentuk pada besi cor kelas tinggi yang memiliki bentuk grafit yang bengkok dan sifat mekanis yang dihasilkan yaitu memiliki kekuatan yang tinggi (Setyana, 2015). Grafit bengkok diperoleh dengan cara mengendapkan kristal kristal sepanjang austenite proeutectic (Setyana, 2015). Untuk grafit tipe B memiliki persebaran orientasi sebarang, struktur ini merupakan salah satu sel eutectic yang bagian tengahnya mempunyai potonganpotongan eutectic halus dari grafit, dan struktur ini biasanya ditemukan pada produk coran tipis yang mengalami proses pendinginan cepat (Setyana, 2015).. 15.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Grafit ini terbentuk akibat karbon yang dimiliki berlebih dan menghasilkan sifat mekanis yang lemah (Setyana, 2015). Untuk grafit tipe C terbentuk karena kandungan karbon yang dimiliki berlebih, dan terbentuk pada paduan hipereutectic atau memiliki kandungan carbon equivalen > 4,3 (Donis, 1964). Jumlah grafit yang dimiliki pada tipe C memiliki jumlah yang sangat banyak dan saling menumpuk sehingga menghasilkan. ferrite. yang. mengendap. (Setyana,. 2015).. Hal. tersebut. mengakibatkan sifat mekanis yang dimiliki lemah/rapuh dan memiliki kekuatan tarik yang rendah (Setyana, 2015). Selain itu grafit tipe C memiliki sifat machining yang baik yaitu dapat menyerap getaran dan sangat cocok untuk penggunaan mesin yang mempunyai konduktifitas thermal yang tinggi (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992) Untuk grafit tipe D disebabkan karena pendinginan lanjut yang sangat cepat pada waktu pembekuan semua grafit menjadi halus, tipe grafit ini memiliki potongan grafit eutektik halus yang mengkristal di antara dendrit dan memiliki sifat mekanis yaitu kekuatan yang tinggi tetapi memiliki keuletan yang rendah (Setyana, 2015). Tipe grafit E biasanya timbul karena kadar karbon yang dimiliki kurang, hal tersebut mengakibatkan kekuatan mekanis yang dimiliki berkurang (Setyana, 2015). Tipe ini termasuk ke dalam paduan hipoeutectic yang memiliki kandungan carbon equivalen sekitar 3,3 - 3,5% (Patterson, n.d.). Bentuk grafit yang dimiliki terdistribusi di antara austenite primer yang tumbuh besar (Surdia & Saito, 1999). 2.3.3 Besi Cor Malleable (Besi Cor Mampu Tempa) Besi cor malleable merupakan besi cor yang memilki struktur berwarna putih yang memiliki kandungan persentase komposisi yaitu 2,2% - 3,0% karbon dan 0,8% - 1,3% Si yang (Surdia & Saito, 1999). Besi cor malleable diperoleh dengan cara menganneal besi cor putih pada suhu tertentu hingga beberapa jam sehingga mengakibatkan cementite terurai menjadi besi dan graphite (Kalpakjian & Schmid, 2013). Untuk meningkatkan sifat mekanis pada besi cor malleable contohnya. 16.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. seperti keuletan dan mampu tempa dapat dilakukan dengan cara mengubah struktur mikro menjadi pearlite, ferrite dan martensite temper (Priyono Eko, 2019). Sifat mekanis pada besi cor malleable memiliki keuletan dan ketangguhan yang tinggi yang berasal berasal dari nodul-nodul yang tidak dapat menjadi bulat (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Dalam penerapannya, besi cor malleable sering digunakan pada aplikasi yang membutuhkan kekerasan, ketahanan aus, dan keuletan yang rendah contoh penerapannya yaitu pada komponen otomotif, komponen pertanian, alat kelengkapan pipa dan klep. Berikut adalah struktur mikro dari besi cor malleable.. Gambar 2.8 Besi Cor Malleable (Chakrabarty, 2017) 2.3.4 Besi Cor Putih Besi cor putih merupakan jenis besi cor yang bidang patahannya berwarna putih dan jenis ini didapatkan dengan cara melakukan pendinginan secara cepat pada saat proses pembuatan besi cor kelabu atau bisa juga dengan mengatur komposisi pada karbon dan silikon rendah. Kandungan komposisi yang dimiliki pada besi cor putih memiliki kandungan karbon sebesar 1,8% - 3,6% mangan sekitar 0,2 - 0,8% Sedangkan kandungan sulfur sekitar 0,2% (Priyono Eko, 2019). Besi cor putih memiliki sifat mekanis yaitu sangat keras, tahan aus, dan rapuh sifat tersebut didapatkan karena karbida atau chill yang besar. karbida memiliki sifat keras dan getas (Kalpakjian & Schmid, 2013). Untuk besi cor yang memiliki. 17.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. kandungan silikon yang rendah memiliki berat besi sekitar 1% dan dapat mengakibatkan laju pendinginan yang di lakukan cepat (William D. Callister, 2007). Unsur yang berfungsi sebagai promotor karbida pada besi cor putih yaitu chromium, molibdenum, nikel (Maghfiroh, 2017). 2.4. Pengaruh Unsur Paduan pada Besi Cor Pada proses pengecoran terdapat unsur yang berperan sebagai pembentuk. distribusi, ukuran, dan bentuk grafit sehingga menghasilkan sifat mekanis yang berbeda-beda. Unsur yang berpengaruh pada pembentukan dan sifat mekanis yaitu: 2.4.1 Karbon Karbon adalah salah satu unsur yang terpenting pada besi cor, karena unsur karbon dipengaruhi oleh unsur Silikon dan Phosphor dalam konsep kesetaraan karbon atau komposisi carbon equivalen (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Komposisi carbon equivalen kurang dari 4.3% disebut hipoeutectic sedangkan lebih dari 4.3% carbon equivalen disebut hypereutectic. Fungsi karbon sendiri sebagai pembentuk cementite sedangkan dalam keadaan bebas disebut grafit (Priyono Eko, 2019). Terbentuknya karbon pada proses pengecoran dapat menggunakan rumus matematis karena dengan adanya penambahan silikon pada saat proses pengecoran akan menggeser titik eutektik sekitar 4,3% dan mempengaruhi laju pendinginan pada saat proses pembekuan (Donis, 1964). Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan nilai kesetaraan karbon yaitu C.E =% karbon (dalam besi) + 1/3 (% Si) (Donis, 1964). 2.4.2 Chromium Chromium adalah salah satu unsur yang terdapat pada besi cor kelabu maupun besi cor nodular yang berfungsi untuk meningkatkan nilai kekerasan karena chromium merupakan promotor karbida (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Sehingga sifat yang dihasilkan dengan penambahan besi cor kelabu yaitu bersifat keras dan getas (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Sedangkan pada proses pengecoran besi cor nodular penambahan chromium di minimalisir karena chromium tinggi dapat membentuk chill atau karbida pada hasil coran yang bersifat. 18.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. keras dan getas karena tujuan pembuatan besi cor nodular untuk menghasilkan sifat yang ulet (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Chill atau karbida yang terbentuk pada besi cor nodular akan menghasilkan nodularity yang tidak maksimal sehingga sifat mekanis besi cor nodular akan menjadi getas (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Penambahan chrom dengan komposisi yang kecil pada besi cor kelabu sering dipakai pada komponen otomotif seperti pembuatan chamsaft, karena chill atau karbida bersifat tahan aus (Brown, 2000). 2.4.3 Phospor Kandungan phosphor yang terdapat pada besi cor dapat memengaruhi sifat mekanis dari hasil coran. Unsur phosphor di hasilkan tidak di sengaja berada di dalam cairan pada saat proses pengecoran, karena unsur tersebut dapat muncul berasal dari pig iron atau steel scrab yang merupakan komposisi utama pada saat proses pengecoran (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Kandungan phosphor harus di atur komposisinya karena dapat berpengaruh cacat pada hasil coran seperti shrinkage porosity apabila kandungan pospor berlebih, sedangkan kekurangan kandungan phosphor menghasilkan penetrasi pada cetakan (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Fosfor juga dapat membentuk steadite yang memiliki sifat mekanis yaitu keras dan rapuh (Litaay, 2019). 2.4.4 Mangan Penambahan unsur mangan berfungsi sebagai penetral belerang dalam besi cor dan sebagai penstabil pearlite sehingga sifat yang di hasilkan yaitu dapat meningkatkan kekerasan pada baja maupun besi cor (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). penambahan komposisi mangan yang tinggi dapat membentuk besi sulfida selama proses pembekuan yang terbentuk di sekitar batas butir akan mengakibatkan retak pada struktur mikro hasil coran (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Pada penggunaannya penambahan mangan pada proses pengecoran tidak hanya digunakan untuk proses pembuatan besi cor tetapi juga pada baja dan sering digunakan untuk berbagai aplikasi seperti pembuatan battery di bidang industri (Priyono Eko, 2019).. 19.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.4.5 Sulphur Sulfur merupakan pengotor dan sangat di minimalisir pada proses pengecoran besi cor karena dapat mengakibatkan cacat pada hasil coran apabila komposisi yang dimiliki berlebih (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). Unsur sulfur dapat di kurangi dengan cara menambahkan unsur mangan pada proses pengecoran dan efek yang terjadi apabila kelebihan kandungan sulfur dapat menghasilkan terak yang tinggi pada cairan sehingga dapat menyebabkan blowhole defect atau cacat berlubang pada hasil coran (Brown, 2000). Perhitungan komposisi sulfur dapat menggunakan konsep nilai kesetaraan karbon atau carbon equivalen (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992). 