1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kejadian disabilitas bisa terjadi di seluruh tempat di dunia. Fakta global saat inimenyatakan bahwa sekitar 3% dari total jumlah penduduk dunia adalah penyandang disabilitas. Menurut hasil penelitian Diono et al (2014), ditemukan bahwa 15,3% populasi di dunia (sekitar 978 juta orang dari 6,4 milyar estimasi jumlah penduduk pada tahun 2004) mengalami disabilitas sedang atau parah dan 2,9% atau 185 juta mengalami disabilitas parah.
disabilitas mental serta 1,158,012 penyandang disabilitas kronis.
Disabilitas psikologis menurut klasifikasi desa/kota banyak terjadi di perdesaan (36,6%) dibanding di perkotaan dan pada disabilitas sosial (27,7%). Dari jenis pekerjaan menunjukkan bahwa persentase disabilitas psikologis yang tidak bekerja lebih tinggi (45,4% dan 36,9%) dari pada kelompok jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan dari persentase jenis kelamin disabilitas psikologis lebih tinggi pada wanita (36,6% dan 26,3%) dibandingkan pada laki-laki.
15 dan ke atas sebesar 19,4% (892 juta orang) dan 3,8% (175 juta orang).
Salah satu keterbatasan itu disebut dengan tunagrahita. Menurut Muttaqin (2008), tunagrahita disebut juga retardasi mental merupakan keadaan fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu serta berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri dan proses pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya. Menurut Apriyanto (2012) tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas di bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami kesusahan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.
trauma psikologi, masalah dalam pengasuhan anak, beban finansial dan isolasi sosial. Hal ini akan menciptakan perasaan-perasaan negatif seperti ketakutan, tidak berdaya dan perasaan melindungi anak terlalu berlebihan sehingga akan mempengaruhi peran seorang ibu dalam keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triana dan Andriany (2010), tentang stres dan koping keluarga pada anak tunagrahita menunjukkan bahwa stressor keluarga dengan anak tunagrahita yaitu pengorbaban waktu kerja, finansial, kesulitan menegakkan kedisiplinan, stigma masyarakat dan pertumbuhan anak terhambat serta kecemasan akan masa depan anak.
reaksi terhadap tekanan yang berfungsi untuk memecahkan, mengurangi, dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti ingin mencari tahu tentang strategi koping yang diterapkan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita.
1.2. Fokus penelitian
Fokus pada penelitian ini yaitu menggunakan subjek pada ibu yang memiliki anak tunagrahita. Alasan memilih ibu sebagai riset penelitian dikarenakan ibu yang memiliki anak cenderung mengalami stres. Dengan demikian diharapkan peneliti dapat memperoleh gambaran mengenai strategi coping yang lebih mendalam pada subjek.
1.3. Tujuan penelitian
Mengetahui gambaran strategi koping pada ibu yang memiliki anak tunagrahita.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
upaya peningkatan pelayanan kesehehatan yang komprehensif.
1.4.2. Manfaat praktis
1. Bagi para ibu yang memiliki anak tunagrahita, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi pada mereka mengenai strategi koping yang dilakukan dalam menghadapi anak yang mengalami tunagrahita.