• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Percepatan Proyek Menggunakan Metode Crashing dengan Sistem Shift Kerja pada Proyek Pembangunan PHO DRYER PT. XYZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Percepatan Proyek Menggunakan Metode Crashing dengan Sistem Shift Kerja pada Proyek Pembangunan PHO DRYER PT. XYZ"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

M 18

Analisis Percepatan Proyek Menggunakan Metode Crashing dengan Sistem Shift Kerja pada Proyek

Pembangunan PHO DRYER PT. XYZ

1st Andika Akhmad Maulana Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta, Indonesia andikamaulanaakhmad@gmail.com

2nd Magister Alfatah Kalijaga Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta, Indonesia malfatahkalijaga@gmail.com

Abstrak— Manajemen proyek bisa disebut dengan suatu kegiatan yang diawali perencanaan, penjadwalan, pelaksanaan serta tahapan dalam membangun sebuah proyek dengan menggunakan berbagai sumber daya dan dana lalu diakhiri selesainya sebuah proyek. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui total waktu durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek setelah dilakukan penambahan jam kerja menggunakan metode kerja shift dan Mengetahui dampak perubahan waktu terhadap biaya. Crash program atau percepatan pelaksanaan pekerjaan untuk memperpendek umur (pelaksanaan) proyek. Total waktu proyek yang dibutuhkan setelah dilakukan crashing ialah selama 77 hari kerja dengan selisih 7 hari lebih cepat dari durasi normal yaitu 84 hari. Karena durasi proyek setelah dilakukan crashing menjadi singkat menyebabkan turunnya biaya tidak langsung (Indirect cost) yang semula Rp 278.477.095 menjadi Rp 269.194.525 ada selisih Rp 9.282.569.

Kata Kunci— Cost, Crashing program, Manajemen Proyek.

I. PENDAHULUAN

Manajemen proyek bisa disebut dengan suatu kegiatan yang diawali perencanaan, penjadwalan, pelaksanaan serta tahapan dalam membangun sebuah proyek dengan menggunakan berbagai sumber daya dan dana lalu diakhiri selesainya sebuah proyek [1]. Dalam perencanaan suatu proyek, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti waktu, biaya, tenaga kerja dan juga aktivitas-aktivitas [2]. Perencanaan proyek dalam membuat suatu proyek merupakan hal yang harus dilakukan, apabila perencanaan kurang matang atau kurang baik maka akan berakibat pada terlambatnya penyelesaian suatu proyek serta dapat menimbulkan biaya yang membengkak dan pengalokasian tenaga kerja yang tidak optimal [3].

Selain itu manajemen proyek merupakan manajemen kerja dalam mengembangkan serta menginovasikan suatu operasi yang sudah ada. Dimana meliputi perencanaan dan pengendalian proyek, sesuai dengan sumber daya dan anggaran yang ada untuk memastikan proyek berjalan sesuai dengan jadwal [4]. Dalam membangun sebuah proyek terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi sebelum proyek itu dikatakan tercapai, yaitu proyek yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan, proyek diselesaikan tepat waktu dan anggaran sesuai dengan kesepakatan. Proyek bisa dikatakan sukses ketika ketiga faktor tersebut terpenuhi [5].

Manajemen proyek terbagi menjadi tiga bagian yaitu greenfield, brownfield dan yellowfield. Proyek greenfield merupakan proyek yang dibangun dari awal dan tidak memiliki kendala pekerjaan sebelumnya tanpa merusak bangunan atau infrastruktur yang ada tetapi masih di dalam area perusahaan.

Proyek brownfield merupakan proyek yang bersifat improvement dimana proyek ini dibangun di tanah atau bangunan atau infrastruktur yang dulu berfungsi tetapi sekarang tidak digunakan atau dalam kondisi siaga. Ini disebut proyek brownfield. Sedangkan untuk proyek yellow field merupakan proyek yang yang benar-benar baru dimana belum terdapat bangunan atau masih dalam bentuk lahan kosong [6].

PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang berfokus pada general kontraktor dalam bidang manufaktur. Beberapa perusahaan besar telah menjadi pelanggan dari perusahaan ini, diantaranya PT Syngenta Seed Indonesia, PT Allnex Resins Indonesia, PT H.B. Fuller Adhesive Indonesia, PT Otsuka Indonesia dan PT ABC Kraft Heinz Indonesia. Saat ini PT XYZ sedang membangun PHO Dryer untuk suatu perusahaan di Jawa Timur dimana perusahaan tersebut ingin menambah mesin dryer untuk produksi jagung.

PT XYZ berupaya memenuhi kepuasan konsumen dengan senantiasa menjaga kualitas dan ketepatan waktu penyelesaian proyek. Namun, untuk mencapai hal tersebut dalam suatu proyek memiliki potensi timbulnya risiko yang dapat menyebabkan gagalnya atau ketidak sesuaian dari proyek yang dikerjakan. Selain itu, risiko-risiko yang mungkin timbul selama proyek dikerjakan dapat menyebabkan kerugian secara finansial bagi perusahaan karena membengkaknya biaya yang dikeluarkan.

Perubahan manajemen proyek yang ada sangat diperlukan.

Adapun proses manajemen yang perlu mengalami perubahan diantaranya adalah perencanaan, penjadwalan dan pengendalian proyek, hal ini bertujuan agar proyek yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Proyek ini dalam pelaksanaannya mengalami keterlambatan, sehingga perlu diadakan percepatan agar proyek dapat selesai tepat waktu atau bahkan lebih cepat dari durasi normal perencanaan. Maka dari itu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui total waktu durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek setelah dilakukan penambahan jam kerja

(2)

M 19 menggunakan metode kerja shift dan Mengetahui dampak

perubahan waktu terhadap biaya.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Proyek

Manajemen proyek mengacu pada semua perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi proyek dari awal (gagasan) hingga penyelesaian proyek untuk memastikan bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya dan tepat kualitas. Sebagai ilmu manajemen, profesi manajemen proyek sangat erat kaitannya dengan fungsi perencanaan, pimpinan, pengorganisasian dan pengendalian berbagai kegiatan proyek, yang biasanya melibatkan arsitektur, engineering, akuntansi, keuangan dan disiplin ilmu lainnya.

Selain itu, manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, metode teknis terbaik dan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam hal biaya, kualitas dan kinerja waktu, dan keselamatan kerja [7].

Manajemen proyek dilakukan dalam tiga tahap [1]:

1. Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan termasuk menetapkan tujuan, menentukan proyek dan organisasi tim.

2. Penjadwalan (Schedulling)

Kegiatan ini menghubungkan tenaga kerja, uang dan material yang digunakan dalam proyek.

3. Pengendalian (Controlling)

Kegiatan ini mencakup pemantauan sumber daya, biaya, kualitas dan anggaran, membuat modifikasi, mengubah rencana, mentransfer atau mengatur ulang agar dapat berjalan tepat waktu dan sesuai biaya.

B. Penjadwalan Proyek

Penjadwalan proyek merupakan tahap menerjemahkan suatu perencanaan kedalam skala waktu. Penjadwalan diantaranya menimbang kapan suatu aktivitas akan dimulai, ditunda, dan diselesaikan sehingga dapat disesuaikan antara kebutuhan menurut jangka waktu dengan pembiayaan dan pemakaian sumber daya yang telah dialokasikan [8].

Penjadwalan atau scheduling adalah mengalokasikan waktu untuk melaksanakan setiap pekerjaan proyek hingga diperoleh hasil terbaik dengan mempertimbangkan kendala yang ada.

kompleksitas penjadwalan proyek sangat dipengaruhi oleh faktor berikut, diantaranya [7]:

1. Dana yang tersedia dan yang diperlukan 2. Waktu yang tersedia dan yang diperlukan

3. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat proyek.

4. Sumber daya yang tersedia dan yang diperlukan 5. Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas C. Jenis-jenis Penjadwalan (Time Schedule)

Jenis-jenis time schedule adalah metode penjadwalan yang akan dipilih untuk membuat time schedule diantaranya [9]:

1. Bar Chart & Curva S 2. Line Balanced Diagram

3. Network Planning Diagram :

a. Program Evaluation and Review Technique (PERT) b. Critical Path Method (CPM)

c. Precedence Diagram Method (PDM) D. Precedence Diagram Method (PDM)

PDM merupakan jaringan kerja yang termasuk klasifikasi AON (Activity On Node), dimana kegiatan ditulis dengan node dan anak panah sebagai petunjuk antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dalam PDM terdapat pekerjaan tumpang tindih (overlapping), sehingga dalam PDM tidak mengenal istilah kegiatan semu (dummy). Ruangan dalam node dibagi menjadi bagian-bagian kecil yang berisi keterangan dari kegiatan antara lain kurun waktu kegiatan (D), identitas kegiatan (nomor dan nama) mulai dan selesai kegiatan, ES (Earlist Start), LS (Latest Start), EF (Earliest Finish) dan LF (Latest Finish).

Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) diwakili oleh sebuah denah yang mudah diidentifikasi, misalnya sebagai berikut [10].

Gambar 1. Jenis Kegiatan pada Presedence Diagram Method E. Percepatan Durasi Proyek

Crash program atau percepatan pelaksanaan pekerjaan berarti memperpendek umur (pelaksanaan) proyek.

Besarnya/jumlah umur proyek sama dengan besarnya/jumlah waktu yang ada pada suatu lintasan kritis. Percepatan pelaksanaan waktu pekerjaan berarti upaya memperpendek lintasan kritis pada jaringan rencana kerja yang bersangkutan [11].

Tujuan utama dari program mempersingkat waktu adalah memperpendek jadwal penyelesaian kegiatan atau proyek dengan kenaikan biaya yang minimal. Untuk menganalisis lebih lanjut hubungan antara waktu dan biaya suatu kegiatan, maka digunakan definisi sebagai berikut [12]:

1. Kurun waktu normal adalah kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi diluar pertimbangan adanya kerja lembur dan usaha khusus lainya, seperti menyewa peralatan yang lebih canggih.

2. Biaya normal adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal.

3. Kurun waktu dipersingkat (crash time) adalah waktu tersingkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih mungkin. Disini dianggap sumberdaya bukan merupakan hambatan.

4. Biaya untuk waktu dipersingkat (crash cost) adalah jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat.

(3)

M 20 Untuk lebih jelasnya dalam hubungan antara waktu dan biaya

suatu kegiatan, dapat dilihat gambar berikut ini.

Gambar 2. Hubungan Antara Waktu dan Biaya Pada Keadaan Normal dan Crash

F. Percepatan Durasi Penyelesaian Proyek (Crashing) Salah satu cara untuk mempercepat durasi proyek dalam istilah asingnya adalah crashing. Terminologi proses crashing adalah dengan mereduksi durasi suatu pekerjaan yang akan berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek. Crashing adalah suatu proses yang disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada pada jalur kritis [13].

Mempercepat waktu penyelesaiaan proyek adalah suatu usaha menyelesaikan proyek lebih awal dari waktu penyelesaian dalam keadaan normal. Durasi crashing maksimum suatu aktivitas adalah durasi tersingkat untuk menyelesaikan suatu aktivitas yang secara teknis masih mungkin dengan asumsi sumber daya bukan merupakan hambatan. Durasi percepatan maksimum dibatasi oleh luas proyek atau lokasi kerja. Ada empat faktor yang dapat dioptimalkan untuk melaksanakan percepatan pada suatu aktivitas yaitu meliputi penambahan jumlah tenaga kerja, penjadwalan kerja lembur, penggunaan peralatan kerja berat, dan pengubahan metode konstruksi di lapangan [14].

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Umum Proyek

Proyek Pembangunan PHO Dryer mulai dikerjakan pada tanggal 6 Juli 2020 dan direncanakan selesai dalam kurun waktu 216 hari. Dalam penelitian ini kegiatan yang dipercepat hanya kegiatan pekerjaan struktur sipil yang berada pada jalur kritis.

Berikut data Proyek Pembangunan PHO Dryer pada XYZ, Pasuruan, Jawa Timur.

1 Nama Proyek : PHO Dryer 2 Lokasi Proyek : PT. X

3 Biaya Proyek : ± Rp.12.212.794.000,00 4 Jadwal Proyek : 216 Hari

5 Nama Pemilik Proyek

: PT. X 6 Nama Pelaksana : PT. XYZ

B. Jalur Kritis

Pada tahap penjadwalan terlebih dahulu harus diketahui durasi setiap pekerjaan pada proyek, dalam penelitian ini untuk mengetahui durasi setiap pekerjaan bisa dengan melihat schedule rencana pada proyek. Setelah durasi setiap pekerjaan diketahui selanjutnya menentukan hubungan tiap pekerjaan, setelah hubungan setiap pekerjaan tersebut selesai dimodelkan kedalam microsoft project 2007, maka akan didapatkan beberapa item pekerjaan yang berada pada jalur kritis dengan ciri pada bar chart maupun network diagram ditunjukan dengan garis berwarna merah seperti yang ditunjukan pada gambar 3.

Pekerjaan yang berada pada jalur kritis inilah yang akan dilakukan percepatan (crashing), untuk melihat pekerjaan yang berada pada jalur kritis tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Penentuan Jalur Kritis

Berikut merupakan jenis pekerjaan yang masuk kedalam jalur kritis.

TABEL I. JENIS PEKERJAAN

No Jenis Pekerjaan Volume Satuan Durasi Normal (hr) A. PEKERJAAN

EXECUTION

I. Cetakan dan tulangan konkrit

1 Foot Plate FP uk. (0,6 x 0,6) K-225

2,592 m3 12

2 Foot Plate FP1 uk. (0,6 x 0,6) K-225

4,896 m3 12

3 Sloof 20/50 K-225 10,8 m3 12

C. Perhitungan Biaya Normal (Normal Cost)

Normal cost merupakan biaya total dari masing-masing aktivitas pekerjaan, yang terdiri dari normal cost bahan dan normal cost upah. Normal cost didapat dari rencana anggaran biaya yang digunakan. Perhitungan normal cost akan dibagi menjadi dua yaitu normal cost untuk bahan dan normal cost untuk upah. Perhitungan nilai koefisien bahan dan nilai koefisien upah memakai rumus sebagai berikut.

Koefisien bahan = biaya bahan

biaya bahan dan upah (1)

Koefisien upah = biaya upah

biaya bahan dan upah (2)

Berdasarkan dari contoh perhitungan koefisien bahan dan koefisien upah, dalam penelitian ini untuk koefisien bahan dan

(4)

M 21 koefisien upah diambil koefisien rata-rata, yang dilihat pada

Tabel II.

TABELII.KOEFISIEN BAHAN DAN UPAH

Contoh Pekerjaan Koefisien Bahan Koefisien Upah

Tulangan Ulir 0,82 0,17

Tulangan Polos 0,82 0,17

Bekesting 0,32 0,67

Pasang batu belah 0,2 0,79

Nilai koefisien rata-rata 0,54 0,45

Perhitungan nilai biaya normal bahan dan nilai upah memakai rumus sebagai berikut.

= koef. Bahan x biaya bahan dan upah x volume pekerjaan (3) Pada penelitian ini dari keseluruhan pekerjaan cetakan dan tulangan konkrit didapat nilai total dari normal cost bahan sebesar Rp 1.566.004,00 dan nilai total normal cost upah di dapat sebesar Rp 4.193.404,00 kedua komponen ini termasuk kedalam biaya langsung (direct cost).

D. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja per hari digunakan untuk mencari jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada pekerjaan yang berada pada jalur kritis, sebelum mendapatkan angka produktivitas dibutuhkan nilai koefisien dari tenaga kerja tersebut.

Produktivitas tenaga kerja dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Produktivitas tenaga kerja = 1

koefisien tenaga kerja (4) Selanjutnya setelah menentukan nilai produktivitas tenaga kerja ialah mencari jumlah tenaga kerja per hari. Jumlah tenaga kerja perhari dicari dengan menggunakan rumus :

Jumlah tenaga kerja = Volume pekerjaan

kapasitas kerja x durasi pekerjaan (5)

Untuk menghitung upah per hari tenaga kerja pada pekerjaan normal maka digunakan jumlah tukang pada pekerjaan normal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Harga Upah = Jumlah tenaga kerja x Harga satuan tenaga (6) kerja

Hasil perhitungan produktivitas kerja akan terlihat seperti pada Tabel 3.

TABEL III.PRODUKTIVITAS KERJA

Uraian

Kap.

Kerja (m3/

hari)

Kap.

Kerja Per jam)

Jumlah Tenaga (Per Hari)

Upah pekerja/Hari

(dalam Rp)

Total Biaya (12 hari) Tulangan

Ulir

Rp5.301.780 Tukang

Besi 142,8 17,85 0,0106 954

Pekerja 142,8 17,85 0,0106 954

Mandor 3333,3 416,6 0,0004 40

Tulangan

Polos

Tukang

Besi 142,8 17,85 0,0106 954

Pekerja 142,8 17,85 0,0106 954

Mandor 3333,3 416,6 0,0004 40

Begesting

Pondasi

Tukang

Kayu 3,8 0,475 0,401 36.090

Pekerja 1,9 0,235 0,8021 72.189

Mandor 38,4 4,8 0,0396 3.960

Pemasangan

batu kali

Tukang

Batu 1,6 0,2 0,952 85.680

Pekerja 0,6 0,075 2,54 228.600 Mandor 13,3 1,665 0,114 11.400

441.815

E. Analisis Percepatan Proyek

Pada penelitian ini akan dilakukan proses percepatan (crashing) dengan menggunakan sistem shift. Dari hasil yang didapat akan dibandingkan dengan biaya dan durasi proyek pada keadaan normal. Dalam menentukan produktivitas kerja shift memiliki perbedaan dengan menentukan produktivitas kerja biasa, dikarenakan koefisien produktivitas tenaga kerja pada sistem shift diambil angka 11% dari 11% -17% [15].

Prod. tenaga kerja = prod. Kerja/ hari normal + (prod. (7) Kerja/hari-(prod. Kerja/hari x 11%)) Berikut perhitungan untuk produktivitas tenaga kerja dengan sistem shift pada pekerjaan tulangan ulir

Tukang besi = 142,8 + (142,8 – (142,8 x 11%) = 269,89 m3/hari

Pekerja = 142,8 + (142,8 – (142,8 x 11%) = 269,89 m3/hari

Mandor = 3333.3 + (3333.3 – (3333.3 x 11%) = 6299,9 m3/hari

Sedangkan untuk upah tenaga kerja shift malam akan ditambah 15% dari upah normal dengan rumus sebagai berikut.

Shift malam = upah per hari + (upah per hari x 15%) (8)

(5)

M 22 Hasil perhitungan upah shift kerja ditunjukkan pada Tabel 4.

TABELIV.UPAHSHIFTKERJA Uraian Upah Shift

pagi

kenaikan upah (%)

Jml kenaikan upah

Tulangan Ulir

Tukang Besi Rp 90.000 0,15 Rp 13,500

Pekerja Rp 90.000 0,15 Rp 13.500

Mandor Rp 100.000 0,15 Rp 15,000

Tulangan Polos

Tukang Besi Rp 90.000 0,15 Rp 13,500

Pekerja Rp 90.000 0,15 Rp 13.500

Mandor Rp 100.000 0,15 Rp 15.000

Begesting

Pondasi

Tukang Kayu Rp 90.000 0,15 Rp 13,500

Pekerja Rp 90.000 0,15 Rp 13.500

Mandor Rp 100.000 0,15 Rp 15.000

Pemasangan

batu kali

Tukang Batu Rp 90.000 0,15 Rp 13,500

Pekerja Rp 90.000 0,15 Rp 13.500

Mandor Rp 100.000 0,15 Rp 15.000

Dalam penelitian ini akan dipercepat dengan mengurangi durasi pada pekerjaan yang mengalami jalur kritis, maka dari itu cara perhitungannya dengan menghitung durasi crashing pada pekerjaan cetakan dan tulangan konkrit.

Durasi kerja crashing = Volume pekerjaan

prod.tenaga kerja x jumlah tenaga kerja (9)

Tukang besi = 18,288

289,892 x 0,016 = 7 hari Pekerja = 18,288

289,892 x 0,016 = 7 hari Mandor = 18,288

6299,9 x 0,0004 = 7 hari

F. Analisis Biaya Langsung dan Tidak Langsung

Untuk menghitung total dari biaya proyek pada kondisi normal dan pada kondisi sesudah percepatan. Biaya proyek tersebut terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Berikut perhitungan biaya total proyek.

Durasi normal pekerjaan SIPIL = 84 hari

RAB SIPIL = Rp 2.784.770.954,00

Biaya tidak langsung disini terdiri dari biaya overhead.

Maka selanjutnya akan mencari biaya overhead dan profit, biaya overhead dan profit itu sendiri merupakan biaya yang dikeluarkan secara tidak langsung seperti keuntungan, gaji, biaya listrik, oprasional, dan lain-lain. Berdasarkan Perpres 70/2012 tentang keuntungan penyediaan jasa atau biaya tidak langsung adalah 0-15%. Sebelumnya pada perhitungan biaya normal didapat bobot biaya langsung 90% dan bobot biaya tidak langsung sebesar 10%. Karena profit dan biaya overhead merupakan biaya tidak langsung, maka pada penelitian ini diambil nilai profit sebesar 6% dari total biaya proyek dan biaya overhead 4% dari total biaya proyek. Dari uraian diatas maka dapat dicari nilai profit dan biaya overhead dengan cara berikut.

1. Profit = Total biaya proyek x 6 % (10)

= Rp 2.784.770.954,00 x 6%

= Rp 167.086.257,00

2. Biaya Overhead = Total biaya proyek x 4% (11)

= Rp 2.784.770.954,00 x 4%

= Rp 111.390.838,00 3. Overhead per hari = Biaya overhead

durasi normal (12)

= Rp 111.390.838,00 84

= Rp 1.326.081,00

Setelah mendapatkan nilai profit dan biaya overhead, maka selanjutnya dapat menghitung biaya langsung dan biaya tidak langsung.

1. Direct Cost = 90% x Total biaya proyek (13)

= 90 % x Rp 2.784.770.954,00

= Rp 2.506.293.859,00

2. Indirect Cost = Profit + Biaya Overhead (14)

= Rp 732.762.240,00 + Rp 488.508.160,00

= Rp 278.477.095,00

3. Biaya Total = Direct Cost + Indirect Cost (15)

=Rp10.991.433.600,00+Rp1.221.270.400,00

= Rp 2.784.770.954,00

Dari perhitungan analisis biaya normal sebelumnya didapat nilai koefisien rata-rata untuk biaya bahan 0,54 dan biaya upah 0,45. Maka dapat dihitung bobot biaya bahan dan biaya upah dalam biaya langsung (Direct cost) pada proyek.

1. Biaya Bahan = Direct Cost x Koefisien Bahan (16)

= Rp 2.506.293.859,00 x 0,54

= Rp 1.353.398.684,00

2. Biaya Upah = Direct Cost x Koefisien Upah (17)

= Rp 2.506.293.859,00 x 0,45

= Rp 1.127.832.236,00 G. Kondisi Crashing

Pekerjaan yang telah dipercepat akan memiliki durasi yang lebih cepat dari pada pekerjaan yang memiliki kondisi yang masih normal. Karena proses percepatan, maka upah yang akan dikeluarkan lebih banyak dari biaya normal sehingga biaya langsung (direct cost) meningkat. Sebaliknya karena durasi setelah percepatan menjadi lebih singkat, maka pengeluaran biaya tidak langsung (indirect cost) akan lebih kecil. Pada perhitungan percepatan sebelumnya didapat biaya tambah (cost slope) sebesar Rp 1.347.535,00. Kemudian durasi proyek setelah dilakukan percepatan ialah 77 hari, selisih 7 hari dari durasi normal.

1. Direct Cost = Biaya normal + total cost slope (18)

= Rp 2.506.293.859,00 + Rp 1.347.535,00

= Rp 2.507.641.394,00

2. Indirect Cost= (durasi carhing x overhead per hari) + Profit (19)

= (77 xRp1.326.081,00)+Rp 167.086.257,00

(6)

M 23

= Rp 269.194.525,00

3. Biaya Total Pekerjaan Sipil Setelah Crashing (20)

= Direct Cost + Indirect Cost

= Rp 2.507.641.394,00 + Rp 269.194.525,00

= Rp 2.776.835.919,00 H. Perbandingan Durasi dan Biaya Proyek

Proyek pembangunan PHO Dryer PT. XYZ pada pekerjaan sipil direncanakan selesai dalam waktu 84 hari dengan rancangan anggaran biaya sebesar Rp 2.784.770.954,00.

Dengan melakukan percepatan menggunakan jam kerja sistem shift terhadap pekerjaan yang berada pada jalur kritis, maka akan menambah pengeluaran biaya langsung (direct cost) proyek dan mempersingkat waktu penyelesaian proyek yang akan berdampak pada biaya tidak langsung (indirect cost) proyek. Berikut merupakan tabel rekapitulasi perbandingan antara proyek pada saat kondisi normal dan pada saat dipercepat:

TABEL V. REKAPITULASI PERBANDINGAN Durasi Direct Cost

(Rp)

Indirect Cost (Rp)

Total Biaya (Rp) Proyek

Normal 84 2.506.293.859 278.477.095

2.784.770.954 Proyek

Percepat 77 2.507.641.394 269.194.525

2.776.835.919 Selisih 7 (1.347.535) 9.282.569 7.935.034 Dari Tabel 5, dapat diketahui setelah proyek mengalami crashing yang sebelumnya 84 hari menjadi 77 hari membuat biaya langsung (direct cost) mengalami kenaikan karena terdapat penambahan shift kerja sehingga upah pekerja akan meningkat. Sedangkan untuk biaya tidak langsung (indirect cost) mengalami penurunan karena durasi pekerjaan lebih singkat karena telah dipercepat.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukan pengolahan data, analisa data, dan pembahasan dari hasil penelitian ini, telah diperoleh beberapa kesimpulan dan untuk menjawab tujuan penelitian. Adapun kesimpulan yang dapat menggambarkan hasil dari crashing terhadap pelaksanaan proyek Pembangunan PHO Dryer sebagai berikut :

1. Total waktu proyek yang dibutuhkan setelah dilakukan crashing ialah selama 77 hari kerja dengan selisih 7 hari lebih cepat dari durasi normal yaitu 84 hari.

2. Dampak yang ditimbulkan akibat perubahan waktu terhadap biaya ini ialah naiknya jumlah biaya langsung (direct cost) yang semula berjumlah Rp 2.506.293.859 dalam 84 hari menjadi Rp 2.507.641.394 dalam 77 hari. Sementara itu karena durasi proyek setelah dilakukan crashing menjadi singkat menyebabkan turunnya biaya tidak langsung (Indirect cost) yang semula Rp 278.477.095menjadi Rp 269.194.525 ada selisih Rp 9.282.569. Naiknya biaya langsung dan berkurangnya biaya tidak langsung itu menyebabkan biaya total proyek juga mengalami penurunan, yang semula Rp 2.784.770.954 menjadi Rp2.776.835.919 atau turun sebesar Rp 7.935.034.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Asnuddin, S. (2018). Penerapan Manajemen Konstruksi Pada tahap Controlling Proyek. Jurnal Sipil Statik, 16(11), 895-906.

[2] Anggraini, E. A., & Dewantoro. (2019). Faktor-faktor Yang Mepengaruhi Kinerja Biaya dan Waktu Pada Proyek Konstruksi. Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Keteknikan, 3(1), 11-22.

[3] Perdana, S., & Rahman, A. (2019). Penerapan Manajemen Proyek Dengan Metode CPM (Critical Path Method) Pada Proyek Pembangunan SPBE. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 242-250.

[4] Russel, R., & Taylor, B. (2011). Operations Management Creating Value Along The Supply Chain Seventh Edition. New York: John Wiley and Sons.

[5] Noordam , P., Martijnse, N., & Derksenb. (2007). ICT-Project Management. Informatie, 49(2), 20-26.

[6] Darmawan, S. G. (2018). Investment barriers in PPP in Indonesia.

Netherlands: Tillburg University.

[7] Abrar, M. H. (2009). Manajemen Proyek. Yogyakarta : ANDI.

[8] Nugraha, Paulus, Nathan , I., & Sutjipto, R. (1986). Manajemen Proyek Konstruksi Jilid I & II. Jakarta: Kartika Yudha.

[9] Situmohang, P. D. (2017). Analisa Penjadwalan Proyek Dengan Time Schedule Kurva S, Presedence Diagram Method (PDM). dan Ranked Postional Weight Method (RPWM). Medan: Universitas Sumatera Utara.

[10] Kalangi, A. L. (2015). Penerapan Presedence Diagram Method Dalam Konstruksi Bangunan (Studi Kasus: Gedung GMIM Syaloom di Karombasan). Jurnal Sipil Statik, 3(1), 2337-6732.

[11] Syah, M. (2004). Manajemen Proyek Kiat Sukses Mengelola Proyek.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

[12] Soeharto, I. (1995). Manajemen Proyek dari Konspetual Sampai Operasional. Jakarta: Erlangga.

[13] Ervianto, W. I. (2002). Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta:

Andi.

[14] Manurung, E. H. (2018). Analisis Percepatan Durasi Proyek Dengan Penambahan Biaya Minimal. Seminar Nasional Sains dan Teknologi (pp.

1-12). Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Muhamadiyah Jakarta.

[15] Hanna. (2008). Impact Of Shift Work On Labor Productivity For Laborn Intensive Contractor. Journal Of Contruction Engineering And Management.

Gambar

Gambar  1. Jenis Kegiatan pada Presedence Diagram Method  E.  Percepatan Durasi Proyek
Gambar    2.  Hubungan  Antara  Waktu  dan  Biaya  Pada  Keadaan  Normal  dan  Crash
Tabel II.
TABEL IV. UPAH SHIFT KERJA  Uraian  Upah Shift

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melakukan percepatan, tidak ada pertambahan maupun pengurangan biaya yang terjadi karena percepatan yang dilakukan tanpa adanya perubahan volume pekerjaan dan

Percepatan yang akan dilakukan pada lintasan kritis disini adalah selama 8 hari, dimana akan dilihat penambahan biaya yang minimum dengan percepatan waktu

Pada gambar 5.1 (a), (b) dan (c) dapat dilihat bahwa pekerjaan yang berada pada jalur kritis terdapat pada pekerjaan dengan task name yang di berwarna biru. Atau bisa di lihat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan percepatan menggunakan alternatif penambahan jam kerja lembur, diperoleh biaya optimum sebesar Rp853.423.789.864,55 dan

dilakukan pada pekerjaan yang tidak berada di jalur kritis, maka akan menambah. biaya proyek saja sementara waktu tidak

Analisis Biaya Langsung, Biaya Tidak Langsung dan Biaya Total Proyek Pada kelima alternatif tahap percepatan (crashing) yang telah dianalisis dapat diketahui besarnya

Adapun tahap dalam menganalisis metode ini ialah menyusun jaringan kerja (network planing), menentukan jalur kritis (crtical path) kegiatan, analisis metode cut

Dampak Percepatan terhadap Proyek Dari Percepatan yang dilakukan pada Proyek Pembangunan Gedung Auditorium IAIN Ambon, Dampak yang ditimbulkan dari penambahan 2 jam lembur yaitu