2.4.6 Silikon Silikon merupakan salah satu unsur yang berfungsi mendorong pembentukan grafit selama pembekuan pada saat proses pengecoran karena dengan adanya Penambahan silikon pada saat proses pengecoran dapat menggeser titik eutectic pada diagram fase Fe-Fe3C (Donis, 1964). Selain sebagai pendorong pembentukan grafit selama pembekuan, silikon juga berperan dalam mencegah chill atau karbida pada hasil coran yang bersifat keras (ASM Handbook Vol 15 Casting, 1992) 2.5. Heat Treatment (Perlakuan Panas) Heat treatment merupakan proses perpaduan antara pemanasan dan. pendinginan untuk mencapai kekuatan mekanis tertentu. Peningkatan sifat mekanis dari material tersebut mengakibatkan peningkatan machinability, meningkatkan kekerasan, keuletan, dan sifat lainnya tergantung sifat yang material yang dihasilkan (Sukomal Ghosh, 1999). Struktur pada proses heat treatment yang dapat dibentuk yaitu bainite, martensite, dan martensit temper (Sukomal Ghosh, 1999). Proses perlakuan panas dapat dibagi menjadi 2 yaitu proses equilibrium dan proses non equilibrium. Equilibrium atau pendinginan lambat digunakan untuk meningkatkan keuletan, dan ketangguhan material sedangkan non equilibrium atau proses tidak setimbang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan misalnya quenching, tempering dan austempering (Agustin & Wildania, 2017).. 20.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Hal yang perlu diperhatikan pada proses perlakuan panas dapat dibedakan lamanya waktu penahanan/holding time, temperatur pemanasan (temperatur austenisasi dan temperatur kritis), dan laju pendinginan. Jenis jenis perlakuan panas yaitu: 2.5.1 Quenching Quenching atau proses hardening adalah proses perlakuan panas pada logam yang dilakukan dengan melakukan pemanasan pada material sampai suhu austenite atau biasa disebut proses austenizing lalu ditahan pada waktu tertentu, dan didinginkan secara cepat menggunakan media cair maupun gas (Asm International, 1991). Hasil yang diperoleh pada proses perlakuan panas quenching yaitu martensite. Martensite memiliki sifat keras dan getas (William D. Callister, 2007). Pada proses quenching hal yang dilakukan pertama kali yaitu dengan cara memanaskan spesimen sampai suhu austenite atau disebut proses pemanasan austenizing lalu di holding beberapa waktu dan didinginkan secara cepat. proses Pemanasan austenizing yang diterapkan pada proses quenching tergantung kandungan karbon dan elemen paduan yang dimiliki dikarenakan kandungan karbon dan elemen paduan dapat mempengaruhi titik eutectoid (William D. Callister, 2007). 2.5.2 Tempering Tempering merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan keuletan, tegangan tarik, meningkatkan ketangguhan logam menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan ukuran butir kristal, dan menurunkan kekerasan dari logam (Hd & Widodo, 2018). Struktur mikro yang dihasilkan akibat pendinginan yang cepat dapat menghasilkan struktur mikro dari fase ferrite dan austenite akan berubah menjadi struktur martensite dan bainite sehingga sifat yang dihasilkan yaitu. keras, rapuh dan menghasilkan. tegangan internal (Hd & Widodo, 2018). Untuk menghilangkan tegangan internal yang dihasilkan pada saat proses quenching, dilakukan proses tempering. Proses tempering dilakukan dengan cara memanaskan spesimen di bawah suhu rekristalisasi lalu di holding sampai waktu tertentu yang berfungsi sebagai homogenitas pada fase austenite, dan dilakukan proses pendinginan secara lambat. 21.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. sehingga atom-atom karbon yang terjebak dalam struktur Kristal BCT akan menghasilkan ferrite dan karbida atau pada bagian dalam terbentuk pearlite sedangkan pada bagian luar masih didominasi oleh martensite (Hd & Widodo, 2018). 2.5.3 Austempering Proses perlakuan panas austempering bertujuan untuk mengubah struktur dan sifat mekanis dari fase austenite menjadi bainite. Proses perlakuan panas austempering sama seperti proses quench-temper konvensional yang berfungsi mengurangi retak pada saat proses quenching (Kalpakjian & Schmid, 2013). Proses perlakuan panas austempering dilakukan dengan cara memanaskan material mencapai suhu austenite atau biasa disebut austenizing, lalu ditahan beberapa waktu yang berfungsi sebagai homogenitas fase austenite pada spesimen kemudian dilakukan proses pendinginan secara cepat atau proses quenching dengan menggunakan media pendingin garam cair. lalu dipanaskan kembali pada temperatur austemper, dan didinginkan sampai suhu kamar (Priyono Eko, 2019). 