• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hingga saat ini produksi kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hingga saat ini produksi kedelai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pekan Kedelai Nasional

Kepala Badan Litbang Pertanian Dr Gatot Irianto dalam pembukaan PKN di Balitkabi, 28 Juni 2010, menekankan pentingnya pengembangan inovasi teknologi dalam memacu produksi kedelai nasional.

H

ingga saat ini produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi 35-40% kebutuhan nasional, sehingga kekurangannya harus diimpor. Untuk menekan volume impor kedelai yang telah menjadi menu sebagian besar masyarakat di Indonesia, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi, bahkan berkeinginan pula mewujudkan swa-sembada kedelai. Akankah keinginan ini dapat diwujudkan?

Ditinjau dari ketersediaan inovasi teknologi dan sumber daya lahan, peluang peningkatan produksi kedelai tampaknya terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Dari segi peningkatan produktivitas, misalnya, hasil kedelai di tingkat nasional baru mencapai rata-rata 1,3 ton dengan

Menggelar Teknologi, Memacu Produksi

Pekan Kedelai Nasional (PKN) yang diselenggarakan di Malang Jawa Timur baru-baru ini merupakan

komitmen Badan Litbang Pertanian dalam memacu produksi kedelai melalui pengembangan inovasi

teknologi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah menghasilkan

berbagai inovasi teknologi kedelai, di antaranya varietas unggul berumur sangat genjah (73 hari)

dengan potensi hasil tinggi. Kedelai sangat genjah diperlukan dalam meningkatkan intensitas tanam

dan mengantisipasi perubahan iklim.

(2)

ISSN 0852-6230

Dari Redaksi

Pekan Kedelai Nasional (PKN) yang berlangsung pada 28-30 Juni 2010 di Kompleks Balitkabi di Malang dibuka oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Gatot Irianto, mewakili Menteri Per-tanian. Kegiatan diseminasi ini menjadi berita utama Berita Puslitbangtan No. 45. Artikel tentang hama wereng coklat yang akhir-akhir ini mengancam sebagian pertanaman padi di pantai utara Jawa juga menjadi pilihan redaksi untuk dimuat di Berita Puslitbangtan, termasuk varietas unggul Inpari 13 yang tahan terhadap hama utama padi itu.

Redaksi

GELAR TEKNOLOGI

kisaran 0,6-2,0 t/ha, sementara di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7-2,0 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan inovasi teknologi memegang peranan penting dalam meningkatkan produksi kedelai.

Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Pangan (Puslit-bangtan) melalui Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi kedelai yang siap diimplementasikan untuk mendukung upaya peningkatan produksi, di antaranya berupa varietas unggul, penyediaan benih sumber, serta teknologi budi daya dan penanganan pascapanen. Agar inovasi teknologi tersebut dapat berkembang luas dan dimanfaatkan petani, Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan Pekan Kedelai Nasional (PKN) di Malang, Jawa Timur, pada 28-30 Juni 2010.

Dihadiri oleh 2.000an Orang

PKN yang dibuka oleh Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr Gatot Irianto, atas nama Menteri Pertanian, dihadiri oleh 2.000an orang dari berbagai lapisan, termasuk petani dan kelompok tani.

Setelah panen varietas unggul kedelai rakitan Balitkabi, Kepala Badan optimistis produksi nasional dapat ditingkatkan dengan beberapa persyaratan, antara lain harga kedelai harus menguntungkan petani. Selain itu, penerapan teknologi mutlak

diperlukan sebagaimana telah terbukti dari peningkatkan produktivitas dari tahun ke tahun.

Gelar Teknologi

Inovasi teknologi kedelai yang di gelar pada PKN adalah (1) perbanyakan benih sumber yang bertujuan untuk menunjukkan proses produksi benih kedelai, mulai dari tanam hingga panen dan pengelolaan hasil; (2) koleksi plasma nutfah kedelai dari dalam dan luar negeri dengan berbagai sifat penting, antara lain potensi hasil tinggi, umur gejah, toleran terhadap ke-keringan, genangan, nauangan, salinitas, kemasaman tanah, dan tahan hama penyakit utama; (3) kedelai toleran naungan yang dapat di-kembangkan pada areal perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan rakyat; (4) kedelai toleran jenuh air yang dapat mengatasi kelebihan air pada lahan sawah pada musim kemarau; (5) galur harapan kedelai SHR/W-60, berumur genjah 73 hari, biji berukuran sedang 10,7 g/100 biji, dan potensi hasil 2,74 t/ ha; (6) beberapa varietas unggul kedelai yang dapat dipilih petani sesuai dengan keinginan mereka.

Selain itu digelar pula (1) pupuk organik kaya hara yang mampu meningkatkan kesuburan tanah dan produksi kedelai; (2) insektisida nabati serbuk nimba yang mampu menekan intensitas serangan dan populasi hama daun; dan (3) Sistem Integrasi Ternak-Tanaman-Ikan (SITTI).

