• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

103

URGENSI PEMBELAJARAN SKI DALAM PEMBINAAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERSUMBER DARI KETELADANAN

TOKOH-TOKOH ISLAM Oleh: Muhammad Nur, Ismiati Irzain

Abstrak

Melalui pengembangan karakter peserta didik sebenarnya dapat efektif dengan materi sejarah. Pendidikan karakter dalam materi sejarah dapat dilakukan melalui keteladanan para tokoh Islam. Para tokoh dalam sejarah Islam nusantara merupakan tokoh penyebaran Islam pertama di Indonesia, sehingga dapat menjadi suri tauladan yang baik bagi peserta didik untuk di terapkan dalam pembelajaran.

Keteladanan adalah sesuatu sangat sakral sebagai penunjang keberhasilan pendidikan. Dengan meneladani para tokoh-tokoh pendidikan yang mashur, maka akan dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi semua orang. Banyak sekali cerita/kisah para tokoh-tokoh Islam yang dapat dijadikan suri tauladan sebagai rujukan dalam membentuk karakter dan akhlak mulia seorang muslim.

Kata Kunci: Urgensi, Pembelajaran SKI, Pembinaan Karakter, Keteladanan Tokoh-tokoh Islam

A. Pendahuluan

1. Latar belakang masalah

Keteladanan merupakan sebuah metode pendidikan Islam yang sangat efektif yang diterapkan oleh seorang guru dalam proses pendidikan. Karena dengan adanya pendidikan keteladanan akan mempengaruhi individu pada kebiasaan, tingkah laku dan sikap. Dalam al-Qur’an kata teladan di proyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berati baik.

Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang berati teladan yang baik. Kata-kata uswah ini dalam al-Qur’an diulang tiga kali dengan mengambil sampel pada diri para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi Ibrahim, dan kaum yang beriman teguh kepada Allah.1

Sesungguhnya fase kanak-kanak merupakan fase yang paling cocok, paling panjang, dan paling penting bagi seorang pendidik menanamkan prinsip-prinsip yang baik, lurus dan pengarahan yang benar ke dalam jiwa dan prilaku anak-anaknya. Kesempatan untuk itu terbuka lebar, ditopang oleh sarana dan prasarana yang modern yang cukup tersedia di setiap lembaga pendidikan pada satu sisi. Di sisi lain, mengingat fase ini anak-anak masih memiliki fitrah yang suci, jiwa yang bersih, bakat yang jernih, dan hati belum terkontaminasi debu dosa dan kemaksiatan. Pada dasarnya, manusia cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan pada jalan yang benar

1Abudin Nata., (1997). Filsafat Pendidkan Islam. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.h. 95

(2)

104

dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus rasul-rasul- Nya untuk menjelaskan berbagai syariat melalui keteladanan.2

Bila kita kembali kepada sejarah bahwa Rasulullah SAW dalam hidupnya selalu memberi contoh yang baik kepada para sahabat- sahabatnya melalui keteladanan, baik ucapan atau perbuatan beliau, sehingga saking terpujinya akhlak beliau, beliau mendapat julukan al amin, dan itu diakui baik kawan maupun lawan beliau. Keteladanan yang dicontohkan Rasulullah merupakan cikal bakal lahirnya pendekatan/metode keteladanan dalam pendidikan Islam yang sampai saat ini masih aktual. metode ini bisa masuk wilayah pendidikan formal, informal (keluarga) maupun non-formal. Selain itu, keteladanan juga dapat ditunjukkan dalam prilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya.

Pendemonstrasian berbagai contoh teladan merupakan langkah awal pembiasaan, jika pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berprilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah orangyang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berprilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya.3

Metode keteladanan dalam pendidikan Islam adalah metode yang paling efektif dan efisien dalam membentuk kepribadian anak. Posisi pendidik sebagai teladan yang baik pada anak-anaknya akan ditirunya dalam berbagai ucapan dan prilaku. Keteladanan menjadi faktor menentukan baik buruknya sifat anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya berakhlak mulia, berani, menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, maka si anak akan tumbuh kejujuran, terbentuk dengan akhlak yang mulia dan lain-lain.4

Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya luhur yang bersumber dari Pancasila. Pancasila, disamping sebagai dasar negara, juga berfungsi sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara,

2Abdurrahman al-Nahlawi., (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta. Gema Insani Press.h. 260

3Heri Gunawan., (2014). Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung.

Alfabeta. h. 92

4Nik Hariyati., (2011). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. Bandung. Alfabeta.

h. 70

(3)

105

yang mencerminkan unsur-unsur budaya dan karakter bangsa religiusitas, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Inilah sebenarnya yang menjadi ciri khas atau budaya dan karakter bangsa sekaligus sebagai identitas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa- bangsa lain di dunia. Bahkan jauh sebelum merdeka, bangsa Indonesia sudah dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai ciri khas ketimuran.

Atas dasar itu pula pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya dan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang berasal dari agama. Bidang studi SKI dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati Sejarah Kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengataman dan pembiasaan.

Bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam merupakan bagian dari PAI di madrasah yang di antaranya berintikan pendidikan akhlak atau Budaya dan Karakter Bangsa. Peran strategisnya dalam sistem tersebut di antaranya dalam mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, sebagai bagian yang esensial dalam pembangunan manusia Indonesia.5 Substansinya adalah mengajarkan nilai-nilai dasar kemanusiaan, menanamkan daya kritis, menanamkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, solidaritas, toleransi, disiplin, tanggungjawab dan konsistensi.6

Bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam dapat berperan aktif dalam upaya sosialisasi dan internalisasi berbagai nilai-nilai yang saat ini dirasakan sangat perlu ditekankan, antara lain (untuk menyebutkan beberapa yang dasar) keimanan dan kasih sayang, keadilan dan kepekaan pada golongan lemah dan kurang mampu, tanggung jawab pada kepentingan umum, hormat kepada sesama, kejujuran dan kelugasan, solidaritas dan keterlibatan sosial, kesatuan, kreativitas, rasionalitas, ketekunan, ketertiban dan lain-lain.

Pembelajaran bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam dapat pula memberikan sumbangan pada pembangunan pengertian, solidaritas, dan toleransi antar manusia. Mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai budaya dan karakter

5Soedjatmiko., (1984). Etika Pembebasan: Pilihan Karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta. LP3S. h. 272

6Darmaningtyas & J. Sumardianta., 2001. Ironi dan Anomali HAM di Dunia Pendidikan, dalam Wacana Edisi 8. Tahun II. h. 211

(4)

106

bangsa bukanlah kodrat yang menempel pada tiap pribadi. Diperlukan sebuah proses realisasi untuk menghidupkannya dalam kesadaran atau bahkan dalam alam bawah sadar kita.

Berdasarkan pengamatan penulis, metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan Islam dengan cara pendidik memberikan contoh-contoh teladan yang baik kepada peserta didik, agar ditiru dan dilaksanakan, sebab keteladanan yang baik akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya. Dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam hal apapun, maka hal itu merupakan amaliah yang paling berkesan, baik bagi peserta didik maupun dalam kehidupan pergaulan manusia. Saat ini, anak-anak mengalami krisis keteladanan. Hal ini terjadi karena, sedikitnya media masa yang mengangkat tema tentang tokoh-tokoh teladan bagi anak- anak.

Tayangan-tayangan televisi misalnya didominasi acara hiburan dalam berbagai variasinya, acara sinetron, atau acara gosip selebriti yang tidak dapat diharapkan memberikan contoh kehidupan Islami secara utuh.

Dalam kondisi krisis keteladanan ini, pendidik menjadi basis penting.

Oleh karenanya, pendidik harus memiliki kesadaran tinggi, untuk menjadi figur teladan dalam proses pembentukan akhlak Islami anak.

2. Masalah

Penelitian ini bermaksud mengkaji tentang urgensi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam pembinaan karakter peserta didik bersumber dari keteladanan tokoh-tokoh Islam.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap dan menganalisis secara mendalam urgensi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam pembinaan karakter peserta didik bersumber dari keteladanan tokoh-tokoh Islam.

4. Landasan Teoritis

a. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

1) Pengertian pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu syajarah.

Syajarah berarti pohon, sesuatu yang mempunyai akar, batang, dahan, ranting, daun, bunga dan buah.7 Sejarah adalah cerita masa lalu yang menjadi sumber kejadian penting sehingga akan dikenang sepanjang waktu. Perumpamaannya, akar pohon yang baik akan menumbuhkan batang pohon yang baik, bahkan akan

7M. Hanafi., (2009). Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta. Dirjen Pendidikan Depag. Cet.Ke- 1. h 3

(5)

107

menghasilkan buah yang baik.8 Demikian juga sejarah, suatu titik awal sejarah yang baik akan melahirkan budaya-budaya yang baik. Kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan cipta manusia.

Awal sejarah yang baik, akan melahirkan budaya-budaya yang baik. Budaya ekonomi, politik, peradaban, ilmu pengetahuan, hukum, pendidikan, bahasa yang baik pula. Akar dari sejarah Islam adalah periode kehidupan Rasulullah. Periode ini terus bercabang kepada sejarah Khulafaurrasyidin. Dari sejarah khulafaurrasydin melahirkan melahirkan cabang-cabang dan aliran-aliran dalam Islam.

Kata Islam dalam Sejarah Kebudayaan Islam memiliki makna yang sangat luas. Memiliki pengertian bahwa kebudayaan tersebut dihasilkan oleh orang Islam dan makna bahwa sejarah islam rujukannya adalah Islam sebagai sumber nilai. Artinya Islam menjadi sumber nilai kebudayaan tersebut. Sejarah Kebudayaan Islam dapat dipahami dalam dua makna, yaitu sebagai peristiwa sejarah dan sebagai ilmu sejarah.

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari peserta didik, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape.

Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkaan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.9

Mata Pelajaran SKI dalam kurikutum Madrasah Tsanawiyah adalah salah satu bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati Sejarah Kebudayaan Islam, yang kemudian menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengataman dan pembiasaan. Mata pelajaran SKI Madrasah Tsanawiyah ini meliputi: sejarah dinasti Umayah, Abbasiyah dan al-Ayubiyah. Hal lain yang sangat mendasar adalah terletak pada kemampuan menggali nilai, makna,

8Ibid.

9Oemar Hamalik., (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara. Cet. Ke- 3. h. 57

(6)

108

aksioma, ibrah/hikmah, dalil dan teori dari fakta sejarah yang ada.

Oleh karena itu dalam tema-tema tertentu indikator keberhasitan belajar akan sampai pada capaian ranah afektif. Jadi SKI tidak saja merupakan transfer of knowledge, tetapi juga merupakan pendidikan nilai (value education). Dengan dikeluarkannya Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan dengan munculnya berbagai perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, maka disusunlah kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs) secara Nasional yaitu Kurikulum yang ditandai dengan ciri-ciri antara lain:

a) Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.

b) Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

c) Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.

Model Kurikulum Nasional ini diharapkan lebih membantu guru karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas; Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, KTSP yang terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bisa diterapkan atau dikembangkan lagi oleh masing-masing satuan pendidikan. Keadaan sumber daya pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap Standar Nasional yang dampaknya akan mempengaruhi pencapaian standar nasional kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu adanya penjabaran kurikulum melakui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diharapkan dapat lebih menjamin tercapainya Kompetensi Dasar Nasional mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Madrasah Tsanawiyah (MTs).

2) Tujuan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Sejarah Kebudayaan Islam di MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani Ummayah, Abbasiyah,

(7)

109

Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.

Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

a) Memberikan pengetahuan tentang sejarah Agama Islam dan kebudayaan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaturrasyidin kepada peserta didik agar ia memiliki konsep yang obyektif dan sistematis dan perspektif historis.

b) Mengambil ibrah/hikmah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah.

c) Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk berdasarkan cematnya atas fakta sejarah yang ada.

d) Membekali peserta didik untuk membentuk kepribadiannya berdasarkan tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk kepribadian yang luhur. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradapan Islam.

e) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan.

f) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.

g) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.

h) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan ibrah dari peristiwa-pristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan kegiatan sosial, budaya, politik,

(8)

110

ekonomi, iptek dan seni, serta mengembangkan kebudayaan dan peradapan Islam.10

3) Fungsi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Adapun fungsi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah:

a) Fungsi pelajaran (otoritas)

Sejarah menyediakan referensi yang berharga kepada seseorang tanpa harus mengalaminya. Akan tetapi sejarah tidak akan punya makna dan kesan yang kuat kalau tidak dibaca dan dipelajari dengan empathi. Peristiwa sejarah hanya terjadi stu kali. Sehingga dibutuhkan kreatifitas guru agar mampu menampilkan pelajaran tersebut dengan menarik dihadapan peserta didiknya.

b) Fungsi edukatif

Sejarah menegaskan kepada peserta didik tentang keharusan menegakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dengan pembelajaran sejarah secara tidak langsung mendidik ruh dan jiwa peserta didik dengan hikmah dan makna peristiwa yang mereka dapatkan dalam peristiwa sejarah.

c) Fungsi keilmuan

Melalui sejarah siswa memperoleh pengetahuan yang memadai tentang masa lalu tentang Islam dan Kebudayaan.

d) Fungsi rekreasi sangat banyak situs-situs purbakala yang menjadi obyek wisata. Reaksi ini membantu peserta didik memahami tentang pelajaran sejarah yang telah mereka pelajari di sekolah.

e) Fungsi transformasi

Sejarah sebagai salah satu sumber yang sangat penting dalam merancang transformasi masyarakat.11

4) Ruang lingkup kajian mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Selama ini seringkali SKI hanya dipahami sebagai sejarah tentang kebudayaan Islam saja (history of Islamic culture).

Dalam kurikulum ini SKI dipahami sebagai sejarah tentang agama Islam dan kebudayaan (history of Islam and Islamic culture). Oleh karena itu kurikulum ini tidak saja menampilkan sejarah kekuasaan atau sejarah raja-raja, tetapi juga akan

10Departemen Agama., (2014). Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indoneisa Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah. Jakarta: Departemen Agama.h. 37

11Chabib Thoha. dkk., (2004). Metodologi Pengajaran Agama. Semarang. Pustaka Pelajar.h. 222-223

(9)

111

diangkat sejarah perkembangan ilmuagama, sains dan teknologi dalam Islam. Aktor sejarah yang diangkat tidak saja Nabi, sahabat dan raja, tetapi akan dilengkapi ulama, intelektual dan filosof.

Faktor-faktor sosial dimunculkan guna menyempurnakan pengetahuan peserta didik tentang SKI. Kurikulum SKI dirancang secara sistematis berdasarkan peristiwa danperiode sejarah yang ada sebagai berikut:

a) Di tingkat MI dikaji tentang sejarah Arab pra Islam, sejarah Rasulullah SAW dan al-Khulafa' ar-Rasyidin.

b) Di tingkat MTs dikaji tentang Dinasti Umayah, Abbasiyah dan al- Ayubiyah.

c) Di tingkat MA dikaji tentang sejarah peradaban Islam di Andalusia, gerakan pembaharuan di dunia Islam dan perkembangan Islam di Indonesia.12

b. Pembinaan Karakter

1) Pengertian pembinaan karakter

Karakter, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti sifat-sifat kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak.13 Sedangkan menurut istilah (termonologis) terdapat beberapa pengertian tentang karakter, sebagaimana telah di kemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Menurut Hornby and Parnwell, dalam buku Heri Gunawan mendefinisikan karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.

b) Menurut Tadkirotun Musfiroh, dalam buku Heri Gunawan karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti to mark atau menandai dan menfokuskan bagaimana mengaflikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

c) Menurut Hermawan Kartajaya, dalam buku Heri Gunawan mendefinisikan karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan

12Abuddin Nata., (2001). Metodologi Studi Islam. Jakarta. Raja Grafindo.h. 315

13Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta. Balai Pustaka. h. 231

(10)

112

mesin pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu.

d) Menurut Simon Philips, dalam buku Heri Gunawan karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang meadasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan.

e) Menurut Doni Koesoema A. dalam buku Heri Gunawan memahami bahwa katakter sama dengan kepribadian.

Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.

f) Sedangkan Imam Ghozali, dalam buku Heri Gunawanmenganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.14

Filosof Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku yang benar dalam hal ini berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Aristoteles mengingatkan tentang sesuatu yang di zaman modern ini cenderung melupakan:

Hidup dengan budi pekerti yang berarti menjalani kehidupan dengan berbudi baik untuk diri sendiri (misalnya kontrol diri dan tidak berlebihan) maupun untuk orang lain (seperti kedermawan dan rasa simpati), dan kedua macam budi pekerti ini saling berhubungan. Harus bisa menggontrol diri, hasrat, nafsu agar bisa melakukan hal yang benar pada orang lain.

Berdasarkan pemahaman klasik inilah cara memandang karakter yang sesuai dengan pendidikan nilai: Karakter terdiri atas nilai-nilai Normaif, nilai-nilai yang berfungsi dalam praktek.

Karakter mengalami pertumbuhan yang membuat suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang dapat diandalkan dan digunakan untuk merespon berbagai situasi dengan cara yang bermoral.

Dengan demikian, karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan: Pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, dan melakukan kebaikan–kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasan perbuatan. Ketiganya penting

14Heri Gunawan., (2014). Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung.

Alfabeta. h.2-3

(11)

113

untuk menjalankan hidup yang bermoral; ketiganya adalah faktor pembentuk kematangan moral.

Ketika berfikir tentang jenis karakter yang inginkan untuk anak-anak maupun untukpeserta didik, agar mereka mampu menilai hal yang baik dan yang buruk, sangat peduli pada hal yang benar, dan melakukan apa yang menurut mereka benar, bahkan disaat mereka dihadapkan pada tekanan dari luar dan godaan dari dalam.15 Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter mengacu kepada kepribadian seseorang.

Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan bentukan yang diterima dari lingkungan keluarga pada masa kecil, bawaan sejak lahir, masyarakat maupun lingkungan sekolah.

Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk membentuk karakter anak dan mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan seahri-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkungannya.16 Sedangkan hal senada yang dikemukakan Heri Gunawan pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.17

Kegiatan pembinaan karakter kesiswaan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam dan di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan agama sertanorma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insanyang seutuhnya.

Dengan kata lain, kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan tenaga

15Thomas Lickona., (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung. Nusa Media. h.71-72

16Ratna Mengawangi., (2004). Pendidikan Karakter: Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa. Bogor. Indonesia Haritage Foundation. h. 95

17Heri Gunawan., (2014). Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi., op.cit.h. 23

(12)

114

kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan menyebutkan sepuluh kelompok nilai karakter yang di kembangkan pada peserta didik melalui kegiatan pembinaan kesiswaan, yaitu:

(1) Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(2) Budi pekerti luhur atau akhlak mulia.

(3) Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan dan bela negara.

(4) Prestasi akademik, seni, dan olahraga sesuai bakatdan minat.

(5) Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural.

(6) Kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan.

(7) Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi.

(8) Sastra dan budaya

(9) Teknologi informasi dan komunikasi.

(10) Komunikasi dalam bahasa Inggris.18

Pembinaan dan pengembangan anak-anak yang mempunyai bakat dan minat yang luar biasa, akan tetapi belum diketahui potensinya itu oleh sekolah. Mereka tidak diketahui bakat dan minatnya secara dini dan optimal karena tidak ada wahana yang dapat digunakan untuk memunculkan bakat dan minat itu di sekolah. Oleh karena itu, salah satu tugas yang dapat dilakukan sekolah mencari dan memupuk para peserta didik yang mempunyai bakat dan minat di bidang tertentu untuk dapat berkembang secara optimal sehinggga menjadi aset yang dapat dibanggakan oleh sekolah dan bahkan oleh negara dan bangsa.

Pembinaan bakat dan minat peserta didik diharapkan dapat juga mendidik karakter peserta didik sehingga dapat menjadi manusia yang utuh.

2) Pola pembinaan karakter

Dalam proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan karakter diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menekankan nilai-nilai karakter baik kepada peserta didik, sehingga peserta didik bukan hanya tau tentang moral

18Ibid., h. 259

(13)

115

(karakter).19 Berkaitan hal ini, metode pendidikan yang diajukan sebagai berikut:

a) Metode kisah atau cerita

Metode dilakukan dengan menceritakan kisah para nabi maupun orang bijak. Metode cerita ini dilakukan karna anak senang mendengar kisah. Selain itu kisah berfungsi sebagai berikut:

(1) Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembicara atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya.

(2) Kisah dapat menyentuh dihati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca yang pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

(3) Kisah qunari mendidik keimanan dengan cara;

membangkitkan berbagai perasaan, seperti khauf, ridho dan cinta; mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;

melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.20

b) Metode amtsal atau perumpamaan

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan tidak dapat melihat. Metode perumpamaan ini juga baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didik terutama dalam menanamkan karakter dalam diri mereka. Metode perumpamaan ini menurut An-Nahlawi dalam bukunya Heri Gunawan mempunyai tujuan pedagogis diantaranya adalah sebagai berikut:

(1) Mendekatkan makna pada pemahaman.

(2) Merangsang pesan dan kesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut, yang menggugah menumbuhkan berbagai perasaan ketuhanan.

(3) Mendidik akal supaya berpikir logis dan menggunakan qiyas yang logis dan sehat.

19Ibid., h. 88

20Ibid., h. 89

(14)

116

(4) Perumpamaan merupakan motif yang menggerakan perasaan yang menghidupkan naluri yang dan selanjutnya menggugah nasehat dan mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala kemungkaran.21 c) Metode keteladanan

Dalam penanaman karakter pada peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode lebih efektif dan efisien. Karna peserta didik pada umumnya cenderung meneladani guru atau pendidiknya. Sifat peserta didik seperti itu diakui oleh Islam. Umat Islam meneladani Rasulullah SAW, Rasul meneladani al-Quran. Aisyah ra. Pernah berkata, bahwa akhlak rasul itu adalah al-Quran.22

d) Metode pembiasaan

Pembiasan adalah suatu yang disengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan pengalaman.

Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan.

Pendidikan kebiasaan menurut Mulyasa dapat dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran atau dengan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran secara terprogram dapat dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu, untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok atau kelasikal sebagai berikut:

(1) Kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran secara terprogram

(a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengonttruksi sendiri pengetahuannya, keterampilan dan sikap baru dalam pembelajaran.

(b) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap proses pembelajaran.

(c) Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap proses pembelajaran.

(d) Biasakan belajar berkelompok untuk menciptakan masyarakat belajar.

(e) Biasakan oleh guru untuk selalu menjadi “model”

dalam setiap pembelajaran.

21Ibid., h. 91

22Ibid.

(15)

117

(f) Biasakan melakukan refleksi dalam setiap akhir pembelajaran.

(g) Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya adil dan transparan dengan berbagai cara.

(h) Biasakan peserta didik untuk bekerja sama dan saling menunjang satu sama lain.

(i) Biasakan untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar.

(j) Biasakan peserta didik melakukan sharing dengan teman-temannya, untuk menciptakan keakraban.

(k) Biasakan peserta didik untuk berfikir terhadap materi belajar.

(l) Biasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan kepada kedua orang tua pesertadidik terhadap perkembangan prilakunya.

(m) Biasakan peserta didik untuk berani mengambil keputusan dan juga berani mengambil resiko.

(n) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam dalam memutuskan masalah.

(o) Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran dan keritikan yang diberikan orang lain.

(p) Biasakan peserta didik untuk terus menerus melakukan inovasi dan iprovisasi dalam melakukan pembelajaran demi melakukan pembelajaran demi melakukan perbaikan selanjutnya.23

(2) Kegiatan pembiasaan peserta didik yang dilakukan secara tidak terprogram

(a) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal, seperti shalat berjamaah, sholat dhuha bersama, supacara bendera, senam, memelihara kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekolah, dan kegiatan lain

(b) Kegiatan yang dilakukan dengan spontan, adalah pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, misalnya pembentukan prilaku memberi salam, membuang sampahpada tempatnya, melakukan antri, dan lain sebagainya.

(c) Kegiatan dengan keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk prilaku sehari-hari,seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik dan santun, rajin membaca,

23Ibid., h. 94

(16)

118

memuji kebaikan, atau keberhasilan orang lain, datang kesekolah dengan tepat waktu, dan lain sebagainya.24

e) Metode ibrah dan mau’idah

Menurut an-Nahlawi dalam bukunya Heri Gunawan kedua kata tersebut memiliki perbedaan dari segi makna.

Ibrah berarti suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun kata mau’idhoh ialah nasehat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.25

f) Metode targhib dan tarhib

Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah.26 Dari berbagai metode pendidikan yang digunakan diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada peserta didik, sehingga peserta didik bukan hanya tahu tentang moral (karakter), tetapi juga diharapkan mereka mampu melaksanakan moral yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter.

5. Metode Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan atau library research yang berarti telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.27 Maksudnya adalah penelitian yang didasarkan pada data-data yang ada dalam perpustakaan, yakni data yang diperoleh dari buku-buku yang bercorak pendidikan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Langkah operasional dalam kepustakaan ini adalah mengolah teks-teks yang ada dalam buku tersebut secara teoritis dan filosofis.

Maksudnya data-data yang diperoleh dari buku-buku tersebut dijadikan sebagai dasar teoritis dan sekaligus sebagai kerangka berfikir yang logis dalam rangka mengkaji masalah yang menjadi topic pembahasan.

24Ibid., h. 95

25Ibid., h. 96

26Ibid.

27Nurul Zuriah., (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi.

Jakarta. Bumi Aksara.h. 50

(17)

119

Data-data yang ada dalam kepustakaan yang diperoleh, dikumpulkan atau diolah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua yang terkumpul terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, keselarasan satu dengan yang lainnya, masing-masing dalam kelompok data, baik data primer maupun sekunder.

b. Organizing, yaitu menyusun data dan sekaligus mensistematis data- data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah ada.

c. Penemuan Hasil Data, yaitu melakukan analisa lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan kaidah dan dalil-dalil yang sesuai.28

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.29 Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Yaitu teknik untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Di samping itu dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang lain dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam mencapai sasarannya sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu.30

Nana Syaodih menjelaskan bahwa teknik analisis isi ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen resmi, dokumen yang validitas, dan keabsahannya terjamin baik dokumen perundangan dan kebijakan maupun hasil-hasil penelitian. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris. Kegiatan analisis ditujukan untuk mengetahui makna, kedudukan, dan hubungan antara berbagai konsep, kebijakan, program, kegiatan, peristiwa yang ada atau yang terjadi untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak dari hal-hal tersebut.31

B. Hasil dan Pembahasan

28Suharsimi Arikunto., (1990). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.

PT Rineka Cipta.h. 24

29Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani., (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung. Pustaka Setia.h. 145

30Hadari Nawawi., (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.h. 72-73

31Nana Syaodih Sukmadinata., (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.h. 81-82

(18)

120

Metode keteladanan (uswah hasanah) dalam perspektif pendidikan Islam adalah metode influentif yang paling meyakinkan bagi keberhasilan pembentukan aspek moral, spiritual dan etos sosial peserta didik. Kurangnya teladan dari para pendidik dalam mengamalkan nilai-nilai Islam menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya krisis moral. Aplikasi metode keteladanan dalam pendidikan Islam tidak hanya didukung oleh pendidik, tetapi juga orang tua dan lingkungannya yang saling sinergis.

Keteladanan pendidik, orang tua, masyarakat, di sadari atau tidak akan melekat pada diri, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun hal yang bersifat material dan spiritual. Pendidik harus mampu berperan sebagai panutan terhadap anak didiknya, orang tua sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya, dan semua pihak dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupannya.32 Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.

Keteladanan berkaitan dengan sesuatu yang dapat ditiru atau baik untuk dicontoh seperti perbuatan, kelakuan, sifat, dan lain-lain. yang dihadirkan oleh pengarang melalui tokohnya.

Berdasarkan apa yang telah diungkapkan Armai Arif bahwa metode keteladanan adalah salah satu pedoman untuk bertindak, kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan yang lengkap tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa pendidikan dengan memberi teladan secara baik, merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan.33

Dalam pendidikan Islam Keteladanan juga di jadikan sebagai metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abdullah Nashih Ulwan Pada bab sebelumnya. Menurut penulis, metode keteladanan terdapat nilai edukatif yang sangat penting dan cocok diterapkan untuk merealisasikan tujuan pendidikan Islam. Alasannya, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ahmad tafsir Bahwa pelaksanaan realisasi itu memerlukan seperangkat metode, metode itu merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan.

Dalam Islam, peneladanan ini sangat diistimewakan dengan menyebut bahwa Nabi itu teladan yang baik (uswah hasanah). Nabi dan Tuhan menyatakan teladanilah Nabi. Dalam perintah yang ekstrem disebutkan barang siapa yang menginginkan berjumpa dengan Tuhannya hendaklah ia mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Jika di atas dikatakan pembelajaran agama Islam selama

32Beni Ahmad Saebani., (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. Pustaka Setia Bandung.h. 147

33Abdullah Nashih Ulwan., (2007). Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj. Jamaludin Miri.

Jakarta. Pustaka Amani.h. 81

(19)

121

ini gagal pada bagian keberagamaan, sangat mungkin guru agama dan para pendidik lainnya kurang memperhatikan teori ini.34

Selain itu, sebuah tokoh figure dapat dicontohkan dalam sikap seorang pendidik dan sikap pendidik sebagai tenaga kependidikan diharapkan mampu memberikan suri tauladan dant indakan yang baik sehingga seorang pendidik mampu menjadi panutan bagi peserta didik untuk ditiru. Melalui demonstrasibisa juga di jadikan contoh keteladanan. Hal ini merupakan langkah awal habituasi, jika pendidik dan tenaga kependidikan lainnya ingin peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka seorang tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya merupakan pertama dan terutama untuk memberikan contoh untuk peserta didik. Bagaimana peserta didik berperilaku, bagaiman peserta didik bersikap, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai.

Jadi keteladanan guru merupakan suatu acuan yang patut ditiru oleh peserta didik yang ada pada gurunya, guru di sini juga dapat disebut sebagai subjek teladan atau orang yang diteladani oleh peserta didik. Maka dari itu menjadi sosok yang di teladani merupakan bagian dari seorang pendidik untuk menjadikan sosok panutan bagi peserta didik,dan sosok tanggung jawab sebagai pendidik untuk memberikan contoh yang baik bagi peserta didik .meskipun pada dasarnya pada diri pribadi seorang pendidik apapun yang di lakukannya akan menjadi tolak ukur oleh siswa dan orang di sekitarnya serta lingkungannya untuk menjadikan seorang pendidik menunjukkan suri tauladan terbaik dan moral yang sempurna untuk peserta didik dan lingkungan sekitarnya.

C. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.

Keteladanan berkaitan dengan sesuatu yang dapat ditiru atau baik untuk dicontoh seperti perbuatan, kelakuan, sifat, dan lain-lain. yang dihadirkan oleh pengarang melalui tokohnya. Pendidikan karakter dalam materi sejarah dapat dilakukan melalui keteladanan para tokoh Islam.

Para tokoh dalam sejarah Islam nusantara merupakan tokoh penyebaran Islam pertama di Indonesia, sehingga dapat menjadi suri tauladan yang baik bagi peserta didik untuk di terapkan dalam pembelajaran. Keteladanan adalah sesuatu sangat sakral sebagai penunjang keberhasilan pendidikan. Dengan meneladani para tokoh-tokoh pendidikan yang mashur, maka akan dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi semua orang. Banyak sekali cerita/kisah para tokoh-tokoh Islam yang dapat dijadikan suri tauladan sebagai rujukan dalam membentuk karakter dan akhlak mulia seorang muslim.

34Ahmad Tafsir., (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung. Remaja Rosdakarya.h. 23

(20)

122

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Afifuddin., (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Pustaka Setia.

Arikunto. Suharsimi., (1990). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta. PT Rineka Cipta.

Darmaningtyas., 2001. Ironi dan Anomali HAM di Dunia Pendidikan.

Departemen Agama., (2014). Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indoneisa Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah.

Jakarta: Departemen Agama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Gunawan. Heri., (2014). Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi.

Bandung. Alfabeta.

Hamalik. Oemar., (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Hanafi. M.., (2009). Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta. Dirjen Pendidikan Depag.

Lickona. Thomas., (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung. Nusa Media.

Mengawangi. Ratna., (2004). Pendidikan Karakter: Solusi Tepat untuk Membangun Bangsa. Bogor. Indonesia Haritage Foundation.

al-Nahlawi. Abdurrahman., (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta. Gema Insani Press.

(21)

123

Nata. Abudin., (1997). Filsafat Pendidkan Islam. Jakarta. Logos Wacana Ilmu.

_______., (2001). Metodologi Studi Islam. Jakarta. Raja Grafindo.

Nawawi. Hadari., (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Nik Hariyati.,(2011). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. Bandung.

Alfabeta.

Saebani. Beni Ahmad., (2012). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. Pustaka Setia Bandung.

Soedjatmiko., (1984). Etika Pembebasan: Pilihan Karangan tentang Agama, Kebudayaan, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta. LP3S.

Sukmadinata. Nana Syaodih., (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung.

PT Remaja Rosdakarya.

Tafsir. Ahmad., (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Thoha. Chabib. dkk., (2004). Metodologi Pengajaran Agama. Semarang.

Pustaka Pelajar.

Ulwan. Abdullah Nashih., (2007). Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj.

Jamaludin Miri. Jakarta. Pustaka Amani.

Zuriah. Nurul., (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori- Aplikasi. Jakarta. Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Munawir (2002:391), anggaran atau budget adalah perencanaan keuangan (perencanaan yang dinyatakan dalam satuan uang) secara menyeluruh untuk periode mendatang (biasanya

Perbedaan hubungan antara ukuran gigi dan ukuran rahang yang menyebabkan crowding dapat diukur dengan analisis arch length discrepancy (ALD), indeks Howes dan indeks

Dari permasalahan tersebut, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match (Mencari Pasangan), sehingga dengan metode ini siswa dapat lebih

Rencana Kinerja yang disingkat Renja mempunyai fungsi penting dalam sisteem perencanaan daerah, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pada tanggal 8 Oktober 2015 project The Green Kosambi-Trade Mall & Apartment telah mendapatkan izin membangun, IMB no.. Dan kami

Untuk dapat menentukan metode yang digunakan dalam prediksi epitope, maka terlebih dahulu harus ditentukan sistem pathogenesis dari penyakit yang akan di desain

Supriharti (2007) menjelaskan bahwa ada dua gambaran kromosom set dari suatu spesies yaitu: (a) Karyogram, merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran tunggal