• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN YANG MENGALAMI KERUGIAN DI OBYEK WISATA (STUDI DI KABUPATEN PURBALINGGA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN YANG MENGALAMI KERUGIAN DI OBYEK WISATA (STUDI DI KABUPATEN PURBALINGGA)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISATAWAN

YANG MENGALAMI KERUGIAN DI OBYEK WISATA

(STUDI DI KABUPATEN PURBALINGGA)

Sarsit i dan Muhammad Taufiq

Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o

Abst r act

In t he er a of gl obal i zat i on, t he pr ot ect i on of domest i c ser vi ce user s and t he ent r epr enuer of domest i c t our i sm i s needed. Thi s r esear ch concer n about t he appl i cat i on of l egal pr ot ect ion and r emedies l aw f or t our i st who suf f er ed l osses i n t our i st l ocat ion. The met hod used i s nor mat ive j ur i di cal appr oach. The col l ect i on of l egal subst ance done by document ar y and t hen analyzed usi ng met hod of nor mat ive qual i t at i ve. Based on t hi s r esear ch, t he Local Gover nment of Pur bal i ngga have no consi der t he consumer , as a subj ect i n t he t our ism i ndust r y, because onl y one t our i st l ocat i on exi st i ng r egul at i ons, and i t was onl y r egul at e t he f or mat ion of r egi onal companies. Appl i cat ion of compensat i on i s only appl i ed t o physi cal acci dent at t he t our i st l ocat i on in, cooper at ion wit h PT Jasa Rahar j a, wher eas t he l oss of non physi cal / mat er i al not r egul at ed yet . Di sput e set t l ement as a r esul t of suf f er ed l osses i n t he t our i st l ocat i on can be done peacef ul l y or adver sar i al l y by usi ng BPSK or f i l l i ng a l awsuit t o cour t .

Keywor ds: legal pr ot ect i on, t our i st , losses

Abst rak

Pada era globalisasi, perlindungan t erhadap pengguna j asa domest ik dan para mengusaha pariwisat a domest ik diperlukan. Tulisan ini membahas mengenai penerapan perlindungan hukum t erhadap wisat awan dan upaya hukum bagi wisat awan yang menderit a kerugian di obyek wisat a. Met ode yang digunakan adalah met ode pendekat an yuridis normat if . Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui met ode kepust akaan dan selanj ut nya dianalisis dengan menggunakan met ode normat if kualit at if . Berdasarkan hasil penelit ian, Pemerint ah Daerah Kabupat en Purbalingga belum menempat kan konsumen, sebagai subj ek dalam indust ri kepariwisat aan, karena hanya sat u obyek wisat a yang sudah ada regulasinya, it u pun hanya mengat ur mengenai pembent ukan perusahaan daerah. Penerapan gant i kerugian hanya diberlakukan t erhadap kecelakaan f isik di obyek wisat a dilakukan melalui kerj asama Perusahaan Daerah dengan PT Jasa Raharj a, sedangkan kerugian non f isik/ mat eriil belum t erdapat pengat urannya. Penyelesaian sengket a sebagai akibat dirugikannya wisat awan di obyek wisat a dapat dilakukan secara damai maupun secara adversarial melalui BPSK maupun pengaj uan gugat an ke pengadilan.

Kat a kunci: perlindungan hukum, wisat awan, kerugian

Pendahuluan

Konsekuensi suat u negara hukum adalah menempat kan hukum di at as segala kehidupan bernegara dan bermasyarakat . Negara dan ma- syarakat diat ur dan diperint ah oleh hukum, bu-kan diperint ah oleh manusia. Hukum berada di

Tul isan ini merupakan hasil Penel it i an Pemul a yang di-l aksanakan berdasarkan Surat Perj anj i an Pedi-l aksanaan Jasa Penel i t i an Tahun Anggar an 2011 Nomor: 4323. 36/ H23. 9/ PN/ 2011. Ucapan t eri ma kasih disampaikan ke-pada Okiawan Waseso, Mahasisw a FH UNSOED, yang t el ah membant u pel aksanaan penel it ian ini.

at as segalanya, kekuasaan dan penguasa t un-duk kepada hukum. Hubungan yang menimbul-kan hak dan kewaj iban t elah diat ur dalam per-at uran hukum disebut hubungan hukum.

(2)

er-kecuali, dapat dit emukan dalam UUD 1945. Se-t iap produk yang dihasilkan oleh legislaSe-t if harus senant iasa mampu memberikan j aminan perlin-dungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat . Me-nurut Het t y Hasanah, perlindungan hukum me-rupakan segala upaya yang dapat menj amin adanya kepast ian hukum, sehingga dapat mem-berikan perlindungan hukum kepada pihak-pi-hak yang bersangkut an at au yang melakukan t indakan hukum,1 Di era ref ormasi t unt ut an perlindungan dan j aminan hak asasi manusia semakin mengedepan. Hal t ersebut berkait an dengan kekuasaan, kekuat an sosial, dan st ruk-t ur sosial yang ada. Sebagai negara demokrasi, dimana kedaulat an ada di t angan rakyat , part i-sipasi rakyat sangat diperlukan. Rakyat lah se-bagai penent u t erwuj udnya j aminan pelaksana-an perlindungpelaksana-an hak asasi ini. 2

Perlindungan t erhadap pot ensi wisat a yang ada harus dapat dipert ahankan, karena obyek wisat a merupakan ciri khas suat u negara. Pengembangan f akt or penunj ang dalam me-ngembangkan indust ri pariwisat a Indonesia j uga harus diperhat ikan dan di j aga eksist ensinya, sehingga dalam percat uran indust ri kepariwasa-t an, Indonesia dapakepariwasa-t bersaing.

Pariwisat a merupakan sebuah indust ri yang unik dan memiliki ciri khas, yait u nilai-nilai t radisi budaya dan obyek-obyek pariwisat a yang khas/ unik. Dalam lingkup nasional, sekt or pariwisat a dianggap sebagai sekt or yang pot en-sial dimasa yang akan dat ang. Menurut analisis Wor l d Tr avel and Tour i sm Counci l (WTTC), in-dust ri pariwisat a menyumbang 9, 1% dari produk domest ik brut o (PDB) Indonesia.3 Hal harus di-sikapi oleh pemerint ah daerah di Indonesia un-t uk meningkaun-t kan poun-t ensi wisaun-t a unun-t uk dapaun-t dij a-dikan sebagai sarana guna meningkat kan

1

Het t y Hasanah, “ Perl indungan Konsumen dal am Perj an-j ian Pembiayaan Konsumen at as Kendar aan Ber mot or dengan Fi dusia” , Jur nal Uni kom, Vol 3 Tahun 2004, di -akses pada web si t e : ht t p/ / j urnal . unikom. ac. id/ vol 3/ perl indungan. ht ml . , hl m. 1.

2 Supar man Khan, “ Apresi asi hak asasi manusia dal am

rangka demokr at i sasi di Indonesi a” , Jur nal Jur i spr uden-t i a Vol . 1 No. 1I Tahun 2001, hl m. 95

3

Oka A Yoet y, 2009, Indust r i Par i wi sat a dan Pel uang Ke-sempat an Ker j a. Jakart a: PT Pert j a, hl m. 1

pendapat an asli daerah. Sumber pendapat an asli daerah sendiri merupakan sumber keuang-an daerah ykeuang-ang digali dari dalam wilayah dae-rah yang bersangkut an yang dapat berupa hasil paj ak daerah, hasil ret ribusi daerah, hasil pe-ngelolaan kekayaan daerah. Berlakunya un-dang-undang ot onomi daerah mengakibat kan pemerint ah daerah dit unt ut unt uk menggali sumber pendapat an asli daerah, karena t idak mungkin t erus menggant ungkan bant uan dari pusat saj a unt uk membiayai pembangunan.4 Pada era ot onomi daerah, pemerint ah daerah memiliki ot onomi penuh mengurus urusan ru-mah t angganya sendiri. Urusan yang t et ap men-j adi wewenang penuh pemerint ah pusat meli-put i urusan keimigrasian, monet er, pert ahanan, keamanan, peradilan dan sebagian pendidikan masih dit angan pemerint ah pusat , meskipun pelaksanaannya oleh pemerint ah daerah.

Proses pengembangan pariwisat a t idak t erlepas dari kemampuan daerah dalam menge-lola pot ensi yang ada, yang didukung oleh pe-nget ahuan dan ket erampilan sumber daya ma-nusia yang ada, sert a peran sert a masyarakat dalam iklim ket erbukaan dan demokrat isasi. Penerapan ot onomi daerah mengakibat kan pe-ngembangan indust ri pariwisat a yang meliput i pembiayaan, perizinan, perencanaan dan eva-luasi menj adi kewenangan pemerint ah daerah unt uk menyelenggarakannya. Daerah dit unt ut lebih mandiri dalam mengembangkan obyek dan pot ensi wisat anya. Perlindungan t erhadap pengguna j asa domest ik dan para pengusaha pariwisat a domest ik sangat diperlukan, sehing-ga indust ri kepariwisat aan t erlindungi. Ot onomi daerah harus memacu daerah menggali pot ensi yang ada di daerah, sert a menj amin t erwuj ud-nya pembangunan daerah yang berkelanj ut an.

Berkait an dengan kepariwisat aan, t elah hadir Undang-undang No. 10 Tahun 2009 t en-t ang Kepariwisaen-t aan (selan-j uen-t nya disingkaen-t UU Kepariwisat aan). Undang-undang ini dilat arbe-lakangi: per t ama, keadaan alam, f lora, dan f auna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, sert a peninggalan purbakala, peninggalan

4 Hadion Wij oyo, “ Probl emat ika Hukum di Bidang

(3)

j arah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa In-donesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisat aan unt uk peningkat -an kemakmur-an d-an kesej aht era-an rakyat seba-gaimana t erkandung dalam Pancasila dan Pem-bukaan UUD 1945; kedua, kebebasan melaku-kan perj alanan dan memanf aat melaku-kan wakt u luang dalam wuj ud berwisat a merupakan bagian dari hak asasi manusia; ket i ga, kepariwisat aan me-rupakan bagian int egral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sist emat is, t e-rencana, t erpadu, berkelanj ut an, dan bert ang-gung j awab dengan t et ap memberikan perlin-dungan t erhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat , kelest arian dan mut u lingkungan hidup, sert a kepent ingan nasional; dan keempat , pembangunan kepariwisat aan di-perlukan unt uk mendorong pemerat aan kesem-pat an berusaha dan memperoleh manf aat sert a mampu menghadapi t ant angan perubahan kehi-dupan lokal, nasional, dan global. UU No. 10 Tahun 2009 ini t elah menghapuskan UU No. 9 Tahun 1990 yang t idak sesuai lagi dengan t un-t uun-t an dan perkembangan kepariwisaun-t aan se-hingga perlu digant i.

Wisat a dalam undang-undang ini diart i-kan sebagai kegiat an perj alanan yang dilakui-kan oleh seseorang at au sekelompok orang dengan mengunj ungi t empat t ert ent u unt uk t uj uan rekreasi, pengembangan pribadi, at au mempe-laj ari keunikan daya t arik wisat a yang dikun-j ungi dalam dikun-j angka wakt u sement ara (Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2009). Pariwisat a adalah berbagai macam kegiat an wisat a dan didukung berbagai f asilit as sert a layanan yang disediakan oleh masyarakat , pengusaha, Peme-rint ah, dan PemePeme-rint ah Daerah (Pasal 1 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2009). Orang yang melakukan wisat a kemudian disebut sebagai wisat awan.

Kepariwisat aan diselenggarakan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip: per t ama, menj unj ung t inggi norma agama dan nilai bu-daya sebagai pengej awant ahan dari konsep hi-dup dalam keseimbangan hubungan ant ara ma-nusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan an-t ara manusia dan sesama manusia, dan hu-bungan ant ara manusia dan lingkungan; kedua, menj unj ung t inggi hak asasi manusia,

keraga-man budaya, dan kearif an lokal; ket i ga, mem-beri manf aat unt uk kesej aht eraan rakyat , kea-dilan, keset araan, dan proporsionalit as; keem-pat , memelihara kelest arian alam dan lingku-ngan hidup; kel i ma, memberdayakan masya-rakat set empat ; kel ima, menj amin ket erpadu-an erpadu-ant arsekt or, erpadu-ant ardaerah, erpadu-ant ara pusat derpadu-an daerah yang merupakan sat u kesat uan sist emik dalam kerangka ot onomi daerah, sert a ket erpa-duan ant arpemangku kepent ingan; keenam, memat uhi kode et ik kepariwisat aan dunia dan ke-sepakat an int ernasional dalam bidang pari-wisat a; dan ket uj uh, memperkukuh keut uhan Negara Kesat uan Republik Indonesia.

Undang-undang Kepariwisat aan mengat ur hak dan kewaj iban wisat awan dan pengelola/ pengusaha wisat a. Wisat awan berhak unt uk memperoleh: inf ormasi yang akurat mengenai daya t arik wisat a; pelayanan kepariwisat aan se-suai dengan st andar; perlindungan hukum dan keamanan; pelayanan kesehat an; perlindungan hak pribadi; dan perlindungan asuransi unt uk kegiat an pariwisat a yang berisiko t inggi (Pasal 20), selain it u wisat awan yang memiliki ke-t erbake-t asan f isik, anak-anak, dan lanj uke-t usia berhak mendapat kan f asilit as khusus sesuai de-ngan kebut uhannya (Pasal 21). Kewaj iban dari wisat awan meliput i: menj aga dan menghormat i norma agama, adat ist iadat , budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masya-rakat set empat ; memelihara dan melest arikan lingkungan; t urut sert a menj aga ket ert iban dan keamanan ling-kungan; dan t urut sert a mencegah segala ben-t uk perbuaben-t an yang melanggar kesusilaan dan kegiat an yang melanggar hukum (Pasal 25).

(4)

yang t idak diskriminat if ; memberikan kenya-manan, keramahan, perlindungan keakenya-manan, dan keselamat an wisat awan; memberikan per-lindungan asuransi pada usaha pariwisat a de-ngan kegiat an yang berisiko t inggi; mengem-bangkan kemit raan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi set empat yang saling memerlu-kan, memperkuat , dan mengunt ungkan; meng-ut amakan penggunaan produk masyarakat se-t empase-t , produk dalam negeri, dan memberikan kesempat an kepada t enaga kerj a lokal; me-ningkat kan kompet ensi t enaga kerj a melalui pelat ihan dan pendidikan; berperan akt if dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat ; t urut sert a mence-gah segala bent uk perbuat an yang melanggar kesusilaan dan kegiat an yang melanggar hukum di lingkungan t empat usahanya; memelihara lingkungan yang sehat , bersih, dan asri; meme-lihara kelest arian lingkungan alam dan budaya; menj aga cit ra negara dan bangsa Indonesia me-lalui kegiat an usaha kepariwisat aan secara ber-t anggung j awab; dan menerapkan sber-t andar usa-ha dan st andar kompet ensi sesuai dengan ke-t enke-t uan perake-t uran perundangan (Pa-sal 26).

Beberapa musibah yang t erj adi di obyek wisat a cenderung selalu dibebankan kepada wi-sat awan, dengan asumsi karena kekalaian wist awannya sendiri, seperwist i hanyuwist nya wisawist a-wan di obyek wisat a pant ai, cidera at au me-ninggalnya pendaki di gunung dan lain sebagai-nya. Beberapa wakt u yang lalu, kit a dikej ut kan dengan t ewasnya wisat awan saat mencoba be-berapa area permainan sepert i t ewasnya Riska Put ri Yuliant i (7), warga Kelurahan Mekarj aya, Sukmaj aya, Kot a Depok, Jawa Barat , akibat t erj at uh dari f lyi ng f ox.5 Sebelumnya, kecela-kaan serupa yang menewaskan korban j uga t erj adi di Taman Wisat a Candi Borobudur, Ma-gelang, Jawa Tengah, pada 24 Juni 2010 lalu. Korban ber-nama Budi Rahayu (42) t ewas seke-t ika usai mencoba f l yi ng f ox, dan t erj at uh set e-lah t ali yang membent ang dengan ket inggian 12 met er put us. Kecelakaan serupa t erj adi di

5 Endang Gunawan, Kecel akaan Fl yi ng Fox, Taman Mat a-har i , Sel asa, 7 Juni 2011 19: 14 wi b, ht t p: / / new s. oke zone. com/ read/ 2011/ 06/ 07/ 338/ 465628/ kecel akaan-f l ying-akaan-f ox-t aman-mat ahar i, diakses pada t anggal 11 Ju-ni 2011

mainan f l yi ng f ox di Hot el Sindang Reret , Lembang, Jawa Barat , pada 31 Desember 2010 lalu. Korban seorang bocah laki-laki mengalami pat ah t ulang sikut karena bermain f l yi ng f ox, sehingga harus dioperasi beberapa kali.

Kabupat en Purbalingga sendiri, merupa-kan kabupat en yang sedang giat -giat nya mem-bangun melalui konsep invest asi. Invest asi di wilayah Kabupat en Purbalingga, selain invest asi di bidang indust ri, j uga sedang menat a pem-bangunan obyek wisat anya. Julukan magnet wi-sat a Jawa Tengah memang pant as disandang Kabupat en Purbalingga. Let aknya di kaki Gu-nung Slamet , sehingga hawanya sej uk dan pe-mandangan perbukit an yang indah. Kabupat en Purbalingga let aknya sekit ar 180 km dari Kot a Semarang. Beragam pilihan lokasi wisat a bisa dikunj ungi, mulai dari Gua Lawa, Owabong, Rept i l e & Insect Par k, wisat a t aman Akuarium Raksasa Purbasari Pancuran Mas sampai dengan perkebunan buah naga dan st roberi, semuanya menyaj ikan sensasi wisat a yang berbeda.

(5)

Purbalingga j uga memiliki obyek wisat a Rept i l e & Insect Par k. Obyek wisat a ini hanya berj arak 2 km dari Owabong Anda bisa mengun-j ungi Rept i le and Insect Par k (museum rept il dan serangga). Area yang popular dengan se-but an t aman rept il ini memiliki luas 6 hekt ar. Taman rept il dibuat t erpadu. Suguhan ut ama-nya adalah aneka rept il, sepert i ular, iguana, kadal, buaya dan biawak. Koleksi ular hidup yang dipaj ang sangat lengkap, lebih dari 65 spesies. Diant aranya ular pyt hon, king kobra, belang, pucuk hingga kobra albino yang langka. Taman rept il j uga menyuguhkan aneka koleksi j enis serangga. Sekit ar 841 spesies serangga t ert at a rapi. Koleksi aneka j enis kupkupu j u-ga sanu-gat lengkap dan menj adi daya t arik lain t aman rept ile.

Obyek wisat a lainnya adalah Taman Akuarium Raksasa Purbasari Pancuran Mas. Le-t aknya di KecamaLe-t an Padamara. TikeLe-t masuk-nya relat if murah, namun yang disuguhkan sungguh ist imewa. Selain beragam koleksi ikan, pengun-j ung j uga bisa berenang at au melihat aneka j enis burung di Taman Burung. Beragam ikan air t awar menj adi suguhan ut ama obyek wisat a ini. Jenis ikan sepert i ikan sadat , udang hias, arwana, Ikan Buaya dan beragam j enis Koi. Puluh-an j enis ikan lainnya t ert apa rapi di akuarium ukuran besar hingga kecil. Salah sat u koleksi Andalan Pancuran Mas adalah koleksi ikan Ar apai ma Gi gas yang panj angnya menca-pai 2 met er. Konon ikan ini berasal dari Sungai Amazon. Obyek wisat a ini j uga t erdapat lokasi t a-man burung masih sat u area dengan obyek wisat a Pancuran Mas. Aneka j enis burung dan unggas t erpaj ang rapi di kandangnya.

Keindahan obyeh wisat a, t idaklah selalu menyenangkan bagi wisat awan. Wisat awan ka-dang kala harus dihadapkan pada suat u kerugi-an pada t ubuh wisat awkerugi-an, sepert i adkerugi-anya kece-lakaan selama berwisat a yang mengakibat kan luka, cacat sampai kemat ian, at au bahkan ke-rugian pada hart a benda wisat awan sepert i pencopet an, perampokan at au kehilangan ken-daraan di obyek wisat a.

Penelit ian dalam bidang ini perlu dilaku-kan, agar pihak-pihak t erkait dengan kepariwi-sat aan, khususnya pemerint ah daerah, lebih

memperhat ikan lagi perlindungan hukum t erha-dap wisat awan, melalui pembent ukan kebij ak-an dalam bidak-ang kepariwisat aak-an, mengingat UU No. 10 Tahun 2009 t ent ang kepariwisat aan cen-derung hanya memberikan perlindungan hukum bagi obyek wisat anya it u sendiri.

Perumusan Masalah

Berdasarkan lat ar belakang t ersebut di at as, penulis t ert arik unt uk membahas menge-nai penerapan perlindungan hukum t erhadap wisat awan di obyek wisat a Kabupat en Purba-lingga dan upaya hukum bagi wisat awan yang menderit a kerugian di obyek wisat a.

Met ode Penelitian

Tipe penelit ian ini adalah yuridis norma-t if dengan menggunakan beberapa pendekanorma-t an masalah yang meliput i pendekat an undang-undang (st at ut e appr oach), pendekat an kon-sept ual (concept ual appr oach) dan pendekat an kasus (case appr oach). Bahan hukum yang digu-nakan meliput i bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Bahan Hukum Primer meliput i: UU No. 10 Tahun 2009 t ent ang Kepa-riwisat aan; UU No. 8 Tahun 1999 t ent ang Per-lindungan Konsumen; UU No. 32 Tahun 2004 Tent ang Pemerint ahan Daerah; Perda Kabupa-t en Purbaling-ga No. 38 Tahun 2005 Kabupa-t enKabupa-t ang Persahaan Daerah Obyek Wisat a Air Boj ongsari. Bahan hukum sekunder meliput i hasil penelit ian hukum, j urnal-j urnal hukum, kamus-kamus hu-kum dan bahan non huhu-kum meliput i: buku-buku, hasil penelit ian, j urnal ilmiah. Bahan Hu-kum diHu-kumpulkan dengan menggunakan met o-de kepust akaan dan met oo-de dokument er, ke-mudian dianalisis secara kualit at if .

Pembahasan

Penerapan Perlindungan Hukum t erhadap Wisat awan di Obyek Wisat a Kabupat en Purba-lingga

(6)

sekelompok orang dengan mengunj ungi t empat t ert ent u unt uk t uj uan rekreasi, pengembangan pribadi, at au mempelaj ari keunikan daya t arik wisat a yang dikunj ungi dalam j angka wakt u se-ment ara (Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2009), sedangkan pariwisat a adalah berbagai macam kegiat an wisat a dan didukung berbagai f asilit as sert a layanan yang disediakan oleh masyarakat , pengusaha, Pemerint ah, dan Pe-merint ah Daerah (Pasal 1 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2009). Orang yang melakukan wisat a ke-mudian disebut sebagai wisat awan, sedangkan orang at au sekelompok orang yang melakukan kegiat an usaha pariwisat a disebut sebagai pe-ngusaha pariwisat a.

Undang-undang Kepariwisat aan mengat ur hak dan kewaj iban wisat awan dan pengelola/ pengusaha wisat a. Wisat awan berhak unt uk memperoleh: inf ormasi yang akurat mengenai daya t arik wisat a; pelayanan kepariwisat aan se-suai dengan st andar; perlindungan hukum dan keamanan; pelayanan kesehat an; perlindungan hak pribadi; dan perlindungan asuransi unt uk kegiat an pariwisat a yang berisiko t inggi (Pasal 20), selain it u wisat awan yang memiliki ket er-bat asan f isik, anak-anak, dan lanj ut usia berhak mendapat kan f asilit as khusus sesuai dengan ke-but uhannya (Pasal 21). Kewaj iban dari wisat a-wan meliput i: menj aga dan menghormat i nor-ma aganor-ma, adat ist iadat , budaya, dan nilai-ni-lai yang hidup dalam masyarakat set empat ; memelihara dan melest arikan lingkungan; t urut sert a menj aga ket ert iban dan keamanan lingku-ngan; dan t urut sert a mencegah segala bent uk perbuat an yang melanggar kesusilaan dan ke-giat an yang melanggar hukum (Pasal 25).

Pengelola/ Pengusaha Pariwisat a sendiri mempunyai hak mendapat kan kesempat an yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisat aan; membent uk dan menj adi anggot a asosiasi kepa-riwisat aan; mendapat kan perlindungan hukum dalam berusaha; dan mendapat kan f asilit as se-suai dengan ket ent uan perat uran perundang-undangan (Pasal 22), sedangkan kewaj ibannya meliput i menj aga dan menghormat i norma aga-ma, adat ist iadat , budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat set empat ; memberi-kan inf ormasi yang akurat dan bert anggung j

a-wab; memberikan pelayanan yang t idak diskri-minat if ; memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamat an wi-sat awan; memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisat a dengan kegiat an yang berisiko t inggi; mengembangkan kemit raan de-ngan usaha mikro, kecil, dan koperasi set empat yang saling memerlukan, memperkuat , dan me-ngunt ungkan; mengut amakan penggunaan pro-duk masyarakat set empat , propro-duk dalam nege-ri, dan memberikan kesempat an kepada t enaga kerj a lokal; meningkat kan kompet ensi t enaga kerj a melalui pelat ihan dan pendidikan; berpe-ran akt if dalam upaya pengembangan prasaberpe-rana dan program pemberdayaan masyarakat ; t urut sert a mencegah segala bent uk perbuat an yang melanggar kesusilaan dan kegiat an yang me-langgar hukum di lingkungan t empat usahanya; memelihara lingkungan yang sehat , bersih, dan asri; memelihara kelest arian lingkungan alam dan budaya; menj aga cit ra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiat an usaha kepariwisat a-an secara bert a-anggung j awab; da-an menerapka-an st andar usaha dan st andar kompet ensi sesuai dengan ket ent uan perat uran perundangan (Pa-sal 26).

Pada dasarnya, perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Kepariwisat aan ini hanya me-nekankan pada perlindungan t erhadap obyek wisat a it u sendiri. Hal ini t ampak pada kese-riusan pemberian sanksi pada Pasal 64 yang me-ngat ur bahwa set iap orang yang dengan sengaj a dan melawan hukum merusak f isik daya t arik wisat a dipidana dengan pidana penj ara paling lama 7 (t uj uh) t ahun dan denda paling banyak Rp. 10. 000. 000. 000, 00 (sepuluh miliar rupiah). Sement ara it u, pelanggaran t erhadap hak-hak wisat awan hanya dikenakan sanksi administ ra-t if , mulai dari ra-t eguran ra-t erra-t ulis, pembara-t asan kegiat an usaha dan pembekuan sement ara kekegiat -an usaha.

(7)

bisnis pariwisat a yang t idak bert anggung j a-wab. Hal ini menj adi perhat ian pent ing, bahwa sangat diperlukan sebuah perat uran yang t idak hanya membahas t ent ang kepariwisat aan, t et a-pi j uga perlindungan t erhadap para wisat awan dari segala hal baik menyangkut aspek perj a-lanan, penginapan, obyek obyek at au t uj uan wisat a dan pengat uran hak dan kewaj iban wisa-t awan. Selain iwisa-t u, unwisa-t uk menghindari kewisa-t idak-past ian hukum, sif at ego sekt oral baik di t ing-kat depart emen/ kement erian maupun pemerin-t ah daerah, harus dihilangkan, sehingga pemerin-t erwu-j ud sinkronisasi perat uran perundangan.6

Proses pengembangan pariwisat a t idak t erlepas dari kemampuan daerah dalam menge-lola pot ensi yang ada dan ini j uga didukung oleh penget ahuan dan ket erampilan sumber da-ya manusia da-yang ada sert a peran sert a masda-ya- masya-rakat dalam iklim ket erbukaan dan demokrat i-sasi, dan j uga menyadari sebebearpa pent ing pariwisat a dapat mempengaruhi perkembangan sebuah daerah, daerah dari daerah yang miskin menj adi daerah yang maj u dan berkembang. Pemberian kewenangan kepada pemerint ah daerah merupakan wuj ud pelaksanaan dari ot onomi daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tent ang Pemerint ahan Daerah menganut prinsip ot onomi secara luas, nyat a dan bert ang-gung j awab. Hal ini berart i daerah diberikan kewenangan unt uk mengat ur dan mengurus urusan pmerint ahan di luar urusan pemerint ah-an pusat yah-ang t elah dit et apkah-an undah-ang-undah-ang. Penyelenggaraan pemerint ahan daerah dalam melaksanakan t ugas, wewenang, kewaj iban dan t anggung j awabnya sert a at as kuasa perat uran perundang-undangan yang lebih t inggi dapat membuat perat uran perundang-undangan t ing-kat daerah at au menet apkan kebij akan daerah yang dirumuskan dalam perat uran daerah, per-at uran kepala daerah dan ket ent uan daerah lainnya. Beberapa bidang yang menj adi urusan pemerint ah pusat meliput i: polit ik luar negeri; pert ahanan; keamanan; yust isi; monet er dan f iskal nasional; dan agama (Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004), sedangkan urusan waj ib

6 Ridw an Khairandy, “ Ikl i m Invest asi dan Jaminan

Kepas-t ian Hukum dal am Era OKepas-t onomi Daer ah” , Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 5, No. 2 Tahun 2006, hl m. 160

yang menj adi kewenangan pemerint ahan dae-rah unt uk kabupat en/ kot a merupakan urusan yang berskala kabupat en/ kot a meliput i: canaan dan pengendalian pembangunan; peren-canaan, pemanf aat an, dan pengawasan t at a ruang; penyelenggaraan ket ert iban umum dan ket ent raman masyarakat ; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang ke-sehat an; penyelenggaraan pendidikan; penang-gulangan masalah sosial; pelayanan bidang ke-t enagakerj aan; f asilike-t asi pengembangan kope-rasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pert anahan; pela-yanan kependudukan, dan cat at an sipil; nan administ rasi umum pemerint ahan; pelaya-nan administ rasi pepelaya-nanaman modal; penyeleng-garaan pelayanan dasar lainnya; dan urusan waj ib lainnya yang diamanat kan oleh perat uran perundang-undangan (Pasal 14 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004).

Perat uran perundang-undangan t ingkat daerah diart ikan sebagai perat uran perundang-undangan yang dibent uk oleh pemerint ah dae-rah at au salah sat u unsur pemerint ah daedae-rah yang berwenang membuat perat uran perun-dangan daerah. Mat eri muat an perda adalah se-luruh mat eri muat an dalam rangka penyeleng-garaan ot onomi daerah dan t ugas pembant uan, menampung dan mempert imbangkan ciri khas at au kondisi khusus daerah sert a merupakan penj abaran lebih lanj ut dari perat uran perun-dangan yang lebih t inggi. Mat eri muat an dalam perda dilarang bert ent angan dengan kepent i-ngan umum dan at au perat uran perundai-ngan yang lebih t inggi. Berdasarkan penj elasan t er-sebut , berkait an dengan kepariwisat aan, pada dasarnya daerah diberikan kewenangan unt uk mengurusnya sendiri.

Kabupat en Purbalingga sendiri, merupa-kan kabupat en yang sedang giat -giat nya mem-bangun melalui konsep invest asi. Selain inves-t asi di bidang indusinves-t ri, Kabupainves-t en Purbalingga j uga sedang menat a pembangunan obyek wi-sat anya. Julukan magnet wiwi-sat a Jawa Tengah memang pant as di sandang Kabupat en Purba-lingga.

(8)

Pur-balingga yait u: per t ama, Perat uran Daerah Ka-bupat en daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 19 Tahun 1998 t ent ang Ret ribusi Tempat Rekre-asi dan Olah Raga; kedua, Per da Kabupat en Purba-lingga No. 38 t ahun 2005 t ent ang Perusa-haan Daerah Obyek Wisat a Air Boj ongsari; dan ket i ga, Perda Kabupat en Purbalingga No. 10 Tahun 2007 t ent ang Perubahan At as Perat uran Daerah Kabupat en Purbalingga No. 38 t ahun 2005 t ent ang Perusahaan Daerah Obyek Wisat a Air Boj ongsari Berdasarkan dat a t ersebut t am-pak bahwa dari sekian banyak obyek wisat a yang dit awarkan, baru sat u obyek wisat a yang sudah ada perat uran daerah, yait u obyek wisa-t a air Boj ongsari (Owabong), yang wisa-t elah diawisa-t ur dengan Perda Kabupat en Purbalingga Nomor 38 Tahun 2005 t ent ang Perusahaan Daerah Obyek Wisat a Air Boj ongsari.

Wisat awan menurut ket ent uan Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2009 adalah orang yang melakukan wisat a, sedangkan Pengusaha Pariwisat a adalah orang at au sekelompok orang yang melakukan kegiat an usaha pariwisat a (Pa-sal 1 ayat (8) UU No. 10 Tahun 2009, Apabila melihat rumusan t ersebut , ist ilah wisat awan dapat dianalogikan dengan konsumen, yait u se-t iap orang pemakai barang dan/ ase-t au j asa yang t ersedia dalam masyarakat , baik bagi kepen-t ingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mau pun makhluk hidup lain dan t idak unt uk diper-dagangkan (Pasal 1 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999), sedangkan penyedia j asa kepariwisat a-an dapat dia-analogika-an sebagai pelaku usaha-anya, yait u set iap orang perseorangan at au badan usaha, baik yang berbent uk badan hukum mau pun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan at au melakukan kegiat an dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perj an-j ian menyelenggarakan kegiat an usaha dalam berbagai bidang ekonomi (Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999). Pelaku usaha dapat berupa perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, impor-t er, pedagang maupun disimpor-t ribuimpor-t or.

Perat uran daerah yang ada di Kabupat en Purbalingga, apabila dihubungkan dengan pen-j elasan t ersebut di at as, maka dapat diint er-pret asikan bahwa Pemerint ah Daerah

Kabupa-t en Purbalingga belum menempaKabupa-t kan konsu-men, dalam hal ini wisat awan, sebagai sasaran ut ama dalam usaha menggali pendapat an asli daerah. Pemerint ah Daerah Kabupat en Purba-lingga masih bersif at pragmat is dalam usaha menggali pendapat an asli daerah, t erut ama da-lam bidang kepariwisat aan, yait u dengan beru-saha mendapat kan keunt ungan sebesarnya me-lalui pembent ukan perusahaan daerah maupun dengan penarikan ret ribusi.

Perlindungan konsumen seharusnya men-j adi perhat ian lebih mengingat invest asi, khu-susnya dalam bidang kepariwisat aan, t elah menj adi bagian pembangunan ekonomi. Perlin-dungan konsumen sendiri dapat dilakukan de-ngan: per t ama, mencipt akan sist em perlindu-ngan konsumen yang meperlindu-ngandung unsur ket er-bukaan akses dan inf ormasi sert a menj amin kepast ian hukum; kedua, melindungi kepent i-ngan konsumen pada khususnya dan pelaku usa-ha pada umumnya; ket i ga, meningkat kan kuali-t as barang dan pelayanan j asa; keempat , mem-berikan perlindungan kepada konsumen dari prakt ik usaha yang menipu dan menyesat kan; dan kel i ma, memadukan penyelenggaraan, pe-ngembangan dan pengat uran perlindungan kon-sumen dengan bidang lainnya; 7

Konsumen, apabila dihubungkan dengan kekuat an pasar, pada dasarnya mempunyai kekuat an di pasar. Permint aan konsumen me-nent ukan sukses t idaknya sebuah produk at au j asa. Bahkan di negara maj u, salah sat u t an-t angan an-t erbesar perusahaan adalah mencipan-t a-kan kredibilit as konsumen. Beberapa langkah yang dilakukan ant ara lain meliput i: ket erlibat -an masyarakat , ikl-an-ikl-an penj ual-an y-ang baik, dan keakraban dalam hubungan ant ar manusia dan kesopansant unan dalam semua urusan, bahkan pelaku usaha menyediakan gant i rugi dan pendidikan bagi konsumen. 8 Berkait an hak

7 Masl ihat i Nur Hidayat i . “ Anal isis t ent ang Al t ernat i f

Penyel esai an Sengket a Perl indungan Konsumen: St udi t ent ang Ef ekt ivi t as Badan Penyel esai an Sengket a Per-l indungan Konsumen” . Lex Jur nal i ca Vol . 5 No. 3, Agust us 2008. Hal . 170

8 Sri Sumi yat i dan Rini Fat masari . “ Per anan yayasan

(9)

dan kewaj iban pelaku usaha dan konsumen da-pat dij elaskan sebagai berikut :

Pelaku usaha mempunyai hak unt uk: per -t ama, menerima pembayaran sesuai dengan ke-sepakat an mengenai kondisi dan nilai t ukar ba-rang dan/ at au j asa yang diperdagangkan; ke-dua, mendapat perlindungan hukum dari t in-dakan konsumen yang berit ikad t idak baik; ket i ga, melakukan pembelaan diri sepat ut nya dalam rangka penyelesaian sengket a dengan konsumen; dan keempat , rehabilit asi nama baik apabila t erbukt i secara hukum bahwa kerugian konsumen t idak diakibat kan oleh barang dan/ at au j asa yang diperdangangkan. Hak-hak pela-ku usaha selain diat ur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 j uga diat ur dalam undang-undang lainnya sepert i undang Perbankkan, Undang-undang Larangan Prakt ek Monopoli dan Per-saingan Usaha Tidak Sehat , Undang-undang Pa-ngan.

Kewaj iban pelaku usaha ant ara lain: per -t ama, berit ikad baik dalam melakukan kegiat an usaha; kedua, memberi inf ormasi yang benar, j elas dan j uj ur mengenai kondisi dan j aminan barang dan/ at au j asa, sert a memberi penj elas-an penggunaelas-an, perbaikelas-an delas-an pemeliharaelas-an barang dan/ at au j asa; ket i ga, memperlakukan at au melayani konsumen secara benar dan j u-j ur, sert a t idak diskriminat if ; keempat , menj a-min mut u barang dan/ at au j asa yang diproduksi dan/ at au diperdagangkan berdasarkan ket ent u-an st u-andar mut u baru-ang du-an/ at au j asa yu-ang berlaku; kel i ma, memberi kesempat an kepada konsumen unt uk menguj i dan/ at au mencoba barang dan/ at au j asa sert a memberi j aminan dan/ at au garansi at as barang yang dibuat dan/ at au diperdagangkan; dan keenam, memberi kompensasi, gant i rugi dan/ at au penggant ian apabila barang dan/ at au j asa yang dit erima at au dimanf aat kan konsumen t idak sesuai de-ngan perj anj ian.

Hak-hak konsumen diat ur di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yang me-nent ukan bahwa :

Hak konsumen, adalah :

a. hak at as kenyamanan, keamanan, dan keselamat an dalam mengkonsumsi ba-rang dan/ at au j asa;

b. hak unt uk memilih dan mendapat kan barang dan/ at au j asa sesuai dengan nilai t ukar dan kondisi sert a j aminan yang dij anj ikan;

c. hak at as inf ormasi yang benar, j elas, dan j uj ur mengenai kondisi dan j ami-nan barang dan/ at au j asa;

d. hak unt uk didengar pendapat dan ke-luhannya at as barang dan/ at au j asa yang digunakan;

e. hak unt uk mendapat kan advokasi, per-lindungan, dan upaya penyelesaian sengket a perlindungan konsumen seca-ra pat ut ;

f . hak unt uk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unt uk diperlakukan at au dilayani secara benar dan j uj ur sert a t idak dis-krimanat if .

h. Hak unt uk mendapat kan kompensasi, gant i rugi dan/ at au penggant ian, apa-bila barang dan/ at au j asa yang dit eri-ma t idak sesuai dengan perj anj ian at au t idak sebagaiman mest inya; i. Hak-hak yang diat ur dalam ket ent uan

perat uran perundang-undangan lain-nya.

Pada dasarnya hak-hak konsumen t ersebut di at as, dapat disimpulkan menj adi 3 (t iga) hak yang menj adi prinsip dasar. Per t ama, hak at as perlindungan dari kerugian, baik kerugian per-sonal maupun kerugian hart a kekayaan; kedua, hak unt uk memperoleh barang at au j asa de-ngan harga yang waj ar; dan ket i ga, hak unt uk memperoleh penyelesaian t erhadap permasa-lahan yang dihadapi.

Kewaj iban konsumen diat ur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang me-nent ukan hal-hal sebagai berikut

Kewaj iban konsumen, adalah :

a. membaca at au mengikut i pet unj uk in-f ormasi dan prosedur pemakaian at au pemanf aat an barang dan/ at au j asa demi keamanan dan keselamat an; b. berikt ikad baik dalam melakukan t

ran-saksi pembelian baran dan/ at au j asa; c. membayar sesuai dengan nilai t ukar

yang disepakat i;

(10)

Kewaj iban konsumen unt uk membaca at au me-ngikut i pet unj uk inf ormasi dan prosedur pe-makaian at au pemanf aat an barang dan/ at au j asa dit uj ukan demi keamanan dan keselamat -an konsumen sendiri. Ket ent u-an Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999, yang mengat ur bahwa konsumen berhak at as kenyamanan, keamanan, dan kese-lamat an dalam mengonsumsi barang dan/ at au j asa, apabila dihubungkan dengan Pasal 26 huruf d UU No. 10 Tahun 2009, yang mengat ur bahwa set iap pengusaha pariwisat a berkewa-j iban memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamat an wisa-t awan, maka dapawisa-t diinwisa-t erprewisa-t asikan bahwa perlindungan keamanan, baik f isik, j iwa mau pun barang bawaan menj adi t anggung j awab pengu-saha pariwisat a.

Berkait an dengan hak konsumen unt uk mendapat kan gant i rugi, berdasarkan inf ormasi yang diperoleh di Kant or Jasa Raharj a Kabu-pa-t en Purbalingga, bahwa anKabu-pa-t ara Jasa Raharj a dengan Perusahaan Daerah Owabong t elah me-laksanakan suat u Memor andum of Under st an-di ng (MoU) t ent ang penent uan gant i kerugian. Dalam hal ini penulis t idak dapat menggali le-bih dalam mengenai MoU t ersebut , karena pi-hak yang berkepent ingan berpandangan bahwa MoU t ersebut hanya diperunt ukkan bagi para pihak, sehingga pihak lain t idak perlu menget a-hui MoU t ersebut . Terlepas dari t idak diper-olehnya MoU t ersebut , pada dasarnya t elah t erdapat it ikad baik dari pelaku usaha, dalam hal ini Perusahaan Daerah Owabong, unt uk memberikan gant i rugi. Namun demikian, gant i kerugian yang diberikan oleh j asa Raharj a ha-nya t erbat as pada kecelakaan f isik saj a sebagai akibat kunj ungan wisat awan ke obyek wisat a, sedangkan kerugian yang disebabkan selain ke-celakaan f isik t ersebut t idak diat ur lebih lan-j ut , sepert i kecopet an maupun kehilangan ba-rang bawaan. Hal t erakhir ini menit ikberat kan pada aspek keamanan yang harus diberikan di obyek wisat a.

Sumber pendapat an asli daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkut an yang dapat berupa hasil paj ak daerah, hasil re-t ribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

dae-rah. Berlakunya undang-undang ot onomi daerah mengakibat kan pemerint ah daerah dit unt ut un-t uk menggali sumber pendapaun-t an asli daerah, karena t idak mungkin t erus menggant ungkan bant uan dari pusat saj a unt uk membiayai pem-bangunan.9 Pada era ot onomi daerah pemerin-t ah daerah memiliki opemerin-t onomi penuh yang di j amin oleh konst it usi negara unt uk mengat ur dan mengurus urusan rumah t angganya sendiri. Pada sist em ini dikenal adanya urusan pemerin-t ah yang pemerin-t epemerin-t ap menj adi wewenang penuh pe-merint ah pusat yang meliput i urusan keimigra-sian, monet er, pert ahanan, keamanan, peradil-an dperadil-an sebagiperadil-an pendidikperadil-an masih di t peradil-angperadil-an pemerint ah pusat , meskipun pelaksanaannya oleh pemerint ah daerah.

Meruj uk pada semangat ot onomi daerah yang digariskan UU No. 32 Tahun 2004 t ent ang Pemerint ahan daerah, pada dasarnya dalam u-saha memberikan perlindungan hukum bagi wisat awan, pemerint ah daerah dapat memben-t uk suamemben-t u regulasi berupa Peramemben-t uran Daerah yang secara umum mengat ur mengenai perlin-dungan konsumen, khususnya wisat awan. Pera-t uran daerah ini dapaPera-t dibenPera-t uk, sepanj ang Pera-t i-dak bert ent angan dengan asas perat uran perun-dangangan, meliput i: Perat uran perundangan t idak berlaku surut (non r et r oakt i f ); Perat uran perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih t inggi, mempunyai kedudukan yang lebih t inggi pula; Perat uran perundangan yang bersif at khusus menyampingkan perat uran per-undang-undangan yang bersif at umum (l ex spe-ci al i s der ogat l ex gener al i s); Perat uran perun-dang-undangan yang berlaku belakangan mem-bat alkan perat uran perundang-undangan yang berlaku t erdahulu (l ex post er i or i der ogat e l ex per ior i ); Perat uran perundang-undangan t idak dapat diganggu gugat ; dan Perat uran perun-dang-undangan sebagai sarana unt uk semaksi-mal mungkin dapat mencapai kesej aht eraan spirit ual dan mat eril bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan at au pelest ari-an (asas wel vaar st aat ).

9 Hadion Wij oyo, “ Probl emat ika Hukum di Bi dang

(11)

Upaya Hukum Bagi Wisat awan yang Menderit a Kerugian di Obyek Wisat a

Hubungan hukum adalah hubungan yang diat ur oleh hukum dan menj adi obyek hukum. Dalam hukum perdat a diat ur t ent ang hak dan kewaj iban orang-orang yang mengadakan hubu-ngan hukum meliput i perat uran yang bersif at t ert ulis dan yang bersif at t idak t ert ulis berupa perat uran hukum adat dan kebiasaan yang hi-dup di dalam masyarakat .

Pelaksanaan hukum mat eriil perdat a, da-pat berlangsung secara diam-diam di ant ara pa-ra pihak yang bersangkut an t anpa melalui pe-j abat at au inst ansi resmi. Namun demikian dapat t erj adi kemungkinan, bahwa hukum ma-t eriil perdama-t a ima-t u dilanggar, sehingga ada pihak yang dirugikan dan t erj adilah gangguan keseim-bangan kepen-t ingan di dalam masyarakat . Hu-kum mat eriil perdat a yang t elah dilanggar it u harus dipert ahankan at au dit egakkan, karena set iap warga negara memiliki hak yang sama dihadapan hukum dan ia pun berhak unt uk membela haknya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Pada hubungan hukum yang bersif at obligat ur, apabila salah sat u pihaknya t idak melaksanakan kewaj iban, maka pada pi-hak lain t erdapat pelanggaran pi-hak, sehingga t imbul suat u sengket a.

Penyelesaian sengket a dapat dibedakan ant ara penyelesaian sengket a secara damai dan penyelesaian sengket a secara adversarial. Pe-nyelesaian sengket a secara damai lebih dikenal dengan penyelesaian secara musyawarah muf a-kat . Sement ara penyelesaian sengket a secara adversial lebih dikenal dengan penyelesaian sengket a oleh pihak ket iga yang t idak t erlibat dalam sengket a.

Pada penyelesaian sengket a secara damai t idak ada pihak yang mengambil keput usan bagi penyelesaian sengket a. Ket erlibat an pihak ket i-ga dalam penyelesaian sengket a secara damai adalah dalam rangka mengusahakan agar para pihak yang bersengket a dapat sepakat unt uk menyelesaian sengket a mereka. Bent uk penye-lesaian sengket a secara damai adalah nego-siasi, mediasi dan konsiliasi. Negosiasi meru-pakan penyelesaian sengket a secara damai di mana para pihak berhadapan langsung t anpa

ada keikut sert aan dari pihak ket iga. Mediasi dan konsiliasi adalah penyelesaian sengket a secara damai dimana ada t urut campur pihak ket iga. Perbedaan ant ara konsiliasi dan mediasi t erlet ak pada akt if t idaknya pihak ket iga dalam mengusahakan para pihak unt uk menyelesaikan sengket a. Penyelesaian ini merupakan hal yang ideal mengingat keadilan muncul dari para pi-hak. Penyelesaian sengket a secara damai me-nyarat kan ada-nya kesukarelaan dari pihak-pi-hak yang bersengket a. Tanpa adanya kesukare-laan di ant ara para pihak, t idak mungkin pe-nyelesaian seng-ket a secara damai berj alan.

Penyelesaian sengket a secara adversial melalui lembaga arbit rase, keadilan unt uk para pihak yang bersengket a berasal dari arbit er. Penyelesaian melalui arbit rase menghasilkan put usan. Hukum di Indonesia yang mengat ur t ent ang arbit rase adalah UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a. Arbit rase diart ikan sebagai lembaga penyelesaian sengket a at au beda pendapat me-lalui prosedur yang disepakat i para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsult asi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, at au penilaian ahli. Penyelesaian sengket a melalui arbit rase, keadilan unt uk para pihak yang ber-sengket a berasal dari arbit er.

(12)

konst ruksi, perasuransian, perbankan, pasar modal maupun lingkungan hidup.

Sement ara kekurangan dari digunakannya penyelesaian sengket a melalui arbit rase diant a-ranya adalah mahal. Hal ini disebabkan, para pihak yang bersengket a harus membiayai ber-bagai keperluan, mulai dari honor arbit er yang menyelesaikan sengket a hingga biaya sewa ruangan, biaya kesekret ariat an maupun biaya t elepon. Selain it u, lembaga arbit rase yang ber-sif at permanen t idak dapat dit emukan secara mudah. Lembaga arbit rase yang bersif at per-manen hanya ada dikot a-kot a besar. Ini ber-beda dengan pengadilan dimana di set iap kabu-pat en dan kot a t erdakabu-pat pengadilan yang ber-wenang unt uk menyelesaikan sengket a.

Proses dan prosedur arbit rase t idaklah mudah, sehingga hanya masyarakat pada st rat if ikasi sosial t ert ent u yang dapat memanif aat -kan. Arbit rase t idak umum dimanf aat kan oleh pelaku usaha yang kurang t erdidik at aupun ke-las bawah. Di Indonesia penyelesaian melalui arbi-t rase hanya bisa dilakukan pada sengket a yang bersif at dagang (commer ci al di sput e). Hal ini dit egaskan dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Arbit rase yang menyebut kan, “ Sengket a yang dapat diselesaikan melelui arbit rase hanya sengket a dibidang perdangan. ”

Sebelum dibahas t ent ang klausul arbit ra-se, maka ada baiknya diperhat ikan ket ent uan Undang-undang Arbit rase yang relevan unt uk di j adikan ruj ukan, yait u Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Arbit rase, yang mengat ur bahwa:

Perj anj ian arbit rase adalah suat u kesepa-kat an berupa klausul abit rase yang t er-cant um dalam perj anj ian t ert ulis yang di buat para pihak sebelum t imbul sengke-t a, asengke-t au suasengke-t u perj anj ian arbisengke-t rase sengke-t er-sendiri yang dibuat para pihak set elah t imbul sengket a.

Selanj ut nya Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Ar-bit rase mengat ur bahwa dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengket a melelui arbit ra-se ra-set elah ra-sengket a t erj adi, perra-set uj uan me-ngenai hal t ersebut harus dibuat dalam suat u perj anj ian t ert ulis yang dit andat angani oleh para pihak. Berdasarkan kedua pasal t ersebut di at as, maka ada dua j enis perj anj ian abit rase.

Per t ama adalah perj anj ian arbit rase berupa klausul arbit rase dalam suat u perj anj ian. Kedua adalah perj anj ian arbit rase yang dibuat secara t ersendiri dan t erpisah dari perj anj ian yang di-buat oleh para pihak sebelum t erj adinya seng-ket a. Kedua j enis perj anj ian arbit rase t ersebut menggariskan bahwa unt uk sahnya suat u per-j anper-j ian arbit rase harus dipenuhi syarat , yait u t elah disepakat i oleh para pihak yang membuat perj anj ian at au para pihak yang t erlibat dalam sengket a dan kesepakat an harus dilakukan se-cara t ert ulis oleh para pihak yang bersengket a. Arbit rase t idak dapat memeriksa dan me-mut uskan sengket a t anpa didasari adanya per-j anper-j ian arbit rase yang dibuat secara t ert ulis. Hal ini mengingat elemen pent ing yang diat ur dalam Undang-undang Arbit ase adalah perj an-j ian arbit rase, baik sebelum maupun set elah t erj adinya sengket a, harus dibuat dalam bent uk t ert ulis.

Klausul arbit rase yang baik harus meme-nuhi paling t idak enam unsur. Keenam unsur t ersebut adalah t empat dilaksakannya arbit ra-se, hukum acara unt uk pelaksanaan arbit rara-se, t at a cara penunj ukan arbit er dan pihak yang berwenang unt uk menunj uk arbit rase (apabila perlu), j umlah dari arbit er, hukum yang berlaku dan bahasa yang digunakan dalam proses ar-bit rase.

Penyelesaian sengket a melelui arbit rase dapat dilakukan secara ad hoc dan secara inst i-t usional/ permanen. Lembaga arbii-t rase ad hoc merupakan arbit rase dibent uk unt uk menye-lesaikan sengket a dan ket ika proses t elah sele-sai, maka arbit rase t ersebut langsung dibubar-kan. Sement ara penyelesaian melalui arbit rase yang dilakukan secara inst it usional, penyele-saian dilakukan oleh suat u badan at au lembaga arbit rase. Badan at au lembaga arbit rase ini di-dirikan oleh pihak-pihak t ert ent u. Pada t rase semacam ini, hukum acara, daf t ar arbi-t er dan nama, serarbi-t a kredibiliarbi-t as unarbi-t uk menye-lesaikan sengket a t elah dimiliki.

(13)

pihak ket iga yang bert indak sebagai f asilit at or/ mediat or/ arbit er di set uj ui oleh para pihak dan harus net ral; ket i ga, masing-masing pihak t idak bert ahan pada posisinya; keempat , para pihak t idak mempunyai kecurigaan yang berlebihan; dan kel i ma, persyarat an at au bent uk t unt ut an harus rasional.

Pelaksanaan put usan arbit rase merupa-kan suat u keadaan dimana put usan t elah dibuat oleh arbit er namun t idak dij alankan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan dan dalam hal ini pihak yang dimenangkan memiliki upaya hukum berupa pelaksanaan put usan arbit rase at au yang lebih dikenal dengan ist ilah eksekusi put usan arbit rase. Pelaksanaan put usan arbi-t rase merupakan upaya paksa yang dimohonkan oleh pihak yang dimenangkan dalam suat u arbi-t rase. Pihak yang dimenangkan ini memohon ke pengadilan unt uk melakukan upaya paksa.

Pelaksanaan put usan arbit rase dapat di lakukan at as put usan arbit rase yang dibuat di dalam negeri (put usan arbit rase nasional/ do-mest ik) dan put usan arbit rase yang dibuat di luar negeri (put usan arbit rase int ernasional/ a-sing). Put usan arbit rase domest ik berlaku ke-t enke-t uan Pasal 59 s. d. Pasal 64 UU Arbike-t rase. Se-ment ara unt uk put usan arbit rase int ernasional berlaku ket ent uan Pasal 65 sampai Pasal 69 UU Arbit rase.

Diakuinya put usan arbit rase int ernasio-nal di Indonesia didasarkan pada keikut sert aan Indonesia dalam sebuah perj anj ian int erna-sional yang disebut sebagai Convent ion on t he Recognit i on and Enf or cement of For eign Ar bi -t r al Awar ds (konvensi t ent ang Pengakuan dan Pelaksanaan Put usan Arbit rase Asing) at au yang lebih dikenal dengan Konvensi New York 1958. Int i dari Konvensi ini adalah negara yang men-j adi pesert a harus mengakui dan melaksanakan put usan arbit rase yang dibuat di luar negeri sepanj ang negara dimana arbit rase dilangsung-kan t elah j uga menj adi pesert a dari Konvensi. Suat u put usan arbit rase asing dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia, apabila put usan t ersebut t erlebih dahulu diserahkan dan didaf -t arkan oleh arbi-t er a-t au kuasanya di Pengadilan

Negeri Jakart a Pusat dengan menyampaikan pu-t usan asli apu-t au salinan sahnya.10

Set elah put usan dibuat dan diucapkan pi-hak yang dikalahkan dapat melakukan dua al-t ernaal-t if upaya hukum. Peral-t ama yaial-t u upaya hukum berupa penolakan pelaksanaan at au eksekusi (enf or cement ) at as Put usan Arbit rase Int ernasional kepada pengadilan dimana aset at au barang berbeda. Hal ini t erj adi mengingat put usan arbit rase dibuat di suat u negara t et api pelak-sanaannya dilakukan di negara lain. Put u-san Arbit rase Int ernasional pada umumnya me-miliki karakt er demikian; pelaksanaan put usan akan sangat bergant ung pada dimana aset at au barang yang hendak dieksekusi berada. Peliba-t an pengadilan Peliba-t idak dapaPeliba-t dihindari mengingaPeliba-t pemaksaan at as put usan hanya bisa dilakukan oleh pengadilan dalam bent uk penet apan ekse-kusi.

Upaya hukum kedua adalah pihak yang dikalahkan dapat “ memasalahkan” Put usan Ar-bit rase Int ernasional yang t elah dibuat . Upaya hukum ini pada dasarnya adalah upaya hukum unt uk membat alkan put usan arbit rase. Dalam upaya hukum ini, sama sepert i upaya hukum pert ama, memerlukan ket erlibat an pengadilan. Pengadilan dianggap sebagai ot orit as yang ber-wenang unt uk membat alkan put usan arbit rase. Pengadilan t idak berwenang unt uk me-meriksa pokok perkara yang dipersengket akan oleh para pihak dalam proses pembat alan. Ke-wenangan pengadilan hanya t erbat as pada ke-wenangan unt uk memeriksa keabsahan dari segi prosedur pengambilan put usan arbit rase, ant a-ra lain proses pemilihan paa-ra arbit er hingga pemberlakuan hukum yang dipilih oleh para pi-hak dalam penyelesaian sengket a. Alasan ini dan alasan lainnya sebagai dasar pembat alan put usan arbit rase lazimnya diat ur dalam hukum arbit rase dari suat u negara. Penolakan put usan arbit rase oleh pengadilan t idak berart i t idak mengakui put usan t ersebut . Penolakan mem-punyai konsekuensi t idak dapat nya put usan ar-bit rase dilaksanakan di yurisdiksi pengadilan

10 Iriansyah, “ Pel aksanaan Put usan Arbit rase Asing dal am

(14)

yang t elah menolaknya apabila t ernyat a di ne-gara lain t erdapat aset dari pihak yang dika-lahkan, pihak yang dimenangkan masih dapat memint a eksekusi di pengadilan negara t er-sebut .

Penyelesaian sengket a di luar pengadilan merupakan pilihan para pihak dan bersif at skarela. Para pihak j uga bebas unt uk menent u-kan lembaga penyedia j asa yang membant u pe-nyelesaian sengket a. Lembaga penyedia j asa menyediakan pelayanan penyelesaian sengket a dengan menggunakan bant uan arbit er at au me-diat or at au pihak ket iga lainnya. Apabila para pihak t elah memilih upaya penyelesaian seng-ket a di luar pengadilan, gugat an melalui peng-adilan hanya dapat di t empuh apabila upaya t ersebut dinyat akan t idak berhasil secara t er-t ulis oleh salah saer-t u aer-t au para pihak yang ber-sengket a at au salah sat u at au para pihak yang bersengket a menarik diri dari perundingan.

Berkait an dengan sengket a konsumen, penyelesaian sengket a selain melalui arbit rase, j uga dapat dilakukan melalui Badan Penyelesai-an Sengket a PerlindungPenyelesai-an Konsumen sebagai-mana diat ur dalam UU No. 8 Tahun 1999 (selan-j ut nya disebut UUPK). BPSK sebagaimana di-maksud dalam UUPK, yang dibent uk oleh peme-rint ah, adalah badan yang bert ugas menangani dan menyelesaikan sengket a ant ara pelaku usa-ha dan konsumen, t et api bukanlah merupakan bagian dan inst it usi kekuasaan kehakiman. Pemerint ah membent uk BPSK Tingkat II unt uk menyelesaikan sengket a konsumen di luar pe-ngadilan, akan t et api BPSK bukanlah lembaga pengadilan.

BPSK mempunyai anggot a-anggot a dari unsur pemerint ah, konsumen dan pelaku usaha. Set iap unsur t ersebut berj umlah 3 (t iga) orang at au sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang yang kesemuanya diangkat dan diberhent ikan oleh Ment eri Perindust rian dan Perdagangan. Kegot aan Badan t erdiri dari ket ua merangkap got a, wakil ket ua merangkap anggot a dan ang-got a dngan dibant u oleh sekret aris. Tugas dan wewenang BPSK meliput i: per t ama, penyelesai-an sengket a konsumen melalui mediasi, arbit ra-se at au konsiliasi; kedua, konsult asi perlin-dungan konsumen; ket i ga, pengawasan klau-sul

baku; keempat , pelaporan kepada penyidik umum, apabila t erj adi pelanggaran undang-un-dang ini; kel i ma, penerimaan pengaduan dari konsumen baik secara lisan maupun t ert ulis; keenam; penelit ian dan pemeriksaan t ent ang sengket a konsumen; ket uj uh, pemanggilan t er-hadap pelaku usaha yang melanggar; kedel a-pan, menghadirkan saksi, saksi ahli dan/ at au set iap orang yang dianggap menget ahui pelang-garan it u; kesembi l an, memint a bant uan penyi-dik unt uk menghadirkan mereka t ersebut di at as apabila t idak mau memenuhi panggilan; kesepul uh, mendapat kan, menelit i dan/ at au menilai surat , dokumen at au alat -alat bukt i lain guna penyelidikan dan/ at au pemeriksaan; kesebel as, memut uskan dan menet apkan ada t idaknya kerugian konsumen; keduabel as, pem-berit ahuan keput usan kepada pelaku usaha pe-langgaran undang-undang; dan ket i gabel as, penj at uhan sanksi administ rat if kepada pelaku usaha pe-langgar undang-undang.

BPSK dalam menyelesaikan sengket a kon-sumen, membent uk maj elis yang t erdiri dari se-t idaknya 3 (se-t iga) anggose-t a dibanse-t u oleh seorang panit era. Put usan BPSK bersif at f inal dan me-ngikat . BPSK waj ib menj at uhkan put usan se-lama-lamanya 21 (duapuluh sat u) hari sej ak gu-gat an dit erima dan keput usan BPSK waj ib di-laksanakan pelaku usaha dalam j angka wakt u 7 (t uj uh) hari set elah put usan dit erimanya, at au apabila ia keberat an dapat mengaj ukannya ke-pada Pengadilan Negeri dalam j angka wakt u 14 (empat belas hari), pengadilan negeri yang me-nerima keberat an pelaku usaha memut us per-kara t ersebut dalam j angka wakt u 21 hari sej ak dit erimanya keberat an t ersebut . Selanj ut nya kasasi pada put usan pengadilan negeri ini diberi j angka wakt u 14 hari unt uk mengaj ukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Keput usan Mahkamah Agung waj ib dikeluarkan dalam j angka wakt u 30 (t iga puluh) hari sej ak permohonan kasasi

(15)

um-lah nilai yang kecil sampai nilai yang besar. Meskipun BPSK bukan pengadilan dan lebih t epat disebut dengan peradilan semu t et api ke-beradaannya bukanlah sekedar t ampil sebagai pengakuan hak konsumen unt uk mendapat kan perlindungan dalam upaya penyelesaian seng-ket a konsumen secara pat ut , t et api keberada-annya yang lebih pent ing adalah melakukan pe-ngawasan t erhadap pencant uman klausul baku (one-si ded st andar d f or m cont r act ) oleh pelaku usaha dan unt uk mendorong kepat uhan pelaku usaha pada UUPK.

Put usan BPSK sebagai hasil dari penye-lesaian sengket a konsumen secara konsiliasi, m-diasi at au arbit rase, bersif at f inal dan mengi-kat . Pengert ian f inal berart i bahwa penyele-saian sengket a t elah selesai dan berakhir, se-dangkan kat a mengikat mengandung art i me-maksa dan sebagai sesuat u yang harus dij alan-kan oleh pihak yang diwaj ibalan-kan unt uk it u. Prin-sip r es j udi cat a pr o ver it at e habet ur, menya-t akan bahwa suamenya-t u pumenya-t usan yang menya-t idak mungkin lagi unt uk dit akukan upaya hukum, dinyat akan sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hu-kum yang past i. Berdasarkan prinsip t ersebut , put usan BPSK harus dipandang sebagai put usan yang mempunyai kekuat an hukum yang past i (i n kr acht van gewi j sde). Ket ent uan pasal t ersebut apabila dihubungkan dengan Pasal 56 ayat (2) UUPK dapat diint erpret asikan bahwa para pihak dapat mengaj ukan keberat an kepada pengadil-an negeri paling lambat 14 hari kerj a set elah pemberit ahuan put usan BPSK. Hal ini bert en-t angan dengan pengeren-t ian puen-t usan BPSK yang bersif at f inal dan mengikat t ersebut , sehingga dengan demikian ket ent uan pasal-pasal t erse-but saling kont radikt if dan menj adi t idak ef i-sien. Menyikapi adanya permasalahan hukum hukum yang dit imbulkan oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen, t erbit lah Perat uran Mahkamah Agung (PERMA) yang bert uj uan un-t uk menj embaun-t ani kekosongan prosedural sa-ngat lah dibut uhkan, yait u PERMA No. l Tahun 2006 mengenai Tat a Cara Pengaj uan Upaya Hu-kum Keberat an Terhadap Put usan BPSK. PERMA ini mengat ur bahwa keberat an merupakan upa-ya hukum upa-yang hanupa-ya dapat diaj ukan t erhadap put usan arbit rase yang dikeluarkan oleh BPSK,

t idak meliput i put usan BPSK yang t imbul dari mediasi dan konsiliasi. Put usan mediasi dan konsiliasi dapat disepadankan dengan adanya suat u perdamaian (dadi ng) di luar at au di da-lam pengadilan, sehingga put usannya bersif at f inal dan mengikat .

Put usan arbit rase BPSK, meskipun digu-nakan t erminologi arbit rase, t et api UUPK sama se-kali t idak mengat ur mekanisme arbit rase sepert i yang dit ent ukan dalam UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyele-saian Sengket a, melainkan membuat suat u at uran t er-sendiri yang relat if berbeda dengan apa yang t elah dit ent ukan dalam UU No. 30 t a-hun 1999 t ersebut , sehingga t imbul pert ent ang-an ang-ant ara arbit rase dalam put usang-an BPSK, de-ngan put usan arbit rase dalam UU No. 30 t ahun 1999, yang memerlukan penaf siran lebih lanj ut . Ket idak j elasan perat uran dalam UUPK ini me-nimbulkan kebingungan dalam pengimplemen-t asiannya.

Put usan BPSK, agar mempunyai kekuat an eksekusi, put usan t ersebut harus dimint akan penet apan f iat eksekusi pada pengadilan negeri di t empat t inggal konsumen yang dirugikan. Dalam prakt ek t imbul kesulit an unt uk memint a f iat eksekusi melalui pengadilan negeri, karena berbagai alasan yang dikemukakan oleh penga-dilan negeri ant ara lain: per t ama, put usan BP-SK t idak memuat irah-irah "Demi Keadilan Berda-sarkan Ket uhanan Yang Maha Esa", se-hingga t idak mungkin dapat dieksekusi; dan ke-dua, belum t erdapat perat uran/ pet unj uk t en-t ang en-t aen-t a cara mengaj ukan pcrmohonan ekse-kusi t erhadap put usan BPSK.

(16)

Pelaku usaha, apabila set elah menerima pemberit ahuan at as keput usan BPSK t idak set u-j u at au berkeberat an t erhadap put usan t erse-but dan mengaj ukan permohonan keberat an ke-pada pengadilan negeri, maka t imbul suat u permasalahan, dikarenakan keberat an bukanlah suat u upaya hukum yang dikenal dalam hukum acara di Indonesia, dan UUPK t idak memberikan suat u pet unj uk t eknis bagaimana prosedur pe-ngaj uan permohonan keberat an ini diaj ukan, dan bagaimana pengadilan negeri memproses permohonan keberat annya mengingat belum ada acara yang secara j elas mengat ur perihal proses keberat an ini.

Sanksi administ rat if diat ur pada Pasal 60 UUPK. Sanksi administ rat if ini merupakan suat u hak khusus yang diberikan oleh UUPK kepada BPSK at as t ugas dan/ at au kewenangan yang di-berikan unt uk menyelesaikan sengket a konsu-men di luar pengadilan. Sanksi administ rat if , menurut ket ent uan Pasal 60 ayat (2) j o Pasal 60 ayat (1) UUPK, yang dapat dij at uhkan oleh BPSK adalah berupa penet apan gant i rugi sam-pai set inggi-t ingginya Rp 200, 000. 000, 00 (dua rat us j ut a rupiah) yang dij at uhkan t erha-dap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran t erhadap/ dalam rangka: per t ama, t idak dilak-sanakannya pemberian gant i rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen, dalam bent uk pe-ngembalian uang at au penggant ian barang dan/ at au j asa yang sej enis, maupun perawat an ke-sehat an at au pemberian sant unan at as kerugi-an ykerugi-ang diderit a oleh konsumen; kedua, t er-j adinya kerugian sebagai akibat kegiat an pro-duksi iklan yang diiakukan oleh pelaku usaha periklanan; dan ket i ga, pelaku usaha yang t idak dapat menyediakan f asilit as j aminan purna j ual, baik dalam bent uk suku cadang maupun peme-liharaannya, sert a pemberian j aminan at au garansi yang t elah dit et apkan sebelumnya, baik berlaku t erhadap pelaku usaha yang mem-perdagangkan barang dan/ at au j asa. Ket ent uan t ersebut memperj elas, bahwa BPSK memang t idak memiiki kewenangan unt uk menj at uh-kan sanksi at as set iap pelanggaran yang dila-kukan oleh pelaku usaha. Hal ini sej alan dengan ket ent uan Pasal 47 UUPK yang mengat ur bahwa penyelesaian sengket a di luar pengadilan

dise-lenggarakan unt uk mencapat kesepat akan me-ngenai t indakan t ert ent u unt uk menj amt n t idak akan t erj adi kembali at au t idak akan t erulang kembali kerugian yang diderit a oleh konsumen. Namun demikian, UUPK guna menegakkan ke-past ian hukum, sesuai proporsinya t elah mem-berikan hak dan kewenangan kepada BPSK un-t uk menj aun-t uhkan sanksi adminisun-t raun-t if bagi pe-laku usaha yang t idak memberikan gant i rugi kepada konsumen at as t indakannya yang meru-gikan konsumen. Berj alan at au t idaknya sanksi-sanksi yang t elah dit ent ukan, sangat bergan-t ung pada siap bergan-t idaknya berbagai pihak yang t erkait t ermasuk BPSK.

Penyelesaian sengket a secara adversial selain melalui arbit rase j uga dapat dilakukan melalui lit igasi (j alur pengadilan). Salah sat u unsur negara hukum adalah berf ungsinya ke-kuasaan kehakiman yang merdeka yang dila-kukan oleh badan peradilan. Kekuasaan keha-kiman merupakan kekuasaan negara yang mer-deka unt uk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi t erseleng-garanya Negara Hukum Republik Indonesia. Pe-ngert ian kekuasaan Negara yang merdeka, di maksudkan, bahwa kekuasaan kehakiman t er-pisah dari kekuasaan pemerint ahan dan Kekua-saan Perundang-undangan sert a merdeka dari pengaruh kedua kekuasaan it u. Hal t ersebut dengan j elas dapat dij umpai dalam penj elasan resmi Pasal 24 dan 25 UUD 1945.

(17)

pe-ngadilan menyelesaikan at au memulihkan seng-ket a perdat a.

Tugas pengadilan, dalam hal ini adalah hakim, yait u unt uk memeriksa, memut us, dan mengadili perkara perdat a. Peradilan perdat a dilakukan dengan mendasarkan pada perat uran perundang-undangan sepert i HIR (Het Her zeine Indonesi sh Regl ement ), Rbg (Recht sr eglemeent Bui t engewest en), Rv (Regl ement op de bur ger -l i j ke r echt Vor der i ng), Undang-undang No. 20 Tahun 1947, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 t ent ang Kekuasaan Kehakiman.

Hukum acara perdat a, mengalami bebe-rapa perkembangan, salah sat u cont ohnya ada-lah mekanisme pengaj uan t unt ut an hak di luar ket ent uan yang diat ur di dalam Het Her zeine Indonesi ch Regl ement St aat sbl aad No. 16 t ahun 1848, sepert i cl ass act i on, l egal st andi ng dan ci t i zen l awsuit at au act i o popul ar i s. Berikut ini penulis paparkan karakt erist ik dari keempat mekanisme pengaj uan t unt ut an hak t ersebut .11

Per t ama, gugat an biasa yait u penggugat dan t ergugat merupakan subyek hukum, baik orang maupun badan hukum dengan dalil t un-t uun-t an hak berupa wanpresun-t asi maupun per-buat an melawan hukum. Tunt ut annya berupa gant i kerugian maupun melakukan at au t idak melakukan perbuat an t ert ent u kepada t ergu-gat , sehingga dalam hal ini pengguergu-gat harus mempunyai perbuat an dan kerugian yang t er-j adi sebagai akibat perbuat an t ergugat .

Kedua, cl ass act i on diaj ukan manakala j umlah penggugat nya adalah banyak (nume-r ous), sedangkan yang mengaj ukan gugat an adalah wakil kelompok, yang mewakili kepen-t ingannya sendiri maupun anggokepen-t a kelompok-nya, dengan t unt ut an berupa gant i kerugian. Pihak yang dapat digugat adalah seluruh subyek hukum, baik orang maupun badan hukum.12

Ket i ga, gugat an LSM at au l egal st andi ng. Gugat an LSM merupakan mekanisme pengaj uan gugat an oleh LSM sebagai akibat pelanggaran at au adanya perbuat an melawan hukum yang

11 Rahadi Wasi Bi nt oro, “ Tunt ut an Hak dal am Persi dangan

Perkar a Perdat a” , Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 10, No. 2, Mei 2010, hl m. 156

12 Lihat j uga Sul asi Rongiyat i, “ Cl ass Act ion Sebagai Al t

er-nat i f Penyel esai an Sengket a” , Supr emasi Hukum, Vol . 2, No. 1, Januar i 2006, , hl m. 55

dilakukan pihak lain yang merupakan kegiat an perlindungan yang dilakukan LSM t ersebut se-bagaimana diat ur dalam anggaran dasar.

Keempat, ci t i zen l awsui t at au act i o po-pul ar i s, yait u gugat an yang diaj ukan oleh seo-rang at au lebih warga negara at as nama seluruh warga negara yang dit uj ukan kepada negara, dalam hal ini penyelenggara negara, sebagai akibat adanya perbuat an melawan hukum, pada umumnya berupa penelant aran hak-hak warga negara, dengan maksud agar segera dibent uk at uran hukum, sehingga hak-hak warga negara dapat t erlindungi.

Mekanisme pengaj uan t unt ut an hak t er-sebut apabila dihubungkan dengan sengket a konsumen, maka t erhadap sengket a konsumen dapat diselesaikan melalui pengaj uan gugat an biasa, cl ass act i on dan gugat an LSM/ l egal st an-di ng. Pengaj uan gugat an biasa dilakukan, apa-bila konsumen yang dirugikan t erdiri dari sat u at au lebih, sepanj ang j umlahnya t idak t erlalu banyak. Cl ass act ion diaj ukan apabila konsu-men yang dirugikan j umlahnya banyak, sedang-kan gugat an LSM diaj usedang-kan oleh LSM yang mem-bidangi perlindungan konsumen, sepert i Yayas-an Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Semua mekanisme t ersebut diaj ukan sebagai akibat perbuat an melawan hukum yang dilakukan pe-laku usaha. Hal ini mengingat , bahwa aspek per-lindungan dan keamanan merupakan hak kon-sumen di sat u sisi dan kewaj iban bagi pelaku usaha di sisi yang lain.

Penut up Simpulan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi dan penelitian terhadap dokumen penawaran yang telah dilaksanakan oleh panitia pengadaan, maka Panitia telah menetapkan Pemenang Pelelangan

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah Apakah secara parsial maupun

[r]

c. setiap penyerahan arsip dari unit kerja pencipta arsip kepada arsip pusat disertai dengan keterangan tentang jenis jumlah dan tahun diciptakannya arsip.

[r]

(2) Kepala satuan kerja/komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan rencana kegiatan BAPP dengan melampirkan dokumen perencanaan tahunan atau dokumen perencanaan

Before you’re able to begin playing at most online bingo websites you’ll need to download the free software!. Some casinos offer you the opportunity to play bingo without having

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA..