• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI POTENSI PENCEMARAN FLUIDA LIMBAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN TEBING TINGGI, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI POTENSI PENCEMARAN FLUIDA LIMBAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN TEBING TINGGI, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SALSABILA OCTARA SUMARYANTO NIM. 11170970000019

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

(2)

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

IDENTIFIKASI POTENSI PENCEMARAN FLUIDA LIMBAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN TEBING

TINGGI, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)

SALSABILA OCTARA SUMARYANTO NIM. 11170970000019

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Program Studi Fisika

Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002

Nur Hidayat, S.T, M.Si NIP.19701111 199603 1 003

Pembimbing II Pembimbing I

Biaunik Niski Kumila, M.S NIP. 19910513 201903 2 011

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi yang telah disusun oleh Salsabila Octara Sumaryanto dengan NIM 11170970000019 telah diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Juni 2021.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi Fisika.

Jakarta, 30 Juni 2021 Menyetujui,

Penguji I,

Dr. Sutrisno, Dipl.Seis NIP. 19590202 198203 1 005

Penguji II,

Muhammad Nafian, M.Si NIP.19850711 202012 1 002

Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D NIP. 19690404 200501 2 005

Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Tati Zera, M.Si

NIP. 19690608 200501 2 002 Nur Hidayat, S.T, M.Si NIP.19701111 199603 1 003

Pembimbing II Pembimbing I

Biaunik Niski Kumila, M.S NIP. 19910513 201903 2 011

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Salsabila Octara Sumaryanto NIM : 11170970000019

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 30 Juni 2021

Salsabila Octara Sumaryanto NIM. 11170970000019

(5)

iv

ABSTRAK

Di daerah penelitian Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, pertanian, dan perkebunan. Perusahaan ini menggunakan sungai Pengabuan sebagai jalur transportasinya. Oleh karena itu, daerah penelitian berpotensi tercemar oleh fluida limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Pada penelitian ini digunakan metode geolistrik resistivitas karena baik digunakan dalam mengidentifikasi potensi pencemaran di bawah permukaan. Konfigurasi Wenner digunakan dalam penelitian karena baik dalam penelitian dengan permukaan yang dangkal, sehingga baik dalam identifikasi pencemaran dangkal. Pengolahan data dilakukan dengan proses inversi menggunakan software Res2Dinv untuk mendapatkan permodelan 2D dan Voxler untuk mendapatkan permodelan 3D. Berdasarkan penampang 2D diidentifikasi pencemaran terdapat di lintasan 1, 2, dan 4 dengan rentang besar resistivitas ±0.059-2 Ωm. Selain itu, di daerah penelitian diidentifikasi terdapat perselingan batulempung tufan, batulempung, batupasir tufan, batupasir, dan akuifer dangkal. Berdasarkan permodelan 3D diidentifikasi terdapat potensi kemenerusan pencemaran antara lintasan 3 dan lintasan 4 yaitu jarak 0-8 m ke arah Timur dari lintasan 4 menuju lintasan 3.

Kata Kunci: Konfigurasi Wenner, Metode Geolistrik Resistivitas, Pencemaran, Res2Dinv, Voxler

(6)

v

ABSTRACT

In the research area of Tebing Tinggi Subdistrict, Tanjung Jabung Barat Regency, Jambi Province, there are several companies engaged in the manufacturing, agriculture, and plantation industries. This company uses the Pengabuan river for transportation. Therefore, the research area has the potential to be contaminated by the waste fluid produced by the company. In this research, the geoelectric resistivity method was used because it is good for identifying potential contamination at the subsurface. The Wenner configuration is used because it is good in research with shallow surfaces, so it is good at identifying shallow contamination. Data processing is done by inversion process using Res2Dinv software to get 2D modeling and Voxler to get 3D modeling. Based on the 2D modeling, it is identified that the contamination is on line 1, 2, and 4 with a range of resistivity ±0.059-2 Ωm. Also, in the research area, it was identified that there were alternating tuffaceous claystone, claystone, tuffs, sandstones, and shallow aquifers. Based on the 3D modeling, it is identified that there is a potential continuity of contamination between line 3 and line 4, which is at a distance of 0-8 m to the east from line 4 to line 3.

Keywords: Contamination, Geoelectric Resistivity Method, Res2Dinv, Voxler, Wenner Configuration

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Identifikasi Potensi Pencemaran Fluida Limbah dengan Metode Geolistrik di Kecamatan Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat, Jambi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Penulis dalam pengerjaan skripsi ini mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan keluarga, Mama, Papa, beserta kedua Adik yang telah menjadi alasan utama supaya penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini serta yang selalu memberikan doa yang baik untuk penulis.

2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika yang membantu saat dimulainya pelaksanaan penelitian skripsi ini.

3. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Sekretasis Program Studi Fisika yang membantu dan memfalisitasi dalam pelaksanaan dan tata cara kegiatan penyelesaian skripsi sampai kelulusan.

4. Bapak Dr. M. Ilyas, M.Sc selaku Direktur Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PTRRB.

5. Ibu Biaunik Niski Kumila, M.S selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

(8)

vii

6. Bapak Nur Hidayat, S.T, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan sangat banyak membantu dalam memberikan pengetahuan serta masukan kepada penulis dalam penelitian skripsi ini.

7. Seluruh staff Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB) yang membantu dan menerima penulis saat melakukan kegiatan di PTRRB.

8. Sahabat PAAN DA penulis, Anis, Nida, Putri, dan Rini yang selalu ada dan saling memberikan dukungan, bantuan, masukan, dan semangat satu sama lain dalam penyelasian skripsi ini.

9. Sahabat penulis, Aghni, Hana, Ririz, dan Syifa yang selalu ada memberikan semangat, perhatian dan saling berbagi suka duka dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Teman-teman saat mengerjakan skripsi yang berkat kata-kata motivasi dan pesan- pesannya sangat membantu serta membuat penulis semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Teman-teman seangkatan Fisika 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan skripsi ini, tetapi dalam pengerjaannya penulis sadar skripsi ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan sangat menerima jika terdapat masukan, saran, dan kritik yang membangun dalam skripsi ini yang dapat disampaikan melalui e-mail penulis, octarasalsabila@gmail.com. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

seluruh pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 30 Juni 2021 Penulis,

Salsabila Octara Sumaryanto NIM. 11170970000019

(9)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Pembatasan masalah 4

1.3 Rumusan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Sistematika Penulisan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Kondisi Wilayah Daerah Penelitian 8

2.2 Pencemaran Limbah 11

2.3 Metode Geofisika 15

2.4 Metode Geolistrik 18

2.4.1 Metode Resistivitas (Resistivity) 19

2.4.2 Konfigurasi Elektroda 26

2.5 Batuan 35

2.5.1 Batuan Beku (Igneus rock) 37

2.5.2 Batuan Sedimen (Sedimentary rock) 38

2.5.3 Batuan Metamorf (Metamorphic rock) 39

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan 41

(10)

ix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 44

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 44

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 45

3.3 Pengolahan Data 47

3.4 Tahapan Penelitian 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 54

4.1 Analisa Data Geolistrik 54

4.2 Hasil Permodelan Penampang 2D 59

4.2.1 Lintasan 1 59

4.2.2 Lintasan 2 61

4.2.3 Lintasan 3 63

4.2.4 Lintasan 4 65

4.2.5 Lintasan 5 67

4.3 Hasil Permodelan Penampang 3D 70

4.3.1 Lintasan 1 dan Lintasan 2 71

4.3.2 Lintasan 3 dan Lintasan 4 74

BAB V PENUTUP 78

5.1 Kesimpulan 78

5.2 Saran 79

DAFTAR PUSTAKA 81

LAMPIRAN 84

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat 9 Gambar 2. Peta Geologi Regional Kecamatan Tebing Tinggi 10 Gambar 3. Limbah Cair Hasil Kegiatan Industri 14 Gambar 4. Definisi Resistivitas yang Diasumsikan dengan Silinder Konduktor 20 Gambar 5. Lokasi Sumber Arus di permukaan Sebuah Medium yang Homogen 21 Gambar 6. Ilustrasi Bumi yang Berlapis-lapis dengan Resistivitas Berbeda 22

