• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SLIP : Studi Kasus Terhadap Kinerja Guru diSLTP Negeri 50 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SLIP : Studi Kasus Terhadap Kinerja Guru diSLTP Negeri 50 Bandung."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SLIP

(Studi Kasus Terhadap Kinerja Guru di SLTP Negeri 50 Bandung)

TESIS

Memenuhi saiah satu syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bidang Administrasi Pendidikan

•ii^-" j~

Oleh: Anna Mariana

NIM. 999787

PROGRAM PASCASARJANA

(2)

Alloh tidak membebani seseorangmelainkan

Sesuai dengan kesanggupannya. la mendapat Pahala (dari kebajikdn) yang diusahakannya dan la mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

(Q. S.Al- Baqarah: 286)

Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu Dengan hikmah dan pelajaran yangbaik.

(Q.S.An-Nahl: 125)

Tesis ini kupersembahkan kepada:

(3)

Disetujui dan disyahkan oleh:

Pembimbin:

Prof.Dr.H. Tb. Abin SyainsuddiafMakmun, MA

Pembimbing II

(4)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Aclministrasi Pendidikan

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(5)

ABSTRAK

Kompetensi profesional guru merupakan kebutuhan yang amat

mendasar dalam upaya mewujudkan pengelolaan pendidikan yang

bermutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap profil kompetensi

profesional guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, dengan alat pengumpul data yang digunakan

adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data yang

diperoleh dari lapangan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan

teknis analisis rnduktif.

Kesimpulan dari penelitian ini merupakan jawaban atas rumusan

masalah danpertanyaan penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Profil kompetensi profesional guru-guru SLTP Negeri 50 Bandung,

merentang dari kriteria baik, sedang, dan kurang. Profil kompetensi

profesional guru di SLTPN 50 Bandung, adalah (a) menguasai bahan

belajar; (b) mengelola PBM; (c) mengelola kelas; (d) menggunakan

media/sumber belajar; (e) menguasai landasan kependidikan; (f)

mengelola interaksi PBM; (g) melaksanakan evaluasi pengajaran; (h)

mengenal fungsi layanan BP; (i) mengenal dan melaksanakan

administrasi sekolah; (j) memahami prinsip penelitian kelas.

2. Kompetensi profesionalisme guru-guru dipengaruhi oleh faktor-faktor

internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal adalah kekuatan

dan kelemahan. Sedangkan faktor eksternal adalah peluang dan

tantangan. Pembinaan intern sekolah, dan rumusan visi, misi, strategi

pencapaian merupakan kekuatan yang memberikan pengaruh

terhadap profesionalisme guru di SLTPN 50 Bandung. Adanya

sebagian guru yang tidak relevan antara latar belakang dan kelayakan

kualifikasi pendidikan dengan tugas mengajar; dan kondisi

lingkungan bangunan sekolah adalah kelemahan pada guru-guru di

SLTPN 50 Bandung. Adanya wadah pembinaan kompetensi guru

seperti MGMP dan kecenderungan kesadaran masyarakat terhadap

mutu pendidikan merupakan peluang yang dapat dikembangkan oleh

sekolah dalam meningkatkan kompetensi profesional guru. Sementara

pelaksanaan desentrahsasi pendidikan dan munculnya berbagai

konsep atau isu aktual dalam pendidikan seperti jaminan mutu,

transfaransi, dan akuntabilitas merupakan tantangan bagi para guru

untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.

3. Pengembangan kompetensi profesional guru dapat dilakukan melalui

tiga kegiatan utama, yakni (1) pembinaan intern sekolah baik

dilakukan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas SLTP; (2)

memberdayakan keberadaan wadah MGMP; dan (3) mengikutsertakan

guru dalam berbagai kegiatan seminar, lokakarya, dan sejenisnya.

(6)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PERSETUJUAN i

LEMBARPENGESAHAN. ii

PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

UCAPAN TERIMA KASIH vii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

Bab I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus Penelitian 8

C. Pertanyaan Penelitian 9

D. Tujuan Penelitian 9

E. Manfaat Penelitian 10

F. Paradigma Penelitian 11

Bab II Tinjauan Pustaka 16

A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan 16 B. Konsep Dasar Kompetensi Profesionalisme 21

1. Pengertian Kompetensi 21

2. Pengertian Profesional 26

3. Tahapan Profesionalisasi 28

C. Kekuatan dan Kelemahan Profesionalisme Guru 31

1. Kekuatan Profesionalisme Guru 31

2. Kelemahan Profesionalisme Guru 33 D. Peluang dan Tantangan yang Dihadapi

Profesi Keguruan 36

1. Peluang yang Dihadapi Profesi Keguruan 36

2. Tantangan 41

E. Pembinaan Profesionalisme Guru SLTP 45 1. Dasar Pembinaan Profesionalisme Guru SLTP 45 2. Acuan Normatif Profil Profesionalisme Guru SLTP.. 52

3. Indikator Pengelolaan Pendidikan yang Bermutu 60

F. Studi Terdahulu yang Relevan 66

G. Kesimpulan Hasil Studi Pustaka 67

(7)

Bab III Prosedur Penelitian 71

A. Metode Penelitian 71

B. Subyek Penelitian 72

C. Teknik Pengumpulan Data 74

D. Tahap-Tahap Penelitian 77

E. Analisis Data Penelitian 80

F. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data 85

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 88

A. Deskripsi Data Penelitian 88

1. Tingkat Kompetensi Profesional Guru

di SLTP Negeri 50 Bandung 88

2. Kekuatan dan Kelemahan Yang Mempengaruhi Kompetensi Profesional Guru di SLTP Negeri 50

Bandung 118

3. Peluang dan Tantangan Yang Dihadapi Guru Dalam

Meningkatkan Kompetensi Profesional

di SLTP Negeri 50 Bandung 136

4. Upaya Pengembangan Kompetensi Profesionalisme

Guru di SLTP Negeri 50 Bandung 142

B. Pembahasan Hasil Penelitian 147

1. Analisis Profil Kompetensi Profesional Guru

di SLTP Negeri 50 Bandung

.'

148

2. Analisis SWOT Kompetensi Profesional Guru 151 3. Strategi Pengembangan Kompetensi Profesional Guru 154 Bab V Kesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi 159

A. Kesimpulan 159

B. Implikasi 164

C. Rekomendasi 166

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

Nomor:

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Paradigma Penelitian 15

2. wilayah Kerja Administrasi Pendidikan 18

3. Proses Implementasi Visi, Misi, dan Strategi Pencapaiannya

Pada SLTPN 50 Bandung 121

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor:

1. Data Subyek Penelitian 74

2. Latar Belakang Pendidikan Guru yang Tidak Sesuai Dengan

Tugas Mengajar di SLTPN 50 Bandung 90

3. Kualifikasi Pendidikan Guru di SLTPN 50 Bandung 91

4. Profil Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50 Bandung

Tahun 2001 148

5. Analisis SWOT Kompetensi Profesionalisme Guru

di SLTPN 50 Bandung Tahun 2001 152

6. Komparasi Profil Kompetensi Profesional Guru Dalam Ukuran Normatif dengan Temuan Lapangan

Di SLTPN 50 Bandung Tahun 2001 156

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Alat Pengumpul Data

2. Surat Keputusan Pembimbing Tesis 3. Surat Ijin Penelitian

4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian

5. Riwayat Hjdup

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan di

Indonesia semakin berkembang jika dikaitkan dengan mutu guru,

terutama menyangkut kompetensi profesional, yang salah satunya

ditandai dalam keterampilan mengajar dan memanfaatkan waktu belajar

dengan sebaik-baiknya. Akibat nyata dari keadaan ini adalah guru kurang

mampu mengelola waktu dan sedikit waktu dicurahkan untuk bekerja

(time on task) dalam arti yang sesungguhnya. Studi Aria Djalil (1984)

yang dikutip oleh Supriadi (1998:179), mengemukakan bahwa "academic

learning time" guru-guru pada umumnya hanya sebesar 36% dari jumlah

waktu yang dialokasinnya. Selebihnya untuk tugas-tugas administratif,

upacara atau kegiatan lain. Jadi persoalan di sini, bukan hanya banyak

hilangnya hari belajar efektif akibat berbagai macam kegiatan dan liburan

resmi, melainkan juga penggunaan waktu yang nyata-nyata telah tersedia

dalam jadwal pelajaran.

Seiring dengan permasalahan yang dihadapi oleh guru, meningkat

pula harapan masyarakat terhadap guru. Peningkatan kemampuan guru

selalu berkejaran dengan harapan masyarakat yang semakin hari semakin

(12)

belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik semakin beragam.

Dalam kondisi demikian, guru dipacu untuk terus meningkatkan mutu

dan kompetensi profesionalnya. Guru masa kini bukan hanya dituntut

untuk mampu menyampaikan materi pelajaran, melainkan menjadi

pembina moral dan teladan bagi peserta didiknya.

Dalam perspektif pengelolaan sekolah, guru mempunyai peranan

kunci, di samping faktor-faktor lain seperti sarana prasarana, biaya,

kurikulum, sistem pengelolaan, dan peserta didik. Apa yang disiapkan

dalam pengelolaan pendidikan, seperti sarana prasarana, biaya,

kurikulum, hanya akan berarti jika diberi arti oleh kinerja guru secara

profesional. Peran dan posisi guru tersebut, terbukti dari hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ronald Brandt (1993), yang dimuat dalam jurnal

"Educational Leadership (Edisi Maret 1993), yang menyatakan bahwa:

Hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru, akhirnya tergantung pada guru. Tanpa guru menguasai bahan

pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa guru dapat

mendorong siswanya untuk belajar sungguh-sungguh guna

mencapai prestasi yang tinggi, maka segala upaya peningkatan

mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan

mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan, maka peningkatan

profesionalisme guru merupakan kebutuhan yang sangat urgen (penting)

dalam mendorong terwujudnya mutu pendidikan, sebagaimana yang

(13)

Meskipun dalam perspektif manajemen pendidikan, dikatakan bahwa

mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan oleh

mutu masukan (siswa), sarana, manajemen, dan faktor-faktor eksternal

lainnya, akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami kemajuan

belajarnya, banyak bergantung kepada kepiawaian guru dalam

membelajarkan siswa. Dari telaah kebijakan nasionalpun, nampak bahwa

peran dan posisi guru dalam keseluruhan manajemen pendidikan telah

mendapatkan tempat yang dapatdikatakan istimewa. Perhatian terhadap

tenaga guru dapat dilihat antara lain dengan adanya kesempatan

kenaikan pangkat otomatis, adanya tunjangan fungsional dan adanya

peluang bagi guru untuk naik pangkat sampai golongan IV/e,

sebagaimana yang dinyatakan dalam SK Menpan Nomor: 26 tahun1989.

Besarnya perhatian pemerintah, dalam hal ini Departemen

Pendidikan Nasional, terhadap guru sebenarnya didasarkan pada suatu

anggapan bahwa ditangan gurulah mutu pendidikan dapat diupayakan

ke arah yang lebih baik. Hal ini karena gurulah sebagai ujung tombak

dalam pembinaan siswa pada proses pembelajaran. Pendapat Hartono

dalam Mimbar Pendidikan (1990 :13) bahwa apapun yang diperbaharui,

pada gilirannya faktor pendidik (guru) yang banyak menentukan,

karenanya upaya pembinaan secara baik dan benar harus selalu

(14)

Strategi mengenai peranan guru dalam meningkatkan mutu

pendidikan dapat dipahami dari hakekat guru yang selama ini dijadikan

sebagi asumsi pragmatik pendidikan guru, yaitu asumsi-asumsi yang

dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan program pendidikan

guru. Menurut Ali Imron (1995: 4) asumsi-asumsi tersebut dikatakan

bahwa guru adalah sebagai agen pembaharu, dengan peran sebagai

berikut:

(1) Berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya

kondisi yang baik bagi subjek didik untuk belajar;

(2) Bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik;

(3) Dituntut sebagai contoh subjek didik;

(4) Bertanggung

jawab

secara

profesional

meningkatkan

kemampuannya;

(5) Menjungjung tinggi kode etik profesionalnya.

Sebagai komponen yang bertugas mengajar dan mendidik, guru

akan melaksanakan

berbagai kegiatan demi terciptanya

tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Untuk mencapai tujuan tersebut

Olivia (1989 : 10) menegaskan bahwa "guru harus memainkan fungsinya

sebagai pembimbing, pembaharu, model atau contoh, penyelidik,

konselor, pencipta, yang mengetahui sesuatu, pembangkit pandangan,

pembawa cerita, dan seorang aktor".

Pemahaman, pendalaman, dan penggalian kondisi kontekstual

mengenai performance atau kinerja guru, merupakan langkah awal bagi

kepala sekolah dalam melakukan pembinaan dan pengembangan

(15)

menggambarkan mengenai kompetensi profesionalisme guru yang tidak

dapat digeneralisasikan berdasarkan kacamata teoritis, melainkan

memerlukan penggalian dan pendalaman secara kontekstual. Dalam

posisi seperti ini, informasi mengenai kondisi guru dalam sebuah unit

sekolahmenjadipenting untuk dilaksanakan. Sebagai gambarannasional,

hasil dari studi Bank Dunia (Supriadi, 1998:185), mengungkapkan bahwa

terdapat 277 ribu guru SLTP dan sekitar 150 ribu (54%) di antaranya

belum berkualifikasi pendidikan D-III. Jumlah yang telah mengikuti

program D-III hingga tahun 1995 sekitar 32 ribu, artinya masih ada 118

ribu guru SLTP yang belum tersentuh sarna sekali oleh program D-III. Jika

setiap tahun peserta program D-III bertambah 20 ribu, maka diperlukan

waktu 6 tahun untuk menuntaskan program tersebut.

Berangkat dari temuan Bank Dunia tersebut, maka secara

konseptual penggalian dan pendalaman mengenai kompetensi

profesional dalam satuan unit pendidikan tertentu, sampai saat ini masih

persoalan yang perlu diteliti secara berkelanjutan. Kondisi ini berlaku

pula pada lokasi yang akan peneliti jadikan tempat penelitian, yaitu SLTP

Negeri 50 Bandung. Sebagai fakta lapangan kondisi yang ada di SLTP

Negeri 50 Bandung sebagai berikut:

1. Jumlah kelas keseluruhan ada 26 rombongan belajar, dengan

jumlah masing-masing kelas rata-rata 43 siswa.

2. Jumlah lokal kelas (ruang kelas) ada 18 ruang belajar, 1 (satu) kelas ruang kesenian dan 1 (satu) ruang laboratorium yang

(16)

3. Berdasarkan rasio jumlah siswa dan ruang kelas, maka proses

pembelajaran dibagi menjadi 2 (dua) shif, yaitu pagi dan siang.

4. Jumlah guru di SLTP Negeri 50 Bandung sebanyak 60 orang,

dengan rincian sebagai berikut:

- Guru tetap 51 orang, - Guru tidak tetap 9 orang

5. Berdasarkan jumlah guru yang ada di SLTP Negeri 50 Bandung, gambaran kualifikasinya sebagai berikut:

Sarjana (S-l) Diploma (D3) (D2) (DI) STM/SMU 38 orang, 12 orang, 3 orang, 4 orang, 3 orang.

6. Raw input siswa dari NEM di sekolah dasar berada pada

rentang 29,10 sampai dengan 46,60.

7. Hasil proses belajar yang berbentuk NEM di SLTP Negeri 50

Bandung, untuk tahun ajaran 1999/2000 untuk mata pelajaran

tertinggi 44,72 dan terendah 24,51 dengan rata-rata 32,31.

Berdasarkan gambaran fakta lapangan seperti di atas, tugas guru

tidaklah ringan, yang mana guru-guru SLTP Negeri 50 Bandung idealnya

harus merasa tertantang dalam mensukseskan program pendidikan secara

standar layanan minimal, artinya target kurikulum harus dapat dicapai

secara maksimal, sehingga guru dituntut untuk menjalankan tugasnya

sesuai dengan tuntutan profesinya, dimana salah satu kemampuan yang

menunjang dalam tugas profesinya adalah kemampuan profesional guru.

Kemampuan profesional tersebut akan dapat dijalankan, apabila guru

tersebut memelihara dan menjaganya serta adanya pembinaan yang baik

dari pihak yang berwenang. Sebagai gambaran empirik mengenai kasus

yang terjadi di SLTP negeri 50 Bandung; berkaitan dengan kemampuan

profesional guru, penulis memperoleh fakta seperti dipaparkan berikut

(17)

Kemampuan guru dalam pembuatan perencanaan pengajaran,

secara bukti fisik (administratif) sudah dapat dipertanggungjawabkan.

Akan tetapi, secara fungsional belum terlihat sebagaimana mestinya, yang

seharusnya perencanaan pengajaran tersebut merupakan panduan di

dalam penampilan mengajar. Sementara itu, komponen-komponen yang

terdapat dalam perencanaan pengajaran yang dibuat oleh guru SLTP

Negeri 50 Bandung, masih perlu pembenahan dalam sinkronisasi antar

komponen. Untuk menggambarkan ketercapaian rumusan Tujuan

Pembelajaran Umum, maka dijabarkan dalam rumusan Tujuan

Pembelajaran Khusus. Dengan demikian, para siswa yang memiliki

kemampuan seperti yang tersurat dalam TPU, mereka yang menguasai

sejumlah TPK yang menjadi cakupannya. Guna mencapai sejumlah

rumusan TPK yang menjadi sasaran pembelajaran, maka guru harus

menyiapkan sejumlah materi secara proporsional. Agar materi yang

disiapkan tersebut dapat dimiliki/dikuasai oleh siswa, maka guru harus

merumuskan skenario pembelajaran (Kegiatan Belajar Mengajar) yang

mana rumusan KBM ini merupakan gambaran apa yang akan

ditampilkan guru dalam kelas. Dalam masing-masing rumusan KBM ini,

setiap TPK akan tersurat dan tersirat media dan metode yang digunakan.

Kemudian, guna mengukur keberhasilan proses pembelajaran, guru yang

bersangkutan haras merumuskan alat evaluasi yang relevan dengan TPK,

(18)

Keterampilan guru dalam mengajar; berdasarkan hasil pen^wtawwii^ ^

penulis pada pertengahan bulanMaret sampai dengan pertengahan bulan

April tahun 2001, dari beberapa orang guru diperoleh fakta masih

terdapatnya kelemahan. Hal ini, selain rentetan dari kualitas perencanaan

pengajarannya, juga secara eksklusif berkaitan dengan tuntutan profil

kemampuan dasar guru. Walaupun belum sempat semua guru yang ada

di SLTP Negeri 50 Bandung diobservasi, secara sampel menunjukan

bahwa berdasarkan instrumen yang ada dalam APKG, ternyata terdapat

indikasi perlunya pembinaan, diantaranya dalam hal: pengelolaan

program

belajar

mengajar;

penggunaan

media/sumber

belajar;

penguasaan landasan-landasan pendidikan; pengelolaan interaksi belajar

mengajar; dan yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasipembelajaran.

B. Fokus Penelitian

Apa yang digambarkan dalam uraian latar belakang

menggambarkan bahwasampai saatini permasalahan yangdihadapioleh

guru dalam menjalankan tugasnya secara profesional masih dihadapkan

pada berbagai persoalan, yang pada gilirannya memerlukan penggalian,

pendalaman, dan pemaknaan secara empiris serta ilmiah. Penelaahan

tentang kompetensiprofesional guru, akan memfoktiskan pada penelahan

kinerja guru secara faktual dengan menggunakan standar ciri-ciri guru

(19)

Berangkat dari alasan empiris dan konseptual sebagaimana

diuraikan dalam latar belakang di atas, maka penelitian ini memfokuskan

pada permasalahan sebagai berikut: "Bagaimana profil kompetensi

profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung?"

C. Pertanyaan Penelitian

Untuk menjabarkan fokus penelitian di atas, maka dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri 50

Bandung?

2. Kekuatan dan kelemahan apa saja yang mempengaruhi kompetensi

profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung?

3. Peluang dan tantangan apa yang dihadapi oleh guru dalam

menjalankan tugasnya secara profesional di SLTP Negeri 50 Bandung?

4. Upaya apa yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan

kompetensi profesional guru-guru diSLTP Negeri 50 Bandung?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali dan

menggambarkan profil kompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri

(20)

kompetensi profesional guru tersebut, ditujukan pula untuk m^a^ulfc^jr^"'.

pemaknaan mengenai faktor-faktor kontekstual yang

mempenga?®n-kompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

2. Tujuan Khusus

Secara operasional dan spesifik, penelitian ini bertujuan untuk

mengungkap fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan

sebagai berikut:

a. Tingkat Kompetensi Profesional guru-guru di SLTP Negeri 50

Bandung.

b. Kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi kompetensi profesional

guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

c. Peluang dan tantangan yang dihadapi guru dalam menjalankan

tugasnya secara profesional di SLTP Negeri 50 Bandung.

d. Upaya yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi

profesional giuru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Dalam tataran teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

menyajikan data atau informasi yang dapat memperkaya dan

memperdalam konsep mengenai profil kompetensi profesional pada guru,

(21)

11

profesional guru yang digali dan dihimpun dari lingkungan kontekstual

dan aktual, maka diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi

para pakar manajemen pendidikan untuk merumuskan definisi secara

operasional mengenai batasan guru yang memiliki kompetensi

profesional.

2. Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

baik bagi guru maupun bagi lembaga, yaitu SLTP Negeri 50 Bandung,

sehingga dari penelitian ini diharapkan pula dapat ditemukan kondisi

nyata yang dihadapi oleh guru-guru sehingga pada akhirnya dapat

memberikan masukan empiris bagi upaya pembinaan dan pengembangan

kompetensi profesionalisme guru, yang aspek pendekatan, aspek

pembinaan, proses pembinaan, dan hal-hal yang menyangkut dengan

SWOT.

F. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian dapat dikatakan sebagai alur penelitian yang

akan dilakukan, sehingga apa yang diharapkan dalam penelitian ini dapat

dicapai sesuai dengan harapan. Pada penelitian ini diawali dengan

memahami dahulu berbagai aspek yang menyangkut tentang profil guru

yang profesional. Tentang batasan konseptual guru profesional tersebut,

(22)

12

yakni sebagai berikut: (1) mempunyai komitmen pada proses belajar

siswa; (2) menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara

mengajarkannya; (3) mampu berpikir sistematis tentang apa yang

dilakukannya danbelajar daripengalamannya; (4) merupakan bagian dari

masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan

mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Dalam konteks

mikro atau tugas pokok guru, maka profil kemampuan dasar guru yang

menggambarkan kompetensi profesional, dijelaskan oleh

A. Samana

dalam buku yang dikeluarkan PPPG Tertulis (1994: 123) sebagai berikut:

(1) menguasai bahan (2) mengelola program belajar mengajar, (3)

mengelola kelas, (4) menggunakan media/sumber belajar, (5) menguasai

landasan-landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi beelajar

mengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8)

mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (9)

mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) memahami

prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna

keperluan pengajaran.

Batasan-batasan mengenai ciri-ciri guru profesional tersebut dapat

dijadikan standar penilaian atau acuan normatif yang dapat dijadikan

instrumen untuk mengungkap profil guru yang memiliki kriteria

kompetensi profesional. Apa yang dikonseptualisasikan oleh para pakar

(23)

13

kenyataannya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor intern dan ekstern,

yang pada akhirnya akan memunculkan profil guru profesional dalam

batasan kontekstual dan faktual.

Hasil dari suatu proses pendidikan biasanya akan berpulang

kepada guru sebagai pendidik, sehingga jika hasilnya baik atau tidak

maka gurulahyang sering menjadi bahan permasalahan dari suatu proses

tersebut. Sebetulnya suatu hasil proses pendidikan tersebutbanyak faktor

yang berpengaruh selain dari guru; misalnya peserta didik (siswa), tujuan,

metode, sarana dan prasarana dan lingkungan. Oleh karena itu, dari

sekian faktor yang berpengaruh tersebut, maka faktor pendidik (guru)

yang perlu memperoleh perhatian untuk dibina menuju ke arah guru

profesional.

Mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru

tersebut, dapat menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness,

Opportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan

(KKPT). Analisis mengenai kekuatan dan kelemahan dapat memfokuskan

pada pengkajian dan pendalaman mengenai faktor-faktor internal yang

ada di sekitar lingkungan tempat guru ditugaskan. Sementara analisis

peluang dan tantangan dapat memfokuskan pada upaya untuk

mencermati lingkungan eksternal yang berpotensi atau memiliki akses

tersendiri dalam mempengaruhi tuntutan peningkatan profesionalisme

(24)

Hasil dari analisis SWOT tersebut, akan mengungkap informasi

aktual dan kontekstual mengenai profil kompetensi profesional guru,

yang pada akhirnya dapat ditemukan letak permasalahan yang

mempengaruhi kinerja guru tersebut. Berangkat dari temuan tersebut,

maka dapat dirumuskan altematif pemecahannya yang umumnya

dirumuskan dalam upaya pengembangan kompetensi profesionalisme

guru.

Pembinaan guru profesional harus terencana, sistematik dan

relevan dengan situasi dan kondisi lingkungan di tempat tersebut.

Pembinan kemampuan profesional guru banyak ditentukan oleh beberapa

hal seperti lembaga tempat para guru, suasana kerja guru, sikap

pengelola/pembina dan sikap guru itu sendiri. Seperti dijelaskan oleh

Fakry Gaffar (1987 :160) sebagai berikut:

Untuk mendorong terjadinya profesionalisasi para guru perlu

dilakukan usaha pembinaan baik yang terencana maupun yang

tumbuh dan berkembang sendiri sebagai produk self propelling growth yang dilakukan oleh masing-masing tenaga pengajar

(guru). Tugas lembaga adalah menciptakan kesempatan kepada

individu untuk tumbuh dan berkembang melalui proses pembinaan.

Upaya pengembangan peningkatkan kompetensi profesional guru

tersebut, secara konseptual perlu mengacu pada standar kinerja guru

yang berpungsi sebagai acuan norma tif pembinaan dan pengembangan

profesionalisme guru. Dari keseluruhan kerangka berpikir tersebut,

(25)

Analisis Internal

-Kekuatan

-Kelemahan

Standar Kompetensi

Profesional Guru

i r

Rekomendasi

Peningkatan Kompetensi

Profesional

Guru Profil Kompetensi

Profesional Guru

w

w

ir

A

Kinerja Aktual

Guru

Analisis Eksternal

/k

[image:25.595.93.449.65.613.2]

-Peluang -Tantangan

(26)
(27)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif.

Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian,

yaitu mendeskripsikan dan menganalisis mengenai profil kompetensi

profesional guru SLTP Negeri 50 Bandung.

Pada pendekatan penelitian kualitatif ini akan lebih banyak

mementingkan segi proses daripada hasil. Oleh karena itu, akan dilihat

dan dianalisis bagaimana gambaran aktual tentang profil kompetensi

profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung. Pada proses tersebut

setiap langkah yang dilakukan untuk menggali informasi yang berkenaan

dengan profil kompetensi profesional gum akan diteliti, sehingga

diharapkan data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, dan

dapat dipercaya serta lebih bermakna.

Mengenai penelitian kualitatif, Bogdan dan Biklen (1982: 29)

mengemukakan ada lima karakteristik sebagai berikut:

(1) Qualitative has the natural setting as direct source of data and

researcher is the key instrument; (2)

Qualitative research is

descriptive. The data collected are in the form of word or picture,

rather than numbers; (3) Qualitative research are concerned with

process rather than simply with out comes or products; (4)

Qualitative researcher tend to analize there data inductively; and

(5) Meaning is of essential consern to kualitative approach.

(28)

72

Dari pendapat di atas dikemukakan bahwa karakteristik penelitian

kualitatif adalah: (1) Kualitatif merupakan seting alamiah sebagai sumber

data langsung dan peneliti menjadi instrumen utamanya, (2) Penelitian

[image:28.595.99.476.288.533.2]

kualitatif bersifat deskriptif. Data yang terkumpul bempa kata-kata dan

gambar, bukan bempa angka-angka, (3) Penelitian kualitatif berkenaan

dengan proses bukannya semata-mata hasil atau produk, (4) Penelitian

kualitatif mengutamakan pengolahan data secara umum terlebih dulu, (5)

Makna merupakan perhatian utama dalam penelitian kualitatif.

Prosedur penelitian kualitatif tidak mempunyai pola baku.

Penelitian kualitatif mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci

dari berbagai masalah yang berhubungan dengan objek penelitian.

Pelaksanaan pengambilan data tersebut langsung dilakukan oleh peneliti

sendiri dengan melakukan pengamatan dan langsung berpartisipasi aktif

dalam proses tersebut

B. Subyek Penelitian

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif berbeda dengan

penelitian kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, sampel itu dipilih dari

suatu populasi sehingga

dapat digunakan untuk mengadakan

generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri populasi. Pada

penelitian kualitatif, menurut Lincolin dan Guba (dalam Lexy J.

(29)

73

kritis, sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya

sendiri. Selain itu, dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai

macam sumber. Tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya

perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam

generalisasi, melainkan untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam

ramuan konteks yang unik dan menggali informasi yang akan menjadi

dasar dari rancangan teori yang muncul.

Pada penelitian kualitatif sampel diambil tidak secara acak, tetapi

bersipat secara purposive atau sampel bertujuan. Teknik sampling secara

purposive tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J. Moloeng,

1997:166):

1) Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu. 2) Penehtian sampel secara berurutan dengan bentuk "snow ball

sampling" yaitu responden cumin ta menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi dan selanjutnya responden berikutnya diminta pula untuk menunjuk orang lainnya dan

seterusnya, sehingga makin lama makin banyak.

3) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin

banyak informasi yang masuk dan makin mengembang

hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar focus penelitian. 4) Penehtian berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Jika tidak

ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel

dihentikan.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini memiliki berbagai

(30)

74

profesional gum SLTP Negeri 50 Bandung. Oleh karena itu, yang

dimaksud sampel dalam penelitian ini adalah: para guru yang mewakili

mata pelajaran dan kepala atau wakil kepala sekolah di SLTP Negeri 50

Bandung. Jumlah subyek dalam penelitian ini, disajikan dalam tabel

[image:30.595.100.464.183.518.2]

berikut:

Tabel 1

Data Subyek Penelitian

No Identitas Subyek Penelitian Jumlah

1 Unsur Pimpinan Sekolah 4

2 Guru Bahasa Inggris 2

3 Guru Bahasa Indonesia 2

4 Guru Matematika 2

5 Guru IPA/Fisika 2

6 GuruIPA/Biologi 2

7 Guru IPS/Sejarah 2

8 Guru IPS/Ekonomi 1

9 Guru IPS/Geografi 1

10 Guru PPKn 1

Jumlah 19

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif memfokuskan perhatian pada upaya untuk

memahami perilaku, persepsi, dan sikap dari sasaran penelitian. Jadi

pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti terjun

langsung ke lapangan untuk mencari sejumlah informasi yang

dibutuhkan berkenaan dengan profil kompetensi profesional guru SLTP

Negeri 50 Bandung. Hal tersebut dilakukan untuk memahami kenyataan

(31)

75

terjadi di lapangan mengenai: (1) profil kompetensi profesional guru; (2)

analisis

internal

profesionalisme

gum;

(3)

analisis

ekstemal

profesionalisme guru; dan (4) upaya pengembangan profesionalisme

guru.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan studi

dokumentasi. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut diharapkan dapat

saling melengkapi, sehingga diperoleh suatu informasi yang diharapkan.

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi diperlukan untuk mendapatkan data berupa dokumen,

baik mengenai prilaku personal maupun sarana dan prasarana. Dalam

setiap observasi, peneliti harus selalu mengkaitkannya dengan dua hal

yang penting, yakni informasi (misalnya apa yang terjadi) dan konteks

(hal-hal yang berkaitan disekitamya). Hal ini karena segala sesuatu terjadi

dalam dimensi waktu dan tempat tertentu, sehingga apabila informasi

lepas dari konsteknya maka informasi tersebut akan kehilangan

maknanya.

Nasution (1996: 61) menyatakan bahwa partisipan pengamat dalam

melakukan observasi dapat dilakukan berbagai tingkat, yaitu partisipasi

nihil, sedang, aktif, dan penuh. Dalam penelitian ini posisi peneliti berada

pada partisipasi aktif dan penuh. Hal ini dimungkinkan mengingat

(32)

76

dengan partisipasi penuh mempunyai keuntungan yaitu peranannya

sebagai peneliti tersamai bagi orang yang disekelilingnya, sehingga data

informasinya bisa lebih akurat.

2. Wawancara

Nasution (1992: 54) mengemukakan bahwa wawancara dalam

penelitian kualitatif adalah sebagai berikut.

Wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka dan tak berstruktur. Ia tidak menggunakan test standar atau instrumen lain

yang telah di uji validitasnya. Ia mengobservasi apa adanya dalam

kenyataan. Ia mengajukan pertanyaan dalam wawancara menurut perkembangan wawancara itu secara wajar berdasarkan ucapan

dan buah pikiran yang dicetuskan orang diwawancara itu.

Oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian kualitatif,

wawancara yang digunakan tidak berstruktur dan lebih bersifat informal.

Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap dan keyakinan objek

subjek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas

kepada subjek. Sementara itu, beberapa cara pencatatan wawancara

menurut Riyanto (1996: 68) sebagai berikut:

(1) Pencatatan secara langsung, yakni melakukan wawancara dan sambil mencatat; (2) Pencatatan dari ingatan, yakni pencatatan dilakukan tidak pada waktu wawancara, tetapi setelah wawancara

yang mengandalkan daya ingatan interview; (3) Pencatatan dengan

alat recording, yakni pencatatan dengan bantuan alat rekaman, seperti rekorder dan lam-lain; (4) pencatatan dengan angka (field

rating), yakni mencatat angka hasil wawancara dengan

(33)

77

Cara-cara pencatatan data di atas dapat pilih sesuai dengan

kemampuan peneliti. Apabila dihubungkan rumusan masalah penelitian,

data yang dapat diperoleh melalui wawancara adalah merupakan

penjabaran dari fokus penehtian sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk

memperoleh data tersebut, maka yang dijadikan responden untuk

diwawancarai dalam penehtian ini adalah para guru yang mengajar di

SLTP Negeri 50 Bandung.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti

barang-barang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data

dengan mencatat data yang sudah ada berupa data jumlah guru, biodata

guru, satuan pelajarannya, dan rencana pelajarannya. Dengan studi

dokumentasi ini, diharapkan aspek-aspek yang menjadi penekanan dalam

pembinaan kemampuan profesionalisme guru dapat diketahui.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti

mengacu kepada ketentuan yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 33)

yaitu terdiri dari: (1) Tahap onentasi; (2) Tahap ekspolorasi; dan (3) Tahap

(34)

Dalam penelitian kualitatif orientasi bertujuan untukme

Or **«<, V ..«•» £

1. Tahap Orientasi \\ t>\ ;;-V«;'/

•'£*•.

gambaran yang lengkap dan jelas mengenai masalah-masalah yang akan

diteliti. Tahap orentasi ini mempakan kegiatan memasuki lapangan yang

masih dalam bentuk penjajagan. Kegiatan yang dilakukan mengarah

kepada upaya untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya

mengenai hal-hal yang bersifat umum dan berkenaan dengan masalah

penelitian. Pada tahap ini kegiatan penehtian adalah menciptakan

hubungan yang harmonis antara peneliti dengan responden. Peneliti

melakukan kunjungan dan pendekatan dengan para guru yang ada di

SLTP Negeri 50 Bandung. Untuk memperoleh informasi seluas-luasnya

dilakukan wawancara dengan para guru tersebut. Dari hasil wawancara

diperoleh informasi dan data tambahan yang berhubungan dengan

masalah penelitian. Informasi yang didapat selanjutnya dianalisis dan

dikonsultasikan dengan pembimbing untuk menentukan, memperjelas,

dan mempertajam fokus masalah dalam penelitian. Untuk dapat

terciptanya hubungan yang harmonis dengan responden, peneliti

melakukan pendekatan antara lain dengan cara: (1) menjelaskan peran

peneliti kepada responden, bahwa keberadaan peneliti bukan untuk

mengevaluasi atau menilai, akan tetapi merupakan kegiatan belajar dari

pengalaman dilapangan; (2) menjelaskan bahwa informasi yang diterima

(35)

79

mempunyai pengaruh terhadap posisi responden di sekolah; dan (3)

melakukan pendekatan/kunjungan berulang-ulang.

2. Tahap Eksplorasi

Tahap ekplorasi merupakan tahap mengumpulkan data. Kegiatan

yang dilakukan sudah mengarah kepada hal-hal yang dianggap

mempunyai hubungan dengan fokus masalah. Meskipun tidak lagi

bersifat umum, tetapi sudah lebih mengarah dan terstruktur serta masih

terbuka. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan prinsip penelitian

kualitatif, yaitu berusaha memahami makna dari peristiwa manusia

dalam situasi tertentu. Dengan demikian penekanannya terletak pada

pemahaman yang timbul dari tafsiran terhadap interaksi, prilaku, dan

peristiwa.

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dilakukan dalam

bentuk percakapan informal yang mengandung unsur spontanitas dengan

memanfaatkan waktu luang. Meskipun dilakukan dengan informal, akan

tetapi dalam menggali data atau informasi yang diperlukan diarahkan

pada fokus penelitian. Wawancara dilakukan terhadap responden sebagai

sumber data primer maupun terhadap responden sebagai sumber data

sekunder. Setiap informasi yang diberikan responden selalu dicek

kebenarannya dengan responden lainnya. Dalam hal ini, digunakan

teknik triangulasi, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik

(36)

80

peserta ujian maupun pihak sekolah dengan fakta yang ada di lapangan.

Selain dengan teknik wawancara, pengumpulan data juga dilakukan

dengan teknik observasi dan studi dokumentasi.

3. Tahap Member Check

Member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang

diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya kebenarannya.

Menumt Nasution (1996: 112) "Data itu harus diakui dan diterima

kebenarannya oleh sumber informasi, dan selanjutnya data tersebut juga harus

dibenarkan oleh sumber data atau informan lain". Pengecekan data ini

dilakukan dengan cara: a) Mengkonfirmasikan kembali hasil (data)

kepada semua sumber data; b) Meminta hasil koreksi yang telah dicatat

dari observasi kepada sumber data tertentu; danc) Melakukan triangulasi

dengan pihak-pihak yang relevan. Pada tahap ini, data yang terkumpul

dirangkum dan didiskusikan lagi dengan sumber-sumber data yang

relevan untuk mengecek kebenarannya.

E. Analisis Data Penelitian

Beberapa pendapat tentang analisis data dalam penelitian

kualitatif, misalnya Patton dalam Moleong, (1994:103) menyatakan bahwa

analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya

kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor,

(37)

81

formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti

yang disarankan oleh data dansebagai usaha untuk memberikan bantuan

pada tema dan hipotesis itu. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, mala

Moleong, (1994:103) mengatakan bahwa:

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data.

Berdasarkan

pendapat-pendapat di

atas

tersebut

peneliti

berkesimpulan bahwa pada dasarnya analisis data adalah merumuskan

suatu tema dan ide berdasarkan urutan kerja, yang meliputi: (1)

Mengorganisasikan data; (2) Mengurutkan data; (3) Membentuknya ke

dalam suatu pola kecenderungan, kategori, atau satuan uraian dasar.

Proses tersebut tidak terpisah-pisah tetapi perlu dilakukan secara

berkesmambungan. Hal ini dimaksudkan agar tema yang dimaksudkan

benar-benar dengan apa yang di sarankan oleh data lapangan.

Bogdan dan Biklen dalam Munandir (1990: 190-194) menjalankan

sebagai pedoman dalam melakukan analisis data sebagai berikut: (1)

Paksa diri anda sendiri, mengambil putusan untuk mempersempit studi;

(2) Paksa diri anda memutuskan jenis studi apa yang hendak disesuaikan;

(3) Buat pertanyaan yang analisis; (4) Rencanakan sesi pengumpulan data

berdasarkan temuan anda pada pengamatan sebelumnya; (5) Buatbanyak

(38)

82

anda; (6) Tulis memo untuk anda sendiri mengenai apa yang telah

berhasil anda pelajari.

Ada dua pijakan yang dapat dijadikan dalam analisis data yaitu, (1)

Analisis data yang dilakukan sewaktu peneliti masih berada dilapangan

ketika pengumpulan data sedang berlangsung; dan (2) Analisis data yang

dilakukan setelah proses pengumpulan data atau setelah peneliti

meninggalkan lapangan. Pada analisis data yang dilakukan saat peneliti

dilapangan. Wayan, (1992: 16) menyebutkan ada dua model yaitu: (1)

Model mengahr (flow model) dan s(2) Model interaktif.

Model mengalir dalam analisis data meliputi: (1) Reduksi data, (2)

Sajian data, dan (3) Penarikan kesimpulan (verifikasi), ketiga cara tersebut

dilakukan secara berkelanjutan. Selanjutnya mengenai model interaktif,

komponen analisis reduksi dan sajian data dilakukan ssecara bersamaan

dalam pengumpulan data. Setelah dataterkumpul, ketiga komponen yang

ada saling berinteraksi hingga kepada suatu kesimpulan. Bila kesimpulan

dirasakan kurang baik, perlu dilakukan verifikasi dan peneliti kembali

mengumpulkan data di lapangan.

Mengenai analisis data ini Nasution, (1992:128-130) menganjurkan

langkah-langkah sebagai berikut: (1) Reduksi data; (2) Display data; dan

(3) Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yang dilakukan secara terus

(39)

83

Dalam reduksi data yang dilakukan peneliti dimulai dengan

menulis data lapangan secara terus-menerus dalam jumlah yang banyak.

Kemudian tulisan tersebut direduksi, dirangkum sesuai dengan hal-hal

yang pokok untuk mencari tema atau polanya. Pada dasarnya, bahwa

laporan lapangan sebagai bahan mentah dituangkan, direduksi, disusun

lebih sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting, diberi susunan

yang sistematis, sehingga mudah dikendalikan (Nasution, 1992:129).

Mengenai display data, menunjuk pada pembuatan matrik, grafik,

network, atau charts yang dapat digunakan untuk melihat gambaran

secara keseluruhan atau bagian tertentu secara lebih efektif. Cara ini dapat

lebih memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan.

Kesimpulan dan verifikasi dilakukan sejak ada data yang

dikumpulkan. Awalnya memang masih kabur, bias, diragukan, tetapi

pada tahap berikutnya karena datanya bertambah terns, maka pada

akhirnya dapat diambil kesimpulan yang lebih grounded. Bersamaan

dengan aktivitas ini, verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data bam.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka peneliti melakukan

analisis data selama penelitian dilaksanakan. Aktivitas yang dilakukan

penehti, dimulai dengan proses penyusunan, pengkategorian, atau

pengklasifikasian data dalam rangka mencari suatu pola atau tema, dan

pada akhirnya sekaligus memahami makna yang terkandung di

(40)

84

berdasar pada grounded atas data lapangan. Selanjutnya upaya untuk

mengembangkan temuan berdasarkan data lapangan inilah yang menjadi

ciri dalam penelitian kualitatif.

Analisis data pada saat penelitian dilakukan peneliti dengan cara

merekam data lapangan, melakukan member check kepada subjek

penelitian, melakukan triangulasi dalam rangka memperoleh keabsahan

data, dan melakukan penyempurnaan analisis. Langkah berikutnya

adalah menyusun kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai

dengan proses dan jenis data yang didapatkan untuk menangkap makna

yang terkandung di dalamnya.

Setelah dari lapangan, maka dari data yang terkumpul dilakukan

(1) Reduksi data, yaitu merangkum laporan lapangan, mencatat dan

memasukan ke dalam file, mengklasifikasi sekaligus menemukan

kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan fokus

penehtian; (2) Menunjukan data sehingga hubungan data yang satu

dengan data yang lainnya menjadi jelas dan saling membentuk satu

kesatuan yang utuh, membandingkan sekaligus menganalisisnya secara

lebih mendalam untuk memperoleh maknannya dan temuannya, dan; (3)

(41)

85

F. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data

Supaya hasil penelitian kualitatif dapat dipercaya dan tidak bias,

maka dalam penjaringan datanya dapat dilakukan melalui berbagai cara.

Cara-cara tersebut menumt Cuba & Linkolin (1985:284) terdiri dari:

validitas internal yang dinyatakan dengan credibility, validitas ekstemal

yang dinyatakan dalam transferability, reliabilitas dinyatakan dalam

dependability dan objetivitas dinyatakan dalam confirmability.

1. Credibility

Credibility (kepercayaan) maksudnya adalah agar dicapai

kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Kredibilitas

dalam penelitian kualitatif ini dapat dicapai dengan cara memperpanjang

waktu penelitian sehingga hasil penelitian sesuai dengan keadaan

sebenarnya.

2. Transferability

Transferability atau Validitas Ekstemal adalah merupakan

kemampuan untuk melihat sampai sejauh mana hasil penelitian dapat

digunakan dalam situasi yang lain. Nasution, (1988:119) menjelaskan

bahwa bagi peneliti kualitatif transferability bergantung pada si pemakai,

yaitu hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam

konteks dan situasi tertentu.

Dalam penelitian ini agar data memenuhi kriteria validitas

(42)

86

cara uraian rinci, yaitu melaporkan hasil penelitian sehingga uraiannya

dilakukan dengan teliti dan secermat mungkin dalam menggambarkan

konteks penehtian yang dilakukan. Laporan mengacu pada fokus

penelitian, uraiannya akan mengungkapkan segala sesuatu sehingga

pembaca dapat memahami penemuan-penemuan yang didapat.

3. Dependability

Dependabihty atau kebergantungan merupakan substansi istilah

rehabilitas dalam penehtian kuantitatif (Moleong, 1997:174). Pada

penelitian kuantitatif, bahwa reliabilitas ditunjukandengan jalan

mengadakan replikasi studi. Reliabilitas suatu penelitian tercapai jika

beberapa kali pengulangan suatu studi dalam kondisi yang sama dan

hasilnya secara relatif sama. Reliabilitas ditentukan oleh beberapa faktor

antara lain: (1) Status dan kedudukan peneliti; (2) Pemilikan informan; (3)

Situasi dan kondisi sosial; (4) Definisi konsep; (5) Metode pengumpulan

dan analisis data. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diusahakan: (1)

Memberikan uraian deskriptif yang kongkrit, catatan, ucapan, dan

percakapan verbal; (2) Meminta bantuan teman yang berada dilokasi

penelitian untuk mendiskusikan yang membandingkannya sehingga

terjadi kesesuaian; (3) Pencatatan informasi dengan bantuan alat perekam

(tape recorder) sehingga dapat ditangkap informasi dengan lengkap dan

cermat; (4) Meminta kritik dansaran dari teman sejawat dengan membaca

(43)

,/ - *? *•' - '" 11

4. Confirmability

v

Confirmability yaitu keyakinan atau kepastian merujuk %£ijda

konsep objektivitas menurut penelitian kuantitatif. Jadi untuk memenuhi

tingkat objektititas dalam penelitian kualitatif, maka penehti bemsaha

mengungkapkan berbagai hal sesuai dengan objeknya yang terjadi

(44)
(45)

BABV

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data penelitian, secara umum dapat

disimpulkan adanya heterogenitas perbedaan antara tuntutan teoriitis

dengan kenyataan empiris dalam hal profil kompetensi profesional gum

di SLTPN 50 Bandung.

1. Tingkat Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50 Bandung

Kemampuan gum-guru dalam penguasaan bahan pengajaran,

menunjukkan adanya kesamaan antara tuntutan teoriris dengan

kenyataan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan oleh faktor pengalaman

dan rutinitas guru dalam memegang mata pelajaran yang relatif tetap

dalam setiap tahunnya.

Kemampuan guru-guru dalam penguasaan pengelolaan program

belajar mengajar, masih perlu ditingkatkan, mengingat masih adanya

sebagian tuntutan kompetensi yang belum dikuasai. Dengan demikian,

masih adanya perbedaan antara tuntutan teoritis dengan kenyataan

empiris. Munculnya fenomena tersebut, mengingat belum semua

guru-guru di SLTPN 50 Bandung memiliki latar belakang dan kualifikasi

pendidikan yang relevan dengan tuntutan mengajar.

(46)

160

Kemampuan guru-guru dalam pengelolaan kelas dapat dikatakan

sesuai antara tuntutan teoritis dengan kenyataan empiris. Hal tersebut,

mengingat umumnya guru-guru di sekolah tersebut relatif lama dalam.

memegang mata pelajaran, sehingga faktor pengalaman mengajar

memberikan kontribusi terhadap jenis kompetensi ini.

Kemampuan guru-guru dalam penggunaan sumber dan media belajar, masih menunjukkan adanya perbedaan antara tuntutan teoritis

dengan kenyataan empiris. Beberapa faktor yang mempengaruhi

perbedaan tersebut, dikarenakan oleh adanya heterogenitas persepsi,

pemahaman, dan sikap guru terhadap penggunaan sumber dan media

belajar dalam PBM.

Kemampuan guru-guru dalam memahami landasan kependidikan,

telah menunjukkan kemampuan yang memadai. Hal tersebut dapat

dipahami dengan adanya persamaan antara tuntutan teoritis dengan

kenyataan empiris. Pembinaan rutin yang dilakukan oleh kepala sekolah

dipandang faktor pendukung munculnya kemampuan guru-guru terhadap landasan kependidikan.

Kemampuan guru-guru dalam mengelola proses belajar mengajar,

menunjukkan tingkat kompetensi yang memadai dengan indikator

adanya kesamaan antara tuntutan teoritis dengan kenyataan empiris.

(47)

161

gum dan pola pembinaan intern yang dilakukan oleh kepala sekolah dan

pengawas yang dilakukan secara rutin.

Kemampuan gum-gum dalam melaksanakan evaluasi pengajaran

sudah memadai antara tuntutan teoritis dengan kenyataan empiris.

Pengalaman mengajar para gum dan pola pembinaan intern yang

dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas yang dilakukan secara rutin,

dipandang sebagai faktor pendukung munculnya fenomena tersebut.

Kemampuan guru-guru dalam pelaksanaan layanan bimbingan

penyuluhan telah menunjukkan kemampuan yang memadai. Adanya

forum pembinaan profesi seperi Musyawarah Gum Pembimbing (MGP)

merupakan faktor pendukung munculnya fenomena tersebut.

Kemampuan gum-guru dalam administrasi sekolah menunjukkan

kemampuan yang memadai •dengan mdikator adanya kesamaan antara

tuntutan teoritis dengan kenyataan empiris. Kegiatan rutinitas,

pengalaman gum, dan pembinaan intern yang dilakukan oleh kepala

sekolah dan pengawas merupakan faktor pendukung dimilikinya

kompetensi dalam administrasi gum secara memadai.

Kemampuan guru-guru dalam penelitian kelas, umumnya belum

memahami secara utuh mengenai fungsi profesi guru dalam hal penelitian

kelas dengan indikator adanya perbedaan yang signifikan antara tuntutan

(48)

162

memandang bahwa kegiatan penelitian kelas mempakan kegiatan

"eksklusif" dari serangkaian tuntutan profesi seorang guru.

Berdasarkan dari keseluruhan data mengenai profil kompetensi

guru sebagaimana diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

tingkat kompetensi profesional gum-gum di SLTP Negeri 50 Bandung

belum semuanya memenuhi standar kompetensi profesional sebagaimana

yang dikehendaki dalam beberapa literatur atau acuan normatif. Oleh

karena itu, upaya pembinaan danpengembangan kompetensi profesional

bagi para gum di SLTP Negeri 50 Bandung, merupakan kebutuhan yang

perlu mendapatkan penanganan serius.

2. Faktor-Faktor Internal dan Ekstemal yang Mempengaruhi

Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50 Bandung

Kompetensi profesionalisme gum-gum dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal dan faktor-faktor-faktor-faktor ekstemal. Yang termasuk faktor-faktor internal

adalah aspek-aspek kekuatan dan kelemahan. Sedangkan faktor ekstemal

adalah peiuang dan tantangan. Pembinaan intern sekolah, dan rumusan

visi, misi, strategi pencapaian mempakan kondisi kekuatan yang

memberikan pengaruh terhadap profesionalisme gum di SLTP Negeri 50

Bandung. Adanya sebagian guruyang tidak relevan antara latarbelakang

pendidikan dengan tugas mengajar, standar kualifikasi pendidikan masih

di bawah standar, dan kondisi lingkungan bangunan sekolah merupakan

(49)

163

di SLTP Negeri 50 Bandung. Adanya wadah pembinaan kompetensi gum

seperti MGMP dan kecenderungan kesadaran masyarakat terhadap mutu

pendidikan mempakan peiuang yang dapat dikembangkan oleh sekolali

dalam

meningkatkan

kompetensi

profesional

gum.

Sementara

pelaksanaan desentrahsasi pendidikan dan munculnya berbagai konsep

atau isu aktual dalam pendidikan seperti jaminan mutu, transfaransi, dan

akuntabilitas mempakan tantangan bagi para guru untuk meningkatkan

kompetensi profesionahrya.

3. Pengembangan Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50

Bandung

Pengembangan kompetensi profesional guru dapat dilakukan

melalui tiga kegiatan utama, yakni (1) pembinaan intern sekolah baik

dilakukan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas SLTP; (2)

memberdayakan keberadaan wadah MGMP; dan (3) mengikutsertakan

guru dalam berbagai kegiatan seminar, lokakarya, dan sejenisnya.

B. Implikasi

Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana disajikan dalam

kesimpulan, maka dapat dirumuskan beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Kompetensi profesional guru-guru dalam kenyataannya dipengaruhi

oleh relevansi latar belakang dan kelayakan kualifikasi pendidikan

dengan tugas mengajar dan pembinaan yang dilakukan unsur

(50)

164

proses rekruitmen, seleksi, dan penempatan para guru hams

mempertimbangkan relevansi antara latar belakang pendidikan dan

kelayakan kuahfikasi pendidikan dengan tugas mengajar yang akan

ditugaskannya, di samping memerlukan pola pembinaan yang

berkelanjutan.

2. Pemahaman kepala sekolah mengenai faktor-faktor uitemal dan

ekstemal merupakan analisis strategis yang dapat membantu untuk

merumuskan strategi pengembangan kompetensi profesional guru.

Anahsis internal akan memfokuskan pada aspek-aspek kekuatan dan

kelemahan yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Sementara

analisis ekstemal akan memfokuskan pada aspek-aspek peiuang dan

tantangan yang ada di luar lingkungan sekolah, tetapi berpotensi

terhadap peningkatan kompetensi profesional gum. Hal tersebut

berimplikasi, bahwa analisis SWOT merupakan teknis strategis bagi

kepala sekolah dalam menemukenali faktor-faktor yang

mempengaruhi kompetensi profesional kepala sekolah.

3. Peningkatan kompetensi profesional gum, secara empiris dan

konseptual memerlukan upaya yang sungguh-sungguh dan berbagai

pihak dan dilaksanakan secara

berkelanjutan.

Hal tersebut.

berimplikasi bahwa upaya pengembangan kompetensi profesional

(51)

dan pemerintah melalui optimahsasi keberfungsian

pembinaan dan peningkatan kompetensi guru, seperti halnya M(

C. Rekomendasi

Berangkat dari beberapa permasalahan yang dijumpai dalam

penehtian ini, maka dapat dirumuskan rekomendasi sebagai berikut:

1. Mengingat latar belakang pendidikan dan kelayakan kualifikasi

pendidikan memberikan kontribusi terhadap tingkat kompetensi

profesional guru, maka disarankan bagi pemerintah yang dalam hal

ini adalah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, supaya dalam

penempatan guru disesuaikan dengan anahsis kebutuhan guru pada

masing-masing sekolah. Dengan pola tersebut, diharapkan

permasalahan inrelevansi antara latar belakang dan kelayakan kuahfikasi pendidikan guru dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan.

2. Bagi pihak sekolah, perlu mengintensifkan program pembinaan intern

yang memfokuskan pada upaya peningkatan kompetensi profesionalisme guru. Substansi pembinaan tersebut, akan lebih baik apabila berangkat dari analisis kasus dan need assessment atas

penampilan atau performance kinerja guru dalam keseluruhan

komponen profesionahsme guru. Berdasarkan temuan penelitian ini,

(52)

166

sebagai berikut: (a) pengelolaan PBM; (b) penggunaan sumber dan

media pelajaran; dan (c) penelitian tindakan kelas.

3. Keberadaan MGMP, diakui banyak memberikan manfaat bagi upaya

peningkatan kompetensi profesional guru. Oleh karena itu,

dipandang perlu dilakukan upaya optimahsasi wadah MGMP

tersebut, baik menyangkut manajemen pengelolaan maupun

pengalokasian dananya. Bagi pemerintali, yang dalam hal ini adalah

Dinas Pendidikan Kota Bandung, supaya mengalokasikan dana

(53)
(54)

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert C. & Taylor, S.J., (1973), Introduction to Qualitative Research Methods A Phenomenological Approach to the Social Sciences, New

York, John Wiley & Sons

Bogdan, Robert C. & Biklen Sari Knopp, (1982), Qualitative Research for Education An Introduction to Theory and Methods, Boston, Allyn and Bacon, Inc

Borne & Kurlz, (1984), Organization; Behavior, Structure, Process, Homework, Irwin

Brandt, Ronald, (1993), Educational Leadership (Edisi Maret 1993), Digest

Eric, New York

Charles K. Johnson, (1974), Motivation and Leadership at Work, New York, The Mc.Graw-HuT Companies, Inc

Coombs, P.H., (1985), The World Crisis and Education, Oxford, University

Pess

Depdikbud, (1989/1990), Dasar-Dasar Pengelolaan Pendidikan, Jakarta, Depdikbud

, (1999), Sistem Pembinaan Profesional Gum, Jakarta, Depdikbud Djoyodiningrat, W., (1995), Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan (Makalah

Penataran), Jakarta

David Maginson (1995), The Theory and Practice of Learning, London, Kogan Page

Engkoswara, (1987), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Jakarta, Dirjen

Dikti

7 (1999), Menujui Indonesia Modern 2020, Bandung, Yayasan Amal Keluarga

Fattah, Nanang, (2000), Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, CV. Archieta Filley, Allen, et all, (1976), Organizational Learning; A Theory of Action

(55)

Gregorio, Herman C, (1978), School Administration and Supervision,

Philippine, R.P. Garcia Publishing Company, Quezon City

Hanafiah, Agustina, (1999), Manajemen Strategis Pendidikan, Jakarta, CV.

Gunung Agung

Hartono, (1990), Peran dan Posisi Guru dalam Kontelasi Pendidikan, Bandung,

Mimbar Pendidikan

Hersey &Kenneth, (1993), Personel Management, Singapore, Mc.GrawrHill

Book, Inc

Irm-on, Ah, (1995), Beberapa Asumsi Pragmatik Peranan Guru, Maiang,

Kahmussahada Press

Jervis., Petter, (1983), Standars and Competencies, London, Kogan Page

Hanafiah, (2001) Hubungan Akuntabilitas Guru dengan Kewenangan Kepala

Kandepdiknas Kota Bandung (Studi Deskriptif Pada Guru SLTP di Kota

Bandung), Bandung, PPS Uninus

Hasibuan, S.P. Malayu, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia; Dasar dan

Kunci Keberhasilan, Jakarta, Gunung Agung

Lincoln, Yvonna S., &Guba, Egon G., (1985), Naturalistic Inquiry, Baverly

Hills: Sage Publication

Makmun, Abin Syamsuddin, (1998), Pengembangan Profesi dan Kinerja

Tenaga Kependidikan, Bandung, Program Pascasarjana IKIP Bandung

, (2000), Konsep Dasar dan Penilaian Kompetensi Profesional Tenaga

Kependidikan, Bandung, UPI

Moleong, L.J., (1997), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda Karya

Nasution, (1972), Manajemen Personalia: Aplikasi Dalam Perusahaan, Jakarta,

Djambatan

, (1996), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung, Tarsito

N.A. Ametembun, (1977), Pengelolaan Tenaga Kependidikan, Bandung,

(56)

Olivia, (1989), Managing Education: Theory and Practice, Milton^

Open University Press

VjWuS^

Rochyadi, Yadi, (1994), Sistem Pembinaan Profesional Guru, Jakarta,

Depdikbud

Samana, A., (1994), Profesionalisme Guru, Jakarta, Depdikbud

Sa'ud, UdinSyefudin, (2000), Menggagas Lembaga "Teacher's Assessment and

Training Center" Sebagai Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan (Makalah), Bandung,

Administrasi Pendidikan FIP UPI

Sanusi, Achmad, (1991), Profesionalisme Guru Dalam Pendidikan (Makalah),

Bandung, FPS

/ (1992) Peningkatan Kompetensi Profesional Guru (Makalah),

Bandung, FPS

Satori, Djam'an, (2000), Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah

(Makalah), Bandung, Depdiknas

Sumanto, Wasty, (1982), Pengantar Ilmu Administrasi dan Management,

Jakarta, Gunung Agung

Supriadi, Dedi., (1998), Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung,

Alfabet

Suradji, G., (1977), Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan, Bandung, Sinar

Baru

Sutisna, Oteng, (1987), Profesionalisasi Tenaga Kependidikan Kepala Sekolah,

Bandung, IKIP

, (1991), Profesionalisasi Tenaga Kependidikan Kepala Sekolah,

Bandung, IKIP Bandung

Walton, (1972), Pengelolaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Ghalia

Indonesia

Wasliman, Iim, (2000), Pemberdayaan Sistem Manajemen Peningkatan Mutu

Gambar

Gambar 1Paradigma Penelitian
gambar, bukan bempa angka-angka, (3) Penelitian kualitatif berkenaan
Tabel 1Data Subyek Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

The material of this text is suitable with students level because the writer of the textbook choose the name, culture action, cultural perspective and individual learners

Setelah dilakukan perbaikan oleh guru pada tahap mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan materi dengan cara meningkatkan keterampilan bertanya dan membina

Sel – sel dengan ukuran yang lebih besar pada bagian ini berada dalam proses pembelahan saat preparat dibuat.. Bagian inilah yang akan

Buku pesanan dikirim melalui kurir, pemilik toko melakukan konfirmasi kepada pembeli bahwa buku yang dipesan telah dikirim, dengan mengirimkan nomor resi pengiriman melalui

persediaan barang dengan lebih baik dan menghasilkan informasi yang akurat.. sehingga tidak mengecewakan para konsumen

Mutu Kinerja Sekolah itu sendiri adalah Kualitas sebagai unjuk kerja yang dicapai,. berupa prestasi yang diperlihatkan dalam bentuk kemampuan kerja

Metoda yang digunakan adalah perlakuan homogenisasi terhadap ingot paduan Zr-0,3%Mo-0,5%Fe-0,5% Cr pada temperatur 650 dan 750  C dengan waktu penahanan 30 menit, uji kekerasan

• Fase selanjutnya adalah delivery , yaitu fase dimana Anda menyerahkan proyek kepada pemilik proyek. • Tahapan dalam fase delivery ini terbagi atas tiga bagian utama, yaitu