• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor – faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR), pemetaaan dan aplikasi model pada pemrograman.

Melalui pemodelan tersebut didapatkan faktor–faktor yang signifikan mempengaruhi nilai ABH dengan adanya pengaruh spasial.

4.1 Hasil Analisis Data dan Pembahasan

4.1.1 Gambaran Angka Buta Huruf dan Faktor yang Mempengaruhi di Provinsi Jawa Timur

Pola penyebaran ABH di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi Jawa Timur, ABH dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok besar, yaitu

kelompok 1 = 0 persen - 5,99 persen kelompok 2 = 6 persen - 11,99 persen kelompok 3 = 12 persen - 17,99 persen kelompok 4 = 18 persen - 23,99 persen kelompok 5 = 24 persen - 29,99 persen

Tercatat 8 dari 9 daerah Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, memiliki ABH yang termasuk dalam kelompok 1, antara lain Kota Batu, Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Madiun, Kota Malang dan Kota Blitar.

Kota Probolinggo adalah satu-satunya daerah kota yang termasuk dalam ABH kelompok 2 dengan tingkat ABH sebesar 7,08 persen. Hampir seluruh daerah kabupaten yang ada

(2)

di Provinsi Jawa Timur memiliki ABH yang lebih tinggi dari daerah Kota. Hanya ada 2 kabupaten yang memiliki ABH yang termasuk dalam kelompok 1, yaitu Kabupaten Sidoarjo dengan tingkat ABH di angka 2,94 persen dan Kabupaten Gresik dengan tingkat ABH di angka 5,17 persen.

Gambar 4.1 Penyebaran Angka Buta Huruf di Provinsi Jawa Timur

Daerah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 2 antara lain Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Madiun. Kemudian daerah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 3 antara lain Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Pamekasan.

(3)

Daerah Kabupaten di Pronvinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 4 antara lain Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Bangkalan. Angka buat huruf di kelompok 5 hanya meliputi 1 kabupaten saja, yaitu Kabupaten Sampang dengan tingkat ABH di angka 28,44 persen dan bisa dikatakan bahwa Kabupaten Sampang adalah Kabupaten yang memiliki ABH terbesar di Provinsi Jawa Timur.

Wilayah Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan adalah contoh kabupaten yang saling berdekatan dan memiliki karakteristik ABH yang sama. Dengan demikian, dapat dikatakan bawasannya terdapat kasus faktor lokasi atau Spasial terhadap ABH di lokasi tersebut. Kabupaten tersebut juga memiliki kesamaan dalam hal kepemilikan telepon rumah (x1), kepemilikan telepon selular (x2), kepemilikan komputer (x3), dan penggunaan internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir (x4) seperti yang disajikan pada Gambar 4.2.

(4)

Gambar 4.2 Penyebaran Angka Buta Huruf berdasarkan Faktor a) x1 b) x2 c) x3 d) x4

(5)

4.1.2 Model Regresi Global

4.1.2.1 Penaksiran Parameter Model Regresi Global

Proses penaksiran parameter model regresi global bisa ditampilkan dengan menggunakan syntax sebagai berikut :

Gambar 4.3 Syntax Penaksiran Parameter Model Regresi Global

Hasil pemodelan regresi global disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil uji signifikansi menggunakan uji F, didapatkan nilai Fhitung = 14,97 yang lebih dari F(0,05;4;33)

=2,65. Hal ini menunjukkan bahwa ada variabel independen yang sifnifikan berpengaruh. Setelah melakukan uji F, maka dilakukan uji signifikansi secara parsial melalui uji T. Variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 5% adalah persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai |thit|

= 3.077 yang lebih besar dari t(0,025;33) yaitu sebesar 2,0345. Sementara itu variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Hal ini ditunjukkan oleh nilai |thit| = 1.842 yang lebih besar dari t(0,05;33) yaitu sebesar 1,69.

