• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL PADA ALAT MRI SKRIPSI DWI CITRA HADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL PADA ALAT MRI SKRIPSI DWI CITRA HADI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL PADA ALAT MRI

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka

Memenuhi Persyaratan Program Studi Fisika S1

DWI CITRA HADI 120821015

oleh:

PROGRAM STUDI FISIKA S1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

i

PERSETUJUAN

ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL

PADA ALAT MRI

Judul : ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL PADA ALAT MRI

Kategori : SKRIPSI

Nama : DWI CITRA HADI

NIM : 120821015

Program Studi : SARJANA ( S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji Medan, Mei 2017

Disetujui oleh :

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Fisika FMIPA USU

DR. PERDINAN SINUHAJI, MS NIP. 19551030 198003 1 003

PERNYATAAN

Pembimbing II

TUA RAJA SIMBOLON, S.Si, M.Si NIP. 19721115 200012 1 001 Pembimbing I

Drs. ADITIA WARMAN, M.Si NIP:195705031983031003

(3)

ii

ANALISIS SLICE THICKNESS TERHADAP FOV PADA BAGIAN LUMBAL YANG DIHASILKAN CITRA DIGITAL

PADA ALAT MRI

SKRPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2017

DWI CITRA HADI NIM. 120821015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

iii

PENGHARGAAN

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, atas segala karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan safa’atnya di kemudian hari. Amin ya rabbal alamin

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada keluarga serta orang – orang yang mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan proyek skripsi ini. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. Yth.Bapak Dekan Dr. Krista Sebayang, Ms beserta jajarannya di lingkungan FMIPA USU.

2. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, Ms, selaku Ketua Program Studi Fisika S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Drs. Aditia Warman, M.Si selaku dosen pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan terhadap pembuatan skripsi ini

4. Bapak Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Fisika SI Departemen Fisika FMIPA USU.

6. Ibunda dan Abah saya tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan kepercayaan yang telah kalian berikan kepada saya, serta Abang saya Mahardika Rahmadan Sp dan Adik kesayangan saya Astria Hardianti Lestari terimakasih buat dukungannya, doa dan motivasi yang diberikan dari awal mulai perkuliahan sampai penulisan skripsi ini serta buat seluruh keluarga yang telah membantu, mendukung dan memberikan kelonggaran serta support terhadap pendidikan saya hingga bisa berkembang seperti sekarang.

(5)

iv

7. Istri tercinta saya Fitri Maya Purnama Sari Sinaga, S.Kep, Ns yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada saya dan memberikan perhatian beserta doa kepada saya dengan tulus.

8. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Ekstensi baik Fisika Medis maupun Fisika Instrumentasi yang sama – sama merasakan pahit manisnya membuat Skripsi serta selama kuliah di Universitas Sumatera Utara.

9. Dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam kehidupan penulis yang tidak mampu saya tuliskan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga laporan ini menjadi ibadah yang baik bagi penulis dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.

Amin Yaa Rabbal’alamin

Medan, Mei 2017 Hormat Penulis,

DWI CITRA HADI NIM.120821015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

v

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis pengaruh (efik) Slice Thickness (ST) terhadap Field of View (FoV) citra sagital pada bagian lumbal yang dihasilkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan melakukan pengukuran nilai Amplitudo Signal pada bagian jaringan Corpus, Discus, Fat dan Medula Spinaliss.

Demikian juga diukur nilai background dari citra tersebut sehingga dapat dihitung Signal to Noise Ratio (SNR) masing – masing bagian jaringan Corpus, Discus, Fat, dan Medula Spinaliss.

Dari hasil perhitungan SNR pada masing – masing jaringan Corpus, Discus, Fat dan Medula Spinaliss dapat disimpulkan bahwa nilai Fat mempunyai nilai SNR yang jauh lebih tinggi dibandingkan jaringan Corpus, Discus dan Medula Spinaliss dan hal ini juga dapat dilihat dari gambar yang dihasilkan

Kata Kunci : Metode Region Of Interest (ROI) ditentukan secara langsung pada perangkat komputer console yang terhubung langsung ke Magnetic Resonance Imaging (MRI)

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN iii

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 2

1.3. Batasan masalah ... 2

1.4. Tujuan penelitian ... 3

1.5. Manfaat penelitian ... 3

BAB II Tinjauan Pustaka ... 4

2.1 Sejarah MRI ... 4

2.2 Dasar Fisika Medis ... 5

2.2.1 Fase Resonansi ... 5

2.2.2 Fase Presesi ... 5

2.2.3 Fase Relaksasi ... 6

2.2.4 Sinyal MRI ... 6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

vii

2.3 Prinsip Dasar dan Sistem Komponen MRI ... 6

2.4 Perangkat didalam MRI ... 9

2.4.1 Sistem Magnet ... 9

2.4.2 Sistem Pencitraan ... 10

2.4.3 Radio Frekuensi ... 10

2.4.4 Sistem Komputer ... 10

2.4.5 Sistem Pencetakan Citra ... 11

2.5 Sifat fisis MRI ... 11

2.6 Slice Thickness (ST) ... 11

2.7 Field of View (FOV) ... 11

2.8 MRI Lumbal ... 12

2.9 Signal to Noise Ratio (SNR) ... 12

2.10 Pembentukan Citra ... 12

2.10.1 Pulsa Radio Frekuensi (RF) ... 13

2.10.2 Waktu Relaksasi Longitudinal (T1) ... 13

2.10.3 Waktu Relaksasi Transversal (T2) ... 13

2.10.4 Sinyal MRI dengan FID ... 13

2.11 Penentuan ROI ... 14

2.11.1 Metode Secara Langsung Pada Komputer Console MRI 14 2.12 Resolusi Spatial ... 14

BAB III Metode Penelitian ... 15

3.1 Tempat penelitian dan Alat yang digunakan ... 15

3.1.1 Tempat Penelitian ... 15

3.1.2 Alat yang digunakan ... 15

3.2 Prosedur ... 16

(9)

viii

3.3 Diagram alir ... 18

3.4 Persiapan pasien ... 19

3.5 Persiapan bahan ... 19

3.6 Pengambilan data ... 19

3.7 Analisis data ... 20

BAB IV Hasil Penelitian ... 21

4.1 Hasil ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Spining Proton Atom Hidrogen ... 7

2.2 Dasar Fisika Sinyal MRI ... 8

2.3 Posisi Magnet Superkonduktif dalam Pesawat MRI ... 9

2.4 Penentuan ROI Jaringan ... 14

3.1 A. MRI 1.5 T ... 15

3.1 B. Sistem on off MRI ... 15

3.2 Operator Console ... 16

3.3 Dry View Film ... 16

4.1 Hubungan nilai ST untuk setiap jaringan Corpus, Discus Medula Spinalis dan Fat dengan inisial M pada nilai SNR ... 21

4.2 Hubungan nilai ST untuk setiap jaringan Corpus, Discus Medula Spinalis dan Fat dengan inisial PT pada nilai SNR ... 22

4.3 Hubungan nilai ST untuk jaringan Corpus pada nilai SNR ... 23

4.4 Hubungan nilai ST untuk jaringan Discus pada nilai SNR ... 24

4.5 Hubungan nilai ST untuk jaringan MS pada nilai SNR ... 25

4.6 Hubungan nilai ST untuk jaringan Fat pada nilai SNR ... 26

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Inti yang bersifat Magnetic ... 7

4.1 Nilai SNR jaringan Corpus, Discus, MS dan Fat terhadap Pasien Inisial Ms O ... 21

4.2 Nilai SNR jaringan Corpus, Discus, MS dan Fat terhadap Pasien Inisial Mr K ... 22

4.4 Menghitung nilai SNR pada Jaringan Corpus ... 23

4.5 Menghitung nilai SNR pada Jaringan Discus ... 24

4.6 Menghitung nilai SNR pada Jaringan MS ... 25

4.7 Menghitung nilai SNR pada Jaringan Fat ... 26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1………. ... 30

Data Pasien ……… ... 30

Hasil Citra MRI ……… ... 30

Lampiran 2 ……… ... 37

Nilai sinyal ……… ... 37

Lampiran 3 ……… ... 38

(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

MRI = Magnetik Resonansi Imaging FOV = Field Of View

ST = Slice Thikness

NEX = Number Of Excitation SNR = Signal to Noise Ratio Voxel = Volume Elemen Pixel = Picture Elemen ROI = Region OF Interest FID = Free Induction Decay RF = Radio Frequency

DICOM = Digital Imaging Communications In Medicine Mr K = Mister ( Panggilan untuk Inisial K )

Ms O = Miss ( Panggilan untuk Inisial O )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Didalam dunia kesehatan terjadi perubahan yang sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu diantara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu ditemukan teknik radiologi yang dapat menscan manusia tanpa menggunakan radiasi sinar - X akan tetapi menggunakan medan magnet dan sinyal frekuensi radio yang disebut dengan alat scanning non ionizing (forhsult, 2007) yaitu Magnetik Resonansi Imaging (MRI) yang dapat menghasilkan gambar seluruh tubuh, berdasarkan prinsip resonansi magnetik, dan tidak menyebabkan efek radiasi ( Busberg, 2002 ). MRI menjadi salah satu modalitas imaging yang penting dalam mendeteksi tulang belakang karena kemampuannya multi planar, resolusi spasial yang tinggi dan baik dalam menghasilkan citra anatomi dengan kontras yang berbeda namun untuk patologi citra tulang belakang yang masih merupakan tantangan yang sangat sulit karena tidak dapat dipisahkan dari gerak fisologis dan jaringan tubuh (Gamio, 2007).

MRI dapat menghasilkan citra yang berkualitas dengan intensitas sinyal yang ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang terang (hiperintens) sedangkan sinyal yang rendah menghasilkan warna gelap (hipoitens). Beberapa parameter yang mempengaruhi kontras citra dalam pencitraan MRI seperti parameter yang ditentukan seperti pulse sequence, sudut flip, Slice Thickness (ST), Field Of View (FOV), ukuran matriks, Number Of Excitation (NEX) dan agen kontras yang digunakan.

Salah satu parameter teknik yang mempengaruhi kualitas citra adalah Slice Thickness (ST) yang merupakan tebalnya irisan (objek) yang diperiksa. Irisan yang tebal akan memperoleh Signal to Noise Ratio (SNR) yang lebih baik dan dapat mencakup suatu volume yang besar. Sebaliknya irisan yang tipis memberikan resolusi yang lebih tinggi tetapi volume yang dicakup lebih kecil.

Masing – masing sinyal yang didapatkan oleh masing – masing volume elemen (voxel) akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal to Noise Ratio (SNR) yaitu perbandingan intensitas sinyal yang diperoleh dari

(15)

2

masing – masing Volume Elemen (voxel) terhadap noise atau sinyal background.

Nilai SNR ini yang akan menentukan citra yang diperoleh karena SNR dapat menggambarkan besar intensitas sinyal yang didapat pada Volume Elemen (voxel), maka SNR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat di jumlahkan dan diambil rata – ratanya.

Faktor lain yang mempengaruhi dalam pembentukkan kualitas citra adalah Resolusi Spatial. Besarnya matriks akuisisi mengontrol resolusi citra dan waktu pencitraan. Resolusi Spatial dapat diperoleh dengan menentukkan jumlah Picture Element (pixel) atau satuan pembentuk gambar yang ditampilkan dalam Field Of View (FOV) medan pandang. Resolusi Spatial berhubungan dengan Signal to Noise Ratio (SNR). Irisan yang tebal cenderung menghasilkan pembagian volume yang lebih besar, dimana hal ini dapat menyarankan pembatasan obyek – obyek yang lebih kecil. Penggunaan irisan yang tipis dapat mengatasi keadaan tersebut, tetapi menyebabkan nilai SNR berkurang karena berkurangnya sinyal pixel.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Slice Thikness (ST) terhadap citra Sagital MRI Lumbal.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana Pengaruh Slice Thikness (ST) terhadap Field of View (FOV) citra sagital pada bagian lumbal yang dihasilkan MRI.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan dari permasalahan yang akan dibahas dari penelitian ini adalah : 1. Menggunakan Slice Thickness (ST) 5mm, 6mm dan 7mm pada pencitraan

Sagital pada bagian lumbal yang dihasilkan MRI.

2. Region OF Interest (ROI) masing – masing pada jaringan Corpus, Discus, Fat, Medula Spinalis dan Background.

3. Berat badan pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh Background dan SNR citra sagital pada jaringan Corpus, Discus, Fat dan Medula Spinaliss

2. Mengetahui nilai SNR dan Background pada jaringan Corpus, Discus, Fat dan Medula Spinaliss.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan petugas radiologi sebagai bahan pembelajaran dan metode menentukan nilai SNR jaringan Corpus, Discuss, Fat dan Medula Spinaliss

2. Sebagai bahan perbandingan antara perubahan nilai SNR dengan densitas jaringan – jaringan Corpus, Discuss, Fat dan Medula Spinaliss.