Daftar Isi

Pekan Kedelai Nasional, Menggelar Teknologi, Memacu Produksi ... 1 Seminar Nasional Kedelai ... 3 Sarasehan dan Workshop SL-PTT

Kedelai ... 5 Kedelai Super Genjah ... 6 Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor ... 7 Penyediaan Benih Sumber Kedelai .... 8 Kerja Sama Penelitian Ubikayu untuk Bioenergi ... 9

(3)

SEMINAR NASIONAL

Bantuan Benih Sumber

Dalam acara pembukaan PKN, Kepala Badan Litbang Pertanian memberikan bantuan benih kedelai (benih sumber) kepada perwakilan dari sembilan provinsi sentra produksi kedelai (NAD, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur).

Menteri Pertanian dalam laporan tertulisnya mengharapkan

swasem-bada kedelai dapat terwujud pada tahun 2014. Oleh karena itu, produksi nasional harus ditingkatkan rata-rata 20 persen setiap tahun, dari sekitar 1 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2014. Pada tahun 2010 produksi kedelai ditargetkan 1,3 juta ton.

Strategi yang dikemukakan untuk mencapai swasembada kedelai adalah 1) meningkatkan produktivitas, 2) meningkatkan luas areal tanam melalui upaya khusus (Upsus), 3) pengamanan

Seminar Nasional Kedelai

produksi, dan 4) penguatan kelem-bagaan dan pembiayaan.

Kebijakan insentif dan subsidi harus terus ditingkatkan, seperti subsidi pupuk, subsidi dan bantuan langsung benih unggul, kredit permodalan, kebijakan harga dan tataniaga kedelai. Analisis ekonomi menunjukkan, harga kedelai yang menguntungkan petani dan mendorong mereka untuk meningkatkan produksi berkisar antara Rp 6.100-6.700/kg. (MWT/HMT)

Menyemarakkan Pekan Kedelai Nasional, Balitkabi menyelenggarakan Seminar

Nasional Kedelai di akhir Juni 2010. Seminar nasional ini diharapkan dapat

memberikan jalan menuju swasembada kedelai 2014.

T

ujuan Seminar Nasional Kedelai yang diselenggarakan di Malang beberapa waktu yang lalu adalah mensosialisasikan inovasi teknologi kedelai dan menghimpun umpan balik dari berbagai pihak guna mempertajam penelitian dan diseminasi hasil penelitian kedelai mendukung upaya peningkatan produksi nasional. Materi utama seminar adalah (a) kebijakan pengembangan kedelai mendukung swasembada (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan); (b) kesiapan inovasi teknologi untuk mendukung upaya peningkatan produksi kedelai (Badan Litbang Pertanian); (c) dukungan swasta dalam pengadaan benih kedelai di Indonesia (Dewan Kedelai Nasional); (d) strategi pengembangan kedelai menuju swasembada berkelanjutan

(Puslitbang Tanaman Pangan). Pembukaan Seminar Nasional Kedelai oleh Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Prof Dr Suyamto (tengah).

(4)

SEMINAR NASIONAL Selain itu, seminar juga membahas

80 makalah hasil penelitian kedelai dan kacang-kacangan lainnya. Seminar dihadiri oleh 250an peserta dari penentu kebijakan, peneliti, penyuluh, dosen, mahasiswa, pengusaha agribisnis, dan instansi terkait.

Beberapa catatan penting dari seminar nasional tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 2014 produksi kedelai nasional menuju swasembada diproyeksikan 2,7 juta ton, akan dicapai secara bertahap melalui perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas nasional, masing-masing dari 0,8 juta hektar pada tahun 2009 menjadi 1,7 juta ha pada tahun 2014, dan dari 1,3 t/ ha pada tahun 2009 menjadi1,5 t/ ha pada tahun 2014.

2. Inovasi teknologi untuk men-dukung pencapaian produktivitas kedelai sebesar 1,5 t/ha sudah tersedia, meliputi varietas unggul, teknologi budi daya, pengendalian hama penyakit, dan pascapanen. Untuk sampai ke lahan petani, inovasi teknologi perlu segera didiseminasikan melalui berbagai media, antara lain penyuluhan secara intensif.

3. Perluasan areal tanam/panen kedelai dapat diupayakan melalui pemanfaatkan lahan bukaan baru atau lahan terlantar, lahan per-kebunan, lahan perhutani, pengaturan pola tanam, dan peningkatan indeks pertanaman. Pemerintah perlu berupaya menetapkan wilayah, khususnya di luar Jawa, yang diprioritaskan penggunaannya untuk pengem-bangan kedelai, dengan luas garapan 5-8 ha/KK petani.

4. Harga yang menguntungkan adalah faktor kunci bagi petani untuk mengusahakan kedelai. Harga kedelai yang dinilai dapat me-rangsang petani adalah 1,5 kali harga beras atau 2,5 kali harga jagung, atau sekitar Rp 6.000-7.000/ kg.

5. Penetapan wilayah/lahan yang sesuai atau yang dapat digunakan untuk pengembangan kedelai, berikut permasalahan dan kebu-tuhan teknologi, sarana produksi, dan infrastrukur pendukung. 6. Dari segi penerapan teknologi, hal

penting yang perlu mendapat perhatian khusus adalah pe-nyediaan benih bermutu dari varietas unggul dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu sesuai kebutuhan petani. Dalam kaitan ini perlu pembinaan dan dukungan terhadap penangkaran benih kedelai di daerah. Misalnya, benih yang dihasilkan oleh penangkar di daerah harus mendapat prioritas pertama untuk dibeli dan di-gunakan dalam program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), dengan harga minimal dua kali harga kedelai konsumsi.

7. Agar usahatani kedelai dapat dikembangkan pada berbagai lingkungan dan kompetitif ter-hadap komoditas pangan lainnya telah dihasilkan berbagai inovasi teknologi yang diharapkan mampu memberikan hasil tinggi, tahan terhadap cekaman biotik dann abiotik dengan biaya produksi yang efisien, antara lain: (a) genotipe berpotensi hasil tinggi, berumur sangat genjah (73 hari), toleran kekeringan, toleran lahan/tanah masam dan pasang surut, toleran naungan (50%), dan hama penyakit

utama; (b) teknologi budi daya yang meliputi pengolahan tanah, pengendalian gulma, pengelolaan hara/pupuk dan lengas tanah, serta pola tanam; (c) agens hayati dan pestisida nabati yang efektif mengendalikan hama pengisap polong, penyakit karat, dan rebah semai; (d) alat dan mesin pertanian untuk peng-olahan, penanaman, penyiangan, posesing dan pengolahan hasil untuk me-ningkatkan efisiensi dan nilai tambah.

8. Secara lebih khusus, pada ke-sempatan ini diusulkan beberapa hal yang perlu digarisbawahi: (a) perlu adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk pe-ngembangan kedelai menuju swasembada 2014, di antaranya memperbaiki harga kedelai di dalam negeri, misalnya melalui penerapan tarif impor dan/atau memberikan subsidi harga kepada petani; (b) impor dan tata niaga kedelai perlu dibenahi kembali, disarankan untuk ditangani oleh Bulog; (c) pengembangan ke-mitraan antara petani dengan swasta dan BUMN dalam berproduksi dengan pemberian insentif dari pemerintah kepada pihak yang terlibat; dan (d) para konsumen termasuk pengrajin dan industri pangan berbasis kedelai didorong untuk lebih meng-utamakan produksi kedelai dalam negeri. (MWT/HMT)

(5)

SARASEHAN

Sarasehan dan Workshop SL-PTT Kedelai

Terkait dengan Pekan Kedelai Nasional, Balitkabi menyelenggarakan

sarasehan tentang produksi benih sumber, pelatihan pembuatan

produk pangan berbasis kedelai, dan workshop SL-PTT kedelai.

S

arasehan penangkaran benih

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan produsen benih sumber kedelai. Pelatihan diikuti oleh sejumlah pihak terkait, antara lain penangkar benih, petugas dari Balai Benih Induk (BBI), Unit Produksi Benih Sumber (UPBS), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), penyuluh pertanian lapangan (PPL), dan petugas dari PT Sang Hyang Seri (SHS). Materi pelatihan meliputi program perbenihan kedelai nasional (Direktorat Perbenihan, Jakarta); regulasi perbenihan nasional (BPSB Jawa Timur), dan kunjungan ke lapangan. Narasumber berasal dari Direktorat Perbenihan, BPSB, dan Balitkabi.

Akan halnya pelatihan pembuatan produk olahan pangan dari kedelai bertujuan untuk memperkenalkan varietas kedelai dalam negeri sebagai bahan baku produk olahan, yang tidak kalah dan bahkan lebih baik dari kedelai impor. Sebagai narasumber dalam pelatihan ini adalah Balitkabi dengan materi pengenalan varietas unggul nasional sebagai bahan baku industri tahu, tempe, dan susu kedelai; b) PT Aneka Food Probolinggo dengan materi proses pembuatan kecap; c) PT Nusantara Gizindo Alami Pare dengan materi pembuatan susu kedelai; d) CV Bangkit Usaha Sanan Malang dengan materi pembuatan tempe; dan e) pengrajin tahu dari Malang.

Sarasehan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, antara lain pengrajin produk olahan kedelai, peneliti, penyuluh, BPTP Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan

Kalimanatan Timur, dan Dinas Ketahanan Pangan Malang, Jombang, Kediri, Blitar, Pasuruan, Grobogan, Ngawi, Semarang.

Workshop Pendampingan SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) dan upaya peningkatan produksi kedelai diikuti oleh 100an peserta dari berbagai institusi, antara lain Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, BBP2TP, Puslitbangtan, Balitkabi, BPTP dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan di sentra produksi kedelai. Rumusan dari workshop ini adalah sebagai berikut:

Dalam upaya peningkatan produksi

kedelai pada tahun 2010 (1,3 juta ton) dan swasembada kedelai pada tahun 2014 (2,7 juta ton) terdapat dua agenda penting: (1) reformasi tata niaga (kebijakan HPP dan tarif impor), (2) perluasan areal melalui roadshow ke institusi kehutanan dan perkebunan (BUMN), dan 3) peningkatan produktivitas. Peneliti diminta untuk mendampingi pe-nerapan PTT, termasuk di areal kehutanan dan perkebunan agar produktivias meningkat sesuai target.

