TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh: SURYATMAJA NIM : 015214055
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
FINAL PROJECT
Presented as Partial fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By : SURYATMAJA Student Number : 015214055
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2007
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, November 2007
Suryatmaja
Ku Persembahkan Buat Yesus Kristus
Ku persembahkan Buat Bapak dan Ibu,
Kakak dan Adikku
Buat ”Seseorang” yang telah menemaniku selama 6 tahun aku di Jogja
Terimakasih atas Suka dan Duka yang Kau beri
Jadilah Orang yang Berguna Bagi Orang Lain,
Terutama Bagi Orang yang Kita sayangi
semangat, harapan baru, rahmat dan cinta kasih yang berlimpah di dalam penulisan tugas akhir ini hingga selesai.
Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Dalam pelaksanaan dan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Romo Ir. Greg Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku Dosen pembimbing akademik.. 4. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas
Akhir.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma. 6. Bpk. Martono, Bpk. Ronny, Bpk. Intan dan semua Laboran yang lain.
7. Kepada orang tua dan saudara-saudara saya, terimakasih atas financial, doa dan motivasi hingga tugas akhir ini bisa selesai.
ini.
Yogyakarta, November 2007
Suryatmaja
unsur lainya sebesar 2,65%. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis paduan aluminium setelah di semprot dengan air laut, juga dilakukan pengujian pada saat kondisi awal ( hasil fabrikasi ).
Proses penelitian yang dilakukan adalah paduan aluminium yang disemprot dengan air laut dengan perbandingan 1 : 3 dan perbandingan 1 : 5 dengan lama penyemprotan 5 hari. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, uji kelelahan, dan analisis struktur mikro dan makro.
Kekuatan tarik dan regangan pada paduan aluminium yang mengalami penyemprotan 1 : 3 sekitar 12,86 Kg/mmTP
2
PT, 1,2 %. Tidak terjadi perubahan yang
signifikan bila dibandingkan dengan penyemprotan 1 : 5 sekitar 11,86 Kg/mmTP
2
PT,
1,25%. Paduan aluminium yang mengalami penyemprotan 1 : 3 lebih baik kekuatan lelahnya dari pada penyemprotan 1 : 5. Struktur kristal paduan aluminium tidak mengalami perubahan.
are other compositions. The aims of this research is knowing the physical and mechanical properties of Alumunium alloys after sprayed with oceanic water, also observe to factory’s materials.
Alumunium alloys are sprayed with sea water within 1:3 and 1:5 compositions of oceanic water and water for 5 days. The examinations to specimens are tensile test, fatigue test, microstucture test and macrostructure test.
Results of tensile strength in Alumunium alloys that sprayed with 1:3 composition is about 12,86 Kg/mm²,1,2 % and 1:5 composition is about 11,86 Kg/mm², 1,25%. By comparing the results of tensile test there is no significant change. Results of fatigue test in Alumunium alloys that sprayed with 1:3 composition is better than 1:5 composition. Crystal strurture in Alumunium alloys have not changed.
HALAMAN PENGESAHAN ………...iii
HALAMAN PERNYATAAN ………...……...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………...………...…vi
KATA PENGANTAR ……...………...……...…....vii
INTISARI ...………...…………...…ix
DAFTAR ISI ………...…...………...……..xi
DAFTAR GAMBAR………...………...……...xv
DAFTAR TABEL …....………...…...xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian...1
1.2 Tujuan Penelitian..………...…...……..…2
1.3 Batasan Penelitian……….………...………...2
1.4 Metode Penelitian ………...………...…...…2
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat-sifat Aluminium...5
2.2 Produksi Alumina...6
2.2.1 Proses Pengolahan Alumina...7
2.2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...7
2.4.2 Paduan Aluminium Cor……….…...…………..13
2.4.3 Paduan Al-Cu……….………...…..…16
2.4.4 Paduan Al-Si, Al-Si-Mg dan Al-Si-Cu...17
2.4.5 Paduan Al-Mg………...………..21
2.4.6 Paduan Al-Mn………...………..…23
2.4.7 Paduan Al-Mg-Zn……….……...…...23
2.4.8 Paduan Aluminium Tahan Panas………….……...…....24
2.5 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium………...…24
2.6 Pengujian Bahan……….………...…...27
2.7 Pengujian Merusak………...…….29
2.7.1 Pengujian Tarik………..……...29
2.7.2 Pengujian Kelelahan………...………...…33
2.8 Korosi………...………….35
2.8.1 Macam – macam korosi ………...…..37
2.8.2 Laju korosi ………...38
2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi...40
2.8.4 Lelah korosi...41
2.9 Pengujian struktur kristal...43
2.10 Patahan dan putus pada benda uji...43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Skema Penelitian………...…………...……..…54
3.2 Bahan dan Peralatan………...…...………….…55
3.3 Pembuatan Benda Uji………...………….…….56
3.3.1 Uji Tarik………...………….56
3.3.2 Uji Kelelahan………..………..…...………....58
3.3.3 Struktur Mikro...59
3.4 Pengujian Bahan………...………….….59
3.4.1 Pengujian Tarik………...……....59
3.4.2 Pengujian Kelelahan………..………...…...……60
3.4.3 Pengujian Struktur Mikro………...…...61
3.4.4 Pengujian Struktur Makro ...62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Komposisi………...………...….63
4.2 Pengujian Tarik……….…...………..64
4.3 Pengujian Kelelahan...68
4.4 Pengamatan Struktur Mikro...72
4.5 Pengamatan Struktur Makro...75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium...8
Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik...30
Gambar 2.4 Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi...35
Gambar 2.7 Bentuk Penampang Patah...44
Gambar 2.8 Macam-Macam Bentuk Patahan...46
Gambar 2.9 Retak Ductile Paduan Al – Si...46
Gambar 3.1 Benda Uji Tarik………...56
Gambar 3.2 Benda Uji Kelelahan...58
Gambar 3.3 Benda Uji Kekerasan da Struktur Mikro...59
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kekuatan Tarik Dengan Jenis Perlakuan...66
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Regangan Dengan Jenis Perlakuan...67
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Tegangan Dengan Jumlah Siklus...71
Gambar 4.5 Struktur Mikro Pada Kondisi Hasil Fabrikasi, Perbesaran 200×...73
Gambar 4.6 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 3, Perbesaran 200×...74
Gambar 4.7 Struktur Mikro Pada Kondisi 1 : 5, Perbesaran 200×...74
Gambar 4.8 Penampang Patahan Lelah Material Hasil Fabrikasi...75
Gambar 4.9 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 3...83
Gambar 4.10 Penampang Patahan Lelah Material 1 : 5...83
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium………...…...10
Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor………...12
Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa………...13
Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor...14
Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium…………...15
Tabel 2.7 Fasa Presipitasi Terbentuk Selama Penuaan Paduan Biner Al-Cu ...17
Tabel 2.8 Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg………...…...19
Tabel 2.9 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si...20
Tabel 2.10 Sifat-sifat Mekanis Paduan Al-Cu-Mg…………...22
Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik Menurut Standar...57
Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium...63
Tabel 4.2 Data Uji Tarik Benda Uji Hasil Fabrikasi...65
Tabel 4.3 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 3...65
Tabel 4.4 Data Uji Tarik Benda Uji 1 : 5...66
Tabel 4.5 Data Uji Kelelahan Hasil Fabrikasi...69
Tabel 4.6 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 3... ...70
Tabel 4.7 Data Uji Kelelahan Benda Uji 1 : 5... ...71
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kemajuan teknologi khususnya pada bidang industri yang semakin pesat dan permintaan akan kebutuhan konsumen dalam jumlah yang cukup besar dan kualitas baik juga tentunya, menjadi tangung jawab dan motivasi manusia untuk terus dapat mengolah dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari sumber daya yang ada. Khususnya pada bidang teknik yang melakukan penelitian dan pengujian pada bahan-bahan yang terdapat di alam baik itu berupa bahan-bahan ferrous (yang mengandung logam) maupun non ferrous (bukan logam). Karena dari bermacam bahan yang ada tersebut mempunyai sifat dan karakter yang berbeda-beda seperti sifat fisis, mekanik, komposisi, dan mempunyai kelebihan dan kekurangan juga tentunya.