Gambar 7. Susunan Konfigurasi Wenner 27

Gambar 8. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Wenner 28

Gambar 9. Susunan Konfigurasi Schlumberger 29

Gambar 10. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Schlumberger 30 Gambar 11. Susunan Konfigurasi Dipole-dipole 31 Gambar 12. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole 31

Gambar 13. Susunan Konfigurasi Pole-dipole 32

Gambar 14. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-dipole 33

Gambar 15. Susunan Konfigurasi Pole-pole 34

Gambar 16. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-pole 34

Gambar 17. Daur Batuan 36

Gambar 18. Beberapa Jenis Batuan Beku 38

Gambar 19. Beberapa Jenis Batuan Sedimen 39

Gambar 20. Beberapa Jenis Batuan Metamorf 40

Gambar 21. Peta Lokasi Penelitian 44

Gambar 22. Susunan Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada

Notepad 47

Gambar 23. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan 50 Gambar 24. Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan dengan Topografi

50 Gambar 25. Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D di

Voxler 51

Gambar 26. Hasil Permodelan 3D pada Voxler 52

Gambar 27. Diagram Alir Penelitian 53

Gambar 28. Lokasi Lintasan Penelitian 54

Gambar 29. Sebaran Data Geolistrik Hasil Pengukuran 56 Gambar 30. Kalibrasi-kalibrasi Sebagai Acuan Interpretasi 58 Gambar 31. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 59

(12)

xi

Gambar 32. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta Interpretasi 61 Gambar 33. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 61 Gambar 34. Hasil Penampang Permodelan 2D Lintasan 2 Beserta Interpretasi 63 Gambar 35. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 63 Gambar 36. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 Beserta Interpretasi 65 Gambar 37. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 65 Gambar 38. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 Beserta Interpretasi 67 Gambar 39. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 67 Gambar 40. Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 Beserta Interpretasi 69 Gambar 41. Permodelan Penampang 3D Lintasan 1 dan Lintasan 2 71 Gambar 42. Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 Dilihat dari Tampilan Masing-

masing Penampang 72

Gambar 43. Interpretasi Gabungan Lintasan 1 dan Lintasan 2 73 Gambar 44. Permodelan Penampang 3D Lintasan 3 dan Lintasan 4 74 Gambar 45. Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 Dilihat dari Tampilan Masing-

masing Penampang 75

Gambar 46. Interpretasi Gabungan Lintasan 3 dan Lintasan 4 76

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode-metode dalam Geofisika 16

Tabel 2. Aplikasi Survei Metode Geofisika 17

Tabel 3. Resistivitas Beberapa Batuan dan Mineral 25 Tabel 4. Perbedaan Konfigurasi-konfigurasi Elektroda dalam Metode Geolistrik 35

Tabel 5. Koordinat Lokasi Lintasan Penelitian 55

Tabel 6. Klasifikasi Material di Bawah Pemukaan Daerah Penelitian Berdasarkan

Permodelan Penampang 2D 69

Tabel 7. Hasil Interpretasi Potensi Kemenerusan Pencemaran Berdasarkan

Permodelan Penampang 3D 77

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia memiliki peranan penting dalam perubahan ekosistem. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, manusia membutuhkan sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu sumber daya alam utama yang dibutuhkan yaitu air.

Kebutuhan sumber daya alam semakin meningkat seiring bertambahnya populasi. Oleh karena itu, timbul masalah-masalah tentang ketersediaan sumber daya alam diantaranya yaitu masalah pembuangan limbah yang dapat mencemari air dan lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam aktivitasnya, manusia menghasilkan suatu hasil yang berupa buangan atau limbah.

Pencemaran air dapat terjadi jika zat-zat asing meresap ke dalam permukaan tanah yang masuk melalui pori-pori tanah. Hal ini berakibat menyebabkan tanah menjadi jenuh dan akan menimbulkan adanya gangguan pada air tanah. Zat-zat asing ini dihasilkan karena adanya limbah industri, pertambangan, pertanian, rumah tangga, dan lainnya. Pencemaran air ini umumnya disebabkan oleh zat-zat asing, diantaranya sulfur, amonia, klorin, garam-garam logam berat, hidrogen sulfida, zat asam dan basa.

Di Kecamatan Tebing Tinggi terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur, perkebunan, dan kehutanan. Dalam jalur transportasi, perusahaan ini menggunakan sungai Pengabuan yang terletak dekat dengan lokasi

(15)

perusahaan sebagai salah satu jalur transportasi untuk mengangkut bahan baku industri dan juga sebagai lintasan utama kapal-kapal yang mengangkut hasil produksi ke berbagai daerah [1]. Karena lokasinya yang berdekatan, dikhawatirkan limbah-limbah yang berasal dari perusahan ini bisa mencemari daerah disekitanya termasuk sungai Pengabuan.

Dalam hal ini perlu dilakukan suatu investigasi untuk mengetahui adanya potensi pencemaran oleh fluida limbah di bawah permukaan tanah. Beberapa metode yang terdapat dalam geofisika dapat digunakan dalam survei untuk mengetahui pencemaran fluida limbah yang terdapat di bawah permukaan suatu daerah. Pada dasarnya geofisika menggunakan prinsip-prinsip fisika yang ada di bumi dalam surveinya.

Metode-metode tersebut, yaitu metode seismik (seismic), metode gravitasi (gravitation), metode geomagnet (geomagnetic), metode geolistrik resistivitas (resistivity), metode geolistrik polarisasi terinduksi (induced polarization), metode geolistrik potensial diri (self-potential), metode elektromagnetik (electromagnetic), dan metode GPR (Ground Penetrating Radar).

Metode geolistrik memanfaatkan sifat kelistrikan yang ada di bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan. Metode geolistrik resistivitas menggunakan sumber arus yang diinjeksikan ke dalam tanah dengan melalui elektroda. Metode ini memiliki beberapa konfigurasi elektroda dalam eksplorasinya. Untuk survei kondisi bawah permukaan metode ini sering digunakan oleh para peneliti dikarenakan memiliki keunggulan diantaranya, metode ini mempersingkat waktu dalam akuisisi dan pengolahan data, metode ini tidak membutuhkan biaya yang besar dan merupakan

(16)

metode yang bersifat tidak merusak lingkungan. Pencemaran limbah di bawah permukaan dapat diketahui dengan adanya anomali (gangguan) pada karakteristik material yang ada di bawah permukaan. Dalam metode geolistrik resistivitas, diketahui material bawah yang tercemar oleh limbah memiliki besar resistivitas yang rendah.

Selain dapat mengetahui persebaran pencemaran limbah di bawah permukaan, metode geolistrik resistivitas juga dapat digunakan dalam studi awal dalam pembuatan sumur pantau. Sumur pantau digunakan untuk memantau kondisi air tanah, sehingga dapat diketahui jika terjadi pencemaran limbah di air tanah.

Metode geolistrik resistivitas ini sangat tepat untuk dijadikan sebagai studi awal sehingga diketahui parameter-parameter dalam pembuatan sumur pantau. Beberapa penelitian pada laboratorium maupun lapangan dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas telah dikaji untuk survei pencemaran oleh limbah, yaitu diantanya oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), Rahmatun dkk (2019). Suhendra (2005) melakukan penelitian di laboratorium dengan menginjeksikan limbah ke dalam tanah lempung, Sri dkk (2007) melakukan penelitian di wilayah Laboratorium Dasar MIPA, Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan penelitian di Desa yang terletak di Mojokerto yang letaknya dikelilingi oleh beberapa perusahaan industri.

Dalam penelitian tersebut, mereka berhasil dalam memetakan pencemaran dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner untuk mengetahui potensi pencemaran oleh fluida limbah yang ditandai dengan adanya anomali material bawah permukaan di Kecamatan Tebing Tinggi.

(17)

1.2 Pembatasan masalah

Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Penelitian berlokasi di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

2. Data yang digunakan merupakan data sekunder geolistrik yang berasal dari Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

3. Dalam penelitian hanya digunakan metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Wenner di 5 lintasan penelitian. Interpretasi kondisi bawah permukaan menggunakan software Res2Dinv dan Voxler dengan parameter berupa besar resistivitas (Ωm) yang terindikasi pada batuan.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi bawah permukaan dan persebaran anomali resistivitas material yang diduga tercemar oleh fluida limbah di daerah penelitian?

2. Bagaimana sebaran pencemaran fluida limbah di daerah penelitian berdasarkan besar resistivitas material yang tercemar?

3. Bagaimana potensi kemenerusan pencemaran fluida limbah di daerah penelitian?

(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui kondisi bawah permukaan dan sebaran besar anomali resistivitas material yang tercemar oleh fluida limbah di bawah permukaan daerah penelitian.

2. Membuat permodelan penampang 2D bawah permukaan untuk mengetahui sebaran anomali yang menandakan adanya pencemaran material di bawah permukaan daerah penelitian.

3. Membuat permodelan penampang 3D bawah permukaan untuk mengetahui potensi kemenerusan pencemaran oleh fluida limbah di daerah penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mampu memberikan informasi tentang sebaran pencemaran yang disebabkan oleh fluida limbah di daerah penelitian.

2. Memberikan pengetahuan mengenai aplikasi metode geolistrik resistivitas dalam mengetahui persebaran pencemaran oleh fluida limbah.

3. Dapat bermanfaat sebagai referensi awal dalam penelitian lanjutan.

(19)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini diuraikan dalam lima bab.

BAB I PENDAHULUAN

Pada pendahuluan diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan Pustaka diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada metodologi penelitian diuraikan lokasi dan waktu penelitian, peralatan yang digunakan dalam penelitian, tahapan yang dilakukan dalam penelitian, dan bagaimana cara pengolahan data hasil pengukuran.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hasil dan pembahasan diuraikan bagaimana hasil dari penelitian yang telah dilakukan beserta analisa dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

(20)

BAB V PENUTUP

Pada penutup diuraikan kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian dan berisi saran penelitian yang telah dilakukan untuk penelitian yang akan dilakukan kedepannya.

(21)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Wilayah Daerah Penelitian

Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatra tepatnya di bagian tengah Pulau Sumatra. Provinsi Jambi memilki 11 Kabupaten di mana salah satunya yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Letak dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat yaitu berada antara 0o 53’ – 01o 41’ Lintang Selatan dan antara 103o 23’ – 104o 21’ Bujur Timur. Secara geografis, Kabupaten Tanjung Jabung Barat berbatasan dengan Provinsi Riau di sebelah Utara, Kabupaten Batanghari di sebelah Selatan, Kabupaten Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur di sebelah Timur, dan berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tebo di sebelah Barat [2].

Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki wilayah seluas 5503.5 km2 yaitu dengan persentase ± 26.68 % dari total luas wilayah Provinsi Jambi. Daerah penelitian Kecamatan Tebing Tinggi terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kecamatan Tebing Tinggi memiliki persentase 6.84% dari total luas Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan luas wilayah yang seluas 342.89 km2 [3]. Peta geografi Kabupaten Tanjung Jabung Barat disajikan pada Gambar 1 dimana daerah dengan kotak merah merupakan lokasi daerah penelitian.

(22)

Gambar 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat [4]

Topografi Kabupaten Tanjung Jabung Barat bervariasi yaitu 0-500 m di atas permukaan laut dengan morfologi lahan yang semakin tinggi ke arah barat. Di dataran yang rendah dengan ketinggian berkisar 0-25 m di atas permukaan laut, struktur dari tanahnya didominasi oleh tanah gambut dan juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Topografi di daerah penelitian, yaitu Kecamatan Tebing Tinggi termasuk ke dalam dataran sedang dengan ketinggian berkisar antara 25-500 m di atas permukan laut [5].

(23)

Gambar 2. Peta Geologi Regional Kecamatan Tebing Tinggi

Berdasarkan geologi regionalnya, Kecamatan Tebing Tinggi diketahui memiliki tiga formasi, yaitu:

1. Alluvium (Qa)

Litologi penyusun alluvium ini meliputi bongkah, kerakal, kerikil, pasir, dan lumpur dengan sisa tumbuhan. Susunan alluvium ini berumur holosen.

2. Endapan Rawa (Qs)

Litologi penyusun endapan rawa ini meliputi lanau, lumpur, lempung, pasir dan sisa tumbuhan. Endapan rawa ini berumur holosen.

3. Formasi Kasai (QTk)

(24)

Litologi penyusun formasi kasai ini meliputi batupasir tufan, batupasir kuarsa, batulempung tufan, konglomerat aneka bahan, tuf, batupasir tufan kerikil- kerakalan, kayu terkersikkan. Formasi ini berumur plistosen-pliosen.

2.2 Pencemaran Limbah

Pencemaran dapat terjadi karena adanya zat-zat asing yang masuk ke dalam lingkungan dan menyebabkan perubahan di lingkungan. Zat-zat asing ini dapat berasal dari limbah hasil eksploitasi sumberdaya alam ataupun berasal dari limbah perusahaan industri, perusahaan manufaktur, perusahaan agro industri, maupun perumahan.

Dengan kata lain limbah ini merupakan bahan buangan dari hasil eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan oleh manusia. Secara kimiawi, limbah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu limbah yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Kualitas limbah dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Pengelolaan limbah harus dilakukan dengan baik, karena dalam kuantitas tertentu limbah dapat menyebabkan lingkungan menjadi tercemar serta membahayakan kesehatan mahluk hidup [6].

Limbah yang berasal dari sumber limbah dapat berupa cairan, padatan, dan gas.

Sumber limbah disini merupakan tempat asal dimana limbah dihasilkan, yaitu seperti kegiatan industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan lainnya. Sumber limbah ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sumber limbah langsung dan sumber limbah

(25)

tidak langsung. Sumber limbah langsung yaitu jika sumber limbah yang langsung berasal dari sumbernya masuk ke suatu medium sebagai sumber dampak. Sumber limbah langsung ini dapat berasal dari rumah tangga, peternakan, pertanian, kegiatan industri, dan lainnya. Sedangkan sumber tidak langsung yaitu jika sumber limbah masuk ke lingkungan dengan perantara medium seperti, air tanah, hujan, dan tanah [6].

Menurut Arief dalam [7], didasarkan oleh karakteristiknya limbah hasil industri dapat digolongkan menjadi 4, yaitu sebagai berikut.

1. Limbah cair atau yang dikenal sebagai pencemar air. Pencemaran air biasanya disebabkan oleh hasil buangan padat, buangan organik, dan buangan anorganik.

Contoh dari limbah cair, yaitu limbah yang berasal dari sabun untuk mencuci dan pabrik tahu dan tempe.

2. Limbah padat. Limbah padat dapat berupa padatan, lumpur, bubur yang dihasilkan dari kegiatan industri. Limbah padat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang dapat didegradasi seperti sampah bahan organik dan yang tidak dapat didegradasi seperti plastik, kaca, tekstil, dan potongan logam.

3. Limbah gas dan partikel. Limbah gas berasal dari buangan kegiatan yang menghasilkan gas seperti limbah dari pabrik semen.

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Bahan berbahaya dan beracun (B3) ini merupakan zat yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya dapat membuat lingkungan tercemar sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup dan kelangsungan hidup mahluk hidup lainnya. Limbah ini dihasilkan dari kegiatan yang menghasilkan bahan-bahan berbahaya dan beracun.

(26)

Dalam kegiatan industri, salah satu limbah yang umumnya dihasilkan yaitu limbah cair. Limbah cair ini dapat dibagi berdasarkan sumber pencemarnya.

Berdasarkan sumbernya, limbah cair dapat berasal dari beberapa sumber pencemar sebagai berikut [8].