Berdasarkan ARAM II BPS tahun 2010, produksi kedelai mengalami penurunan 4,84% dibandingkan dengan ATAP 2009 yang mencapai 974.512 ton. Produktivitas kedelai juga menurun (lebih rendah dari rata-rata produktivitas nasional tahun 2009 pada 24 provinsi dengan rincian 18 provinsi hanya mencapai produktivitas 1,1-1,35 t/ha dan 6

provinsi dengan produktivitas < 1,1 t/ha. Penyebab penurunan produk-tivitas perlu dikaji dan dicari cara untuk menutup gap sasaran produktivitas oleh BPTP, sehingga dalam kurun waktu 6 bulan ke depan pada ARAM III sasaran produksi dan produktivitas ter-capai.

Peningkatan produktivitas melalui

SL-PTT dipengaruhi oleh keter-sediaan input produksi yang tepat jumlah, kualitas dan waktu. Pelaksanaan SL-PTT ditentukan oleh kemampuan analisis pe-mecahan masalah oleh pemandu, disamping itu ketersediaan sarana penunjang (publikasi dan alat bantu SL-PTT).

Rencana tindak lanjut akan di-lakukan evaluasi produktivitas komoditas padi, jagung, kedelai pada 60% unit SL-PTT yang didampingi (LL, SL-PTT), 40% unit SL-PTT yang tidak didampingi dan di lahan petani di luar SL-PTT. Berdasarkan hasil evaluasi disusun skenario menutup gap produk-tivitas tersebut.

Penyediaan benih untuk uji adaptasi pada LL, untuk benih padi dan kedelai telah mencukupi. Sedangkan untuk benih jagung hibrida produksi dan kwalitas benihnya kurang. Dari uji adaptasi diharapkan kesesuaian lokasi dan musimnya, dipetakan dengan overlay pada peta AEZ.

Dari uji adaptasi VUB kedelai di BPTP Jawa Timur, apabila dijadikan benih, akan dapat menyumbang untuk pengembangan kedelai 8,89% dari luas tanam kedelai 6.428 ha. (NW/HK)

(6)

KEDELAI SUPER GENJAH

Kedelai Super Genjah

S

ejak 1918 hingga kini pemerintah telah melepas 71 varietas kedelai dengan karakteristik berbeda. Dalam periode 1930-1950, produktivitas varietas kedelai rata-rata hanya 0,5 ton per hektar, dalam periode 1950-1970 meningkat menjadi 0,7 ton per hektar, pada tahun 1990an 1,2 ton per hektar, dan dewasa ini 1,3 ton per hektar.

Dari segi umur, varietas kedelai yang sudah dilepas sampai saat ini dapat dibedakan menjadi genjah (kurang 80 hari), sedang (80-90 hari), dan dalam (lebih 90 hari). Kedelai super gejah yang ditandai oleh umur panen di bawah 75 hari berperan penting dalam me-ningkatkan intensitas tanam dan meng-hindarkan tanaman dari ancaman kekeringan pada musim kemarau, terutama di daerah yang bercurah hujan terbatas.

Melalui persilangan dan penelitian di lapangan, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah menghasilkan sejumlah galur harapan kedelai, satu di antaranya berumur super genjah yang dalam penelitian ditandai dengan kode Shr/W-C-60. Pengujian di beberapa lokasi di Indonesia menunjukkan pula bahwa galur harapan tersebut mampu ber-produksi hingga 3 ton, rata-rata 2,47 ton per hektar, biji berukuran sedang

dengan bobot 11,9 gram per 100 biji, dan umur panen 73 hari.

Galur harapan kedelai super genjah ini direncanakan untuk segera diusulkan pelepasannya oleh Menteri Pertanian. Nantinya, kedelai super genjah ini diberi nama varietas Gema,

singkatan dari genjah asal Malang, sebagaimana yang diusulkan oleh Balitkabi. Setelah dilepas sebagai kedelai unggul super genjah, varietas Gema dapat dipilih untuk dikembangkan, terutama di daerah bercurah hujan terbatas. (MMA)

Dengan umur panen 73 hari, galur kedelai SHR/W-C-60 mampu

berproduksi hingga 3 t/ha. Galur harapan ini diusulkan untuk

dilepas dengan nama Gema

Kedelai galur SHR/W-C-60 mampu berproduksi 3 t/ha dengan umur panen 73 hari merupakan hasil rakitan peneliti Balitkabi.

(7)

MUTU KEDELAI

S

ebagian besar (60-65 persen) kebutuhan kedelai di dalam negeri dipenuhi dari impor karena produksi nasional belum mampu memenuhi semua kebutuhan. Ciri utama kedelai impor adalah ukuran bijinya yang lebih besar dan disukai oleh umumnya industri tempe. Sebenarnya Badan Litbang Pertanian juga telah melepas beberapa varietas kedelai berbiji besar, seperti Burangrang, Bromo, Argomulyo, Anjasmoro, Agropuro, dan Gumitir. Bobot biji keenam varietas kedelai ini berkisar antara 14-18 gram per 100 biji, serupa dengan bobot biji kedelai impor yang berkisar antara 15-16 gram per 100 biji. Produk tempe yang dibuat dari varietas kedelai berbiji besar yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) tersebut sama mutunya dengan kedelai impor, bahkan kandungan protein dan rendemennya lebih tinggi.

Kedelai Lokal Ponorogo, varietas unggul Wilis dan Bromo cocok untuk bahan baku susu kedelai, rasanya enak dan disukai oleh banyak konsumen dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kadar protein minimal 2%. Pengolahan kering (pengupasan kulit secara mekanis) menghasilkan susu kedelai dengan kadar protein 1,5-2 kali lebih tinggi dibanding cara basah (perendaman), namun rendemennya turun 17,6 persen. Kedelai Lokal Ponorogo yang dilepas pada tahun 2008 dengan nama varietas Gepak Kuning menghasilkan

susu kedelai dengan mutu yang baik, demikian juga varietas Anjasmoro, Kaba, dan galur harapan Shr/W-C-60. Kadar protein susu kedelai varietas Detam-1 cukup tinggi (2,1 persen), namun warnanya agak gelap sehingga kurang disukai. Kedelai hitam seperti varietas Detam-1 dan Detam-2 memiliki zat antosianin yang penting artinya sebagai antioksidan. Kedua varietas kedelai berbiji hitam ini juga cocok dikembangan sebagai bahan baku kecap.

Kedelai varietas Merapi dan Cikuray juga berbiji hitam dan memiliki kadar

Kualitas tempe yang dibuat dari kedelai nasional dan kedelai impor. Kedelai nasional

Parameter Kedelai impor

Burangrang Bromo

Bobot 100 biji (g) 16,2 15,8 16,0

Kadar protein biji (% bk) 39,2 37,8 35,0

Kadar protein tempe (% bb) 26,7 24,3 22,1

Rendemen (%) 152,5 148,4 138,4

bk = basis kering; bb = basis basah

protein tinggi (42 persen), cocok pula untuk bahan baku kecap, namun bijinya relatif kecil. Mallika, varietas kedelai berbiji hitam yang dilepas pada tahun 2007 juga berbiji kecil dengan kadar protein yang lebih rendah (37 persen). Varietas Detam-1 dan Detam-2 dilepas pada tahun 2008, kadar proteinnya lebih tinggi (43-44,6 persen) dan bobot biji lebih besar (14 gram per 100 biji). Detam-1 dan Detam-2 mampu berproduksi hingga 3-3,5 ton per hektar, lebih tinggi dari varietas kedelai berbiji hitam Merapi, Cikuray, dan Mallika. (Erliana G)

Mutu Kedelai Nasional

Mutu Kedelai Nasional

Mutu Kedelai Nasional

Mutu Kedelai Nasional

Mutu Kedelai Nasional

Lebih Baik dari Kedelai Impor

Lebih Baik dari Kedelai Impor

Lebih Baik dari Kedelai Impor

Lebih Baik dari Kedelai Impor

Lebih Baik dari Kedelai Impor

(8)

BENIH SUMBER

Penyediaan Benih Sumber Kedelai

K

eberhasilan budi daya kedelai antara lain ditentukan oleh mutu benih yang digunakan. Mutu benih terkait pula dengan sumber benih yang terdiri atas benih penjenis (BS), benih dasar (BD), dan benih pokok (BP). Benih penjenis (BS) adalah benih sumber yang proses produksinya dikendalikan langsung oleh pemulia yang menemukan varietas atau yang diberi kewenangan mengembangkan varietas tersebut. Benih penjenis

digunakan sebagai benih sumber untuk produksi atau perbanyakan benih dasar.

Benih dasar adalah benih sumber yang produksi benihnya ditangani oleh produsen benih, misalya Balai Benih Induk (BBI), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan perusahaan benih milik BUMN/swasta yang profesional. Pengendalian mutu dalam proses produksi benih dasar adalah melalui sertifikasi benih oleh BPSB atau

melalui sistem manajemen mutu. Benih dasar digunakan untuk perbanyakan benih pokok.

Benih pokok adalah benih sumber yang produksinya dilakukan oleh produsen atau penangkar benih di daerah dan pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih oleh BPSB atau melalui sistem manajemen mutu. Benih pokok biasanya digunakan sebagai benih sumber untuk menghasilkan benih sebar (ES/BR).

Sistem perbenihan formal untuk kedelai belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Indikasinya, peng-gunaan benih bersertifikat untuk komoditas kacang-kacangan, termasuk kedelai, kurang dari 10%.

Dalam upaya penyediaan benih bermutu, Badan Litbang Pertanian terus berupaya menyediakan benih sumber untuk dikembangkan lebih lanjut oleh Balai Benih dan para penangkar benih. Pada tahun 2008 saja Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian telah mendistribusikan 15,54 ton benih sumber kedelai kepada para penangkar melalui BPTP, Dinas Pertanian, dan Balai Benih Induk, terutama di propinsi penghasil kedelai untuk dikembangkan lebih lanjut. Benih kedelai paling banyak diminati adalah dari varietas Sinabung, Ijen, Kaba, Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo, Wilis, dan Tanggamus. (MWT)

Pada tahun 2008, Balitkabi telah mendistribusikan lebih dari 15 ton benih kedelai kepada penangkar di daerah.

(9)

KERJA SAMA

Kerja Sama Penelitian Ubikayu untuk Bioenergi

Menipisnya ketersediaan bahan

bakar minyak (BBM) di perut

bumi mengundang perhatian

berbagai pihak untuk

menjadikan ubikayu sebagai

bahan baku bioenergi, dengan

harapan produksi ubikayu untuk

pangan tidak terabaikan.

P

enelitian membuktikan ubikayu dapat diolah menjadi bioetanol. Pencampuran bioetanol dengan premium secara proporsional (10% bioetanol dan 90% premium) tidak merusak mesin kendaraan bermotor. Hal ini menggelitik para investor untuk mengembangkan ubikayu sebagai bahan baku bioenergi yang diketahui tidak mencemari lingkungan.

PT Medco Ethanol, salah satu perusahaan yang berminat mengem-bangkan ubikayu untuk dijadikan bioetanol, memang tertarik bekerja-sama dengan Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) di bawah naungan Puslitbang Tanaman Pangan dari Badan Litbang Pertanian. Ruang lingkup kerja sama meliputi penelitian dan pengembangan varietas ubikayu, penelitian dan pengembangan budi daya ubikayu, dan penelitian dan pengembangan ubikayu sebagai bahan baku bioenergi. Kerja sama dituangkan dalam bentuk penandatangan nota kesepahaman (MoU) kerja sama penelitian dan pengembangan ubikayu oleh Dr I Made Jana Mejaya sebagai Kepala Balitkabi dan Iman Santoso sebagai Direktur Utama PT Medco Ethanol. Penanda-tangan MoU berlangsung di Balitkabi, Malang, pada 10 Maret 2010. Nota Kesepahaman itu berlaku dalam jangka waktu lima tahun, 2010-2014. Acara ini dihadiri oleh segenap staf peneliti Balitkabi dan staf PT. Medco Ethanol Lampung.

PT Medco Ethanol merupakan bagian dari PT Medco Energy Downstream yang memfokuskan usaha pada industri ethanol. Perusahaan ini

telah mendirikan industri ethanol di Kotabumi Utara, Lampung Utara, dengan kapasitas terpasang 150 Kl ethanol per hari dengan bahan baku ubikayu 1.000 ton per hari. Namun hingga saat ini produksi ethanol baru sekitar 60 Kl per hari dengan kebutuhan ubikayu 400 ton per hari, yang berasal dari Kebun Inti (kemitraan dengan petani) 40% dan dari masyarakat sekitar pabrik 60%. Permasalahan yang dihadapi adalah belum terjaminnya pasokan dan harga ubikayu yang fluktuatif. Aspek yang menjadi fokus kerja sama adalah:

a. Pengembangan teknologi budi daya maju yang tidak mengubah sosial ekonomi masyarakat sehingga langsung dapat diadopsi petani b. Pengembangan teknologi maju

dengan input tinggi yang mampu memaksimalisasi produksi ubikayu di lahan kering masam yang akan diterapkan di kebun milik perusahaan.

c. Penelitian teknologi produksi berwawasan lingkungan (misalnya pemakaian biofertilizer) yang dapat menjamin kelestarian usahatani ubikayu di lahan kering masam. d. Pelatihan dan pembinaan

ke-lompok tani yang menjalin kemitraan dengan perusahaan, sebagai salah bentuk social responsibility perusahaan kepada masyarakat sekitar.

Setelah penandatanganan nota kesepahaman, Direktur Utama PT Medco Ethanol, Iman Santoso, ber-kesempatan melihat pameran mini varietas unggul dan klon harapan ubikayu berproduktivitas tinggi dan sesuai sebagai bahan baku ethanol, dilanjutkan meninjau laboratorium dan fasilitas penelitian di Balitkabi. (NS/MWT)

Penandatanganan naskah kerjasama penelitian ubikayu oleh Kepala Balitkabi, Dr I Made Jana Mejaya, dan Direktur Utama PT Medco Ethanol, Iman Santoso.

(10)

HAMA WERENG

Hama Wereng Coklat Kembali Mengganas

Hama wereng coklat kembali mengganas, kali ini di Jalur Pantura Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Kerugian yang ditimbulkan cukup besar. Di Sukamandi Jawa Barat saja,

misalnya, lebih dari 350 ha pertanaman padi berumur 15-30 hari harus dieradikasi

ditanam ulang dengan nilai kerugian 1,5 milyar rupiah.

W

ereng coklat Nilaparvata

lugens (Stal.) menjadi salah

satu hama yang menakut-kan sejak pertengahan 1970-an. Munculnya hama wereng coklat pada saat itu merupakan konsekuensi dari penerapan sistem intensifikasi padi (varietas unggul, pemupukan N dosis tinggi, IP >200, penggunaan insektisida yang tidak tepat jenis, dosis, dan waktu aplikasi).

Hama ini memiliki kemampuan berkembang biak yang sangat tinggi. Selama hidupnya seekor wereng betina mampu memproduksi 900 butir telur. Siklus hidup wereng coklat pendek, sekitar 28 hari, sehingga laju per-kembangannya pada varietas peka pada kondisi lingkungan yang optimum dapat mencapai 2.000 kali dalam satu musim. Penanaman varietas peka dalam pola tanam tidak teratur merupakan pemicu perkembangan dan penyebaran hama wereng coklat.

Tanaman padi yang terserang hama wereng coklat menyebabkan warna daun dan batang menjadi menguning, kemudian berubah menjadi coklat, dan akhirnya seluruh tanaman mengering seakan tersiram air panas (hopperburn). Wereng coklat juga merupakan serangga penular (vektor) penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput yang dapat menginfeksi tanaman padi

bercabang, malai tidak keluar sempurna, dan gabah hampa. Tanaman padi yang tertular virus kerdil rumput juga tumbuh kerdil, anakan banyak, daun memendek, dan tidak bermalai.

Kembali Mengganas

Akhir-akhir ini di Jalur Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah telah terjadi serangan hama wereng coklat yang cukup mengkhawatirkan, bahkan sudah termasuk kejadian luar biasa (KLB). Intensitas serangan yang tinggi terjadi di Kabupaten Subang, Karawang, Pur-wakarta (Jawa Barat) dan Kabupaten Pati, Kudus, Demak, dan Jepara (Jawa Tengah).

Terjadinya ledakan hama wereng coklat di jalur Pantura Jawa Barat pada MT 2010 disebabkan oleh waktu tanam yang tidak serempak, penanaman varietas rentan, dan banyak petani yang menggunakan insektisida yang tidak direkomendasikan. Hal ini menyebab-kan resurgensi hama wereng coklat. Dalam keadaan panik, petani mencampur insektisida dengan berbagai bahan lain seperti solar, oli, dan racun semprot nyamuk komersial. Identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa petani tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang teknik pengendalian hama wereng

insektisida disemprotkan di atas kanopi tanaman padi pada pagi hari di mana terdapat cukup banyak embun sehingga efikasi insektisida rendah.

Nilai Kerugian dan Saran Pengendalian

Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh ledakan wereng coklat cukup besar. Di Kebun Percobaan Sukamandi Jawa Barat dan sekitarnya, sekitar 350 ha pertanaman padi berumur 15-30 hari setelah tanam harus dieradikasi dan ditanam ulang. Akibatnya, kerugian yang diderita petani penggarap dan kebun percobaan mencapai 1,5 milyar rupiah untuk penggarapan lahan dan sarana produksi. Kerugian yang lebih

(11)

Untuk mengatasi dan mencegah meluasnya serangan hama wereng coklat, Pemerintah Daerah dan instansi terkait hendaknya mengambil langkah tindak lanjut sebagai berikut:

1. Menghimbau petani untuk semen-tara tidak menanam varietas padi rentan seperti ketan, Cilamaya Muncul, IR42, dan IR64. Varietas padi yang disarankan untuk ditanam adalah Inpari 1 hingga Inpari 10, khususnya Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 6.

2. Padi hibrida disarankan ditanam pada daerah yang bukan endemik hama wereng coklat. Penanaman padi hibrida perlu mendapat pengawasan yang ekstra ketat agar wereng coklat dapat dikendalikan

sedini mungkin. Sampai saat ini tidak satu pun varietas padi hibrida yang tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 3.

3. Perlu dilakukan monitoring ter-hadap keberadaan hama wereng coklat, seminggu sekali atau paling lambat dua minggu sekali. Khusus di daerah yang sudah terserang wereng coklat, monitoring harus lebih intensif. Pengendalian segera dilakukan jika populasi wereng telah mencapai ambang ekonomi (empat ekor per rumpun pada fase vegetatif dan tujuh ekor per rumpun pada fase generatif). 4. Meningkatkan kewaspadaan

terhadap penyakit virus kerdil hampa dan penyakit virus kerdil

rumput yang ditularkan oleh wereng coklat. Satu ekor wereng coklat yang mengandung virus dapat menulari satu atau lebih tanaman padi di pembibitan atau tanaman padi di lapangan yang berumur kurang dari satu bulan setelah tanam. Kalau sudah ada gejala serangan maka tanaman perlu dieradikasi karena tidak ada racun yang dapat mengendalikan penyakit virus.

5. Untuk menghindari resurgensi dan resistensi dilarang keras meng-gunakan insektisida yang me-ngandung bahan aktif cyper-methrin untuk mengendalikan hama wereng coklat. (IPW)

Inpari 13, Padi Tahan Wereng Coklat

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah merakit padi tahan hama wereng coklat,

dilepas dengan nama Inpari 13. Selain tahan wereng coklat, varietas unggul baru

ini berumur sangat genjah, hasil tinggi, dan rasa nasinya enak.

K

ebutuhan beras di Indonesia terus meningkat, sementara kendala yang dihadapi petani dalam berproduksi semakin beragam, seperti konversi lahan sawah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Akhir-akhir ini, hama wereng coklat yang menjadi musuh petani pun telah merusak pertanaman padi di beberapa lokasi di sentra produksi. Untuk melanggengkan ketahanan pangan nasional, hama penting ini tentu perlu dikendalikan dengan seksama. Salah satu alternatif dalam mengendalikan hama wereng coklat adalah menanam varietas tahan dan berumur genjah.

Varietas Unggul Baru Padi Varietas Inpari 13 di Kebun Percobaan Sukamandi, MT II 2010.

(12)

VARIETAS BARU Varietas unggul padi sawah yang

telah berkembang di petani hingga saat ini rata-rata berumur genjah sampai sedang (110-124 hari). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah melakukan suatu terobosan dalam perakitan varietas unggul baru, dengan merakit varietas padi sangat genjah dan tahan terhadap wereng coklat. Varietas unggul tersebut dilepas pada akhir tahun 2009 dengan nama Inpari 13 (Inpari: Inbrida Padi Irigasi). Varietas unggul baru ini dapat dipanen pada umur 103 hari. Selain sangat genjah dan tahan hama wereng coklat, Inpari 13 juga berdaya hasil tinggi. Selama pengujian di beberapa lokasi, varietas unggul baru ini mampu berproduksi 8,0 t/ha dengan rata-rata 6,59 t/ha.

Penampilan Agronomis

Inpari 13 yang dihasilkan dari persilangan antara galur OM606 dan IR18348-36-3-3 memiliki postur tanaman yang pendek, rata-rata 103 cm, lebih pendek dibandingkan dengan IR64 dan Ciherang masing-masing dengan tinggi tanaman 115-126 cm dan

107-125 cm. Jumlah anakan produktifnya cukup banyak, rata-rata 17 batang per rumpun, setara dengan varietas Ciherang (14-17 batang). Sama dengan IR64 dan Ciherang, Inpari 13 juga memiliki pertumbuhan daun tegak yang relatif dapat menghambat burung saat memakan gabah di malai.

Mutu Beras

Sebagian besar penduduk di Indonesia menyukai tektur nasi yang pulen, seperti tekstur nasi Ciherang dan IR64 yang memang disukai oleh banyak konsumen. Tekstur nasi varietas Inpari 13 juga pulen dengan kadar amilosa 22,4%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kadar amilosa varietas IR64 dan Ciherang (23%). Sama dengan IR64 dan Ciherang, bentuk beras Inpari 13 juga panjang dan ramping. Warna gabah kuning bersih dengan tingkat kerontokan sedang, sehingga relatif memudahkan petani dalam proses perontokan gabah. Bobot 1.000 butir gabah Inpari 13 adalah 25,2 g, sesuai dengan potensi hasilnya.

Tahan Wereng Coklat dan Blas

Wereng coklat merupakan hama tanaman padi yang merugikan petani. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi hama ini. Kelompok peneliti pemuliaan tanaman bekerjasama dengan kelompok peneliti hama dan penyakit tanaman padi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang bermarkas di Sukamandi, Jawa Barat, berupaya merakit varietas yang tahan terhadap hama wereng coklat. Selama pengujian, Inpari 13 terbukti tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3, lebih baik dari varietas IR64 dan Ciherang yang hanya tahan terhadap biotipe 1 dan atau biotipe 2.

Selain tahan hama wereng coklat, Inpari 13 juga tahan terhadap penyakit blas yang juga dapat menyebabkan turunnya produksi padi. Varietas unggul baru yang berumur sangat genjah ini cocok ditanam di lahan sawah irigasi hingga ketinggian 600 m dpl. (ROZA)

Perbandingan sifat varietas unggul Inpari 13 dengan IR64 dan Ciherang.

Deskripsi Inpari 13 IR64 Ciherang

Bentuk beras Panjang, ramping Panjang, ramping Panjang, ramping

Bentuk tanaman Tegak Tegak Tegak

Tektur nasi Pulen Pulen Pulen

Kadar amilosa 22,4% 23% 23%

Rata-rata hasil 6,6 t/ha 5,0 t/ha 6,0 t/ha

Potensi hasil 8,0 t/ha 6,0 t/ha 8,5 t/ha

Umur tanaman 101-103 hari 110-120 hari 116-125 hari

Tinggi tanaman 103 cm 115-126 cm 107-125 cm

Jumlah anakan produktif 17 batang 20-35 batang 14-17 batang

Ketahanan terhadap hama Tahan wereng Tahan wereng Tahan wereng coklat biotipe coklat biotipe 1 coklat biotipe 2

Referensi

Dokumen terkait

Impact of stress on job performance: An empirical study of the employees of private sector universities of Karachi, Pakistan. A framework for assessing impacts

Pemilihan Kepala Desa di Desa Kandangan sebelum diterapkannya e- Pilkades berjalan seperti biasanya.Akan tetapi panitia atau masyarakat tidak tau apakah daftar calon pemilih itu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan yang bersinergitas dengan e-Commerce yang menggunakan fasilitas responsive, yaitu web bootstrap, dalam membantu pendanaan

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh oleh Ryanda Bella Rengku (2012), yang menyatakan bahwa faktor internal berupa mental

Penyediaan nasi bungkus dari waktu ke waktu kepada pengungsi Merapi juga telah membuat mereka bosan dan enggan makan karena tidak sesuai dengan selera, dan masih banyak

biaya langsung dan tidak langsung dari produk jasa pelatihan SDM yang dilakukan Pumping Learning Center, menganalisis objek biaya pada produksi sebuah training yang dilakukan

Zat tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, dan biasanya merupakan unsur khas makanan mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,

Pada tumbuhan C3, enzim yang menyatukan CO 2   dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal