BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan
norma-norma budaya masyarakat, baik secara horisontal, dari suatu masyarakat kepada
masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal, dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang
dianggap sesuai untuk suatu kelompok (Mulyana, 2009:7).
Budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, budaya
menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun
turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya
(Mulyana, 2009:6). Dari konsep diatas adalah penting bagi setiap lapisan
masyarakat untuk mampu mengkomunikasikan warisan kebudayaan dengan
strategi-strategi yang diterapkan sesuai dengan suatu kelompok masyarakat agar
tidak terjadi putusnya makna kebudayaan yang menyebabkan tidak bertahannya
suatu tradisi karena kesulitan mengidentifikasi, mewariskannya dan
melestarikannya atau mempertahankan.
Menurut Koentjaraningrat (1999:329) dalam buku Adi Ekopriyono,
Kebudayaan Jawa adalah sistem kepercayaan, nilai-nilai, kebiasaan, sikap, dan
artefak-artefak yang digunakan oleh manusia Jawa, yang ditransformasikan
Orang Jawa, terutama yang tinggal di desa-desa mengenal sebuah
upacara yang disebut bersih desa. Upacara ini dilakukan sekali dalam setahun yaitu biasanya pada bulan Sela atau Syawal. Walaupun demikian, dilakukannya berbeda-beda disetiap desa. Dalam melakukan bersih desa seluruh masyarakat desa membersihkan diri dari kejahatan, dosa, dan segala yang menyebabkan
kesengsaraan. Hal ini tercermin dari berbagai aspek perayaan yang
diselenggarakan berkenaan dengan perayaan upacara yang mengandung
unsur-unsur simbolik untuk memelihara kerukunan warga masyarakat. Akan tetapi
perayaan ini juga menandakan adanya sisa-sisa adat penghormatan terhadap
roh nenek moyang (Saksono. et.al, 2012:95).
Hal itu tercermin dalam tindakan atau kepercayaan masyarakat desa
Warak RW VI kota Salatiga yang dikenal dengan saparan yang masih
dipertahankan dan dilaksanakan sampai sekarang sebagai tradisi turun temurun.
Saparan yang dimaksudkan adalah suatu tradisi kuno masyarakat Jawa, berasal dari kata Sapar, yaitu bulan kedua dalam tanggalan Jawa. Sebuah kegiatan yang identik dengan merti desa atau nguri-uri sehingga saparan dapat diartikan memelihara desa. Adapun pelaksanaannya secara periodik yaitu setahun sekali,
tepatnya hari Juma’at wage dengan puncak acara pagelaran budaya wayang kulit.
Pada bulan-bulan baik, hampir setiap malam ada pertunjukan wayang di
desa-desa. Pada saat itu pertunjukan wayang masih difungsikan seperti
masa-masa sebelumnya, (1) perhelatan keluarga kaitannya dengan daur hidup
sebagainya); (2) adat istiadat (ruwetan dan nyadran atau bersih desa misalnya); (3) kaulan atau nadir atau syukuran (Murtiyoso, 2004:20).
Pada hakekatnya pewayangan mengandung konsepsi yang digunakan
sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tertentu. Selain itu
pewayangan sebagai alat komunikasi yang ampuh, dan juga sebagai sarana
untuk memahami kehidupan manusia (Soetarno, 1995:1). Wayang kulit adalah
seni tradisi Indonesia khususnya Jawa yang sangat erat hubungannya dengan
tingkatan-tingkatan hidup manusia atau daur hidup. Dalam hidupnya bahwa
manusia terkait oleh norma-norma atau nilai yang dianut oleh masyarakatnya
(Soetarno, 1995:75).
Tejadi kemorosotan budaya ditengah-tengah arus globalisasi pada cara
pandang mereka ke arah asing. Contoh, nilai-nilai gotong royong sudah langka,
tergeser oleh nilai-nilai mementingkan diri sendiri, pragmatisme, dan
sebagainya (Ekopriyono, 2012:2). Sebaliknya kegiatan budaya pagelaran
wayang kulit di desa Warak masih dipertahankan hingga sekarang dengan
dukungan masyarakatnya, agar tidak terjadi kemorosotan budaya yang
menyebabkan hilangnya sebuah kebudayaan.
Suatu unsur kebudayaan tidak akan bertahan lama jika peran dan
fungsinya tidak dimengerti, dipahami oleh masyarakat, atau tidak memiliki
peranan dalam masyarakat. Sebaliknya suatu unsur kebudayaan akan tetap
bertahan apabila memiliki fungsi dalam kehidupan (Soetarno, 1995:4). Diperlukan
strategi komunikasi untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat
Saparan, agar tidak terjadi putusnya makna kebudayaan yang menyebabkan tidak bertahannya suatu tradisi karena kesulitan mengidentifikasi, mewariskannya dan
melestarikannya atau mempertahankan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelasakan sebelumnya,
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Strategi komunikasi apa yang diterapkan untuk ketahanan wayang
kulit dalam Saparan oleh para tokoh masyarakat Desa Warak RW VI
Kota Salatiga ditengah-tengah arus globalisasi budaya dunia?
1.2.2 Seberapa berhasil upaya ketahanan tersebut? Apa yang berpengaruh
atas tingkat keberhasilan strategi komunikasi dalam upaya ketahanan
tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memahami dan menjelaskan:
1.3.1 Strategi komunikasi yang diterapkan oleh para tokohnya dalam
mempertahankan wayang kulit.
1.3.2 Faktor-faktor yang berpengaruh atas tingkat keberhasilan strategi
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang berjudul “STRATEGI KOMUNIKASI
MEMPERTAHANKAN WAYANG KULIT DALAM TRADISI SAPARAN
DI DESA WARAK RW VI KOTA SALATIGA” diharapkan dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan informasi dalam kajian ilmu komunikasi tentang
penerapan teori strategi komunikasi dalam mempertahankan suatu
kegiatan budaya pagelaran wayang kulit.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai tambahan pengetahuan dan memberikan gambaran tentang
strategi komunikasi yang diterapkan dalam mempertahankan suatu
kebudayaan lokal ditengah arus globalisasi.
1.5 Batasan Masalah
Pembatasan masalah ialah usaha untuk menetapkan batasan dari
masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk
mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup
masalah penelitian, dan faktor mana yang tidak termasuk dalam ruang
lingkup masalah penelitian (Usman, 2008:24).
Adapun pembatasan masalah dari penelitian ini ialah penelitian ini
tidak berlanjut pada masalah yang tersirat di dalam Lakon pertunjukan