1. Limbah cair industri, yaitu merupakan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri.

2. Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari sisa-sisa air yang telah digunakan oleh manusia seperti air bekas mandi, mencuci, memasak, menyiram tanaman, dan lainnya. Selain itu, kegiatan dalam perkantoran, komersial, dan kegiatan industri juga menghasilkan air limbah yang disalurkan ke dalam sistem penyaluran air limbah.

3. Air limbah yang bercampur dengan air tanah, yaitu jika air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi air tanah lalu membuat air tanah bertemu dan bercampur dengan saluran air limbah yang menyebabkan air tanah menjadi tercemar.

Limbah cair akan sangat berdampak kepada lingkungan jika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik. Limbah cair yang dibuang ke sungai, danau, atau laut akan merusak ekosistem dalam air dan berdampak terhadap lingkungan dikarenakan semakin tingginya tingkat air yang tercemar akibat limbah cair ini. Limbah cair ini juga berdampak kepada kondisi bawah tanah, yaitu jika limbah cair ini masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah, maka limbah akan menyebar dan mencemari susunan bawah tanah tersebut.

(27)

Gambar 3. Limbah Cair Hasil Kegiatan Industri [9]

Limbah yang dibuang ke perairan dapat menyebabkan risiko lainnya seperti sulitnya mendapatkan air bersih untuk kegiatan sehari-hari karena air tanah sudah tercemar. Perubahan kualitas air ini dipengaruhi karena pencemaran limbah pada air dapat mempengaruhi kehidupan organisme atau mahluk hidup yang berada di air, yaitu limbah dapat mengakibatkan rendahnya kandungan oksigen terlarut, meningkatkan tingkat keruhnya air yang dapat menyebabkan sinar matahari sulit masuk ke dalam air dan lalu akan merubah kondisi substrat [10].

(28)

Pada pencemaran yang tidak terlihat seperti di bawah permukaan dapat dilakukan investigasi dengan metode geofisika. Metode geofisika sangat efektif dilakukan dalam mencegah adanya potensi lebih buruk lagi dari pencemaran, contohnya masyarakat dapat keracunan karena air tanah yang tercemar oleh limbah. Hal semacam ini tentunya sangat berbahaya karena dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Metode-metode dalam geofisika dapat mengidentifikasi bagaimana pencemaran di bawah permukaan.

Selain itu, dalam pemantauan air tanah di bawah permukaan dapat dilakukan pembuatan sumur pantau dimana metode eksplorasi geofisika dapat dilakukan untuk mengetahui apa saja parameter-parameter yang dibutuhkan dalam pembuatan sumur pantau.

2.3 Metode Geofisika

Disiplin geofisika mengaplikasikan prinsip fisika dalam eksplorasi bumi. Dalam pengeksplorasian bagian dalam bumi, geofisika mengimplikasikan pengukuran yang terdapat di permukaan atau dekat permukaan bumi yang terpengaruh akibat dari distribusi sifat fisika yang terdapat di dalam bumi. Berdasarkan hasil analisa tersebut, karakteristik bagian dalam bumi secara vertikal maupun horizontal dapat diketahui.

Bermacam-macam penyelidikan di seluruh bumi dapat dilakukan dengan menggunakan metode geofisika. Dalam eksplorasi geofisika, dapat diketahui distribusi karakteristik fisika di kedalaman yang dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan dengan dilakukannya pengukuran di wilayah yang dibatasi secara geografis [11].

(29)

Terdapat metode lainnya dalam penyelidikan kondisi bawah permukaan, yaitu dengan cara melakukan pengeboran. Dibandingkan dengan metode pengeboran, metode geofisika lebih baik digunakan jika penelitian dilakukan untuk waktu yang cepat karena metode geofisika dalam eksplorasinya tidak membutuhkan waktu banyak, sedangkan metode pengeboran membutuhkan waktu yang sangat lama walaupun dalam ketepatan penentuan material bawah permukaan lebih unggul metode pengeboran.

Selain itu, metode pengeboran membutuhkan biaya yang sangat besar dan hanya dapat mengetahui persebaran material bawah permukaan di beberapa titik saja, sedangkan dalam metode geofisika dapat diketahui persebaran material bawah permukaan secara luas yang dapat dimodelkan menggunakan permodelan melalui software.

Tabel 1. Metode-metode dalam Geofisika [11]

Metode Geofisika Parameter yang dihitung Sifat fisika yang terlibat

Seismik (Seismic)

Waktu yang dibutuhkan gelombang seismik refleksi

atau refraksi

Rapat massa dan modulus elastisitas yang

menentukan kecepatan rambat gelombang

seismik Gravitasi

(Gravitation)

Variasi spasial dari kuat

medan gravitasi bumi Rapat massa Magnetik (Magnetic) Variasi spasial dari kuat

medan geomagnetik

Suseptibilitas magnetik dan remanen magnetik Resistivitas

(Resistivity) Resistivitas bumi Konduktivitas listrik Polarisasi terinduksi

(Induced polarization)

Tegangan polarisasi atau tahanan jenis (resistivitas) tanah sebagai fungsi frekuensi

Kapasitansi listrik Potensial diri (Self-

potential) Potensial listrik Konduktivitas listrik

(30)

Metode Geofisika Parameter yang dihitung Sifat fisika yang terlibat Elektromagnetik

(Electromagnetic)

Tanggapan kepada radiasi elektromagnetik

Konduktivitas dan induksi listrik Ground Penetrating

Radar (GPR)

Waktu yang dibutuhkan dari

pulsa radar yang terpantulkan Konstanta dielektrik

Metode geofisika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu metode geofisika pasif dan metode geofisika aktif. Metode pasif bekerja dengan cara mendeteksi karakteristik- karakteristik bumi berdasarkan medan alaminya, yaitu seperti medan magnet dan gravitasi. Metode geofisika aktif melibatkan sinyal buatan yang dialirkan melalui permukaan tanah dimana sinyal tersebut akan diubah menjadi karakteristik- karakteristik material yang dilalui oleh sinyal tersebut. Sinyal tersebut menghasilkan parameter-parameter yang ada dan akan terdeteksi oleh sebuah detektor yang selanjutnya hasil tersebut bisa diinterpretasikan. Contoh dari metode geofisika aktif ini yaitu dalam eksplorasi seismik [12].

Tabel 2. Aplikasi Survei Metode Geofisika [11]

Aplikasi Metode survei

Eksplorasi fosil (minyak, gas,

batubara) Seismik, gravitasi, magnetik, elektromagnetik Eksplorasi endapan mineral

logam

Magnetik, elektromagnetik, resistivitas, potensial diri, polarisasi terinduksi, radiometrik Eksplorasi endapan mineral

(pasir dan kerikil) Seismik, resistivitas, gravitasi Eksplorasi Air tanah Resistivitas, seismik, gravitasi, GPR

(31)

Aplikasi Metode survei

Perencanaan kontruksi bangunan Resistivitas, seismik, GPR, gravitasi, magnetik Investigasi arkeologi GPR, resistivitas, elektromagnetik, magnetik,

seismik

Dalam investigasi pencemaran limbah di bawah permukaan dapat dilakukan dengan mengunakan metode geolistrik resistivitas. Berdasarkan Tabel 2 metode geolistrik resistivitas sangat baik digunakan untuk investigasi air tanah sehingga dapat mendeteksi atau menggambarkan dengan baik potensi pencemaran yang biasanya berupa limbah yang dapat mencemari air tanah.

2.4 Metode Geolistrik

Metode geolistrik memanfaatkan sifat kelistrikan bumi dalam eksplorasinya.

Metode geolistrik dapat dibagi menjadi 3, yaitu resistivitas (resistivity), polarisasi terinduksi (induced polarization), dan potensial diri (self potential). Ada metode yang membutuhkan arus buatan dan ada juga yang memanfaatkan kelistrikan di dalam bumi.

Metode resistivitas dapat digunakan dalam penyelidikan diskontinuitas secara horizontal dan vertikal di bawah permukaan tanah. Umumnya metode resistivitas ini digunakan dalam penyelidikan bawah permukaan yang dangkal [11]. Metode resistivitas baik digunakan dalam survey litologi di bawah permukaan.

Metode polarisasi terinduksi (induced polarization) dalam penyelidikannya menggunakan besar kapasitansi yang terdapat di bawah permukaan untuk mengidentifikasi letak persebaran mineral atau batuan. Sedangkan, metode potensial

(32)

diri (self-potential) mengidentifikasi bawah permukaan berdasarkan besar konduktivitas. Metode ini menggunakan arus listrik alami yang terdapat di tanah dalam penyelidikan bawah permukaan dangkal [11].

2.4.1 Metode Resistivitas (Resistivity)

Dalam metode resistivitas digunakan arus listrik buatan yang diinjeksikan ke bawah permukaan dengan menggunakan elektroda dimana nantinya akan dihasilkan beda potensial yang akan diukur di permukaan. Anomali dari beda potensial yang terukur akan menggambarkan kondisi bawah permukaan. Resistivitas dalam definisinya merupakan kemapuan suatu material dalam menghambat arus listrik.

Resistivitas dari suatu material memiliki satuan yaitu Ωm (satuan SI) [11].

Konsep dasar dalam metode ini ialah Hukum Ohm. Besar arus listrik 𝐼 (𝐴) yang mengalir dalam konduktor dari sebuah penampang dirumuskan:

𝐼 = −𝛿𝑉

𝛿𝑅 (2.1)

Dimana 𝑉 merupakan beda potensial (𝑉𝑜𝑙𝑡) yang berada di ujung-ujung konduktor.

𝑅 (Ω) merupakan resistansi konduktor, yaitu kemampuan hambat listrik suatu material terhadap arus listrik. Tanda minus menandakan aliran arus mengalir dari potensial yang tinggi ke potensial yang rendah, yaitu berbanding terbalik dengan kenaikan potensial [13].

(33)

Gambar 4. Definisi Resistivitas yang Diasumsikan dengan Silinder Konduktor [11]

Jika diasumsikan silinder konduktor dengan penampang 𝐴, panjang 𝐿, dan resistansi konduktor 𝑅, besar resistansi konduktor 𝑅 dapat dirumuskan:

𝛿𝑅 = 𝜌𝛿𝐿

𝛿𝐴 (2.2)

Dimana 𝜌 menyatakan besar resistivitas (Ω𝑚) dari material konduktor. Besar 𝑅 berbanding lurus dengan panjang 𝐿 (m) dari konduktor dan berbanding terbalik dengan penampang 𝐴 (m2) [13].

(34)

Berdasarkan metode resistivitas bumi dianggap homogen isotropis, yaitu yang berarti aliran arus listrik di bumi adalah sama ke segala arah dan setiap lapisan bumi memiliki besar resistivitas yang sama dimana jika ada penyimpangan (anomali), maka penyimpangan tersebut yang diamati. Pada Gambar 5 diilustrasikan sebuah elektroda arus tunggal diinjeksikan melalui elektroda ke bawah permukaan tanah, maka arus listrik tersebut akan menyebar ke segala arah dalam bawah permukaan- permukaan eksponensial bumi yang digambarkan seperti permukaan setengah bola [14].

Gambar 5. Lokasi Sumber Arus di permukaan Sebuah Medium yang Homogen [15]

Pada kenyataannya, bumi memiliki lapisan dengan besar resistivitas yang berbeda-beda, sehingga besar resistivitas yang terukur bukanlah besar resistivitas sebenarnya (true resistivity) melainkan resistivitas semu (apparent resistivity).

(35)

Resistivitas semu (𝜌𝑎) didefinisikan sebagai besar resistivitas dari sebuah medium yang dianggap homogen yang besarnya sama dengan medium berlapis yang diselidiki [14]. Sedangkan, resistivitas sebenarnya (𝜌) merupakan besar resistivitas yang dihasilkan setelah proses inversi data dengan menggunakan software.

Gambar 6. Ilustrasi Bumi yang Berlapis-lapis dengan Resistivitas Berbeda [12]

Besarnya resistivitas semu (𝜌𝑎) yang terukur dirumuskan dengan:

𝜌𝑎 = 𝐾∆𝑉

𝐼 (2.3)

(36)

Dimana 𝐾 merupakan faktor geometri dari konfigurasi elektroda yang digunakan, ∆𝑉 (𝑉𝑜𝑙𝑡) merupakan beda potensial yang terukur, dan 𝐼 (𝐴) merupakan arus yang terukur.

Metode resistivitas merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam investigasi bawah permukaan. Metode pengukuran resistivitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode resistivitas sounding dan metode resistivitas mapping [15].

a. Metode resistivitas sounding

Metode sounding digunakan jika ingin mengetahui perubahan besar resistivitas dalam arah vertikal. Metode sounding ini sangat baik digunakan untuk menentukan kedalaman lapisan overburden, struktur, kedalaman, dan resistivitas dari lapisan bawah permukaan atau bahkan untuk lapisan basement yang tidak terlalu dalam. Dalam metode ini jarak antar elektroda diperbesar maka kedalaman yang dicapai akan semakin besar. Tidak semua konfigurasi cocok untuk metode pengukuran sounding.

b. Metode resistivitas mapping

Metode mapping digunakan jika ingin mengetahui perubahan resistivitas dalam arah horizontal atau secara lateral. Metode ini sangat cocok dalam eksplorasi mineral. Dalam metode ini jarak antar elektroda adalah tetap untuk semua titik sounding.

(37)

Metode geolistrik resistivitas ini merupakan salah satu metode geofisika yang cocok digunakan dalam investigasi adanya anomali material di bawah permukaan yang menandakan adanya pencemaran oleh fluida limbah. Dalam metode resistivitas dapat diketahui besar besar resistivitas dari material bawah permukaan, sehingga jika terdapat besar resistivitas yang menunjukkan adanya anomali material di bawah permukaan dapat diketahui lokasi daerah di bawah permukaan yang telah tercemar.

Beberapa penelitian yang telah dikaji tentang pencemaran limbah dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk (2019).

Dalam penelitiannya, Suhendra (2005), Sri dkk (2007), dan Rahmatun dkk (2019) berhasil memetakan adanya pencemaran dengan menggunakan metode geolistrik resisitivitas. Berdasarkan penelitian ketiganya, pencemaran dapat diketahui karena terdapat anomali material di bawah permukaan, yaitu bahan pencemar (limbah) mempengaruhi material bawah permukaan dan menyebabkan material di bawah permukaan memiliki besar resistivitas yang rendah.

Suhendra (2005) melakukan penelitian dengan meninjeksikan medium yang berupa tanahlempung dengan oli dan megidentifikasi besar resistivitas material yang tercemar oleh limbah oli. Berdasarkan hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar resistivitas material yang tercemar rendah, yaitu 2.09-4.36 Ω𝑚 [16]. Sri dkk (2007) melakukan penelitian di wilayah Laboratorium Dasar MIPA dan mengidentifikasi potensi pencemaran bawah permukaan oleh limbah cair laboratorium. Berdasarkan

(38)

hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar resistivitas material yang tercemar rendah, yaitu 0.29-3 Ω𝑚 [17]. Rahmatun dkk (2019) dalam penelitiannya melakukan penelitian di Desa yang terletak di Mojokerto yang letaknya dikelilingi oleh beberapa perusahaan industri mengidentifikasi potensi pencemaran bawah permukaan oleh limbah yang dihasilkan dari perusahan industri di sekitar wilayah penelitiannya.

Berdasarkan hasil penelitiannya, diidentifikasi bahwa besar resistivitas material yang tercemar rendah, yaitu ≤ 3 Ω𝑚 [18].

Tabel 3. Resistivitas Beberapa Batuan dan Mineral [15][10]

Batuan atau mineral Resistivitas (Ω𝑚)

Air laut asin (Sea water) 0.2

Air tanah (Groundwater) 0.5 - 300

Lempung (Clays) 1 - 100

Alluvium (Alluvium) 10 - 800

Tufa (Tuffs) 2x103 (basah) – 105 (kering)

Batutulis (Shales) 20 - 2000

Batugamping (Limestones) 500- 1x105

Pasir (Sands) 1 - 1000

Kerikil kering (Dry gravel) 600 - 1x104

Kerikil (Gravel) 100 - 600

Batupasir (Sandstones) 200 - 8x103

Andesit (Andesite) 1.7x102 – 45x104

Pirit (Pyrite) 0.01 - 100

Magnetit (Magnetite) 0.01 -1000

(39)

2.4.2 Konfigurasi Elektroda

Dalam investigasi menggunakan metode geolistrik resistivitas, pemilihan konfigurasi elektroda penting karena jenis konfigurasi elektroda berpengaruh terhadap pemetaan yang diinginkan, sensitivitas alat, dan noise yang ada. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan konfigurasi elektroda diantaranya sensitivitas konfigurasi terhadap perubahan besar resistivitas bawah permukaan secara vertikal dan horizontal, kedalaman penelitian, jangkauan data horizontal, dan kekuatan sinyal [14].

Sensitivitas konfigurasi merupakan koefisien yang menggambarkan perubahan besar resistivitas dimana perubahan ini mempengaruhi potensial yang terukur. Selain itu, koefisien sensitivitas dipengaruhi oleh faktor geometri elektroda. Kedalaman investigasi merupakan kemampuan konfigurasi elektroda dalam pemetaan kedalaman yang dapat dicapai. Jangkauan data horizontal menggambarkan kemampuan konfigurasi elektroda dalam menghasilkan jumlah data dalam arah horizontal. Kuat sinyal memiliki besar yang berbanding terbalik dengan faktor geometri. Kuat sinyal menggambarkan tingkat stabilitas tegangan yang dihasilkan terhadap peningkatan faktor geometri elektroda [14].

Batuan atau mineral Resistivitas (Ω𝑚)

Granit (Granite) 200 - 1x104

Basal (Basalt) 200 - 1x105

Lignit (Lignite) 9 - 200

Kalsit (Calcite) 1x1012 – 1x1013

(40)

Dalam metode resistivitas terdapat berbagai macam konfigurasi elektroda, diantaranya konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipole- dipole, konfigurasi Pole-dipole, dan konfigurasi Pole-pole.

a. Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner merupakan konfigurasi yang tepat jika digunakan dalam investigasi bawah permukaan secara horizontal/lateral. Dalam konfigurasi Wenner elektroda arus (C1 dan C2) dan potensial (P1 dan P2) terletak simetris dengan titik sounding dimana jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) besarnya tiga kali jarak

antar elektroda potensial. Oleh karena itu, jika jarak masing-masing potensial terhadap titik sounding merupakan a, maka jarak masing-masing elektroda arus (C1 dan C2) terhadap titik sounding merupakan 3a dimana dengan jarak spasi elektroda tersebut tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang diamati [19].

Gambar 7. Susunan Konfigurasi Wenner [20]

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ialah tidak membutuhkan peralatan yang sensitif karena konfigurasi Wenner memiliki lebar spasi elektroda potensial yang besar lalu memiliki kuat sinyal yang besar, sehingga baik digunakan di daerah

(41)

dengan noise yang tinggi. Kelemahannya ialah jika ingin mendapatkan tingkat sensitivitas yang tinggi untuk daerah dekat permukaan, semua elektroda harus dipindahkan pada setiap pembacaan data [19].

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Wenner disajikan pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Wenner [21]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Wenner dirumuskan dengan [20]:

𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.4)

(42)

b. Konfigurasi Schlumberger

Dalam konfigurasi Schlumberger dua buah elektroda arus (C1 dan C2) dan dua buah elektroda potensial (P1 dan P2) disusun membentuk satu garis lurus dengan jarak antar elektroda “n” kali jarak antar elektroda potensial. Keunggulan dari konfigurasi ini, yaitu baik dalam investigasi secara vertikal dan horizontal, memiliki jangkauan kedalaman dan resolusi yang lebih baik daridalam konfigurasi Wenner. Kelemahannya, yaitu konfigurasi ini memerlukan kabel elektroda yang panjang dan memerlukan alat yang sensitif.

Gambar 9. Susunan Konfigurasi Schlumberger [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger disajikan pada Gambar 10 berikut.

(43)

Gambar 10. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Schlumberger [20]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Schlumberger dirumuskan dengan [20]:

𝐾 = 𝜋𝑛 (𝑛 + 1)𝑎 (2.5)

c. Konfigurasi Dipole-dipole

Konfigurasi Dipole-dipole memiliki susunan elektroda sama dengan konfigurasi Schlumberger, tetapi dengan jarak antara elektroda arus (C1 dan C2) dan elektroda potensial (P1 dan P2) yaitu “n” kali antara kedua elektroda yang sama (P1 ke P2 atau C1 ke C2) [20]. Keunggulan dari konfigurasi Dipole-dipole, yaitu memiliki resolusi yang baik dalam pemetaan horizontal dan memilki cakupan data yang baik. Dibandingkan dengan konfigurasi Wenner, konfigurasi Dipole-dipole lebih baik dalam investigasi secara horizontal. Konfigurasi Dipole-dipole memiliki kekurangan, yaitu kuat sinyal akan berkurang seiring bertambahnya jarak antara pasangan dipole [22].

(44)

Gambar 11. Susunan Konfigurasi Dipole-dipole [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Dipole-dipole disajikan pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole [21]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Dipole-dipole dirumuskan dengan [20]:

𝐾 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)(𝑛 + 2)𝑎 (2.6)

(45)

d. Konfigurasi Pole-dipole

Konfigurasi Pole-dipole merupakan konfigurasi yang tidak simetris, sehingga anomali resistivitas semu dalam pseudosection konfigurasi ini juga tidak simetris dan dapat mempengaruhi permodelan hasil inversi. Dalam konfigurasi Pole-dipole elektroda arus kedua (C2) diletakkan jauh dari elektroda lainnya, yaitu jarak minimumnya sebesar 5 kali jarak elektroda arus pertama (C1) ke elektroda potensial pertama (P1) [23]. Konfigurasi ini cocok untuk survei dengan jumlah elektroda yang terbatas. Keunggulan dari konfigurasi Pole-dipole, yaitu baik dalam investigasi dengan cakupan horizontal. Dibandingkan dengan konfigurasi Wenner, konfigurasi ini memiliki kuat sinyal yang lebih rendah tetapi tidak lebih rendah dari kuat sinyal dalam konfigurasi Dipole-dipole [19].

Gambar 13. Susunan Konfigurasi Pole-dipole [19]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Pole-dipole disajikan pada Gambar 14 berikut.

(46)

Gambar 14. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-dipole [24]

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Pole-dipole dirumuskan dengan [20]:

𝐾 = 2𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎 (2.7)

e. Konfigurasi Pole-pole

Dalam konfigurasi ini, elektroda arus kedua (C2) dan elektroda potensial kedua (P2) harus diletakkan dengan jarak sebesar lebih dari 20 kali jarak maksimum (tak hingga) antara elektroda arus pertama (C1) dan elektroda potensial pertama (P1) yang digunakan saat survei. Konfigurasi ini cocok digunakan jika survei menggunakan jarak spasi elektroda yang pendek dan membutuhkan cakupan horizontal yang baik. Keunggulan konfigurasi Pole-pole, yaitu dalam investigasinya mempunyai cakupan horizontal yang terbesar dan dapat mencapai kedalaman yang sangat dalam dibandingkan konfigurasi yang lain. Dibandingkan konfigurasi lainnya, konfigurasi Pole-pole memiliki resolusi yang terendah [20].

(47)

Gambar 15. Susunan Konfigurasi Pole-pole [20]

Sebaran data geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Pole-pole disajikan pada Gambar 16 berikut.

Gambar 16. Sebaran Data Geolistrik Konfigurasi Pole-pole

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Pole-pole dirumuskan dengan [20]:

𝐾 = 2𝜋𝑎 (2.8)

(48)

Masing-masing konfigurasi mempunyai besar faktor geometri (𝐾) yang berbeda- beda. Hal ini disebabkan karena letak elektroda arus dan elektroda potensial konfigurasi mempengaruhi faktor geometri.

Secara rinci perbedaan dari konfigurasi-konfigurasi elektroda berdasarkan karakteristiknya disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Konfigurasi-konfigurasi Elektroda dalam Metode Geolistrik [25]

Konfigurasi

Karakteristik Sensitivitas

dalam cakupan horizontal

Sensitivitas dalam cakupan

vertikal

Kedalaman Cakupan data horizontal

Kuat sinyal

Wenner ++++ + + + ++++

Schlumberger ++ ++ ++ ++ +++

Dipole-dipole + ++++ +++ +++ +

Pole-dipole ++ + +++ +++ ++

Pole-pole ++ ++ ++++ ++++ ++++

Keterangan: jumlah tanda “+” menandakan buruk (+) sampai baik (++++)

2.5 Batuan

Batuan sangat penting untuk dipelajari dalam survei dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas. Berbagai jenis batuan dan karakteristiknya harus dipahami, karena membantu dalam interpretasi data. Penyusun utama dari bumi ini ialah batuan. Batuan merupakan kumpulan dari satu atau beberapa mineral dan memadat. Terdapat berbagai macam jenis batuan yang terdapat di sekitar. Berdasarkan

(49)

pengamatan terhadap batuan-batuan tersebut batuan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.

Menurut para ahli geologi yang melakukan berbagai penelitian terhadap batuan- batuan ini dapat diketahui bahwa antara ketiga batuan tersebut memiliki keterikatan satu sama lain dengan batuan beku yang terlebih dahulu ada. Berdasarkan sejarah pembentukan bumi diketahui bahwa pada awal terbentuknya bumi, bagian luar bumi terdiri dari batuan beku. Karena adanya proses-proses yang terdapat di bumi, maka terbentuklah kelompok-kelompok lain dari batuan. Siklus yang menjelaskan tentang proses perubahan batuan ini disebut dengan nama “daur batuan” [26].

Gambar 17. Daur Batuan [26]

(50)

2.5.1 Batuan Beku (Igneus rock)

Batuan beku merupakan batuan yang dihasilkan dari magma yang mendingin dan memadat. Terbentuknya batuan beku dapat dengan atau tanpa adanya proses kristalisasi yang dapat terjadi di atas permukaan maupun di bawah permukaan kerak bumi. Dalam pembentukkan batuan beku magma berasal dari batuan yang tidak cair sepenuhnya atau bisa juga berasal dari batuan yang terdapat di mantel bumi dan kerak bumi. Terdapat beberapa proses yang menyebabkan lelehan, yaitu tekanan yang menurun, temperature yang naik, atau adanya komposisi yang berubah. Dari beberapa proses tersebut, biasanya hanya salah satu dari proses tersebut yang menyebabkan pelelehan [26].

Batuan beku dapat dibagi dua berdasarkan tempat pembekuannya, yaitu batuan beku ekstrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di atas permukaan kerak bumi dan batuan beku instrusif dimana tempat pembekuannya terjadi di bawah permukaan kerak bumi. Berdasarkan 700 tipe batuan beku yang berhasil diteliti, diketahui mayoritas merupakan batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan kerak bumi [26].

(51)

Gambar 18. Beberapa Jenis Batuan Beku [26]

2.5.2 Batuan Sedimen (Sedimentary rock)

Batuan sedimen merupakan batuan yang berasal dari pengendapan sedimen yaitu sedimen yang diendapkan dengan air, angin, gletser, serta dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Jenis dari batuan sedimen dipengaruhi oleh kondisi geologi dari daerah asal sedimen berasal. Berdasarkan proses pembentukkannya batuan sedimen dapat dibagi menjadi batuan sedimen klastik dan batuan sedimen non-klastik [26].

a. Batuan sedimen klastik

Batuan sedimen klastik terbentuk dari klastik-klastik melalui proses secara mekanik. Berdasarkan ukuran butirnya, batuan sedimen klastik dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis, dimana dalam klasifikasinya digunakan skala Wenworth [26].

(52)

b. Batuan sedimen non-klastik

Berbeda dengan batuan sedimen klastik yang terbentuk melalui proses secara mekanik, batuan sedimen non-klastik terbentuk dengan proses kimiawi. Selain itu, batuan sedimen non-klastik ini juga dapat berasal dari organisme yang telah mati dan batu bara yang berasal dari sisa tanaman yang telah terubah. Jenis yang termasuk dalam batuan sedimen non-klastik yaitu diantaranya, sedimen evaporit, karbonat, batu gamping, dolomite, dan batuan bersilika, rijang [26].

Gambar 19. Beberapa Jenis Batuan Sedimen [26]

2.5.3 Batuan Metamorf (Metamorphic rock)

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk karena adanya proses metamorfosa batuan asal, yaitu batuan beku, sedimen, dan metamorf. Batuan yang

(53)

mengalami metamorfosa dipengaruhi karena adanya perubahan temperatur, perubahan tekanan, ataupun perubahan temperatur-tekanan. Perubahan ini mengakibatkan terbentuknya mineral-mineral baru dan struktur batuan yang baru [26].

Proses perubahan batuan asal dapat terjadi dengan temperatur di bawah 200°C dan dengan tekanan yang berada di atas 300 Mpa atau sama besar dengan 3000 atm. Umumnya batuan yang dapat mengalami tekanan 300 Mpa dan temperatur sebesar 200°C letaknya berada di kedalaman tertentu dan kebanyakan berkaitan dengan proses tektonik yang berada di zona subduksi lempeng [26].

Gambar 20. Beberapa Jenis Batuan Metamorf [26]

(54)

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan

Batuan dapat mengakibatkan timbulnya aliran arus listrik di bawah permukaan dikarenakan batuan merupakan salah satu medium yang dapat menghantarkan arus listrik. Kemampuan suatu batuan dalam menghantarkan arus listrik dinyatakan dalam besar resistivitas batuan tersebut. Jika besar besar resistivitas suatu batuan semakin besar maka akan semakin sukar batuan tersebut untuk dapat meghantarkan arus listrik dan jika besar besar resistivitas semakin kecil maka semakin mudah batuan tersebut dalam menghantarkan arus listrik. Batuan dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan besar resistivitasnya, yaitu konduktor baik (10-6 < ρ < 1 Ωm), konduktor sedang (1 < ρ <107 Ωm), dan isolator (ρ > 107 Ωm) [27].

Karakteristik batuan dalam hal menghantarkan arus listrik ini merupakan sifat kelistrikan batuan. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi sifat kelistrikan batuan, yaitu porositas batuan, permeabilitas batuan, temperatur batuan, tekstur batuan, kandungan mineral logam dan non logam, kandungan air garam, dan kandungan elektrolit padat [28].

Aliran arus listrik dalam batuan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.

a. Konduksi secara elektronik

Konduksi secara elektronik terjadi karena terdapat banyaknya elektron bebas dalam batuan dimana elekton-elektron tersebut mengalirkan arus listrik ke batuan tersebut. Sifat-sifat dari batuan tersebut sendiri dapat mempengaruhi aliran arus listrik, yaitu salah satu sifatnya ialah resistivitas [29].

(55)

b. Konduksi secara elektrolitik

Terdapat banyak batuan yang bukan merupakan konduktor yang baik serta memiliki besar resistivitas yang rendah. Batuan dapat menjadi konduktor elektrolitik karena batuan memiliki sifat porus, yaitu mempunyai pori-pori dalam jumlah yang banyak dan dapat memuat fluida seperti air. Oleh karena itu, konduksi arus listrik dapat terjadi karena adanya ion-ion elektrolitik yang terdapat dalam air.

Volume dan struktur pori-pori batuan mempengaruhi besar konduktivitas dan resistivitas batuan porus, yaitu jika kandungan air dalam batuan besar maka konduktivitas akan semakin besar [29].

c. Konduksi secara dielektrik

Konduksi secara dielektrik ini terjadi karena batuan memiliki sedikit elektron atau bisa jadi tidak memiliki elektron bebas sama sekali. Kondisi ini menyebabkan batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik. Pengaruh medan listrik luar dapat mempengaruhi elektron dalam batuan yaitu membuat elektron dalam batuan pindah lalu berkumpul dan terpisah dari inti yang menyebabkan terjadinya polarisasi [10].

Bahan pencemar (limbah) memiliki besar resistivitas yang rendah, oleh karena itu fluida limbah merupakan konduktor. Fluida limbah memiliki sifat konduktif (dapat menghantarkan listrik) karena fluida limbah mengandung zat-zat logam yang bersifat konduktif. Logam-logam yang terdapat dalam fluida limbah, yaitu diantaranya Mangan (Mn), Seng (Zn), Alumunium (Al), Nitrogen (N), dan Magnesium (Mg) [18]. Dalam

(56)

pencemaran bawah permukaan, fluida limbah mempengaruhi material bawah permukaan sehingga terdapat anomali di material bawah permukaan yang menyebabkan perubahan material bawah permukaan yang tercemar oleh fluida limbah.

(57)

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Data yang digunakan merupakan data sekunder (raw data) geolistrik resistivitas dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Proses pengolahan data sekunder dimulai dari Januari 2021 – Maret 2021.

Gambar 21. Peta Lokasi Penelitian

(58)

3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Data sekunder geolistrik resistivitas

Data sekunder geolistrik resistivitas yang digunakan adalah data milik Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

b. Laptop

Laptop digunakan untuk mengakses software yang diperlukan untuk mengolah data geolistrik resistivitas dan mengerjakan laporan.

c. Notepad

Notepad merupakan software yang digunakan untuk menyusun data geolistrik resistivitas yang didapatkan yang selanjutnya akan diinput ke pada Res2Dinv untuk dilakukan permodelan penampang 2D. Selain itu, notepad juga digunakan untuk menyusun data hasil inversi menggunakan Res2Dinv yang akan diinput ke Voxler untuk dilakukan permodelan penampang 3D.

d. Res2Dinv 3.53

Res2Dinv merupakan software yang digunakan dalam permodelan penampang 2D bawah permukaan daerah penelitian yang selanjutnya dapat diidentifikasi jenis material yang terdapat di bawah permukaan berdasarkan besar resistivitasnya. Res2Dinv mampu memodelkan permodelan

(59)

penampang 2D bawah permukaan dengan baik, mudah, dan memiliki fitur yang banyak di dalamnya, sehingga umumnya digunakan para peneliti dalam melakukan permodelan penampang 2D data geolistrik.

e. Voxler 4

Voxler merupakan software yang digunakan dalam permodelan penampang 3D bawah permukaan daerah penelitian. Voxler merupakan salah satu software yang baik digunakan karena mampu menggambarkan model animasi 3D dengan tahapan yang mudah.

f. Microsoft Office 2019

Microsoft Office merupakan software yang digunakan untuk mengolah data dan mengerjakan laporan. Microsoft Office yang digunakan yaitu Microsoft Word, Microsoft Excel, dan Microsoft PowerPoint.

Microsoft Word dan Microsoft PowerPoint untuk mengerjakan laporan dan menyusun laporan lalu Microsoft Excel untuk menyusun data.

g. Google Earth Pro

Google Earth Pro merupakan software yang digunakan untuk memetakan lokasi penelitian dan lintasan penelitian. Google Earth Pro digunakan karena dapat memetakan secara asli daerah penelitian dan mudah untuk diakses.

h. ArcMap 10.8

ArcMap merupakan software yang digunakan untuk membuat peta, yaitu peta geologi regional daerah penelitian dan peta lokasi penelitian.

(60)

ArcMap digunakan karena memiliki fitur yang lengkap dan mudah untuk membuat peta.

3.3 Pengolahan Data

Tahapan awal yang dilakukan sebelum pengolahan data menggunakan Res2Dinv yaitu dilakukan penyusunan raw data pada Notepad yang kemudian akan diinput ke pada Res2Dinv. Ketentuan penyusunan raw data pada Notepad disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22. Susunan Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada Notepad

(61)

Keterangan pada gambar:

Baris 1: nama lintasan.

Baris 2: jarak spasi elektroda.

Baris 3: kode konfigurasi elektroda (Wenner: 1, Pole-pole: 2, Dipole-dipole: 3, Pole- dipole: 4, Schlumberger: 7).

Baris 4: jumlah titik datum.

Baris 5: lokasi x titik datum (0 jika letak elektroda pertama diketahui dan 1 jika titik tengah diketahui).

Baris 6: jenis data (0 untuk resistivitas dan 1 untuk polarisasi terinduksi (IP).

Baris 7, 8, 9 dst: lokasi x, spasi elektroda, dan resistivitas semu.

Sedangkan untuk data topografi, keterangannya yaitu:

Baris 1 topo: kode topografi.

Baris 2 topo: jumlah data topografi.

Baris 3, 4, 5, dst topo: lokasi titik elektroda dan topografi.

Baris penutup: penutup data topografi.

Data pada Notepad tersebut selanjutnya diolah menggunakan software Res2Dinv untuk mengetahui besar resistivitas material bawah permukaan di daerah penelitian yang nantinya akan digunakan dalam investigasi pencemaran fluida limbah di bawah permukaan. Pada Res2Dinv dilakukan proses inversi data sehingga didapatkan gambaran penampang 2D bawah permukaan beserta besar resistivitas material yang ada.

(62)

Dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner dimana jarak antara elektroda satu dengan yang lainnya sama besar. Konfigurasi Wenner digunakan karena, konfigurasi Wenner baik dalam investigasi bawah permukaan yang dangkal sehingga pada penggunaan konfigurasi Wenner ini data yang diihasilkan pada bawah permukaan dangkal (dekat dengan permukaan) lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi elektroda lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner untuk identifikasi penyebaran pencemaran oleh fluida limbah yang dangkal yang berpotensi terjadi di daerah penelitian.

Penelitian ini dilakukan di 5 lintasan dengan jumlah elektroda sebanyak 48 buah. Lintasan 1 dan 2 dengan panjang lintasan 47 m, jarak elektrodanya sebesar 1 m.

Sedangkan lintasan 3, 4, dan 5 dengan Panjang lintasan 24 m, jarak elektrodanya sebesar 0.5 m. Jarak antar lintasan penelitian, yaitu lintasan 1 dengan lintasan 2 dan lintasan 3 dengan lintasan 4 sejauh 20 m.

Tahapan pengolahan data pada Res2Dinv yaitu diawali dengan menginput file data dengan format .dat yang nantinya jika berhasil akan muncul informasi-informasi yang terdapat pada data, yaitu jarak antar elektroda, konfigurasi yang digunakan, panjang lintasan pengukuran, total elektroda yang digunakan, dan kedalaman pengukuran. Selanjutnya dilakukan proses inversi data dimana pada Res2Dinv ini digunakan proses inversi least-square inversion. Tampilan hasil proses least-square inversion disajikan pada Gambar 23 berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran limbah merkuri di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, dengan menggunakan metode

Penelitian cross-hole skala laboratorium lapangan metode geolistrik resistivitas identifikasi limbah cair telah dilakukan di Dusun Grogol, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Jawa

DAMPAK PENIMBUNAN OIL SLUDGE PADA N.G#5 SLUDGE POND TERHADAP POTENSI PENCEMARAN AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE ESA (ENVIROMENTAL SITE ASSESMENT)DI PETROCHINA

Untuk mengetahui posisi benda arkeologi dilakukan pemetaan bawah permukaan secara vertikal dan horizontal dengan metode Geolistrik resistivitas 2D konfigurasi yang

Untuk mengetahui posisi benda arkeologi dilakukan pemetaan bawah permukaan secara vertikal dan horizontal dengan metode Geolistrik resistivitas 2D konfigurasi yang

Kegiatan magang dilakukan untuk mengetahui pengelolaan limbah cair in- dustri kelapa sawit yang dilaksanakan di Kebun PBSN PT Agrowiyana dan Pabrik Kelapa Sawit PT Agro Mitra