PEMAKNAAN KARI KATUR SURAT KABAR KOMPAS
( Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar
Kompas “Kontroversi Hubungan I ndonesia - Malaysia” Edisi
Sabtu, 4 September 2010)
S K R I P S I
oleh :
RENATO HARSAPUTRA
0743010273
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDI DI KAN DAN PERUMAHAN
UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR
FAKULTAS I LMU SOSI AL DAN I LMU POLI TI K
PROGRAM STUDI I LMU KOMUNI KASI
PEMAKNAAN KARIKATUR SURAT KABAR KOMPAS
(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat KabarKompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010)
Disusun Oleh :
RENATO HARSAPUTRA 0743010273
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 12 Mei 2011
Pembimbing Tim Penguji 1) Ketua
Dra. Diana Amalia, M.Si Juwito, S.Sos, M.Si NIP. 19630907.199103.2001 NPT. 3.670.495.003.61
2) Sekretaris
Drs. Syaifudin Zuhri, S.Sos, M.Si
NPT. 3.700.694.003.51
3) Anggota
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907.199103.2001
Mengetahui,
DEKAN
PEMAKNAAN KARIKATUR SURAT KABAR KOMPAS
(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat KabarKompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010)
Disusun Oleh :
RENATO HARSAPUTRA 0743010273
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian / Seminar Skripsi
Menyetujui,
PEMBIMBING
Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907.199103.2001
Mengetahui,
DEKAN
KATA PENGANTAR
Halleluyah, Puji Tuhan penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena mukjizat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Hanya
kepada Tuhan Yesus rasa syukur yang penulis panjatkan atas segala keberhasilan
dan kelancaran selama proses mengerjakan Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui
bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan Skripsi ini, tetapi faktor
kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Kesulitan itu akan terasa lebih
mudah apabila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki dan percaya
bahwa Tuhan Yesus selalu menyertai hingga terselesaikannya Skripsi ini. Semua
proses kemudahan dan kelancaran pada saat pembuatan Skripsi ini tidak lepas dari
segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun yang tidak sengaja telah
memberikan perhatian dan sumbangsihnya. Maka penulis “wajib” mengucapkan
banyak terima kasih kepada beliau yang disebut sebagai berikut :
1. Bapak, Ibu, Mas Indra Harsaputra dan Mas Windy Harsaputra
yang telah mendukung, membimbing dengan penuh kasih sayang
yang tulus dan perhatian secara moriil maupun materiil, serta doa
restunya demi keberhasilan penelitian skripsi ini.
2. Ibu Dra. H.Suparwati, Ec, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
v
3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi, Ketua Progdi Ilmu Komunikasi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra. Diana Amalia, Msi, Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
saran dan petunjuk sampai terselesainya penelitian Skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan
ilmunya.
Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada pacar dan
teman - teman yang telah membantu dalam proses mengerjakan Skripsi ini, baik
dari dukungan, bimbingan maupun doanya :
1. Sisca Ayu Putri Darsono yang tidak bosan untuk memberikan
motivasi dan dukungan demi kelancaran dan keberhasilan
penelitian Skripsi ini.
2. Qeis Ghifari, Erwin Weber, Dimas Agil, Taufiq Prabowo,
Immanuel Yoyakhim, Marselino Maispatella, Rizqisyah Dwijaya
Irawan, Wedyasmara, Bagus Syafril dan seluruh teman - teman
yang telah membantu dan memberikan dorongan hingga
Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan - kekurangan dalam
penyusunan Skripsi penelitian ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Terima kasih.
Surabaya, Mei 2011
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 12
1.3 Tujuan Penelitian ... 12
1.4 Kegunaan Penelitian ... 13
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Surat Kabar ... 14
2.1.2 Pengertian Politik ... 15
2.1.3 Kartun dan Karikatur ... 17
2.1.4 Karikatur Dalam Media Massa ... 18
2.1.5 Kritik Sosial ... 19
2.1.6 Tipografi ... 23
2.1.7 Komunikasi Non Verbal ... 26
2.1.8 Pakaian Adat Khas Bangsa Malaysia ... 31
2.1.9 Pendekatan Semiotika ... 33
2.1.10 Semiotika Charles Sanders Pierce ... 35
2.1.11 Konsep Makna ... 38
2.2 Kerangka Berpikir ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Metode Penelitian ... 44
ix
3.3 Unit Analisis ... 46
3.3.1 Ikon ... 46
3.3.2 Indeks ... 47
3.3.3 Simbol ... 48
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.5 Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 53
4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas ... 53
4.1.2 Sejarah Harian Kompas ... 54
4.2 Penyajian Data ... 56
4.3 Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi Sabtu, 4 September 2010 ... 60
4.3.1 Ikon (Icon) ... 62
4.3.2 Indeks (Index) ... 67
4.4 Makna Keseluruhan Pemaknaan Karikatur “Oom Pasikom pada
Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010 (dalam model
Triangel of Meaning Peirce) ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 80
5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce ... 37
Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce ... 38
Gambar 2.3 : Bagan Kerangka Berpikir ... 43
Gambar : Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi
ABSTRAKSI
RENATO HARSAPUTRA, PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA SURAT KABAR KOMPAS
(Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Oom Pasikom Pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia” Edisi sabtu, 4 September 2010)
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah Semiotika Charles Sanders Peirce, Karikatur dalam Media Massa dan Konsep Makna.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010, kemudian di interpretasikan dengan menggunakan ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode semiotik.
Hasil analisis dan interpretasinya yang menampilkan gambar karikatur Oom Pasikom pada Surat Kabar Kompas edisi Sabtu, 4 September 2010 adalah tidak tegasnya sikap pemerintah dalam masalah sengketa hubungan Indonesia - Malaysia
Kesimpulan yang didapat adalah masyarakat tidak menginginkan pemerintah bersikap diam dalam menghadapi masalah sengketa Indonesia - Malaysia karena menyangkut kehormatan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kata Kunci : Pemaknaan, Karikatur, Semiotik, Surat Kabar Kompas, Oom Pasikom
ABSTRACT
RENATO HARSAPUTRA, OOM PASIKOM OF MEANING OF CARICATURE IN KOMPAS NEWSPAPER
(Semiotic Study of the Meaning of Caricature Oom Pasikom In Kompas Newspaper "Controversy Relations Indonesia - Malaysia" Edition Saturday, September 4, 2010)
Goals to be achieved in this research is to know the meaning of caricature Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010.
The foundation of the theories used in this study including the Semiotics of Charles Sanders Peirce, Caricature in Mass Media and the Concept of Meaning.
The unit of analysis in this study is a sign that is in the form of caricature drawings and writings contained in the caricature of Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010, and then interpreted by using the icon, index, and symbol. While the data analysis techniques used in this research is descriptive method. This study uses a semiotic method.
Result analysis and interpretation featuring caricature drawings Oom Pasikom in Kompas newspaper edition on Saturday, September 4, 2010 is not specifically dispute the government's attitude in the relations between Indonesia - Malaysia
The conclusion is that people do not want the government to be silent in the face ofthe dispute Indonesia - Malaysia because it involves the honor and sovereignty of the Unitary Republic of Indonesia (NKRI).
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari komunikator pada khalayak. Masyarakat haus
akan informasi, sehingga media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Media massa terdiri dari media massa cetak, dan media massa elektronik.
Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, dan buku. Sedangkan
media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain -
lain. Media cetak seperti, majalah, buku, surat kabar justru mampu
memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat
dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya. (Cangara,
2005:128)
Saat ini media massa lebih menyentuh persoalan - persoalan yang
terjadi di masyarakat secara aktual, seperti harus lebih spesifik dan
proporsional dalam melihat sebuah persoalan sehingga mampu menjadi
media edukasi dan informasi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat.
Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah kepentingan
pencerahan dengan kepentingan media massa sebagai lembaga produksi
sehingga kasus - kasus pengaburan berita tidak harus terjadi dan
Selama ini kita tahu bahwa surat kabar tidak hanya saja sebagai
pencarian informasi yang utama dalam fungsi - fungsinya, tetapi bisa juga
mempunyai suatu karakteristik yang menarik yang perlu diperhatikan
untuk memberikan analisis yang sangat kritis yang akan menumbuhkan
motivasi, mendorong serta mengembangkan pola pikir bagi masyarakat
untuk semakin kirits dan selektif dalam menyikapi berita - berita yang ada
di dalam media, khususnya surat kabar. (Sumadria, 2005:86)
Surat kabar saat ini, seiring dengan perkembangan zaman,
perubahan - perubahan dalam isi atau content yang ditampilkan oleh koran
sangat bervariasi, mulai dari informasi berita (baik dalam maupun luar),
hiburan, gaya hidup, informasi lowongan pekerjaan, iklan dan tips - tips
kesehatan. Koran (dari Bahasa Belanda : Krant, dari Bahasa Perancis :
Courant) atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah
dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas
koran, yang berisi berita - berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya
bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat
kabar juga berisi komik, TTS dan hiburan lainnya. Ada juga surat kabar
yang dikembangkan untuk bidang - bidang tertentu, misalnya berita untuk
industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau
partisipasi kegiatan tertentu. Jenis surat kabar libur biasanya diterbitkan
setiap hari, kecuali pada hari - hari libur. Selain itu, juga terdapat surat
kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dengan
negara mempunyai setidaknya satu surat kabar nasional yang terbit di
seluruh bagian negara. Di Indonesia contohnya adalah Kompas.
Kompas sebagai salah satu media massa terbesar di Indonesia
tentunya berfungsi sebagai kontrol sosial bagi masyarakat. Selain itu
Kompas juga dapat berfungsi sebagai media kritik bagi pemerintah. Salah
satu buktinya berupa karikatur yang terdapat dalam editorial Oom
Pasikom. Oom Pasikom merupakan opini redaksi surat kabar Kompas
yang dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan
berbagai permasalahan bangsa Indonesia. Misalnya masalah sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan musibah bencana alam yang terjadi di
Indonesia.
Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial seringkali kita
temui didalam berbagai media massa baik media cetak maupun media
elektronik. Di dalam media ini, karikatur menjadi pelengkap artikel dan
opini. Keberadaannya biasanya disajikan sebagai selingan atau dapat
dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati artikel -
artikel yang lebih serius dengan sederetan huruf yang cukup melelahkan
mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan - pesan yang disampaikan
dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan - pesan yang
disampaikan lewat berita dan artikel, namun pesan - pesan dalam karikatur
lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar
disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau
mempermalukan. (Indarto, 1999: 5).
Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan
bahasa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud,
penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur lebih diarahkan kepada
pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon
terhadap apa yang yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan
kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan
pandangan - pandangan seorang karikaturis, namun melalui suatu proses
interpretasi muatan makna yang terkandung didalamnya akan dapat
berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih
dalam pemaknaannya.
Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar
makna sosial dibalik tindakan manusia, atau menginterpretasikan maksud
dari karikatur sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru
Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus
ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui
saling memahami makna dari masing - masing tindakan (Indarto, 1999: 1).
Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan
dari unsur - unsur kecerdasan, ketajaman, dan ketepatan berpikir secara
kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena
permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara
karikatur juga perlu memiliki referensi - referensi sosial agar mampu
menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi,
maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatural
sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan
headline.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa karikatur merupakan salah
satu wujud lambang (symbol) atau bahasa visual yang keberadaannya
dikelompokkan dalam kategori komunikasi non verbal dan dibedakan
dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Karikatur
merupakan ungkapan ide atau pesan dari karikaturis kepada publik yang
dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.
Gagasan menampilkan tokoh atau simbol yang realistis
diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah
dimengerti dibandingkan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar
merupakan pesan nonverbal yang dapat menjelaskan dan memberikan
penekanan tertentu pada isi pesan. Gambar dalam karikatur sangat
berpengaruh, karena gambar lebih mudah diingat daripada kata - kata,
paling cepat pemahamannya dan mudah dimengerti, karena terkait dengan
maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang
sudah dikenal. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitas yang
tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut
kebutuhan informasi visual yang diperlukan. Simbol atau tanda pada
faktualnya. Dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan situasi yang
simbolis pula. Dimana didalamnya terkandung makna, maksud dan arti
yang harus diungkap.
Simbol pada gambar merupakan simbol yang disertai maksud
(signal). Sobur (2003: 163) menyatakan bahwa pada dasarnya simbol
adalah sesuatu yang berdiri atau ada sesuatu yang lain, kebanyakan
diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat berdiri
untuk institusi, ide, cara berpikir, harapan, dan banyak hal lain. Dapat
disimpulkan bahwa simbol atau tanda pada sebuah gambar memiliki
makna yang dapat digali, dengan kata lain, bahasa simbolis menciptakan
situasi yang simbolis pula atau memiliki sesuatu yang mesti diungkap
maksud dan artinya.
Kartun merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung),
artinya bahwa penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar kartun
tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa
simbol. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam gambar kartun
tersebut merupakan makna yang terselubung. Simbol - simbol pada
gambar kartun tersebut merupakan simbol yang disertai signal (maksud)
yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya dan mereka
yang menerimanya.
Karikatur (latin : caricature) sebenarnya memiliki arti sebagai
gambar yang didistorsikan, diplesetkan atau dipelototkan secara
memelototkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke - 17 di Eropa,
Inggris dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media
cetak pada saat itu (Pramoedjo, 2008 : 13). Karikatur adalah bagian kartun
yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap
seseorang atau suatu masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun
karikatur merupakan kartun satire yang terkadang tidak menghibur,
bahkan dapat membuat orang tesenyum kecut. (Pramoedjo, 2008 : 13)
Karikatur membangun masyarakat melalui pesan - pesan sosial
yang dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Jika dilihat dari
wujudnya, karikatur mengandung tanda - tanda komunikatif. Lewat bentuk
- bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping
itu, gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan
mampu mempersuasi khalayak yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk
mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda
visual (terkait dengan ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual) karikatur
dengan pendekatan semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika
diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang
terkandung dibalik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan
masyarakat.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.
yang didapatkan, sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara
menggambarkannya apakah secara ikon, indeks, maupun simbolis.
Oom Pasikom merupakan opini redaksi media Kompas yang
dituangkan dalam bentuk gambar karikatur yang menggambarkan berbagai
permasalahan bangsa ini. Baik masalah sosial, ekonomi, politik, budaya,
bahkan musibah yang sedang dialami masyarakat. Isi pesan dari gambar
tersebut biasanya ditujukan untuk mengkritik kebijakan atau langkah
pemerintah atau lembaga dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaiatan dengan kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kritik yang
diopinikan media tersebut adalah kritik yang membangun, kritik yang
ditujukan kearah perbaikan untuk semua pihak yang bersangkutan.
Dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengambil objek penelitian
gambar karikatur editorial Oom Pasikom yang bertema “Kontroversi
Hubungan Indonesia - Malaysia” pasca penyanderaan karyawan
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia yang terjadi di
perairan sebelah utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Pada saat berpatroli
polisi laut Indonesia berhasil menangkap lima kapal nelayan yang tengah
beroperasi secara illegal, tiga petugas Kementrian dan Kelautan Perikanan
(KKP) malah ditangkap dan ditahan Polisi Marin Diraja Malaysia di sel
tahanan mereka di Johor Bahru, insiden tersebut memicu kemarahan
seluruh Bangsa Indonesia.
Hubungan Indonesia - Malaysia seringkali mengalami ketegangan
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bahkan dari tahun 1945
pada jaman Presiden Soekarno, Malaysia seringkali menggangu wilayah
kedaulatan Indonesia hingga pada saat itu Presiden Soekarno menyerukan
“Ganyang Malaysia” dalam pidato kenegaraannya. Malaysia tidak hanya
mengklaim atau mengakui wilayah kedaulatan Indonesia, tetapi juga
mengklaim kebudayaan Indonesia. Beberapa kasus yang membuat
ketegangan hubungan antara Indonesia - Malaysia :
1) Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang akhirnya diputuskan
menjadi milik Malaysia oleh Mahkamah Konstitusi Internasional
di Den Haag (Belanda).
2) Sengketa Blok Ambalat yang saat ini masih menjadi sengketa
antara Malaysia dan Indonesia.
3) Malaysia mengklaim Tari Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange,
Kesenian Batik dan Alat Musik Angklung yang merupakan
warisan kebudayaan Bangsa Indonesia.
4) Penyiksaan dan pemerkosaan para TKI (Tenaga Kerja Indonesia)
yang bekerja di Malaysia.
5) Nelayan Malaysia yang seringkali masuk dalam wilayah
kedaulatan Indonesia yang klimaksnya tiga petugas Kementrian
dan Kelautan Perikanan (KKP) ditangkap dan ditahan Polisi
Marin Diraja Malaysia sebagai alat barter nelayan Malaysia yang
telah ditangkap oleh Polisi Laut Indonesia karena memasuki
Pendapat pro dan kontra terhadap hubungan Indonesia - Malaysia
lebih didasarkan pada suatu keyakinan bahwa di satu sisi Malaysia
menjadi salah satu negara terbesar yang menjadi tujuan para TKI asal
Indonesia yang menjadi sumber devisa negara bagi Indonesia. Di sisi lain,
Malaysia akan semakin menyudutkan Bangsa Indonesia sebagai budak
Malaysia. Maka tidak mengherankan bila terjadi aksi unjuk protes dan
demo besar - besaran menentang hubungan antara Indonesia - Malaysia.
Dalam gambar editorial Oom Pasikom, ditampilkan diantaranya
dengan visualisasi gambar dua orang berbangsa Malaysia yang sedang
menghina orang Indonesia dengan memakai sarung dan peci, tetapi
kemudian Menteri Luar Negeri Indonesia yang memakai peci bersikap
diam sambil melihat dua orang berbangsa Malaysia dan dibelakang
Menteri Luar Negeri Indonesia Indonesia terdapat dua orang berbangsa
Indonesia, yang satu mengekspresikan kemarahan sambil melotot
sedangkan yang satu lagi beranggapan “mungkin kita ini dianggapnya
cuma sebagai REPOEBLIK TKI !”
Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor Tenaga
Kerja Indonesia ke Malaysia. Banyak Tenaga Kerja Indonesia yang
mencari nafkah di Malaysia oleh karena itu Malaysia menjadikannya para
TKI budak Malaysia. Banyak kasus yang menimpa para TKI, mulai dari
penyiksaan, pemerkosaan dan hukuman penjara. Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar
menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan
dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja
Wanita (TKW). TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam
setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006).
Ketertarikan peneliti terhadap kartun editorial Oom Pasikom yang
terdapat dalam Surat Kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Hubungan
Indonesia - Malaysia” disebabkan karena dalam mengungkapkan
komentar, kartun editorial Oom Pasikom tersebut menampilkan masalah
tidak secara harafiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna tersirat
di balik peristiwa. Metafora merupakan pengalihan sebuah simbol (topik)
ke sistem simbol lain (kendaraan). Penggabungan dua makna atau situasi
menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi
perluasaan makna menjadi makna baru.
Alasan lain peneliti memilih editorial Oom Pasikom yang terdapat
pada Surat Kabar Kompas karena Kompas merupakan salah satu media
yang memberikan porsi pada idealisme yang termasuk pula pada visinya
“Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merek dagang
Kompas yang membidik pasar kelas menengah ke atas. Media Kompas
merupakan salah satu saluran komunikasi politik di Indonesia setelah era
reformasi, realitas media dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di
samping menggunakan bahasa tulis sebagai media utama penyampaian
Sebagai Koran Nasional peredaran Kompas meliputi hampir seluruh kota
di Indonesia dan selalu menjadi market leader.
Dari beberapa uraian di atas, pemilihan gambar karikatur Oom
Pasikom yang bertema “Kontroversi Hubungan Indonesia - Malaysia”
sebagai objek penelitian karena gambar karikaturnya yang unik, karena
apa yang disajikan dalam gambar karikatur editorial tersebut seakan - akan
menggambarkan tanggapan permasalahan yang terjadi dalam sudut
pandang masyarakat Indonesia yang diwakili oleh kartunis. Dalam
mengungkapkan makna pesan gambar karikatur tersebut, peneliti
menggunakan pendekatan Semiotik, yaitu studi mengenai tanda dan segala
yang berhubungan dengan acuannya.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana makna karikatur “Oom
Pasikom” pada Surat Kabar Kompas Edisi Sabtu, 4 September 2010 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna
yang dikomunikasikan karikatur “Oom Pasikom” pada Surat Kabar
Kompas Edisi Sabtu, 4 September 2010 dengan menggunakan pendekatan
13
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran pada Ilmu Komunikasi mengenai karikatur Oom
Pasikom pada Surat Kabar Kompas “Kontroversi Hubungan Indonesia -
Malaysia” edisi Sabtu, 4 September 2010.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan
dapat menjadi pertimbangan atau masukan untuk mengetahui penerapan
tanda dalam studi semiotik sehingga dapat memberi makna bagi para
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Surat Kabar
Salah satu komunikasi massa dalam bentuk media cetak adalah
surat kabar. Dengan sendirinya surat kabar juga mempunyai fungsi -
fungsi komunikasi massa. Hal ini dapat diketahui batasan ataupun kriteria
standard surat kabar.
Menurut Assegaf (1991: 140) surat kabar adalah penerbitan yang
berupa lembaran yang berisi berita - berita, karangan - karangan dan iklan
yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum.
Selain itu surat kabar juga mempunyai beberapa karakteristik. Menurut
Pareno (2005: 24) karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :
1) Berita merupakan unsur utama yang dominan.
2) Memiliki ruang yang relatif lebih leluasa.
3) Memiliki waktu untuk “dibaca ulang” lebih lama.
4) Umpan balik relatif lebih lamban.
5) Kesegaran (immediately) relatif lebih lamban.
7) Ditentukan oleh jalur distribusi.
Ada beberapa alasan orang membaca surat kabar. Seseorang ingin
tahu sesuatu karena berbagai alasan : untuk meraih prestise,
menghilangkan kebosanan, agar merasa lebih dekat dengan
lingkungannya, atau untuk menyesuaikan perannya di masyarakat. Bagi
sebagian orang, koran merupakan sumber informasi dan gagasan tentang
berbagai masalah publik yang seruis. Bagi sebagian yang lain, koran bukan
untuk mencari informasi, melainkan untuk mengisi rutinitas. Sebagian
pembaca juga menjadikan koran sebagai alat kontak sosial. Ada pula yang
menjadikan koran untuk membuang kejenuhan dari kehidupan sehari -
hari. (Rivers dan Peterson, 2003: 313)
2.1.2 Pengertian Politik
Istilah politik berasal dari kata Politea atau secara lengkap berasal
dari kata Polis dari bahasa Yunani yang berarti negara kota. Jadi
pengertian politik lebih mengacu pada sistem pengelolaan dan
penyelenggaraan negara. Surbakti (1992: 2-11) menjelaskan bahwa ada
empat pandangan konsep - konsep politik. Pertama, politik ialah usaha -
usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan
kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai
kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
umum. Keempat, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan
Sebagaimana tentang komunikasi, terdapat berbagai macam
definisi tentang politik. Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan
bagaimana pembagian oleh orang - orang yang berwenang, kekuasaan, dan
pemegang kekuasaan, pengaruh, tindakan yang diarahkan untuk
mempertahankan dan memperluas tidakan lainnya. Dari semua pandangan
yang beragam itu ada persesuaian umum bahwa politik mencakup sesuatu
yang dilakukan orang, politik adalah kegiatan dan ia adalah kegiatan yang
dibedakan (meskipun tidak selalu berhasil) dari kegiatan yang lain :
ekonomi, keagamaan, olahraga, dan sebagainya.
Politik hanyalah untuk mengartikan kegiatan orang secara kolektif
yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam
berbagai hal orang berbeda satu sama lain, jasmani, bakat, emosi,
kebutuhan, cita - cita, inisiatif, perilaku, dan sebagainya. Terkadang
perbedaan ini merangsang argument, perselisihan, dan percekcokan. Jika
mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan
meperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan. Inilah
kegiatan politik.
Berbeda dengan Haryatmoko dalam bukunya Etika Politik dan
Kekuasaan (2003: 1) yang menyatakan, sesungguhnya politik riil adalah
pertarungan kekuatan, dimana pertarungan kekuatan tersebut
kecenderungannya adalah “tujuan menghalalkan cara”. Sebenarnya bila
dilihat lebih jauh, penyebab kecenderungan tersebut ialah karena obsesi
mobilitas massa. Sehingga tercipta wacana “menghalalkan segala cara”,
yang cukup dominan dalam kehidupan politik Indonesia.
Namun, pemahaman terhadap politik yang ada saat ini memang
tidak dapat dilepaskan dari perilaku politik, adanya perilaku politik inilah
yang menyebabkan terjadinya dinamika dalam politik itu sendiri.
Tentunya, perilaku politik dapat terjadi melalui suatu kegiatan politik.
Perilaku politik dibagi menjadi dua, pertama perilaku politik lembaga -
lembaga dan para pejabat pemerintah (para elite politik), dan yang kedua
ialah warga negara, baik individu maupun kelompok - kelompok seperti
mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ormas - ormas, dan
sebagainya. Kedua golongan inilah yang mempunyai ketertarikan yang
erat dalam suatu dinamika politik.
2.1.3 Kartun dan Karikatur
Secara singkat dapat dijelaskan, bahwa karikatur seperti halnya
kartun strip, kartun gags (kartun kata), kartun komik dan kartun animasi
adalah bagian dari apa yang dinamakan kartun.
Karikatur adalah produk suatu keahlian seorang karikaturis, baik
dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi,
referensi bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat.
Karena itu, kita bisa mendeteksi intelektual seorang karikaturis dari sudut
ini. Juga, cara dia mengkritik yang secara langsung membuat orang yang
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan
dalam bentuk gambar - gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya
merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun, pada perkembangan
selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang
sehat. Dikatakan kritik yang sehat karena penyampaiannya dilakukan
dengan gambar - gambar lucu dan menarik (Sobur, 2006: 40).
2.1.4 Karikatur Dalam Media Massa
Komunikasi massa secara umum diartikan sebagai komunikasi
yang dilakukan melalui media massa seperti majalah, surat kabar, radio,
televisi dan lain sebagainya. Komunikasi massa merupakan komunikasi
dimana penyampaian pesan kepada sejumlah orang dilakukan melalui
media massa. Baik kartun maupun karikatur di Indonesia belakangan ini
sudah bisa menjadi karya seni yang menyimpan gema panjang, sarat oleh
pesan dan estetika, disamping kadar humornya. Karikatur penuh dengan
perlambangan-perlambangan yang kaya akan makna, oleh karena itu
karikatur merupakan ekspresi dari situasi yang menonjol di dalam
masyarakat. Setajam atau sekeras apapun kritik yang diampaikan sebuah
gambar karikatur, tidak akan menyebabkan terjadinya evolusi. Dengan
kata lain, karikatur dapat mengetengahkan suatu permasalahan yang
sedang hangat di permukaan.
Menurut Anderson, dalam memahami studi komunikasi politik di
Indonesia akan lebih mudah dianalisa mengenai konsep politik Indonesia
(komunikasi langsung) dan Symbolic Speech (komunikasi tidak langsung).
Komunikasi langsung merupakan konsepsi politik yang analisanya
dipahami sejauh penelitian tersebut ditinjau dari komunikasi yang bersifat
langsung, seperti humor, gossip, diskusi, argumen, intrik, dan lain - lain.
Sedangkan komunikasi tidak langsung, tidak dapat secara langsung
dipahami maupun diteliti seperti patung, monument dan simbol - simbol
lainnya (Bintoro dalam Marliani, 2004: 49).
Peran karikatur yang tertulis seperti yang telah diuraikan di atas,
merupakan alasan utama dijadikannya karikatur sebagai objek studi ini.
Selain karena karikatur merupakan suatu penyampaian pesan lewat kritik
yang sehat dan juga suatu keahlian karikaturis adalah bagaimana dia
memilih topik - topik isu yang tepat dan masih hangat.
2.1.5 Kritik Sosial
Indonesia terbangun ketika budaya tulis sudah menyebar luas,
ketika segala tatanan kehidupan dirumuskan secara tertulis dan tidak
tertulis baik dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, dan
internet. Semakin luas melalui pendidikan modern dan yang tak kalah
pentingnya, ketika segala bentuk tulisan sebagian besar menyampaikan
berbagai informasi melalui bahasa Indonesia dijadikan media resmi
pendidikan nasional dan sebagai alat komunikasi dalam birokrasi (Masoed,
1999: 42).
Dengan demikian melestarikan atau mempertahankan kritik
saja dengan membunuh eksistensi kritik sehingga sebuah institusi sosial
yang lahir dari kebutuhan pengembangan hidup bersama manusia. Dalam
konteks budaya tulis, budaya modern materialistis yang berpenopang pada
budaya tulis di atas pembangunan, pengembangan, dan penyebaran kritik
sama statusnya dengan pembangunan dan pengembangan, dan penyebaran
kritik itu sendiri.
Dalam beberapa pengertian kritik sosial mengandung konotasi
negatif seperti “celaan”, namun kata “kecaman” mengandung
kemungkinan kata positif yaitu dukungan, usulan, atau saran,
penyelidikan yang cermat. (Masoed, 1999: 36). Definisi “kritik” menurut
kamus Oxford adalah “one who appreises literaryor artistic work” atau
suatu hal yang membentuk dan memberikan penilaian untuk menemukan
kesalahan terhadap sesuatu. Kritik awalnya dari bahasa Yunani (Kritike =
pemisahan, Krinoo = memutuskan) dan berkembang dalam bahasa Inggris
“critism” yang berarti evaluasi atau penilaian tentang sesuatu. Sementara
sosial adalah suatu kajian yang menyangkut kehidupan dalam
bermasyarakat menciptakan suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil
(Susanto, 1986: 7).
Dalam kritik sosial, pers dan politik Indonesia kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai sumber kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah kritik sosial merupakan
lain, kriti sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi
dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat (Abar dalam Masoed,
1999: 47).
Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial dalam arti
bahwa kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan baru, sembari
menilai gagasan lama, untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial
konservatif, status quo dalam masyarakat untuk perubahan sosial, kritik
sosial dalam pengertian ini sering muncul ketika masyarakat atau sejumlah
orang atau kelompok sosial dalam masyarakat yang menginginkan suasana
baru, suasana yang lebih bai dan lebih maju, atau secara kritik sosial yang
demikian yang lebih banyak dianut kaum oleh kritis dan strutualis. Mereka
melihat kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan
perubahan sosial. Suatu kritik sosial selalu menginginkan perbaikan, ini
berarti bahwa suatu kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada
peneropongan kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan
mengajak masyarakat atau khalayak untuk memperhatikan kebutuhan -
kebutuhan nyata dalam masyarakat. Suatu kritik sosial kiranya didasarkan
pada rasa tanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya,
sehingga diharapkan dapat menuju ke arah perbaikan dalam masyarakat
untuk mewujudkan suatu ketertiban sosial. (Susanto, 1986: 105).
Kritik sosial dapat disampaikan melalui berbagai wahana, mulai
dari cara yang paling tradisional, seperti berjemur diri, ungkapan -
sosial melalui berbagai pertunjukan sosial dan kesenian dalam komunikasi
publik, seni sastra, dan melalui media massa. Kritik dari masyarakat ini
hendaknya ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Memang dalam
menanggapi kritik dari masyarakat, belum menjamin persoalan akan
selesai, tetapi itu menunjukkan adanya perhatian dari pemerintah.
Perhatian inilah yang secara akumulatif membentuk kesan, pemerintah
mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap rakyatnya. Apabila
masyarakat sudah diperhatikan aspirasinya, masyarakat tidak akan lupa
budi, sehingga apabila pemerintah mempunyai program kerja maka
partispasi masyarakat akan muncul dengan sendirinya (Panuju, 1999: 49).
Kritik sosial itu sebenarnya merupakan sesuatu yang positif
karena ia mendorong sesuatu yang terjadi didalam masyarakat untuk
kembali ke kriteria yang dianggap wajar dan telah disepakati bersama.
Menurut Aris Susanto dalam bidang politik istilah kritik sosial seringkali
memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan -
kelemahan pihak lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang
substansial dari kritik sosial itu menjadi kabur (Masoed, 1999: 71).
Kesan oposisi sejauh mungkin harus dapat dihindarkan,
masyarakat awam menganggap kritik sama dengan oposisi, yang artinya
“pihak sana” (out group) sehingga kritik tertuju kebijaksanaan atau oknum
aparat pemerintah, diidentifikasi sebagai penentang atau melawan
pemerintah. Padahal, kritik bukanlah seperti itu. Kritik tidak selamanya
arti. Setidaknya menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijaksanaan dan tindak lanjutnya. (Ali, 1999: 84).
Kritik - kritik terbaik, sesuai dengan setting sosial, politik, dan
budaya kita adalah kritik yang membuat saran kritik menangis, tapi dalam
mimik mukanya yang tetap tertawa, artinya jika kita melaksanakan kritik
kepada sasaran tertentu, kritik tersebut tidak boleh membuat malu sasaran
kritik dihadapan publik, apalagi secara meluas.
Sesuai dengan ciri makhluk rasional, maka keterbukaan dan kritik
harus mengandung beberapa unsur utama. Diantaranya adalah peningkatan
supremasi individu, kompetisi dan membuka peluang pengarahan bagi
tindakan manusia untuk meraih sukses dan keuntungan di planet bumi ini.
(Ali, 1999: 194).
2.1.6 Tipografi
Tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun
bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, menyusun
meliputi merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam
sebuah komposisi yang tepat untuk memeroleh suatu efek tampilan yang
dikehendaki. Huruf cetak memang huruf yang akan dicetakkan pada suatu
media tertentu, baik menggunakan mesin cetak offset, mesin cetak
desktop, cetak sablon pada body pesawat terbang, bordir pada kostum
pemain sepak bola, maupun publikasi di halaman web.
Pemilihan huruf tidak semudah yang dibayangkan, ribuan bahkan
tipografi yang tepat untuk karyanya. Rangkaian huruf dalam sebuah kata
atau kalimat bukan saja bisa berarti suatu makna yang mengacu kepada
sebuah objek ataupun gagasan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
menyuarakan suatu citra ataupun kesan secara visual. Hal itu dikarenakan
terdapatnya nilai fungsional dan nilai estetika dalam suatu huruf.
Pemilihan jenis uruf disesuakan dengan citra yang ingin diungkapkan.
Ada berbagai cara pendekatan untuk memperdalam ilmu maupun
wawasan mengenai ilmu tentang huruf :
1) Melalui pengenalan sejarah tentang huruf
2) Mengenali anatomi bentuk huruf
3) Membandingkan ciri masing - masing bentuk huruf
4) Mempelajari tata letak huruf
5) Mempelajari komposisi penggabungan huruf
6) Mempelajari ilmu wara
7) Mempelajari ciri bentuk huruf dengan emosi pesan yang hendak
disampaikan. ( Kusrianto, 2007 : 190 )
Teks menurut Aart Van Zoest, tak pernah lepas dari ideologi dan
memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi
(Zoest, 1991 : 70). Ideologi adalah sistem ide - ide yang diungkapkan
Tipografi juga merupakan bagian dari teks. Tipografi, atau sering
juga disebut jenis huruf. Biasanya, jenis huruf yang dipakai dalam
pembuatan poster tidak banyak, maksimal 3 jenis. Itu pun, huruf - huruf
yang jelas - tegas, tidak berkaitan. Teorinya : jangan menyulitkan audience
memahami pesan anda! Dibuat mudah saja orang sering malas membaca,
apalagi kalau tulisannya tidak jelas dan ada bayang - bayangnya. (Putra,
2007 : 74)
Perancang poster dapat memilih jenis - jenis huruf yang tersedia,
ada begitu banyak pilihan, dengan mempertimbangkan keindahan dan
karakternya. Sebagai contoh :
1) Broadway
2) Kodchiang UPC
3) Lucida Bright
4) Arial Black
5) AvantGarde Md BT
6) Bodoni MT Black
7) Gill Sans Ultra Bold
8) Century, Century Gothic
9) Britanic Bold (Putra, 2007 : 74)
Lucida Bright sama halnya dengan jenis font Lucida, lucida di
keluarkandari keluarga besar Lucida yang mempunyai julukan type faces,
jamannya font ini di gunakan untuk jenis tex, taligrafi, dan jenis
matematika / angka - angka. http://www.searchfreefonts.com/font/lucida-bright.htm.
Arial dirancang untuk jenis yang satu pada tahun 1982 oleh Robin
Saunders Patricia Nicholas dan desain A kontemporer sans serif, Arial
berisi karakteristik lebih humanis daripada banyak dari pendahulunya dan
sebagai tersebut lebih cocok dengan suasana dekade terakhir abad kedua
puluh. Perlakuan keseluruhan kurva adalah lebih lembut dan lebih lengkap
dibandingkan di sebagian besar industri gaya sans serif wajah. stroke
Terminal yang dipotong diagonal yang membantu untuk memberikan
wajah penampilan kurang mekanis. Arial adalah sebuah keluarga yang
sangat serbaguna dari tipografi yang dapat digunakan dengan keberhasilan
yang sama bagi teks pengaturan dalam laporan, presentasi, majalah dll,
dan untuk menampilkan digunakan dalam surat kabar, periklanan dan
promosi (http://www.searchfreefonts.com/font/arial.htm).
2.1.7 Komunikasi Non Verbal
Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melakukan semua
peristiwa komunikasi diluar kata - kata terucap dan tertulis. Pada saat yang
sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non
verbal ini ditafsirkan melalui simbol - simbol verbal. Dalam pengertian ini,
peristiwa dan perilaku non verbal itu tidak sungguh - sungguh bersifat non
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat non verbal menjadi
beberapa bagian, antara lain :
1) Isyarat Tangan
Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk
apa yang dimaksud eblem, yang dipelajari, yang mempunyai
makna dalam suatu budaya atau sub kultur. Meskipun isyarat
tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau
isyarat fisiknya berbeda, namun maksudnya sama. Berikut
beberapa gerakan tangan yang umum digunakan dalam
komunikasi :
a) Gerakan tangan yang membentuk huruf “V” untuk
menandakan kemenangan. Terkadang juga mengarah
pada tanda untuk perdamaian.
b) Tangan membentuk lingkaran dengan menggunakan ibu
jari dan jari telunjuk, dan biarlah jari - jari yang lurus. Ini
menunjukkan tanda “OK”.
c) Mengangkat jempol, di dalam beberapa kebudayaan
tanda ini berarti “kerja bagus”.
d) Menggoyangkan tangan, tanda ini biasanya digunakan
menyertai ucapan “hai” atau “selamat tinggal”.
e) “Mengatupkan” tangan atau merapatkan jari - jari tangan
di beberapa kebudayaan tanda ini menunjukkan bahwa
f) Melipat kedua tangan di depan dada dengan berdiri
tegap, tanda ini biasanya berarti “diam dan berpikir
sesuatu”
g) Gerakan tangan dengan jari telunjuk yang diarahkan ke
lawan bicara, tanda ini menandakan memojokkan orang
lain atau lawan bicara.
h) Gerakan meninju, mengepalkan tangan, atau jari - jari
telunjuk diarahkan ke wajah atau ke dada lawan bicara.
Tanda ini menunjukkan perasaan benci atau marah.
(Mulyana, 2005: 317 - 320)
2) Postur Tubuh dan Posisi Kaki
Postur tubuh sering bersifat simbolik dan mempengaruhi
citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen. Klasifikasi
bentuk tubuh yang dilakukan William Sheldon, misalnya
hubungan antara bentuk tubuh dan tempramen. Sebagian
anggapan mengenai bentuk tubuh dan karakter yang dihubungkan
mungkin sekedar streotipe. Tubuh yang tegap sering dikaitkan
dengan kepercayaan diri atau antusiasme.
Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara
berbeda di tiap Negara. Dalam banyak budaya, orang yang berdiri
tegap dipandang berwibawa daripada orang yang duduk,
orang yang pendek. Dalam situasi formal sering khalayak
membentuk kesan mengenai kepribadiannya. Isyarat ini dapat
menyesatkan, namun berpengaruh. Banyak orang berpikir bahwa
mereka mampu menilai pembicara dan ketulusannya,
keramahannya, rasa hormatnya pada khalayak, dan antusiasmenya
berdasarkan cara ia berdiri, duduk, dan berjalan.
Status seseorang mempengaruhi postur tubuhnya ketika
ia berkomunikiasi dengan orang lain. Orang yang berstatus lebih
tinggi umumnya mengatur postur tubuhnya secara lebih leluasa
daripada orang yang berstatus lebih rendah. Status seseorang juga
dapat terlihat dari cara ia meletakkan tangannya ketika ia berdiri
dan berbicara dengan orang lain. Di Negara Indonesia, orang yang
berbicara dengan merapatkan kedua tangannya (telapak tangan
menghadap ke belakang) dan meletakkannya di depan
selangkangannya hampir dapat dipastikan adalah orang yang
jabatannya lebih rendah daripada orang yang berdiri dengan
meletakkan kedua tangannya di samping atau di belakang
punggungnya. (Mulyana, 2005: 323 - 330)
3) Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Ekspresi wajah merupakan perilaku non verbal utama
yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian
pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang
secara universal ; kebahagiaan, kesedihan, ketakutan,
keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat.
Ekspresi - ekspresi wajah tersebut dianggap “murni”,
sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa
berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya
lebih bergantung pada intepretasi. Dalam hal ini, ekspresi wajah
boleh sama, namun maknanya mungkin berbeda. Kontak mata
mempunyai dua fungsi dalam komunikasi. Pertama, fungsi
pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah memberikan
reaksi (respon) atau tidak, atau malah menghindarinya. Kedua,
fungsi ekspresif, memberitahu orang lain tentang perasaan.
Dalam keadaan normal, frekuensi menatap orang lain
hanya sekilas, cuma satu sampai dua detik. Bila pandangan lebih
lama, reaksi orang tersebut cenderung emosional. Boleh jadi
pasangan tersebut akan mengubah kesan mengenai “status”
hubungan, misalnya dari hubungan biasa (pertemanan) menjadi
lebih khusus. Tampaknya orang - orang yang mempunyai
hubungan dekat, seperti suami - istri atau orangtua - anak atau
sahabat dekat, saling menatap sedikit lebih lama daripada orang -
orang yang tidak saling mengenal. Semakin dekat hubungan
diantara dua orang, semakin lamalah mereka berpandangan,
dianggap intim mampu menyampaikan banyak makna lewat
pandangan matanya, meskipun sedikit lebih berbicara.
Secara umum dikatakan bahwa makna ekpresi wajah dan
pandangan mata tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi
oleh budaya. Lelaki dan perempuan mempunyai cara berbeda
dalam hal ini. Perempuan condong lebih banyak tersenyum
daripada laki - laki, tetapi senyuman mereka sulit ditafsirkan.
Senyuman laki - laki umumnya berarti perasaan positf, sedangkan
senyuman perempuan mungkin merupaka respon terhadap
kemarahan. Perempuan juga cenderung lebih lama melakukan
kontak mata daripada laki - laki terlepas dari apakah mitra
komukasinya perempuan atau laki - laki. (Mulyana, 2005: 372)
2.1.8 Pakaian Adat Khas Bangsa Malaysia
Baju kurung adalah salah satu pakaian adat masyarakat Melayu di
Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand bagian
selatan. Baju kurung sering diasosiasi dengan kaum perempuan. Ciri khas
baju kurung adalah rancangan yang longgar pada lubang lengan, perut, dan
dada. Pada saat dikenakan, bagian paling bawah baju kurung sejajar
dengan pangkal paha, tetapi untuk kasus yang jarang ada pula yang
memanjang hingga sejajar dengan lutut. Baju kurung tidak dipasangi
kancing, melainkan hampir serupa dengan t-shirt. Baju kurung tidak pula
berkerah, tiap ujungnya direnda. Beberapa bagiannya sering dihiasi
Mulanya, baju kurung biasa dipakai untuk upacara kebesaran
melayu oleh kaum perempuan di dalam kerajaan, dipakai bersama - sama
kain songket untuk dijadikan sarungnya, aneka perhiasan emas, dan tas
kecil atau kipas, karena sebagian besar masyarakat melayu memeluk
Islam, banyak perempuan pengguna baju kurung yang menyerasikannya
dengan jilbab, meskipun demikian terdapat juga yang tidak
menggunakannya. Kini baju kurung banyak dipakai oleh masyarakat biasa,
digunakan anak - anak untuk mengaji, atau ibu - ibu untuk ke pasar, tanpa
disertakan pernak - pernik yang terkesan mewah.
Baju kurung sebenarnya merupakan jenis pakaian yang dipakai
oleh laki - laki maupun perempuan. Namun sekarang ini ada
kecenderungan untuk mengaitkan baju kurung hanya dengan kaum
perempuan. Di Malaysia, baju kurung untuk laki - laki dikenal dengan
sebutan "Baju Melayu". Di Indonesia, baju kurung untuk laki - laki disebut
sebagai "Teluk Belanga". Ini adalah salah kaprah, karena "Teluk Belanga"
sendiri adalah salah satu varian dari baju kurung selain baju kurung cekak
musang. Baju kurung untuk laki - laki dipakai dengan pasangan celana dan
kain samping. Perbedaan antara baju kurung perempuan dan baju kurung
laki - laki menurut buku "Pakaian Patut Melayu" :
a) Baju kurung perempuan jatuhnya di bawah lutut, dengan alas
leher yang sempit dan tidak memiliki saku.
b) Baju kurung lelaki jatuhnya di bawah pantat, dengan alas leher
2.1.9 Pendekatan Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang
berarti tanda, atau Seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika sendiri
berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, poetika.
Semiotika adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
tanda. Tanda terdapat dimana - mana “kata” adalah tanda, demikian pula
gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya
sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian burung dapat
dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda, tanda - tanda
tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal
maupun non verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut
memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna
informasi atau pesan dari pengirim pesan. Semiotika merupakan cabang
ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam
perkembangannya kemudian semiotika bahkan masuk pada semua segi
kehidupan manusia, sehingga Derrida (dalam Kurniawan, 2008: 34),
mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini sepenting bahasa.
“there is nothing outside languange”. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai
“teks” atau “tanda”. Dalam konteks ini tanda memegang peranan penting
dalam kehidupan umat manusia sehingga : “manusia yang tak mampu
mengenal tanda, tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan,
2008). Charles Sanders Peirce merupakan ahli filsafat dan tokoh
hanya dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan tanda. Tanda yang dapat dimanfaatan dalam seni
rupa berupa tanda visual yang bersifat non verbal, terdiri dari unsur dasar
berupa seperti grafis, warna, bentuk, tekstur, komposisi, dan sebagainya.
Tanda - tanda yang bersifat verbal adalah objek yang dilukiskan, seperti
objek, manusia, binatang, alam, imajinasi atau hal hal lainnya yang
abstrak. Apapun alasan (senirupawan, designer) untuk berkarya, karyanya
adalah sesuatu yang kasat mata, karena itu secara umum bahasa digunakan
untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media atara
perupa dengan pemerhati atau penonton. Seniman dan designer membatasi
bahasa rupa pada segitiga, estetis - simbolis - bercerita (story telling).
Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imaji mencakup makna yang
luas, baik imaji yang kasat mata maupun imaji yang ada khayalnya.
Menurut John Fiske pada intinya semua model yang membahas
mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama, yaitu
membahas tiga elemen antara lain :
1) Sign atau tanda itu sendiri
Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam - macam tanda.
Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam - macam
makna yang terkandung di dalamnya dan juga bagaimana mereka
saling berhubung dengan orang - orang yang menggunakannya.
hanya bisa dimaknai oleh orang - orang yang telah
mempersiapkannya.
2) Codesi atau kode
Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang
terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat
atau budaya untuk mengeksploitasi media komunikasi yang
sesuai dengan transmisi pesan mereka.
3) Budaya
Lingkungan dimana tanda atau kode itu berada. Kode dan
lambang tersebut segala sesuatunya tidak dapat lepas dari latar
belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.
Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari
berbagai ahli, seperti Saussure, Peirce, dan sebagainya. Pada penelitian ini
yang akan digunakan adalah model semiotik milik Peirce karena adanya
kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi
linguistik.
2.1.10 Semiotika Charles Sanders Peirce
Semiotik untuk studi media massa tidak hanya terbatas sebagai
kerangka teori, namun sekaligus juga sebagai metode analisis (Sobur,
2004: 83). Bagi Peirce tanda “is something which stand to somebody for
something in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan
bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk
tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Peirce
disebut ground. Konsekuensinya, tanda (Sign atau Represetamen) selalu
terdapat dalam sebuah triadik, yakni ground, object dan interpretant
(Sobur, 2004: 41).
Sementara itu interpretant adalah suatu tanda yang ada dalam
benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah
makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah
persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan,
2008: 37).
Charles Sanders Peirce membagi antara tanda dan acuannya
tersebut menjadi kategori yaitu : ikon, indeks, simbol adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda objek
atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks
adalah tanda yang menunjuk adanya hubungan alamiah antara tanda dan
penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap
sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum
melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa
antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer
atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat
(Sobur, 2004: 42). Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan
dalam gambar berikut.
(Fiske dalam Sobur, 2001: 85)
Sign
Interpretant Object
Gambar 2.1 : Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant Peirce
Menurut Pierce sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan, dan
representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari
tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan
harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin
mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan mengembangkannya
kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan
semiotik model Charles S. Pierce, diperlukan adanya 3 unsur utama yang
Charles S. Peirce membagi antara tanda dan acuannya tersebut
menjadi tiga kategori, yaitu : ikon, indeks, simbol. Ketiga kategori tersebut
digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut :
Icon
Index Simbol
Gambar 2.2 : Model Kategori Tanda Oleh Peirce
2.1.11 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
Meaning, (Odgen dan Richards dalam buku Kurniawan, 2008: 27) telah
mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.
Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur,
2004: 248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian
para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam.
Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan
“ultrarealitas”, para pemikir besar telah sering mempergunakan konsep itu
dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan
mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner.
untuk memberikan jawaban yang langsung telah gagal. Beberapa seperti
misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan pekulatif. Yang lainnya
memberikan jawaban salah.”
Menurut Devito, makna bukan terletak pada kata - kata melainkan
pada manusia. “Kita”, lanjut Devito, menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata - kata ini
secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita
maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan -
pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan.
Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak
pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.
Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan
dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1)
menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah,
(3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur,
2004: 258).
Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep
makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997: 123 - 125)
sebagai berikut :
1) Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata - kata
melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata - kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata -
makna yang ingin kita gunakan untuk memproduksi dibenak
pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah
proses yang bisa salah.
2) Makna berubah. Kata - kata relatif statis, banyak dari kata - kata
yang kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna
dari kata - kata ini dan berubah khusus yang terjadi pada dimensi
emosional makna.
3) Makna membutuhkan acuan, walaupun tidak semua komunikasi
mengacu pada dunia nyata. Komunikasi hanya masuk akal
bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan
eksternal.
4) Penyingkiran berlebihan akun mengubah makna. Berkaitan erat
dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana
terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan
tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang
cerita, persahabatan, kebahagiaan, kejahatan dan konsep - konsep
lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang
spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah
kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas.
Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa
menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara
Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita
peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks.
Tetapi hanya sebagian saja dari makna - makna ini yang benar - benar
dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam
benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga
merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur,
2003: 285 - 289).
2.2 Kerangka Berpikir
Setiap individu mempunyai latar belakang pendidikan yang
berbeda - beda dalam memahami suatu peristiwa atau obyek. Hal ini
dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan
pengetahuan (frame of reference) yang berbeda - beda dari setiap individu
tersebut. Begitu juga penelitian yang memahami lambang dan tanda yang
ada, dalam obyek yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.
Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan, maka peneliti
dalam memaknai kartun editorial Oom Pasikom melakukan pemaknaan
terhadap tanda dan lambing berbentuk gambar dengan menggunakan teori
sgitiga makna Pierce (triangle meaning) yang meliputi tanda, obyek, dan
interpretan sehingga diperoleh hasil intrepetasi data mengenai kartun
editorial Oom Pasikom tersebut.
Tanda yang dimaksud disini adalah gambar dalam media cetak
yang kemudian tanda tersebut dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :
pada surat kabar Kompas yang bertema “Kontroversi Hubungan Indonesia
- Malaysia” pada edisi Sabtu, 4 September 2010. Setelah menganalisis
kategori tanda tersebut, maka peneliti akan mengetahui makna gambar
kartun editorial Oom Pasikom tersebut. Sistematika tersebut digambarkan
43
Pemaknaan dengan Pendekatan Semiotika Charles Sanders Pierce
1. Ikon
1) Dua orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung .
2) Seorang laki - laki berjenggot dengan memakai peci, kacamata dan jas.
3) Seorang laki - laki gendut dan bertopi. 4) Seorang anak laki - laki.
2. Indeks
1) Tulisan “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI !”
2) Tulisan 040910
3) Sebuah garis melengkung di telunjuk tangan kiri orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung.
4) Dua buah garis melengkung di kedua tangan orang laki - laki berpakaian khas Malaysia yang memakai peci dan sarung.
5) Dua buah garis melengkung di kedua tangan yang mengepal di depan dada orang laki - laki yang bertopi. 6) Sebuah garis yang menyerupai bentuk halilintar
dibawah tulisan “mungkin kita ini dianggapnya cuma sebagai REPOEBLIK TKI!”
3. Simbol
1) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, membuka kedua tangan disamping telinga dan kaki menjinjit.
2) Mimik seorang laki - laki dengan mulut terbuka lebar, mata tertutup sebelah, tangan yang satu menunjuk lalu yang satu lagi di perut dan kaki yang membentuk segitiga.
3) Mimik seorang laki - laki berdiri tegap dengan sorotan mata yang tajam dan melipat tangan di depan dada. 4) Mimik seorang laki - laki dengan mata melotot dan
kedua tangan mengepal di depan dada. 5) Mimik seorang anak kecil laki - laki dengan jari
telunjuk di bawah dagu dengan kepala yang mengarah ke atas.
6) Tulisan Oom Pasikom yang terdapat di atas kolom karikatur.
7) Kotak kecil di pojok kanan atas yang bertuliskan G.M Sudarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakannya metode
deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama
metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam
penelitian ini kenyataannya ganda, kedua metode deskriptif kualitatif
menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek
peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat
menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola - pola nilai yang
dihadapi (Moeloeng, 2002: 33).
Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kualitatif interpretatif,
yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai
objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik
tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004:
48).
Oleh karena itulah peneliti harus memperhatikan beberapa hal
dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar
dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat