• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis ketepatan pemilihan metode penyusutan harta berwujud bukan bangunan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban pajak penghasilan studi kasus di PT. Prima Dwi Utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis ketepatan pemilihan metode penyusutan harta berwujud bukan bangunan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban pajak penghasilan studi kasus di PT. Prima Dwi Utama"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETEPATAN PEMILIHAN METODE PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN SEBAGAI SALAH SATU CARA

UNTUK MENGURANGI BEBAN PAJAK PENGHASILAN Studi Kasus di PT. Prima Dwi Utama

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Yovita Ratnasari Massora NIM : 092114075

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

ANALISIS KETEPATAN PEMILIHAN METODE PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN SEBAGAI SALAH SATU CARA

UNTUK MENGURANGI BEBAN PAJAK PENGHASILAN Studi Kasus di PT. Prima Dwi Utama

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Yovita Ratnasari Massora NIM : 092114075

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya” (Mat 21:22)

“Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Luk 1:37)

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya” (Pengkhotbah 3:11a)

“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!” (Yeremia 17:7)

“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor 12:9)

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13)

“ Hidup yang bernilai adalah dalam setiap kesempatan yang ada, kita bisa mendedikasikan diri untuk selalu melakukan yang terbaik

bagi diri sendiri dan orang lain” (Andrie Wongso)

“Berdoa dan berusahalah melakukan yang terbaik, serta syukuri dan manfaatkan waktu yang Tuhan anugerahkan kepada kita dengan sebaik-baiknya, lalu pasrahkan semuanya kepada Tuhan, biarkan Tuhan hadir dalam setiap kelemahan kita, sebab Dia akan

menunjukkan kasih-Nya dan kuasa-Nya kepada kita, tetap percaya akan janji-Nya, Ia akan membuat segala sesuatu indah

pada waktunya, karena Tuhan itu baik”

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus

Bunda Maria

(6)
(7)
(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J. selaku Rektor Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan

mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Akt. selaku Dosen Pembimbing

yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah

mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis.

4. Seluruh staf sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang

telah melayani semua kebutuhan akademis selama penulis di bangku

(9)

viii

5. Bapak Andi Salahuddin Akhmad, Bapak Abdul Biden, Bapak Hendro

Kusuma Jaya, dan seluruh karyawan PT. Prima Dwi Utama Kendari, Sulawesi

Tenggara yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis

memperoleh data lisan maupun tulisan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Ishak, Bapak Syarif, Bapak Yuslan, dan seluruh karyawan Kantor

Akuntan Publik (KAP) Drs. H. Muhammad Fadjar Kendari, Sulawesi

Tenggara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis

mengadakan penelitian.

7. Om Vany sekeluarga yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama

penulis mengadakan penelitian.

8. Seluruh pengajar Brevet A dan B Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang telah

memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

9. Bapak Abdul Hadi yang telah memberikan masukan dan arahan kepada

penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10. Bapakku Bastian Massora, Ibuku Adolfina Banne, kedua Adikku James

Suwandi Massora dan Melky Massora, serta seluruh Keluargaku yang selalu

memberikan doa, kasih sayang, dan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat terbaikku: Niken Utami, Maria Mellyana Nur Octa

Kumalasari, Theresia Veny Tabi, Agata Rosa Pebriani, Susana Nugrahani, dan

Yunita Astikawati atas doa, persahabatan, canda tawa, semangat, dan masukan

(10)

ix

12. Teman-teman Paduan Suara Fakultas Ekonomi (PSFE) dan Cana Community

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk dapat mengembangkan diri.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Yogyakarta, 30 September 2013

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS v

HALAMAN PUBLIKASI KARYA TULIS vi

HALAMAN KATA PENGANTAR vii

HALAMAN DAFTAR ISI x

HALAMAN DAFTAR TABEL xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR xiv

ABSTRAK xv

ABSTRACT xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Sistematika Penulisan 5

BAB II LANDASAN TEORI 7

A. Pajak Penghasilan 7

1. Pengertian Pajak Penghasilan 7

2. Subyek Pajak Penghasilan 9

3. Obyek Pajak Penghasilan 9

4. Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final 15

5. Cara Menghitung Pajak Penghasilan 18

6. Biaya yang Boleh Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto (Deductible Expenses) 19 7. Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari

Penghasilan Bruto (Non-Deductible Expenses) 24

8. Tarif Pajak Penghasilan 32

(12)

xi

B. Penyusutan Harta Berwujud 33

1. Pengertian Penyusutan Harta Berwujud 33 2. Kebijakan Penyusutan Harta Berwujud Menurut

Ketentuan Perpajakan 34

3. Metode Penyusutan Harta Berwujud Menurut

Ketentuan Perpajakan 41

C. Rekonsiliasi Fiskal 42

D. Konsep Nilai Waktu Uang 43

E. ReviewPenelitian Terdahulu 47

BAB III METODE PENELITIAN 53

A. Jenis Penelitian 53

B. Tempat dan Waktu Penelitian 53

C. Subyek dan Obyek Penelitian 54

D. Data yang Diperlukan 54

E. Teknik Pengumpulan Data 54

F. Teknik Analisis Data 55

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 70

A. Sejarah PT. Prima Dwi Utama 70

B. Lokasi PT. Prima Dwi Utama 71

C. Personalia 72

D. Struktur Organisasi 74

E. Unit Usaha 78

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 80

A. Deskripsi Data 80

B. Analisis Data 97

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 135

BAB VI PENUTUP 139

A. Kesimpulan 139

B. Keterbatasan Penelitian 140

C. Saran 141

DAFTAR PUSTAKA 143

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis-jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final 17

Tabel 2. Tarif Penyusutan Harta Berwujud 35

Tabel 3. Contoh Tabel Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan 55

Tabel 4. Contoh Tabel Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan dengan Menggunakan Metode

Garis Lurus 56

Tabel 5. Contoh Tabel Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan dengan Menggunakan Metode

Saldo Menurun 58

Tabel 6. Contoh Tabel Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan

Bangunan yang Dihitung Menggunakan Metode Garis Lurus 61

Tabel 7. Contoh Tabel Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan yang Dihitung Menggunakan Metode Saldo

Menurun 61

Tabel 8. Contoh Tabel Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang 64

Tabel 9. Contoh Tabel Penghitungan Nilai Sekarang Pajak

Penghasilan Terutang 67

Tabel 10. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT.

Prima Dwi Utama tahun 2009 berdasarkan Usaha Penjualan 81

Tabel 11. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT. Prima Dwi Utama tahun 2009 berdasarkan Usaha Jasa

Konstruksi 82

Tabel 12. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT.

Prima Dwi Utama tahun 2010 berdasarkan Usaha Penjualan 83

Tabel 13. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT. Prima Dwi Utama tahun 2010 berdasarkan Usaha Jasa

Konstruksi 84

Tabel 14. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT.

Prima Dwi Utama tahun 2011 berdasarkan Usaha Penjualan 84

Tabel 15. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT. Prima Dwi Utama tahun 2011 berdasarkan Usaha Jasa

(14)

xiii

Tabel 16. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan yang dimiliki PT. Prima Dwi Utama tahun 2012 berdasarkan Usaha Jasa

Konstruksi 86

Tabel 17. Laporan Laba Rugi tahun 2009 88

Tabel 18. Laporan Laba Rugi tahun 2010 90

Tabel 19. Laporan Laba Rugi tahun 2011 93

Tabel 20. Laporan Laba Rugi tahun 2012 95

Tabel 21. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok I 99

Tabel 22. Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok II 99

Tabel 23. Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok I dengan Menggunakan

Metode Garis Lurus 102

Tabel 24. Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok II dengan Menggunakan

Metode Garis Lurus 103

Tabel 25. Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok I dengan Menggunakan

Metode Saldo Menurun 106

Tabel 26. Daftar Penghitungan Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan Kelompok II dengan Menggunakan

Metode Saldo Menurun 108

Tabel 27. Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan yang

Dihitung Menggunakan Metode Garis Lurus 112

Tabel 28. Biaya Penyusutan Harta Berwujud Bukan Bangunan yang

Dihitung Menggunakan Metode Saldo Menurun 113

Tabel 29. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang 126

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xv ABSTRAK

ANALISIS KETEPATAN PEMILIHAN METODE PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN SEBAGAI SALAH SATU CARA

UNTUK MENGURANGI BEBAN PAJAK PENGHASILAN Studi Kasus di PT. Prima Dwi Utama

Yovita Ratnasari Massora NIM : 092114075 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode penyusutan yang lebih tepat digunakan oleh perusahaan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak Penghasilan perusahaan.

Penelitian ini dilakukan di PT. Prima Dwi Utama, Kendari, Sulawesi Tenggara. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan penghitungan biaya penyusutan harta berwujud bukan bangunan dengan menggunakan metode garis lurus dan metode saldo menurun.

(17)

xvi

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON THE APPROPRIATENESS OF DEPRECIATION METHOD SELECTION OF NON BUILDING-TANGIBLE FIXED ASSET

AS THE WAY TO REDUCE INCOME TAX EXPENSES

A Case Study at PT. Prima Dwi Utama

Yovita Ratnasari Massora NIM : 092114075 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

The purpose of this study is to find out depreciation method that is most appropriate as a method to reduce company’s income tax expense.

This study was undertaken at PT. Prima Dwi Utama, Kendari, South East Sulawesi. Data was obtained through interview and documentation. The data analysis technique employed was descriptive analysis technique, a technique to describe the calculation of depreciation cost of non building-tangible fixed asset using straight line method and declining balance method.

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor pajak merupakan salah satu sektor yang memegang peranan sangat

penting dalam meningkatkan perekonomian negara. Jumlah penerimaan yang

diperoleh negara dari sektor ini dapat digunakan untuk membiayai berbagai

keperluan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional yang

membutuhkan dana cukup besar. Penerimaan yang diperoleh negara dari

sektor ini juga digunakan untuk pembiayaan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Setiap warga negara dapat menikmati fasilitas atau

pelayanan dari pemerintah yang dananya berasal dari pajak. Peranan

penerimaan pajak bagi suatu negara sangat penting dalam menunjang

pelaksanaan roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan, serta

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pajak menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat

kepada pemerintah. Badan usaha atau perusahaan merupakan salah satu

subyek pajak yang memiliki kewajiban membayar pajak kepada pemerintah.

Perusahaan sebagai Wajib Pajak badan sebaiknya dapat membantu pemerintah

dalam pembangunan melalui ketaatan membayar pajak. Tanggung jawab atas

kewajiban pembayaran pajak merupakan suatu perwujudan dari kewajiban

Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama ikut berpartisipasi aktif

dalam pendanaan negara dan pembangunan nasional.

(19)

Salah satu jenis pajak yang dipungut pemerintah adalah Pajak Penghasilan.

Besar Pajak Penghasilan ditentukan oleh besarnya laba atau rugi perusahaan,

padahal laba rugi penting bagi perusahaan. Adanya pemikiran bahwa Pajak

Penghasilan merupakan suatu beban yang dapat mengurangi laba yang

diperoleh perusahaan, membuat banyak perusahaan terkadang kurang

memiliki kesadaran untuk membayar pajak. Namun, perusahaan sebaiknya

tidak menjadikan Pajak Penghasilan sebagai beban dalam menjalankan

usahanya. Ada salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban

Pajak Penghasilan perusahaan, yaitu dengan mengatur besarnya biaya

penyusutan dari harta berwujud yang digunakan dalam kegiatan operasional

perusahaan.

Pengaturan besarnya biaya penyusutan dari harta berwujud perusahaan

dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak

Penghasilan perusahaan, karena biaya penyusutan merupakan salah satu biaya

yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan menurut ketentuan

perpajakan, sehingga biaya penyusutan menjadi salah satu biaya yang dapat

menurunkan Penghasilan Kena Pajak perusahaan. Jika Penghasilan Kena

Pajak perusahaan rendah, maka beban Pajak Penghasilan perusahaan juga

rendah. Biaya penyusutan menjadi salah satu biaya yang penting untuk

dipertimbangkan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak

Penghasilan perusahaan dibandingkan dengan biaya-biaya lainnya menurut

ketentuan perpajakan, karena adanya biaya penyusutan sebenarnya berpijak

(20)

operasional perusahaan akan memberikan manfaat potensial bagi perusahaan

untuk mendapatkan penghasilan di masa yang akan datang, sehingga biaya

penyusutan merupakan salah satu biaya yang mempengaruhi laporan

keuangan yang sifatnya menurunkan Penghasilan Kena Pajak perusahaan.

Besar biaya penyusutan ditentukan oleh metode penyusutan yang

digunakan oleh perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun

2008 tentang Pajak Penghasilan, ada dua metode penyusutan yang dapat

digunakan oleh perusahaan, yaitu metode penyusutan garis lurus dan metode

penyusutan saldo menurun. Perusahaan harus tepat dalam memilih metode

penyusutan yang akan digunakan. Metode penyusutan garis lurus dan metode

penyusutan saldo menurun akan menghasilkan biaya penyusutan yang

berbeda. Perbedaan ini akan menunjukkan metode penyusutan yang lebih

tepat digunakan oleh perusahaan dalam mengatur besar kecilnya laba

perusahaan, sehingga dapat mengurangi beban Pajak Penghasilan yang

ditanggung perusahaan. Metode manapun yang dipilih harus dapat digunakan

oleh perusahaan secara konsisten agar metode tersebut dapat menyediakan

perbandingan hasil operasi perusahaan dari periode ke periode.

Penelitian mengenai metode penyusutan yang lebih tepat digunakan oleh

perusahaan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak Penghasilan

perusahaan ini akan dilakukan di PT. Prima Dwi Utama. PT. Prima Dwi

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah metode penyusutan manakah yang lebih tepat digunakan

oleh PT. Prima Dwi Utama sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban

Pajak Penghasilan PT. Prima Dwi Utama ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode penyusutan mana

yang lebih tepat digunakan oleh PT. Prima Dwi Utama sebagai salah satu cara

untuk mengurangi beban Pajak Penghasilan PT. Prima Dwi Utama.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai

pihak yang terkait, antara lain :

1. Bagi PT. Prima Dwi Utama

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT.

Prima Dwi Utama dalam pemilihan metode penyusutan untuk menghitung

besarnya biaya penyusutan harta berwujud bukan bangunan sebagai salah

satu cara untuk mengurangi beban Pajak Penghasilan PT. Prima Dwi

Utama.

2. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai referensi dan acuan untuk

pengembangan dan kajian penelitian selanjutnya yang lebih mendalam,

(22)

bukan bangunan sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak

Penghasilan perusahaan.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan

teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan terhadap praktik yang nyata

terjadi, sebelum penulis memasuki dunia kerja yang sebenarnya dan dapat

menambah pengetahuan penulis dalam bidang perpajakan.

E. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang digunakan

sebagai dasar untuk mengolah data yang berasal dari PT.

Prima Dwi Utama.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, tempat dan

waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, data yang

(23)

Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini berisi uraian tentang sejarah PT. Prima Dwi Utama,

lokasi PT. Prima Dwi Utama, personalia, struktur organisasi,

dan unit usaha.

Bab V : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang deskripsi dan analisis data-data yang

diperoleh dari PT. Prima Dwi Utama, serta hasil penelitian dan

pembahasannya.

Bab VI : Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari

penelitian, dan keterbatasan dalam melakukan penelitian, serta

(24)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pajak Penghasilan

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain pengertian tersebut, ada beberapa pengertian lain dari pajak menurut beberapa ahli, diantaranya yaitu menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam buku Perpajakan yang ditulis oleh Mardiasmo (2009: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

(25)

Perpajakan: Teori dan Kasus yang ditulis oleh Resmi (2011: 1), pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Berdasarkan buku Perpajakan yang ditulis oleh Mardiasmo (2009: 133), penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apa pun.

Berdasarkan pengertian pajak dan pengertian penghasilan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.

(26)

penghasilan. Subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

2. Subyek Pajak Penghasilan

Sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi subyek Pajak Penghasilan adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak yaitu ahli waris, badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, dan bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia.

3. Obyek Pajak Penghasilan

(27)

atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Penghasilan yang termasuk sebagai obyek pajak, yaitu penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya adalah imbalan dalam bentuk natura yang pada hakikatnya merupakan penghasilan.

Obyek pajak lainnya adalah hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. Pengertian hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, maksudnya hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya. Pengertian hadiah dari penghargaan, maksudnya imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala. Laba usaha juga merupakan obyek pajak.

(28)

diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Kedua, keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. Maksudnya, yaitu dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan tersebut adalah harga pasar.

Ketiga, keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut, merupakan obyek pajak. Begitu juga selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.

(29)

harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.

Kelima, keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. Maksudnya, yaitu dalam hal Wajib Pajak pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib Pajak lain, keuntungan yang diperoleh merupakan obyek pajak.

(30)

Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi adalah obyek pajak. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Obyek pajak lainnya adalah royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak.

(31)

Keuntungan selisih kurs mata uang asing merupakan obyek pajak. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva merupakan obyek pajak. Premi asuransi juga merupakan obyek pajak, termasuk premi reasuransi. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas adalah obyek pajak. Obyek pajak lainnya adalah tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan, baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan obyek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan obyek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.

(32)

ketentuan umum dan tata cara perpajakan merupakan obyek pajak, begitu juga dengan surplus Bank Indonesia.

4. Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final

Berdasarkan buku Perpajakan: Teori dan Kasus yang ditulis oleh Resmi (2011: 139), Pajak Penghasilan bersifat final merupakan Pajak Penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total Pajak Penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Menurut buku Perpajakan Indonesia yang ditulis oleh Diana dan Setiawati (2010: 367), penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final harus dikeluarkan dari penghitungan Pajak Penghasilan terutang (koreksi negatif).

Menurut buku Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu yang ditulis oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2013: 250), karakteristik penghasilan yang menjadi obyek Pajak Penghasilan final adalah penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan terutang lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, jumlah Pajak Penghasilan final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan (non prepaid taxes), dan biaya-biaya yang digunakan untuk mendapatkan,

(33)

Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final, antara lain penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Obligasi yang dimaksud dalam hal ini adalah surat utang berjangka waktu lebih dari dua belas bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Noteyang berjangka waktu lebih dari dua belas bulan. Surat utang negara yang dimaksud dalam hal ini meliputi obligasi negara dan surat perbendaharaan negara.

(34)

Penghasilan-penghasilan yang dapat dikenakan pajak bersifat final merupakan obyek pajak. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, antara lain perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat, kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, pemerataan dalam pengenaan pajaknya, dan memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, maka atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berikut ini jenis-jenis penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final beserta dasar hukum dan dasar pengenaannya.

Tabel 1. Jenis-jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final Dasar Hukum Jenis Penghasilan Dasar Pengenaan Pajak

(DPP) PP 131/2000 Bunga Deposito,

Tabungan, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Jumlah Bruto

PP 14/1997 Penjualan Saham di Bursa Jumlah Bruto PP 04/1995 Penjualan Saham Milik

Perusahaan Modal Ventura

Jumlah Bruto

PP 132/2000 Hadiah Undian Jumlah Bruto PP 71/2008 Pengalihan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan

PP 5/2002 Persewaan Tanah dan atau Bangunan

(35)

Tabel 1. Jenis-jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final (lanjutan)

Dasar Hukum Jenis Penghasilan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

PP 51/2008 jo PP 40/2009

Jasa Konstruksi Nilai Kontrak PP 15/2009 Bunga Simpanan Koperasi Jumlah Bunga

PP 16/2009 Bunga Obligasi Jumlah Bunga dan atau Diskonto

PP 19/2009 Dividen yang diterima Orang Pribadi (OP)

Jumlah Dividen PP 138/2000 jo

79/PMK.03/2008

Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap

Selisih Lebih Revaluasi Sumber: Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu, 2013

5. Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Berdasarkan buku Perpajakan yang ditulis oleh Mardiasmo (2009: 144), Pajak Penghasilan setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

(36)

yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

6. Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (Deductible Expenses)

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

(37)

dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.

(38)

Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan juga merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Maksudnya, yaitu iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

(39)

Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan adalah biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran. Beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.

(40)

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir. Maksud dari penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan dalam piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya, diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Biaya lainnya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, yaitu sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(41)

penghasilan neto atau laba fiskal mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun, yang dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

7. Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto ( Non-Deductible Expenses)

Berdasarkan ketentuan pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya, karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang.

(42)

sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya adalah biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

Biaya lainnya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(43)

sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, meliputi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi koperasi simpan pinjam, PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan infrastruktur yang melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur, dan PT. Perusahaan Pengelola Aset.

(44)

yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Kedua, cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian, serta cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa. Ketiga, cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Keempat, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.

(45)

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri.

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan obyek pajak.

(46)

bagi pegawai yang bersangkutan, premi asuransi tersebut merupakan penghasilan yang merupakan obyek pajak.

(47)

penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha.

Biaya lainnya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pajak Penghasilan juga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Maksud dari Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

(48)

pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu, biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut, begitu juga dengan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(49)

pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan. Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, diamortisasi dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat atau dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku.

8. Tarif Pajak Penghasilan

(50)

Menurut ketentuan pasal 31 E ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Menurut ketentuan pasal 31 E ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, besarnya bagian peredaran bruto tersebut dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

B. Penyusutan Harta Berwujud

1. Pengertian Penyusutan Harta Berwujud

Berdasarkan buku Teori Akuntansi yang ditulis oleh Suwardjono (2011: 437-440), depresiasi atau penyusutan merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematik dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Penyusutan juga dipandang sebagai penurunan potensi jasa selama perioda operasi akibat keausan fisik, konsumsi manfaat, atau keusangan teknologis.

(51)

tersebut. Berdasarkan buku Perpajakan yang ditulis oleh Mardiasmo (2009: 152), penyusutan merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud.

Harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu harta berwujud yang bukan berupa bangunan dan harta berwujud yang berupa bangunan. Menurut buku Perpajakan Indonesia yang ditulis oleh Waluyo (2008: 159), aset yang dapat disusutkan adalah aset yang diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi, memiliki suatu masa manfaat yang terbatas, dan ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

2. Kebijakan Penyusutan Harta Berwujud Menurut Ketentuan Perpajakan

(52)

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut, sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud untuk menghitung penyusutan, ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2. Tarif Penyusutan Harta Berwujud Kelompok Harta

(53)
(54)
(55)

Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk dalam setiap kelompok dan masa manfaat yang harus diikuti oleh Wajib Pajak, dalam rangka memberikan keseragaman kepada Wajib Pajak untuk melakukan penyusutan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 yang mengatur tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan, jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok satu, antara lain mebel dan peralatan dari kayu atau rotan, mesin kantor, perlengkapan lainnya, sepeda motor, alat perlengkapan khusus bagi industri/jasa yang bersangkutan, alat dapur untuk memasak, makanan dan minuman, jigs, alat yang digerakkan bukan dengan mesin, mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan, mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum, falsh memory tester, writer machine, biporar test system, dan sebagainya.

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok dua, antara lain mebel dan peralatan dari logam, mobil, container, mesin pertanian/perkebunan, mesin yang mengolah produk

(56)

penebangan kayu, truk berat, kapal barang, perahu layar pakai, perangkat pesawat telepon, auto frame loader, dan sebagainya.

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok tiga, antara lain mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil, mesin dan peralatan penggergajian kayu, mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia, mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat, kapal penumpang, pesawat terbang, perangkat radio navigasi, dan sebagainya. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok empat, antara lain mesin berat untuk konstruksi, lokomotif uap dan tender atas rel, kereta, kapal penumpang, kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, dan sebagainya. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu pada tanggal 8 April 2002. Penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002, terdapat di lampiran pertama halaman 147.

(57)

harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan, jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok satu, antara lain mebel dan peralatan dari kayu atau rotan, mesin kantor, perlengkapan lainnya, sepeda motor, alat perlengkapan khusus bagi industri/jasa yang bersangkutan, jigs, alat-alat komunikasi, alat-alat yang digerakkan bukan dengan mesin, mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan, mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum, falsh memory tester, anchor, base station controller, dan sebagainya.

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok dua, antara lain mebel dan peralatan dari logam, mobil, container, mesin pertanian/perkebunan, mesin yang mengolah produk asal

(58)

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok tiga, antara lain mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk tekstil, mesin dan peralatan penggergajian kayu, mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan produk industri kimia, mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat, kapal penumpang, pesawat terbang, perangkat radio navigasi, dan sebagainya. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok empat, antara lain mesin berat untuk konstruksi, lokomotif uap dan tender atas rel, kereta, kapal penumpang, kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, dan yang lainnya. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009. Penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, terdapat di lampiran kedua halaman 158.

3. Metode Penyusutan Harta Berwujud Menurut Ketentuan Perpajakan

Metode penyusutan yang diperkenankan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Metode garis lurus merupakan metode di mana penghitungan

(59)

penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu mengalikan harga perolehan dengan tarif penyusutan. Metode saldo menurun merupakan metode di mana penghitungan penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa bukunya disusutkan sekaligus. Cara memperoleh biaya penyusutan dengan menggunakan metode saldo menurun, yaitu mengalikan nilai sisa buku dengan tarif penyusutan.

Berdasarkan buku Perpajakan yang ditulis oleh Mardiasmo (2009: 153), Wajib Pajak diperkenankan memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun.

C. Rekonsiliasi Fiskal

(60)

Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan (Undang-Undang Pajak Penghasilan). Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan penghitungan laba (rugi) suatu entitas (Wajib Pajak).

Menurut buku Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu yang ditulis oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2013: 269), laporan laba rugi (biasanya disebut laporan komersial) yang menjadi dasar rekonsiliasi fiskal terdiri dari penghasilan dan biaya. Kedua unsur ini harus disesuaikan dengan ketentuan fiskal, sehingga laporan fiskal (laba rugi yang sudah disesuaikan dengan ketentuan fiskal) dapat diketahui. Selain itu, penghitungan Pajak Penghasilannya juga dapat dilakukan.

D. Konsep Nilai Waktu Uang

(61)

Berdasarkan buku Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan Keputusan Jangka Panjang yang ditulis oleh Husnan (2000: 70-71), uang saat ini selalu lebih berharga daripada nanti. Konsep yang mendasarinya adalah nilai waktu uang. Sejauh tingkat bunga (yang merupakan cerminan harga dana) tidak pernah negatif, maka uang saat ini selalu lebih berharga daripada nanti. Semakin tinggi tingkat bunga yang dianggap relevan, semakin besar perbedaan antara nilai sekarang dengan nilai yang akan diterima di kemudian hari. Tinggi rendahnya tingkat bunga ini dipengaruhi antara lain oleh risiko investasi. Semakin tinggi risiko investasi, semakin tinggi tingkat bunga yang dipandang relevan.

(62)

Berdasarkan buku Dasar-Dasar Manajemen Keuangan yang ditulis oleh Brigham dan Houston (2010: 31-32), langkah pertama dalam analisis nilai waktu adalah membuat suatu garis waktu (time line) yang akan membantu untuk membayangkan apa yang sedang terjadi dalam suatu permasalahan. Interval dari 0 (nol) ke 1 (satu), 1 (satu) ke 2 (dua), dan 2 (dua) ke 3 (tiga) adalah periode waktu seperti tahun atau bulan. Waktu 0 (nol) adalah hari ini, dan merupakan awal dari periode ke-1 (satu). Waktu ke-1 (satu) adalah satu periode dari sekarang, dan merupakan akhir dari periode ke-1 (satu) dan awal periode ke-2 (dua), dan seterusnya.

Nilai waktu uang terdiri dari dua jenis, yaitu nilai masa depan (future value) dan nilai sekarang (present value). Berdasarkan buku Dasar-Dasar

Manajemen Keuangan yang ditulis oleh Brigham dan Houston (2006: 282), nilai masa depan merupakan sebuah jumlah yang akan dicapai oleh arus kas atau serangkaian arus kas yang berkembang setelah melalui jangka waktu tertentu bila dimajemukkan dengan tingkat suku bunga tertentu. Nilai masa depan digunakan untuk menghitung nilai investasi yang akan datang.Menurut buku Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan yang ditulis oleh Keown, Martin, Petty dan Scott (2010: 145), rumus untuk menghitung nilai masa depan adalah :

FV = PV (1 + i)

di mana FV = nilai masa depan investasi di akhir n tahun

(63)

i = tingkat suku bunga (diskonto) tahunan

PV = nilai sekarang atau jumlah investasi awal pada awal tahun pertama

Berdasarkan buku Dasar-Dasar Manajemen Keuangan yang ditulis oleh Brigham dan Houston (2006: 287), nilai sekarang dalam hal ini merupakan nilai sekarang dari arus kas atau serangkaian arus kas di masa mendatang. Nilai sekarang digunakan untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai di masa datang. Menurut buku Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan yang ditulis oleh Keown, Martin, Petty dan Scott (2010: 153), rumus untuk menghitung nilai sekarang adalah :

PV = FV 1

(1 + i)

di mana PV = nilai sekarang dari sejumlah uang masa yang akan datang FV = nilai uang yang diinvestasikan pada akhir tahun ke-n

n = jumlah tahun sampai pembayaran yang akan diterima

i = tingkat diskonto (bunga)

(64)

beda waktu/beda sementara (timing difference/temporary difference). Walaupun berdasarkan nilai nominal pada akhir masa manfaat besarnya akumulasi beban penyusutan sama, namun jika ditinjau dari present value jumlahnya akan menjadi berbeda.

E. ReviewPenelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Penyusutan Harta Berwujud dan Pajak Penghasilan, yaitu :

1. Skripsi

(65)

Penghasilan yang lebih kecil, sehingga sebaiknya PT. Primissima menggunakan metode penyusutan saldo menurun, karena PT. Primissima dapat melakukan penghematan pajak.

Yohanes Aris Dwi Hartono (2008) telah melakukan penelitian tentang pemilihan metode depresiasi aktiva tetap untuk perencanaan pajak penghasilan di Perusahaan Kusumatex Yogyakarta. Hasil penghitungan yang telah dilakukan oleh penulis, yaitu total Pajak Penghasilan pada metode depresiasi garis lurus adalah sebesar Rp35.887.650,00 sedangkan total Pajak Penghasilan pada metode saldo menurun adalah sebesar Rp40.738.850,00. Perbedaan jumlah pajak tersebut disebabkan oleh tarif penyusutan dan perbedaan jumlah depresiasi aktiva tetap setiap tahunnya. Dari hasil penghitungan ini, diperoleh kesimpulan bahwa metode depresiasi garis lurus menghasilkan jumlah Pajak Penghasilan terutang lebih kecil, sehingga metode depresiasi yang lebih tepat digunakan oleh Perusahaan Kusumatex Yogyakarta untuk memperkecil Pajak Penghasilan adalah metode depresiasi garis lurus.

(66)

(FIFO) adalah sebesar Rp4.948.190.397,00. Perbedaan tersebut menghasilkan selisih sebesar Rp358.931.492,00 yang merupakan penghematan pajak jika Penerbit-Percetakan Kanisius menggunakan metode FIFO, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa metode FIFO menghasilkan Pajak Penghasilan terutang lebih kecil daripada metode Average. Hasil penghitungan untuk masalah kedua, yaitu nilai sekarang

Pajak Penghasilan terutang dengan metode garis lurus adalah sebesar Rp6.211.478.283,00 sedangkan nilai sekarang Pajak Penghasilan terutang dengan metode saldo menurun adalah sebesar Rp6.002.031.235,00. Perbedaan tersebut menghasilkan selisih sebesar Rp209.447.048,00 yang merupakan penghematan pajak jika Penerbit-Percetakan Kanisius menggunakan metode saldo menurun, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa metode depresiasi saldo menurun menghasilkan Pajak Penghasilan terutang lebih kecil daripada metode depresiasi garis lurus.

(67)

lebih kecil daripada metode penyusutan garis lurus, sehingga metode penyusutan saldo menurun lebih tepat digunakan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk untuk meminimalkan beban pajak perusahaan.

Hendra Oentoro (2009) telah melakukan penelitian tentang pengaruh metode depresiasi bukan bangunan terhadap laba fiskal, Pajak Penghasilan (PPh) terutang, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 28A/29 di PT. Nugraha Karya Dhaniwisata. Hasil penghitungan yang telah dilakukan oleh penulis, yaitu terdapat perbedaan besarnya biaya depresiasi dengan menggunakan metode garis lurus dan metode saldo menurun. Perbedaan metode depresiasi tersebut berpengaruh terhadap besarnya laba fiskal, PPh terutang, dan PPh pasal 25. Namun, perbedaan metode depresiasi tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya PPh pasal 28A/29.

2. Jurnal

(68)

Soddin Mangunsong (2002) telah melakukan penelitian tentang peranan tax planning dalam mengefisienkan pembayaran Pajak Penghasilan di PT. Sepatu Bata Tbk. Ada dua hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama, terdapat perbedaan yang signifikan antara laba komersial dengan laba kena pajak. Selisih laba yang signifikan ini mengakibatkan laba kena pajak PT. Sepatu Bata Tbk menjadi besar. Kedua, tax planning berperan dalam mengefisienkan pembayaran Pajak Penghasilan PT. Sepatu Bata Tbk. Perencanaan pajak (tax planning) dikatakan efisien, karena menurut uji statistik yang dilakukan, Pajak Penghasilan sebelum tax planning berbeda secara signifikan dengan Pajak Penghasilan setelah menggunakan tax planning.

(69)

Nyoman Sentosa Hardika (2007) telah melakukan penelitian tentang perencanaan pajak sebagai strategi penghematan pajak. Hasil dari penelitian ini, yaitu perencanaan pajak merupakan tahap pertama dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan. Pada umumnya, penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban Pajak. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan Wajib Pajak.

(70)

53 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan berupa studi kasus. Berdasarkan buku

Metode Penelitian Bidang Sosial yang ditulis oleh Nawawi (2005: 72), studi

kasus merupakan penelitian yang memusatkan diri secara intensif terhadap

satu obyek tertentu, dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Studi kasus

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penelitian tentang metode

penyusutan harta berwujud bukan bangunan yang lebih tepat digunakan oleh

PT. Prima Dwi Utama sebagai salah satu cara untuk mengurangi beban Pajak

Penghasilan PT. Prima Dwi Utama. Data-data yang akan digunakan dalam

penelitian ini diambil dari data PT. Prima Dwi Utama.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Prima Dwi Utama yang berlokasi di Jalan

Y. Wayong by-passLepo-Lepo, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

2. Waktu Penelitian

(71)

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Karyawan bagian keuangan dan akuntansi yang mengurusi masalah

perpajakan dan penyusunan laporan keuangan.

2. Obyek Penelitian

a. Harta berwujud bukan bangunan.

b. Laporan keuangan PT. Prima Dwi Utama (Laporan Laba Rugi) tahun

2009 sampai dengan tahun 2012.

D. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain :

1. Gambaran umum PT. Prima Dwi Utama.

2. Tabel harta berwujud bukan bangunan beserta harga perolehannya.

3. Laporan keuangan PT. Prima Dwi Utama (Laporan Laba Rugi) tahun 2009

sampai dengan tahun 2012.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab kepada

karyawan bagian keuangan dan akuntansi yang mengurusi masalah

perpajakan dan penyusunan laporan keuangan untuk mengetahui gambaran

(72)

penyusutan harta berwujud bukan bangunan milik PT. Prima Dwi Utama.

Pedoman wawancara terdapat di lampiran ketiga halaman 172.

b. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan

mempelajari data yang diberikan oleh PT. Prima Dwi Utama berupa

gambaran umum PT. Prima Dwi Utama, tabel harta berwujud bukan

bangunan beserta harga perolehannya dan laporan keuangan PT. Prima

Dwi Utama (Laporan Laba Rugi) tahun 2009 sampai tahun 2012.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif.

Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan penghitungan

biaya penyusutan harta berwujud bukan bangunan menggunakan metode garis

lurus dan metode saldo menurun. Langkah-langkah yang dilakukan dalam

teknik analisis data adalah :

1. Membuat daftar harta berwujud bukan bangunan berdasarkan kelompok

yang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.03/2009.

Tabel 3. Contoh Tabel Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan

No. Jenis Harta Tahun Perolehan

Masa Manfaat (Tahun)

(73)

Setiap kolom pada tabel daftar harta berwujud bukan bangunan akan diisi

informasi sebagai berikut :

Kolom nomor akan diisi dengan nomor urut, kolom jenis harta akan diisi

dengan jenis harta berwujud bukan bangunan, kolom tahun perolehan akan

diisi dengan tahun perolehan dari harta berwujud bukan bangunan, kolom

masa manfaat (tahun) akan diisi dengan masa manfaat dari harta berwujud

bukan bangunan, kolom kelompok akan diisi dengan kelompok dari harta

berwujud bukan bangunan sesuai dengan pengelompokan jenis-jenis harta

yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk

keperluan penyusutan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.03/2009, dan kolom harga perolehan (Rp) akan diisi dengan

harga perolehan dari harta berwujud bukan bangunan tersebut.

2. Menghitung biaya penyusutan harta berwujud bukan bangunan

berdasarkan kelompoknya masing-masing dari tahun 2009 sampai tahun

2012 dengan menggunakan metode garis lurus dan metode saldo menurun.

(74)

Setiap kolom pada tabel daftar penghitungan biaya penyusutan harta

berwujud bukan bangunan dengan menggunakan metode garis lurus

akan diisi informasi sebagai berikut :

Kolom nomor akan diisi dengan nomor urut, kolom jenis harta akan

diisi dengan jenis harta berwujud bukan bangunan, kolom tahun

perolehan akan diisi dengan tahun perolehan dari harta berwujud bukan

bangunan, kolom masa manfaat (tahun) akan diisi dengan masa manfaat

dari harta berwujud bukan bangunan, kolom kelompok akan diisi

dengan kelompok dari harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan

pengelompokan jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta

berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan pada Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, kolom harga perolehan

(Rp) akan diisi dengan harga perolehan dari harta berwujud bukan

bangunan, kolom tarif akan diisi dengan tarif penyusutan harta

berwujud bukan bangunan untuk metode garis lurus sesuai dengan

ketentuan tarif penyusutan harta berwujud bukan bangunan untuk

metode garis lurus yang diatur dalam Undang-Undang Pajak

Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, kolom biaya penyusutan (Rp) untuk

tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 akan diisi dengan biaya

penyusutan harta berwujud bukan bangunan berdasarkan hasil

penghitungan harga perolehan harta berwujud bukan bangunan

Gambar

Tabel  1. Jenis-jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final
Tabel 1. Jenis-jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final (lanjutan)
Tabel  2. Tarif Penyusutan Harta Berwujud
Tabel  3. Contoh Tabel Daftar Harta Berwujud Bukan Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait