• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE EFFECT SEA WATER SPRAY ON PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF ALUMINIUM ALLOYS FINAL PROJECT Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "THE EFFECT SEA WATER SPRAY ON PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF ALUMINIUM ALLOYS FINAL PROJECT Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh: SURYATMAJA NIM : 015214055

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)

FINAL PROJECT

Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By : SURYATMAJA Student Number : 015214055

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2007

(3)
(4)
(5)

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, November 2007

Suryatmaja

(6)

Ku Persembahkan Buat Yesus Kristus

Ku persembahkan Buat Bapak dan Ibu,

Kakak dan Adikku

Buat ”Seseorang” yang telah menemaniku selama 6 tahun aku di Jogja

Terimakasih atas Suka dan Duka yang Kau beri

Jadilah Orang yang Berguna Bagi Orang Lain,

Terutama Bagi Orang yang Kita sayangi

(7)

semangat, harapan baru, rahmat dan cinta kasih yang berlimpah di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Romo Ir. Greg Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen pembimbing akademik.. 4. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas

Akhir.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma. 6. Bpk. Martono, Bpk. Ronny, Bpk. Intan dan semua Laboran yang lain.

7. Kepada orang tua dan saudara-saudara saya, terimakasih atas financial, doa dan motivasi hingga tugas akhir ini bisa selesai.

(8)

ini.

Yogyakarta, November 2007

Suryatmaja

(9)

unsur lainya sebesar 2,65%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis paduan aluminium setelah di semprot dengan air laut, juga dilakukan pengujian pada saat kondisi awal ( hasil fabrikasi ).

Proses penelitian yang dilakukan adalah paduan aluminium yang disemprot dengan air laut dengan perbandingan 1 : 3 dan perbandingan 1 : 5 dengan lama penyemprotan 5 hari. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, uji kelelahan, dan analisis struktur mikro dan makro.

Kekuatan tarik dan regangan pada paduan aluminium yang mengalami penyemprotan 1 : 3 sekitar 12,86 Kg/mmTP

2

PT, 1,2 %. Tidak terjadi perubahan yang

signifikan bila dibandingkan dengan penyemprotan 1 : 5 sekitar 11,86 Kg/mmTP

2

PT,

1,25%. Paduan aluminium yang mengalami penyemprotan 1 : 3 lebih baik kekuatan lelahnya dari pada penyemprotan 1 : 5. Struktur kristal paduan aluminium tidak mengalami perubahan.

(10)

are other compositions. The aims of this research is knowing the physical and mechanical properties of Alumunium alloys after sprayed with oceanic water, also observe to factory’s materials.

Alumunium alloys are sprayed with sea water within 1:3 and 1:5 compositions of oceanic water and water for 5 days. The examinations to specimens are tensile test, fatigue test, microstucture test and macrostructure test.

Results of tensile strength in Alumunium alloys that sprayed with 1:3 composition is about 12,86 Kg/mm²,1,2 % and 1:5 composition is about 11,86 Kg/mm², 1,25%. By comparing the results of tensile test there is no significant change. Results of fatigue test in Alumunium alloys that sprayed with 1:3 composition is better than 1:5 composition. Crystal strurture in Alumunium alloys have not changed.

(11)

HALAMAN PENGESAHAN ………...iii

HALAMAN PERNYATAAN ………...……...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...………...…vi

KATA PENGANTAR ……...………...……...…....vii

INTISARI ...………...…………...…ix

DAFTAR ISI ………...…...………...……..xi

DAFTAR GAMBAR………...………...……...xv

DAFTAR TABEL …....………...…...xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian...1

1.2 Tujuan Penelitian..………...…...……..…2

1.3 Batasan Penelitian……….………...………...2

1.4 Metode Penelitian ………...………...…...…2

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat-sifat Aluminium...5

2.2 Produksi Alumina...6

2.2.1 Proses Pengolahan Alumina...7

2.2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...7

(12)

2.4.2 Paduan Aluminium Cor……….…...…………..13

2.4.3 Paduan Al-Cu……….………...…..…16

2.4.4 Paduan Al-Si, Al-Si-Mg dan Al-Si-Cu...17

2.4.5 Paduan Al-Mg………...………..21

2.4.6 Paduan Al-Mn………...………..…23

2.4.7 Paduan Al-Mg-Zn……….……...…...23

2.4.8 Paduan Aluminium Tahan Panas………….……...…....24

2.5 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium………...…24

2.6 Pengujian Bahan……….………...…...27

2.7 Pengujian Merusak………...…….29

2.7.1 Pengujian Tarik………..……...29

2.7.2 Pengujian Kelelahan………...………...…33

2.8 Korosi………...………….35

2.8.1 Macam – macam korosi ………...…..37

2.8.2 Laju korosi ………...38

2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi...40

2.8.4 Lelah korosi...41

2.9 Pengujian struktur kristal...43

2.10 Patahan dan putus pada benda uji...43

(13)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Skema Penelitian………...…………...……..…54

3.2 Bahan dan Peralatan………...…...………….…55

3.3 Pembuatan Benda Uji………...………….…….56

3.3.1 Uji Tarik………...………….56

3.3.2 Uji Kelelahan………..………..…...………....58

3.3.3 Struktur Mikro...59

3.4 Pengujian Bahan………...………….….59

3.4.1 Pengujian Tarik………...……....59

3.4.2 Pengujian Kelelahan………..………...…...……60

3.4.3 Pengujian Struktur Mikro………...…...61

3.4.4 Pengujian Struktur Makro ...62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Komposisi………...………...….63

4.2 Pengujian Tarik……….…...………..64

4.3 Pengujian Kelelahan...68

4.4 Pengamatan Struktur Mikro...72

4.5 Pengamatan Struktur Makro...75

(14)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(15)

Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...8

Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik...30

Gambar 2.4 Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi...35

Gambar 2.7 Bentuk Penampang Patah...44

Gambar 2.8 Macam-Macam Bentuk Patahan...46

Gambar 2.9 Retak Ductile Paduan Al – Si...46

Gambar 3.1 Benda Uji Tarik………...56

Gambar 3.2 Benda Uji Kelelahan...58

Gambar 3.3 Benda Uji Kekerasan da Struktur Mikro...59

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Jenis Perlakuan...66

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Regangan Dengan Jenis Perlakuan...67

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Tegangan Dengan Jumlah Siklus...71

Gambar 4.5 Struktur Mikro Pada Kondisi Hasil Fabrikasi, Perbesaran 200×...73

Gambar 4.6 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 3, Perbesaran 200×...74

Gambar 4.7 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 5, Perbesaran 200×...74

Gambar 4.8 Penampang Patahan Lelah Material Hasil Fabrikasi...75

Gambar 4.9 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 3...83

Gambar 4.10 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 5...83

(16)

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium………...…...10

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor………...12

Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa………...13

Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor...14

Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium…………...15

Tabel 2.7 Fasa Presipitasi Terbentuk Selama Penuaan Paduan Biner Al-Cu ...17

Tabel 2.8 Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg………...…...19

Tabel 2.9 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si...20

Tabel 2.10 Sifat-sifat Mekanis Paduan Al-Cu-Mg…………...22

Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik Menurut Standar...57

Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium...63

Tabel 4.2 Data Uji Tarik Benda Uji Hasil Fabrikasi...65

Tabel 4.3 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 3...65

Tabel 4.4 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 5...66

Tabel 4.5 Data Uji Kelelahan Hasil Fabrikasi...69

Tabel 4.6 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 3... ...70

Tabel 4.7 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 5... ...71

(17)

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kemajuan teknologi khususnya pada bidang industri yang semakin pesat dan permintaan akan kebutuhan konsumen dalam jumlah yang cukup besar dan kualitas baik juga tentunya, menjadi tangung jawab dan motivasi manusia untuk terus dapat mengolah dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari sumber daya yang ada. Khususnya pada bidang teknik yang melakukan penelitian dan pengujian pada bahan-bahan yang terdapat di alam baik itu berupa bahan-bahan ferrous (yang mengandung logam) maupun non ferrous (bukan logam). Karena dari bermacam bahan yang ada tersebut mempunyai sifat dan karakter yang berbeda-beda seperti sifat fisis, mekanik, komposisi, dan mempunyai kelebihan dan kekurangan juga tentunya.

Berdasarkan dari hal-hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian mengenai bahan yang mengandung logam tepatnya aluminium paduan. Yang mana penelitian ini sebagai bahan tugas akhir, karena penggunaan aluminium yang semakin banyak didipergunakan dalam berbagai bidang dewasa ini. Ini disebabkan aluminium mempunyai sifat tahan korosi, tidak beracun, ringan, pengahantar panas yang baik dan mudah dibentuk.

Karena sifat aluminium yang tahan terhadap korosi maka diperlukan penelitian pengaruh semprotan air laut terhadap aluminium paduan. Karena penggunaan aluminium paduan yang semakin banyak. Selain dipergunakan untuk

(18)

peralatan rumah tangga, aluminium banyak juga dipergunakan untuk keperluan industri diantaranya bahan untuk body pesawat terbang, mobil, kapal laut, elektronik, konstruksi dan lain sebagainya.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh semptotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan, yaitu :

1. Kekuatan tarik 2. Kelelahan

3. Struktur Mikro dan Struktur Makro

1.3. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar dapat terarah dan lebih sistematis. Aluminium paduan (Al-Si-Cu) akan diuji sebelum dan sesudah disemprot dengan campuran air laut dan air tawar, dengan perbandingan campuran 1 : 3 dan 1 : 5 dengan waktu penyemprotan masing-masing prosentase adalah 5 hari.

1.4. Metode Penelitian

(19)

Dharma Yogyakarta. Metode penelitian ini, diharapkan mahasiswa mengetahui sifat-sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan (Al-Si-Cu).

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan benda uji. Penarikan dilakukan sampai bahan penelitian (spesimen) mengalami patah sehingga dapat diketahui beban maksimumnya dan alat yang digunakan adalah mesin uji tarik.

Pengujian kelelahan dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batas lelah suatu material dengan suatu pembebanan. Untuk mengtahui karakteristik tegangan perpatahan logam yang terjadi secara berulang-ulang.

Untuk pengujian struktur mikro pada sampel dilakukan foto struktur mikro (fasa-fasa) pada saat kondisi tanpa perlakuan, dan sesudah disemprot air laut. Maka dari sini akan diketahui sifat-sifat fisis yaitu struktur mikro dari bahan tersebut. Pada pengujian struktur makro dilakukan foto struktur makro pada permukaan patahan dari spesimen hasil uji kelelahan.

(20)

BAB II

DASAR TEORI

Aluminium merupakan unsur logam yang banyak terdapat dialam, karena

pada kerak bumi 8 % adalah alumunium. Pertama kali alumunium ditemukan sebagai

unsur oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809, kemudian direduksi pertama kali

sebagai logam oleh Hans Cristian Oersted tahun 1825. pada tahun 1886 Paul Heriult

di Prancis dan C.M.Haal di Amerika, secara terpisah telah memperoleh logam

aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa.

Bahan dasar aluminium berupa bauksit yaitu suatu senyawa hidroksid

alumunium (AlB2BOB3BHB2oB) yang banyak terdapat didaerah tropis dan sub tropis yang

memiliki curah hujan tinggi. Bauksit terbentuk dari proses pelapukan (weathering)

batuan beku, yang mengandung 60 % aluminium oksida (AlB2BOB3B), 10 % besi oksida

(FeB2BOB3B), 10 % SiOB2B dan 20 % HB2BO yang terikat secara kimiawi.

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang

baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat

logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat

dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain sebagainya, secara satu persatu

atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti tahan korosi,

ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan lain sebagainya. Material ini

(21)

2.1. Sifat-sifat aluminium

Keunggulan aluminium dibandingkan dengan logam lain dapat dilihat dari

sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain :

1. Sifat utama adalah massa jenis yang rendah, berat aluminium yang hanya

sepertiga dari berat baja, berat jenis alumunium 2700 Kg/mP

3

P, sedangkan

berat jenis baja sebesar 7700 Kg/mP

3

P, kekuatan tarik 90 – 120 Mpa,

tegangan luluh 34 Mpa, kekerasan 23 BHN dan modulus elastisitas (E)

sebesar 70000 N/mmP

2

P.

2. Tahan terhadap korosi (Corrosion Resistance), untuk logam non ferro

dijelaskan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya

tahan korosinya, tetapi untuk aluminium ada pengecualian. Hal ini

disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh

oksigen di seluruh permuakaan, selaput ini mengendalikan laju korosi dan

melindungi lapisan di bawahnya.

3. Sifat mekanis (Mechanical Properties), aluminium mempunyai kekuatan

tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain yang sebanding dengan paduan

bukan besi (non ferrous alloys) lainnya, dan juga sebanding dengan

beberapa jenis baja.

4. Penghantar panas dan listrik yang baik (Head and Electrical

Conductivity), disamping daya tahan yang baik terhadap korosi,

aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi, daya hantar

(22)

5. Tidak beracun (Nontoxicity), aluminium dapat digunakan sebagai bahan

pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan

reaksi kimia antara makanan atau minuman dengan aluminium tidak

menghasilkan zat beracun yang membahayakan kesehatan manusia.

6. Sifat mampu bentuk (Formability), aluminium dapat dibentuk dengan

mudah, aluminium mempunyai sifat mudah untuk ditempa (Malleability)

yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.

7. Titik lebur rendah (Melting Point), titik lebur aluminium relatif rendah

(660P

0

PC) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu

peleburan relatif singkat dan biaya operasi lebih murah.

Selain sifat-sifat tersebut diatas, masih banyak sifat-sifat aluminium yang

menguntungkan antara lain anti magnetik, nilai arsitektur dan dekoratif, mudah untuk

dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.

2.2. Produksi Alumina

Aluminium di produksi dari bauksit yang merupakan campuran gibbsite [Al

(OH)B3B], diaspore [Al O(OH)] dan mineral lempung seperti kaolinit [AlB2 BSiB2BOB5B

(OH)B4B]. Proses aluminium dari bauksit melalui dua tahap, yaitu :

a. Proses pengolahan alumina (AlB2BOB3B)

b. Proses Elektrolisa alumina menjadi aluminium

Proses produksi dibuat dua tahap karena sedikit lebih sulit untuk memisahkan antara

(23)

2.2.1. Proses Pengolahan Alumina

Proses pengolahan bauksit menjadi alumina dilakukan melalui suatu rangkaian

proses yang di sebut proses Bayer. Bauksit di masukkan ke dalam larutan (Na OH)

dan alumina yang terdapat di dalamnya akan membentuk sodium aluminat. Setelah

pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai

temperatur 25P

0

PC ─ 35P

0

PC untuk mengendapkan aluminium hidroksida Al (OH)B3B,

kemudian Al (OH)B3B dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur 110P

0

PC ─

120P

0

PC untuk menghasilkan aluminium oksida (AlB2BOB3B). Dari proses tersebut

didapatkan alumina yang siap pakai.

2.2.2. Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium

Pada proses elektrolisa alumina, alumina yang telah diperoleh melalui proses

pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan

proses Hall─Heroult. Karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000P

0

PC),

maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan Criolite (NaB3BAl FB6B) yang bertindak

sebagai elektrolit, sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000P

0

PC).

Cara elektrolisa lain untuk alumina menggunakan dapur cell, biasanya dapur

cell dengan ukuran ± 2,5 m × 1,5 m × 0,6 m dan memerlukan arus listrik antara

8000─30000 A pada tegangan 7 V. Anoda perlahan-lahan terbakar oleh elektroda

(24)

Gambar 2.1 Proses Elektrolisa Alumina Dengan Dapur Cell

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)

Apabila arus listrik melewatinya, alumina bermuatan positif akan tertarik ke

pelapis dapur yang merupakan elektroda negatif (katoda), dan akan di dapat

aluminium cair yang terkumpul di dasar dapur dan dapat di ambil bila perlu,

sementara oksigen akan sampai ke anoda dan terbakar.

Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium

(25)

2.3. Aluminium Murni

Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya

mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai

kemurnian 99,99 % berat yaitu dicapai dengan empat angka sembilan.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

(Sumber : Surdia T,Saito S, : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)

Sifat-sifat Kemurnian Al (%)

99,996 > 99,0

Massa jenis (20P

0

PC)

Titik cair

Panas jenis (cal/gP

0

PC)(100)

Hantaran listrik (%)

Tahanan listrik koefisien temperatur (P

0

PC)

Koefisien pemuaian (20-100P

0

PC)

Jenis kristal, kontraksi kisi

2,6989

(26)

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium

(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)

Sifat-sifat Kemurnian Al (%)

99,996 >99,0

Diaging

75% dirol

dingin

Diaging H18

Kekuatan tarik (kg/mmP

2

P)

Kekuatan mulur(0,2%)(kg /mmP

2

Sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 dan

tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan

kemurnian 99,0 % atau di atasnya dapat dipergunakan di udara selama

bertahun-tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 65 % dari hantaran listrik tembaga, tetapi

massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk perluasan

penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel-kabel tenaga dan

bisa untuk lembaran tipis (foil). Aluminium dengan kadar 99,0 % dapat dipergunakan

untuk reflektor yang memerlukan reflektipitas yang tinggi dan juga untuk kodensor

(27)

2.4. Aluminium Paduan

Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu

mengutamakan faktor kekuatan seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan

bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan

aluminium murni adalah dengan proses pengerasan regang atau dengan perlakuan

panas (heat tretment). Tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utama

adalah untuk menaikan kekuatan bahan.

Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat

dicapai dengan menambahkan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur

paduan tersebut dapat berupa tambahan tembaga (Cu), Mangan (Mn), silikon (Si),

magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain-lain. Kekuatan aluminium paduan dapat

dinaikan lagi dengan pengerasan regang atau dengan perlakuan panas. Sifat-sifat

lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik, dengan demikian

penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni.

2.4.1. Klasifikasi Paduan Aluminium

Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standard oleh berbagai

negara. Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu :

ƒ Paduan aluminium cor (cast aluminium alloys)

ƒ Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)

Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu paduan

(28)

(non heat treatable alloys). Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut

tercantum pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)

Seri Paduan Unsur Paduan utama

1xxx

2xxx

3xxx

4xxx

5xxx

6xxx

7xxx

8xxx

Al 99 % ≥

Cu

Si + Cu atau Mg

Si

Mg

Tidak digunakan Zn

Zn

(29)

Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)

Seri Paduan Unsur Paduan Utama

1xxx

2xxx

3xxx

4xxx

5xxx

6xxx

7xxx

8xxx

Al 99 % ≥

Cu atau Cu + Mg

Mn

Si

Mg

Mg + Si

Zn + Mg atau Zn + Mg + Cu

Unsur lain

Perubahan cukup nyata dari sifat-sifat paduan aluminium dapat juga terjadi

karena perlakuan panas tertentu seperti pengerasan regang, peng-anil-an dan lain-lain.

2.4.2. Paduan Aluminium Cor

Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat

mekaniknya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan.

Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan

logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan cetakan pasir

(30)

peningkatan sifat mekaniknya. Tabel di bawah ini memperlihatkan sifat-sifat mekanik

beberapa paduan aluminium cor.

Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)

Paduan Komposisi

(31)

Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium

(Sumber : Suroto,A.Sudibyo,b.Ilmu Logam)

Mg Cu Si Zn Mn Pb

Batas getas + + + + + ++ + 0

Daya tahan terhadap korosi ++ - ++ - ++ 0

Kemampuan dituang + 0 ++ 0 0 0

Kemampuan diproses cutting + 0 + + - +

keterangan :

++ : Sangat meningkat

+ : Meningkat

- : Menurun

0 : Tidak berpengaruh

Disamping sifat-sifat tersebut, ada beberapa sifat penting yang diperoleh dari

paduan aluminium, yaitu dengan kemampuan dispersi, hal ini dengan memberikan

paduan tembaga dan seng atau paduan magnesium-silisium (Mg SiB2B) atau

Magnesium-seng (Mg-ZnB2B) dengan demikian dapat diketahui perbedaan antara

aluminium yang dapat dikeraskan dengan aluminium yang tidak dapat dikeraskan, ini

(32)

2.4.3. Paduan Al-Cu

Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek.

Paduan Al-Cu dapat di perbaiki dengan menambahkan unsur Si. Karena bahan ini

memiliki sifat cukup baik pada penggunaan suhu tinggi bisa ditambahkan unsur Ni

dan Mg.

Paduan aluminium dengan kadar Cu 4,5 % memiliki sifat-sifat mekanis dan

mampu mesin yang baik, sedangkan mampu cor bahan ini kurang baik.

Paduan Al-Cu-Si dengan kadar 4 – 5 % Si pada paduan dapat memperbaiki

mampu cor aluminium. Paduan Al-Cu-Si biasa dipakai untuk rangka utama

katup-katup. Komposisi paduan adalah :

ƒ Cu : 4,20 %

ƒ Si : 4,58 %

ƒ Fe : 0,14 % dan

(33)

Tabel.2.7 Fasa Presipitasi Terbentuk Selama Penuaan Paduan Biner Al – Cu

(Sumber : Surdia, T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik, hal.132)

Konsentrasi paduan

Paduan Al – Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan

dengan kadar Si yang bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan paduan ini memiliki

struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik pada 12,17 % Si).

Paduan ini mempunyai viskositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki

mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk elemen-elemen mesin.

Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik

(34)

butir-butir Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium

untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. Tapi cara ini

tidak efektif untuk coran tebal.

Sifat-sifat mekanis paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg,

Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur

Mg (0,3 – 1 %) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar

terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini, unsur Mg meningkatkan respon

terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya

presipitasi MgB2BSi. Paduan 5053, 6063 dan 6061 merupakan paduan dari sistim ini

yang mempunyai kekuatan kurang baik sebagai paduan tempa dibandingkan dengan

paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya pada

(35)

Tabel 2.8 Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg

(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.138)

Sifat-sifat mekanik

0,9Ni (untuk dibentuk)

T6: 510-521P

0

PC,4 jam

Dicelup dingin di air,

160-174P

0,8Cu (untuk dicor

cetak)

0,8Ni (untuk dicor

cetak)

T5: 204P

0

PC,7-9jam dianil,

(36)

Tabel 2.9 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si

(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.140)

Paduan Keadaan Kekuatan

Penambahan unsur Cu (3-5 %) pada paduan Al-Si dapat juga meningkatkan

sifat-sifat mekanik paduan. Paduan Al-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati

komposisi eutektik dapat di gunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang

relatif kecil, paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston motor bakar (internal

combustion engine)

Duralumin (paduan seri 2017) merupakan salah satu paduan populer dari

aluminium dengan komposisi standard Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila

(37)

Al 4,5 % Cu 1,5 % Mn di namakan paduan 2024 dengan nama lamanya duralumin

super.

2.4.5. Paduan Al-Mg

Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai ketahanan

korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik diatas

300 Mpa, dan perpanjangan diatas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al-Mg

(disebut juga hidronalium) di pakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia,

kapal laut, pesawat terbang yang membutuhkan daya tahan terhadap korosi. Paduan

mempunyai daya tahan sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan

kadar garam relatif tinggi.

Komposisi dari paduan ini :

ƒ Mg : 3,86 %

ƒ Si : 0,18 %

ƒ Mn : 0,39 %

ƒ Fe : 0,29 %

ƒ Cu : 0,07 % dan

ƒ Al : sisanya

Paduan seri 5052 dengan 2-3 % Mg dapat dengan mudah di tempa, dirol dan di

ekstrusi. Paduan 5056 merupakan paduan paling kuat dalam sistem ini, dan dipakai

setelah pengerasan bila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 dengan 4,5 % Mg

(38)

Tabel 2.10 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)

Sifat-sifat mekanis

Paduan yang mengandung Cu mempunyai daya tahan jelek terhadap korosi,

bila kita ingin meningkatkan ketahanan korosinya maka biasanya pada permukaan

paduan tersebut dilapisi dengan aluminium murni atau paduan aluminium tahan

(39)

2.4.6. Paduan Al-Mn

Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa

mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan

korosi.

2.4.7. Paduan Al-Mg-Zn

Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antara

logam MgZnB2, Bkelarutannya menurun apabila temperatur turun. Paduan bersifat keras

dan getas oleh korosi tegangan. Dengan penambahan kira-kira 0,3 % Mn atau Cr,

butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta terhindar dari

retakan korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD, duralumin super ekstra,

mempunyai kekuatan tertinggi di antara paduan-paduan lainnya. Penggunaan paduan

ini terutama untuk bahan konstruksi pesawat terbang.

Paduan 7075 dengan komposisi :

ƒ Mg : 2,5 %

ƒ Cr : 0,3 %

ƒ Zn : 5,5 %

ƒ Cu : 1,5 %

(40)

2.4.8. Paduan Aluminium Tahan Panas

Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 300P

0

PC,

sehingga paduan ini banyak digunakan untuk piston atau tutup silinder.

Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan suhu

tinggi sehingga paduan ini banyak digunakan untuk piston.

2.5. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Paduan-paduan biasanya dipakai untuk meningkatkan pengaruh positif pada

aluminium tetapi memiliki pengaruh negatif juga.

1. Unsur Magnesium (Mg)

Unsur magnesium memberikan pengaruh positif yaitu :

ƒ Mempermudah proses penuaan

ƒ Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Meningkatkan kekuatan mekanis

ƒ Menghaluskan butiran kristal secara efektif

ƒ Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut / impact

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Mg :

ƒ Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.

2. Unsur Besi (Fe)

(41)

ƒ Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses

penuangan.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi :

ƒ Penurunan sifat mekanis

ƒ Penurunan kekuatan tarik

ƒ Timbulnya bintik keras pada hasil coran

ƒ Peningkatan cacat porositas.

3. Unsur Seng (Zn)

Pada paduan aluminium unsur seng memberikan pengaruh positif berupa :

ƒ Meningkatkan sifat mampu cor

ƒ Meningkatkan kemampuan dimesin

ƒ Mempermudah dalam pembentukan

ƒ Meningkatkan keuletan bahan

ƒ Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

Pengaruh negatif unsur seng pada paduan aluminium adalah :

ƒ Menurunkan ketahanan korosi

ƒ Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi, dan bila kadar Zn terlalu tinggi

dapat menimbulkan cacat rongga udara.

4. Unsur Titanium (Ti)

ƒ Pengaruh positif dari unsur titanium pada aluminium adalah :

ƒ Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi

(42)

ƒ Mempermudah proses penuangan.

Unsur titanium memberikan pengaruh negatif terhadap paduan aluminium :

ƒ Menaikan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam cair.

5. Unsur Silikon (Si)

Pengaruh positif dari unsur silicon dalam paduan aluminium adalah :

ƒ Mempermudah proses pengecoran

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran

ƒ Menurunkan penyusutan dalam hasil coran

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah :

ƒ Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut

ƒ Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.

6. Unsur Mangan (Mn)

Pengaruh positif unsur mangan dalam paduan aluminium yaitu :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Mengurangi pengaruh buruk unsur besi

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan yaitu :

ƒ Menurunkan kemampuan penuangan

ƒ Meningkatkan kekerasan butiran partikel

7. Unsur Tembaga (Cu)

(43)

ƒ Meningkatkan kekerasan bahan

ƒ Memperbaiki kekuatan tarik

ƒ Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan :

ƒ Menurunkan daya tahan terhadap korosi

ƒ Mengurangi keuletan bahan

ƒ Menurunkan kemampuan dibentuk dan di rol.

8. Unsur Nikel (Ni)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur nikel yaitu :

ƒ Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi

ƒ Penurunan pengaruh buruk unsur besi dalam paduan

ƒ Meningkatkan daya tahan terhadap korosi

2.6. Pengujian Bahan

Pengujian bahan dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat bahan dari bahan

yang di uji. Sifat-sifat suatu bahan meliputi :

1. Sifat mekanis

ƒ Tegangan tarik

ƒ Modulus elastis

ƒ Beban patah

ƒ Tegangan kelelahan

ƒ Kekerasan

(44)

ƒ Tahanan keausan,dll.

2. Sifat kimia

ƒ Tahanan pada korosi

ƒ Tahanan pada oksidasi

ƒ Stabilitas, reaktifitas

3. Sifat phisik

ƒ Kerapatan

ƒ Konduktivitas listrik

ƒ Konduktivitas panas

ƒ Reflektivitas

ƒ Energi permukaan

ƒ Suhu dan panas laten transformasi dll.

Secara garis besar, pengujian mekanis terhadap benda uji dapat dibedakan atas

pengujian bersifat merusak benda uji (destruktif) dan pengujian bersifat tidak

merusak benda uji (non destruktif). Pengujian bersifat merusak benda uji akan

menimbulkan kerusakan berarti pada benda uji setelah pengujian selesai.

Pegujian bersifat merusak benda uji meliputi :

ƒ Uji tarik

ƒ Uji kelelahan

ƒ Uji lengkung

ƒ Uji kejut

(45)

ƒ Uji puntir

ƒ Uji tekan,dll.

pengujian bersifat tidak merusak benda uji meliputi :

ƒ Uji kekerasan (Brinell, Rockwell, Vickers, Knoop)

ƒ Uji Zyglo

ƒ Uji Magnetografis

ƒ Uji Ultrasonik

ƒ Uji ames

ƒ Uji magnaflux

ƒ Uji sinar X, sinar γ

2.7. Pengujian merusak

Pada penelitian sifat-sifat mekanis pada aluminium paduan dalam pengujian

merusak digunakan pengujian tarik dan pengujian kelelahan.

2.7.1. Pengujian tarik

Pengujian tarik adalah pengujian bahan dengan cara bahan atau benda uji diberi

beban tarik secara perlahan-lahan sampai suatu beban tertentu dan akhirnya benda uji

patah. Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan

panjang disertai pengecilan diameter benda uji. Perbandingan antara pertambahan

(46)

L L

Δ =

ε

Perbandingan antara perubahan penampang setelah pengujian dan penampang awal

(sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ ) :

0 0

A A Af

= ψ

Dengan :

AB0B = Luas penampang awal benda uji

ABf B = Luas penampang akhir benda uji

Hubungan antara tegangan yang timbul σ (σ = F/A) dan regangan yang timbul (ε)

selama pengujian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik

p

σ = tegangan proporsional

y

(47)

1

ε , , masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan benda pada

titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).

Tegangan pada titik P disebut tegangan batas proporsional (σp) yaitu tegangan

tertinggi dimana hokum Hooke masih berlaku.

Hukum Hooke :

Apabila beban tarik diperbesar sampai titik Y (ada pertambahan panjang ΔL),

kemudian beban di turunkan sampai ke titik 0 (beban ditiadakan), maka benda uji

akan kembali ke panjang semula (L). Tetapi bila pembebanan sudah berada di atas

titik Y (dengan pertambahan panjang tertentu), kemudian di turunkan sampai titik 0

(beban di tiadakan), maka benda uji tidak akan kembali kepanjang semula. Dalam hal

ini benda uji telah mempunyai regangan permanen atau disebut regangan plastis.

Dalam kondisi ini dapat di simpulkan bahwa titik Y disebut tegangan elastis bahan

(48)

Tegangan maksimum σt disebut juga kekuatan tarik (tensile streng) merupakan

tegangan tertinggi yang dimiliki benda uji sebagai reaksi terhadap beban yang

diberikan. Setelah titik T, tegangan turun dan benda uji akhirnya putus pada saat

tegangan σB. Selama pembebanan berlangsung dari titik 0 sampai titik T, diameter

benda uji mengecil secara seragam (terjadi pertambahan panjang). Selama

pembebanan berlangsung dari titik T sampai titik B, diameter benda uji berubah tidak

seragam melainkan terjadi pengecilan setempat lebih cepat dibandingkan dengan

tempat-tempat lainnya. Pengecilan diameter setempat ini disebut “necking” dan pada

akhirnya benda uji putus pada daerah necking tersebut.

Hukum Hooke hanya berlaku pada benda-benda yang memiliki batas

proporsional seperti baja lunak, sedang pada benda-benda yang tidak memiliki batas

proporsional seperti besi tuang dan tembaga, hokum Hooke tidak berlaku.

Sifat-sifat terhadap beban tarik :

2. Modulus elastis

Modulus elastis adalah ukuran kekakuan suatu bahan, makin besar modulus

elastisnya maka makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian

tegangan. Modulus elastis suatu bahan ditentukan oleh gaya ikatan antar atom

pada bahan tersebut, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan

mendasar sifat bahannya, maka modulus elastis merupakan salah satu dari banyak

sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh

(49)

Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan

dan disebut daerah elastis, pada daerah ini berlaku hukum Hooke.

2. Batas elastis

Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh suatu bahan

tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban ditiadakan

dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan.

3. Batas proporsional

Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila

tegangan-tegangan yang diberikan tidak melebihi proporsional, bahan tidak akan

mengalami deformasi dan akan kembali kebentuk semula.

4. Kekuatan luluh

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan

sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan.

5. Tegangan tarik maksimum

Tegangan tarik maksimum adalah beban tarik maksimum yang dapat ditahan

material sebelum patah.

2.7.2. Pengujian kelelahan

Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan

rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Untuk menyatakan karakteristik

(50)

1. Besar tegangan maksimum

2. Tegangan rata-rata yang cukup besar

3. Periode siklus tegangan.

Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :

3

32 2

d L W

× × = π

σ (kg/mmP 2

P)

Dengan : L = jarak antar tumpuan (mm)

d = diameter ukur (mm)

W = beban pada pengujian tarik (kg)

Dalam menentukan batas kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu dan kemudian baru membuat diagram S-N sehingga dapat

kita ketahui ketahanan terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar

setelah diberi tegangan dan jumlah siklus antara satu juta sampai sepuluh juta

dianggap bahan sudah melalui ketahanan lelahnya. Tegangan maksimum yang

diberikan kepada benda uji dan yang tidak mengakibatkan kepatahan lelah untuk

jumlah pergantian beban (cycle) yang tak terbatas dinamakan Fatique Limit (batas

(51)

Gambar 2.4 Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi.

2.8. KOROSI

Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam. Walaupun

besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling banyak digunakan

dan paling awal menimbulkan korosi.

Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak membebani

peradaban manusia dikarenakan :

a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya.

b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.

Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan

karena terjadi reaksi dengan lingkungan.

Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa secara

(52)

dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat ditemukan.

Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi proses elektrokimia.

Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada plastik

terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada korosi logam

biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda. Oksidasi adalah

kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah mengembalikan ion

menjadi atom (terjadi di Katoda).

Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Korosi Logam Sejenis

b. Korosi Logam Tak Sejenis

Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut

juga korosi dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis

tergantung pada posisi relatif logam – logam tersebut pada deret galvanik.

Deret galvanik menyatakan potensial relatif antara logam – logam

pada kondisi tertentu.

Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :

a. DEK : data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti

DG : data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil

kualitatif

b. DEK : memuat data dari unsur – unsur logam

(53)

c. DEK : diukur pada kondisi standar

DG : diukur pada kondisi sembarang yang tertentu

2.8.1 Macam – Macam Korosi

Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang

terkorosi, adapun macam – macam korosi adalah sebagai berikut :

a. Korosi Merata

Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara

diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan

pengkorosi.

Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai

bahan kimia), proteksi katodik.

b. Korosi Dwi Logam

Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.

c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)

Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang –

lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan

runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai

bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja

tahan karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang,

kuningan, perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap

(54)

d. Korosi Crevice (Korosi Celah)

Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara

logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya

tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub

dan sebagainya.

Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las,

bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap

cairan (memakai teflon).

e. Korosi Intergranler (antar butir atau batas butir)

Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau

mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini

adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur

tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya

sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C seperti pada stainless

steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).

23 6

2.8.2 LAJU KOROSI

Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di

pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :

(55)

Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan

membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.

b. Oksigen.

Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam

kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja.

Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika

terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam

sistem.

c. Garam – garam magnesium dan kalsium.

Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari

air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam.

Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga

efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau

distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.

Mutu air juga merupakan peranan yang besar. Meningkatnya

laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga meningkatkan laju

korosi.

Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah

biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per tahun bila

endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju

korosi rata – rata agaknya berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per

(56)

Apabila disitu terdapat kerak, atau bila lokasinyag berada didaerah pasang

surut hingga selalu mengalami keadaan basah atau kering yang berulang, angka diatas

akan menjadi lebih besar. Laju korosi paling cepat untuk baja lunak dalam

lingkungan laut karena terjadi hempasan gelombang dan karena disini terdapat

banyak oksigen. Disini laju hilangnya logam mungkin empat atau lima kali lebih

cepat dibanding bila logam itu terendam seluruhnya ditempat yang sama.

2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut

a. Ion kloroda.

Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon

dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam

laut mengandung klorida lebih dari 55 %.

b. Hantaran listrik.

Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap

bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat

dan serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur

(57)

c. Oksigen.

Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik.

Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah serangan;

jadi kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.

d. Kecepatan.

Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut

yang bergerak mungkin :

- Menghancurkan lapisan penghalang karat.

- Mengandung lebih banyak oksigen.

Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan

peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga

korosi berlanjut.

e. Temperatur.

Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan

korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan

kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.

2.8.4 Lelah korosi ( corrosion fatigue )

Antara lelah korosi ( corrosion fatigue ) dan retak korosi tegangan ( SCC )

memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat

(58)

Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam gagal

pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat

membuatnya gagal.

Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam terhadap

lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi yang lazim

dijumpai dan berbahaya.

Tahapan – tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :

a. Pembentukan pita – pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi

pada bahan.

b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm

c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka

d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah tegak

lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan

kegagalan.

Contoh – contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :

1. Aktif : terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut

2. Imun : logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan

pengecatan

3. Pasif : logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang

dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.

(59)

2.9. PengujianStruktur Kristal

Ada dua macam pengujian struktur kristal yang biasa dilakukan yaitu

pengujian makro dan pengujian mikro.

1. Pengujian struktur makro

Pengujian struktur makro dari kristal adalah pengujian patahan dimana bahan

dinilai dari besar butir kristal, warna, dan mengkilatnya patahan dari batang uji

atau produk yang dipatahkan.

2. Pengujian struktur mikro

Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati struktur

dibawah mikroskop dan dapat pula mengamati cacat dari bahan yang diuji.

Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya. Permukaan logam yang

akan diamati, dipoles dan dilakukan bermacam etsa kemudian diperiksa di bawah

mikroskop.

2.10. Patahan Dan Putus Pada Benda Uji

a. Patah

Patahan pada bahan biasanya dimulai dengan adanya retak pada permukaan dan

mekanismenya harus melalui proses yang tergantung pembebanan siklus patah akibat

kelelahan. Biasanya dimulai dari permukaan dimana lenturan dan puntiran akan

menyebabkan tegangan yang tinggi sehingga menyebabkan konsentrasi tegangan

pada bagian tertentu yang akan menyebabkan patah pada daerah tersebut. Ketelitian

(60)

dibutuhkan ketelitian yang optimal, hal ini berpengaruh pada bahan terhadap

kelelahan akibat beban tekan dan beban puntir, dari sini retak awal atau initial crack

diketahui. Ciri patahan sendiri adalah dengan pelepasan sejumlah besar dislokasi

secara tiba-tiba sewaktu luluh. Dislokasi tersebut bersama dan membentuk retak,

retak merambat pada waktu yang singkat sehingga terjadi tegangan secara slip

didaerah yang saling berdekatan, maka akan terjadi perpatahan dan hal ini terjadi

karena adanya pengaruh dari tegangan geser pada bahan sewaktu terjadi puntiran.

Gambar 2.7 Bentuk Penampang Patah

Perpatahan pada bahan dapat dibedakan, antara lain :

1. Perpatahan Getas (cleavage fracture)

Perpatahan Getas, yaitu bentuk perpatahan yang paling getas yang terjadi di

dalam material kristalin. Patah getas yang terjadi pada material ulet disebabkan

karena beroperasi pada suhu yang rendah dan laju pembebanan yang tinggi.

Karakteristik dari patah getas sendiri adalah bahwa penampang patah

(61)

menghasilkan bentuk patahan yang rata dan memberikan warna yang terang pada

permukaan patah.

2. Perpatahan Ulet (ductile fracture)

Perpatahan Ulet atau liat adalah bila spesimen ditarik dengan beban berlebih yang

akan menyebabkan perpanjangan dan terkonsentrasi secara lokal pada suatu titik,

mekanisme perpatahan ulet ini terjadi pada pengujian tarik. Perpatahan pada

logam sendiri biasanya diawali oleh adanya retak pada bahan. Retak adalah

deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat beban lebih yang konstan

selama periode tertentu, retak juga bervariasi dengan berubahnya tegangan yang

terjadi. Patahan pada bahan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1. Komposisi Bahan

Komposisi bahan sangat berpengaruh, karena setiap bahan mempunyai

karakteristik yang berbeda, selain itu juga adanya pengaruh campuran pada bahan

yang dapat memberikan kelebihan dan kekurangan pada bahan tersebut.

2. Perlakuan Panas

Perlakuan panas biasanya dilakukan untuk mengendalikan besar butir benda uji

dan untuk menghaluskan struktur yang terkandung pada bahan. Pada struktur

yang halus akan memberikan keuletan yang lebih menjamin.

3. Pengerasan

Deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang akan meningkatkan keuletan

(62)

untuk pengerasan dapat merapuhkan logam karena terjadi pembentukan dislokasi

yang saling berpotongan, kekosongan dan cacat.

Gambar 2.8 Macam-Macam Bentuk Patahan

(Sumber : Metalurgi Mekanik, Dieter, Edisi Ketiga, Jilid 1)

Gambar 2.9 Retak Ductile Paduan Al – Si

(63)

b. Putus

Selain patah pada bahan, juga terjadi putus yang terjadi pada bahan. Dimana

jika kegagalan ulet pada bahan tidak tercapai maka putus ulet yang akan terjadi

kemudian. Pada benda uji yang mengalami deformasi beban tarik akhirnya mencapai

ketidak stabilan mekanis bilamana deformasi yang terlokalisir diperciut. Bila

peregangan diteruskan maka penampang akan mengecil hingga menjadi nol dan

benda uji akan retak. Regangan untuk putus tergantung dari jumlah regangan yang

terjadi sebelum dan sesudah dislokasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

putus yang terjadi pada bahan adalah dominan tegangan tarik sebagai penyebab

utamanya, adapun pada patahan karena tekanan.

2.12. Kelelahan Pada Bahan Uji

a. Pengertian Kelelahan

Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan

rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Adapun pengujian kelelahan terdiri dari

beberapa jenis yaitu pengujian torsi, tegangan (tension), dan pengujian kompresi.

Namun semuanya mempunyai prinsip yang sama yaitu dengan memberikan siklus

tegangan yang berulang secara konstant pada sampel. Untuk menyatakan

karakteristik tegangannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Besar tegangan maksimum

2. Tegangan rata-rata yang cukup besar

(64)

Dalam penelitian sering digunakan siklus berulang dan balik, karena disamping

lebih mudah dilakukan, juga telah memenuhi standard kelelahan. Sampel yang

mendapatkan beban lengkung dan putaran secara terus menerus akan menyebabkan

kondisi tarik dan tekan. Kondisi ini akan berlangsung berulang-ulang hingga pada

akhirnya sampel mengalami kelelahan dan akhirnya patah.

Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :

(

2

)

Untuk melaksanakan pengujian dengan alat uji kelelahan menggunakan kurun

tegangan (S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan (N) yang

dialami oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu dicatat dan dibuat gambar

diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N . Untuk benda uji tertentu

mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini disebabkan karena :

a. Kegagalan akibat kelelahan bahan

Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini sangat

(65)

Retak tersebut timbul pada titik ketidak mulusan bahan seperti pada perubahan

penampang, goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat

pengecoran yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi

pengaruh pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat

lebih cepat pada penampang bahan. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan

berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa tidak

dapat menerima tegangan tersebut dan terjadilah kegagalan lelah.

Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu :

1. Karena perkembangan dari retak yang ada

2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.

Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur dan waktu

penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi

perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan

kegagalan bersiklus tinggi. Pada umur ini bahan memang dibuat berumur pendek

terutama untuk produksi massal. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus

pendek antara putaran setengah sampai putaran seribu siklus.

b. Kekuatan bahan

Untuk menyusun kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda uji

dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan

(66)

sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan lelah

suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang bersangkutan.

c. Batas Ketahanan Kelelahan

Dalam menentukan ketahanan kelelahan kita perlu menyelesaikan semua

pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas ketahanan

terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar setelah diberi tegangan

dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah dapat melalui batas

ketahanan lelahnya. Tanpa memperhatikan berapa besar siklus yang dilakukan

kekuatan bahan yang berkaitan dengan hal tersebut disebut ketahanan lelah

(endurance limit).

b. Hal-Hal Yang Berpengaruh Pada Kegagalan Lelah

1. Pengaruh Ukuran

Ukuran suatu bahan sangat berpengaruh dalam pengujian kelelahan. Kekuatan

lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang kecil. Perubahan luas

penampang yang mempengaruhi perubahan volume sehingga mengakibatkan

perbedaan tegangan.

2. Pengaruh Suhu

Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis dan

(67)

menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika dipakai pada suhu

yang tinggi, maka akan menyebabkan dislokasi dan pada bahan akan terjadi

pengurangan terhadap ketahanan lelah.

3. Pengaruh Permukaan Bahan

Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama timbulnya

retakan awa pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan banyak terdapat

ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang halus akan sedikit

terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan benda uji. Kehalusan dan

kekasaran permukaan bahan sangat berpengaruh pada pengujian kelelahan. Tiap

pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau kekuatan luluh bahan akan

meningkatkan level tegangan yang diperlukan untuk slip dan hal ini dengan

sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan pada permukaan bahan, yaitu :

1. Tegangan sisa permukaan

Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan ketahanan

lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan tekan), dengan

adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu titik di permukaan.

Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara tegangan sisa tekan dengan

(68)

2. Perubahan permukaan

Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam

pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan awal

untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang diinginkan.

Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan menentukan

pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.

3. Kekerasan permukaan

Kekerasan permukaan akan mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan.

Biasanya hal ini timbul dari pengerjaan awal benda uji pada mesin bubut atau

mesin perkakas lainnya. Semakin besar suatu bahan akan semakin mudah

mengalami keretakan, sehingga memudahkan lelah dan cepat patah.

4. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi fatik, dimana lingkungan tersebut dapat

menimbulkan korosi pada bahan. Serangan korosi yang terjadi serempak dengan

pembebanan fatik akan menyebabkan efek kerusakan yang lebih parah. Hal ini

biasanya disebabkan oleh media cair, namun demikian udara juga dapat

menyebabkan korosi.

2.13. Retakan (Crack)

Retakan adalah deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat beban

lebih yang konstant selama periode tertentu. Retak juga bervariasi dengan berubahnya

(69)

1. Adanya dislokasi yang menghasilkan slip

2. Pergeseran batas slip

3. Difusi kekosongan

(70)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1.1. Skema Penelitian

PEMBELIAN BAHAN

UJI KOMPOSISI

PEMBUATAN ALAT UNTUK PERLAKUAN

HASIL FABRIKASI

PENYEMPROTAN AIR LAUT PERBANDINGAN 1:3

PENYEMPROTAN AIR LAUT PERBANDINGAN 1:5 PEMBUATAN SPESIMEN

STUDI

PUSTAKA DATA HASIL PENGUJIAN

PENGUJIAN BAHAN : 1.UJI TARIK

2.UJI KELELAHAN

3.UJI STRUKTUR MIKRO 4.UJI STRUKTUR MAKRO

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

(71)

Bahan mula-mula yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium paduan dengan diameter 20 mm.

3.2. Bahan dan Peralatan

Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mendukung proses pengujian dan

pelaksanaan penelitian aluminium paduan yang telah dibuat dalam bentuk poros

adalah :

1. Mesin uji tarik (Gambar terlampir)

2. Mesin uji kelelahan (Rotary Bending Fatique Testing Machine). (Gambar

terlampir)

3. Mikroskop untuk pengujian Struktur Mikro (Gambar terlampir )

4. Lampu baca

5. Loop (Gambar terlampir)

6. Autosol

7. Alat penjepit/ragum

8. Gergaji besi

9. Amplas waterproof (500 & 1000) mesh

10.Kamera digital

(72)

3.3. Pembuatan Benda Uji (spesimen) 3.3.1. Uji Tarik

Bahan yang telah ditentukan untuk penelitian ini adalah dari Aluminium

paduan. Bahan didapat masih dalam bentuk batangan, yang selanjutnya dibuat

menjadi spesimen uji tarik sebanyak 9 spesimen dengan menggunakan mesin bubut

di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Benda uji yang dipergunakan pada pengujian tarik sesuai

dengan standarisasi SII.0148 -76 yang digunakan, yaitu :

Diameter dalam (d) = 8 mm

Panjang Ukur (LB0B) = 40 mm

Radius Filet (R) = 4 mm

Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen

yang tanpa takian untuk diuji, yaitu :

Lo

Lt

h m m h

d D

(73)

Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik menurut standar

Batang uji dp.5 Batang uji dp.10

d

1) Untuk bahan-bahan yang lunak bagian untuk di jepit diperlukan lebih tebal.

2) Untuk bahan-bahan yang keras bagian untuk di jepit diperlukan lebih panjang.

1. 3 spesimen tanpa perlakuan

2. 3 spesimen penyemprotan 1 : 3 selama 5 hari

3. 3 spesimen penyemprotan 1 : 5 selama 5 hari

(74)

3.3.2. Uji Kelelahan

Bahan mula-mula berbentuk poros pejal dengan diameter 20 mm, kemudian

dibentuk menjadi spesimen uji kelelahan sebanyak 30 spesimen dengan

menggunakan mesin bubut di Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, benda uji yang dipergunakan pada

pengujian kelelahan sesuai dengan standarisasi HT-8120 Rotary Bending Fatigue

Testing Machine yang digunakan, yaitu :

Diameter Dalam (d) = 12 mm

Panjang Ukur (LB0B) = 35 mm

Radius Filet (R) = 15 mm

Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen

yang tanpa takian untuk diuji, yaitu :

(75)

3.3.3. Struktur Mikro

Bahan dipotong sebanyak 6 spesimen dengan diameter masing-masing 20 mm

dan panjang 10 mm. Jumlah spesimen dibuat sesuai dengan variasi pegujian yaitu 2

spesimen pada tanpa perlakuan, 2 spesimen pada penyemprotan 1 : 3 dan 2 spesimen

pada penyemprotan 1 ; 5. Pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium Ilmu

Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

10 mm

Ø 20 mm

Gambar 3.3 Benda Struktur Mikro

3.4. Pengujian Bahan 3.5.1. Pengujian Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis

material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :

a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” atas dan bawah pada alat uji

tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat,

sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar

kedudukan dari benda uji benar-benar vertikal, kemudian kedua penjepit atau

(76)

b) Benda uji diberi beban tarik dengan kecepatan 10 mm/dtk sehingga benda uji

akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut akan putus

atau patah. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur

benda uji, apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji, pengujian

tersebut dinyatakan gagal. Apabila terjadi demikian maka pengujian diulang

dengan benda uji baru.

c) Data yang didapat kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan

beban (P) dan pertambahan panjang (ε) ) dengan interval yang ditentukan.

d) Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji

putus atau patah dicatat.

e) Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji

patah.

3.5.2. Pengujian Kelelahan

Pengujian kelelahan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batas lelah

suatu material dengan suatu pembebanan. Semakin besar pembebanan maka jumlah

sikus yang didapat semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.

Proses pengujian kelelahan adalah sebagai berikut :

a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” kiri dan kanan pada alat uji

kelelahan. Diusahakan dalam menjepit benda uji dalam posisi yang tepat,

agar kedudukan dari benda uji benar-benar horisontal, kemudian kedua

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium
Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa
Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Substansi selama worshop meliputi dan dibatasi pada diskusi rencana aksi prioritas nasional Pokja Monitoring dan Evaluasi dan bentuk-bentuk aktifitas yang akan

Pengendalian secara kimia dengan bakterisida terhadap penyakit bakteri pada tanaman kedelai tidak dianjurkan mengingat mahalnya biaya yang diperlukan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penawaran kejahatan yaitu: ekspektasi loot per aksi kejahatan, biaya langsung untuk memperoleh harta rampasan

Pemilih Rasional, pemilih yang memiliki ikatan, sentimen dan loyaitas yang longgar terhadap partai, jika partai dan pemimpin partai tidak menunjukkan kinerja yang baik

Persyaratan umum calon siswa baru SMA Negeri 1 Gadingrejo tahun pelajaran 2016/2017 adalah: a) Peserta menyerahkan SKHUN ASLI dan mengisi formulir pendaftaran. b) Telah lulus SMP/

Berdasarkan wawancara yang dilakukan langsung dengan kepala instalasi farmasi dan staff apotek rawat jalan RSUD Sawahlunto diperoleh bahwa mereka belum merasa puas

Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional

 Untuk tahun 2006 dengan permintaan sebesar 24.405.760 kg dan kenaikan biaya persediaan sebesar 7,33% perusahaan, menggunakan model pemeriksaan kontinu karena