Dataset <- read.table("C:/Users/andiyono/Documents/SKRIPSI/Z Data/yang dipake/Data.txt",header=TRUE, sep="", na.strings="NA", dec=".", strip.white=TRUE)

LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=Dataset) summary(LinearModel.1)

(6)

Tabel 4.1 Penaksiran Parameter Model Regresi Global

Prediktor Koefisien thit Pvalue

Konstanta 32.33063 6.639* 1.49e-07

persentase rumah tangga yang mempunyai telepon

rumah 0.01647 0.084 0.93353

persentase rumah tangga yang mempunyai telepon

selular -0.33296 -3.077* 0.00418

persentase rumah tangga yang memiliki komputer 0.13259 0.459 0.64951 persentase rumah tangga yg mengakses internet di

sekolah dalam waktu sebulan terakhir -0.94074 -1.842** 0.07455 R2 = 64,47%, Fhit = 14.97

F(0,05;4;33) =2,65

t(0,025;33) = 2,0345, t(0,05;33) = 1,69

* : signifikan pada α = 5%

** : signifikan pada α = 10%

Dari koefisien Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.33296 dan persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah memiliki koefisien regresi sebesar -0.94074. Nilai negatif pada koefisien persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki pola hubungan yang berkebalikan terhadap ABH. Semakin tinggi nilai persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular, maka nilai ABH semakin rendah. Pemodelan global juga menghasilkan nilai R2 sebesar 64.47% yang artinya faktor-faktor TIK secara global menjelaskan variansi model sebesar 64,47%.

(7)

4.1.2.2 Pengujian Asumsi Residual Model Regresi Global

Setelah dilakukan pemodelan global, dilakukan uji asumsi residual yang meliputi uji kenormalan data, uji independen data, dan uji identik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kebaikan model global dan efek spasial yang ada.

Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis untuk uji Kolmogorov–Smirnov adalah sebagai berikut:

H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal

Proses pengujian Kolmogorov–Smirnov dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai berikut :

Gambar 4.4 Hasil Pengujian Kolmogorov-Smirnov

Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai D = 0,1416 yang lebih besar dari nilai Tabel Kolmogorov-Smirnov yaitu 0,194, maka dapat diambil keputusan bawah H0 diterima atau residual berdistribusi normal.

LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=Dataset) res = LinearModel.1$residual

ks.test(res, "pnorm", mean(res), sd(res), alternative=c("two.sided"))

One-sample Kolmogorov-Smirnov test data: res

D = 0.1416, p-value = 0.3946 alternative hypothesis: two-sided

(8)

Setelah dilakukan uji kenormalan residual, dilanjutkan dengan uji autokorelasi antara daerah. Uji korelasi ini disebut juga uji independen dengan menggunakan Durbin- Watson. Hipotesis untuk uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

H0 : ρ =0 tidak ada korelasi residual H1 : ρ = 0 ada korelasi residual

Proses pengujian Durbin-Watson dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai berikut:

Gambar 4.5 Hasil Pengujian Durbin-Watson

Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson diatas dengan nilai DW = 1.2398 yang lebih kecil dari nilai Tabel Durbin-Watson yaitu 1.2614, maka dapat diambil keputusan bawah H0 ditolak atau ada korelasi antar daerah.

Hal terakhir yang perlu diuji adalah uji keidentikan suatu data, apakah residual yang diamati termasuk ke dalam data yang identik atau tidak identik. Uji identik data ini dapat dilakukan dengan uji Glejser. Hipotesis untuk uji Glejser adalah sebagai berikut:

H0 : data berdistribusi identik H1 : data tidak berdistribusi identik

Proses pengujian Glejser dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai berikut:

library(lmtest)

LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=Dataset) dwtest(LinearModel.1)

Durbin-Watson test data: LinearModel.1

DW = 1.2398, p-value = 0.003791

alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0

(9)

Gambar 4.6 Hasil Pengujian Glejser

Berdasarkan hasil pengujian Glejser di atas dengan nilai F-statistik = 0.6828 yang lebih kecil dari nilai tabel F(0,05;4;33) yaitu 2,6588 maka dapat diambil keputusan bawah H0 diterima yang artinya data residual telah identik.

Asumsi residual yang terpenuhi melalui regresi global adalah asumsi identik dan berdistribusi normal. Sementara itu asumsi residual yang tidak terpenuhi melalui regresi global adalah asumsi independen. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh spasial pada ABH di Provinsi Jawa Timur dengan indikator TIK. Asumsi independen yang tidak terpenuhi menunjukkan bahwa antar pengamatan atau lokasi saling berhubungan.

LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=Dataset) res = abs(LinearModel.1$residuals)

Glejer <- lm(res ~ x1 +x2 + x3+ x4, data=Dataset) summary(Glejer)

Call:

lm(formula = res ~ x1 + x2 + x3 + x4, data = Dataset)

Residuals:

Min 1Q Median 3Q Max -3.6358 -1.8597 -0.3667 1.0751 9.0415

Coefficients:

Estimate Std. Error t value Pr(>|t|) (Intercept) 0.41632 3.25547 0.128 0.899 x1 -0.11436 0.13102 -0.873 0.389 x2 0.07462 0.07233 1.032 0.310 x3 0.05289 0.19327 0.274 0.786 x4 -0.32273 0.34151 -0.945 0.352

Residual standard error: 2.89 on 33 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.07644, Adjusted R-squared: -0.03551 F-statistic: 0.6828 on 4 and 33 DF, p-value: 0.6089

(10)

4.1.3 Model Geographically Weighted Regression (GWR)

Langkah-langkah dalam pemodelan GWR adalah menentukan bandwidth optimum, pembobot dan penaksiran parameter GWR. Dari model GWR ini akan didapatkan faktor–faktor TIK yang berpengaruh secara lokal terhadap ABH.

4.1.3.1 Penentuan Bandwidth Optimum

Proses penentuan bandwidth optimum dapat dilakukan dengan syntax sebagai berikut :

Gambar 4.7 Syntax Penentuan Bandwidth Optimum

Hasil dari syntax di atas adalah nilai bandwidth tiap daerah yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Fungsi dari bandwidth adalah untuk menentukan bobot dari suatu lokasi terhadap lokasi lain yang digunakan sebagai pusat. Sebagai contoh Kabupaten Sampang yang memiliki ABH tertinggi memiliki nilai bandwidth 1,2903. Hal ini menunjukkan daerah sekitar Kabupaten Sampang dalam radius 1,2903o akan dianggap memiliki pengaruh lokasi dari Kabupaten Sampang. Semakin dekat wilayah dengan daerah pusat, akan semakin besar pula pengaruh yang diberikan.

library(spgwr)

col.bw <- gwr.sel (y ~ x1 + x2 + x3 + x4,

coords=cbind(Dataset$Longitude,Dataset$Latitude), data=Dataset, adapt=TRUE, gweight=gwr.bisquare)

gwr1 <- gwr (y ~ x1 + x2 + x3 + x4, data=Dataset, adapt=col.bw, coords=cbind(Dataset$Longitude,Dataset$Latitude), hatmatrix=TRUE, gweight = gwr.bisquare)

gwr1$bandwidth

(11)

Tabel 4.2 Tabel Bandwidth Optimum Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Pacitan 1,6652 Kabupaten Magetan 1,3564 Kabupaten Ponorogo 1,2924 Kabupaten Ngawi 1,3793 Kabupaten Trenggalek 1,2714 Kabupaten Bojonegoro 1,0742 Kabupaten Tulungagung 1,0623 Kabupaten Tuban 1,2279 Kabupaten Blitar 0,9487 Kabupaten Lamongan 0,9993 Kabupaten Kediri 0,7976 Kabupaten Gresik 1,0160 Kabupaten Malang 1,0373 Kabupaten Bangkalan 1,1414 Kabupaten Lumajang 1,1595 Kabupaten Sampang 1,2903 Kabupaten Jember 1,6614 Kabupaten Pamekasan 1,4725 Kabupaten Banyuwangi 2,1924 Kabupaten Sumenep 1,7078

Kabupaten Bondowoso 1,8381 Kota Kediri 0,8640

Kabupaten Situbondo 1,8739 Kota Blitar 0,9339

Kabupaten Probolinggo 1,2417 Kota Malang 1,0179 Kabupaten Pasuruan 0,9475 Kota Probolinggo 1,1521

Kabupaten Sidoarjo 0,9091 Kota Pasuruan 0,9640

Kabupaten Mojokerto 0,8811 Kota Mojokerto 0,8814

Kabupaten Jombang 0,8420 Kota Madiun 1,1838

Kabupaten Nganjuk 0,8431 Kota Surabaya 0,9481

Kabupaten Madiun 1,0653 Kota Batu 0,7893

4.1.3.2 Penentuan Pembobot

Setelah mendapatkan nilai bandwidth seperti pada Tabel 4.2 di atas, langkah selanjutnya adalah mencari nilai pembobot untuk daerah sekitarnya. Mengikuti contoh sebelumnya dengan pusat di kabupaten Sampang, maka daerah yang berada dalam radius bandwidth 1,2903o akan diberi bobot yang mengikuti fungsi kernel Bi-square dan daerah di luar radius akan dianggap berpengaruh sangat kecil dan akan diberi bobot nol.

Persamaan untuk mendapatkan pembobot di Kabupaten Sampang adalah

 

 

<

=

1,2903 d

jika , 0

1,2903 d

jika , ] /1,2903) (d

[1 )

v , (u w

ij ij 2

ij i

i j

(12)

Hasil perhitungan bobot untuk kabupaten Sampang sebagai pusat tersaji dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pembobot Kabupaten Sampang Kabupaten /

dij Wi Kabupaten /

dij Wi

Kota Kota

Kab. Pacitan 2,335385 0 Kab. Magetan 1,989531 0

Kab. Ponorogo 1,963515 0 Kab. Ngawi 1,947774 0

Kab. Trenggalek 1,971120 0 Kab. Bojonegoro 1,460177 0 Kab. Tulungagung 1,733502 0 Kab. Tuban 1,363749 0 Kab. Blitar 1,591303 0 Kab. Lamongan 0,957935 0,201443 Kab. Kediri 1,294201 0 Kab. Gresik 0,721712 0,472165 Kab. Malang 1,227825 0,008929 Kab. Bangkalan 0,325678 0,876642 Kab. Lumajang 1,079940 0,089691 Kab. Sampang 0 1 Kab. Jember 1,249807 0,003817 Kab. Pamekasan 0,247544 0,927742 Kab. Banyuwangi 1,624446 0 Kab. Sumenep 0,627013 0,583480 Kab. Bondowoso 1,128006 0,055573 Kota Kediri 1,462889 0 Kab. Situbondo 1,092886 0,079856 Kota Blitar 1,527815 0 Kab. Probolinggo 0,817135 0,358732 Kota Malang 1,113283 0,065311 Kab. Pasuruan 0,811673 0,365163 Kota Probolinggo 0,725001 0,468245 Kab. Sidoarjo 0,686658 0,513796 Kota Pasuruan 0,696791 0,501796 Kab. Mojokerto 1,010941 0,149103 Kota Mojokerto 0,887488 0,277635 Kab. Jombang 1,107612 0,069235 Kota Madiun 1,814858 0 Kab. Nganjuk 1,423530 0 Kota Surabaya 0,578792 0,638055 Kab. Madiun 1,705464 0 Kota Batu 1,050127 0,113992 4.1.3.3 Penaksiran Parameter GWR

Hasil panaksiran parameter GWR dapat dilihat pada Tabel 4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ABH di tiap kabupaten adalah dapat berbeda–beda. Sebagai contoh Kabupaten Sampang, faktor yang mempengaruhi nilai ABH adalah persentase rumah tangga yang memiliki komputer dan persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Contoh lainnya adalah Kabupaten

(13)

Sidoarjo dimana faktor yang mempengaruhi nilai ABH adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah.

Model yang terbentuk untuk Kabupaten Sampang adalah

4 024 , 1 3 575 , 0 2 094 , 0 1 315 , 0 076 ,

21 x x x x

ysampang = − + − −

Variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai |thit| = 2,05 yang lebih besar dari t(0,05;24,505) yaitu sebesar 1,7108.

Selanjutnya variabel lain yang juga signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga memiliki komputer. Hal ini ditunjukkan oleh nilai |thit| = 1.79 yang lebih besar dari t(0,05;24,505) yaitu sebesar 1,7108. Nilai thitung setiap variabel di semua kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran 6.

Pada Tabel 4.4 terlihat juga nilai R2 yang menunjukkan seberapa besar varian yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor independen terhadap nilai ABH. Pada penaksiran parameter GWR, semua kabupaten/kota memiliki nilai R2 antara 73.05%

dan 92.75%.

(14)

Tabel 4.4 Penaksiran Parameter GWR

Kabupaten/Kota Konstanta b1 b2 b3 b4 R2

Kab. Pacitan 33,163 0,143 -0,435* -0,074 0,221 73,05 % Kab. Ponorogo 34,046 0,153 -0,449* -0,069 0,167 76,78 % Kab. Trenggalek 34,427 0,159 -0,471* -0,046 0,309 74,24 % Kab. Tulungagung 33,892 0,157 -0,465* -0,022 0,245 78,28 % Kab. Blitar 33,377 0,150 -0,454* -0,001 0,157 82,46 % Kab. Kediri 26,384 0,179 -0,264 -0,323 -0,266 92,75 % Kab. Malang 32,677 0,178 -0,428* -0,029 -0,007 85,65 % Kab. Lumajang 36,954 0,547 -0,489* -0,454 0,200 90,56 % Kab. Jember 33,757 0,151 -0,337* -0,290 -0,124 90,58 % Kab. Banyuwangi 32,581 0,134 -0,288* -0,308 -0,413 89,65 % Kab. Bondowoso 31,125 0,000 -0,225* -0,285 -0,540 88,99 % Kab. Situbondo 30,400 -0,039 -0,191** -0,312 -0,631 88,18 % Kab. Probolinggo 31,792 -0,103 -0,271* -0,148 -0,134 89,91 % Kab. Pasuruan 28,512 0,189 -0,296* -0,170 -0,411 84,70 % Kab. Sidoarjo 19,719 0,094 -0,073 -0,349 -0,852** 83,11 % Kab. Mojokerto 23,183 0,241 -0,187 -0,370 -0,626 85,85 % Kab. Jombang 26,017 0,152 -0,287** -0,111 -0,333 84,26 % Kab. Nganjuk 30,875 0,175 -0,367* -0,193 -0,109 90,60 % Kab. Madiun 32,795 0,165 -0,402* -0,164 -0,031 83,13 % Kab. Magetan 31,963 0,152 -0,389* -0,164 0,014 78,54 % Kab. Ngawi 30,292 0,155 -0,341* -0,249 -0,110 80,60 % Kab.Bojonegoro 27,063 0,170 -0,254 -0,388 -0,311 88,52 % Kab. Tuban 23,632 0,173 -0,165 -0,497 -0,496 88,33 % Kab. Lamongan 19,958 0,269 -0,080 -0,590* -0,845** 86,71 % Kab. Gresik 16,547 0,163 0,043 -0,676* -1,129* 86,27 % Kab. Bangkalan 18,412 -0,058 0,131 -0,816* -1,311* 87,09 % Kab. Sampang 21,076 -0,315 0,094 -0,575** -1,024** 86,79 % Kab. Pamekasan 25,058 -0,315 0,005 -0,460 -0,847 86,59 % Kab. Sumenep 26,115 -0,302 -0,008 -0,504 -0,759 84,20 % Kota Kediri 33,146 0,154 -0,440* -0,013 0,019 88,08 % Kota Blitar 31,378 0,123 -0,418** 0,017 0,090 83,01 % Kota Malang 30,873 0,181 -0,393* -0,039 -0,104 83,51 % Kota Probolinggo 30,213 -0,200 -0,232* -0,073 -0,259 89,21 % Kota Pasuruan 27,079 0,037 -0,216** -0,168 -0,573 86,19 % Kota Mojokerto 19,657 0,168 -0,126 -0,307 -0,658 80,16 % Kota Madiun 32,306 0,159 -0,393* -0,169 -0,018 80,99 % Kota Surabaya 17,599 0,068 0,043 -0,599** -1,124* 85,71 % Kota Batu 24,564 0,170 -0,255 -0,153 -0,416 81,77 % Keterangan :

* : α = 5% , t(α/2;24,505) = 2,0638

** : α = 10%, t(α/2;24,505) = 1,7108

(15)

4.1.4 Pemetaan Angka Buta Huruf di Provinsi Jawa Timur

Gambar 4.8–Gambar 4.11 menggambarkan pemetaan signifikansi indikator TIK terhadap ABH di Provinsi Jawa Timur. Signifikansi tersebut dihitung dari nilai pvalue .

Gambar 4.8 menunjukkan nilai pvalue persentase dari kepemilikan telepon rumah di Pronvinsi Jawa Timur. Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, bahwa persentase kepemilikan telepon rumah tidak signifikan berpengaruh terhadap ABH pada α 5% atau 10%. Hal ini terbukti dari hasil pemetaan yang menunjukkan tidak ada satupun daerah yang memiliki Pvalue di bawah 0.05. Namun variabel ini masih signifikan berpengaruh di α < 31% terhadap 3 Kabupaten di Pulau Madura (Kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) dan Lumajang beserta Lamongan.

Gambar 4.8 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Telepon Rumah

(16)

Gambar 4.9 menunjukkan Nilai pvalue : dari persentase kepemilikan telepon selular yang ada di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur bagian selatan memiliki nilai pvalue hingga 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kepemilikan telepon selular sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian utara memiliki nilai pvalue di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1.

Gambar 4.9 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Telepon Selular

Gambar 4.10 menunjukkan nilai pvalue dari persentase komputer yang ada di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur bagian utara memiliki nilai pvalue hingga 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kepemilikan komputer sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian selatan

(17)

memiliki nilai pvalue di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1.

Gambar 4.10 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Komputer

Gambar 4.11 menunjukkan nilai pvalue dari persentase penggunaan internet di sekolah. Provinsi Jawa Timur bagian utara memiliki nilai pvalue hingga 0,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor penggunaan internet di sekolah sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian selatan memiliki nilai pvalue di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1.

(18)

Gambar 4.11 Pemetaan berdasarkan Persentase Penggunaan Internet di Sekolah

(19)

4.2 Usulan / Kondisi Yang Mendukung Hipotesis

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki karakteristik ABH yang hampir sama pada lokasi yang berdekatan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan faktor–faktor TIK yang mempengaruhi ABH dilakukan pemodelan spasial GWR.

Hipotesis untuk mendapatkan faktor–faktor TIK yang mempengaruhi ABH adalah sebagai berikut:

Hipotesis pertama:

H0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH.

H1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH.

Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5% maupun α = 10%, dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak, artinya tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH di daerah manapun.

Hipotesis kedua :

H0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular terhadap ABH

H1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular terhadap ABH

Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Situbondo, Jombang, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Nganjuk,

(20)

Madiun, Magetan, Ngawi, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Blitar, Kota Pasuruan dan Kota Madiun. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Situbondo, Kabupaten Jombang, Kota Blitar, dan Kota Pasuruan.

Hipotesis ketiga :

H0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki komputer terhadap ABH

H1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki komputer terhadap ABH

Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki komputer berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Lamongan, Gresik, Bangkalan, dan Kota Surabaya. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki komputer berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Sampang dan Kota Surabaya.

Hipotesis keempat :

H0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah

terhadap ABH

H1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah terhadap ABH

Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Gresik, Bangkalan dan Kota Surabaya. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang

(21)

mengakses internet di sekolah berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Sidoarjo, Lamongan, dan Sampang.

Signifikansi indikator TIK juga dapat dilihat pada hasil pemetaan di Gambar 4.8 – Gambar 4.11. ABH di lokasi yang berdekatan dipengaruhi oleh variabel yang sama.

Hal ini juga menunjukkan karakteristik ABH di daerah yang berdekatan adalah sama.

Berdasarkan hasil analisis signifikansi, maka ada beberapa usulan yang bisa disampaikan. Usulan yang pertama adalah untuk menurunkan tingkat ABH di Provinsi Jawa Timur melalui indikator TIK dapat difokuskan pada persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular, komputer, dan mengakses internet di sekolah. Usulan yang kedua adalah karena setiap kabupaten/kota memiliki faktor yang berbeda terhadap ABH, maka kebijakan yang diberikan hendaknya sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya. Usulan yang ketiga adalah untuk setiap kabupaten/kota yang berdekatan dapat diberikan kebijakan yang saling mendukung dan berkesinambungan antar lokasi.

4.3 Hasil Perancangan Layar

Hasil perancangan layar disajikan dalam Gambar 4.12–Gambar 4.16. Gambar 4.12 adalah gambar awal program dijalankan. Fungsi tombol browse adalah untuk memilih file yang akan digunakan untuk proses perhitungan dan memodelkannya.

(22)

Gambar 4.12 Layar tampilan awal

Setelah memilih file, maka tombol View Dataset akan menjadi aktif. Gambar 4.13 adalah gambar dimana tombol View Dataset setelah diklik. Fungsi tombol View Dataset adalah melihat isi dari file yang telah dipilih pada tampilan awal. Ketika tombol View Dataset diklik, tombol Model Regresi Global akan menjadi aktif.

Gambar 4.13 Layar Tampilan View Dataset

(23)

Gambar 4.14 memperlihatkan layar tampilan model regresi global. Pada sisi kiri terlihat hasil model regresi global dan sisi sebelah kanan adalah dataset yang digunakan.

Setelah model regresi global dipilih, maka tombol penaksiran parameter GWR akan aktif.

Gambar 4.14 Layar Tampilan Model Regresi Global

Layar tampilan penaksiran parameter GWR disajikan pada Gambar 4.15. Pada tampilan ini disajikan hasil penaksiran parameter GWR beserta nilai thit dan nilai pvalue.

(24)

Gambar 4.15 Layar Tampilan Penaksiran Parameter GWR

Tahap terakhir dari aplikasi program adalah tahap pemetaan. Layar tampilan pemetaan disajikan dalam Gambar 4.16. Pemetaan digambar berdasarkan nilai pvalue yang diperoleh pada tahap penaskiran parameter GWR.

Gambar 4.16 Layar Tampilan Pemetaan

Gambar

Gambar 4.1 Penyebaran Angka Buta Huruf di Provinsi Jawa Timur
Gambar 4.2 Penyebaran Angka Buta Huruf berdasarkan Faktor  a) x1               b) x2               c) x3               d) x4
Tabel 4.1 Penaksiran Parameter Model Regresi Global
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Glejser
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fadzil Adam et al (2006), Memperkasakan Modal Insan: Antara Peranan Dan Cabaran, (Seminar Tamadun Islam Tentang Pembangunan insan Peringkat Kebangsaaan,

Selain upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang telah dijelaskan diatas, pemerintah di masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun memberikan bantuan

Metode penelitian ini pustaka (library research). Objek dalam penelitian ini kesalahan tulis pada teks Suluk Ulam Loh dan ajaran kesempurnaan hidup yang

Namun pengolahan kata dengan program-program itu hanya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana yang biasa dibuat untuk keperluan kantor semata, tetapi untuk

[r]

Dan apabila yang terjadi adalah yang sebaliknya yaitu ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

Derajat keanggotaan yang paling tinggi di antara ketiga katagori (cepat, normal, dan lama) diambil sebagai indikator pengkelasan. Misalkan untuk metode Centroid, telah diperoleh

Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Meidyawati pada tahun 2003 menyebutkan bahwa radioterapi area kepala dan leher akan berakibat pada gangguan fungsi