ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL
BETON DITINJ AU DARI ASPEK PROPERTIES MARSHALL
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Dalam Memper oleh Gelar Sar jana Teknik (S1)
Disusun Oleh :
RONA ARINING RUBITYA AGUSTIKA NPM. 0853010084
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
ABSTRAK
ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN CAMPURAN ASPAL BETON
DITINJ AU DARI ASPEK PROPERTIS MARSHALL
Oleh :
RONA ARINING RUBITYA AGUSTIKA Npm : 0853010084
Pada tahun 1999 Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah mengeluarkan spesifikasi baru tentang Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Mutlak. Salah satu spesifikasi baru yang dikeluarkan adalah asphalt
concrete – wearing course (AC – WC) sebagai lapis aus kedua dalam lapisan jenis aspal
beton merupakan lapisan yang paling atas dalam perkerasan lentur. Pada campuran AC – WC yang biasanya menggunakan filler abu batu dalam penelitian ini akan dicampur dengan menggunakan filler semen portland. Semen portland yang digunakan adalah semen Portland tipe-I yang biasa digunakan sebagai bahan campuran pada konstruksi beton dan banyak dijumpai di pasaran.
Karakteristik Marshall ditentukan oleh proses pemadatannya. Proses pengujian
Marshall untuk mencari karakteristik Marshall menggunakan sampel utuh sesuai prosedur.
Selanjutnya dilihat perbedaan distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% terhadap total berat agregat. Karakteristik Marshall yang dicari adalah
VIM, VFWA, stabilitas, flow dan Marshall Quotient (MQ) pada sampel utuh diperoleh dari
hasil Marshall Test. Distribusi void dan orientasi agregat ditinjau berdasarkan sampel utuh. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
1. VIM dengan kadar aspal 4,5% = 4,1%, 5% = 3,2%, 5,5% = 4,7%, 6% = 3,8%, 575,22 kg/mm, 6% = 569,73 kg/mm, 6,5% = 516,10kg/mm
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT dan Rasullah
Muhammad SAW karena atas berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan
tugas akhir ini dengan judul ”ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN
CAMPURAN ASPAL BETON DITINJAU DARI ASPEK PROPERTIES
MARSHALL”. Sebagai kelengkapan tugas akademik dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini saya berusaha semaksimal mungkin
menerapkan ilmu yang didapatkan pada perkuliahan dan ditunjang dengan literatur
yang sesuai. Selain itu, saya menyadari tugas akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari setiap pembaca akan
saya terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Dalam tugas akhir ini, saya banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan
hingga terselesainya tugas akhir ini. Untuk itu saya ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada :
1. Alm. Ayah Bambang Kintjoko, ST, Ibu Sulistiyawati dan adik – adik saya (dek
Rizqa dan dek Anky) atas curahan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril
maupun materil dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
3. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan Dosen
Pembimbing Utama yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi,
sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.
4. Bapak Sumaidi Wijaya, ST, selaku dosen wali yang telah banyak membimbing
selama kuliah di Program Studi Teknik Sipil hingga selesai mengerjakan tugas
akhir ini dengan baik.
5. Bapak Nugroho Utomo, ST, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, Program
Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,
yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam
mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.
6. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran Jawa Timur atas segala pelayanan yang diberikan.
7. Ibu Masliyah, ST., MT., Bapak Iwan Wahjidijanto, ST, MT. dan Bapak Ir.
Hendrata Wibisana, MT, selaku dosen penguji Tugas Akhir.
8. Bapak Sudarman dan seluruh staf dan karyawan Laboratorium Bahan Jalan PT.
Merakindo Mix Driyorejo – Gresik atas segala pelayanan yang diberikan dan
banyak membantu membimbing dalam penelitian untuk menyelesaikan tugas
akhir ini.
9. My Beloved mas Sanggra Umar Dani yang banyak membantu menyemangati
dalam mengerjakan tugas akhir ini.
10. Seluruh teman-teman program studi Teknik Sipil khususnya angkatan 2008,
dan Nova yang selalu mendorong saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir
ini.
11. Rekan-rekan BEM FTSP, Hima (Sipil, Arsitektur, DKV dan Lingkungan) dan
kelompok KKN 32 UPN “veteran” Jawa Timur, terima kasih atas segala
dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
12. Mas Albat dan Om Yunus atas bimbingannya dan memberi materi yang
bermanfaat dalam penelitian sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik.
13. Keluarga besar dari ayah dan ibu saya atas curahan kasih sayang, doa dan
dorongan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
14. Semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu per satu, yang telah berjasa
kepada saya.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan
membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu saya
dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Juni 2012
DAF TAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... ix
Daftar Tabel ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Umum ... 6
2.2 Jenis – Jenis Aspal Beton ... 7
2.3 Karakteristik Aspal Beton ... 8
2.4 AC – WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) ... 11
2.5 Agregat ... 14
2.5.1 Agregat Kasar ... 15
2.5.2 Agregat Halus ... 18
2.5.3 Bahan Pengisi (Filler) ... 20
2.6 Semen Portland ... 21
2.7 Penggunaan dan Sifat Aspal Beton ... 22
2.7.2 Gradasi Agregat ... 23
2.7.3 Kekuatan Agregat ... 24
2.7.4 Kepadatan Agregat ... 24
2.7.5 Kestabilan Lapisan Perkerasan ... 24
2.7.6 Rongga Kosong ... 25
2.8 Perencanaan Campuran Aspal Beton ... 25
2.9 Marshall Test ... 26
2.10 Persamaan – persamaan Marshall ... 27
2.11 Karakteristik Campuran ... 29
2.11.1 Stabilitas ... 29
2.11.2 Flow ... 30
2.11.3 Marshall Quotient ... 31
2.11.4 Skid Resistance ... 31
2.11.5 Densitas ... 31
2.11.6 Specific Gravity Campuran ... 32
2.11.7 Porositas (Void In Mix) ... 33
2.11.8 Durabilitas ... 33
2.11.9 Workability ... 34
2.11.10 Fleksibelitas ... 34
2.11.11 Kuat Tekan ... 34
2.12 Pencampuran dan Pengujian Benda Uji ... 35
2.13 Penelitian Yang Pernah Dilakukan... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43
3.2 Studi Literatur ... 44
3.3 Bahan Penelitian ... 44
3.4 Peralatan Penelitian ... 44
3.5 Identifikasi Benda Uji ... 45
3.6 Flow Chart ... 47
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1 Hasil Perencanaan Gradasi Agregat ... 49
4.2 Hasil Pengujian Material ... 53
4.2.1 Agregat Kasar ... 53
4.2.2 Agregat Halus ... 54
4.2.3 Filler ... 56
4.2.4 Aspal ... 57
4.3 Penentuan Berat Jenis, Penyerapan Aspal Dan Perkiraan Kadar Aspal Rencana ... 58
4.4 Hasil Analisa Marshall Pada Kadar Aspal Rencana ... 59
4.5 Hasil Analisa Marshall Pada Kondisi Kadar Optimum Dengan 2x75 Tumbukan ... 70
4.6 Hasil Analisa Marshall pada Kondisi Kadar Optimum Dengan 2x400 Tumbukan ... 80
4.7 Hubungan Antara Sifat – Sifat Marshall dengan Pemelihan Material ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
5.1 Kesimpulan ... 92
Daftar Pustaka ... 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Marshall ... 27
Gambar 2.2 Benda Uji Aspal Beton ... 36
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian ... 48
Gambar 4.1 Kurva Gradasi Agregat Campuran ... 52
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 62
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Parameter Stabilitas dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 63
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 64
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 65
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat (VMA) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 66
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran (VIM) dengan Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan ... 67
Gambar 4.9 Pemilihan Kadar Aspal Optimum pada 2x75 Tumbukan .... 69
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ... 72
Gambar 4.11 Grafik Hubungan Parameter Stabilitas dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ... 73
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x75
Tumbukan ... 74
Gambar 4.13 Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x75 Tumbukan ... 75
Gambar 4.14 Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat
(VMA) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x75 Tumbukan ... 76
Gambar 4.15 Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran
(VIM) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x75 Tumbukan ... 77
Gambar 4.16 Grafik Hubungan Parameter Rongga Terisi Aspal (VFA)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
Gambar 4.17 Grafik Hubungan Parameter Kepadatan (Gmb) dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ... 82
Gambar 4.18 Grafik Hubungan Parameter Stabilitas dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ... 83
Gambar 4.19 Grafik Hubungan Parameter Kelelehan dengan Lama
Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada 2x400
Tumbukan ... 84
Gambar 4.20 Grafik Hubungan Parameter Hasil Bagi Marshall (MQ)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
2x400 Tumbukan ... 85
Gambar 4.21 Grafik Hubungan Parameter Rongga Antara Mineral Agregat
(VMA) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x400 Tumbukan ... 86
Gambar 4.22 Grafik Hubungan Parameter Rongga Dalam Campuran
(VIM) dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal
Optimum pada 2x400 Tumbukan ... 87
Gambar 4.23 Grafik Hubungan Parameter Rongga Terisi Aspal (VFA)
dengan Lama Perendaman pada Kadar Aspal Optimum pada
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapisan Aspal Beton .... 13
Tabel 2.2 Ketentuan Sifat – Sifat Campuran ... 14
Tabel 2.3 Berat dan Gradasi Benda Uji ... 16
Tabel 2.4 Pengujian Persyaratan Agregat dan Filler ... 21
Tabel 2.5 Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek” ... 38
Tabel 3.1 Identifikasi Benda Uji ... 46
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Penyesuaian Proporsi Agregat Campuran 51
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 54
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Agregat Halus ... 55
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Filler ... 56
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Aspal ... 57
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Aspal... 58
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Marshall Kadar Aspal Rencana dengan Tumbukan 2x75 Tumbukan... 61
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum dengan 2x75 Tumbukan dan Masa Perendaman ... 71
Tabel 4.9 Hasil Perendaman pada 2x75 Tumbukan ... 79
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum dengan 2x400 Tumbukan dan Masa Perendaman ... 81
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Prasarana transportasi berupa jalan merupakan salah satu unsur
pengembangan wilayah yang mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Guna menghasilkan kondisi jalan yang seperti yang diharapkan, maka
diperlukan bahan – bahan pembentuk jalan yang mempunyai mutu yang baik.
Masalah transportasi saat ini merupakan masalah yang sering dihadapi oleh
berbagai negara, baik negara yang sudah maju maupun negara berkembang
seperti Indonesia, maka setiap negara ingin menciptakan transportasi yang
dapat menjamin pergerakan manusia atau barang secara lancar, aman, teratur,
mudah, cepat dan nyaman. Proses pembuatan perkerasan juga dipengaruhi
dan didukung dari berbagai aspek. Perkerasan jalan sudah sangat mudah
dibuat karena didukung oleh media, bahan material dan sumber daya alat
yang memadai.
Dalam perkerasan jalan ada tahapan untuk proses pemadatan.Proses
pemadatan aspal beton (asphalt concrete) menggunakan peralatan pemadatan
berupa tandem roller dan pneumatictire roller, setelah proses penghamparan
material. Kedua alat di atas pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam pemadatannya, karena hanya digunakan dalam area atau lahan yang
luas, tetapi dalam pengujian ini untuk mengetahuinya dilakukan di
Karakteristik dari Marshall test ditentukan oleh proses pemadatannya.
Dimana alat pemadat juga sangat mendukung untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Proses pengujian Marshall untuk mencari karakteristik Marshall
menggunakan sampel utuh sesuai prosedur yang telah ada. Selanjutnya dilihat
perbedaan distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
Pengujian ini dilakukan dengan maksud mengetahui seberapa besar
kekuatan daya dukung benda uji terhadap deformasi atau tekanan jika
diaplikasi ke lapangan. Karena bila dirunut, banyak kondisi jalan yang rusak
diakibatkan rapuhnya konstruksi jalan akibat tidak sesuai standar yang
ditentukan. Oleh karena itu dengan adanya penelitian ini, dengan
menggunakan pengujian Marshall akan dapat mengetahui karakteristik
Marshall pada sampel utuh, mengetahui perbedaan void dan orientasi agregat
pada sampel utuh.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik Marshall pada sampel utuh untuk variasi kadar
aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2
x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24,
48, 72 dan 96 jam?
2. Bagaimana besar nilai density, VIM, VFMA, jika dipadatkan dengan
Marshall Hammer pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum
dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
jam?
3. Bagaimana distribusi void dan orientasi agregat jika dipadatkan dengan
Marshall Hammer pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum
antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan
dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
jam?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik Marshall pada sampel utuh untuk variasi kadar
aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2
x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan lama perendaman 0, 24,
48, 72 dan 96 jam.
2. Mengetahui besarnya nilai density, VIM, VFMA, pada campuran asphalt
concrete bila dipadatkan dengan Marshall Hammer pada sampel utuh
untuk variasi kadar aspal optimum antara 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5%
bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan dengan 2 x 400 tumbukan dengan
lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96 jam.
3. Mengetahui bagaimana distribusi void dan orientasi agregat pada
campuran asphalt concrete bila dipadatkan dengan marshall hammer
pada sampel utuh untuk variasi kadar aspal optimum antara 4,5%, 5%,
5,5%, 6% dan 6,5% bila dibandingkan 2 x 75 tumbukan dengan 2 x 400
1.4. Batasan Masalah
Supaya tidak terjadi perluasan dalam pembahasan, maka diberikan
batasan – batasan secara teknis sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Jalan PT. MERAKINDO
MIX, Driyorejo - Gresik.
2. Perkerasan lentur yang digunakan adalah Asphalt Concrete – Wearing
Course (AC - WC).
3. Aspal yang digunakan adalah aspal SHELL dengan penetrasi 60/70
dengan suhu pencampuran aspal terendah adalah 150 ºC.
4. Variasi untuk menentukan kadar aspal optimum yaitu antara 4,5%, 5%,
5,5%, 6% dan 6,5% terhadap total berat agregat pada masing-masing
sampel.
5. Gradasi yang digunakan dari Standar Nasional Indonesia
(SNI03-1737-1989).
6. Pengujian menggunakan metode Marshall.
7. Distribusi void dan orientasi agregat pada sampel utuh.
8. Agregat kasar, diperoleh dari hasil pemecahan batu (stone crusher) dari
AMP PT. MERAKINDO MIX, Driyorejo - Gresik.
9. Bahan pengisi campuran (filler) yang digunakan adalah abu batu sebesar
32% dari setiap sampel yang diuji, diperoleh dari hasil pemecahan batu
(stone crusher) dari AMP PT. MERAKINDO MIX, Driyorejo - Gresik.
10.Agregat halus, diperoleh dari hasil pemecahan batu (stone crusher) dari
11.Filler lain adalah semen portland sebesar 2% dari setiap sampel yang
diuji, yang biasa digunakan untuk berbagai macam konstruksi bangunan
dan terdapat di pasaran.
12.Uji Marshall standar dengan 2x75 kali tumbukan.
13.Uji Marshall dengan kepadatan mutlak dengan 2x400 kali tumbukan.
14.Uji durabilitas modifikasi dengan lama perendaman 0, 24, 48, 72 dan 96
pada kadar aspal optimum (KAO).
15.Pembuatan sampel uji coba masing – masing variasi kadar aspal optimum
6 BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat
dengan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan, yang dicampur, dihamparkan dan
dipadatkan pada suhu tertentu. Campuran beraspal menggunakan aspal semen yang
dicampur pada suhu 140 ºC - 160 ºC dan dihampar dan dipadatkan dalam kondisi
panas disebut aspal campuran panas (Hot Mix Asphalt). Campuran beraspal yang
menggunakan aspal cair dan dicampur pada suhu ruang dikenal sebagai aspal
campuran dingin (Cold Mix Asphalt). Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON)
dimaksdukan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder)
pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang
terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi
dibawahnya (Bina Marga, 1987).
Aspal beton merupakan campuran panas atau hotmix yang bergradasi
tertutup atau menerus, sehingga aspal beton mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Sebagai pendukung beban lalu lintas.
b. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat pengaruh air
dan cuaca.
c. Sebagai lapisan aus.
Serta mempunyai sifat :
a. Tahan terhadap keausan akibat beban lalu lintas.
b. Kedap air.
c. Mempunyai nilai struktural.
d. Mempunyai stabilitas yang tinggi.
2.2. J enis – J enis Aspal Beton
Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran
panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada
jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal
yang akan digunakan di suatu lokasi, sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton
aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan jalan direncanakan
akan digunakan untuk melayani lalu lintas kendaraan berat, maka sifat stabilitas lebih
diutamakan. Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang
sesuai adalah beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik. Jenis
beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk
beton aspal, dan fungsi beton aspal.
Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, beton
aspal dapat dibedakan atas :
a. Beton aspal campuran aspal (hot mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140OC.
b. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang material
8 c. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 25OC.
Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas :
a. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan
roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis
dibawahnya dari rembesan air.
b. Sebagai lapis pondasi atas.
c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika di pergunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal
beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis
aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat
memberikan lapis yang kedap air. Agregat yang di pergunakan lebih halus
dibandingkan dengan aspal beton yang berfungsi sebagai lapis pondasi.
Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas:
a. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.
b. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan
dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia.
2.3. Ka rakter istik Aspal Beton
Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran
yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau
fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan permukaan
atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Di bawah
1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bledding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas
yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas
kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah:
a. Gesekan internal yang dpat berasal dari kekerasan permukaan
butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir-butir atau bentuk butir-butir, gradasi
agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.
b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya
lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir
agregat.
2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuasa dan
iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran.
3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan
dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat
dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan
10 4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatigue Resistance) adalah kemampuan beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika
menggunakan kadar aspal yang tinggi.
5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama
pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan tidak tergelincir apapun atau slip. Faktor-faktor untuk
mendapatkan kesesatan jalan sama udengan untuk mendapatkan stabilitas
yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang
kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan
tebal film aspal.
6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari
permukaan agregat.
7. Workability adalah kemampuran campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan atau dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat
effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan
pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan
temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
Ketujuh sifat campuran aspal beton ini tidak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih
diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang
mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis
beton aspal dengan stabilitas tinggi.
Sehingga untuk menghasilkan campuran aspal beton yang bermutu baik
maka aspal beton tersebut harus mempunyai sifat – sifat sebagai berikut:
a. Memiliki kadar aspal yang cukup tinggi untuk menjamin keawetan
campuran.
b. Memiliki nilai stabilitas yang cukup untuk mampu memikul beban lalu
lintas.
c. Kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan kekuatan.
d. Workability yang cukup untuk memudahkan pekerjaan.
2.4. AC – WC (Asphalt Concr ete – Wear ing Cour se)
Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua
macam, yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat bisa
menjadi bermacam – macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju
pada penyusun suatu perkerasan.
Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC – WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) atau Lapis Aus Aspal Beton. AC – WC adalah salah
satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC – WC, AC – BC (Asphalt
Concrete – Binder Course) dan AC – Base. Ketiga jenis laston tersebut merupakan
12 bersama- sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru
tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.
Penggunaan AC – WC yaitu untuk lapisan permukaan paling atas dalam
perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis
laston lainnya. Pada campuran laston bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit
rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi
senjang. Hal tersebut menyebabkan campuran AC – WC lebih peka terhadap variasi
dalam proporsi campuran.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC – WC yang mempunyai
gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus memenuhi
batas – batas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction zone) yang
diberikan dalam Tabel 2.1. di bawah ini dengan membandingkan dengan AC – BC
yang mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25 mm atau 1” dan AC – Base
37,5 mm atau 1½”. Sedangkan AC – WC mempunyai ukuran butir agregat
Tabel 2.1. Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Aspal Beton
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos ASTM (mm) WC BC Base
1½" 37,5 - 100 1' 25 - 100 90 - 100 ¾" 19 100 90 - 100 maks. 90 ½" 12,5 90 - 100 maks. 90 - ⅜" 9,5 maks. 90 - no. 8 2,36 28 - 58 23 – 49 19 -45 no. 16 1,18 - - - no. 30 0,6 - - - no. 50 0,3 - - - no. 100 0,15 - - - no. 200 0,075 4 = 10 4 = 8 3 = 7
Daerah Larangan
no. 4 4,75 - - 39,5 no. 8 2,36 39,1 34,6 26,8 - 30,8 no. 16 1,18 25,6 - 31,6 22,3 - 28,3 18,1 - 24,1 no. 30 0,6 19,1 - 23,1 16,7 - 20,7 13,6 - 17,6 no. 50 0,3 15,5 13,7 11,4
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
Tabel 2.2. di bawah ini merupakan ketentuan sifat – sifat campuran beraspal
di Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen permukiman dan Prasarana Wilayah.
14 Tabel 2.2. Ketentuan Sifat – sifat Campuran
Sifat - Sifat Campuran Laston WC BC Base Penyerapan Aspal % max 1,2
Jumlah tumbukan peerbidang 75 112 Rongga dalam campuran % min 3,5
max 5,5 Rongga dalam agregat (VMA) ( %) min 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) min 65 63 60 Stabilitas Marshall (kg) min 800 1500 Kelelehan (mm) min 3 5 Marshall Quotient (kg/mm) min 250 300 Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
min
75 selama 24 jam, 60ºC
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
min 2,5 membal (refusal)
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
2.5. Agr egat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di
dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, dan terak dapur tinggi.
Agregat adalah suatu kombinasi dari pasir, kerikil, batu pecah atau
kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran beton aspal. Proporsi
agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) didasarkan kepada spesifikasi
dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat di dalam campuran aspal biasanya 90
sampai 95 persen dari berat, atau 75 sampai 85 persen dari volume. Agregat dapat
diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir,
Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah, dicuci
sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal. Shell (1990)
mengelompokkan agregat menjadi 3 (tiga), yaitu :
2.5.1. Agr egat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm
(No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian
harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran
- ukuran normal. Henny Fannisa dan Moh. Wahyudi (UNDIP Semarang) agregat
kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan
terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat
kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan
proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut
(angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar
harus mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran
wearing course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi. Agregat
yang biasa digunakan adalah batu pecah atau kerikil yang kering, kuat, awet dan
bebas dari bahan yang mengganggu seperti lempung atau zat kimia serta memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada putaran (PB
0206 – 76) harus mempunyai nilai maksimum 40%. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan
menggunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan
16 semula, dalam persen ( % ). Berat dan gradasi benda uji dapat dilihat pada Tabel
2.3 berikut :
Tabel 2.3 Berat dan Gradasi benda uji
Ukuran saringan Berat dan gradasi benda uji ( gram )
Lewat
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Peraturan Tentang Berat dan Gradasi pada Agregat (2004)
Setelah dilakukan pemeriksaan hitung keausan agregat dengan rumus:
Keausan = x 100%
dimana :
a = benda uji awal ( gram )
b = benda uji tertahan saringan No.12 ( gram )
c = benda uji lolos saringan No. 12 ( gram )
2. Kelekatan terhadap aspal ( PB 0205 – 76 ) harus lebih besar dari 95%.
3. Indeks kepipihan agregat maksimum 25% ( B.S ).
4. Minimum 50% dari agregat kasar harus mempunyai sedikitnya satu
bidang pecah.
a. Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.
pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk
mengetahui persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat
diserap pori terhadap agregat kering.
Penyerapan = x 100 %
dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram)
b. Berat jenis semu (apparent) (PB. 0202 – 76) agregat minimum 2.50.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering – permukaan jenuh (saturated surface dry), berat
18 (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat
kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis kering permukaan
(saturated surface dry) adalah perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan
isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis semu
(apparent specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat
kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan kering pada suhu tertentu.
Berat Jenis (bulk specific gravity) =
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (SSD) =
Berat Jenis Semu (apparent specific gravit ) =
dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram)
Ba = berat benda uji dalam air, (gram)
5. Gumpalan lempung agregat maksimum 0.25 %.
6. Bagian – bagian batu yang lunak dari agregat maksimum 5 %.
2.5.2. Agr egat Halus
Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan
memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui
interlocking antar agregat. Untuk hal ini maka sifat eksternal yang diperlukan adalah
angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness (kekasaran permukaan
butiran). Agregat halus mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1. Nilai sand equivalent (AASHTO 1 – 176) dari agregat harus minimum
50.
2. Berat jenis semu (apparent) (PB. 0203 – 76) minimum 2.50. Pada
pemeriksaan berat jenis agregat halus maksud dan tujuan sama dengan
pemeriksaan berat jenis agregat kasar. Dimana dimaksudkan untuk
menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan jenuh
(Saturated surface dry / SSD), berat jenis semu (apparent specific
grafity), dari agregat halus.
a. berat jenis (bulk specific gravity) =
( – )
b. berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
( – )
c. berat jenis semu (apparent specific gravity) =
( – )
dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
B = berat piknometer berisi air, (gram)
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram)
20 4. Peresapan agregat terhadap air (PB. 0202 – 76) maksimum 3%.
pemeriksaan penyerapan agregat kasar dimaksudkan untuk mengetahui
persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering.
Penyerapan = x 100 %
dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
2.5.3. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan N0. 200 (0,075
mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran,
namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan.
Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan
akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang
terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang
relatif tinggi.
Agergat yang digunakan sebagai campuran aspal harus memenuhi
Tabel 2.4. Pengujian Persyaratan Agregat dan Filler
No. Pengujian Metoda Syarat
Agregat Kasar
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3%
2 Berat jenis SNI 03-1970-1990 ≥ 2,5%
3 Keausan / Los Angeles Abration Test SNI 03-2417-1991 ≤ 40%
4 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 06-2439-1991 ≥ 95%
5 Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maks 10%
Agregat Halus
1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3%
2 Berat jenis SNI 03-1970-1990 ≥ 2,5%
3 Ekivalent pasir AASTHO T-176 ≥ 50%
Filler
1 Berat jenis SNI 15-2531-1999 0,5-9 gr/m³
Sumber : Tata Cara Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya, SNI 03 – 1737 – 1989
2.6. Semen Por tland
Menurut Krebs, R.D. and Walker, R.D., (1971) definisi dari semen yang
dalam hal kegunaan dari spesifikasi ini semen portland, adalah produk yang
didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu
kalsium silikat hidrolik.
Sedangkan menurut Harold N. Atkins, PE. (1997) material yang terpenting
dan mempunyai cost yang paling tinggi dalam pembuatan beton adalah semen
22 lainnya, dicampur dan dibakar dalam sebuah alat pembakaran dan sesudah itu
didapat bahan material yang berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan
terjadi ikatan yang kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air.
Kekuatan 100% dari semen dapat dilihat pada campuran beton semen yang mengeras
pada hari 28 setelah bereaksi dengan air. Proses kimia tersebut dinamakan proses
hidrasi. Ketentuan mineral yang paling pokok untuk memproduksi semen portland
adalah kapur atau lime (CaO), silica (SiO2), alumina (Al2o3) dan besi oksida
(Fe2O3).
2.7. Penggunaan dan Sifat Aspal Beton
2.7.1. Lapis Per ker asan Aspal Beton
Lapisan perkerasan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar
yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di
atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Lapis aspal beton
adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang tediri dari campuran aspal keras
dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan
terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang digunakan
sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal
keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila
dipanaskan sampai suhu 175ºC tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan yang ditetapkan (Bina Marga, 1987).
Aspal beton dapat digunakan untuk lapisan atas (wearing course), perata
jalan paling atas, yang menerima dampak langsung dari lalu lintas. Lapis perata
berada di bawah lapis aus, dan di bawah lapis perata merupakan lapis fondasi.
Lapisan-lapisan ini harus cukup kuat, stabil dan tetap ditempat meskipun ada
goncangan-goncangan dari lalu lintas. Lapisan aus harus tahan lama dari dampak lalu
lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus cukup halus agar ban mobil atau
kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir dan cukup nyaman bagi
penumpangnya. Lapisan aus merupakan agregat yang lebih halus dengan kadar aspal
lebih tinggi dari lapisan lainnya.
2.7.2. Gr adasi Agr egat
Ukuran butir agregat dan persentase berat dari setiap jenis agregat yang
diperlukan, ditentukan dalam persyaratan teknisnya. Gradasi adalah batas ukuran
agregat yang terbesar dan yang terkecil, jumlah dari masing-masing jenis ukuran,
persentase setiap ukuran butir pada agregat. Agregat akan disaring melalui
serangkaian saringan, dari yang paling kasar sampai yang paling halus. Penentuan
gradasi dapat berdasarkan persentase agregat yang tertahan saringan atau yang lolos
saringan, sesuai jenis campurannya dan jenis lapisan perkerasan jalannya. Gradasi
agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Gradasi Seragam (Uniform Gradation)
Adalah gradasi dengan ukuran butir yang hampir sama.
2. Gradasi Baik (Well Gradation)
Adalah agregat denagn ukuran butir dari besar ke kecil dengan porsi yang
24 3. Gradasi Senjang (Gap Gradation)
Adalah gradasi dimana ada bagian tertentu yang dihilangkan sebagian.
2.7.3. Kekuatan Agr egat
Aspal beton dibuat dan direncanakan untuk lapisan perkerasan jalan yang
baik. Kualitas perkerasan sangat tergantung pada kekuatan agregatnya. Agregat halus
keras, tahan lama, bersegi-segi agar saling mengunci.
2.7.4. Kepadatan Agr egat
Untuk aspal beton yang baik, sangat ditentukan oleh kepadatan dari
agregatnya (jumlah berat dalam volume). Kepadatan tergantung dari jenis dan
gradasi agregat, sehingga disarankan untuk tidak menggunakan batu bulat dengan
ukuran yang sama karena akan banyak membentuk rongga-rongga kosong.
Disarankan menggunakan batu yang dipecah menjadi debu dan butir-butir batu
persegi yang tidak sama bentuknya sehingga rongga-rongga kosong akan terisi oleh
batu pecah yang lebih halus.
2.7.5. Kestabilan Lapisan Per ker asaan
Kekuatan dan kepadatan agregat menentukan kestabilan perkerasan untuk
menahan beban lalu lintas, tanpa ada perubahan susunan permukaan lapisan
perkerasan. Penggunaan batu pecah akan menambah kestabilan karena pergeseran
antara dua bidang batu pecah dan juga akan member permukaan lebih luas untuk
penyelimutan aspal. Kadar aspal dalam campuran juga mempengaruhi kestabilan
menjadi kurang kuat. Sebaliknya apabila aspalnya terlalu banyak maka ikatan butir
satu sama lain akan menjadi licin, sehingga saling mendorong dan mengakibatkan
lepas. Aspal semen harus mempunyai daya ikat terhadap agregat yang tahan lama
untuk kestabilan perkerasan jalan. Aspal semen harus bersifat luwes (tidak mudah
retak) apabila digunakan sebagai perkerasan, dibandingkan dengan agregat yang
kurang dapat menyesuaikan diri terhadap dampak dari beban lalu lintas dan cuaca.
2.7.6. Rongga Kosong
Rongga-rongga kosong sangat mempengaruhi sifat aspal beton, sehingga
perlu diisi dengan mineral atau aspal yang dapat menyelimuti semua butir - butir
agregat tanpa mempengaruhi volumenya. Meskipun tercampur aspal panas sudah
dihampar dan dipadatkan, masih ada rongga - rongga kosong, karena dalam cuaca
panas, aspal semen akan meleleh dan merembes ke atas permukaan jalan.
Rongga-rongga pada campuran aspal beton padat akan semakin memadat oleh beban lalu
lintas.
2.8. Per enca an Campur an Aspal Beton
Pada perencanaan campuran ini, bertujuan untuk mendapatkan resep
campuran yang memenuhi spesifikasi, menghasilkan campuran yang memenuhi
kinerja yang baik dari agregat yang tersedia. Saat ini, metode rancangan campuran
yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran
26
2.9. Marshall Test
Marshall test untuk mengetahui kinerja aspal beton yang dikembangkan
pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh US Corps Engineer.
Melanjutkan penelitian dengan intensif dan mempelajari hal-hal yang ada kaitannya,
selanjutnya meningkatkan dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian
Marshall dan pada akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran
pengujiannya, kemudian distandarisasikan didalam American Society for Testing and
Material 1989 (ASTM d-1559).
Dua parameter penting yang ditentukan dalam pengujian tersebut, seperti
beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum hancur atau Marshall
Stability dan deformasi permanen dari sampel sebelum hancur, yang disebut
Marshall Flow, serta keturunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara
Marshall Stability dengan Marshall Flow yang disebut dengan Marshall Quotient,
yang merupakan nilai kekakuan berkembang (pseudo stiffness), yang menunjukkan
ketahanan campuran beraspal terhadap deformasi permanen (Shell, 1990).
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi proving ring (Cincin
penguji) berkapasitas 22.2 KN dan flow meter. Proving ring digunakan untuk
mengukur stabilitas dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis. Benda uji
Marshall berbentuk silinder dengan diameter 4 inci (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inci
(6,35 cm). Pada Gambar 2.1. di bawah dapat dilihat alat Marshall.
Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991. Secara garis
besar pengujian marshall meliputi :
a. Persiapan benda uji
c. Pemeriksaan nilai stabilitas dan flow
d. Perhitungan sifat volumetric benda uji
Gambar 2.1. Alat Marshall
2.10. Per samaan – persamaan Marshall
1. Berat Jenis Bulk dari total agregat :
Gsb = ...(2.1)
2. Berat Jenis Apparent dari total agregat :
28 3. Berat Jenis Efektif dari total agregat :
Gse = ...(2.3)
4. Berat Jenis Teoritikal Maksimum dan Campuran (Compacted Mixture) :
Gmm = ...(2.4)
5. Rongga Udara dalam Campuran (Void in the Compacted Mixture) dalam
persen terhadap total volume :
VIM = 100 ...(2.5)
6. Rongga dalam Mineral Agregat (Void in the Mineral Aggregate) dalam
persen terhadap total volume :
VMA = 100 – .
...(2.6)
7. Berat Isi atau Kepadatan (density) :
Density = ...(2.7)
8. Kepadatan agregat terkompaksi (Compacted Aggregate Density) :
CAD = Density
...(2.8)
9. Persen rongga terisi aspal (Voids Filled with Binder) :
Keterangan :
Gsb = Berat Jenis Bulk total agregat dalam gr/cc
P1, P2, P3, ..., Pn = Persen berat dari agregat 1, 2, 3, ..., n
Gsb1, Gsb2, Gsb3, ..., Gsbn = Berat Jenis Bulk dari agregat 1, 2, 3, ..., n
Gsa = Berat Jenis Apparent dari total agregat
Gsa1, Gsa2, Gsa3, ..., Gsan = Berat Jenis Apparent dari agregat 1, 2, 3, ..., n
Gse = Berat Jenis Efektif dari total agregat
Gmm = Berat Jenis Teoritis maksimum dari campuran padat
tanpa rongga udara
Pmm = Total campuran yang hilang.
Persen dari total campuran = 100 %
Pb = Kadar aspal dari total berat campuran
Gb = Berat Jenis dari aspal
Ps = Presentase agregat, persen dari total berat agregat
Gmb = Berat Jenis Bulk dari campuran
VIM = Persen dari total volume
VMA = Persen dari volume bulk
VFB = Rongga udara terisi aspal, persentase dari VMA
2.11. Kar akter istik Campur an
2.11.1. Stabilitas
Menurut The Asphalt Institute (2001) stabilitas adalah kemampuan
campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja, tanpa
30 dinyatakan dalam satuan kg. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung
pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall. Stabilitas terjadi
dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari
lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan
penggunaan agregat dengan gradasi yang rapat, agregat dengan permukaan kasar dan
aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus :
S = q x C x k x 0,454 ...(2.10)
dimana :
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
q = pembacaan stabilitas pada dial alat marshall (lb)
k = faktor kalibrasi alat
C = angka koreksi ketebalan
0,454 = konversi beban dari lb ke kg
2.11.2. Flow
Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel
yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum
sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakan dalam satuan mm atau 0,01. Nilai
flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran flow
bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga diperoleh
dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan
2.11.3. Marshall Quotient
Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow)
dan dinyatakan dalam kg/mm.
MQ = S/F ...(2.11)
dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = nilai flow (mm)
2.11.4. Skid Resistance
Skid resistance adalah kekesatan permukaan perkerasan untuk mengurangi
slip pada kendaraan saat perkerasan dalam keadaan basah. Tahanan geser akan
semakin tinggi jika penggunaan kadar aspal yang tepat, penggunaan agregat kasar
yang cukup dan penggunaan agregat dengan permukaan kasar yang berbentuk kubus.
2.11.5. Densitas
Densitas menunjukan kepadatan campuran perkerasan. Gradasi agregat,
kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan lentur.
Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :
D = Wdr y
32 dimana :
D = densitas (gr/cm³)
Wdry = berat kering (gram)
Ws = berat jenuh (gram)
Ww = berat dalam air (gram)
γ
air = berat jenis air (gr/cm³)2.11.6. Specific Gravity Campuran
Specific gravity campuran adalah berat campuran untuk setiap volume
(dalam gr/cm³). Dihitung berdasarkan persen tiap komponen dan specific gravity tiap
komponen penyusun campuran aspal. Besarnya specific gravity campuran (SGmix)
diperoleh dari rumus berikut :
SGmix =% % % % ...(2.13)
dimana :
%Wak = persen berat agregat kasar (%)
%Wah = persen berat aspal halus (%)
%Wb = persen berat aspal (%)
%Wf = persen berat filler (%)
SGak = Specific Gravity agregat kasar (gr/cm³)
SGah = Specific Gravity agregat halus (gr/cm³)
SGb = Specific Gravity aspal (gr/cm³)
2.11.7. Por ositas (Void In Mix)
Porositas (Void In Mix) adalah kandungan udara yang terdapat pada
campuran perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat
mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :
VIM = 1 − * 100%... (2.14)
dimana :
VIM = Porositas (VIM) spesimen (%)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm³)
SGmix = Specific gravity campuran (gr/cm³)
2.11.8. Dur abilitas
Durabilitas yaitu kemampuan lapis perkerasan untuk mencegah keausan
karena pengaruh lalu lintas, pengaruh cuaca dan perubahan suhu selama umur
rencananya. Faktor yang mempengaruhi durabilitas aspal beton adalah :
1. Selimut aspal, selimut aspal yang tebal dapat menghasilkan perkerasan
yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding tinggi.
2. VIM kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam
campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi
rapuh.
34 2.11.9. Workability
Workability adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan
dipadatkan sehingga memenuhi hasil yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi
kemudahan dalam pelaksanaan adalah gradasi agregat, temperatur campuran dan
kandungan bahan pengisi.
2.11.10. Fleksibilitas
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya
retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dari
penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil,
penggunaan aspal lunak dan penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga
diperoleh VMA besar. Marshall Quotient (MQ) merupakan parameter untuk
mengukur tingkat fleksibilitas campuran. Jika semakin tinggi MQ, campuran lebih
kaku berarti fleksibilitasnya rendah, namun jika MQ semakin kecil, campuran
memiliki nilai fleksibilitas tinggi.
2.11.11. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban
yang ada secara vertikal, dinyatakan dalam kg. Besarnya beban kendaraan yang
disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima perkerasan,
sedangkan pembebanan tersebut berlangsung pada berbagai variasi suhu karena
viskositas aspal sebagai pengikat sehingga berpengaruh terhadap nilai kuat tekan
perkerasan.
Nilai kuat tekan dipengaruhi oleh kadar aspal, viscositas aspal, suhu,
gradasi dan jumlah pemadatan. Nilai Unconfined Campressive Strenght terkoreksi
(KPa) dihitung dengan rumus :
UCS = P/A ...(2.15)
dimana :
UCS = kuat dasak (KPa)
P = beban pengujian (N)
A = luas permukaan benda uji (mm²)
2.12. Pencampur an dan Pengujian Benda Uji
Tujuan percampuran adalah untuk mengetahui persentase aspal optimum
yang mempunyai ketahanan maksimum terhadap kelelehan plastis tinggi untuk
campuran aspal beton. Ketahanan adalah suatu campuran aspal beton untuk
menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakandalam kilogram
atau pound. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu aspal yang
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm. Untuk
perencanaan campuran aspal, persentase aspal yang digunakan 4,5%, 5%, 5,5%, 6%
dan 6,5%. Setiap persentase membuat benda uji 3 buah.
Peralatan yang digunakan :
a. 3 buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) dan tinggi 7,5 cm (3”)
36 Gambar 2.2 Benda Uji Aspal Beton
b. Alat pengukur benda uji. Untuk benda uji yang sudah didapat dari dalam
cetakan benda uji dipakai sebuah alat ejektor.
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder,
deangan berat 4,536 kg (10 pound ), dan tinggi jatuh beban 45,7 cm (18”).
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis) berukuran
kira-kira 20x20x50 cm (8”x8”x18”) yang dilapis dengan pelat baja berukuran
30x30x2,5 cm (12”x12”x1”) dan dikaitkan pada lantai beton dengan 4 bagian
siku.
e. Silinder cetakan benda uji
f. Mesin tekan lengkap dengan :
1. Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
2. Cincin penguji yang berkapasitas 25000 kg (5000 pound) dengan
ketelitian 12,5 (25 pound) dilengkapi dengan arloji tekan dengan
ketetlitian 0,0025 cm (0,10001”). 10 cm
3. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengkapannya.
g. Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (200
±3) 0C.
h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 200C.
i. Perlengkapan lain:
1. Panci – panci untuk memanaskan agrerat ,sapal dan campuran aspal.
2. Pengukur suhu dari logam mineral (metal termometer) berkapasitas
2500C dan 1000C dengan ketelitian 0,5 atau 1% dari kapasitas.
3. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
4. Kompor.
5. Sarung asbes dan karet.
6. Sendok pengaduk dan perlengkapan lainnya.
Tahap Pencampuran dan Pengujian benda uji :
a. Persiapan benda uji.
Benda uji yang digunakan adalah silinder aspal beton dengan diameter 10 cm
(4”) dan tinggi 7,5 cm (3”) yang terdiri dari 4 jenis benda uji untuk
mendapatkan kadar aspal optimum, yaitu 4,5%, 5%, 5,5%, 6% dan 6,5%.
Tiap jenis benda uji membuat 3 buah benda uji. Pada penelitian ini digunakan
bahan campuran sesuai dengan analisa saringan untuk masing – masing fraksi
(4 fraksi). Komposisi campuran sesuai dengan hasil analisa ayakan. Untuk
38 agregat sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 5)oC. Setelah dikeringkan
agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya dengan mempergunakan
saringan.
b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan.
Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan sehingga bahan pengikat
yang dipakai menghasilkan viscositas seperti yang ada di tabel 2.5.
Tabel 2.5 Viscositas Penentu Suhu “Titik Lembek”
Bahan Campuran Pemadat
Sumber : SNI 06 – 2434 – 1991 tentang Pengujian Titik Lembek dan Aspal Ter
c. Persiapan campuran
sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agrerat yang sudah dipanaskan tersebut.
Kemudian aduklah dengan cepat dan sampai agrerat terlapis merata.
d. Pemadatan benda uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk
dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 dan 148,3oC.
menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan, kemudian masukkanlah
seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula
atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali
di bagian dalamnya. Lepaskan lehernya, dan ratakanlah permukaan campuran
dengan mempergunakan dengan sendok semen menjadi bentuk yang sedikit
cembung. Waktu akan dipadatkan suhu campuran harus dalam batas-batas
suhu pemadatan. Letakkan cetakan diatas landasan pemadat, dalam
pemegang cetakan lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75
kali, dengan tinggi jatuh 45 cm (18”). Selama pemadatan tahanlah agar
sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada alas cetakkan. Lepaskan keping
alas dan lehernya, balikkan alas cetak berisi benda uji dan pasanglah kembali
perlengkapanya. Terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalik ini
tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan lepaslah
keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji pada permukaan ujung ini.
Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji diatas permukaan rata
yang halus. Biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
e. Pengujian Benda Uji
Sebelum pengujian, benda uji harus bersih dari kotoran yang menempel dan
beri tanda pengenal pada masing – masing benda uji. Ukur tinggi benda uji
dengan ketelitian 0,1 mm dan timbang benda uji. Rendam benda uji dalam air
selama 24 jam dalam suhu ruangan. Timbang benda uji di dalam air untuk
mendapatkan berat jenis benda uji di dalam air. Timbang benda uji setelah
kering permukaan untuk mendapatkan kering permukaan jenuh (saturated
40 (guide rod) dan permukaan dalam dari kepala penekan (test head). Lumasi
dengan oli batang penuntun sehingga kepala penekan yang atas dapat
meluncur bebas. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven atau
dari pemanas udara dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan.
Pasang segmen atas diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji. Pasang arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukannya di
atas salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada
angka nol, sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh
terhadap segmen atas kepala penekan (breaking head). Tekan selubung
tangkai arloji kelelehan tersebut pada segmen atas dari kepala penekan
selama pembebanan berlangsung. Sebelum pembebanan diberikan, kepala
penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin
penguji. Atur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol. Berikan
pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm / menit
samapi pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti
yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan maksimum
yang dicapai. Setelah mendapatkan hasil dari stabilitas dan kelelehan (flow)
dari hasil Marshall test, kemudian dibuat tabel perhitungan hotmix design
untuk mendapatkan stabilitas, kelelehan dan marshall quotient. Dari tabel
tersebut kemudian dibuat grafik yang disesuaikan dengan batasan lapisan
2.13. Penelitian Yang Per nah Dilakukan
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang bekaitan dengan
karakteristik kepadatan campuran aspal agregat AC (Asphalt Concrete) dan dapat
dijadikan acuan untuk penyusunan tugas akhir ini, diantaranya adalah :
1. Kore Mawansyah . (2008), melakukan penelitian tentang observasi
karakter Marshall, tekan dan permeabilitas Asphalt Concrete dengan
Polymer Modified Bitument. Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan
penggunaan aspal starbit E 55 mampu meningkatkan sifat aspal yang
diinginkan seperti ketahuan terhadap pembebanan dan deformasi serta
kepekaan terhadap air pada perkerasan Asphalt Concrete.
2. Ismy Fatimah. (2001), telah melakukan penelitian tentang kadar filler
mineral hasil ekstrasi asbuton, terhadap sifat Marshall, Hveem
Stabilometer dan modulus kekakuan campuran aspal beton. Penelitian
menggunakan filler debu batu mineral hasil ekstrasi asbuton, yaitu pada
kadar 3%, 5%, 7%, 9%. Aspal yang digunakan aspal keras AC 60/70
produksi pertamina dengan kadar 5,5% - 8,5% dengan interval 0,5%.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil ekstrasi asbuton dapat
digunakan sebagai filler sebagai pengganti bahan standar debu untuk
campuran aspal beton dan memenuhi sifat Marshall dan Hveem
Stabilometer, hanya secara umum nilai kekakuan aspal yang
menggunakan filler mineral hasil ekstrasi asbuton cenderung lebih rendah
daripada yang menggunakan filler debu batu.
3. R. Antarikso Utomo. (2008), telah melakukan penelitian tentang
42 AMP campuran laston (AC – WC) terhadap nilai karakteristik uji
Marshall, memberikan hasil bahwa nilai density, VIM, stabilitas dan MQ
di laboratorium lebih tinggi daripada di Hot Bin AMP sedangkan nilai
VMA, VFA dan flow di laboratorium lebih rendah daripada di Hot Bin
AMP. Bahwa kinerja campuran laston (AC –WC) dari campuran gradasi
di laboratorium akan lebih kaku, kokoh, stabil dan tahan terhadap
deformasi plastis sekaligus mampu menahan beban lalu lintas yang
sifatnya lebih berat dan padat.
4. Rian Putrowijoyo. (2006), telah melakukan penelitian tentang
perbandingan penggunaan semen portland dan abu batu sebagai filler
memberikan hasil lama perendaman mengakibatkan turunnya nilai
stabilitas Marshall. Begitu juga pada campuran dengan 2x400 tumbukan
mengalami hal yang sama. Sifat Marshall pada campuran dengan kedua
macam tumbukan itu, hanya pada campuran dengan kadar filler 100%
semen portland yang paling kecil tingkat penurunannya dibandingkan
dengan filler yang lain. Urutan penurunan stabilitas berikutnya adalah
campuran dengan kadar filler 50% abu batu – 50% semen portland dan