• Tidak ada hasil yang ditemukan

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

NOMOR 19 TAHUN 2009 SERI B.5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2009

T E N T A N G

PAJAK HIBURAN

BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

2009

(2)

LEMBARAN DAERAH

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

NOMOR 03 TAHUN 2009 SERI B.3

==================================================================

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR TAHUN 2009

TENTANG

PAJAK HIBURAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMPUNG TENGAH,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan perlu disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan dibidang pemerintahan dan keuangan daerah serta ketentuan atau tata cara pembentukan peraturan perundang – undangan yang berlaku saat ini;

b. bahwa untuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud huruf a diatas, dipandang perlu mengatur kembali tentang Pajak Hiburan dalam Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1091) sebagai undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3684);

(3)

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4737);

(4)

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah (Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2007 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 03).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH dan

BUPATI LAMPUNG TENGAH

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK HIBURAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lampung Tengah.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Lampung Tengah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah

5. Dinas adalah Dinas Pariwisata, Pemuda, Olah Raga dan Seni Budaya Kabupaten Lampung Tengah

6. Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan Kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah

7. Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pungutan Daerah atas penyelenggaraan Hiburan

8. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.

9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menurut ketentuan Peraturan Daerah ini ditetapkan untuk melaksanakan kewajiban Perpajakan.

10. Penyelenggara Hiburan adalah Perorangan atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan baik untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.

(5)

11. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan ataun mendengar atau menikmati atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara Hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.

12. Tanda Masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati hiburan.

13. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah

14. Surat Setoran Pajak Derah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah Surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditentukan oleh Kepala Daerah.

15. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang.

16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak besarnya sanksi administrasi dalam jumlah yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih bayar dari pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terhutang.

19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah Pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak terhutang atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.

20. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD Adalah Surat untuk melakukan tagihan Pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

21. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

BAB II

NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan.

(2) Objek Pajak adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

(3) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari : a. Tontonan Film;

b. Kesenian;

c. Pagelaran Musik dan tari;

d. Diskotik;

e. Karaoke;

f. Klub Malam;

g. Permainan Bilyard;

h. Permainan Ketangkasan

(6)

i. Panti Pijat;

j. Mandi Uap;

k. Pertandingan Olah Raga;

l. Permainan anak-anak dan Video Game;

(4) Tidak termasuk pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan.

Pasal 3

(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan.

(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

BAB III

DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 4

Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan.

Pasal 5 Besarnya tarif Pajak untuk setiap jenis hiburan adalah :

a. untuk jenis pertunjukan dan keramaian umum yang menggunakan sarana film dibioskop ditetapkan :

1. Golongan A III utama sebesar 25% (dua puluh lima persen);

2. Golongan A II sebesar 24% (dua puluh empat persen);

3. Golongan A I sebesar 23% ( dua puluh tiga persen);

4. Golongan B II sebesar 21% (dua puluh satu persen);

5. Golongan B I sebesar 20% (dua puluh persen);

6. Golongan C sebesar 15% (lima belas persen);

7. Golongan D sebesar 10% (sepuluh persen);

8. Pertunjukan Film keliling sebesar 7% (tujuh persen).

b. untuk pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, pertunjukan sirkus, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan sebesar 6 % (enam persen).

c. untuk pertunjukan/pergelaran musik dan tari ditetapkan sebesar 20% ( dua puluh persen).

d. untuk diskotik, disko, bar, ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen).

e. untuk Karaoke ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen).

f. untuk klab malam ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen).

g. untuk Permainan Bilyard ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).

h. untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).

i. untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).

j. untuk pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).

k. untuk permainan anak-anak dan video games ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).

(7)

Pasal 6

Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 7

Pajak yang terutang dipungut di Daerah tempat hiburan diselenggarakan.

BAB V

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERHUTANG Pasal 8

Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu bulan takwin.

Pasal 9

Saat Pajak terhutang adalah pada saat penyelenggaraan dan atau pembayaran hiburan.

BAB VI

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 10

(1) Pembayaran Pajak disetorkan ke Kas Umum Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati.

(2) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

(3) Bentuk, jenis, isi ukuran SSPD, dan tata cara pembayaran serta tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak terhutang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 11

(1) Pembayaran pajak yang terhutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Pajak terhutang dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya SKPD, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

(3) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar.

(4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.

(8)

BAB VII

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 12

(1) Setiap wajib pajak harus mengisi SPTPD

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Bupati selambat- lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Bentuk isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB VIII PENETAPAN PAJAK

Pasal 13

Setiap wajib pajak harus membayar pajak yang terhutang berdasarkan ketentuan perundang- undangan perpajakan daerah tanpa menunggu adanya surat ketetapan pajak.

Pasal 14

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar;

2. Apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis;

3. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terhutang.

c. SKPDN apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen).

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(9)

(5) Jumlah pajak yang terhutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.

(6) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 15 (1) Bupati dapat menerbitkan STPD apabila :

a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua per seratus) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) Pajak yang terutang menurut SKPDKB dan SKPDKBT yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan, ditagih melalui STPD.

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 16

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundang- undangan.

BAB X

BIAYA PEMUNGUTAN Pasal 17

(1) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak hiburan diberikan biaya pemungutan sebesar 5% setelah disetorkan ke kas umumn daerah.

(2) Penggunaan biaya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku

(10)

BAB XI

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 18

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu :

a. SKPD;

b. SKPDKBT;

c. SKPDLB.

d. SKPDN

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan-alasan yang jelas.

(3) Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, wajib pajak harus membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat mengajukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 19

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Bupati.

(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.

(3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pasal 20

Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN Pasal 21

(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(11)

BAB XIII

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN, KETETAPAN DAN PENGAHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 22

(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat membetulkan SKPD dan SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Bupati dapat :

a. mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

(3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 23

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui dan Bupati tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 24

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis kepada Bupati sekurang-kurangnya dengan menyebutkan :

a. nama dan alamat wajib pajak;

b. masa pajak;

c. besarnya kelebihan pembayaran pajak;

(12)

d. alasan yang jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 25

(1) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.

(2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XV

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 26

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah.

(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;

b. ada pengakuan hutang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung secara tertulis.

BAB XVI

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 27

(1) Wajib Pajak yang memenuhi kriteria wajib menyelenggarakan pembukuan dengan benar dan jujur.

(2) Kriteria Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pembukuan berpedoman pada ketentuan perundang – undangan yang berlaku.

Pasal 28

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

a. memperhatikan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek pajak yang terhutang.

b. memberikan izin memasuki atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi keterangan guna kelancaran pemeriksaan.

(13)

(3) Tata cara pemeriksaan pajak berpedoman pada ketentuan perundang – undangan

BAB XVII

KETENTUAN PIDANA Pasal 29

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 30

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

BAB XVIII P E N Y I D I K A N

Pasal 31

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan tindak pidana perpajakan daerah tersebut.

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan yang sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.

d. memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak Pidana di bidang perpajakan daerah.

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identifikasi orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf c.

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah.

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagaimana tersangka atau saksi.

j. menghentikan penyidikan.

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(14)

BAB XIX

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32

Khusus bagi Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan setelah disahkannya Peraturan Daerah ini diwajibkan membayar berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1998.

BAB XX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 33

Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Tengah Nomor 3 Tahun 1998 Tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1998 Nomor 17) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 35

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

Ditetapkan di Gunung Sugih pada tanggal 2009 BUPATI LAMPUNG TENGAH,

MUDIYANTO THOYIB Diundangkan di Gunung Sugih

pada tanggal 2009 SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH,

MUSAWIR SUBING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 19

(15)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2009

TENTANG PAJAK HIBURAN

I. UMUM

Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, pembiayaan Pembangunan Daerah yang bersumber dari Asli Pendapatan daerah (PAD), khususnya yang berasal Pajak Daerah perlu ditingkatkan lagi.

Sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta usaha peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya semakin meningkat pula.

Upaya peningkatan penyediaan dana yang bersumber dari pajak antara lain dilakukan dengan perbaikan kinerja ,baik dalam hal pemungutannya, penyederhanaan prosedur maupun penyempurnaan peraturan. Langkah-langkah ini diharapkan akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak daerah serta meningkatkan mutu dan jenis pelayanan kepada masyarakat.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Daerah tentang Pajak Hiburan diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak daerah serta dapat menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, khususnya dibidang Pariwisata serta mampu meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, sehingga Wajib Pajak dapat dengan mudah memahami dan memenuhi kewajiban perpajakan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Angka 8

Yang dimaksud dengan pengertian hiburan dalam arti luas yaitu setiap jenis macam keramaian, pertunjukan, permainan, tontonan dan bentuk usaha lain yang sifatnya dapat menimbulkan perasaan terhibur, senang atau hal-hal yang menyenangkan bagi manusia dalam bentuk :

1. Keramaian, antara lain tempat-tempat wisata, taman taman rekreasi, pasar malam pesta dansa dan sejenisnya.

2. Pertunjukan antara lain bioskop, wayang, sandiwara pertunjukan di bar, rumah makan, rumah minum, klub malam, sirkus, lawak, sulap, pertunjukan ketangkasan mengemudi, ketangkasan berkuda dan sejenisnya

3. Permainan antara lain menembak, melempar, pusat hiburan atau sodok, permainan anak-anak, komedi putar bola gelinding (Boulling) dan sejenisnya.

4. Bentuk usaha yang dapat dinikmati serta dapat menimbulkan rasa terhibur bagi setiap orang antara lain tempat usaha mandi uap, usaha kegiatan jasmani yang tidak semata-mata untuk olah raga, usaha penyewaan video kaset dan laser disk.

Pasal 2 Cukup jelas

(16)

Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4

Yang dimaksud dengan yang seharusnya dibayar adalah termasuk pemberian potongan harga dan tiket cuma-cuma.

Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6

Cukup jelas Pasal 7

Cukup jelas Pasal 8

Cukup jelas Pasal 9

Cukup jelas Pasal 10

Cukup jelas Pasal 11

Cukup jelas Pasal 12

Cukup jelas Pasal 13

Cukup jelas Pasal 14

Cukup jelas Pasal 15

Cukup jelas Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan surat paksa adalah Surat yang dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang mempunyai kekuatan eksekutorial dan berkedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagiamana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Ayat (2)

Cukup jelas

(17)

Pasal 17 Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah Suatu Badan Penyelesaian Perpajakan diluar tugas wewenang Peradilan Umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas Pasal 27

Yang dimaksud dengan memenuhi kriteria adalah Wajib Pajak yang mempunyai usaha hiburan :

a. Usaha tersebut tetap tidak besifat insidentil

b. Menggunakan tiket (tanda masuk) atau yang berbentuk usaha penyewaan.

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

(18)

Pasal 31 Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 19

(19)

KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

NOMOR : TAHUN TENTANG

PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR TAHUN

TENTANG PAJAK HIBURAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TENGAH

Menimbang : a. bahwa dengan telah disyahkan Peraturan Daerah Kabupaten

Lampung Tengah Nomor tentang Pajak Hiburan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor tanggal serta diundangkan dalam Lembaran Daerah Nomor seri tanggal , maka dipandang perlu pengaturan lebih lanjut sebagai petunjuk Pelaksanaannya.

b. bahwa untuk malaksanakan maksud tersebut pada huruf a diatas perlu diatur dan ditetapkan dengan Keputusan.

Mengingat : 1. UU No.28 Tahun 1959 Tentang Penetapan UU Darurat No.4 Tahun.1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik

(20)

Indonesia Tahun1956 No. 55 Tambahan Lembaran Negara RI No.1091), Sebagai UU ( Lembaran Negara RI Tahun 1956 No.73, Tambahan Lembaran Negara RI No.1821)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997, tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3691 No. Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 245 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);

6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Nomor 60 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Nomor 54 Tahun 1997), Tambahan Lembaran Negara Nomor 3254);

8. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-04-PW.07.03 Tahun 1984 tentang Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil diLingkungan Pemerintah Daerah.

10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 1990 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya serta pemungutan PBB di Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia.

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;

12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 85 Tahun 1993 tentang

Pengundangan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah Lewat Tenggang Waktu Pengesahan.

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan dibidang Pajak Daerah.

(21)

16. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pajak Hiburan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG TENGAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR : TAHUN

TENTANG PAJAK HIBURAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Kota adalah Kota Lampung Tengah;

b. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Tengah;

c. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Daerah Lampung Tengah;

d. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Lampung Tengah;

e. Pajak Adalah Pajak Hiburan;

f. Kas Daerah adalah Kas Daerah Lampung Tengah.

BAB II

(22)

PELAKSANA

Pasal 2

Menunjuk Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pelaksana Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pajak Hiburan.

BAB III PERIZINAN

Pasal 3

(1) Setiap penyelenggaraan Hiburan di Wilayah Kabupaten Wajib mendapatkan izin dari Bupati.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, penyelenggara harus mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 4

(1) Tanda masuk yang akan dipergunakan harus diserahkan terlebih dahulu kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk dilegalisir.

(2) Tanda masuk dinyatakan sah untuk digunakan setelah diperforasik dan dicap oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pasal 5

(1) Terhadap penyelenggara hiburan yang mempergunakan Tanda Masuk, pembayaran Pajak harus dilakukan dimuka.

(2) Bupati dapat memberikan izin kepada penyelenggara untuk tidak membayar pajak seluruhnya dimuka, apabila penyelenggara dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak mampu membayar dimuka.

(3) Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah penyelenggaraan hiburan selesai, penyelenggara wajib melunasi pajaknya.

(4) Bagi penyelenggara hiburan yang karena sifatnya tidak dapat menggunakan tanda masuk, pembayaran Pajak dilakukan setiap bulan dan harus disetorkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(23)

Pasal 6 Penggolongan Bioskop ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 7

Bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan Surat Setoran Pajak daerah (SSPD) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

Pasal 8

(1) Bupati dapat memberikan keringanan dan atau pembebasan pajak terhadap penyelenggara Hiburan untuk kepentingan sosial.

(2) Untuk mendapatkan keringanan atau pembebasan pajak sebagaimana pada ayat (1) pasal ini, penyelenggara harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati dengan menyebutkan persyaratan sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a. Nama dan alamat Wajib Pajak;

b. Masa Pajak yang perlu pengurangan, keringanan dan atau pembebasan yang diinginkan;

c. Besarnya pengurangan, keringanan dan atau pembebasan yang diinginkan;

d. Alasan yang jelas, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan dalam mengajukan permohonan pengurangan, keringanan dan atau pembebasan;

e. Surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini diserahkan langsung kepada Dinas Pendapatan Daerah dengan menggunakan buku ekspedisi penyerahan surat;

f. Penerimaan surat harus membubuhkan paraf dan nama jelas serta tanggal, bulan dan tahun penerimaan surat pada buku ekspedisi tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan, Bupati tidak memberikan jawaban, maka permohonan pengurangan, keringanan dan atau pembebasan pajak dianggap dikabulkan.

Pasal 9

Semua hasil pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud pasal 5 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 seluruhnya disetorkan ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk Bupati.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

(24)

Pasal 10

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka semua keputusan yang mengatur materi yang sama atau bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Lampung Tengah Pada Tanggal :

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Lampiran : Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor :

Tanggal :

Tentang : Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Lampung Tengah Nomor : 3 Tahun 1998 Tentang Pajak Hiburan

BENTUK, UKURAN KARCIS/TANDA MASUK BIOSKOP

NO : NO

NAMA BIOSKOP : NAMA BIOSKOP TANDA MASUK : SERI

Rp : Rp.

Tgl.

Jam.

Perhatian :

Karcis berlaku untuk satu orang

Karcis yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan

(25)

8 cm

5 cm 10 cm

Keterangan :

1. Panjang = 15 cn 2. Lebar = 8 cm

3. Warna ditentukan oleh Dipenda Lampung Tengah

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Lampiran : Keputusan Bupati Lampung Tenagh Nomor :

Tanggal :

Tentang : Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah Nomor 4 Tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan

Minuman Beralkohol

PEMERINTAH DAERAH LAMPUNG TENGAH No. SPTPD : …………...

DINAS PENDAPATAN DAERAH Masa Pajak : …………..

JL ………. Tahun Pajak : …………..

SPTPD

( SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH ) PAJAK HIBURAN

Kepada Yth :

N. P. W. P.D. ……….

……….

(26)

A. DIISI OLEH PENGUSAHA HIBURAN

6. Jumlah kamar/ruang : ………….. Buah

( khusus untuk Panti Pijat, Mandi Uap, Karaoke )

7. Apakah perusahaan menyediakan karcis bebas (free) kepada orang-orang tertentu :

2. Tidak Jika YA berapa jumlah yang beredar …………. Buah

8. Penjualan karcis dengan mesin tiket 2. Tidak

9. Penjualan karcis dengan mesin tiket 2. Tidak

1. Jumlah Omzet dan pajak Terhutang untuk Masa Pajak sebelumnya ( akumulasi dari awal Masa Pajak dalam Tahun Pajak Tertentu

(27)

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Dto

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Dto

II. OMZET YANG HARUS DIISI OLEH PENGUSAHA HIBURAN

C. P E R N Y A T A A N

D. DIISI OLEH PETUGAS PENERIMA DIPENDA

(28)

Lampiran : Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor :

Tanggal :

Tentang : Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah Nomor 2 Tentang Pajak Hiburan

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Dto

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Dto PEMERINTAH DAERAH SKPD

LAMPUNG TENGAH (SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH) No. Urut DINAS PENDAPATAN DAERAH Masa Pajak : ……….

JL. ………..Telp ……….. Tahun : ……….

Nama : ………

Alamat : ………

NPWPD :

Tanggal jatuh tempo :

No Ayat Jenis Pajak Daerah Jumlah

Rp.

Jumlah Ketetapan Pokok Pajak Jumlah Sanksi a. Bunga b. Kenaikan

Jumlah Keselurahan

Dengan Huruf

PERHATIAN

1. Harap penyetoran dilakukan melalui BPK atau Kas daerah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)

2. Apabila SKPD ini tidak atau Kurang Dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD ini diterima dikenakan sanki administrasi berupa bunga sebesar

2% per bulan.

………. Tahun ………..

Kepala Dinas Pendapatan Daerah

___________________________

NIP

(29)

Lampiran : Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor :

Tanggal :

Tentang : Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Tengah Nomor 3 Th.1998 Tentang Pajak Hiburan

BUPATI LAMPUNG TENGAH

Dto

PEMERINTAH DAERAH SSPD

LAMPUNG TENGAH ( SURAT SETORAN PAJAK DAERAH ) DINAS PENDAPATAN DAERAH

JL……… Tahun : ………..

Nama : ………

Alamat : ………

NPWPD :

Menyetor berdasarkan *) SKPD STPD lain-lain SKPTD SPTPD

SKPD SK Pembetulan SKPDKBT SK Keberatan

Masa Pajak :……….. Tahun: ……No.Urut : ………..

No Ayat Jenis Pajak Daerah Jumlah

Rp.

Jumlah Setoran Pajak Dengan Huruf

Ruang untuk Teraan

Kas Register/Tanda Tangan Petugas Penerima

Diterima oleh,

Petugas Tempat Pembayaran Tanggal :

Tanda Tangan : Nama Terang :

………,……….. Tahun ………

Penyetor

(………)

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2AL4 tentang Pemerintahan Daerah- (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2ot4 Nomor 244, Tambahan- l.emharan Negara Repuhlik

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara

Undang­Undang  Nomor  19   Tahun   1997  tentang   Penagihan  Pajak

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara

-2- beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1.2 Tahun 2008 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor aSaa\