2.5.4 Martempering Martempering merupakan salah satu proses perlakuan panas dengan cara pencelupan terputus dan untuk menghasilkan struktur martensite temper dan efek yang dihasilkan pada sifat mekanis yaitu ketangguhan dan keuletan yang tinggi tetapi memiliki kekerasan yang rendah. Baja dan besi cor biasanya menggunakan proses perlakuan panas ini untuk membentuk sifat yang diinginkan, dalam proses martempering pendinginan yang dilakukan dengan menggunakan media panas seperti minyak panas, atau garam cair (Kalpakjian & Schmid, 2013). 2.6. Austenisasi. Austenisasi sangat berperan penting pada saat proses perlakuan panas yang berfungsi sebagai merubah fase menjadi austenite (Chakrabarty, 2017) suhu pada saat perlakuan panas sangat diperhatikan hal tersebut mengacu pada diagram fase Fe-Fe3C. Beberapa jenis perlakuan panas temperatur pada diagram fase sangat berperan penting pada saat proses perlakuan panas dilakukan contohnya seperti. 22.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. pemilihan temperatur austenizing maupun temperatur kritis (Chakrabarty, 2017). Temperatur austenizing dengan waktu holding tertentu sangat berperan pada proses hardening karena berfungsi merubah fase austenite yang homogen pada saat dilakukan proses pemanasan austenizing, sedangkan unsur paduan yang dimiliki seperti silicon, mangan dan posphor sangat berpengaruh pada suhu kritis (Chakrabarty, 2017). Pada pemilihan suhu austenizing dan waktu penahanan bentuk dan ukuran grafit akan mempengaruhi kecepatan pelarutan karbon dari grafit (Eperješi et al., 2015). Sebelum dilakukan proses perlakuan panas pemilihan suhu austenisasi dapat di lakukan dengan cara melihat diagram fase Fe-Fe3C (William D. Callister, 2007). Akan tetapi, besi cor memiliki unsur paduan sehingga pemilihan suhu austenisasi harus memerhatikan unsur paduan yang di miliki agar mendapatkan suhu yang optimal atau dapat melarutkan karbon secara merata pada fasa austenite (Chakrabarty, 2017). Rumus yang digunakan pada besi cor untuk menentukan temperatur austenizing yaitu A1= 730 + 28 (%Si) - 25 (%Mn) karena semakin tinggi suhu austenisasi dapat mengakibatkan crack (Chakrabarty, 2017).. Gambar 2. 9 Diagram fase Fe-Fe3C (William D. Callister, 2007). Penentuan temperatur austenizing dapat dilihat dari diagram fase FeFe3C dan harus mengetahui komposisi karbon dan unsur paduan dari 23.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. material tersebut. Karena kandungan karbon dan unsur paduan lainnya dapat menggeser titik eutectoid atau temperatur rekristalisasi. Penentuan suhu austenite pada saat proses austenizing dapat ditentukan saat melewati titik eutectoid atau di atas temperature kritis mempunyai karbon sebesar 0,76% C (William D. Callister, 2007). Pada besi cor dan baja, temperatur yang digunakan pada diagram fase Fe-Fe3C yaitu 727°C. Untuk kandungan carbon baja sekitar 0-2% C sedangkan pada besi cor 2 - 6,7% C, tetapi pada penerapannya kandungan karbon yang dimiliki pada besi cor sekitar 2 - 4% (William D. Callister, 2007). Selain karbon unsur paduan dapat menggeser titik eutectoid atau batas temperatur kritis seperti Si, P, Mn, nikel (Chakrabarty, 2017).. Gambar 2.10 Pengaruh unsur paduan terhadap temperatur dan komposisi karbon pada titik eutectoid (William D. Callister, 2007). Unsur pembentuk austenite akan menurunkan temperature eutectoid, sedangkan unsur pembentuk ferrite akan menaikan temperature eutectoid. Unsur yang dapat menurunkan titik eutectoid yaitu mangan, nikel sedangkan yang dapat menaikan temperatur eutectoid yaitu titanium, molybdenum, silicon dan wolfram. 2.7. Hardening Hardening merupakan salah satu langkah utama untuk proses austempering,. tempering, martempering. Terbentuknya struktur martensite yang bersifat keras dan getas didapat karena spesimen dilakukan proses pemanasan austenizing lalu di holding beberapa waktu untuk melarutkan carbon pada fase austenite, dan. 24.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. dilakukan pendinginan secara cepat sehingga menghasilkan struktur martensite (Hd & Widodo, 2018). Media pendinginan yang baik pada proses hardening untuk besi cor kelabu tanpa paduan yaitu menggunakan udara, oli dan polymer, karena air dapat mengakibatkan crack pada material saat dilakukan proses hardening (Chakrabarty, 2017). Selain itu, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya martensite yang terbentuk secara seragam pada saat di lakukan proses hardening yaitu jenis media pendingin, ukuran bentuk geometri dan komposisi pada spesimen (William D. Callister, 2007). Ukuran, bentuk benda sangat berpengaruh saat proses pemanasan austenizing karena semakin besar ukuran dan bentuk benda, akan mengakibatkan proses pemanasan yang dilakukan menjadi lama karena proses perambatan panas dari luar ke bagian dalam (Haryadi. Gunawan Dwi, 2006). Faktor lain dalam proses pengerasan yaitu oksidasi, karena oksigen udara sangat berpengaruh terhadap kelarutan karbon yang terikat sebagai cementite dalam fase austenite (Haryadi. Gunawan Dwi, 2006). Faktor media pendingin sangat berpengaruh pada saat proses hardening karena semakin tinggi kandungan karbon pada spesimen akan mengakibatkan crack apabila media pendingin yang digunakan air (William D. Callister, 2007). 2.8. Tempering Tempering merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan dengan cara. memanaskan spesimen mencapai suhu austenite atau disebut austenizing lalu ditahan beberapa waktu yang berfungsi sebagai homogenitas atau kelarutan karbon pada fase austenite lalu didinginkan secara cepat. Setelah dilakukan proses quenching dilakukan proses pemanasan kembali di bawah suhu rekristalisasi atau di bawah temperatur eutectoid setelah itu ditahan beberapa waktu dan didinginkan secara lambat menggunakan media udara (Hd & Widodo, 2018). Hasil yang didapat pada proses tempering yaitu martensite temper atau ferrite dan karbida (William D. Callister, 2007). Struktur tersebut didapatkan karena atom-atom karbon yang terjebak pada struktur Kristal BCT saat di lakukan pendinginan secara lambat, atom-atom karbon dapat berdifusi keluar menjadi ferrite dan karbida, atau pada bagian dalam fase yang terbentuk adalah pearlite sedangkan pada bagian luar didominasi oleh martensite (Hd & Widodo, 2018). 25.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.9. Diagram TTT (Time Temperature Transformation). Gambar 2. 11 Diagram TTT pada proses perlakuan panas besi cor (William D. Callister, 2007) TTT adalah diagram yang digunakan pada proses perlakuan panas untuk mengetahui fase yang akan terbentuk dari temperatur yang di gunakan dan waktu holding yang diterapkan. Diagram TTT dapat dijelaskan dibawah ini Titik A. : adalah wilayah gamma austenite. Titik P. : adalah daerah pearlite. Titik B. : adalah wilayah bainite. Titik M. : adalah daerah pembentuk martensite. Titik A+B. : adalah daerah gamma austenite dan bainite. Titik A+P. : adalah titik gamma austenite dan pearlite. Titik M+A. : adalah daerah martensite dan austenite. 26.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Unsur paduan yang terdapat pada besi cor dapat menurunkan temperatur awal austenizing pembentukan martensite. 2.10 Pengujian Kekerasan Vickers Pengujian kekerasan Vickers merupakan suatu alat untuk mengetahui nilai kekerasan yang dimiliki pada material dengan titik indentor berbentuk piramida dengan alas persegi sudut permukaan yang dimiliki adalah 136°. Nilai angka kekerasan Vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan.. menjadi sepertujuh dari ukuran lekukan diukur pada diagonal. Pada pengujian Vickers beban yang sering digunakan yaitu sebesar 1 hingga 120 kg (Dowling Norman E, 2012). Angka kekerasan Vickers HVN diperoleh dengan membagi gaya yang diterapkan p dengan luas permukaan piramida di bawah ini adalah rumus kekerasan Vickers (Dowling Norman E, 2012).. HV=. Dimana. (2.1). sin. P = Gaya yang diterapkan (Kg) D = Diameter (mm). Gambar 2. 12 Identasi berbentuk piramid yang terdapat pada Vickers (Dowling Norman E, 2012).. 27.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.11 Kajian Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh (Purnomo et al., 2019) dengan judul “analisa pengaruh holding time tempering terhadap kekerasan, keuletan, ketangguhan dan struktur mikro pada baja ST 70” yang bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan, nilai tarik, kuat impact (ketangguhan) dan perubahan struktur mikro pada baja jenis medium carbon steel ST 70 setelah perlakuan panas tempering dengan variasi holding time tempering 1, 2, dan 3 jam didapat nilai kekerasan pada proses tempering nilai kekerasan yang tertinggi pada proses tempering holding time 1 jam dengan persentase kekerasan sebesar 25,85% dengan nilai kekerasan rata rata sebesar 375.84 Kg/ Kg/. dan nilai kekerasan yang terendah yaitu sebesar 340,54. . Proses tempering merupakan proses perlakuan panas yang berfungsi. untuk meningkatkan keuletan, kekuatan tarik, meningkatkan ketangguhan logam menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan ukuran butir kristal, dan menurunkan kekerasan dari logam, dan penurunan nilai kekerasan pada proses tempering dapat terjadi karena atom-atom karbon yang terjebak pada struktur Kristal BCT saat dilakukan proses tempering atau pendinginan yang dilakukan secara setimbang atom-atom karbon yang terjebak. akan berdifusi. menjadi ferrite dan karbida dan pada bagian dalam sedangkan pada bagian luar masih didominasi oleh martensite (Hd & Widodo, 2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh (Hd & Widodo, 2018) yang berjudul peningkatan sifat mekanis besi cor kelabu melalui proses tempering” pada penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanis dari besi cor kelabu pada proses quenching 775°C, 800°C dan 825°C dalam media air dingin, dan proses tempering dilakukan pada temperatur 200°C, 300°C dan 400°C dengan holding time selama 15 menit. Membuktikan bahwa hasil dari proses quenching 775°C, 800 °C, dan 825°C yaitu sebesar 502,6 HBN, 512,6 HBN, 513,8 HBN dengan persentase nilai kekerasan sebesar 95,6%, 99,8% dan 107,1% sedangkan pada proses tempering di dapatkan nilai kekerasan sebesar 477,7 HBN, 451, 398.1 HBN. Penurunan nilai kekerasan dapat terjadi karena, atom-atom karbon yang seharusnya berdifusi menjadi ferrite dan pearlite pada saat dilakukan pendinginan setimbang, pada saat pendinginan dilakukan cepat atom-atom karbon terjebak dalam struktur kristal BCT dan akan membentuk struktur martensite selanjutnya. 28.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. pada proses tempering pada temperatur 200, 300 dan 400°CC mengalami penurunan nilai kekerasan sebesar 256.6, 477.7, dan 451,398.1 HBN penurunan nilai kekerasan tersebut di akibatkan atom atom karbon yang terjebak dalam struktur kristal BCT atau fase yang terbentuk pada proses quenching yaitu martensite atom-atom karbon di keluarkan dan berdifusi menjadi menjadi struktur ferrite dan karbida atau sebagian fasa martensite akan mengalami perubahan menjadi fasa ferrite dan senyawa karbida dan pada bagian dalam berubah menjadi fasa perlite sedangkan pada bagian luar masih di dominasi oleh martensite (Hd & Widodo, 2018) Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sagita et al., 2017) yang berjudul analisa pengaruh lama waktu tahan tempering pada perlakuan panas terhadap perubahan struktur mikro dan sifat mekanik coupler baja AAR- M201grade E yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh lama waktu tahan terhadap struktur mikro dan sifat mekanik pada baja AAR-M201 Grade E. Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah hardening pada temperatur 925°C dengan waktu tahan 3 jam, kemudian di tempering pada temperatur 600°C dengan variasi waktu tahan 2, 3 dan 4 jam. Didapatkan hasil untuk proses tempering menghasilkan asikuler ferrite dan hasil sifat mekanik paling optimal di dapat dari proses hardening-tempering pada waktu tahan 3 jam didapat nilai kekuatan tarik 870 MPa, kekuatan luluh 782 MPa, elongasi 14%, reduksi area 38%, kekerasan 264 BHN, kekuatan impak sebesar 35 Joule pada temperatur -40°C dan nilai fatigue life 510. 29.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB 3 METODE PENELITIAN Metode uji eksperimental pada tugas akhir ini berupa pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro. Penelitian ini dimulai dengan kajian pustaka, pabrikasi spesimen, proses perlakuan panas dan dilakukan pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro. Spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah besi cor kelabu FC-25. Besi cor kelabu FC-25 di pabrikasi di PT Batur Jaya Ceper Klaten menggunakan metode sand casting. Pengujian kekerasan dan pengamatan struktur mikro dilakukan di lab logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3.1. Diagram Alir Penelitian Diagram alir proses penelitian yang di sajikan pada gambar 3.1 di bawah ini. 30.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Gambar 3. 1 Diagram Alur Penelitian. 31.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3.2. Bahan yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.. Besi Cor Kelabu FC-25 Besi cor kelabu FC-25 yang digunakan yaitu didapat dari proses. pengecoran yang terdapat di PT Batur Jaya Ceper Klaten. Furnace atau tungku yang digunakan pada saat proses peleburan menggunakan induction furnace. Pola yang digunakan dalam pembuatan besi cor kelabu yaitu dari kayu yang berbentuk silinder pejal dengan diameter 26 mm dan panjang 260 mm. Metode yang digunakan pada proses pengecoran yaitu sand casting. Komposisi yang digunakan pada penelitian ini dianggap homogen, dan komposisi besi cor kelabu FC-25 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3. 1 komposisi kimia besi cor kelabu FC-25 (I Made Wicaksana Ekaputera et al., 2019). C. Si. Mn. Fe. P. S. 3,2-3,5. 1,7-2,2. 0,6-0,9. Balance. Max 0,95. Max 0,1. Gambar 3.2 Spesimen besi cor kelabu FC-25. 2.. Media Pendingin Media pendingin yang digunakan saat dilakukan proses quenching. yaitu dengan menggunakan media air yang di letakan di dalam ember dengan volume tiga liter. Kondisi air yang digunakan pada saat proses quenching. 32.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. terlihat jernih. Media air yang digunakan yaitu menggunakan air yang mengalir pada lab Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Temperatur yang digunakan yaitu 25°C. Quenching dilakukan dengan waktu holding 15 menit dan dihitung dengan menggunakan stopwatch. Air dipilih karena memiliki viskositas, densitas, dan sebagai penghantar kalor yang baik dibandingkan oli, udara dan minyak. Air memiliki massa jenis sebesar 1000 kg/. ,. kapasitas panas 4,186 Kj/Kg K, panas penguapan 2256 Kj / kg, dan koefisien hantar panas 0,582 (Wibowo, 2016). 3.3. Alat-Alat Pengujian Adapun alat pengujian yang digunakan dalam penelitian yaitu 1). Oven. Gambar 3.3 Oven Oven ini bertujuan untuk memanaskan benda kerja atau memanaskan spesimen benda uji hingga sampai suhu austenite atau disebut austenizing, pada pengujian ini suhu yang digunakan pada proses pemanasan austenizing yang digunakan yaitu 900°C dengan waktu holding sekitar 15 menit pada proses quenching dan untuk proses tempering memanaskan spesimen sampai di bawah suhu rekristalisasi yaitu 450°C dengan variasi waktu holding 1, 2, 2.5 dan 4 jam. Pengecekan suhu di dalam oven yaitu menggunakan. 33.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. thermocouple untuk mengetahui suhu yang telah ditetapkan pada pengujian. Kapasitas temperatur oven yang terdapat di lab logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah sekitar 1200°C yang ditujukan pada gambar 3.3. 2). Alat Uji Kekerasan Vickers (HVN) Alat uji kekerasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat uji. kekerasan Vickers (HVN) yang berada di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui nilai kekerasan Vickers pada besi cor kelabu FC-25 dan membandingkan nilai harga kekerasan Vickers pada spesimen yang dilakukan tanpa perlakuan dan menggunakan proses perlakuan panas quenching dan tempering. Pada alat uji kekerasan Vickers yang digunakan menggunakan indentor yang berbentuk Piramid. Pembebanan yang diberikan pada pengujian kekerasan Vickers yaitu sebesar 10 kg. Pengoperasian alat uji ini dilakukan secara digital sehingga tidak perlu melakukan perhitungan nilai harga kekerasan yang didapat. Mesin uji ini dilengkapi lensa objektif untuk mengamati bekas pijakan indentor. Alat uji kekerasan Vickers dilengkapi sistem digital dan mikroskop metaloghraphie yang digunakan untuk melihat pijakan diagonal satu dan dua yang berbentuk Piramid. Mesin uji Vickers memiliki model DHV-50D gambar alat uji kekerasan Vickers dapat dilihat pada Gambar 3.4.. Gambar 3. 4 Alat uji kekerasan Vickers. 34.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3). Optical Microscopy Optical Microscopy di tunjukan pada gambar 3.5 berfungsi untuk. melakukan analisis pengamatan struktur mikro spesimen seperti fase yang terbentuk grafit, ferrite, pearlite, bainite, batas butir, dislokasi dari struktur spesimen. Spesimen yang digunakan yaitu besi cor kelabu FC-25. Sebelum dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop, spesimen di ampelas menggunakan mesin grinding polishing hingga permukaan rata. Setelah permukaan rata dilakukan proses polishing dengan mesin grinding polishing hingga permukaan mengkilat seperti kaca setelah itu dilakukan pengetsaan dengan menggunakan larutan HNO3 dan alkohol atau biasa disebut cairan nithal. Pencahayaan dapat diatur sehingga pencahayaan yang digunakan untuk melihat struktur mikro dapat terlihat jelas. Jenis mikroskop yang digunakan yaitu mikroskop Union Tokyo 2900. Gambar 3.5 optical microscopy. 35.

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4). Mesin Grinding Polishing Mesin grinding polishing di tunjukan pada gambar 3.6 digunakan. untuk meratakan dan menghaluskan permukaan spesimen yang akan diproses grinding dan polishing. Proses polishing sendiri proses penghalusan permukaan pada material untuk sampel menjadi halus, bebas dari goresan dan. mengkilap. seperti. cermin.. Sedangkan. proses. grinding. atau. pengampelasan digunakan untuk meratakan spesimen. Pada saat proses pengampelasan diberikan air yang berguna untuk menghindarkan efek pemanasan terhadap struktur mikro yang berakibat berubahnya fase sifat material dan menghilangkan geram-geram sisa yang terdapat pada material. Ampelas yang digunakan pada saat proses pengampelasan yaitu 500, 600, 800, 1000, 1200. Ampelas yang akan digunakan dipotong melingkar lalu dipasang pada dudukan mesin polishing. Mesin polishing yang digunakan model TNP-2020 FRX dengan daya power 0,5 kw dan voltage AC-220V. Mesin ini memiliki spesifikasi kecepatan pemutaran motor (rotary motor) dengan range 50-800 rpm/60 Hz. Gambar 3. 6 Mesin grinding polishing 5). Display Display merupakan alat atau tampilan yang terhubung dengan. thermocouple yang digunakan untuk mengetahui temperatur di dalam oven pada saat dilakukan proses pemanasan austenizing yaitu sekitar 900°C dengan waktu 15 menit maupun pemanasan ulang tempering dengan 36.

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. temperatur yang digunakan di bawah temperatur rekristalisasi sekitar 450°C dengan holding time 1, 2, 2,5 dan 4 jam. Alat ini diletakan di samping oven atau furnace. Gambar display dapat dilihat pada Gambar 3.7.. Gambar 3.7 Display 6). Larutan Etsa Larutan etsa yang digunakan yaitu menggunakan larutan nital yaitu. dengan alcohol (70%) dan 30% HNO3. proses etsa yang digunakan dengan cara mencelupkan spesimen ke dalam gelas kimia selama 30 detik agar tidak terjadinya over etching pada permukaan spesimen. setelah selesai spesimen dibilas air lalu dilap menggunakan kain majun lalu diamati menggunakan optical microscopy. Setelah itu diamati perubahan fase, batas butir yang terjadi dengan menggunakan mikroskop metallographie. Proses etsa berfungsi untuk mengikis dan mengkorosi bagian permukaan spesimen agar dapat terlihat struktur mikro pada spesimen saat dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop. 3.4. Pembuatan Benda Uji Hasil pengecoran yang diperoleh dari PT. Batur Jaya Ceper Klaten berbentuk silinder pejal dengan ukuran diameter 26 mm dengan panjang 260 mm. Proses pertama yang dilakukan yaitu pembersihan pasir yang menempel pada spesimen benda uji yang dihasilkan pada saat proses pengecoran dan pengurangan diameter menjadi ukuran 20 mm. Proses. 37.

Gambar

Gambar 3.7  Display .............................................................................................
Tabel 4. 1 Nilai kekerasan Vickers besi cor kelabu FC-25 tanpa perlakuan .......... 43 Tabel 4
Gambar 2. 1 Unit Cell Untuk Austenite, Ferrite Dan Martensite Dan  Peningkatan Kandungan Karbon Dapat Mempengaruhi Bentuk Dimensi Kubus
Gambar 2. 3 fase Austenite Pada Paduan Fe-C  (William D. Callister, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan pengaruh preheating dengan suhu 400 0 C pada cetakan permanen besi cor ductile dengan material besi cor kelabu menghasilkan distribusi kekerasan

Dari hasil yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penambahan unsur kromium antara 0,2 % sampai 0,5% mampu meningkatkan kekuatan tarik besi cor

Porositas yang terjadi pada besi cor kelabu diakibatkan oleh beberapa factor antara lain desain pengecoran dan pola, pasir cetak dan desain cetakan dan

Hasil Foto Mikro Spesimen Besi Cor Kelabu yang Dilapisi Karbon Solar Dengan Temperatur Cetakan 100 o C Area B ... Hasil Foto Mikro Spesimen Besi Cor Kelabu yang Dilapisi

Dari hasil yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penambahan unsur kromium antara 0,2 % sampai 0,5% mampu meningkatkan kekuatan tarik besi cor

Pengujian untuk mengetahui temperatur melting dan komposisi kimia C dan Silikon dalam bentuk cairan besi cor kelabu menggunakan alat uji CE Meter lalu pada

Hasil pengujian menunjukkan pengaruh preheating dengan suhu 400 0 C pada cetakan permanen besi cor ductile dengan material besi cor kelabu menghasilkan distribusi kekerasan

Pengujian dalam bentuk cairan besi cor kelabu menggunakan alat uji CE Meter lalu pada spesimen besi cor kelabu diuji komposisi kimia dengan spektrometer kemudian diuji