• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Rubrik Utama

MODEL

KELEMbagaan Pangan DI InDOnEsIa

Oleh:

Dr. Ir. suswono, MM

Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia bersatu II (2009-2014)

Rubrik Utama

(2)

Pendahuluan

Kebutuhan terhadap pangan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia. Pada tahun 2010, jumlah penduduk dunia mencapai lebih dari 7 miliar. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding jumlah penduduk dunia pada tahun 1960 yang hanya berjumlah 3 miliar. Di sisi lain, luas lahan pertanian justru mengalami penyusutan yang besar dari waktu ke waktu. Hal ini membuat sebagian pengamat dan pemerhati pangan memperkirakan bahwa dunia akan menghadapi masalah pangan yang berat di masa depan. Bahkan, perang antar negara sangat mungkin terjadi akibat masalah pangan.

Kekhawatiran akan munculnya krisis pangan global tersebut sangat beralasan. Irawan (2006) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan krisis pangan global. Pertama, perubahan iklim yang menyebabkan peluang terjadinya gagal panen yang masif di berbagai belahan dunia. Kedua, menyusutnya lahan pertanian di berbagai negara. Ketiga, fenomena proteksionisme pangan yang makin meningkat. Negara-negara produsen pangan tidak menjual produk pangan ke negara lain dengan alasan untuk memperkuat cadangan pangan. Akibatnya, akan terjadi ketimpangan ketersediaan pangan di negara net impotir. Keempat, adanya kebijakan inovasi bahan bakar tak terbarukan yang bersumber dari bahan pangan. Hal ini akan menurunkan pasokan pangan untuk konsumsi makanan.

Permasalahan yang sama juga dihadapi oleh Indonesia.

Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun rata-rata meningkat sebesar 1,5%. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan penduduk sebanyak

2 kali lipat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir (1970- 2010). Saat ini, Indonesia tercatat sebagai Negara keempat dunia dengan populasi penduduk terbesar setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari Gambar 1 juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia diperkirakan akan menembus angka 300 juta pada tahun 2035.

Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia (1970-2010) Tahun Jumlah Penduduk

1971 119.208.229

1980 147.490.298

1990 179.378.946

2000 206.264.595

2010 237.641.326

Sumber : BPS (2015)

Dengan pertumbuhan populasi tersebut, kebutuhan akan pangan dalam negeri dipastikan akan terus meningkat. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga akan mengurangi ketersediaan lahan pertanian akibat konversi ke perumahan, jalan, industri, sarana publik, dan berbagai kepentingan lain di luar sektor pertanian.

Sumber : BPS (2015)

Gambar 1. Proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia (2010-2035)

(3)

Rubrik Utama

Kondisi tersebut harus diantisipasi melalui upaya peningkatan produksi pangan yang jauh lebih serius dari apa yang telah dilakukan selama ini. Kebijakan pangan yang dicerminkan melalui kebijakan UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan menugaskan tercapainya Ketahanan Pangan Nasional. Ketahanan Pangan dapat dikatakan tercapai apabila telah terpenuhinya pangan bagi negara dan perseorangan melalui tersedianya pangan yang cukup (jumlah dan mutu), beragam, bergizi, aman, seimbang, dan tidak bertentangan dengan keyakinan dan agama masyarakat.

Pemenuhan kebutuhan pangan secara jumlah saja sangatlah tidak mudah, apalagi menyediakan pangan dari sisi kuantitas, kualitas, dan kandungan gizinya secara sekaligus. Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri yang dilakukan melalui pembangunan pertanian pada masa mendatang akan mengalami banyak tantangan yang semakin kompleks dibanding pertanian saat ini dan era sebelumnya.

Upaya pencapaian swasembada pangan utama senantiasa menjadi perhatian utama Pemerintah.

Kecukupan pangan terutama beras dengan harga terjangkau telah menjadi kebijakan utama pembangunan pertanian Indonesia, dengan tujuan untuk menghindari kelaparan serta gejolak ekonomi dan politik (Sudaryanto et al. 1999). Permasalahannya, upaya penyediaan kebutuhan pangan menghadapi fakta ketersediaan lahan pertanian yang semakin menyusut.

Di sisi lain, perubahan iklim, meningkatnya serangan hama dan penyakit, kerusakan infrastruktur jalan dan irigasi, serta permasalahan koordinasi antar sektor dan kelembagaan juga sangat berpengaruh terhadap upaya pemenuhan kebutuhan pangan tersebut.

KebijaKan Pangan indonesia

Pada awalnya, United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya ketersediaan makanan utama yang cukup pada setiap saat. Kemudian pada tahun 1986, World Bank mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kemampuan akses masyarakat terhadap pangan yang cukup agar dapat mencapai kehidupan yang sehat.

Berdasarkan kesepakatan International Food Submit and International Conference of Nutrition 1992 (FAO, 1997), pengertian ketahanan pangan diperluas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif.

Dari definisi tersebut, ketahanan pangan memiliki tiga subsistem yang saling berkaitan, yaitu aspek produksi, aspek distribusi, dan aspek konsumsi. Suryana (2001) menyebutkan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga subsistem ketahanan pangan (produksi, distribusi, konsumsi) perlu didukung faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya.

Di samping itu perlu juga didukung faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan.

Kebijakan ketahanan pangan Indonesia tergambar jelas dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Lahirnya UU No. 18/2012 merupakan penyempurnaan dari UU No. 7/1996 dan sebagai jawaban atas permasalahan-permasalahan mutakhir dalam bidang pangan dan pertanian akhir-akhir ini.

Kebijakan strategis dalam hal pangan termaktub dalam kebijakan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan.

Rubrik Utama

(4)

politik yang kuat, baik dari sisi Dukungan Kebijakan maupun Politik Anggaran.

Selama ini, Kementerian Pertanian memiliki kewenangan dari sisi produksi pangan. Berbagai upaya

teknis telah dilakukan, baik dalam hal perbaikan benih unggul, sistem budi daya tani, lahan, permodalan, infrastruktur, SDM, kelembagaan, dan penerapan teknologi tepat guna. Untuk sisi produksi ini, diperlukan sinergi yang kuat antar Kementerian dan Lembaga.

Kementerian Pertanian bisa jadi hanya berkontribusi sebesar 60% dari sisi produksi pangan. Selebihnya memerlukan dukungan Kementerian/Lembaga lain, terutama dalam hal ketersediaan air, infrastruktur, teknologi, permodalan, industri sarana pertanian, pengelolaan pasca panen, industri hilir pertanian.

Namun, upaya yang serius di sisi produksi belumlah cukup untuk mengatasi permasalahan pangan. Perlu ada dukungan dari sisi distribusi, tata niaga, dan sistem logistik pangan. Jika melihat kebutuhan akan sinergi dan koordinasi antar Lembaga, Kementerian, Instansi Pusat dan Daerah, diperlukan sebuah lembaga yang dapat mengkoordinasikan semua tupoksi dan business process kebijakan pangan. Siapa melakukan apa, dalam skala seperti apa, dan ruang lingkup mana saja.

Perlu pembagian kerja yang tepat dan saling terkait satu sama lain. Selama ini, kebijakan di sisi produksi masih terbebankan kepada Kementerian Pertanian dan belum mendapatkan dukungan penuh dari lembaga yang lain. Di sisi logistik, keberadaan Bulog sebagai BUMN pangan juga berada dipersimpangan jalan. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, model kelembagaan seperti apakah yang tepat untuk mengelola kebijakan pangan di masa depan?

Dalam UU No. 18/2012, yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Pencapaian ketahanan pangan tersebut dilandaskan pada kebijakan kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience), serta keamanan pangan (food safety). Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Sedangkan kedaulatan pangan merupakan hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Ketiga konsep tersebut mendasari setiap kebijakan pemerintah dalam membangun sektor pangan dalam negeri.

Permasalahan

Strategi dasar kebijakan pangan yang berlandaskan pada ketahanan pangan, Kemandirian Pangan, dan Kedaulatan Pangan perlu dijabarkan dalam bentuk rencana strategis, rencana teknis, dan tahapan implementasi yang komprehensif dan sistematis.

(5)

Rubrik Utama

Kondisi Kelembagaan Pangan saat ini

Keberadaan lembaga pangan yang baru merupakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Dalam Pasal 126 UU tersebut disebutkan bahwa “Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan Nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.”

Pasal 151 UU No. 18/2012 juga mengamanatkan lembaga pangan harus sudah terbentuk paling lambat tiga tahun setelah UU ini diundangkan, tepatnya 17 November 2015. Artinya, batas waktu amanat UU tersebut sangatlah terbatas. Bila sampai batas waktu tersebut belum terbentuk, dikhawatirkan akan menjadi isu dan beban politik yang liar bagi Pemerintah, terlebih dalam hal isu ketidakpatuhan dalam menjalankan Undang-Undang.

Saat ini, lembaga yang menangani ketahanan pangan adalah Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang merupakan unit kerja eselon 1 Kementerian Pertanian. Sebagai unit kerja eselon 1 di Kementerian Pertanian, BKP tidak mempunyai kewenangan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan koordinasi lintas sektor dengan kementerian terkait secara efektif.

Pasal 128 UU No. 18/2012 juga memberikan kekuatan kepada lembaga pangan yang baru untuk mengkoordinasikan BUMN dalam pelaksanaan

penugasan pemerintah terkait dengan pencapaian kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Pasal ini dimaksudkan untuk meletakkan hubungan lembaga pangan sebagai regulator dan BUMN sebagai operator. Sedangkan pada prakteknya selama ini, Bulog yang berstatus sebagai BUMN pangan berada dibawah koordinasi berbagai kementerian. Sedangkan UU No. 18/2012 mengarahkan Bulog dikoordinir oleh satu lembaga pemerintah saja, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan tugasnya.

Dari berbagai uraian tersebut diatas, praktis hanya dua lembaga yang langsung berkaitan dengan implementasi kebijakan ketahanan pangan, yaitu Kementerian Pertanian yang diperkuat oleh Unit Eselon I Badan Ketahanan Pangan dan Bulog sebagai BUMN pangan yang berperan di sisi logistik. Jika melihat dari kebutuhan dan kewenangan yang diharapkan, kelembagaan tersebut belumlah menjawab tantangan dan harapan dari kebijakan pangan yang termuat dalam UU No.

18/2012 tentang Pangan.

solusi Ke dePan

Keberadaan lembaga pangan sangat penting di masa depan. Hal ini mengingat permasalahan aktual di sektor pangan juga semakin kompleks, seperti ancaman krisis pangan dunia; dampak perubahan iklim ekstrim yang menyebabkan ketidakpastian produksi pangan;

konversi lahan; permasalahan ketersediaan air; hama dan penyakit; serta adanya kecenderungan kenaikan harga dan seringnya volatilitas harga pangan.

(6)

Karena itu, sinergi, sinkronisasi, koordinasi dan integrasi kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau terbagi dalam beberapa K/L harus dapat disinergikan dengan baik agar tercapai efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya pembangunan nasional.

Kehadiran lembaga pangan yang kuat diharapkan dapat mengkoordinasikan kegiatan terkait ketahanan pangan di berbagai K/L dan antar Daerah agar strategi kebijakan pangan terimplementasi dengan baik.

UU 18/2012 tentang Pangan mengamanatkan kelembagaan pemerintah yang menangani pangan berbentuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian/LPNK (Pasal 126), yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Meskipun bertanggung jawab langsung kepada Presiden, jika melihat dari status dan postur kelembagaan tersebut, lembaga pangan yang akan dibentuklah belumlah kuat. Untuk itu, opsi kelembagaan pangan dalam bentuk setingkat Kementerian Koordinator perlu dipertimbangkan.

Harapannya, lembaga ini mampu mengkoordinasikan Lembaga atau Kementerian Terkait dari mulai hulu sampai hilir.

Lembaga pangan ini harus didesain sedemikian kuat sehingga memiliki kemampuan merumuskan dan menetapkan kebijakan pangan nasional, serta mampu mengkoordinasi dan mensinergikan kegiatan terkait pencapaian ketahanan pangan nasional. Karena itu Lembaga Pangan ini harus dijabat oleh setingkat menteri koordinator dan bertangungjawab langsung kepada Presiden.

Dengan postur kelembagaan yang kuat dan tugas yang jelas, maka ada lembaga yang bertanggungjawab

manajemen Bisnis PSO (public service obligation), sosial ekonomi, dan bisnis non PSO. Pilihan strategi yang harus ditempuh untuk berkembang adalah strategi peningkatan kreasi nilai kerja. Hal tersebut diharapkan dapat memperbaiki kinerja Bulog sebagai BUMN yang ditargetkan mendapat profit sekaligus melaksanakan fungsi sosial sebagai stabilisator dan penyedia pangan nasional.

reFerensi

Badan Ketahanan Pangan. 2015. Naskah Undang- Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.

Jakarta: BKP Kementan RI.

BPS. 2015. Data Kependudukan, Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Tahun 2010-2035. http://bps.go.id/

linkTabelStatis/view/id/1274

BPS. 2015. Data Kependudukan, Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1970-2010. http://bps.go.id/

linkTabelStatis/view/id/1267

FAO. 1997. Report of the World Summit. Rome.

Irawan A. 2006. Ekonomi Politik Perberasan Nasional.

Bogor: Penerbit IPB Press.

Sudaryanto T, Simatupang P, Purwoto A, Rossegrant M, Hossein M. 1999. Could Indonesia Sustain Self- Sufficiency in Rice Production. Recent Trends and Term Outlook. Discussion Paper Series No.99-03. Social Sciences Division. Makati: IRRI.

Suryana A. 2001. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.

Gambar

Gambar 1. Proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia  (2010-2035)

Referensi

Dokumen terkait

6 Setujukah anda, bahwa anda benar-benar merasa bahwa nilai-nilai dalam diri anda telah cocok dengan nilai-nilai yang ada dalam organisasi tempat anda bekerja. 7

Maka dari itu pada uraian di atas Kali ini mangajukan salah satu metode guna meningkatkan nilai atau kwalitas pada citra retina yang kurang baik dan cahaya atau kontrs

Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam

Bukti yang ditunjukkan dalam bagian sebelumnya mungkin menunjukkan bahwa variasi genetik merupakan ada dan dapat terlihat pada populasi alami dan lambat laun ada kemungkinan

Dalam penelitian kali ini word of mouth yang ada pada produk eiger mendapat pengaruh positif dari konsumen sehingga membuat penelitian ini juga mendukung dengan pendapat

Suatu protokol yang digunakan untuk mengambil mail dari suatu mail transfer agent/mail delivery agent, pada protokol ini sebuah mail akan didownload ke dalam jaringan lokal,

Menurunnya perilaku prokrastinasi akademik perserta didik dapat dilihat dari hasil penelitian yang di peroleh yaitu subjek penelitian mengikuti treament ( perlakuan

Pada penelitian ini, telah dibuat dan dikarakterisasi superkapasitor menggunakan bahan karbon aktif berbasis sabut kelapa sebagai elektroda dengan aktivator KOH dan