Berdasarkan dari hal-hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian mengenai bahan yang mengandung logam tepatnya aluminium paduan. Yang mana penelitian ini sebagai bahan tugas akhir, karena penggunaan aluminium yang semakin banyak didipergunakan dalam berbagai bidang dewasa ini. Ini disebabkan aluminium mempunyai sifat tahan korosi, tidak beracun, ringan, pengahantar panas yang baik dan mudah dibentuk.
Karena sifat aluminium yang tahan terhadap korosi maka diperlukan penelitian pengaruh semprotan air laut terhadap aluminium paduan. Karena penggunaan aluminium paduan yang semakin banyak. Selain dipergunakan untuk
peralatan rumah tangga, aluminium banyak juga dipergunakan untuk keperluan industri diantaranya bahan untuk body pesawat terbang, mobil, kapal laut, elektronik, konstruksi dan lain sebagainya.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh semptotan air laut terhadap sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan, yaitu :
1. Kekuatan tarik 2. Kelelahan
3. Struktur Mikro dan Struktur Makro
1.3. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar dapat terarah dan lebih sistematis. Aluminium paduan (Al-Si-Cu) akan diuji sebelum dan sesudah disemprot dengan campuran air laut dan air tawar, dengan perbandingan campuran 1 : 3 dan 1 : 5 dengan waktu penyemprotan masing-masing prosentase adalah 5 hari.
1.4. Metode Penelitian
Dharma Yogyakarta. Metode penelitian ini, diharapkan mahasiswa mengetahui sifat-sifat fisis dan mekanis pada aluminium paduan (Al-Si-Cu).
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik dan regangan benda uji. Penarikan dilakukan sampai bahan penelitian (spesimen) mengalami patah sehingga dapat diketahui beban maksimumnya dan alat yang digunakan adalah mesin uji tarik.
Pengujian kelelahan dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batas lelah suatu material dengan suatu pembebanan. Untuk mengtahui karakteristik tegangan perpatahan logam yang terjadi secara berulang-ulang.
Untuk pengujian struktur mikro pada sampel dilakukan foto struktur mikro (fasa-fasa) pada saat kondisi tanpa perlakuan, dan sesudah disemprot air laut. Maka dari sini akan diketahui sifat-sifat fisis yaitu struktur mikro dari bahan tersebut. Pada pengujian struktur makro dilakukan foto struktur makro pada permukaan patahan dari spesimen hasil uji kelelahan.
BAB II
DASAR TEORI
Aluminium merupakan unsur logam yang banyak terdapat dialam, karena
pada kerak bumi 8 % adalah alumunium. Pertama kali alumunium ditemukan sebagai
unsur oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809, kemudian direduksi pertama kali
sebagai logam oleh Hans Cristian Oersted tahun 1825. pada tahun 1886 Paul Heriult
di Prancis dan C.M.Haal di Amerika, secara terpisah telah memperoleh logam
aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa.
Bahan dasar aluminium berupa bauksit yaitu suatu senyawa hidroksid
alumunium (AlB2BOB3BHB2oB) yang banyak terdapat didaerah tropis dan sub tropis yang
memiliki curah hujan tinggi. Bauksit terbentuk dari proses pelapukan (weathering)
batuan beku, yang mengandung 60 % aluminium oksida (AlB2BOB3B), 10 % besi oksida
(FeB2BOB3B), 10 % SiOB2B dan 20 % HB2BO yang terikat secara kimiawi.
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang
baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat
logam. Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat
dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain sebagainya, secara satu persatu
atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti tahan korosi,
ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan lain sebagainya. Material ini
2.1. Sifat-sifat aluminium
Keunggulan aluminium dibandingkan dengan logam lain dapat dilihat dari
sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain :
1. Sifat utama adalah massa jenis yang rendah, berat aluminium yang hanya
sepertiga dari berat baja, berat jenis alumunium 2700 Kg/mP
3
P, sedangkan
berat jenis baja sebesar 7700 Kg/mP
3
P, kekuatan tarik 90 – 120 Mpa,
tegangan luluh 34 Mpa, kekerasan 23 BHN dan modulus elastisitas (E)
sebesar 70000 N/mmP
2
P.
2. Tahan terhadap korosi (Corrosion Resistance), untuk logam non ferro
dijelaskan bahwa semakin besar kerapatannya maka semakin baik daya
tahan korosinya, tetapi untuk aluminium ada pengecualian. Hal ini
disebabkan oleh lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh
oksigen di seluruh permuakaan, selaput ini mengendalikan laju korosi dan
melindungi lapisan di bawahnya.
3. Sifat mekanis (Mechanical Properties), aluminium mempunyai kekuatan
tarik, kekerasan, dan sifat mekanis lain yang sebanding dengan paduan
bukan besi (non ferrous alloys) lainnya, dan juga sebanding dengan
beberapa jenis baja.
4. Penghantar panas dan listrik yang baik (Head and Electrical
Conductivity), disamping daya tahan yang baik terhadap korosi,
aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi, daya hantar
5. Tidak beracun (Nontoxicity), aluminium dapat digunakan sebagai bahan
pembungkus atau kaleng makanan dan minuman. Hal ini disebabkan
reaksi kimia antara makanan atau minuman dengan aluminium tidak
menghasilkan zat beracun yang membahayakan kesehatan manusia.
6. Sifat mampu bentuk (Formability), aluminium dapat dibentuk dengan
mudah, aluminium mempunyai sifat mudah untuk ditempa (Malleability)
yang memungkinkannya dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.
7. Titik lebur rendah (Melting Point), titik lebur aluminium relatif rendah
(660P
0
PC) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu
peleburan relatif singkat dan biaya operasi lebih murah.
Selain sifat-sifat tersebut diatas, masih banyak sifat-sifat aluminium yang
menguntungkan antara lain anti magnetik, nilai arsitektur dan dekoratif, mudah untuk
dilakukan proses pengerjaan akhir (finishing) dan lain sebagainya.
2.2. Produksi Alumina
Aluminium di produksi dari bauksit yang merupakan campuran gibbsite [Al
(OH)B3B], diaspore [Al O(OH)] dan mineral lempung seperti kaolinit [AlB2 BSiB2BOB5B
(OH)B4B]. Proses aluminium dari bauksit melalui dua tahap, yaitu :
a. Proses pengolahan alumina (AlB2BOB3B)
b. Proses Elektrolisa alumina menjadi aluminium
Proses produksi dibuat dua tahap karena sedikit lebih sulit untuk memisahkan antara
2.2.1. Proses Pengolahan Alumina
Proses pengolahan bauksit menjadi alumina dilakukan melalui suatu rangkaian
proses yang di sebut proses Bayer. Bauksit di masukkan ke dalam larutan (Na OH)
dan alumina yang terdapat di dalamnya akan membentuk sodium aluminat. Setelah
pemisahan sodium aluminat dari zat lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai
temperatur 25P
0
PC ─ 35P
0
PC untuk mengendapkan aluminium hidroksida Al (OH)B3B,
kemudian Al (OH)B3B dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur 110P
0
PC ─
120P
0
PC untuk menghasilkan aluminium oksida (AlB2BOB3B). Dari proses tersebut
didapatkan alumina yang siap pakai.
2.2.2. Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium
Pada proses elektrolisa alumina, alumina yang telah diperoleh melalui proses
pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan
proses Hall─Heroult. Karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000P
0
PC),
maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan Criolite (NaB3BAl FB6B) yang bertindak
sebagai elektrolit, sehingga titik leleh menjadi lebih rendah (1000P
0
PC).
Cara elektrolisa lain untuk alumina menggunakan dapur cell, biasanya dapur
cell dengan ukuran ± 2,5 m × 1,5 m × 0,6 m dan memerlukan arus listrik antara
8000─30000 A pada tegangan 7 V. Anoda perlahan-lahan terbakar oleh elektroda
Gambar 2.1 Proses Elektrolisa Alumina Dengan Dapur Cell
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Apabila arus listrik melewatinya, alumina bermuatan positif akan tertarik ke
pelapis dapur yang merupakan elektroda negatif (katoda), dan akan di dapat
aluminium cair yang terkumpul di dasar dapur dan dapat di ambil bila perlu,
sementara oksigen akan sampai ke anoda dan terbakar.
Gambar 2.2 Proses Elektrolisa Alumina Menjadi Aluminium
2.3. Aluminium Murni
Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya
mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai
kemurnian 99,99 % berat yaitu dicapai dengan empat angka sembilan.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium
(Sumber : Surdia T,Saito S, : Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)
Sifat-sifat Kemurnian Al (%)
99,996 > 99,0
Massa jenis (20P
0
PC)
Titik cair
Panas jenis (cal/gP
0
PC)(100)
Hantaran listrik (%)
Tahanan listrik koefisien temperatur (P
0
PC)
Koefisien pemuaian (20-100P
0
PC)
Jenis kristal, kontraksi kisi
2,6989
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium
(Sumber : Surdia T,Saito S, :Pengetahuan Bahan Teknik, hal 134)
Sifat-sifat Kemurnian Al (%)
99,996 >99,0
Diaging
75% dirol
dingin
Diaging H18
Kekuatan tarik (kg/mmP
2
P)
Kekuatan mulur(0,2%)(kg /mmP
2
Sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanik yang ditunjukkan dalam tabel 2.1 dan
tabel 2.2, ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, aluminium dengan
kemurnian 99,0 % atau di atasnya dapat dipergunakan di udara selama
bertahun-tahun. Hantaran listrik aluminium kira-kira 65 % dari hantaran listrik tembaga, tetapi
massa jenisnya kira-kira sepertiganya sehingga memungkinkan untuk perluasan
penampangnya. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk kabel-kabel tenaga dan
bisa untuk lembaran tipis (foil). Aluminium dengan kadar 99,0 % dapat dipergunakan
untuk reflektor yang memerlukan reflektipitas yang tinggi dan juga untuk kodensor
2.4. Aluminium Paduan
Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu
mengutamakan faktor kekuatan seperti penghantar panas dan listrik, perlengkapan
bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha untuk meningkatkan
aluminium murni adalah dengan proses pengerasan regang atau dengan perlakuan
panas (heat tretment). Tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utama
adalah untuk menaikan kekuatan bahan.
Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat
dicapai dengan menambahkan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur
paduan tersebut dapat berupa tambahan tembaga (Cu), Mangan (Mn), silikon (Si),
magnesium (Mg), seng (Zn), dan lain-lain. Kekuatan aluminium paduan dapat
dinaikan lagi dengan pengerasan regang atau dengan perlakuan panas. Sifat-sifat
lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik, dengan demikian
penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni.
2.4.1. Klasifikasi Paduan Aluminium
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standard oleh berbagai
negara. Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum yaitu :
Paduan aluminium cor (cast aluminium alloys)
Paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys)
Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu paduan
(non heat treatable alloys). Sistem penandaan untuk kedua kelompok paduan tersebut
tercantum pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Seri Paduan Unsur Paduan utama
1xxx
2xxx
3xxx
4xxx
5xxx
6xxx
7xxx
8xxx
Al 99 % ≥
Cu
Si + Cu atau Mg
Si
Mg
Tidak digunakan Zn
Zn
Tabel 2.4 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Seri Paduan Unsur Paduan Utama
1xxx
2xxx
3xxx
4xxx
5xxx
6xxx
7xxx
8xxx
Al 99 % ≥
Cu atau Cu + Mg
Mn
Si
Mg
Mg + Si
Zn + Mg atau Zn + Mg + Cu
Unsur lain
Perubahan cukup nyata dari sifat-sifat paduan aluminium dapat juga terjadi
karena perlakuan panas tertentu seperti pengerasan regang, peng-anil-an dan lain-lain.
2.4.2. Paduan Aluminium Cor
Struktur mikro paduan aluminium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat
mekaniknya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan.
Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan
logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan cetakan pasir
peningkatan sifat mekaniknya. Tabel di bawah ini memperlihatkan sifat-sifat mekanik
beberapa paduan aluminium cor.
Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah,USD Yogyakarta)
Paduan Komposisi
Tabel 2.6 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium
(Sumber : Suroto,A.Sudibyo,b.Ilmu Logam)
Mg Cu Si Zn Mn Pb
Batas getas + + + + + ++ + 0
Daya tahan terhadap korosi ++ - ++ - ++ 0
Kemampuan dituang + 0 ++ 0 0 0
Kemampuan diproses cutting + 0 + + - +
keterangan :
++ : Sangat meningkat
+ : Meningkat
- : Menurun
0 : Tidak berpengaruh
Disamping sifat-sifat tersebut, ada beberapa sifat penting yang diperoleh dari
paduan aluminium, yaitu dengan kemampuan dispersi, hal ini dengan memberikan
paduan tembaga dan seng atau paduan magnesium-silisium (Mg SiB2B) atau
Magnesium-seng (Mg-ZnB2B) dengan demikian dapat diketahui perbedaan antara
aluminium yang dapat dikeraskan dengan aluminium yang tidak dapat dikeraskan, ini
2.4.3. Paduan Al-Cu
Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek.
Paduan Al-Cu dapat di perbaiki dengan menambahkan unsur Si. Karena bahan ini
memiliki sifat cukup baik pada penggunaan suhu tinggi bisa ditambahkan unsur Ni
dan Mg.
Paduan aluminium dengan kadar Cu 4,5 % memiliki sifat-sifat mekanis dan
mampu mesin yang baik, sedangkan mampu cor bahan ini kurang baik.
Paduan Al-Cu-Si dengan kadar 4 – 5 % Si pada paduan dapat memperbaiki
mampu cor aluminium. Paduan Al-Cu-Si biasa dipakai untuk rangka utama
katup-katup. Komposisi paduan adalah :
Cu : 4,20 %
Si : 4,58 %
Fe : 0,14 % dan
Tabel.2.7 Fasa Presipitasi Terbentuk Selama Penuaan Paduan Biner Al – Cu
(Sumber : Surdia, T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik, hal.132)
Konsentrasi paduan
Paduan Al – Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan
dengan kadar Si yang bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan paduan ini memiliki
struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik pada 12,17 % Si).
Paduan ini mempunyai viskositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki
mampu cor yang baik, sehingga terutama dipakai untuk elemen-elemen mesin.
Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik
butir-butir Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium
untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya. Tapi cara ini
tidak efektif untuk coran tebal.
Sifat-sifat mekanis paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg,
Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur
Mg (0,3 – 1 %) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar
terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini, unsur Mg meningkatkan respon
terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya
presipitasi MgB2BSi. Paduan 5053, 6063 dan 6061 merupakan paduan dari sistim ini
yang mempunyai kekuatan kurang baik sebagai paduan tempa dibandingkan dengan
paduan-paduan lainnya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya pada
Tabel 2.8 Kekuatan Tarik Panas Paduan Al-Si-Ni-Mg
(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.138)
Sifat-sifat mekanik
0,9Ni (untuk dibentuk)
T6: 510-521P
0
PC,4 jam
Dicelup dingin di air,
160-174P
0,8Cu (untuk dicor
cetak)
0,8Ni (untuk dicor
cetak)
T5: 204P
0
PC,7-9jam dianil,
Tabel 2.9 Sifat-Sifat Mekanis Paduan Al-Mg-Si
(Sumber : Surdia,T.Saito,S.Pengetahuan Bahan Teknik,hal.140)
Paduan Keadaan Kekuatan
Penambahan unsur Cu (3-5 %) pada paduan Al-Si dapat juga meningkatkan
sifat-sifat mekanik paduan. Paduan Al-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati
komposisi eutektik dapat di gunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang
relatif kecil, paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston motor bakar (internal
combustion engine)
Duralumin (paduan seri 2017) merupakan salah satu paduan populer dari
aluminium dengan komposisi standard Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila
Al 4,5 % Cu 1,5 % Mn di namakan paduan 2024 dengan nama lamanya duralumin
super.
2.4.5. Paduan Al-Mg
Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai ketahanan
korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai kekuatan tarik diatas
300 Mpa, dan perpanjangan diatas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al-Mg
(disebut juga hidronalium) di pakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia,
kapal laut, pesawat terbang yang membutuhkan daya tahan terhadap korosi. Paduan
mempunyai daya tahan sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan
kadar garam relatif tinggi.
Komposisi dari paduan ini :
Mg : 3,86 %
Si : 0,18 %
Mn : 0,39 %
Fe : 0,29 %
Cu : 0,07 % dan
Al : sisanya
Paduan seri 5052 dengan 2-3 % Mg dapat dengan mudah di tempa, dirol dan di
ekstrusi. Paduan 5056 merupakan paduan paling kuat dalam sistem ini, dan dipakai
setelah pengerasan bila diperlukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 dengan 4,5 % Mg
Tabel 2.10 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg
(Sumber : Malau V : Bahan Teknik Manufaktur,Diktat Kuliah, USD Yogyakarta)
Sifat-sifat mekanis
Paduan yang mengandung Cu mempunyai daya tahan jelek terhadap korosi,
bila kita ingin meningkatkan ketahanan korosinya maka biasanya pada permukaan
paduan tersebut dilapisi dengan aluminium murni atau paduan aluminium tahan
2.4.6. Paduan Al-Mn
Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa
mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan
korosi.
2.4.7. Paduan Al-Mg-Zn
Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antara
logam MgZnB2, Bkelarutannya menurun apabila temperatur turun. Paduan bersifat keras
dan getas oleh korosi tegangan. Dengan penambahan kira-kira 0,3 % Mn atau Cr,
butir kristal padat diperhalus dan mengubah bentuk presipitasi serta terhindar dari
retakan korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD, duralumin super ekstra,
mempunyai kekuatan tertinggi di antara paduan-paduan lainnya. Penggunaan paduan
ini terutama untuk bahan konstruksi pesawat terbang.
Paduan 7075 dengan komposisi :
Mg : 2,5 %
Cr : 0,3 %
Zn : 5,5 %
Cu : 1,5 %
2.4.8. Paduan Aluminium Tahan Panas
Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 300P
0
PC,
sehingga paduan ini banyak digunakan untuk piston atau tutup silinder.
Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan suhu
tinggi sehingga paduan ini banyak digunakan untuk piston.
2.5. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium
Paduan-paduan biasanya dipakai untuk meningkatkan pengaruh positif pada
aluminium tetapi memiliki pengaruh negatif juga.
1. Unsur Magnesium (Mg)
Unsur magnesium memberikan pengaruh positif yaitu :
Mempermudah proses penuaan
Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Meningkatkan kekuatan mekanis
Menghaluskan butiran kristal secara efektif
Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut / impact
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Mg :
Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor.
2. Unsur Besi (Fe)
Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses
penuangan.
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi :
Penurunan sifat mekanis
Penurunan kekuatan tarik
Timbulnya bintik keras pada hasil coran
Peningkatan cacat porositas.
3. Unsur Seng (Zn)
Pada paduan aluminium unsur seng memberikan pengaruh positif berupa :
Meningkatkan sifat mampu cor
Meningkatkan kemampuan dimesin
Mempermudah dalam pembentukan
Meningkatkan keuletan bahan
Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.
Pengaruh negatif unsur seng pada paduan aluminium adalah :
Menurunkan ketahanan korosi
Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi, dan bila kadar Zn terlalu tinggi
dapat menimbulkan cacat rongga udara.
4. Unsur Titanium (Ti)
Pengaruh positif dari unsur titanium pada aluminium adalah :
Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi
Mempermudah proses penuangan.
Unsur titanium memberikan pengaruh negatif terhadap paduan aluminium :
Menaikan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam cair.
5. Unsur Silikon (Si)
Pengaruh positif dari unsur silicon dalam paduan aluminium adalah :
Mempermudah proses pengecoran
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran
Menurunkan penyusutan dalam hasil coran
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur Si adalah :
Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut
Hasil cor akan rapuh jika kandungan silikon terlalu tinggi.
6. Unsur Mangan (Mn)
Pengaruh positif unsur mangan dalam paduan aluminium yaitu :
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi pengaruh buruk unsur besi
Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan yaitu :
Menurunkan kemampuan penuangan
Meningkatkan kekerasan butiran partikel
7. Unsur Tembaga (Cu)
Meningkatkan kekerasan bahan
Memperbaiki kekuatan tarik
Mempermudah proses pengerjaan dengan mesin.
Pengaruh negatif yang ditimbulkan :
Menurunkan daya tahan terhadap korosi
Mengurangi keuletan bahan
Menurunkan kemampuan dibentuk dan di rol.
8. Unsur Nikel (Ni)
Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur nikel yaitu :
Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi
Penurunan pengaruh buruk unsur besi dalam paduan
Meningkatkan daya tahan terhadap korosi
2.6. Pengujian Bahan
Pengujian bahan dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat bahan dari bahan
yang di uji. Sifat-sifat suatu bahan meliputi :
1. Sifat mekanis
Tegangan tarik
Modulus elastis
Beban patah
Tegangan kelelahan
Kekerasan
Tahanan keausan,dll.
2. Sifat kimia
Tahanan pada korosi
Tahanan pada oksidasi
Stabilitas, reaktifitas
3. Sifat phisik
Kerapatan
Konduktivitas listrik
Konduktivitas panas
Reflektivitas
Energi permukaan
Suhu dan panas laten transformasi dll.
Secara garis besar, pengujian mekanis terhadap benda uji dapat dibedakan atas
pengujian bersifat merusak benda uji (destruktif) dan pengujian bersifat tidak
merusak benda uji (non destruktif). Pengujian bersifat merusak benda uji akan
menimbulkan kerusakan berarti pada benda uji setelah pengujian selesai.
Pegujian bersifat merusak benda uji meliputi :
Uji tarik
Uji kelelahan
Uji lengkung
Uji kejut
Uji puntir
Uji tekan,dll.
pengujian bersifat tidak merusak benda uji meliputi :
Uji kekerasan (Brinell, Rockwell, Vickers, Knoop)
Uji Zyglo
Uji Magnetografis
Uji Ultrasonik
Uji ames
Uji magnaflux
Uji sinar X, sinar γ
2.7. Pengujian merusak
Pada penelitian sifat-sifat mekanis pada aluminium paduan dalam pengujian
merusak digunakan pengujian tarik dan pengujian kelelahan.
2.7.1. Pengujian tarik
Pengujian tarik adalah pengujian bahan dengan cara bahan atau benda uji diberi
beban tarik secara perlahan-lahan sampai suatu beban tertentu dan akhirnya benda uji
patah. Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan
panjang disertai pengecilan diameter benda uji. Perbandingan antara pertambahan
L L
Δ =
ε
Perbandingan antara perubahan penampang setelah pengujian dan penampang awal
(sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ ) :
0 0
A A A − f
= ψ
Dengan :
AB0B = Luas penampang awal benda uji
ABf B = Luas penampang akhir benda uji
Hubungan antara tegangan yang timbul σ (σ = F/A) dan regangan yang timbul (ε)
selama pengujian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Hubungan Tegangan dan Regangan Uji Tarik
p
σ = tegangan proporsional
y
1
ε , , masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan benda pada
titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).
Tegangan pada titik P disebut tegangan batas proporsional (σp) yaitu tegangan
tertinggi dimana hokum Hooke masih berlaku.
Hukum Hooke :
Apabila beban tarik diperbesar sampai titik Y (ada pertambahan panjang ΔL),
kemudian beban di turunkan sampai ke titik 0 (beban ditiadakan), maka benda uji
akan kembali ke panjang semula (L). Tetapi bila pembebanan sudah berada di atas
titik Y (dengan pertambahan panjang tertentu), kemudian di turunkan sampai titik 0
(beban di tiadakan), maka benda uji tidak akan kembali kepanjang semula. Dalam hal
ini benda uji telah mempunyai regangan permanen atau disebut regangan plastis.
Dalam kondisi ini dapat di simpulkan bahwa titik Y disebut tegangan elastis bahan
Tegangan maksimum σt disebut juga kekuatan tarik (tensile streng) merupakan
tegangan tertinggi yang dimiliki benda uji sebagai reaksi terhadap beban yang
diberikan. Setelah titik T, tegangan turun dan benda uji akhirnya putus pada saat
tegangan σB. Selama pembebanan berlangsung dari titik 0 sampai titik T, diameter
benda uji mengecil secara seragam (terjadi pertambahan panjang). Selama
pembebanan berlangsung dari titik T sampai titik B, diameter benda uji berubah tidak
seragam melainkan terjadi pengecilan setempat lebih cepat dibandingkan dengan
tempat-tempat lainnya. Pengecilan diameter setempat ini disebut “necking” dan pada
akhirnya benda uji putus pada daerah necking tersebut.
Hukum Hooke hanya berlaku pada benda-benda yang memiliki batas
proporsional seperti baja lunak, sedang pada benda-benda yang tidak memiliki batas
proporsional seperti besi tuang dan tembaga, hokum Hooke tidak berlaku.
Sifat-sifat terhadap beban tarik :
2. Modulus elastis
Modulus elastis adalah ukuran kekakuan suatu bahan, makin besar modulus
elastisnya maka makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan. Modulus elastis suatu bahan ditentukan oleh gaya ikatan antar atom
pada bahan tersebut, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan
mendasar sifat bahannya, maka modulus elastis merupakan salah satu dari banyak
sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh
Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan
dan disebut daerah elastis, pada daerah ini berlaku hukum Hooke.
2. Batas elastis
Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh suatu bahan
tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban ditiadakan
dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan.
3. Batas proporsional
Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila
tegangan-tegangan yang diberikan tidak melebihi proporsional, bahan tidak akan
mengalami deformasi dan akan kembali kebentuk semula.
4. Kekuatan luluh
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan.
5. Tegangan tarik maksimum
Tegangan tarik maksimum adalah beban tarik maksimum yang dapat ditahan
material sebelum patah.
2.7.2. Pengujian kelelahan
Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan
rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Untuk menyatakan karakteristik
1. Besar tegangan maksimum
2. Tegangan rata-rata yang cukup besar
3. Periode siklus tegangan.
Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :
3
32 2
d L W
× × = π
σ (kg/mmP 2
P)
Dengan : L = jarak antar tumpuan (mm)
d = diameter ukur (mm)
W = beban pada pengujian tarik (kg)
Dalam menentukan batas kelelahan kita perlu menyelesaikan semua
pengujian terlebih dahulu dan kemudian baru membuat diagram S-N sehingga dapat
kita ketahui ketahanan terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar
setelah diberi tegangan dan jumlah siklus antara satu juta sampai sepuluh juta
dianggap bahan sudah melalui ketahanan lelahnya. Tegangan maksimum yang
diberikan kepada benda uji dan yang tidak mengakibatkan kepatahan lelah untuk
jumlah pergantian beban (cycle) yang tak terbatas dinamakan Fatique Limit (batas
Gambar 2.4 Diagram S-N Untuk Logam Besi dan Bukan Besi.
2.8. KOROSI
Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam. Walaupun
besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling banyak digunakan
dan paling awal menimbulkan korosi.
Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak membebani
peradaban manusia dikarenakan :
a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya.
b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.
c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.
Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas bahan
karena terjadi reaksi dengan lingkungan.
Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa secara
dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat ditemukan.
Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi proses elektrokimia.
Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada plastik
terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada korosi logam
biasanya secara elektrokimia yaitu dari Anoda menuju Katoda. Oksidasi adalah
kehilangan elektron (terjadi di Anoda), sedangkan reduksi adalah mengembalikan ion
menjadi atom (terjadi di Katoda).
Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Korosi Logam Sejenis
b. Korosi Logam Tak Sejenis
Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut
juga korosi dwilogam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis
tergantung pada posisi relatif logam – logam tersebut pada deret galvanik.
Deret galvanik menyatakan potensial relatif antara logam – logam
pada kondisi tertentu.
Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :
a. DEK : data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti
DG : data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil
kualitatif
b. DEK : memuat data dari unsur – unsur logam
c. DEK : diukur pada kondisi standar
DG : diukur pada kondisi sembarang yang tertentu
2.8.1 Macam – Macam Korosi
Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang
terkorosi, adapun macam – macam korosi adalah sebagai berikut :
a. Korosi Merata
Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara
diseluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan
pengkorosi.
Korosi ini mudah dikontrol dengan cara coating, inkibitor (memakai
bahan kimia), proteksi katodik.
b. Korosi Dwi Logam
Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.
c. Korosi Pitting (kondisi pada air laut)
Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk lubang –
lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat menyebabkan
runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk menghindari dipakai
bahan – bahan yang tidak mempunyai korosi pitting antara lain : baja
tahan karat 304, baja tahan karat 316, tembaga, incoloy, besi tuang,
kuningan, perunggu, titanium dan masih banyak bahan yang tahan tehadap
d. Korosi Crevice (Korosi Celah)
Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela – sela antara
logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan didalamnya
tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket, keling, baut, katub
dan sebagainya.
Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan las,
bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak menyerap
cairan (memakai teflon).
e. Korosi Intergranler (antar butir atau batas butir)
Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau
mengandung senyawa lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini
adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang bertemperatur
tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar karbon, misalnya
sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C seperti pada stainless
steal 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).
23 6
2.8.2 LAJU KOROSI
Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di
pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan
membentuk asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.
b. Oksigen.
Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam
kondisi – kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel – ketel baja.
Oksigen juga dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika
terlempar keluar dari air saat temperatur naik dan masuk kedalam
sistem.
c. Garam – garam magnesium dan kalsium.
Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari
air ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam.
Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga
efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau
distorsi serta terbentuknya endapan kerak kosong.
Mutu air juga merupakan peranan yang besar. Meningkatnya
laju aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga meningkatkan laju
korosi.
Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah
biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per tahun bila
endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju
korosi rata – rata agaknya berada didaerah antara 0,1 – 0,15 mm per
Apabila disitu terdapat kerak, atau bila lokasinyag berada didaerah pasang
surut hingga selalu mengalami keadaan basah atau kering yang berulang, angka diatas
akan menjadi lebih besar. Laju korosi paling cepat untuk baja lunak dalam
lingkungan laut karena terjadi hempasan gelombang dan karena disini terdapat
banyak oksigen. Disini laju hilangnya logam mungkin empat atau lima kali lebih
cepat dibanding bila logam itu terendam seluruhnya ditempat yang sama.
2.8.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi korosi baja karbon di air laut
a. Ion kloroda.
Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon
dan logam – logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam
laut mengandung klorida lebih dari 55 %.
b. Hantaran listrik.
Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap
bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat
dan serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur
c. Oksigen.
Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katudik.
Oksigen dengan mendeplorasikan katoda, mempermudah serangan;
jadi kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.
d. Kecepatan.
Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut
yang bergerak mungkin :
- Menghancurkan lapisan penghalang karat.
- Mengandung lebih banyak oksigen.
Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan
peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga
korosi berlanjut.
e. Temperatur.
Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan
korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan
kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.
2.8.4 Lelah korosi ( corrosion fatigue )
Antara lelah korosi ( corrosion fatigue ) dan retak korosi tegangan ( SCC )
memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat
Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam gagal
pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat
membuatnya gagal.
Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam terhadap
lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi yang lazim
dijumpai dan berbahaya.
Tahapan – tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :
a. Pembentukan pita – pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi
pada bahan.
b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm
c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka
d. Perambatan retak makroskopik ( 0,1 sehingga 1 mm ) dalam arah tegak
lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan
kegagalan.
Contoh – contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :
1. Aktif : terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut
2. Imun : logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun dengan
pengecatan
3. Pasif : logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang
dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.
2.9. PengujianStruktur Kristal
Ada dua macam pengujian struktur kristal yang biasa dilakukan yaitu
pengujian makro dan pengujian mikro.
1. Pengujian struktur makro
Pengujian struktur makro dari kristal adalah pengujian patahan dimana bahan
dinilai dari besar butir kristal, warna, dan mengkilatnya patahan dari batang uji
atau produk yang dipatahkan.
2. Pengujian struktur mikro
Dalam pengujian ini, kualitas bahan ditentukan dengan mengamati struktur
dibawah mikroskop dan dapat pula mengamati cacat dari bahan yang diuji.
Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya. Permukaan logam yang
akan diamati, dipoles dan dilakukan bermacam etsa kemudian diperiksa di bawah
mikroskop.
2.10. Patahan Dan Putus Pada Benda Uji
a. Patah
Patahan pada bahan biasanya dimulai dengan adanya retak pada permukaan dan
mekanismenya harus melalui proses yang tergantung pembebanan siklus patah akibat
kelelahan. Biasanya dimulai dari permukaan dimana lenturan dan puntiran akan
menyebabkan tegangan yang tinggi sehingga menyebabkan konsentrasi tegangan
pada bagian tertentu yang akan menyebabkan patah pada daerah tersebut. Ketelitian
dibutuhkan ketelitian yang optimal, hal ini berpengaruh pada bahan terhadap
kelelahan akibat beban tekan dan beban puntir, dari sini retak awal atau initial crack
diketahui. Ciri patahan sendiri adalah dengan pelepasan sejumlah besar dislokasi
secara tiba-tiba sewaktu luluh. Dislokasi tersebut bersama dan membentuk retak,
retak merambat pada waktu yang singkat sehingga terjadi tegangan secara slip
didaerah yang saling berdekatan, maka akan terjadi perpatahan dan hal ini terjadi
karena adanya pengaruh dari tegangan geser pada bahan sewaktu terjadi puntiran.
Gambar 2.7 Bentuk Penampang Patah
Perpatahan pada bahan dapat dibedakan, antara lain :
1. Perpatahan Getas (cleavage fracture)
Perpatahan Getas, yaitu bentuk perpatahan yang paling getas yang terjadi di
dalam material kristalin. Patah getas yang terjadi pada material ulet disebabkan
karena beroperasi pada suhu yang rendah dan laju pembebanan yang tinggi.
Karakteristik dari patah getas sendiri adalah bahwa penampang patah
menghasilkan bentuk patahan yang rata dan memberikan warna yang terang pada
permukaan patah.
2. Perpatahan Ulet (ductile fracture)
Perpatahan Ulet atau liat adalah bila spesimen ditarik dengan beban berlebih yang
akan menyebabkan perpanjangan dan terkonsentrasi secara lokal pada suatu titik,
mekanisme perpatahan ulet ini terjadi pada pengujian tarik. Perpatahan pada
logam sendiri biasanya diawali oleh adanya retak pada bahan. Retak adalah
deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat beban lebih yang konstan
selama periode tertentu, retak juga bervariasi dengan berubahnya tegangan yang
terjadi. Patahan pada bahan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Komposisi Bahan
Komposisi bahan sangat berpengaruh, karena setiap bahan mempunyai
karakteristik yang berbeda, selain itu juga adanya pengaruh campuran pada bahan
yang dapat memberikan kelebihan dan kekurangan pada bahan tersebut.
2. Perlakuan Panas
Perlakuan panas biasanya dilakukan untuk mengendalikan besar butir benda uji
dan untuk menghaluskan struktur yang terkandung pada bahan. Pada struktur
yang halus akan memberikan keuletan yang lebih menjamin.
3. Pengerasan
Deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang akan meningkatkan keuletan
untuk pengerasan dapat merapuhkan logam karena terjadi pembentukan dislokasi
yang saling berpotongan, kekosongan dan cacat.
Gambar 2.8 Macam-Macam Bentuk Patahan
(Sumber : Metalurgi Mekanik, Dieter, Edisi Ketiga, Jilid 1)
Gambar 2.9 Retak Ductile Paduan Al – Si
b. Putus
Selain patah pada bahan, juga terjadi putus yang terjadi pada bahan. Dimana
jika kegagalan ulet pada bahan tidak tercapai maka putus ulet yang akan terjadi
kemudian. Pada benda uji yang mengalami deformasi beban tarik akhirnya mencapai
ketidak stabilan mekanis bilamana deformasi yang terlokalisir diperciut. Bila
peregangan diteruskan maka penampang akan mengecil hingga menjadi nol dan
benda uji akan retak. Regangan untuk putus tergantung dari jumlah regangan yang
terjadi sebelum dan sesudah dislokasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
putus yang terjadi pada bahan adalah dominan tegangan tarik sebagai penyebab
utamanya, adapun pada patahan karena tekanan.
2.12. Kelelahan Pada Bahan Uji
a. Pengertian Kelelahan
Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara prematur karena tegangan
rendah yang terjadi secara berulang-ulang. Adapun pengujian kelelahan terdiri dari
beberapa jenis yaitu pengujian torsi, tegangan (tension), dan pengujian kompresi.
Namun semuanya mempunyai prinsip yang sama yaitu dengan memberikan siklus
tegangan yang berulang secara konstant pada sampel. Untuk menyatakan
karakteristik tegangannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Besar tegangan maksimum
2. Tegangan rata-rata yang cukup besar
Dalam penelitian sering digunakan siklus berulang dan balik, karena disamping
lebih mudah dilakukan, juga telah memenuhi standard kelelahan. Sampel yang
mendapatkan beban lengkung dan putaran secara terus menerus akan menyebabkan
kondisi tarik dan tekan. Kondisi ini akan berlangsung berulang-ulang hingga pada
akhirnya sampel mengalami kelelahan dan akhirnya patah.
Adapun rumus untuk mencari tegangannya adalah sebagai berikut :
(
2)
Untuk melaksanakan pengujian dengan alat uji kelelahan menggunakan kurun
tegangan (S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan (N) yang
dialami oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu dicatat dan dibuat gambar
diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N . Untuk benda uji tertentu
mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini disebabkan karena :
a. Kegagalan akibat kelelahan bahan
Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini sangat
Retak tersebut timbul pada titik ketidak mulusan bahan seperti pada perubahan
penampang, goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat
pengecoran yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi
pengaruh pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat
lebih cepat pada penampang bahan. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan
berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa tidak
dapat menerima tegangan tersebut dan terjadilah kegagalan lelah.
Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu :
1. Karena perkembangan dari retak yang ada
2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.
Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur dan waktu
penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi
perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan
kegagalan bersiklus tinggi. Pada umur ini bahan memang dibuat berumur pendek
terutama untuk produksi massal. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus
pendek antara putaran setengah sampai putaran seribu siklus.
b. Kekuatan bahan
Untuk menyusun kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda uji
dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan
sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan lelah
suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang bersangkutan.
c. Batas Ketahanan Kelelahan
Dalam menentukan ketahanan kelelahan kita perlu menyelesaikan semua
pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas ketahanan
terhadap kelelahan. Pada grafik akan terlihat garis mendatar setelah diberi tegangan
dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah dapat melalui batas
ketahanan lelahnya. Tanpa memperhatikan berapa besar siklus yang dilakukan
kekuatan bahan yang berkaitan dengan hal tersebut disebut ketahanan lelah
(endurance limit).
b. Hal-Hal Yang Berpengaruh Pada Kegagalan Lelah
1. Pengaruh Ukuran
Ukuran suatu bahan sangat berpengaruh dalam pengujian kelelahan. Kekuatan
lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang kecil. Perubahan luas
penampang yang mempengaruhi perubahan volume sehingga mengakibatkan
perbedaan tegangan.
2. Pengaruh Suhu
Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis dan
menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika dipakai pada suhu
yang tinggi, maka akan menyebabkan dislokasi dan pada bahan akan terjadi
pengurangan terhadap ketahanan lelah.
3. Pengaruh Permukaan Bahan
Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama timbulnya
retakan awa pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan banyak terdapat
ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang halus akan sedikit
terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan benda uji. Kehalusan dan
kekasaran permukaan bahan sangat berpengaruh pada pengujian kelelahan. Tiap
pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau kekuatan luluh bahan akan
meningkatkan level tegangan yang diperlukan untuk slip dan hal ini dengan
sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan pada permukaan bahan, yaitu :
1. Tegangan sisa permukaan
Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan ketahanan
lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan tekan), dengan
adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu titik di permukaan.
Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara tegangan sisa tekan dengan
2. Perubahan permukaan
Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam
pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan awal
untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang diinginkan.
Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan menentukan
pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.
3. Kekerasan permukaan
Kekerasan permukaan akan mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan.
Biasanya hal ini timbul dari pengerjaan awal benda uji pada mesin bubut atau
mesin perkakas lainnya. Semakin besar suatu bahan akan semakin mudah
mengalami keretakan, sehingga memudahkan lelah dan cepat patah.
4. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi fatik, dimana lingkungan tersebut dapat
menimbulkan korosi pada bahan. Serangan korosi yang terjadi serempak dengan
pembebanan fatik akan menyebabkan efek kerusakan yang lebih parah. Hal ini
biasanya disebabkan oleh media cair, namun demikian udara juga dapat
menyebabkan korosi.
2.13. Retakan (Crack)
Retakan adalah deformasi plastis yang terjadi pada suhu tinggi akibat beban
lebih yang konstant selama periode tertentu. Retak juga bervariasi dengan berubahnya
1. Adanya dislokasi yang menghasilkan slip
2. Pergeseran batas slip
3. Difusi kekosongan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.1. Skema Penelitian
PEMBELIAN BAHAN
UJI KOMPOSISI
PEMBUATAN ALAT UNTUK PERLAKUAN
HASIL FABRIKASI
PENYEMPROTAN AIR LAUT PERBANDINGAN 1:3
PENYEMPROTAN AIR LAUT PERBANDINGAN 1:5 PEMBUATAN SPESIMEN
STUDI
PUSTAKA DATA HASIL PENGUJIAN
PENGUJIAN BAHAN : 1.UJI TARIK
2.UJI KELELAHAN
3.UJI STRUKTUR MIKRO 4.UJI STRUKTUR MAKRO
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan mula-mula yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium paduan dengan diameter 20 mm.
3.2. Bahan dan Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mendukung proses pengujian dan
pelaksanaan penelitian aluminium paduan yang telah dibuat dalam bentuk poros
adalah :
1. Mesin uji tarik (Gambar terlampir)
2. Mesin uji kelelahan (Rotary Bending Fatique Testing Machine). (Gambar
terlampir)
3. Mikroskop untuk pengujian Struktur Mikro (Gambar terlampir )
4. Lampu baca
5. Loop (Gambar terlampir)
6. Autosol
7. Alat penjepit/ragum
8. Gergaji besi
9. Amplas waterproof (500 & 1000) mesh
10.Kamera digital
3.3. Pembuatan Benda Uji (spesimen) 3.3.1. Uji Tarik
Bahan yang telah ditentukan untuk penelitian ini adalah dari Aluminium
paduan. Bahan didapat masih dalam bentuk batangan, yang selanjutnya dibuat
menjadi spesimen uji tarik sebanyak 9 spesimen dengan menggunakan mesin bubut
di laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Benda uji yang dipergunakan pada pengujian tarik sesuai
dengan standarisasi SII.0148 -76 yang digunakan, yaitu :
Diameter dalam (d) = 8 mm
Panjang Ukur (LB0B) = 40 mm
Radius Filet (R) = 4 mm
Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen
yang tanpa takian untuk diuji, yaitu :
Lo
Lt
h m m h
d D
Tabel 3.1 Ukuran Benda Uji Tarik menurut standar
Batang uji dp.5 Batang uji dp.10
d
1) Untuk bahan-bahan yang lunak bagian untuk di jepit diperlukan lebih tebal.
2) Untuk bahan-bahan yang keras bagian untuk di jepit diperlukan lebih panjang.
1. 3 spesimen tanpa perlakuan
2. 3 spesimen penyemprotan 1 : 3 selama 5 hari
3. 3 spesimen penyemprotan 1 : 5 selama 5 hari
3.3.2. Uji Kelelahan
Bahan mula-mula berbentuk poros pejal dengan diameter 20 mm, kemudian
dibentuk menjadi spesimen uji kelelahan sebanyak 30 spesimen dengan
menggunakan mesin bubut di Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik
Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, benda uji yang dipergunakan pada
pengujian kelelahan sesuai dengan standarisasi HT-8120 Rotary Bending Fatigue
Testing Machine yang digunakan, yaitu :
Diameter Dalam (d) = 12 mm
Panjang Ukur (LB0B) = 35 mm
Radius Filet (R) = 15 mm
Gambar dibawah ini menunjukan bentuk serta ukuran-ukuran dari spesimen
yang tanpa takian untuk diuji, yaitu :
3.3.3. Struktur Mikro
Bahan dipotong sebanyak 6 spesimen dengan diameter masing-masing 20 mm
dan panjang 10 mm. Jumlah spesimen dibuat sesuai dengan variasi pegujian yaitu 2
spesimen pada tanpa perlakuan, 2 spesimen pada penyemprotan 1 : 3 dan 2 spesimen
pada penyemprotan 1 ; 5. Pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium Ilmu
Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
10 mm
Ø 20 mm
Gambar 3.3 Benda Struktur Mikro
3.4. Pengujian Bahan 3.5.1. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis
material antara lain kekuatan tarik dan regangan.
Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :
a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” atas dan bawah pada alat uji
tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat,
sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar
kedudukan dari benda uji benar-benar vertikal, kemudian kedua penjepit atau
b) Benda uji diberi beban tarik dengan kecepatan 10 mm/dtk sehingga benda uji
akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut akan putus
atau patah. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur
benda uji, apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji, pengujian
tersebut dinyatakan gagal. Apabila terjadi demikian maka pengujian diulang
dengan benda uji baru.
c) Data yang didapat kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan
beban (P) dan pertambahan panjang (ε) ) dengan interval yang ditentukan.
d) Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji
putus atau patah dicatat.
e) Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji
patah.
3.5.2. Pengujian Kelelahan
Pengujian kelelahan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batas lelah
suatu material dengan suatu pembebanan. Semakin besar pembebanan maka jumlah
sikus yang didapat semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.
Proses pengujian kelelahan adalah sebagai berikut :
a) Benda uji dipasang pada penjepit atau “chuck” kiri dan kanan pada alat uji
kelelahan. Diusahakan dalam menjepit benda uji dalam posisi yang tepat,
agar kedudukan dari benda uji benar-benar horisontal, kemudian kedua