(17)

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah MRI ( Magnetik Resonance Imaging )

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu alat pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan sinar – X. Prinsip dasar Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah inti atom yang bergetar dalam magnet. Prinsip ini pertama kali ditemukan oleh Blonch dan Purcell pada tahun 1946. Dengan penemuan tersebut mereka mendapat hadiah nobel pada tahun 1952.

Sejak penemuan ini, para ahli mulai mengembangkannya dalam bidang fisika dan kimia. Baru pada tahun 1971 Damadian menemukan kegunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal atau tumor pada spesimen hewan percobaan. Tanggal 3 Juli 1977 menandai tonggak sejarah pemeriksaan MRI pertama pada manusia setelah melewati masa 7 tahun penelitian yang melelahkan oleh dr. Raymond Damadian dan sejawatnya Minkoff dan Goldsmith. Saat itu untuk mendapatkan satu gambar MRI memerlukan waktu pemeriksaan sekitar 5 jam. Bandingkan dengan MRI saat ini yang hanya memerlukan waktu 30 – 90 menit (Nurul, 2013).. Alat Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk pemeriksaan tubuh untuk pertama kali dipergunakan pada tahun 1981 di Hammersmith Hospital di London oleh perusahaan EMI, Baru pada akhir tahun 1982 alat MRI mulai ramai digunakan di rumah sakit besar, terutama di Amerika dan Eropa.

Metode ini dipakai karena tubuh manusia mempunyai konsentrasi atom hidrogen yang tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah gambaran dari proton, minimum dibutuhkan tenaga medan magnet 0,064 Tesla. Untuk suatu medan magnet yang rendah 0,2 tesla dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga listrik dirubah menjadi panas. Untuk suatu medan magnet diatas 0,3 tesla dibutuhkan suatu kumparan istimewa. Kumparan ini ekstrim dingin (-2690 C), sehingga tahanannya sama sekali nol. Oleh karena itu, kumparan super ini tidak memakai listrik. Kumparan ini sangat mahal. Saat ini alat Magnetic Resonance

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(18)

Imaging (MRI) yang digunakan mulai dari 0.064 Tesla sampai 3 Tesla (Nurul, 2013)

Penemuan MRI merupakan terobosan penting dalam kedokteran modern.

Tanggal 3 Juli 1977 menandai tonggak sejarah pemeriksaan MRI pertama pada

manusia setelah melewati masa 7 tahun penelitian yang melelahkan oleh dr. Raymond Damadian dan sejawatnya Minkoff dan Goldsmith. Saat itu untuk

mendapatkan satu gambar MRI memerlukan waktu pemeriksaan sekitar 5 jam.

Bandingkan dengan MRI saat ini yang hanya memerlukan waktu 30 – 90 menit (Nurul, 2013).

2.2 Dasar Fisika Medis 2.2.1 Fase Resonansi

Resonansi adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek diberikan pulsa yang mempunyai frekuensi yang sesuai dengan frekuensi Larmor. Fase resonansi terjadi pada saat fase presesi gelombang radio (RF) dipancarkan, proton – proton hidrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal dan menghasilkan magnetisasi transversal. Fase resonansi adalah Fase dimana proton – proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal agar resonansi terjadi pada atom hidrogen pada medan magnet eksternal dengan kekuatan 1,5 Tesla (15.000 Gauss), maka frekuensi RF yang diberikan adalah 63,2 MHz (Westbrook,C dan Kaut, C, 1999).

2.2.2 Fase Presesi

Tiap – tiap inti hidrogen membentuk jumlah momen magnetis (NMV) spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh medan magnet eksternal (Bo) akan menghasilkan spin sekunder atau gerakan NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut Presesi ( Precession ) dan menyebabkan magnetik moment bergerak secara Sirkuler mengelilingi Jalur magnet eksternal (Bo). Inti atom Hidrogen mempunyai frekuensi presesi42,6 MHz/ Tesla, dimana 1 Hz = putaran per detik (Westbrook,C dan Kaut, C, 1999).

(19)

6 2.2.3 Fase Relaksasi

Fase relaksasi adalah fase ketika proton – proton hidrogen berada pada bidang transversal atau decay menuju kembali kearah longitudinal atau recovery sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai sinyal MRI, yang akan diterima oleh sebuah kumparan atau antena penerima disisi pesawat MRI (Bushberg, 2002).

2.2.4 Sinyal MRI

Sinyal yang dideteksi pada saat spin berelaksasi dibidang transversal yang susunannya berupa sinyal sinusoidal yang meluruh secara eksponensial dengan pertambahan waktu yang disebut dengan Free Induction Decay (FID). Proses FID dimana setelah pancaran frekuensi radio di matikan maka spin partikel akan menyerap energi, kemudian energi tersebut akan melemah sedikit demi sedikit dan akan menuju pada satu fase (dephase). Kehilangan sinyal yang diakibatkan oleh medan magnetik lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nilai T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetik yang tidak homogen diberi symbol T2*. Proses dephasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen (Bushberg, 2002).

2.3 Prinsip Dasar dan Sistem Komponen MRI

Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air (H2O) yang mengandung 2 atom hidrogen yang memiliki no atom ganjil (1) memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi, yang pada intinya terdapat satu proton, merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia dan memiliki gaya magnetik terkuat dari elemen lain. Hidrogen memiliki momen magnetik, pelimpahan atau abundance terbesar. Abundance adalah perbandingan jumlah atom suatu isotop unsur tertentu terhadap jumlah atom seluruh isotop yang ada dinyatakan dalam persen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oleh karena itu, hidrogen adalah elemen utama yang digunakan untuk MRI.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic (Busberg, 2002)

Proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet, sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan secara kontinyu mengintari sumbunya yang disebut dengan spinning, yang akan menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan akan membuat fenomena resonansi. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil atau bar magnetic, seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Spinning proton atom hidrogen (Bryan, 2010)

Pada atom dengan nomor atom genap, inti atom akan berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Secara ringkas dapat disimpulkan prinsip dasar pencitraan MRI adalah dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan searah (parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet pesawat serta melakukan gerakan presesi.

(21)

8

Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Pemberian gelombang Radio Frequency (RF) proton menyerap sinyal elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima oleh sebuah koil antena penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.

Gambar 2.2 Dasar fisika sinyal MRI (Bitar, dkk., 2006)

Gambar 2.2 merupakan dasar fisika sinyal MRI, dimana (a) inti hidrogen mengitari sumbunya memiliki medan magnet, panah kuning merupakan arah sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen berpresesi dengan berbagai sudut (1–6), tetapi saat dimasukkan dalam medan magnet eksternal (B0) akan berbaris, jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV). (b) RF diberikan NMV membentuk sudutyang menghasilkan dua komponen magnetisasi yaitu magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal (Mxy). Presesi Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi tegangan (i). Ketika RF dimatikan terjadi T1 pembangkitan, T2 peluruhan dan T2*.

Beberapa komponen utama dalam sistem MRI, yaitu magnet utama, koil gradien, koil pemancar, koil penerima dan komputer. Magnet utama untuk memproduksi medan magnet yang besar, yang mampu menginduksi jaringan, sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam obyek. Beberapa jenis magnet utama yaitu Magnet permanen, resistive Magnet, magnet superconduktive, bahan ini akan menjadi superconductive pada temperatur 4K (Kelvin) dengan memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk menjaga kemagnetan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(22)

kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin, biasanya digunakan helium cair yang disebut juga dengan cryogen bath seperti Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Posisi magnet superkonduktif dalam pesawat MRI (Blink, 2004) Gradien koil untuk membangkitkan suatu medan, terdapat tiga medan yang saling tegak lurus antara ketiganya, yaitu bidang X, Y dan Z yang fungsinya berbeda-beda sesuai dengan irisan yang dipilih, gradien koil X untuk membuat citra potongan sagital, gardien koil Y untuk potongan koronal dan gradien koil Z untuk potongan aksial. Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik. Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima dan koil pemancar. Koil pemancar berfungsi memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi. Sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output dari sistem setelah eksitasi terjadi. Sistem Komputer, berfungsi untuk mengontrol semua komponen alat MRI dan menyimpan data.

2.4 Perangkat Di Dalam MRI Satu alat MRI yang lengkap terdiri dari:

2.4.1 Sistem Magnet

Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik.

(23)

10 2.4.2 Sistem Pencitraan

Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari 3 buah kumparan coil, yaitu :

a. Gradien coil X, untuk membuat potongan citra sagital ( samping ).

b. Gradien coil Y, untuk membuat potongan citra coronal ( atas bawah ).

c. Gradient coil Z, umtuk membuat potongan citra axial ( depan belakang ).

2.4.3 Pulsa frekuensi radio (Radio Frequency)

Pemberian frekuensi radio dengan waktu yang singkat disebut pulsa frekuensi radio yang merupakan gelombang elektromagnetik. Pemberian pulsa RF mengubah energi proton sehingga dapat menyebabkan transisi, yang terjadi jika dan hanya jika pulsa RF yang diberikan sama dengan frekuensi Larmor yang dimiliki proton. Pada keadaan tersebut proton yang sedang berpresisi akan mendapat tambahan energi. Dalam pemberian frekuensi radio proton pada tingkat energi rendah akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, peristiwa ini disebut resonansi magnetik. Pulsa RF yang menggerakkan magnetisasi (M) dari posisi setimbang ke bidang transversal disebut pulsa 900. Pulsa RF yang menggerakkan M dengan arah yang berlawanan dengan arah asalnya dinamakan pulsa 1800. Kedua pulsa tersebut merupakan pulsa yang mempunyai persamaan yang sangat besar dan penting dalam metode MRI (Blink, 2004).

2.4.4 Sistem Komputer

Sistem computer digunakan sebagai pengendali sebagian besar opersional peralatan MRI. Dengan kelengkapan perangkat lunaknya, computer mampu melakukan tugas – tugas mulai dari input data, pemilihan protokol pemeriksaan, pemilihan irisan, mengontrol seluruh system, pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan citra sampai rekam data. Lalu muncul dalam hubungannya dengan perubahan gambar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(24)

2.4.5 Sistem Pencetakan Citra

Sistem pencetakan citra berfungsi untuk mencetak gambar pada film MRI atau menyimpan citra

2.5 Sifat Fisik MRI

1. MRI scanner menggunakan medan magnetic 10.000 sampai 60.000 kali lebih kuat dari pada medan magnet bumi.

2. MRI menggunakan sifat fisis nuclear magnetic resonance proton seperti atom hydrogen, yang banyak mendominasi tubuh manusia (1 cc akan terdiri dari 1018 proton).

3. Proton mempunyai momen magnetic yang pada saat di letakkan pada medan magnet luar 1,5 T, proton akan terabsorbsi oleh frekuensi radio 63 MHz.

2.6 ST ( Slice Thickness )

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm – 10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran yang mengganggu seperti garis-garis dan apabila slice thickness terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi (Budi S, 2014).

2.7 FOV ( Field Of View )

Field of View (FOV) adalah diameter maksimal dari gambar yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12 cm sampai dengan 50 cm. FOV kecil akan meningkatkan detail gambar (resolusi) karena Field Of View yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. FOV kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas.

(25)

12

FOV kecil akan menyebabkan noise meningkat. FOV sedang, yaitu 200 mm sampai dengan 350mm diharapkan gambar yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta artefak sedikit. FOV besar, antara 350 mm sampai dengan 400 mm akan menghasilkan spatial resolusi yang rendah karena pixel menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field Of View (FOV) besar akan menyebabkan noise berkurang dan kontras resolusi meningkat serta dapat dihindari munculnya streak artifact (Budi S, 2014).

2.8 MRI Lumbal

Sebuah lumbal magnetic resonance imaging (MRI) scan menggunakan energi dari magnet yang kuat untuk membuat gambar dari bagian bawah tulang belakang ( Lumbal Tulang Belakang )

2.9 Signal to Noise Ratio (SNR)

SNR adalah perbandingan antara besarnya signal amplitude dengan besarnya noise dalam gambar MRI. Noise dapat disebabkan oleh system komponen MRI dan dari pasien. Semakin besar signal maka akan semakin meningkat SNR. SNR dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu densitas proton dari daerah yang diperiksa, voxel volume, TR, TE, flip angel, NEX, receive bandwidth dan koil. rumus untuk memperoleh SNR adalah sebagai berikut :

SNR = S / N, dimana

SNR = Signal to Noise Ratio, S = Signal, N = Noise ( Background )

2.10 Pembentukan Citra (Westbrook, C, dan Kaut, C, 1995 )

Pembentukan citra pada MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyak yang keluar dari obyek. Sinyal baru bias diukur bila arah vektornya diputar dari sumbu z (Mz) menuju xy (Mxy). Pemutaran arah vector magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian proses dibawah ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(26)

2.10.1 Pulsa RF (Radio Frequency)

Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 30 – 120 MHz. apabila spin diberikan sejumlah pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi larmornya, maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energy pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama nuclear magnetic resonance.

2.10.2 Waktu relaksasi longitudinal (T1)

Relaksasi longitudinal disebut dengan relaksasi spin – kisi. Waktu relaksasi longitudinal menghasilkan pembobotan T1 yaitu citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T1 time. T1 time adalah waktu yang diperlukan NMV untuk kembalinya 63% magnetisasi longitudinal dan dikontrol oleh TR karena TR mengontrol seberapa jauh vector dapat recover sebelum diaplikasi RF berikutnya.

2.10.3 Waktu relaksasi transversal (T2)

Waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi transversal (Mxy) untuk meluruh hingga 37% dari nilai awalnya dinamakan waktu relaksasi transversal atau T2. Nilai T1 dan T2 adalah constant pada kuat medan magnet tertentu. Waktu relaksasi tranversal menghasilkan pembobotan T2 yaitu citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T2 time.

2.10.4 Sinyal MRI dengan Free Induction Decay (FID)

Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energy dalam bentuk sinyal. Eksposi pulsa 90o RF menghasilkan sinyal yang dikenal dengan nama peluruhan induksi bebas free induction decay (FID), tetapi sinyal ini sulit untuk dicatat. Untuk mendapatkan sinyal echo yang memiliki energy besar dibutuhkan lagi pulsa 180o. sinyal echo ini yang akan ditangkap oleh coil sebagai data awal proses pembentukan citra.

(27)

14 2.11 Penentuan ROI ( Region of Interest )

ROI adalah suatu metode yang berfungsi untuk mengamati daerah yang diinginkan. Penentuan ROI dengan dua metode yaitu metode secara langsung pada komputer console MRI dan menggunakan metode pemograman matlab.

2.11.1 Metode secara langsung pada komputer console MRI

Pada penelitian ini region of interest (ROI) ditentukan dengan secara langsung pada citra lumbal komputer MRI, untuk memperoleh nilai sinyal pada jaringan corpus, diskus, medulla spinalis (MS), fat dan diluar jaringan Background (noise).

Gambar 2.4 Penentuan ROI jaringan

Gambar 2.4 menunjukkan gambar organ lumbal yang telah di ROI dengan metode secara langsung pada computer console MRI adapun jaringan yang telah di ROI yaitu Corpus, Discus, Medula Spinaliss dan Fat. Di dalam gambar itu juga terdapat Noise (Background).

2.11 Resolusi Spatial

Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik secara terpisah dan jelas. Ini dikontrololeh ukuran voxel. Semakin kecil ukuran voxel, resolusi akan semakin baik. Ukuran voxel dapat dipengaruhi oleh slice thikness (ST), field of view (FOV) dan jumlah pixel atau matrix.

Noise Fat Corpus

MS

Discus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian dan Alat yang digunakan dalam Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Radiologi RS. Murni Teguh, Kota Medan.

3.1.2 Alat yang digunakan

Penelitian dilakukan di unit Radiologi RS. Murni Teguh. Alat magnetic resonance imaging yang digunakan didalam melaksanakan penelitian ini adalah model magnetom avanto, dengan merk Siemens. Sistem medan magnet yang digunakan adalah superkonduktor dengan kekuatan medan magnet sebasar 1.5 tesla (T). Terdapat helium cair yang disebut dengan cryogen bath, berfungsi untuk menjaga kemagnetan agar kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin. Perangkat komputer, Monitor, viewing tool untuk DICOM images adalah Syngo MR B17.

Beberapa Alat MRI yang ada ditempat peneliti yaitu;

Gambar 3.1 A. MRI 1.5 T Gambar 3.1 B. Sistem On Off MRI

(29)

16

Gambar 3.2 Operator console Gambar 3.3 Dry View film

3.2 Prosedur

Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat – alat seperti tabung oksigen, alat resuitasi, kursi roda, dll yang bersifat feromagnetik tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan memakai baju pemeriksaan dan menanggalkan benda – benda feromagnetik, seperti : jam tangan, kunci, perhiasan jepit rambut, gigi palsu dan lainnya. Screening Dry dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara mewawancarai pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang membahayakan pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya: pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral, dan lain-lain.

Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat berjalan (non ambulatory) lebih kompleks dibandingkan pemeriksaan imaging lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan “on”

sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda – benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau personil lainnya. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, meja pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan agar pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan dapat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal- hal emergensi. Selain itu meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya selesai. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan Earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(30)

penggunaan penyangga lutut / tungkai, pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .

Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

1. Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan lain – lain , mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa.

2. Memilih jenis koil yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemeriksaan kepala digunakan head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang belakang digunakan surface coil.

3. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra anatomi dipilih parameter yang repetition time dan echo time pendek, sehingga pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna hitam. Untuk citra pathologis dipilih parameter yang repetition time dan echo time panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra dipilih parameter yang time repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.

Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet (land marking patient) sehingga coil dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung. Untuk menentukan bagian tubuh dibuat scan scout (panduan pengamatan), dengan parameter, ketebalan irisan dan jarak antar irisan serta format gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor, maka dibuat pengamatan – pengamatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan. Pemeriksaan MRI yang menggunakan kontras media, hanya pada kasus – kasus tertentu saja.

Salah satu kontras media untuk pemeriksaan MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis 0,01 ml / kg berat badan (Pamujiandri, 2011).

(31)

18 3.3 Diagram alir

Start

Selesai Analisis Data MRI Organ Lumbal

Citra Sagital Lumbal dengan Perubahan ST

Penentuan Sinyal untuk

Nilai SNR

Data

Materi / Bahan Organ Lumbal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(32)

3.4 Persiapan Pasien

Persiapan pemeriksaan MRI dilakukan dengan terlebih dahulu persiapan pasien sebagai berikut :

1. Screening pasien yaitu pengisian check list oleh pasien untuk memastikan boleh tidaknya pasien diperiksa menggunakan MRI, antara lain apakah pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien, sendi palsu dan lain – lain yang tidak diperbolehkan dibawa keruang pemeriksaan MRI

2. Memberikan arahan dan saran kepada pasien selama dalam proses pemeriksaan

3. Melepaskan segala benda yang mengandung logam

3.5 Persiapan Bahan

Persiapan bahan yang dilakukan pada penelitian ini mencakupi :

1. Menghidupkan pesawat MRI beserta perangkat komputer console

2. Penutup telinga dan alunan musik untuk membuat pasien rileks saat MRI bekerja

3. Menggunakan penyangga lutut 4. Memberikan selimut dan tutup kepala

5. Tombol emergency pasien yang bertujuan sebagai media informasi apabila pasien merasa tidak nyaman saat proses pemeriksaan berjalan

6. Meja persiapan MRI dibuat mobile dengan tujuan agar dapat langsung dipindahkan kemeja MRI bila terjadi hal – hal emergency

7. Meja cadangan untuk mempercepat pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya selesai

3.6 Pengambilan Data

Pengambilan data atau gambar diawali dengan pencitraan MRI dengan memberikan frekuensi radio melalui antena pemancar frekuensi radio, pesawat memberikan syarat dengan menyalanya lampu pada tombol axial, coronal dan

(33)

20

sagital yang kemudian tombol – tombol tersebut ditekan. Beberapa saat kemudian pada layar monitor MRI akan muncul gambar scanogram dengan melalui bantuan komputer yang dapat menentukan daerah letak pemeriksaan dengan mengatur garis – garis scan pada topogramnya.

3.7 Analisis Data

Analisa data secara kuantitatif pada metode penentuan ROI yaitu metode secara langsung pada citra komputer pesawat MRI. Untuk mengetahui pengaruh slice thickness terhadap kualitas citra yaitu dengan menghitung nilai SNR pada jaringan Corpus, Discus, Medulla Spinalis, dan fat, maka dilakukan uji statistik menggunakan uji line chart. Analisa dengan metode statistik sudah pernah dilakukan pada citra MRI lumbal dengan pengukuran SNR secara kuantitatif dan kualitatif (Dohan, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil

Hasil penelitian ini berupa citra yang akan ditentukan kualitasnya secara kuantitatif dengan pengukuran melalui metode penentuan region of intrest (ROI) yaitu secara langsung pada komputer MRI. Jaringan yang dinilai adalah korpus, discus, fat dan Medulla Spinalis. Kemudian dilakukan perhitungan SNR berdasarkan ketentuan ( Bryan, 2010) dengan perbandingan antara nilai sinyal masing – masing jaringan corpus, discus, fat dan medula spinaliss dengan nilai sinyal background.

Tabel 4.1 Nilai SNR pada jaringan Corpus, Discus, Medula Spinaliss dan Fat terhadap pasien Inisial Ms O

Inisial Pasien Nilai ST Nilai SNR Jaringan

Corpus Discus Medula Spinaliss Fat

Ms O

5mm 26.1 16 10.5 108.6

6mm 55.4 31.7 22.6 226.5

7mm 22 13 9.3 89.5

Gambar 4.1 Hubungan nilai ST untuk setiap jaringan Corpus, Discus, MS dan Fat dengan pasien inisial Ms O pada nilai SNR.

Nilai SNR

Jaringan

(35)

22

Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pasien dengan inisial Ms O, Jaringan Fat sangat tinggi nilai SNR dari pada jaringan corpus, discus dan medula spinaliss dimana nilainya yaitu 108.6, 226.5 dan 89.5 sedangkan untuk nilai SNR pada jaringan corpus, discus dan medula spinalis tidak terlalu tinggi nilainya dan ampir berdekatan.

Tabel 4.2 Nilai SNR pada jaringan Corpus, Discus, Medula Spinaliss dan Fat terhadap pasien Inisial Mr K

Inisial Pasien Nilai ST Nilai SNR Jaringan

Corpus Discus Medula Spinaliss Fat Mr K

5mm 61.3 27.7 34.1 257

6mm 56.7 20.2 30.1 297

7mm 63.8 24.6 33.6 273.4

Gambar 4.2 Hubungan nilai ST untuk setiap jaringan Corpus, Discus, MS dan Fat dengan pasien inisial Mr K pada nilai SNR.

Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pasien dengan inisial Mr K, Nilai SNR pada jaringan fat sangat tinggi dibandingkan dengan nilai SNR pada jaringan corpus, discus dan medulla spinalis, dimana nilai SNR pada jaringan Fat adalah 257, 297 dan 273.4.

Niali SNR

Jaringan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(36)

Tabel 4.3 Menghitung Nilai SNR pada Jaringan Corpus

Pasien Nilai ST Corpus

Ms O

5mm 26.1

6mm 55.4

7mm 22

Mr K

5mm 61.3

6mm 56.7

7mm 63.8

Gambar 4.3 Hubungan nilai ST untuk jaringan Corpus pada nilai SNR.

Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pasien dengan jaringan corpus yang memiliki nilai SNR yang paling tinggi adalah pasien inisial Mr K yaitu 63,8 pada ST 7mm sedangkan nilai yang paling rendah adalah pasien inisial Ms O pada ST 7mm yaitu 22.

Nilai SNR

ST

Pasien 63,8

22

(37)

24

Tabel 4.4 Menghitung Nilai SNR pada Jaringan Discus

Pasien Nilai ST Discus

Ms O

5mm 16

6mm 31.7

7mm 13

Mr K 5mm 27.7

6mm 20.2

7mm 24.6

Gambar 4.4 Hubungan nilai ST untuk jaringan Discus pada nilai SNR.

Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pasien dengan jaringan discus yang memiliki nilai SNR yang paling tinggi adalah pasien inisial Ms O yaitu 31,7 pada ST 6mm sedangkan nilai yang paling rendah adalah pasien inisial Ms O pada ST 7mm yaitu 13

Nilai SNR

ST

Pasien 31,7

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

Tabel 4.5 Menghitung Nilai SNR pada Jaringan Medula Spinaliss

Pasien Nilai ST Medula Spinaliss

Ms O 5mm 10.5

6mm 22.6

7mm 9.3

Mr K 5mm 34.1

6mm 30.1

7mm 33.6

Gambar 4.5 Hubungan nilai ST untuk jaringan Medula Spinaliss pada nilai SNR.

Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pasien dengan jaringan medulla spinaliss yang memiliki nilai SNR yang paling tinggi adalah pasien inisial Mr K yaitu 34,1 pada ST 5mm sedangkan nilai yang paling rendah adalah pasien inisial Ms O pada ST 5mm yaitu 10,5

Nilai SNR

ST

Pasien 34,1

10,5

(39)

26

Tabel 4.6 Menghitung Nilai SNR pada Jaringan Fat

Pasien Nilai ST Fat

Ms O 5mm 108.6

6mm 226.5

7mm 89.5

Mr K 5mm 257

6mm 297

7mm 273.4

Gambar 4.6 Hubungan nilai ST untuk jaringan Fat pada nilai SNR.

Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pasien dengan jaringan Fat yang memiliki nilai SNR yang paling tinggi adalah pasien inisial Mr K yaitu 297 pada ST 6mm sedangkan nilai yang paling rendah adalah pasien inisial Ms O pada ST 7mm yaitu 89,5.

ST

Pasien Nilai SNR

297

89,5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pengaruh slice thickness (ST) terhadap field of view (FOV) citra sagital pada bagian lumbal yang dihasilkan MRI dapat disimpulkan bahwa :

1. Jaringan yang lunak ditandai oleh nilai signal to noise ratio (SNR) yang tinggi

2. Nilai signal to noise ratio (SNR) jaringan pada ke dua pasien yang diteliti yang paling tinggi nilainya adalah jaringan fat.

3. Dalam penentuan Region Of Interest (ROI) hanya menggunakan program secara langsung pada computer console Magnetic Resonance Imaging (MRI)

5.2 SARAN

1. Sebelum melakukan proses scanning MRI di harapkan pasien jujur dalam pemberian informasi karena dapat berpengaruh dalam proses kerja scanning dan dapat beresiko tinggi pada pasien tersebut.

2. Jangan melakukan pemeriksaan pasien dengan mengabaikan berat badan dan harus dibawah kapasitas berat yang telah ditentukan oleh suatu alat Magnetic Resonance Imaging (MRI).

3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based dan tambahan informasi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut. Sebaiknya peneliti selanjutnya mengupayakan agar area penelitian lebih luas dan menggali informasi lebih dalam sehingga hasil yang diperoleh dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bushbreg, J.T.,J.A. Seibert, E.M. Leidholdt, and J.M. Boone. 2002, The Essensial Physic of medical Imaging second edition, second edition, 377- 462, Lippincott williama and Wilkins, Philadelphia, USA

2. Budi.,S,2014,Penggunaan_Radiasi_dalam_Klinik Tanggal 3/7/2014, Jam 10:07 PM

3. Bryan, R.N., 2010, Introduction to te science of medical imaging, 67- 171, University Press, Cambridge New York.

4. Bitar , R., Leung, G., Perng, R., Tardros, S.,R.A., MR.,2006, MR Pulse Sequences what Every Radiologist Wants to Know but Is Afraid to Ask, Radiographics, 26, 513537, University of Toronto, Ontario, Canada

5. Dawson, A., Gavini, J.P., Place, V., Sebbag, D., Vignaud, A., Herbin, C., Hamzi, L., Boudiaf, M., and Soyer, P., 2013, T2- weighted MR imaging of the liver: Qualitative and Quantitative Comparison of SPACE MR imaging with turbo spin echo MR imaging, European jurnal of Radiology, e655.e661

6. Dohan, A., Gavini, J.P., Place, V., Sebbag, D., Vignaud, A., Herbin, C., Hamzi, L., Boudiaf, M., and Soyer, P., 2013, T2- weighted MR imaging of the kiver: Qualitative and Quantitative comparison of SPACE MR imaging with turbo spin echo MR imaging, European jurnal of Radiology, e655e661

7. Forshult, Stig E, 2007, magnetic resonance imaging- MRI- An Overview, 22, 1-27, Karlstad university, Swedia

8. Gamio, J.C., Xu, D., Newitt, D., Han, E.T., Vigneron, D.B., and Majumdar, S., 2007, Single shot fast spin echo diffusion tensor imagingof the lumbar spine at 1.5 and 3T, Magnetic Resonance Imaging, 25, 665- 670.

9. Kristina, 2013, Prinsip kerja magnetic resonansi , Tanggal 18/5/2014, Jam 1:12 PM

10. Nurul, 2013, Sejarah perkembangan magnetic resonance.

Tanggal 18/5/2014, Jam 1:12 PM

11. Pamujiandri, 2011, Makalah MRI, Tanggal 18/5/2014, Jam 1:12 PM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

12. R. M. Henkelman, and M. J. Bronskill, “Artifacts in Magnetic Resonance Imaging,” Reviews of Magnetic Resonance in Medicine: Special Issue, (Pergamon, New York, 1987), Vol. 2.

13. Robbie, Mc., Donald, Elizabeth, A., Moore, Martin, J., Graves, and Martin, R.P., 2006, MRI From Picture To Proton, Second Edition, 5,65- 72, Cambridge University Press, New York.

14. Sjahriar . R.,2005, Radiologi diagnostik, FKUI Jakarta

15. Supriyanto, 2010, Penggunaan_Radiasi_dalam_Klinik , Tanggal 29/5/2014, Jam 9:57 PM

16. Westbrook and Catherine, 1999, handbook of MRI Technique, DP photoseting aylesbury, Bucks Printed and Bound in Great Britain, Cambridge

(43)

LAMPIRAN Lampiran 1.

DATA PASIEN Pasien 1

Inisial : Ms O Tinggi Badan : 156 cm Berat Badan : 89 kg

Pasien 2

Inisial : Ms K Tinggi Badan : 173 cm Berat Badan : 70 kg

HASIL CITRA MRI

Dibawah ini adalah nilai sinyal pada citra MRI yang didapat dari 2 orang pasien dengan inisial Ms O dan Mr K.

Tabel 1. Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 190.2 116.5 76.3 792.6 7.3

6mm 193.9 110.7 78.9 792.8 3.5

7mm 191.6 113.4 81.2 779.1 8.7

Tabel 2. Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 232.9 105.5 129.7 976.3 3.8

6mm 243.8 86.8 129.3 1039.2 4.3

7mm 242.4 93.6 127.2 1039.1 3.5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(44)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 5mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 190.2 116.5 76.3 792.6 7.3

Gambar 1.1

(45)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 6mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

6mm 193.9 110.7 78.9 792.8 3.5

Gambar 1.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 7mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

7mm 191.6 113.4 81.2 779.1 8.7

Gambar 1.3

(47)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 5mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 232.9 105.5 129.7 976.3 3.8

Gambar 2.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 6mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

6mm 243.8 86.8 129.3 1039.2 4.3

Gambar 2.2

(49)

Hasil MRI Citra Sagital menggunakan ST 7mm dan FoV 2,8cm

Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

7mm 242.4 93.6 127.2 1039.1 3.5

Gambar 2.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)

Lampiran 2.

NILAI SINYAL

Jadi nilai sinyal pada citra MRI yang didapat dari 2 orang pasien dengan inisial Ms O dan Mr K. Adapun sinyal yang didapat adalah Corpus, Discus, Medula Spinaliss, Fat dan Background ada pada tabel dibawah :

Tabel 1. Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 190.2 116.5 76.3 792.6 7.3

6mm 193.9 110.7 78.9 792.8 3.5

7mm 191.6 113.4 81.2 779.1 8.7

Tabel 2. Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat Background

5mm 232.9 105.5 129.7 976.3 3.8

6mm 243.8 86.8 129.3 1039.2 4.3

7mm 242.4 93.6 127.2 1039.1 3.5

(51)

Lampiran 3.

Hasil Perhitungan SNR terhadap Background

Dibawah ini adalah Nilai SNR yang dirumuskan yaitu :

Keterangan :

SNR => Signal to Noise Ratio S => Data Sinyal

N => Nois ( Background)

Perhitungan pada pasien Ms O :

Nilai ST 5mm

SNR dengan Nilai Corpus 190,2 dan Background 7.3

SNR dengan Nilai Discus 116.5 dan Backgronund 7.3 SNR = S

= 116.5

= 16

N 7.3

SNR dengan Nilai MS 76.3 dan Background 7.3 SNR = S

= 76.3

= 10.5

N 7.3

SNR dengan Nilai Fat 792.6 dan Background 7.3 SNR = S

= 792.6

= 108.6

N 7.3

Nilai ST 6mm

SNR dengan Nilai Corpus 193.9dan Background 3.5 SNR = S

= 193.9

= 55.4

N 3.5

SNR = S

= 190.2

= 26.1

N 7.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

SNR dengan Nilai Discus 110.7dan Backgronund 3.5 SNR = S

= 110.7

= 31.7

N 3.5

SNR dengan Nilai MS 78.9dan Background 3.5 SNR = S

= 78.9

= 22.6

N 3.5

SNR dengan Nilai Fat 792.8 dan Background 3.5 SNR = S

= 792.8

= 226.5

N 3.5

Nilai ST 7mm

SNR dengan Nilai Corpus 190.6 dan Background 8.7 SNR = S

= 190.6

= 22

N 8.7

SNR dengan Nilai Discus 112.8 dan Backgronund 8.7 SNR = S

= 112.8

= 13

N 8.7

SNR dengan Nilai MS 80.8 dan Background 8.7 SNR = S

= 80.8

= 9.3

N 8.7

SNR dengan Nilai Fat 779.2 dan Background 8.7 SNR = S

= 779.2

= 89.5

N 8.7

Hasil perhitungan nilai SNR yang didapat adalah : Tabel 2. Citra Pasien Ms O

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat

5mm 26.1 16 10.5 108.6

6mm 55.4 31.7 22.6 226.5

7mm 22 13 9.3 89.5

(53)

Perhitungan pada pasien Mr K :

Nilai ST 5mm

SNR dengan Nilai Corpus 232.9 dan Background 3.8

SNR dengan Nilai Discus 105.5 dan Backgronund 3.8 SNR = S

= 105.5

= 27.7

N 3.8

SNR dengan Nilai MS 129.7dan Background 3.8 SNR = S

= 129.7

= 34.1

N 3.8

SNR dengan Nilai Fat 976.3 dan Background 3.8 SNR = S

= 976.3

= 257

N 3.8

Nilai ST 6mm

SNR dengan Nilai Corpus 243.8 dan Background 4.3 SNR = S

= 243.8

= 56.7

N 4.3

SNR dengan Nilai Discus 86.8 dan Backgronund 4.3 SNR = S

= 86.8

= 20.2

N 4.3

SNR dengan Nilai MS 129.3 dan Background 4.3 SNR = S

= 129.3

= 30.1

N 4.3

SNR dengan Nilai Fat 1039.2 dan Background 4.3 SNR = S

= 1039.2

= 297

N 3.5

SNR = S

= 232.9

= 61.3

N 3.8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

Nilai ST 7mm

SNR dengan Nilai Corpus 242.4 dan Background 3.8 SNR = S

= 242.4

= 63.8

N 3.8

SNR dengan Nilai Discus 93.6 dan Backgronund 3.8 SNR = S

= 93.6

= 24.6

N 3.8

SNR dengan Nilai MS 127.2 dan Background 3.8 SNR = S

= 127.2

= 33.6

N 3.8

SNR dengan Nilai Fat 1039.1 dan Background 3.8 SNR = S

= 1039.1

= 273.4

N 3.8

Hasil perhitungan nilai SNR yang didapat adalah :

Tabel 2. Citra Pasien Mr K

Nilai ST Corpus Discus Medula Spinalis Fat

5mm 61.3 27.7 34.1 257

6mm 56.7 20.2 30.1 297

7mm 63.8 24.6 33.6 273.4

(55)

Corpus

Ms O 5 mm 26,1

6 mm 55,4

7 mm 22

Mr K 5 mm 61,3

6 mm 56,7

7 mm 63,8

Discus

Ms O 5 mm 16

6 mm 31,7

7 mm 13

Mr K 5 mm 27,7

6 mm 20,2

7 mm 24,6

Medula Spinaliss

Ms O 5 mm 10,5

6 mm 22,6

7 mm 9,3

Mr K 5 mm 34,1

6 mm 30,1

7 mm 33,6

Fat

Ms O 5 mm 108,6

6 mm 226,5

7 mm 89,5

Mr K 5 mm 257

6 mm 297

7 mm 273,4

26,1

55,4

22

61,3

56,7

63,8

0 10 20 30 40 50 60 70

5 mm 6 mm 7 mm 5 mm 6 mm 7 mm

Ms O Mr K

Corpus

Corpus 16

31,7

13

27,7

20,2

24,6

0 5 10 15 20 25 30 35

5 mm 6 mm 7 mm 5 mm 6 mm 7 mm

Ms O Mr K

Discus

Discus

10,5 22,6

9,3

34,1 30,1

33,6

0 5 10 15 20 25 30 35 40

5 mm 6 mm 7 mm 5 mm 6 mm 7 mm

Ms O Mr K

Medula Spinaliss

Medula Spinaliss

108,6

226,5

89,5

257

297

273,4

0 50 100 150 200 250 300 350

5 mm 6 mm 7 mm 5 mm 6 mm 7 mm

Ms O Mr K

Fat

Fat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar

Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic (Busberg, 2002)
Gambar 2.2 Dasar fisika sinyal MRI (Bitar, dkk.,  2006)
Gambar 2.3 Posisi magnet superkonduktif dalam pesawat MRI (Blink, 2004)  Gradien  koil  untuk  membangkitkan  suatu  medan,  terdapat  tiga  medan  yang saling tegak lurus antara ketiganya, yaitu bidang X, Y dan Z yang fungsinya  berbeda-beda  sesuai  deng
Gambar 2.4 Penentuan ROI jaringan
+7

Referensi

Dokumen terkait